Kajian Pengaruh Unsur Iklim Terhadap Fekunditas, Fertilitas, Dan Luas Serangan Wereng Batang Coklat

KAJIAN PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP FEKUNDITAS, FERTILITAS, DAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL.) DI SUKOHARJO

yang dipersiapkan dan disusun oleh Dyah Wahyuningsih

H 0708093

telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal : 14 Mei 2012 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi

Susunan Tim Penguji:

Ketua

Anggota I

Anggota II

Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, MS Ir. Ato Sulistyo, MP Dr. Ir. Hadiwiyono, M.Si NIP. 195610081980031003

NIP. 195806211985031003 NIP. 196201161990021001

commit to user

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Unsur Iklim terhadap Fekunditas, Fertilitas, dan Luas Serangan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) Di Sukoharjo. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Dr. Ir. Hadiwiyono, MSi selaku Ketua Program Studi Agroteknologi dan Dosen Pembahas atas kritik, saran dan bimbingannya.

3. Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, MS selaku Pembimbing Utama dan Ir. Ato Sulistyo, MP selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing Pendamping atas dorongan, semangat, waktu, ilmu, dan bimbingan yang diberikan.

4. Bapak Sulis dan bapak Surono selaku pembimbing lapangan atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang diberikan.

5. Terima kasih atas kasih sayang yang tulus dari bapak dan ibu yang mungkin tak akan bisa terbalaskan.

6. Adik-adikku Tia dan Bella atas semangat dan dukungannya.

7. Agus Nur Cahyo atas bantuan dan semangat yang diberikan.

8. Teman-teman Agroteknologi 2008 “Solmated” yang telah membantu, memberikan semangat, dan dukungannya.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas segala bantuan baik langsung maupun tidak langsung, kritik, saran, dan dorongan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

commit to user

saran sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.

Surakarta, Mei 2012

Penulis

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................

25

A. Kesimpulan ....................................................................................

25

B. Saran ..............................................................................................

25 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user

Nomor

Judul dalam Teks

Halaman

1. Hasil analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban terhadap

fekunditas WBC di Kec. Mojolaban dan Kec. Gatak ..........................

15

2. Hasil analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fertilitas

WBC di Kec. Mojolaban dan Kec. Gatak..............................................

18

3. Hasil analisis regresi pengaruh bulan basah, bulan lembab, bulan kering, suhu, kelembaban dan musim tanam terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo Tahun 2001-2010.....................................................

21

4. Hasil analisis regresi pengaruh kelembaban dan musim tanam terhadap

luas serangan WBC di Sukoharjo Tahun 2001-2010..............................

22

Judul dalam Lampiran

5. Summary output analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban

terhadap fekunditas WBC ....................................................................

29

6. Anova uji F pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas WBC

29

7. Uji T pengaruh Suhu dan Kelembaban terhadap Fekunditas WBC.......

29

8. Summary output analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban

terhadap fertilitas WBC..........................................................................

31

9. Anova uji F pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fertilitas WBC

31

10. Uji T pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fertilitas WBC.............

31

11. Analisis regresi pengaruh bulan basah, bulan lembab, bulan kering,

suhu, kelembaban dan musim tanam terhadap luas serangan WBC

33

12. Anova uji F pengaruh bulan basah, bulan lembab, bulan kering, suhu,

kelembaban dan musim tanam terhadap luas serangan WBC

33

13. Uji T pengaruh bulan basah, bulan lembab, bulan kering, suhu,

kelembaban dan musim tanam terhadap luas serangan WBC .............

34

14. Summary output analisis regresi pengaruh kelembaban dan musim

tanam terhadap luas serangan WBC ....................................................

36

15. Anova uji F kelembaban dan musim tanam terhadap luas serangan

WBC.......................................................................................................

36

16. Uji T kelembaban dan musim tanam terhadap luas serangan WBC.....

36

commit to user

Nomor

Judul dalam Teks

Halaman

1. Hubungan suhu dan kelembaban terhadap fekunditas WBC di Kec.

Mojolaban dan Kec. Gatak ..................................................................

14

2. Hubungan suhu dan kelembaban terhadap fertilitas WBC di Kec.

Mojolaban dan Kec. Gatak.....................................................................

17

3. Luas serangan WBC di Sukoharjo tahun 2001-2010 pada musim tanam

(MT) 1 dan 2...........................................................................................

20

Judul dalam Lampiran

4. Wereng batang coklat (WBC) ............................................................... 38

5. Telur WBC pada pelepah padi .............................................................. 38

6. Bibit padi ............................................................................................... 39

7. Data sekunder iklim .............................................................................. 39

8. Pencarian WBC di sawah...................................................................... 39

9. Kurungan percobaan ............................................................................. 39

10. Padi untuk pengujian yang dipasangi termohigrometer.......................

39

commit to user

KAJIAN PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP FEKUNDITAS, FERTILITAS, DAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

(NILAPARVATA LUGENS STAL.) DI SUKOHARJO. Skripsi: Dyah Wahyuningsih (H0708093). Pembimbing: Sholahuddin, Ato Sulistyo, Hadiwiyono, Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Pengembangan produksi padi di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala seperti serangan hama dan penyakit. Di antara hama yang menyerang adalah wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens Stal.). Sukoharjo merupakan daerah endemi wereng batang coklat (WBC). Peningkatan serangan WBC diduga ditentukan oleh faktor iklim. Studi tentang serangan WBC di Sukoharjo perlu dilakukan guna pemecahan masalah tersebut. Beberapa aspek yang penting yang perlu dipelajari adalah bagaimana pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas dan fertilitas WBC dan bagaimana pengaruh unsur iklim dan musim tanam dengan luas serangan WBC di Sukoharjo. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas dan fertilitas WBC serta mempelajari pengaruh unsur iklim dan musim tanam dengan luas serangan WBC di Sukoharjo.

