Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Devosi Kelompok Persekutuan Doa: Kajian Sosio-Teologis terhadap Devosi Kelompok Persekutuan Doa di Jemaat GMIT Maranatha Soe

BAB I
PENDAHULUAN
Di kota Soe Nusa Tenggara Timur setiap tahun dalam bulan September sering diadakan
sebuah kegiatan KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani). Kegiatan ini banyak sekali menyedot
perhatian banyak orang-orang di kota Soe. Peserta yang terlibat dalam kegiatan ini bukan hanya
orang-orang yang bermukim di wilayah kota Soe dan sekitarnya, tetapi banyak peserta yang
datang dari luar kota dan juga dari luar pulau Timor. Bahkan banyak orang-orang yang rela tidurtiduran di jalanan hanya untuk mengikuti kegiatan ini. Kegiatan KKR ini dilaksankan dalam
rangka memperingati hari Kebangunan rohani yang terjadi di Kota Soe pada tanggal 26
September 1965.
Pada tahun 1965-1969 terjadi sebuah gerakan kebangunan rohani di kota Soe, Nusa Tenggara
Timur tepatnya di gereja GMIT Maranatha Soe. Gerakan kebangunan roh di Soe mempunyai
hubungan yang erat dengan Persekutuan pelayanan injili Indonesia di Batu Malang (YPPII).
Gerakan-gerakan penginjilan yang terjadi disebabkan oleh adanya dorongan dan bimbingan dari
tokoh-tokoh YPPII, khususnya P. Oktovianus dan D. Scheneumann yang merupakan rektor
Institut Injili Indonesia.1 Pada bulan Agustus 1965, D. Scheneumann bersama dengan para
mahasiswanya dari Institut Injili Indonesia datang untuk menginjil di kota Kupang dan kota Soe.
Kedatangan tim tersebut mendapat sambutan baik dari pihak jemaat. Akan tetapi sebelum tim itu
datang, sebenarnya seorang anggota jemaat dari Soe yang telah mengikuti aktivitas mereka di
Kupang pada bulan Juli 1965. Anggota jemaat itu adalah Heni Tunliu yang merupakan seorang
guru. Pelayanan yang diterimanya dari tim ini di Kupang cukup menarik perhatiannya sehingga


1

Frank L. Cooley, Benih yang Tumbuh XI (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi DGI, 1976), 210

1

di Soe ia menerima pelayanan lanjutan. Karena itu setelah tim ini meninggalkan Soe pada akhir
bulan Agustus 1965, ia sendiri melanjutkan pelayanan yang serupa kepada anggota-anggota
jemaat setempat, terutama kepada para pemuda dan siswa-siswi asuhannya. Dalam waktu yang
tidak terlalu lama, aktivitas ini meningkat menjadi kesaksian-kesaksian yang bernuansa
kebangunan rohani.Gerakan yang telah dimulai ini berkembang dalam waktu yang sangat
singkat. Pada akhir September 1965, mulai muncul tim-tim pemberita Injil dari berbagai jemaat.
Oleh karena pertumbuhan yang begitu cepat dan melibatkan begitu banyak orang, aktivitas
pelayanan seperti kesaksian-kesaksian jemaat di Soe begitu padat terutama sejak akhir
September 1965 hingga tahun 1966. Ibadah-ibadah hari Minggu bisa diisi dengan kesaksiankesaksian

tentang

berbagai


penglihatan,

pengalaman

penyembuhan

dari

berbagai

penyakit.2Munculnya aktivitas penginjilan ini tidak terlepas dari sebuah mujisat yang terjadi di
gereja GMIT Maranatha yang berada di kota Soe pada akhir bulan Sepetember 1965. Dalam
sebuah sesi doa yang berlangsung di sebuah gereja GMIT, tiba-tiba terdengar suara angin
kencang dan orang-orang yang hadir pada saat itu mulai berdoa dengan cara mereka masingmasing. Tak lama kemudian terdengar suara sirine mobil pemadam kebakaran dan ternyata api
sedang membakar gereja, namun api itu tidak membakar gereja. Pada akhir sesi doa, banyak
orang yang mulai berdoa menggunakan bahasa-bahasa yang tidak dimengerti dan seorang jemaat
tiba-tiba berdiri dan berkhotbah selama setengah jam lamanya. Orang yang berkhotbah ini
mendapatkan penglihatan bahwa mereka harus pergi untuk mengabarkan injil.3 Demi
mengabarkan Injil, banyak orang-orang muda meninggalkan sekolah mereka dan juga para
pegawai negeri yang meninggalkan pekerjaan mereka. Mereka pergi mengabarkan sampai ke


