Hubungan Antara Pengetahuan Faktor Risiko Kehamilan Dan Jenis Persalinan Di Rsud Dr. Moewardi

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN FAKTOR RISIKO KEHAMILAN DAN JENIS PERSALINAN DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ARIESTA PERMATASARI G0009028

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

ABSTRAK

Ariesta Permatasari, G0009028, 2012. Hubungan antara Pengetahuan Faktor Risiko Kehamilan dan Jenis Persalinan di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Angka kematian maternal di Indonesia masih sangat tinggi. Persalinan tindakan pervaginam dengan ekstraksi vakum atau forsep dapat meningkatkan bahaya robekan jalan lahir dan perdarahan pasca persalinan yang merupakan faktor penyebab kematian ibu sebesar 2,5-5%, sedangkan dari tindakan seksio sesarea sebesar 14%. Pengetahuan ibu hamil merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan cakupan ibu hamil. Pengetahuan yang kurang mengenai faktor risiko kehamilan dapat berdampak pada kualitas kehamilan yang akan menentukan proses persalinannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan faktor risiko kehamilan dan jenis persalinan.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sebanyak 66 subjek penelitian dipilih dengan metode fixed-disease sampling dari ibu-ibu bersalin di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Mei-Juli 2012. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh pasien dengan wawancara langsung dan rekam medik pasien. Data dianalisis menggunakan metode analisis regresi logistik ganda, dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.00 for Windows.

Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan mengontrol variabel perancu yaitu paritas dan tinggi badan, diketahui bahwa pengetahuan yang kurang tentang faktor risiko kehamilan memiliki risiko untuk mengalami jenis persalinan tindakan 5.6 kali lebih tinggi daripada pengetahuan yang baik (OR = 5.60; CI 95% 1.726 hingga 18.170; p = 0.004).

Simpulan Penelitian: Adanya hubungan yang secara statistik signifikan antara pengetahuan faktor risiko kehamilan dan jenis persalinan. Simpulan ini dibuat setelah mengontrol pengaruh variabel perancu, yaitu paritas dan tinggi badan.

Kata Kunci: pengetahuan faktor risiko kehamilan, jenis persalinan

ABSTRACT

Ariesta Permatasari, G0009028, 2012. Relationship between Knowledge of Risk Factor in Pregnancy and Types of Delivery at RSUD Dr Moewardi. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta

Background: Maternal mortality in Indonesia is still high. Vaginal delivery with vacuum extraction or forceps may increase the risk of birth canal laseration and postpartum hemorrhage which is a factor of maternal mortality as many as 2.5% to 5%, while the act of caesarean section rate is 14%. Knowledge of pregnant women is hypothesized to affect the success of birth delivery. Less knowledge about risk factor in pregnancy can impact the quality of pregnancy that will determine the process of labor. This study aimed to analyze the relationship between knowledge of risk factor in pregnancy and types of delivery.

Methods: This analytic study was observational with cross-sectional approach. A sample of 66 study subjects was selected by fixed-disease sampling from mothers who give birth at RSUD Dr. Moewardi Surakarta in Mei-July 2012. The data were collected by interview using a set of questionnaire and from medical records. The data was analyzed using multiple logistic regression method on Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 16.00 for Windows.

Results: The study showed that with controlling the counfounding factors such as parity and maternal height, known that lack of knowledge about risk factor in pregnancy is the risk of operative delivery 5.6 times as many level than a good knowledge (OR = 5.60; CI 95% 1.726 hingga 18.170; p = 0.004).

Conclusion: There was a statistically significant relationship between knowledge of risk factor in pregnancy and types of delivery. This conclusion was drawn after controlling for the effects of confounding factors such as parity and maternal height.

Keywords: knowledge of risk factor in pregnancy, types of delivery

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan di Indonesia ialah Angka Kematian Ibu (AKI). WHO sebagai Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu tiap tahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2009 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup, dan menurut survei kesehatan daerah Angka Kematian Ibu di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 adalah 20 orang dengan jumlah kelahiran hidup 24.176 orang (Prawirohardjo, 2009). Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah menurunkan tiga perempat angka kematian maternal pada tahun 2015, yaitu sekitar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Namun target yang diharapkan itu masih sulit untuk dicapai (Depkes RI, 2009).