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Palur, Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman (PHPT) Palur, serta sepuluh lokasi di Kecamatan Gatak dan Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo mulai Juli 2011 sampai September 2011. Penelitian ini dilaksanakan dengan memanfaatkan data sekunder iklim dan luas serangan WBC di wilayah Kabupaten Sukoharjo selama 10 tahun (2001-2010) dan percobaan lapang di Gatak dan Mojolaban. Fekunditas dihitung dengan menghitung jumlah telur yang dihasilkan betina WBC. Penghitungan fertilitas dengan menghitung jumlah telur yang menetas menjadi nimfa. Luas serangan WBC diperoleh dari data sekunder luas serangan WBC di Kabupaten Sukoharjo (tahun 2001-2010). Data hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan analisis regresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban harian tidak memberi pengaruh terhadap fekunditas WBC. Suhu rata-rata harian memberikan pengaruh terhadap fertilitas WBC. Suhu dan kelembaban secara bersama memberikan kontribusi sebesar 48 %. Musim tanam dan kelembaban memberikan pengaruh terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo (tahun 2001-2010). Sumbangan pengaruh yang diberikan sebesar 33%. Kelembaban mempunyai hubungan yang positif dengan luas serangan WBC.

commit to user

STUDY ON THE INFLUENCE OF CLIMATE ELEMENT TO FECUNDITY, FERTILITY, AND ATTACK WIDE OF BROWN PLANTHOPPER (NILAPARVATA LUGENS STAL.) IN SUKOHARJO.

Thesis-S1: Dyah Wahyuningsih. Advisers: Sholahuddin, Ato Sulistyo, Hadiwiyono. Study program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Production development of paddy in Indonesia is facing many problems such pests and plant diseases. Among the pests is brown planthopper (Nilaparvata lugens Stal.). Sukoharjo is an endemic area of brown planthopper (BPH). It is thought that BPH attack is determined by climate factor. Study concerning the brown planthopper (BPH) in Sukoharjo is needed to be held in order to solve the problem. Many important aspects are how the influence of temperature and humidity to fecundity and fertility, how the influence of climate element, and planting season to attack wide of BPH in Sukoharjo. This research was purposed to study the influence of temperature and humidity to fecundity and fertility of BPH and the influence of climate element, and planting season to attack wide of BPH in Sukoharjo.

This research was held in department of agriculture conselling Palur, Laboratory of Plants Pests and Diseases Observation Palur, and ten location in Gatak and Mojolaban, Sukoharjo. The research was carried out on July until September 2011. The research was held using secondary data of climate and attack wide of BPH during 2001 th - 2010 th and field experiment in Gatak and Mojolaban. Fecundity was calculated from total eggs of female BPH. Fertility was calculated from total fertile eggs and nimph of BPH. Attack wide of BPH was collected from secondary data attack wide of BPH during 2001 th - 2010 th in Sukoharjo. The data were analyzed using the regression analysis.

The result showed that daily temperature and humidity had not influence to fecundity of BPH. Daily temperature influenced to fertility of BPH. Temperature and humidity together had contribution 48% to fertility of BPH. Planting season and humidity had contribution 33 % to attack wide of BPH during 2001 th - 2010 th . Humidity had positive corelation to attack wide of BPH.

commit to user

A. Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang besar pada tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS 2011) dan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan permintaan beras semakin tinggi. Untuk memenuhi permintaan maka perlu adanya peningkatan produktivitas padi. Pengembangan produksi padi di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala. Serangan hama dan penyakit masih menjadi kendala utama pengembangan produksi padi di Indonesia. Di antara hama yang menyerang adalah wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens Stal.).

Wereng batang coklat (WBC) secara langsung merusak tanaman padi karena nimfa dan imagonya menghisap cairan sel tanaman sehingga tanaman kering dan akhirnya mati. Kerusakan secara tidak langsung terjadi karena serangan penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa yang ditularkannya. Kerusakan berat yang disebabkan oleh wereng coklat terkadang ditemukan pada persemaian, tetapi sebagian besar menyerang pada saat tanaman padi masak menjelang panen.

Serangan wereng coklat dapat menurunkan produksi padi Nasional. Hal ini terbukti dari angka ramalan II (ARM-II) pada Agustus 2010 produksi padi mencapai 65.150.764 ton padahal angka tetap (ATAP) 2009 telah mencapai 64.398.890 selisihnya kenaikan produksi hanya 751.874 ton dengan kenaikan produksi hanya 1,17%. Kenaikan produksi yang rendah ini akan mengganggu stabilitas nasional dalam hal kerawanan pangan. Hal ini disebabkan pada produksi 2008 ke produksi 2009 kenaikannya mencapai 5%. Bila mengacu kepada Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) dengan target produksi meningkat 5% maka terjadi penurunan produksi sebesar 3,83% (Baehaki, 2011).

Untung dan Trisyono (2010) menyatakan bahwa di wilayah Gatak, Sukoharjo, populasi WBC mencapai >100 ekor per rumpun pada tanaman padi yang masih hijau dan berumur sekitar 30 hari. Semua rumpun padi terserang oleh WBC. Pada tanaman muda (sekitar 10 hari) populasi WBC sangat tinggi, dan

commit to user

daun. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang merupakan salah satu pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia. Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim dan serangan OPT merupakan salah satu aspek yang harus menjadi rencana strategi Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim, akibat ancaman OPT setiap tahun terus terjadi. Perkembangan hama dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung, terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan OPT (Susanti et al. 2009).

Wirajaswadi (2010) menyatakan bahwa wereng coklat merupakan salah satu jenis hama tanaman padi yang sangat berbahaya dan sering menunjukkan ledakan (out break) atau serangan dengan intensitas berat dalam skala luas bersamaan dengan terjadinya penyimpangan iklim. Hama ini pada kondisi cuaca/iklim yang sesuai dapat berkembang dengan cepat disertai kemampuan menyebar (migrasi) yang luas, menjadikan hama ini sangat merusak.