2

3

J. A. Telnoni, Gmit Menghadapi Kelompok Doa, (Kupang, Jurnal Intim, No 4 2003) : 2
Mel Tari, Bagaikan Angin Badai, (Bandung: Revival Publishing House, 1994), 20

2

Sumba, Flores bahkan sampai ke pulau Jawa, Sumatra dan papua.4Melalui mujisat inilah mulai
terbentuk kelompok-kelompok penginjilan yang pergi menginjil di berbagai tempat.
Gerakan ini berbentuk kelompok-kelompok kecil orang Kristen yang tinggal bersama dan
berkumpul bersama yang mengalami dan bersaksi tentang Tuhan. Salah satu ciri khas lain dari
kelompok ini adalah pembentukan kelompok-kelompok kecil yang pergi memberitakan injil di
desa-desa. Selain memberitakan injil, kelompok-kelompok ini juga mengadakan mujisatmujisat.5 Mujisat-mujisat yang terjadi di antaranya adalah makanan diberikan secara ajaib,
melalui doa mereka merubah air menjadi anggur dan orang mati dibangkitkan. Selain itu
dilaporkan juga bahwa terjadi mujisat-mujisat yang mengiringi perjalanan kelompok penginjilan
tersebut seperti pakaian yang tetatp bersih, burung-burung bernyanyi lagu penyembahan,
berjalan di atas air dan batu-batu yang terbakar.6 Hal inilah yang dikatakan oleh para penginjil

ketika mereka menjalankan misi penginjilan.
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh tim penginjilan ini didasarkan pada penglihatan
dan juga mimpi yang membuat mereka merasa dipanggil oleh Roh Kudus. Melalui penglihatan
dan mimpi ini, tim penginjilan mendapatkan pesan. Pesan itu berupa lagu-lagu, ayat-ayat
Alkitab,cerita-cerita, dan juga pesan ke mana mereka harus pergi menginjil dan apa yang harus
mereka lakukan.7 Sasaran penginjilan mereka adalah orang-orang yang beragama lain, membawa
orang dalam pertobatan, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan dll.8 Salah satu laporan
yang disampaikan oleh tim penginjilan bernomor 36 bahwa orang-orang yang bertobat dan

4

Jan Sihar Aritonang and Karel Steenbrink, A History of Christianity in Indonesia, (Netherlands: Leiden
University, 2008), 309
Cooley, Benih yang, …..196
George W. Peters, Indonesia Revival Focus On Timor, (Michigan: The Zondervan Corporation Grand
Rapids, 1973) 32-33
7
Peters, Indonesia Revival … 26
8
Th. Van den end & J. Weitjens S. J, Ragi Carita (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi DGI, 1976), 116

5

6

3

mengikuti Kristus sebanyak 29, 457. Orang-orang yang mendapat kesembuhan dari penyakit
sebanyak 6, 210, orang-orang yang menyerahkan jimat-jimat mereka sebanyak 12, 725, kepala
keluarga yang bergabung dengan gereja protestan sebanyak 387, orang-orang yang bergabung
dengan gereja protestan sebanyak 3, 435 dan mereka yang menerima roh dan penglihatan
sebanyak 383. Tim no 36 ini dipimpin oleh Frans Selan dan Mel Tari.Laporan ini merupakan
sebuah berita yang begitu spektakuler namun laporan di atas masih merupakan sebuah indikator
oleh karena belum ada penjelasan yang secara pasti mengenai jumlah orang-orang yang
bertobat.9 Tetapi pertambahan angota di dalam gereja GMIT betul-betul terjadi. Perlu dicatat
juga bahwa pertumbuhan yang terjadi tidak terlepas dari munculnya gerakan 30 September 1965.
Pelayanan dari pihak gereja dan kalangan gerakan ini juga adalah satu nilai tersendiri. Dengan
pelayanan yang baik kepada orang-orang yang terlibat atau terintimidasi secara tidak langsung
dalam gerakan 30 September banyak orang menyatakan diri menjadi pengikut Kristus dan
sekaligus anggota GMIT.10Selain karena adanya gerakan 30 September pada waktu itu. Pada
masa itu juga, Timor dilanda kekeringan yang menyebabkan bahan makanan menjadi langka.11

Keadaan sosial politik dan ekonomi pada saat itu juga turut menyumbang keaktifan dari gerakan
kebangunan roh tersebut.
Sebelum gerakan kebangunan rohani tahun 1965 terjadi, terdapat juga gerakan kebangunan
rohani yang sama

di pulau timor seperti gerakan kebangunan rohani di desa Nunukolo,

Kabupaten Timor Tengah Selatan. Gerakan ini di pimpin oleh Yuliana Mnao dan suaminya
Simon Mnao.12 Selanjutnya, ada juga gerakan kebangunan rohani tahun 1964 yang dibawa oleh

