Teori Belajar Perilaku Perilaku Konsumen

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan yang kita ketahui, sejak kecil kita sudah mengenal kata belajar.
Baik belajar di lingkungan formal maupun non-formal. Manusia dituntut untuk belajar
guna bekal di masa sekarang hingga masa depan. Belajar yang sering kita lakukan yaitu
belajar formal yang kita temui di bangku sekolah, namun tidak semua diantara kita yang
dapat bersekolah. Akan tetapi belajar sangatlah perlu untuk kita semua, dengan belajar
kita bisa mendapatkan informasi yang aktual dan juga hal yang belum kita ketahui
menjadi tahu. Untuk itu, tentunya kita harus mengetahui apa definisi dari belajar itu
sendiri dan macam-macam teori mengenai belajar itu sendiri.
Pengertian belajar bermacam – macam, secara tradisional pengertian belajar
yang dikemukakan oleh J. Nasution. M.A. dalam buku Asas – asas kurikulum bahwa
belajar adalah pengumpulan sejumlah ilmu. Pendapat ini terlampau sempit dan hanya
berpusat pada mata pelajaran belaka.
Belajar tidaklah demikian, Lester D. Crow dan Alice Crow mengemukakan
bahwa belajar ialah perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Dalam
definisi ini dikatakan bahwa seseorag belajar kalau ada perubahan dari tidak tahu
menjadi tahu dalam menguasai ilmu pengetahuan. Belajar disini merupakan suatu proses
dimana guru melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman edukatif
untuk mrncapai suatau tujuan.

Untuk dapat memahami dan mengerti apa belajar itu, kita akan melihat dan
mempelajari beberapa teori tentang belajar yang dikemukakan

oleh para ahli. Pada

makalah ini, akan membahas mengenai teori belajar, khususnya teori belajar perilaku.
Dalam setiap proses belajar terjadi interaksi. Belajar dapat terjadi dengan
adanya usaha dari manusia iu sendiri untuk mengalami proses belajarnya. Dari berbagai
pandangan teori belajar tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa belajar adalah suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang relatif permanen pada diri seseorang baik itu berupa pengetahuan, keterampilan dan
sikap sebagai akibat pengalaman. Teori adalah cara – cara atau metode yang digunakan
untuk mempelajari atau meneliti sesuatu dalam suatu proses pembelajaran. Dengan
begitu teori belajar adalah cara – cara yang digunakan untuk memperoleh perubahan
tingkah laku seseorang yang relatif permanen, baik berupa pengetahuan, keterampilan
dan sikap sebagai pengalaman.
1

Teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran
dengan proses – proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar

mengungkapkan antara kegiatan siswa dengan proses – proses psikologis dalam diri dan
siswa, atau teori belajar mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri
dan siswa. Pada makalah ini akan dibahas mengenai teori belajar perilaku yang
merupakan teori belajar yang diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Teori belajar ini dikembangkan atas
dasar peruabahan perilaku individu yang diberikan stimulus tertentu
Pada teori belajar perilaku akan adanya proses perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi stimulus dan respons. Dimana teori ini juga banyak pendapat dari
para ahli yang akan dibahas pada makalah ini, berdasarkan rumusan masalah pada
makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini, yaitu:
1. Apakah definisi dari teori belajar perilaku ?
2. Siapa sajakah yang mengemukakan teori belajar perilaku ?
3. Bagaimana pendapat tentang teori belajar perilaku menurut para ahli?
4. Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar perilaku ?
5. Bagaimana penerapan teori belajar perilaku di dalam kelas ?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari teori belajar perilaku ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan dari makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi dari teori belajar perilaku
2. Untuk mengetahui siapa saja yang mengemukakan teori belajar perilaku
3. Untuk mengetahui pendapat tentang teori belajar perilaku menurut para ahli
4. Untuk mempelajari prinsip – prinsip teori belajar perilaku
5. Untuk mempelajari penerapan teori belajar perilaku di dalam kelas
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori belajar perilaku
D. BATASAN
Batasan Masalah pada makalah ini berdasarkan pada rumusa masalah.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI TEORI PERILAKU ( TEORI BEHAVIOR )
Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an di
Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif
psikoanalisis yang dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik
pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik.
Teori Behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori

ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar.
Menurut teori behavioristik atau aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai
proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulasi dan respons.
Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal
dari lingkungan.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru
kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus
yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.

Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting
untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
3

respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Belajar tidaknya seseorang
bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan lingkungan.
B. TOKOH-TOKOH ALIRAN BEHAVIORISTIK
1. Teori Belajar Menurut Ivan P. Pavlov
Pavlov menyumbangkan pikiran dan gagasannya dalam sebuah penelitiannya
dalam bidang fsikologi yaitu tentang Refleks berkondisi yang di lakukannya di
tempat yang berbeda-beda. Dan bagian yang paling terpenting dari penelitiannya
adalah dengan berpura-pura memberi makan kepada anjing. . Percobaan dilanjutkan
dengan pura-pura memberi makan melalui botol-botol kecil yang dimasukan dan
diletakan di samping mulut anjing tersebut. Setelah diperhatikan ternyata anjing
sebagai binatang percobaan selalu mengeluarkan air liurnya sebelum makanan
diletakan dekat moncongnya dan pura-pura mulai makan. Anjing tersebut akan
bertindak seperti itu jika ada makanan dan atau sekalipun tidak diberi makanan (purapura memberi makanan). Dari percobaannya tersebut Pavlov menyimpulkan bahwa

hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan di batasi oleh
rangsangan sederhana.
Teori belajar classical conditioning kadang-kadang disebut juga respont
conditioning atau Pavlovian Conditioning, merupakan teori belajar katagori
Stimulus-Respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning adalah
adanya dua stimulus yang berpasangan. Satu stimulus yang dinamakan conditioned
stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan
stimulus netral sebab kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan
dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainnya adalah
unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi.
Stimulus ini menghasilkan respon yang sipatnya reflek yang kita namakan
unconditioned response (UR) atau kita sebut saja respon yang tidak berkondisi.
Pasangan kedua stimulus ini yakni stimulus berkondisi dan tidak berkondisi (CS dan
US) biasanya terjadi di mana stimulus berkondisi (CS) timbul atau datang pada
waktu yang relatif singkat sebelum stimulus yang tidak berkondisi (US) diberikan.
Selang waktu antara stimulus berkondisi dengan stimulus tidak berkondisi
dinamakan interstimulus interval.

4


Hasil daripada pasangan stimulus ini, di mana stimulus yang tidak berkondisi
yang didahului oleh stimulus berkondisi adalah dimulainya respon yang sama yakni
respon tidak berkondisi (unconditioned respon atau UR). Setelah terjadi proses
belajar stimulus berkondisi menghasilkan respon. Respon tersebut dinamakan respon
berkondisi(CR). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa situasi atau classical
conditioning adalah sebagai berikut:apabila stimulus berkondisi dan stimulus tak
berkondisi dipasangkan dalam jumlah waktu dan interval waktu dengan benar,
stimulus berkondisi yang asli dan netral akan memulai menghasilkan respon yang
sama dengan respon yang dihasilkan oleh stimulus tak berkondisi sebelum
dipasangkan. Respon-respon khusus yang dihasilkanoleh stimulus berkondisi yang
asli dan netral adalah apa yang dinamakan belajar classical conditioning. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa stimulus takl bersarat/tak berkondisi dapat
menghasilkan respon atau tanggapan tak bersarat/berkondisi dan stimulus tambahan
yakni stimulus berkondisi akan menghasilkan respon baru yakni respon atau
tanggapan berkondisi. Dengan konsep ini maka stimulasi biasa yang asli dan netral
sewaktu-waktu akan menghasilkan reson atau tanggapan asli atau respon berkondisi.
Konsep lain yang perlu dijelaskan adalah pelenyapan dan penyembuhan spontan
dalam

teori


classical

conditioning

dari

percobaan

Pavlov.

Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi
diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tak berkondisi ? Dalam hal
ini akan terjadi pelenyapan atau padam atau hilang. Dengan kata lain pelenyapan
adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan
kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya
respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah suatu tindakan/usaha nyata untuk
menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekonditioning
atau mengkondisi kembali melalui pemberian kedua stimulus secara berpasangan.
Konsep lain dari classical conditioning adalah stimulus generalisasi dan diskriminasi.

Dalam hal ini Pavlov menyatakan bahwa respon berkondisi timbul terhadap stimulus
yang tidak berpasangan atau tidak dipasangkan dengan stimulus tak berkondisi. Ini
berarti ada semacam kecenderungan untuk menggeneralisasikan respon berkondisi
terhadap stimulus lain apabila dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan
stimulus berkondisi atau asli. Makin tinggi tingkat kesamaannya semakin tinggi pula
generalisasinya. Diskriminasi adalah proses belajar untuk membuat satu respon
tcrhadap satu stimulus dan membedakan respon atau bukan respon terhadap stimulus
5

lainnya. Dengan demikian diskriminasi merupakan lawan dari generalisasi atau
kebalikan generalisasi.
Dalam praktek sehari-hari adanya generalisasi banyak ditemukan. Dalam
pengertian setelah respon khusus terjadi akibat suatu stimulus, maka rangsangan
yang sama akan menghasilkan respon yang sama. Contohnya, jika seekor anjing telah
dilatih membengkokan kaki kirinya, maka ia juga akan memberikan respon
membengkokan kaki kanannya seandainya respon yang asli (kaki kiri) menjadi
penghalang. Konsep lain yang juga penting adalah perjumlahan. Artinya kombinasi
dari stimulus sering mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada rangsangan atau
stimulus yang terpisah-pisah. Sebagai contoh kedua penglihatan dan penciuman akan
bereaksi kuat pada anjing untuk menghasilkan tanggapan terhadap makanan.


2. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Edwin Guthrie menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk
menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus
tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana
yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskannya bahwa hubungan antara
stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar
hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap.

Edwin Guthrie juga

mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap,
maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon
tersebut.

Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan

penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan


6

mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Tiga metode pengubahan
tingkah laku yang dikemukakan oleh Edwin Guthrie adalah sebagai berikut:
a.

Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak takut terhadap sesuatu,
misalnya kucing, maka letakkan permainan yang disukai anak dekatdengan
kucing. Dengan demikian, lambat laun anak akan tidak takut lagi pada kucing,
namun hal ini dilakukan berulang-ulang.

b.

Metode membosankan.misalnya seorang anak mencoba-coba mengisap rokok,
minta kepadanya untuk merokok terus sampaibosan; setelah bosan, ia akan
berhenti merokok dengan sendirinya.

c.

Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, ubahlah lingkungan
belajarnya dengan suasana lain yang lebih nyaman dan menyenangkan sehingga
membuat ia menjadi betah belajar.
Namun

setelah

Skinner

mengemukakan

dan

mempopulerkan

akan

pentingnya penguatan (reinforcemant) dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak
lagi dipentingkan dalam belajar.
3. Teori Belajar Menurut Watson
John Watson 1878-1958; adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur. Teori Watson secara umum sama dengan teori Thorndike, tetapi
ada perbedaan yang cukup signifikan yaitu pengakuan adanya terhadap stimulus dan
respon yang dapat diamati dan dikukur.
Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah
Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati (observabel) dan dapat diukur.
Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal
tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetep mengakui behwa
perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak
dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat
diamati.

7

Pandangan utama Watson:
1.

Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud
dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan
jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban
terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga
termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan
unlearned

2.

Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku.
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting
(lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin,
1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik,
perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.

3.

Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind
mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan
melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind
secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan
dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak
dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbedabeda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman
filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak
heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan
berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.

4.

Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus
menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah
observation, conditioning, testing, dan verbal reports.

5.

Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya
sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh
habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin,
merangkak, dan lain-lain.

6.

Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar
perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency
dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak
law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang
8

kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak
terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan
pandangannya yang menolak Thorndike salah.
7.

Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan
William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan
oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauh smana
sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.

8.

Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.
Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi
melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.

9.

Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat
dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang
bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli
dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan
kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam
psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen
terkontrol

4. Teori Belajar Menurut B.F. Skinner
Selanjutnya,

Skinner

mengembangkan

teori

conditioning

dengan

menggunakan tikus sebagi percobaan. Menurutnya, suatu respons sesungguhnya juga
menghasilkan sejumlah konsekuensi yang nantinya akan mempengaruhi tingkah laku
manusia. Untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas menurut Skinner perlu
memahami hubungan antara satu stimulus dengan stimulus lainnya,memahami
respons itu sendiri, dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa mengguanakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya
menjadi bertambahnya rumit, sebab alat itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Dari
hasil percobaannya, Skinner membedakan respons menjadi dua yaitu:
1. Respons yang timbul dari stimulus
2. “operant (instrumental) responce”, yang timbul dan berkembang karena diikuti
oleh perangsang tertentu.

9

Teori Skinner dikenal dengan “operant conditioning”, dengan enam
konsepnya, yaitu sebagai berikut.
a. Penguatan positif dan negatif
b. Shapping, proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah
laku yang diharapakan.
c. pendekatan suksesif, proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan
penguatan pada saat yang tepat, hingga respons pun sesuai dengan yang
diisyaratkan.
d. Extinction, proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya
penguatan.
e. Chaining of responce, respons dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.
f. Jadwal penguatan, variasi pemberian penguatan: rasio tetap dan bervariasi,
interval tetap dan bervariasi.
Skinner lebih percaya pada “penguat negatif’ (negative reinforcement),
yang tidak sama dengan hukuman. Bedanya dengan hukuman adalah, bila hukuman
harus diberikan (sebgai stimulus) agar respons yang timbul berbeda dari yang
diberikan sebelumnya, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi
agar respons yang sama menjadi kuat. Misalnya seorang siswa perlu dihukum untuk
suatu kesalahan yang dibuatnya, jika ia masih bandel, maka hukuman harus
ditambah. Tetapi bila siswa membuat kesalahan dan dilakukan pengurangan
terhadap sesuatu yang mengenakkan baginya (bukan malah ditambah), maka
pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya.. inilah yang
disebut “penguat negatif”.