Penyimpangan iklim merupakan fenomena alam yang sulit diprediksi kemunculannya dan memiliki dampak diantaranya berkembangnya populasi WBC pada tanaman padi. Hal tersebut karena terciptanya lingkungan yang sangat kondusif untuk proses perkembangbiakan WBC. Apabila kondisi mendukung, sebagian besar telur menetas dan populasi satu ekor betina fertil per rumpun sudah dapat menyebabkan puso pertanaman padi.

commit to user

Wereng batang coklat (WBC) merupakan hama padi yang merugikan. WBC pada kondisi iklim/cuaca yang sesuai perkembangan populasi sangat cepat sehingga menjadi sangat merugikan. Populasi WBC cepat meningkat pada kelembaban tinggi (70%- 80%), suhu siang hari optimum (28-30 o C), intensitas matahari rendah, pemupukan nitrogen yang tinggi, tanaman yang rimbun, air lahan basah, dan angin lemah (Nurbaeti et al. 2010).

Seekor betina WBC dapat meletakkan telur 100- 500 butir (BBPTP 2009, Wirajaswadi 2010), apabila kondisi tidak sesuai fertilitas tetasnya sangat rendah sehingga tidak merugikan, namun pada kondisi yang sesuai fertilitas tetasnya sangat tinggi sehingga musuh alami yang adapun tidak dapat mengendalikan. Akibatnya populasi WBC berkembang cepat dan terjadi epidemi ledakan serangan yang sangat hebat. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas dan fertilitas WBC dan bagaimana pengaruh unsur iklim dan musim tanam dengan luas serangan WBC di Kabupaten Sukoharjo.

C. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas dan fertilitas WBC.

2. Mempelajari pengaruh unsur iklim dan musim tanam dengan luas serangan WBC di Kabupaten Sukoharjo.

commit to user

A. Wereng Batang Coklat (WBC)

1. Sistematika dan Morfologi WBC

Nilaparvata lugens termasuk ordo Homoptera, family Delphacidae (plant hopper ). Anggota familia ini, tibia kaki belakang mempunyai apical spur (taji yang letaknya pada apex). Familia ini merupakan familia planthoppers yang anggotanya terbanyak. Kebanyakan berukuran agak kecil dan banyak sayapnya pendek (Ananda 1986).

N. lugens atau wereng batang cokelat termasuk ke dalam Ordo Hemiptera, subordo Auchenorryncha, famili Delphacidae. Hama ini menyerang tanaman dari famili Gramineae tetapi padi merupakan inang utamanya (Kalshoven 1981).

Bentuk telur wereng coklat lonjong agak melengkung berdiameter 0,067- 0,133 milimeter dengan panjangnya antara 0,830-1,000 milimeter. Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah makroptera (bersayap panjang) yaitu wereng coklat yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang secara normal. Bentuk kedua adalah brakiptera ( bersayap kerdil) yaitu wereng coklat dewasa yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang yang tumbuh tidak normal (Baehaki 1992).

Telur wereng coklat berwarna putih krim, semakin lama berubah warna menjadi gelap, berukuran panjang 0,9 mm, lebar 0,2 mm. Secara keseluruhan siklus hidup wereng coklat berkisar antara 28-42 hari. Serangga dewasa khususnya yang bersayap panjang mempunyai kemampuan terbang (migrasi) sekitar 200-300 km (Wirajaswadi 2010).

2. Penyebaran WBC

Persebaran wereng batang cokelat mencapai India, Asia Tenggara dan Cina. Sejak tahun 1970, keberadaan N. lugens menjadi hama penting karena

commit to user

(Kalshoven 1981). Pada saat ini wereng coklat tersebar di Indonesia mulai dari Aceh, Maluku sampai Irian Jaya. Akibat serangan wereng coklat sangat dirasakan diberbagai tingkat kebijakan. Hama tersebut sulit dikendalikan sehingga menyebabkan kerugian yang tidak sedikit (Baehaki, Widiarta 2009).

Pergerakan dari tanaman satu ketanaman lain dilakukan oleh makroptera. Gerakan pemencaran ini menunjukkan adanya wereng coklat yang meninggalkan tanaman tua atau memencar pada akhir generasi ketiga menuju tanaman muda. Sebenanrnya gerakan pemencaran ini sudah dilakukan pada generasi kedua dan mencapai puncaknya pada generasi ketiga pada tanaman mendekati panen atau rusak (Baehaki, Widiarta 2009).

3. Biologi dan Serangan WBC

Metamorfosis wereng coklat sederhana atau bertingkat disebut dengan heterometabola. Serangga muda yang menetas disebut nimfa dan makanannya serupa dengan induknya. Nimfa mengalami lima kali pergantian kulit (instar) dan rata-rata yang diperlukan untuk menyelesaikan stadium nimfa adalah 12, 8 hari. Lamanya waktu untuk menyelesaikan stadium nimfa bergantung dari bentuk dewasa yang akan muncul (Baehaki, Widiarta 2009).

Hama wereng coklat bertipe strategi-r dengan ciri: 1) populasi hama dapat menemukan habitatnya dengan cepat, 2) berkembang biak dengan cepat dan mampu mempergunakan sumber makanan dengan baik sebelum serangga lain ikut berkompetisi, 3) mempunyai sifat menyebar dengan cepat ke habitat baru sebelum habitat lama tidak berguna lagi, dan 4) hama ini mempunyai potensi biotik yang tinggi, dapat memanfaatkan makanan yang banyak dalam waktu singkat sehingga terjadi ledakan populasi dan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit (Baehaki, Munawar 2008).

Secara fenotipik karakter suatu biotipe dapat jelas dibedakan satu dengan yang lain, secara genetik biotipe wereng cokelat sulit dibedakan. Berdasarkan analisa variasi molekuler (DNA), terlihat bahwa variasi terutama terdeteksi antar

commit to user

variasi dalam satu populasi biotipe cukup tinggi (Bahagiawati, Rijzaani 2005).

Biotipe wereng coklat yang ada dilapang beragam. Ekspresi gejala fenotipe akibat serangan wereng coklat dapat terjadi akibat satu biotipe yang dominan dilapang. Terkadang ekspresi gejala fenotipe akibat wereng coklat dilapang dapat disebabkan oleh beberapa biotipe (Baehaki, Munawar 2008).

Serangan wereng coklat yang sangat berarti mengurangi hasil padi secara substansial, mengakibatkan kelumpuhan perekonomian tingkat petani, hal ini terbukti dengan laporan dari beberapa propinsi untuk tahun 2004 dan 2005 telah terjadi serangan wereng coklat terhadap beberapa varietas padi yang diunggulkan. Pada MT (musim tanam) 2005 luas serangan wereng coklat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat mencapai 46.000 ha (BBPTP 2009).