Peters, Indonesia Revival … 33
Telnoni, Gmit Menghadapi … 2
11
T. Van den end & J. Weitjens S. J, Ragi Carita; … 156
12
P. Middelkoop, Atoni Pah Meto,Pertemuan Injil dan Kebudayaan di Kalangan Suku Timor Asli, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia,1982) , 186
9

10


4

J. A. Ratuwalu yang merupakan seorang guru sekolah Kristen di pulau Rote, NTT.

13

Di antara

gerakan kebangunan rohani ini, gerakan kebangunan rohani tahun 1965 merupakan gerakan
kebangunan rohani yang paling besar. Gerakan ini begitu aktif sekitar tahun 1965-1969. Sampai
dengan sekarang semangat dari Kebangunan Rohani tahun 1965 itu masih bisa dirasakan tetapi
dengan model yang berbeda. Jika pada tahun 1965 kegiatan yang dilaksanakan lebih kepada
penginjilan ke desa-desa, mengadakan pertobatan, membakar jimat-jimat yang masih dipegang
orang-orang maka dalam konteks sekarang semangat dari kebangunan rohani dapat ditemukan
melalui terbentuknya kelompok-kelompok persekutuan doa yang menyebar di sekitaran Kab.
Timor Tengah Selatan dan juga dapat dirasakan lewat kegiatan KKR yang dilaksanakan setiap
tahun. Kelompok-kelompok persekutuan ini tergabung dalam sebuah yayasan yang bernama
yayasan utus Soe yang dibentuk oleh bapak Piet Fallo.14 Yayasan utus ini menampung segala
aktifitas kegiatan persekutuan doa di Kabupaten TTS. Setiap 1 bulan sekali diadakan ibadah

persekutuan doa gabungan di antara berbagai kelompok-kelompok persekutuan yang berada di
TTS. Selain itu yayasan ini juga mewadahi untuk selalu mengadakan kegiatan KKR di desadesa. Di dalam yayasan ini juga, terdapat yayasan utus muda Soe. dimana yayasan ini lebih
banyak memobilisir kegiatan persekutuan doa terhadap anak-anak muda. Bahkan anak-anak
muda diberikan tugas-tugas untuk membawa pelayanan firman di sekolah-sekolah yang berada
di kota Soe. Selain kegiatn-kegiatan persekutuan yang ada di sekolah-sekolah, kegiatan
persekutuan doa di bawah yayasan utus ini juga dapat ditemukan di dalam instansi pemerintahan
seperti persekutuan doa yang ada di kantor Bupati TTS.15 Kegiatan-kegiatan seperti penginjilan
seperti yang dulu dilakukan pada tahun 1965 tidak lagi begitu kental. Kebanyakan kelompokMiddelkoop, Atoni Pah Meto… 219
Wawancara, atkies Metkono (24 tahun) Seorang mahasiswa yang pernah terlibat aktif dalam kegiatankegiatan persekutuan doa Yayasan Utus Soe. Salatiga, 23 April 2017
15
Wawancara, Medi Selan (17 tahun) Seorang mahasiswi yang pernah terlibat aktif dalam kegiatankegiatan persekutuan doa Yayasan Utus Soe. Salatiga, 3 April 2017.
13

14

5

kelompok doa ini berkumpul, beribadah, berdoa, puasa dll16 keegiatan-kegiatan ini merupakan
devosi kelompok persektuan doa.
Devosi (Latin devotion, kata kerja: devovere) adalah suatu perwujudan orang-orang secara

pribadi untuk mengarahkan diri kepada seseorang yang dihargai, dijunjung tinggi, dicintai dan
ditujui. Bila devosi ditujukan kepada Allah dan semua yang bersangkutan dengan Allah maka
devosi tersebut akan menjadi devosi religius keagamaan.