10

Eksperimen Skinner

5. Edward Leer Thorndike (Hukum Pengesahan)
Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di amerika serikat di dominasi
oleh pengaruh dari Thorndike (1874-1949) teori belajar Thorndike di sebut “
Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi
antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dalam
rangka menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang
antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh
Edwar L. Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an.
Eksperimen ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui
fenomena belajar.
Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak
berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan
tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan
yang tersedia di depan sangkar tadi.

11

Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-teki) itu
merupakan situasi stimulus yang merangsang kecil untuk bereaksi melepaskan diri
dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut
mengeong, mencakardan berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara
kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar
tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama instrumental
conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental
(penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar
adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme
juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini
juga terkenal dengan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada
panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan.
Apabila kita perhatikan secara seksama dalam eksperimen Thorndike tadi akan kita
dapati 2 hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu
tidak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam
puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan
menampakkan gejala belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat
dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital
dalam belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau
memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum
belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek
yang memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon,
semakin lemah pula hubungan stimulus dan respon tersebut.
Percobaan yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa
perubahan yaitu :
a Waktu yang diperlukan untuk menyentuh engsel bertambah singkat.
b Kesalahan-kesalahan (reaksi yang tidak relevan) semakin berkurang dan malah
akhirnya kucing sama sekali tidak berbuat kesalahan lagi, begitu dimasukkan ke
dalam kotak, kucing langsung menyentuh engsel.
12

Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan
membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu,
dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan
keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Ciri-ciri
belajar dengan trial and error :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. ada berbagai respon terhadap situasi
3. ada aliminasi respon-respon yang gagal atau salah
4. ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
Kemudian menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari seara
ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Menurutnya
mengajar yang baik adalah tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa
yang akan diberikan, respon apa yang akan diharapkan dan kapan harus memberi
hadiah/ reward.
Ada beberapa aturan yang di buat Thorndike berkenaan dengan
pengajaran, yaitu:
1. perhatikan situasi murid
2. perhatikan respon apa yang diharapkan dari respon tersebut
3. ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan
hubungan terjadi dengan sendirinya
4. situasi – situasi lain yang sama jaangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan
hubungan tersebut
5. bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan –
hubungan lain yang sejenis
6. buat hubungan tersebut sedemikian rupa hingga dapat perbuatan nyata
7. ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam
kehidupan sehari – hari.
Thorndike mengemukakan beberapa hukum tentang belajar yaitu sebagai
berikut :
1. Hukum Latihan (Law or Exercise)
Hukum ini mengandung 2 hal yaitu :
13

a

The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau
koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi kuat bila sering digunakan.
Dengan kata lain bahwa hubungan antara stimulus dan respon itu akan
menjadi kuat semata-mata karena adanya latihan.

b

The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa hubungan
atau koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak ada
latihan.
Prinsip ini menunjukkan bahwa ulangan merupakan hak yang pertama

dalam belajar. Makin sering suatu pelajaran yang diulang makin mantaplah
bahan pelajaran tersebut dalam diri siswa. Pada prakteknya tentu diperlukan
berbagai variasi, bukan ulangan sembarang ulangan. Dan pengaturan waktu
distribusi frekuensi ulangan dapat menentukan hasil belajar.
Contoh : Siswa yang belajar Bahasa Inggris, semakin sering dia
menggunakan

Bahasa

Inggrisnya,maka

akan

semakin

terampil

dalam

berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris.Tetapi jika tidak
digunakan,maka ia tidak akan terampil berkomunikasi dengan Bahasa Inggris.
2. Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum ini juga berisikan 2 hal, yaitu : suatu tindakan/perbuatan yang
menghasilkan rasa puas (menyenangkan) akan cenderung diulang, sebaliknya
suatu tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak puas (tidak menyenangkan)
akan cenderung tidak diulang lagi. Hal ini menunjukkan bagaimana pengaruh
hasil perbuatan bagi perbuatan itu sendiri. Dalam pendidikan, hukum ini
diaplikasikan dalam bentuk hadiah dan hukuman. Hadiah menyebabkan orang
cenderung ingin melakukan lagi perbuatan yang menghasilkan hadiah tadi,
sebaliknya hukuman cenderung menyebabkan seseorang menghentikan
perbuatan, atau tidak mengulangi perbuatan.
Contoh : siswa yang mendapat nilai tinggi akan semakin menyukai
pelajaran, namun jika perolehan nilainya, maka siswa akan semakin malas
belajar atau malah menghindari pelajaran tersebut.
3. Hukum Kesiapan (The law of readiness)

14

Hukum ini menjelaskan tentang kesiapan individu dalam melakukan
sesuatu. Yang dimaksud dengan kesiapan adalah kecenderungan untuk
bertindak. Agar proses belajar mencapai hasil yang sebaik-baiknya, maka
diperlukan adanya kesiapan organisme yang bersangkutan untuk melakukan
belajar tersebut. Ada 3 keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini. Yaitu
sebagai berikut :
 Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku, dan
bila organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme
akan mengalami kepuasan.
 Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau
berperilaku, dan organisme tersebut tidak dapat melaksanakan kesiapan
tersebut, maka organisme akan mengalami kekecewaan.
 Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu
dipaksa untuk melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan
yang tidak memuaskan.