Wereng batang coklat, N. lugens (Homoptera: Delphacidae) merupakan salah satu hama utama pada tanaman padi, dan tanaman lain yang termasuk kedalam genus Oryza. Wereng yang tersebar di India, Asia Tenggara, dan Asia Timur ini dapat menyebabkan kerusakan langsung berupa menguningnya rummpun padi seperti terbakar (hopperburn), dan tidak langsung dengan cara penyebaran penyakit kerdil (Putra et al. 2002).

Wereng coklat merupakan hama laten, disamping merusak langsung menghisap cairan tanaman dengan alat mulut khusus untuk menusuk dan menghisap juga dapat mentransfer virus kerdil hampa dan kerdil rumput tipe I yang serangannya dapat melebihi serangan wereng itu sendiri. Sejak 2006 wereng coklat juga mentransfer virus kerdil rumput tipe II yang serangannya sudah meluas di sentra produksi padi Pulau Jawa, bahkan pada awal tahun 2008 virus

kerdil rumput tipe II ditemukan di Simalungun, Sumatera Utara (Baehaki, Abdullah 2007).

commit to user

Kelembaban udara lebih berpengaruh terhadap fluktuasi nilai Indeks Ekoklimatik dari pada suhu udara. Hasil simulasi perubahan iklim memperlihatkan bahwa wereng batang cokelat lebih mengalami cekaman basah daripada cekaman panas. Secara umum, peningkatan suhu udara dan curah hujan merupakan keadaan kurang nyaman bagi wereng batang cokelat (Sajaroh 2010).

Pada musim tanam musim hujan kegagalan tanam akan meningkat. Peristiwa La-Nina dapat mengakibatkan meningkatnya populasi hama dan banjir. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kelembaban dan curah hujan (Irawan 2006).

Suhu yang tinggi membuat aktifitas wereng batang coklat berkurang dan daya makannya juga berkurang yang berpengaruh terhadap intensitas serangan. Kelembaban ruangan juga mempengaruhi intensitas serangan, dimana kelembaban terlalu rendah untuk perkembangan yang baik bagi serangga yaitu rata-rata sebesar 60% (Zahara 2002).

Apabila kondisi lingkungan memenuhi, populasi WBC dan luas serangan dapat meningkat secara tajam dalam waktu yang singkat karena hama ini mempunyai kemampuan biotis yang sangat tinggi dan migrasi dalam jarak jauh. Fenomena tersebut terjadi dalam dua tahun terakhir di daerah endemis WBC seperti Kabupaten Klaten dan berbagai daerah sentra produksi padi lainnya di

pulau Jawa dan Sumatera (Untung, Trisyono 2010).

Komponen cuaca bisa berperan sebagai faktor utama (k-faktor) maupun sebagai faktor pendukung. Sebagai k-faktor, suatu komponen cuaca bisa langsung menentukan kejadian serangan beberapa saat kedepan, sedangkan sebagai faktor pendukung, peran cuaca adalah hanya menentukan peluang dan tingkat kerusakan tertinggi apabila terjadi serangan. Dengan pemantauan cuaca yang baik, adanya perubahan cuaca sesaat maupun kondisi jangka panjangnya yang akan berpengaruh terhadap organisme pengganggu tanaman bisa diketahui sedini mungkin (Supriyono 2006).

commit to user

1. Suhu dan kelembaban memberikan pengaruh nyata terhadap fekunditas dan fertilitas WBC.

2. Unsur iklim dan musim tanam memberikan pengaruh nyata terhadap luas serangan WBC di Kabupaten Sukoharjo.

commit to user

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Suhu dan kelembaban harian tidak memberi pengaruh terhadap fekunditas WBC.

2. Suhu rata-rata harian memberikan pengaruh terhadap fertilitas WBC. Suhu dan kelembaban secara bersama memberikan kontribusi pengaruh sebesar 48 %.

3. Musim tanam dan kelembaban memberikan pengaruh terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo (tahun 2001-2010). Sumbangan pengaruh yang diberikan sebesar 33%. Kelembaban mempunyai hubungan yang positif dengan luas serangan WBC.

B. Saran

Pada penelitian ini saran yang sebaiknya dilakukan yaitu perlu adanya data unsur iklim tambahan seperti cahaya matahari dan angin serta jumlah populasi WBC. Penelitian bisa dilanjutkan pada musim tanam yang berbeda.

commit to user

A. Kondisi Umum Penelitian

Penelitian pengaruh unsur iklim terhadap fekunditas, fertilitas dan luas serangan wereng batang coklat (WBC) dilakukan di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah,

dengan luas wilayah kurang lebih 46.666 km 2 . Secara geografis terletak diantara

bagian ujung timur 110.57 O LS, bagian ujung barat 110.42 O LS, bagian ujung

utara 7.32 O BT, bagian ujung selatan 7.49 O -32.00 ’ BT. Secara topografi

wilayahnya terdiri atas daerah dataran rendah dan perbukitan. Salah satu faktor yang mendukung pertanian di daerah ini adalah adanya aliran sungai Bengawan Solo yang menjadi sumber pengairan sawah-sawah penduduk.

Iklim di Sukoharjo sama halnya dengan iklim di daerah tropis yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau terjadi antara bulan April sampai September, sementara musim penghujan terjadi antara bulan Oktober sampai Maret. Hasil workshop dari Laboratorium PHPT Surakarta (2011) luas tanaman padi di wilayah Sukoharjo (per Maret 2011) adalah 12.465 Ha. Musim tanam padi

I pada bulan April- September dan musim tanam padi II pada bulan Oktober- Maret. Berdasarkan data sekunder luas serangan WBC musim tanam I dan II tahun 2010, Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah dengan luas serangan terbesar di Eks- Karisidenan Surakarta yaitu seluas 4.436 Ha dan 1.503 Ha.