17

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa

Indonesia) devosi diartikan sebagai kebaktian yang tidak resmi di dalam tata ibadah.18
Kebaktian-kebaktian ini merupakan sebuah kebaktian khusus kepada pribadi tertentu. Seperti
contoh dalam gereja Katolik yang mengenal berbagai devosi seperti devosi Maria, devosi kepada
hati Yesus, devosi sakramen Ekaristi dll.19 Dapat disimpulkan bahwa devosi merupakan sebuah
kebaktian yang berada di luar tata ibadah resmi gereja yang ditujukan kepada pribadi-pribadi
tertentu dan kebaktian-kebaktian ini diakui oleh gereja. Devosi penyembahan terhadap Tuhan
oleh kelompok-kelompok persekutuan doa ini dapat kita lihat melalui kegiatan-kegitan ibadah
dalam persekutuan doa, ketaatan kepada orang-orang yang dipercaya memiliki karunia, KKR
besar-besaran yang dilakukan pada tanggal 26 September setiap tahunnya dan kegiatan-kegiatan
sosial lainnya.
berdasarkan masalah di atas, maka saya mencoba merumuskan dalam sebuah karya ilmiah
yang berjudul :

DEVOSI KELOMPOK PERSEKUTUAN DOA “Kajian Sosio-Teologis Terhadap
Devosi Kelompok Persekutuan Doa di Jemaat GMIT Maranatha Soe”

16

Wawancara, atkies Metkono (24 tahun)
C. Groenen Omf, Mariologi Teologi dan Devosi, (Yogyakarta:Kanisius, 1988) 150
18
Kamus Besar Bahasa Indonesia online, devosi, diakses dari http://kbbi.web.id/devosi, 27 Mei 2017
19
Ernest Maianto, Kamus Liturgi Sederhana, (Yogyakarta: Kanisius, 2004) 37

17

6

A. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas agar penulisan ini menjadi fokus, ada beberapa
pembatasan masalah diperlukan dengan beberapa pertanyaan pokok yaitu :
1. Bagaimana praktek Devosi di dalam Persekutuan-Persekutuan Doa yang ada di

jemaat GMIT Maranatha Soe?
2. Apa konteks sosio-teologis yang melatarbelakangi perkembangan devosi
tersebut di atas?
B. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk melihat apa saja praktek-praktek devosi yang dijalankan
oleh kelompok-kelompok persekutuan di kota Soe dan konteks sosi-teologi sehingga
berkembangnya devosi dalam kelompok-kelompok persekutuan doa.
C. Urgensi penelitian
Urgensi penelitian ini tertuju pada bermunculannya kelompok-kelompok persekutuan doa
baru dengan berbagai praktik kerohanianya. Di sinilah terkadang memuncul pro dan kontra
seputar kelompok persekutuan doa yang dapat menjadi pemisah di antara jemaat. Tulisan ini
diharapkan dapat menjadi sebuah resensi dalam kajian sosio-teologis terhadap maraknya
pertumbuhan kelompok-kelompok doa dengan berbagai macam parktik keagamaan mereka.
. D. Metode Penelitian
1. Metode penelitian
Metode adalah suatu cara atau prosedur untuk mengetahui sesuatu. Metode memiliki suatu
langkah-langkah yang sistematis. Jadi metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam

7

mempelajari suatu peraturan-peraturan yang ada dalam suatu penelitian.20 Metode yang akan
digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif
yang akan digunakan adalah deskriptif analitis, tujuannya adalah untuk menjelaskan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta atau populasi tertentu.21
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi
kepustakaan. Teknik pengumpulan data secara observasi dilakukan dengan tujuan agar peneliti
dapat dengan cermat melakukan pengamatan terhadap gejala-gejala yang tampak dalam
penelitian dengan turun kelapangan untuk mengamati perilaku dan kativitas individu-individu di
lokasi penelitian. Teknik wawancara digunakan agar penulis bisa mendapatkan data yang akurat
melalui wawancara dengan beberapa informan kunci secara face to face interview.22 Informan
yang akan diambil oleh penulis sekitar 14 orang yang terdiri dari adalah 1 orang pendeta yang
berada di wilayah setempat, 3 orang ketua persekutuan doa setempat, 9 majelis dan jemaat yang
terlibat dalam kegiatan persekutuan doa. Studi kepustakaan juga digunakan oleh penulis untuk
mendukung tulisan ini.
E. Struktur penulisan
Struktur penulisan dalam penulisan karya Ilmiah ini akan terdiri dari empat bab. Bab pertama
akan dipaparkan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, urgensi penelitian, metode penelitian, dan struktur penulisan. Bab dua akan

20

David Samiyono, Pengantar ke Dalam Matakuliah Metode Penelitian Sosial, (Salatiga: Fakultas Teologi
Universitas Satya Wacana, 2004), 25.
21
Samiyono, Pengantar ke Dalam …. 7
22
John Creswell, Research Design, Pendekatan Metode Kulaitatif, Kuantitatif dan Campuran,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2016), 255

8

dipaparkan kerangka teoritis yang di pakai. Bab tiga akan dipaparkan data penelitian lapangan.
Bab empat berisi analisi terhadap bab tiga menggunakan kerangka teoritis pada bab dua dan bab
lima merupakan kesimpulan dan saran

9