Contoh : Siswa yang siap ujian, ketika dilakukan ujian, maka ia akan
puas, tetapi jika ujiannya ditunda, ia menjadi tidak puas.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di
atas, konsep penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang
dinamakan Transfer of Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang
pernah dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk hal lain di
masa yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran konsep transfer of
training merupakan hal yang sangat penting, sebab seandainya konsep ini tidak
ada, maka apa yang akan dipelajarai tidak akan bermakna.
Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus
berguna dan dapat dipergunakan di luar sekolah. Misalnya, anak belajar
membaca, maka keterampilan membaca dapat digunakan untuk membaca
apapun di luar sekolah, walaupun di sekolah tidak diajarkan bagaimana
membaca koran, tapi karena huruf-huruf yang diajarkan di sekolah sama dengan
huruf yang ada dalam koran, maka keterampilan membaca di sekolah dapat
ditransfer untuk membaca koran, untuk membaca majalah, atau membaca
apapun.
15

Selain ketiga hukum pokok di atas, Thorndike mengemukakan adanya
5 hukum tambahan, yaitu :
1. Law of Multiple response, yaitu individu mencoba berbagai respon sebelum
mendapat respon yang tepat.
2. Law of attitude, yaitu proses belajar dapat berlangsung bila ada kesiapan
mental yang positif pada siswa.
3. Law of partial activity, yaitu individu dapat bereaksi secara selektif
terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu.
Individu dapat memilih hal-hal yang pokok dan mendasarkan tingkah
lakunya kepada hal-hal yang pokok, dan meninggalkan hal-hal yang kecil.
4. Law of response by analogy, yaitu individu cenderung mempunyai reaksi
yang sama terhadap situasi baru, atau dengan kata lain individu bereaksi
terhadap situasi yang mirip dengan situasi yang dihadapinya waktu yang
lalu.
5. Law of assciative shifting, yaitu sikap respon yang telah dimiliki individu
dapat melekat stimulus baru.
Menurut Thorndike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba.
Mencoba-coba ini dapat dilakukan manakala seseorang tidak tahu bagaimana
harus memberikan respon. Karakteristik belajar secara mencoba-coba adalah
sebagai berikut :
a. Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
sesuatu.
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalam rangka
memenuhi motif-motifnya.
c. Respon-respon yang dirasakan tidak sesuai dengan motifnya akan
dihilangkan.
d. Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Thorndike juga mengemukakan prinsip-prinsip belajar yaitu :
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang bagi dia termasuk
baru, berbagai ragam respon maka akan ia lakukan. Respon tersebut ada
kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh respon yang
benar.
16

b. Apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman,
kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya turut
menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenarnya terdapat potensi untu mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau tidak penting hingga
akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang
sama.
e. Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi
tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi
tersebut mempunyai hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif lebih mudah untuk
dipelajari.
6. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Hull telah mengembangkan sebuah teori dalam versi behaviorisme. Ia
mengatakan bahwa stimulus (S) memengaruhi organisme (O) dan menghasilkan
respon (R) itu tergantung pada karakteristik O dan S. Dengan kata lain, Hull telah
berminat terhadap studi yang mempelajari variabel intervening yang memengaruhi
perilaku seperti dorongan atau keinginan, insentif, penghalang, dan kebiasaan. Teori
Hull ini disebut dengan teori mengurangi dorongan (drive reduction theory). Seperti
teori-teori behavior yang lain, dalam terori ini, reinforcement merupakan factor utama
yang menentukan belajar. Bedanya, dalam Drive Reduction Theory ini, pemenuhan
dorongan atau kebutuhan lebih dikurangi dan mempunyai perang yang sangat penting
dalam perilaku daripada dalam teori-teori belajar behaviorisme yang lain.
Secara teoritis, kerangka teori Hull berisi postulat-postulat yang dinyatakan
dalam bentuk matematik: 1) organism memiliki sebuah hierarki kebutuhan yang
muncul karena adanya stimulation atau dorongan; 2) kebiasaan yang kuat
meningkatkan aktivitas yang diasosiakan dengan reinforcement primer maupun
sekunder; 3) stimulus diasosiasikan dengan penghentian sebuah respons menjadi
penghalang yang dikondisikan; 4) lebih efektif reaksi potensi melampaui reaksi
minimal lebih pendek terjadinya penundaan respons (Latency respons). Berdasarkan
postulat, Hull menyatakan berbagai macam tipe variabel seperti generalisasi,
motivasi, dan variabelitas dalam balajar.
17