Percobaan lapang penelitian ini bertempat di 10 lokasi yang tersebar di Kecamatan Mojolaban dan Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. Data dari Laboratorium PHPT Surakarta (2011) Mojolaban merupakan daerah kronis endemis WBC, luas serangan WBC pada musim tanam 2010/2011 s/d Maret 2011 adalah 1.658 Ha. Gatak merupakan daerah potensial serangan WBC, luas serangan WBC pada musim tanam 2010/2011 s/d Maret 2011 adalah 120 Ha.

commit to user

Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan oleh betina WBC. Telur WBC berbentuk seperti sisir pisang dan berwarna putih bening. Seekor WBC mampu bertelur sebanyak 100-500 butir yang diletakkan secara berkelompok pada pelepah daun. Siklus hidup wereng coklat cukup singkat sehingga proses pergantian generasi berlangsung dengan cepat. Stadia telur berlangsung selama 4-8 hari, stadia nimfa 14 hari dan stadia dewasa (imago) 10-

20 hari (Wirajaswadi 2010). Grafik fekunditas, suhu dan kelembaban dari 10 lokasi di Kecamatan Gatak dan Mojolaban disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan suhu dan kelembaban terhadap fekunditas WBC di Kec.

Mojolaban dan Kec. Gatak.

Fekunditas WBC berkisar antara 81-215 telur dengan kisaran suhu 26,904- 30,214 o

C dan kelembaban antara 54,142-64,357 %. Fekunditas WBC tertinggi yaitu sebanyak 215 telur pada suhu 27,309 o

C dan kelembaban 62,095 %. Fekunditas terendah sebanyak 81 telur pada suhu 29,309 o

C dan kelembaban 58,119 %.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 fekunditas

102 87 178 81 108 118 96 215 140 123 Suhu

30.21429.76228.381 29.31 29.85726.90527.048 27.31 27.07127.167 Kelembaban 56.14359.28654.14358.11957.35762.54863.61962.09564.35762.786

50

100

150

200

250

commit to user

mengetahui pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas WBC (lampiran 1). Hasil analisis uji F dan uji T disajikan dalam tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas WBC di Kec. Mojolaban dan Kec. Gatak

Variabel

Koefisien

p-value (T) p-value (F) R 2 Intercept

1608,02

0,057 ns

0,15 ns Suhu (X 0,42 1 ) -32,59 0,06 ns

Kelembaban (X 2 )

-9,34

0,14 ns

Keterangan : Uji F dan uji T pada taraf 5 % ns

: non-signifikan

Persamaan

: Y= 1608,02- 32,59 X 1 - 9,34 X 2

Hasil analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fekunditas WBC (Tabel 1) menunjukkan p-value (F)= 0,15 ns yang berarti bahwa suhu dan kelembaban secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap fekunditas WBC. Pada uji parsial (uji T) menunjukkan p-value suhu sebesar 0,06 ns dan p- value kelembaban sebesar 0,14 ns yang berarti apabila asumsi faktor-faktor lain yang tidak diteliti tetap atau tidak berubah maka masing-masing variabel suhu dan kelembaban tidak memberikan sumbangan atau pengaruh terhadap fekunditas.

Koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 42 %, berarti sumbangan suhu dan

kelembaban terhadap fekunditas WBC sebesar 42 %. Sisanya 58 % dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti. Persamaan regresi pengaruh suhu dan kelembaban

terhadap fekunditas WBC adalah Y= 1608,02- 32,59 X 1 - 9,34 X 2 dimana X 1 adalah suhu dan X 2 adalah kelembaban. Suhu dan kelembaban bernilai negatif

yang berarti suhu dan kelembaban berhubungan berlawanan dengan fekunditas.

Hasil pengukuran suhu menunjukkan rata-rata suhu harian sebesar 26,9- 30,21 o

C (Gambar 1). Penelitian Hou dan Lee (1984) betina WBC dewasa yang bunting diberi perlakuan suhu tinggi 32 o

C selama 3 hari menunjukkan hasil

fekunditas yang rendah. Pengukuran rata- rata kelembaban di lapang berkisar antara 54,14 % – 64, 35 % (Gambar 1). Kondisi suhu rata-rata yang tinggi disertai

commit to user

perkembangan pathogen sehingga memungkinkan terjadinya hama atau penyakit (Arifin, Adi 2000).

Kehidupan dan perkembangan WBC dipengaruhi oleh faktor dalam yang dimiliki WBC itu sendiri dan faktor luar yaitu kondisi lingkungan tempat WBC melakukan aktivitasnya. Faktor dalam tersebut antaralain kemampuan berkembangbiak dan sifat mempertahankan diri. Menurut Hidayat dan Sartiami (2011) fekunditas dipengaruhi oleh kemampuan berkembangbiak. Tinggi rendahnya kemampuan berkembang biak dipengaruhi oleh kecepatan berkembang biak dan perbandingan kelamin (sex ratio). Hama tersebut semakin cepat berkembang biak, semakin tinggi kemampuan berkembangbiaknya. Suatu perbandingan yang menunjukkan jumlah betina lebih besar dari jumlah jantan, diharapkan akan meghasilkan populasi keturunan berikutnya yang lebih besar, bila dibandingkan dengan suatu populasi yang memiliki perbandingan jumlah jantan yang lebih besar dari pada jumlah betina. Perbandingan populasi WBC menurut Baehaki (1992), pada setiap kepadatan populasi wereng brakiptera lebih tinggi daripada makroptera.

Pada penelitian ini WBC yang digunakan untuk pengujian adalah WBC bunting yang merupakan wereng brakiptera. Baehaki (1992) menyatakan bahwa WBC dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah makroptera (bersayap panjang) dan bentuk kedua adalah brakiptera (bersayap kerdil). Umumnya wereng brakhiptera bertubuh lebih besar dan mempunyai tungkai dan peletak telur yang lebih panjang. Wereng brakiptera berfungsi untuk berkembangbiak dan tetap tinggal ditempat itu. Fungsi wereng makroptera untuk migrasi mencari tempat baru dan berkembangbiak membentuk wereng betina brakiptera pada generasi pertamanya.

Fekunditas bisa dipengaruhi faktor lain seperti pemupukan. Pada penelitian ini media yang digunakan untuk menanam padi adalah tanah sawah yang telah mendapat pemberian pupuk sebelumnya. Sianipar (1988) menyatakan bahwa pengaruh penggunaan pupuk urea menunjukkan korelasi positif dengan keperidian wereng coklat. Penggunaan pupuk urea yang semakin tinggi

commit to user

batang padi terhadap keperidian wereng coklat menunjukkan korelasi positif.

C. Fertilitas WBC

WBC mengalami metamorfosis tidak sempurna dengan siklus dari telur menetas menjadi nimfa kemudian menjadi imago. Fertilitas WBC adalah telur WBC fertil yang menetas menjadi nimfa. Fertilitas dihitung dengan menghitung jumlah nimfa yang ditemukan disekitar tanaman padi didalam kurungan percobaan. Nimfa WBC berukuran kecil dan berwarna putih. Berikut ini gambar grafik fertilitas, suhu dan kelembaban di 10 lokasi percobaan di Kecamatan Mojolaban dan Gatak, Kabupaten Sukoharjo.

Gambar 2. Hubungan suhu dan kelembaban terhadap fertilitas WBC di Kec.

Mojolaban dan Kec. Gatak.

Telur yang dihasilkan (fekunditas) dengan telur yang menetas (fertilitas) jumlahnya tidak sama. Tidak semua telur yang dihasilkan berhasil menetas. Dari data fekunditas dan fertilitas (Gambar 1 dan 2) menunjukkan hasil tertinggi telur berhasil menetas 100 % dan yang terendah 75,93 %. Hal ini ditunjukkan ketika pengamatan terdapat telur yang busuk. Telur busuk dicirikan berwarna hitam dan tidak berisi lagi. Diduga telur busuk karena adanya parasitoid telur WBC. Menurut Kartohardjono (2011) pada areal pertanaman padi ditemukan beberapa musuh alami wereng batang coklat, antara lain parasitoid Anagrus sp. dan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 fertilitas

102 87 178 81 82 118 96 209 140 123 Suhu

30.21429.76228.38129.3129.85726.90527.04827.3127.07127.167 Kelembaban 56.14359.28654.14358.11957.35762.54863.61962.09564.35762.786

50

100

150

200

250

commit to user

(Nurbaeti et al. 2010) Uji F dan uji T dilakukan dengan analisis regresi sehingga didapat persamaan regresi. Data hasil analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fertilitas WBC (lampiran 2) disajikan dalam tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fertilitas

WBC di Kec. Mojolaban dan Kec. Gatak Variabel

Koefisien

p-value (T)

p-value (F) R 2 Intercept

1697,89

0,04*

0,099 ns 0,48 Suhu (X 1 ) -35,26 0,04*

Kelembaban (X 2 )

-9,63

0,12 ns

Keterangan : Uji F dan uji T pada taraf 5 % ns

: non-signifikan

: signifikan/beda nyata

Persamaan

:Y= 1697,89- 35,26 X 1 – 9,63 X 2

Hasil analisis regresi pengaruh suhu dan kelembaban terhadap fertilitas WBC (Tabel 2) menunjukkan p-value(F) = 0,099 ns yang berarti bahwa suhu dan kelembaban secara bersama tidak berpengaruh terhadap fertilitas WBC. Hasil uji parsial menunjukkan p-value suhu 0,04 yang signifikan. Suhu memberikan signifikasi sumbangan terhadap fertilitas WBC. Kelembaban tidak memberikan sumbangan pengaruh terhadap fertilitas.

Sumbangan semua variabel bebas (suhu dan kelembaban) terhadap fertilitas adalah sebesar 48 % (R 2 ). Sisanya 52 % fertilitas dipengaruhi faktor lain

selain suhu dan kelembaban yang tidak diteliti. Persamaan regresi yang terbentuk

adalah Y= 1697,89- 35,26 X 1 – 9,63 X 2 dimana X 1 adalah suhu dan X 2 adalah

kelembaban. Suhu dan kelembaban mempunyai nilai yang negatif. Hal ini berarti suhu dan kelembaban mempunyai hubungan yang berlawanan terhadap fertilitas WBC. Koefisien suhu bernilai –35,26 yang berarti setiap kenaikan suhu 1 o

C akan

menurunkan fertilitas sebesar 35,26 nimfa dan sebaliknya pada kisaran suhu

penelitian 26,90- 30,21 0 C (Gambar 2).

commit to user

(2007) dalam penelitiannya pengaruh suhu terhadap keperidian Hemiptarsenus varicornis menyatakan bahwa selama masa hidup imago betina, suhu akan sangat berperan terhadap proses pematangan telur. Diduga produksi atau kerja enzim yang terlibat dalam proses pematangan telur dipengaruhi oleh suhu. Fertilitas menunjukkan adanya generasi baru WBC sebagai dinamika populasi WBC. Yadav et al.(2010) dalam penelitiannya menyebutkan hubungan diantara dinamika populasi WBC dan suhu dianalisis dan ditemukan sebagai salah satu faktor kunci yang mempengaruhi perkembangan populasi. Populasi WBC dapat berkembang cepat dalam kondisi yang kondusif pada suhu optimum 26-32 o C (BPTP Jateng 2011).

commit to user

Kumpulan imago dan nimfa WBC mengisap cairan tanaman, mengakibatkan tanaman menjadi merana, tumbuh kerdil, daun-daun mulai kuning, layu dan akhirnya menimbulkan gejala serangan WBC yang disebut hopperburn

atau mati kering (Baehaki, Widiarta 2009). Data luas serangan WBC yang

digunakan selama kurun waktu 10 tahun (2001-2010). Musim tanam 1 berlangsung antara bulan April- September yang merupakan musim tanam kemarau. Musim tanam 2 berlangsung antara bulan Oktober- Maret yang merupakan musim tanam penghujan. Data luas serangan WBC pada musim tanam

1 dan 2 selama kurun waktu 10 tahun disajikan dalam gambar 3 berikut.

Gambar 3. Luas serangan WBC di Sukoharjo tahun 2001-2010 pada musim

tanam (MT) 1 dan 2.