Salah satu konsep yang paling penting dalam teori Hull adalah hierarki
kebiasaan yang kuat bagi sebuah stimulus yang diberikan, sebuah organisme akan
dapat merespon dengan sejumlah cara. Seperti sebuah respons yang spesifik
mempunyai sebuah kmungkinann yang dapat diubah oleh hadiah dan dipengaruhi
oleh berbagai macam variabel lain (seperti halangan). Dalam beberapa bacaan teori
tentang Hull ini, hierarki kebiasaan yang kuat menyerupai komponen-komponen teori
kognitif.
Clark hull (1943) mengemukakan pula konsep pokok teorinya yang sangat
dipengaruhi oleh teori evolusinya Charles Darwin. Bagi Hull, tingkah laku seseorang
berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull,
kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral.
Menurut Hull (1943, 1952), kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti
lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus hampir dikaitkan
dengan kebutuhan biologis ini meskipun respons mungkin bermacam-macam
bentuknya.
7. Teori Belajar Menurut Albert Bandura (Teori Belajar Sosial)
Ternyata tidak semua perilaku dapat dijelaskan dengan pelaziman. Bandura
menambahkan konsep belajar sosial (social learning). Ia mempermasalahkan peranan
ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Kaum behaviorisme tradisional
menjelaskan bahwa kata-kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan
lambak atau obyek yang punya makna (pelaziman klasik). Teori ini dikembangkan
oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teoriteori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan efek-efek dari
isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Teori belajar
Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang
menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi
orang

lain. jadi,

dalam

teori

ini

akan

menggunakan

penjelasan-penjelasan

reinforcement eksternal dan belajar kognitif internal untuk memahami bagaimana kita
belajar dengan orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam
konteks interaksi tingkah laku timbale balik yang berkesinambungan antara kognitine
perilaku dan pengaruh lingkungan. Melalui observasi tentang dunia social kita,
melalui interpretasi kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilam
keahlian yang kompleks dapat dipelajari.
18

Dalam pandangan belajar social, “manusia itu tidak didorong oleh kekuatankekuatan

dari

dalam

dan

juga

tidak

“dipukul”

oleh

stimulus-stimulus

lingkungan.Namun, fungsi psikologis diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan
timbal balik dari determinan lingkungan” (Bandura, 1977:11-12).
Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang
dihadapkan pada seseorang, tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali
dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya.Suatu perspektif belajar sosial
menganalisis hubungan kontinu antara variable-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi,
dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang.
Konsep-konsep utama teori belajar sosial :
a. Pemodelan (Modelling)
Fenomena pemodelan yaitu meniru perilaku orang lain dan pengalaman
“vicarious” yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Bandura
merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari
konsekuensi-konsekuensi

melainkan

manusia

itu

belajar

dari

suatu

model.Misalnya, guru olahraga mendemonstrasikan loncat tinggi, kemudian para
siswa menirunya. Bandura menyebut ini “no-trial learning” sebab para siswa
tidak harus melalui proses pembentukan, tetapi dapat segera menghasilkan
respons yang benar.
b. Fase belajar
Menurut Bandura (1977), ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian,
retensi, reproduksi dan motivasi. Fase-fase belajar adalah seperti pada gambar di
bawah ini :
Peristi

FASE

FASE

FASE

FASE

wa

PERHATIA

RETEN

REPRODUK

MOTIVA

Model

N

SI

SI

SI

Penampil
an

Gambar Analisis belajar Observasional (Gage, 1984)

 Fase Perhatian
Pada umumnya para siswa memberikan perhatian pada model-model yang
menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular.Inilah sebabnya

19

mengapa banyak siswa meniru pakaian, tata rambut dan sikap-sikap para
bintang film, misalnya.

 Fase Retensi
Belajar

observasional

terjadi

berdasarkan

kontiguitas.Dua

kejadian

contiguous yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan
penyajian

simbolik

dari

penampilan

itu

dalam

memori

jangka

panjang.Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata, nama-nama, atau
bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang
dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting.
Pengulangan tidak selalu harus terbuka.Pengulangan tertutup dari perilaku
yang dipelajari melalui belajar observasional kerap kali dilakukan oleh para
mahasiswa calon guru yang mempersiapkan pelajaran mereka yang pertama.
Dari guru pamong, mahasiswa sebagai calon guru belajar bagaimana berdiri
di muka kelas, bagaimana memberikan pelajaran pendahuluan, menuliskan
konsep atau kata-kata baru di papan tulis, memberikan giliran pada siswasiswa, memberikan rangkuman, dan lain sebagainya.sebelum mahasiswa itu
memberikan pelajarannya, dalam pikirannya ia membayangkan persiapan
yang telah dibuatnya. Pengulangan tertutup semacam ini menolong
mahasiswa itu mengingat unsur-unsur pokok pola perilaku yang harus
dikuasai.Pengulangan tertutup ini menolong terbentuknya kesesuaian antara
perilaku mahasiswa itu dan perilaku model.