Keterangan: 1= tahun 2001, 2= tahun 2002, 3= tahun 2003,..., 10= tahun 2010 MT 1= musim tanam 1, MT 2= musim tanam 2

Luas serangan WBC tertinggi terjadi tahun 2010 pada musim tanam 1/ musim kemarau (April- September) yaitu seluas 4436 Ha. Terlihat rentang yang sangat mencolok dibandingkan luas serangan WBC di tahun-tahun sebelumnya (Gambar 3). Diduga ledakan serangan WBC yang menyebabkan luasnya serangan karena pada saat musim tanam tersebut merupakan musim kemarau basah.

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

as

er

an

gan

a)

Tahun

MT 1 MT 2

commit to user

maupun tidak langsung, terjadinya anomali musim, yakni masih adanya hujan di musim kemarau juga dapat menstimulasi serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Pada kondisi lingkungan yang sesuai serangan WBC bisa meningkat. Analisis pengaruh unsur iklim (jumlah bulan basah, bulan lembab, bulan kering, suhu dan kelembaban) dan musim tanam terhadap luas serangan WBC (lampiran 3) disajikan dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil analisis regresi pengaruh bulan basah, bulan lembab, bulan kering,

suhu, kelembaban dan musim tanam terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo tahun 2001-2010

Variabel

Koefisien

p-value (T) p-value (F) R 2 Intercept

Bulan basah (X 1 )

261,781

0,795 ns

Bulan lembab (X 2 )

77,105

0,940 ns

Bulan kering (X 3 )

-834,082

0,463 ns

Suhu (X 4 )

73,378

0,862 ns

Kelembaban (X 5 )

1269,688

0,044*

Musim tanam (D 1 )

4953,696

0,001**

Keterangan : Uji F dan uji T pada taraf 5 % ns

: non-signifikan

: signifikan/beda nyata

**

: sangat signifikan/ beda sangat nyata

Persamaan : Y= -103582+ 261,781 X 1 + 77,105 X 2 - 834,082 X 3 + 73,378 X 4 +

1269,688 X 5 + 4953,696 D 1

Hasil analisis regresi pengaruh musim tanam, bulan basah, bulan lembab, bulan kering, suhu dan kelembaban terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo tahun 2001-2010 (Tabel 3) menunjukkan musim tanam dan unsur iklim seperti bulan basah, bulan lembab, bulan kering, suhu dan kelembaban secara bersama memberikan sumbangan pengaruh terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo. Berdasarkan uji parsial, variabel yang memberikan sumbangan pengaruh nyata terhadap luas serangan WBC hanya musim tanam dan kelembaban. Hasil analisis regresi pengaruh musim tanam dan kelembaban terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo tahun 2001-2010 (lampiran 4) disajikan dalam tabel 4 berikut.

commit to user

luas serangan WBC di Sukoharjo tahun 2001-2010 Variabel

Koefisien

p-value (T)

p-value (F) R 2 Intercept

-157714

0,013*

0,03 * Kelembaban (X 0,33 1 ) 1907,501 0,013*

Musim Tanam (D 1 )

1057,714

0,037*

Keterangan : Uji F dan uji T pada taraf 5 % *

: signifikan/beda nyata

Persamaan

: Y= -157714+ 1907,50 X 1 + 1057,714 D 1

Hasil analisis regresi pengaruh musim tanam dan kelembaban terhadap luas serangan WBC di Sukoharjo tahun 2001-2010 (Tabel 4) menunjukkan bahwa musim tanam dan kelembaban memberikan signifikasi sumbangan pengaruh terhadap luas serangan WBC. Musim tanam penghujan dan musim tanam

kemarau berpengaruh nyata terhadap luas serangan WBC. Nilai R 2 sebesar 33%

berarti musim tanam dan kelembaban memberikan sumbangan pengaruh terhadap luas serangan WBC sebesar 33% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Faktor lain yang bisa mempengaruhi serangan WBC karena budidaya pertanian oleh manusia antara lain pemupukan yang kurang tepat, varietas rentan, pemakaian pestisida yang tidak tepat dan pola tanam.

Faktor alami yang mempengaruhi selain faktor iklim yaitu adanya musuh alami seperti predator, parasitoid dan patogen. Apabila praktek budidaya yang dilakukan kurang tepat dan peran musuh alami tidak optimal maka populasi WBC bisa tinggi sehingga menyebabkan luasnya serangan. Faktor iklim sendiri juga berpengaruh terhadap parasitoid WBC. Roja (2009) menyatakan bahwa parasitoid sangat rentan terhadap perubahan faktor iklim. Kehidupannya akan cepat terganggu jika terjadi perubahan suhu atau kelembaban udara. Parasitoid yang menempatkan telurnya pada inangnya berupa hama tanaman, efektifitasnya akan terlihat jika populasi hama tanaman lebih tinggi dari populasi parasitoid. Pada saat itulah parasitoid akan bekerja menekan perkembangan populasi hama.

Persamaan regresi Y= -157714+ 1907,50 X 1 + 1057,714 D 1 menunjukkan

bahwa musim tanam dan kelembaban mempunyai hubungan yang positif atau

commit to user

besarnya luas serangan WBC. Win et al. (2011) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelembaban berkorelasi positif dengan populasi WBC, kelembaban berpengaruh 21,9 % terhadap populasi WBC pada musim kering. Populasi yang semakin meningkat menyebabkan semakin meningkat pula serangan WBC.

Hasil penelitian (Tabel 4) menunjukkan musim tanam penghujan dan kemarau memberikan pengaruh terhadap luas serangan. WBC dapat berkembang biak dan merusak tanaman padi disebabkan lingkungan yang cocok baik dimusim penghujan maupun musim kemarau. Baehaki (2008) menyatakan bahwa pada era tahun sebelum 1994 serangga ini merupakan serangga yang menyerang tanman padi di musim hujan, tetapi setelah tahun 1994 serangga ini menyerang tanaman padi pada musim hujan dan kemarau, apabila hujan berlanjut kemusim kemarau atau adanya fenomena La-Nina.

Indikator dan faktor penyebab ledakan serangan WBC adalah terjadi anomali iklim La-Nina, yang ditandai dengan turunnya hujan di musim kemarau (kemarau basah). Parameter iklim yang menjadi indikator serangan WBC tinggi adalah adanya perbedaan suhu minimum O C dan kelembabab relatif 6-10% lebih tinggi dibandingkan kondisi saat iklim normal. Musim kemarau yang basah menyebabkan air cukup tersedia untuk tanam padi (BPTP Sulsel, 2010). Waktu tanam yang tidak serempak dan kondisi cuaca yang tidak menentu juga dapat menjadi pemicu serangan OPT.

Pemanasan global menjadi penyebab dari adanya iklim ekstrim La-Nina dan ketidak teraturan musim. Susanti et al. (2009) menyatakan perubahan iklim global diperkirakan akan menyebabkan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim akan meningkat. Iklim bumi berubah secara cepat karena meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Meningkatnya kandungan GRK menimbulkan efek GRK di atmosfir. Efek GRK ini menghambat pelepasan panas dari atmosfir yang menyebabkan suhu bumi meningkat.

Pada kondisi iklim ekstrim La-Nina, curah hujan tinggi sehingga menyebabkan peningkatan kelembaban udara sangat signifikan yang menstimulasi

commit to user

sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi penangkapan WBC sebagai indikator populasi WBC. Banyaknya populasi WBC dan adanya kemampuan WBC sebagai vektor virus kerdil rumput dan kerdil hampa dilapang menyebabkan luas serangan yang semakin besar.

Ledakan serangan WBC yang besar terjadi pada tahun 1998 dan 12 tahun kemudian pada 2010 terjadi ledakan yang melampaui ledakan wereng coklat di tahun 1998. Pada kurun waktu 1998-2010 terjadi ledakan-ledakan yang kecil dengan luas ledakan kurang dari 50% dibanding ledakan 1998 maupun ledakan wereng coklat 2010. Membludaknya jumlah wereng coklat yang terus menerus selama 2 musim pada 2010, di sebabkan oleh pola pertanaman tidak serempak, menanam varietas rentan, praktek budidaya (pemakaian pupuk nitrogen yang terlalu tinggi dan pengairan selalu tergenang sepanjang fase pertumbuhan tanaman padi). Ledakan wereng coklat juga disebabkan adanya perubahan biotipe wereng coklat (Baehaki, 2011).

commit to user

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian mulai bulan Juli sampai September 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Palur, Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman (PHPT) Palur, serta sepuluh lokasi di Kecamatan Gatak dan Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah WBC bunting, benih padi (varietas Ciherang), tanah sawah, dan data sekunder iklim dan luas serangan WBC (tahun 2001-2010) . Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurungan kassa, ember, jaring serangga, sedotan aspirator, kotak rearing, termohigrometer, lup, mikroskop binokulair, hand counter serta alat pendukung lainnya.

C. Perancangan Penelitian dan Analisis Data

1. Percobaan lapang Penelitian dilaksanakan dengan menginvestasikan WBC bunting dalam kurungan berisi tanaman padi dalam ember. Kurungan dibuat sebanyak 10 kurungan, masing-masing kurungan berisi 4 ember yang ditanami padi. Lima kurungan diletakkan di daerah Gatak, Sukoharjo dan sisanya lima kurungan diletakkan di Mojolaban, Sukoharjo. Satu kurungan diinvestasi 12 ekor WBC bunting. Variabel tergantung adalah fekunditas dan fertilitas WBC dan sebagai variabel bebas adalah suhu dan kelembaban harian.

Analisis hubungan variabel bebas terhadap variabel tergantung menggunakan analisis regresi berganda. Y= a 1 +b 1 X 1 +b 2 X 2 dengan Y= variabel tergantung (fekunditas dan fertilitas WBC), X 1 = suhu, dan X 2 = kelembaban. Uji F dan Uji T pada taraf 5 %.

commit to user

2. Pemanfaatan data sekunder luas serangan WBC dan iklim di wilayah Sukoharjo Data sekunder yang berupa data luas serangan WBC dan iklim ( suhu, kelembaban, dan curah hujan) diperoleh dari Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman (PHPT) Palur. Data yang digunakan adalah data dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2001- 2010). Kriteria yang digunakan untuk menentukan bulan kering, bulan lembab, dan bulan basah adalah metode Schmidth-Fergusson. Adapun kategorinya sebagai berikut: - Bulan kering (BK) : bulan dengan curah hujan < 60 mm - Bulan lembab (BL) : bulan dengan curah hujan antara 60 sampai dengan 100

mm - Bulan basah (BB) : bulan dengan curah hujan > 100 mm. Variabel tergantung adalah luas serangan WBC dan sebagai variabel bebas adalah suhu, kelembaban, jumlah bulan basah, jumlah bulan lembab, dan jumlah bulan kering. Analisis hubungan variabel bebas terhadap variabel tergantung menggunakan analisis regresi berganda.

Y= a 1 +b 1 X 1 +b 2 X 2 ...b n X n +d 1 D 1 dengan Y= variabel tergantung (luas

serangan WBC), X= variabel bebas (suhu, kelembaban, jumlah bulan basah, jumlah bulan lembab, dan jumlah bulan kering), dan D= variabel dummy (musim tanam penghujan/ musim tanam kemarau). Uji F dan Uji T pada taraf 5 %.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Percobaan lapang

a. Penanaman padi Benih padi varietas Ciherang direndam dalam air selama 24 jam kemudian ditiriskan. Benih padi yang berkecambah ditanam pada ember dengan media tanam tanah sawah dalam kondisi tergenang. Ember media tanam dibuat sebanyak

40 buah, masing-masing ember ditanami 5 benih. Tanaman padi dipelihara dalam kurungan untuk investasi WBC dengan menyisakan satu rumpun tanaman saja.

commit to user

b. Perbanyakan wereng batang coklat (WBC) WBC diambil dari lapangan dengan menggunakan jaring serangga dan sedotan aspirator. WBC yang didapat selanjutnya dipelihara dalam kotak rearing dan diberi pakan tanaman padi.

c. Pengujian Investasi WBC dilakukan pada saat padi berumur 40 hari setelah tanam. Sebanyak 40 ember dibagi kedalam 10 kurungan, masing-masing kurungan berisi