 Fase Reproduksi
Dalam fase ini bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam memori
membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru
diperoleh.Fase reproduksi mengizinkan model atau instruktur untuk melihat
apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang
belajar.Ada kalanya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang diberi
kode yang benar dan dimiliki.Misalnya, seorang guru mungkin menemukan
bahwa

setelah

memodelkan

prosedur-prosedur

untuk

memecahkan

persamaan kuadrat, beberapa siswa hanya dapat memecahkan sebagian dari
persamaan itu.Mereka mungkin membutuhkan pertolongan dalam menguasai
seluruh urutan untuk memecahkan persamaan kuadrat itu.Kekurangan

20

penampilan hanya dapat diketahui bila siswa-siswa diminta untuk
menampilkan.Itulah sebabnya fase reproduksi diperlukan.

 Fase Motivasi
Para siswa akan meniru suatu model sebab mereka merasa bahwa dengan
berbuat demikian, mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk
memperoleh reinforcement.
Dalam kelas, fase motivasi belajar observasional kerap kali terdiri atas pujian
atau

angka

untuk

penyesuaian

dengan

model

guru.

Para

siswa

memperhatikan model itu, melakukan latihan dan menampilkannya sebab
mereka mengetahui bahwa inilah yang dikuasai guru dan menyenangkan
guru.
c. Belajar Vicariuos
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang
murid berkelakuan baik dan memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik
itu. Anak yang nakal melihat bahwa bekerja memperoleh reinforcement sehingga
ia pun kembali bekerja.
d. Pengaturan Sendiri
Bandura

berhipotesis

bahwa

manusia

mengamati

perilakunya

sendiri,

mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri,
kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri. Teori
belajar sosial mengemukakan bahwa sebagian besar dari kreteria yang kita miliki
untuk perilaku kita, kita pelajari dari banyak hal-hal yang lain, seperti modelmodel dalam dunia sosial kita.
Respons-respons kognitif kita terhadap perilaku kita sendiri mengizinkan kita
untuk mengatur perilaku kita sendiri.Dengan mengamati, kita mengumpulkan
data tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar panampilan yang
sudah terinternalisasi, kerap kali dipelajari melalui observasi , kita pertimbangkan
perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat
mengendalikan perilaku kita secara efektif.Kita tidak perlu dikendalikan oleh
kekuatan lingkungan atau keinginan yang dating dari dalam.Kita dapat belajar
menjadi manusia social yang berkepribadian.Dengan menerapkan gagasangagasan dari teori belajar social pada diri kita sendiri, kita dapat menjadi guru dan
siswa yang lebih baik.

21

C. PRINSIP–PRINSIP TEORI-TEORI BELAJAR
Beberapa prinsip yang melandasi teori-teori perilaku antara lain : konsekuensikonsekuensi,

kesegeraan

(immediacy)

konsekuensi-konsekuensi,

pembentukan

(shaping).
1. Konsekuensi-Konsekuensi
Prinsip yang paling penting dari teori-teori belajar perilaku ialah, bahwa
perilaku

berubah

menurut

konsekuensi-konsekuensi

langsung.Konsekuensi-

konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat” perilaku, sedangkan konsekuensikonsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan” perilaku. Bila seekor tiukus
yang lapar menerima butiran makanan waktu ia menekan sebuah papan, tikus itu
akan menekan papan itu lebih kerap kali. Tetapi bila tikus itu menerima denyutan
listrik, tikus itu akan menekan papan itu makin berkurang, atau berhenti sama sekali.
Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut
reinforser, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut
hukuman (punishers).
a. Reinforser-Reinforser
Reinforser-reinforser dapat dibagi menjadi dua golongan: primer dan sekunder.
Reinforser primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, misalnya
makanan, air, keamanan, kemesraan, dan seks.Reinforser sekunder merupakan
reinforser yang memperoleh nilainya setelah diasosiasikan dengan reinforser
primer atau reinforser lainnya yang sudah mantap. Uang baru mempunyai nilai
bagi seorang anak bila ia mengetahui, bahwa uang itu dapat digunakannya untuk
membeli makanan, misalnya. Angka-angka dalam rapor baru mempunyai nilai
bagi siswa, bila orang tuanya memberikan perhatian dan penilaian, dan pujian
orang tua mempunyai nilai sebab pujian itu terasosiasi dengan kasih saying,
kemesraan, dan reinforser-reinforser lainnya.Uang dan angka rapor adalah
contoh-contoh reinforser sekunder, sebab keduanya tidak mempunyai nilai
sendiri, melainkan baru mempunyai nilai setelah diasosiasikan dengan
reinforser primer atau reinforser lainnya yang lebih mantap. Ada tiga kategori
dasar reinforser sekunder, yaitu reinforsr sosial (seperti pujian, senyuman, atau
perhatian), reinforser aktivitas (seperti pemberian mainan, permainan, atau
kegiatan-kegiatan yang menyenangkan), dan reinforser simbolik (seperti uang,

22

angka, bintang, atau points yang dapat ditukarkan untuk reinforser-reinforser
lainnya).
Kerap kali, yang digunakan di sekolah merupakan hal-hal yang diberikan
pada siswa-siswa.Reinforser-reinforser ini disebut reinforser positif, dan berupa
pujian, angka, dan bintang.Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah
dengan membuat konsekuensi perilaku pelarian dari situasi yang tidak
menyenangkan, misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari
pekerjaan rumah, jika mereka berbuat baik dalam kelas.Jika pekerjaan rumah
diangap siswa sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari
pekerjaan rumah ini merupakan reinforser.Reinforser-reinforser yang berupa
pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negative.
Suatu prinsip perilaku penting ialah, kegiatan yang kurang diingini dapat
ditingkatkan dengan menggabungkannya pada kegiatan-kegiatan yang lebih
disenangi atau diingini. Sebagai contoh misalnya, seorang guru berkata pada
muridnya “Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar.”
atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti Ibu bacakan cerita.” Kedua contoh ini
merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang dikenal dengan Prinsip
Premack (Premack, 1965).
b. Hukuman
Konsekuensi-konsekuensi

yang

tidak

memperkuat

perilaku

disebut

hukuman.Para teoriwan perilaku berbeda pendapat mengenai hukuman ini.Ada
yang berpendapat, bahwa hukuman itu hanya temporer, bahwa hukuman
menimbulkan sifat menentang atau agresi.Ada pula teoriwan-teoriwan yang
tidak setuju dengan pemberian hukuman. Pada umumnya mereka setuju bahwa
hukuman itu hendaknya digunakan, bila reinforsemen telah dicoba dan gagal,
dan bahwa hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin, dan hukuman
hendaknya selalu digunakan sebagai bagian dari suatu perencanaan yang teliti,
tidak dilakukan karena frustasi.
2. Kesegeraan (Immediacy) Konsekuensi-Konsekuensi
Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah, bahwa konsekuensikonsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari
pada konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya.

23

Prinsip kesegeraan konsekuensi-konsekuensi ini penting artinya dalam
kelas.Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera
setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat merupakan suatu
reinforser yang lebih kuat dari pada angka yang diberikan kemudian.
3. Pembentukan (Shaping)
Selain kesegeraan dari reinforsemen, apa yang akan diberi reinforsemen
juga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju
pencapaian tujuan dengan memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang
menuju pada keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut
pembentukan.
Istilah pembentukan atau “shaping” digunakan dalam teori-teori belajar
perilaku dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku
dengan memberikan reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir
yang diinginkan.
Ringkasan dari langkah-langkah dalam pembentukan perilaku baru adalah
sebagai berikut:
 Pilihlah tujuan – buat tujuan itu sekhusus mungkin.
 Tentukan sampai di mana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuankemampuan mereka?
 Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang untuk
membawa mereka dari keadaan mereka sekarang ke tujuan yang telah
ditetapkan.
 Berilah umpan balik selama pelajaran berlangsung.
D. PENERAPAN TEORI PERILAKU DALAM SITUASI KELAS
1. Pastikanlah bahwa murid memiliki kesiapan untuk belajar. Ms. Walker kelas empat,
akan mengajar penambahan angka-angka pecahan. Namun, sebelum memulainya, ia
memerikasa apakah merid-muridnya dapat menabahkan angka-angka penuh. Dua
murid masih mengalami kesulitan menambahkan angka-angka penuh, sehingga ia
menggunakan waktu eksternal untuk mengajarkan mereka hngga mereka dapat
menambahkan angka-angka penuh secara penuh secara tepat. Mr. Tamborina
mengatak kepada murid-murid kelas limanya bahwa, sesudah mereka mempelajari
cara melakukan pembagian angka-angka, mereka akan mampu menghitung rata-rata
pukulan kena yang dilakukan oleh para pemain kasti. Pada pertengahan tahun ajaran
24

sekolah itu, ia merasa bahwa mereka dapat melakukan pembagian anngka-angka
dengan cukup baik, sehingga ia mengajar kepada mereka cara menghitunng rata-rata
pukulan kena (angka total pukulan kena dibagi dengan jumlah kesempatan
memukul).
2. Buatlah murid membentuk asosiasi antara stimulasi dan respons. Seorang guru
kelas tiga sedang mengajarkan murid-muridnya penulisan judul laporan. Ia meminta
murid-muridnyamenuliskan

judul

pada

semua

mata

pelajaran-matematika,

mengarang mengeja, dan ilmu sosial. Ia ingin mereka bereka belajar bahwa, ketika
mereka mulai mengerjakan sebuah laporan (stimulasi), mereka harus menuliskan
sebuah judul (respons). Seorang guru tingkat sekolah dasar membantu muridmridnya mempelajari perkalian angka-angka dengan memberikan kepada mereka
soal-soal latihan p