Angka kematian ibu berhubungan erat dengan tingginya kasus kehamilan risiko tinggi, yang merupakan penyebab terjadinya bahaya dan komplikasi lebih besar yang dapat mengancam keselamatan ibu dan janin (Kusmarjadi, 2008). Kematian ibu tersebut berkaitan pula dengan karakteristik ibu yang meliputi umur, paritas, pendidikan dan perilaku yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama hamil yang dapat mempengaruhi jenis persalinannya, baik normal maupun dengan tindakan (Ningrum, 2005). Hal ini Angka kematian ibu berhubungan erat dengan tingginya kasus kehamilan risiko tinggi, yang merupakan penyebab terjadinya bahaya dan komplikasi lebih besar yang dapat mengancam keselamatan ibu dan janin (Kusmarjadi, 2008). Kematian ibu tersebut berkaitan pula dengan karakteristik ibu yang meliputi umur, paritas, pendidikan dan perilaku yang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama hamil yang dapat mempengaruhi jenis persalinannya, baik normal maupun dengan tindakan (Ningrum, 2005). Hal ini

Penelitian oleh Clark et al (2008) menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara kematian maternal dan operasi sesar. Dikatakan bahwa 20 dari 58 (34.5%) kematian terkait dengan persalinan sesar. Begitu juga menurut survei WHO di negara-negara Asia, persalinan tindakan pervaginam dan operasi caesar secara signifikan meningkatkan risiko kematian ibu dan indeks morbiditas dibandingkan dengan persalinan spontan, terutama persalinan tindakan tanpa adanya indikasi (Lumbiganon et al., 2010). Komplikasi obstetri yang timbul akibat bedah sesar salah satunya ialah ruptur uteri yang signifikan dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi (Matsubara et al., 2011).

Hasil penelitian Felly dan Snewe (2003), 25,2% responden yang mengalami persalinan tindakan yang terbesar disebabkan oleh komplikasi persalinan dan partus lama. Dari kejadian tersebut 27,5% terjadi pada responden yang berumur lebih dari 35 tahun, dan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4 kali.

Dari hasil penelitian Sibuea (2007) tercatat bahwa ibu yang mengalami persalinan dengan tindakan seksio sesarea akibat partus tidak maju sebanyak 226 (50,33%) dan 366 (81,5%) tidak melakukan perawatan terhadap kehamilannya. Kematian akibat persalinan patologis lebih rendah pada ibu usia 20-30 tahun dan pada ibu dengan jumlah paritas yang rendah. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah juga mempengaruhi terjadinya Dari hasil penelitian Sibuea (2007) tercatat bahwa ibu yang mengalami persalinan dengan tindakan seksio sesarea akibat partus tidak maju sebanyak 226 (50,33%) dan 366 (81,5%) tidak melakukan perawatan terhadap kehamilannya. Kematian akibat persalinan patologis lebih rendah pada ibu usia 20-30 tahun dan pada ibu dengan jumlah paritas yang rendah. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah juga mempengaruhi terjadinya

Persalinan tindakan pervaginam dengan ekstraksi vakum atau forsep dapat meningkatkan bahaya robekan jalan lahir dan perdarahan pasca persalinan yang merupakan faktor penyebab kematian ibu sebesar 2,5-5%, sedangkan dari tindakan seksio sesarea sebesar 14% (Djaja et al., 2002). Di RS Dr. Moewardi Surakarta, tercatat kematian ibu dengan latar belakang karena persalinan tindakan operasi sebanyak 34%, dengan penyebab preeklampsia berat sebanyak 54% dan perdarahan 20% (Tjiptosisworo et al., 2004).

Menurut Wiknjosastro (2005) sebanyak 65% persalinan tindakan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh karakteristik ibu yang dikenal sebagai empat terlalu, yaitu: terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu sering melahirkan. Di samping faktor ibu hamil sendiri (karakteristik) untuk memeriksakan kehamilanya, juga terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan hasil cakupan ibu hamil. Di antaranya yaitu faktor biaya, petugas pelayanan kesehatan, sarana dan fasilitas kesehatan yang tersedia serta pengetahuan ibu hamil. Nurachmah (2004) mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan tentang kehamilan merupakan penyebab utama terjadinya kematian ibu pada saat melahirkan, karena kualitas kehamilan sangat menentukan keberhasilan proses persalinan secara aman.

tinggi kehamilan maka kemungkinan besar ibu tersebut akan berpikir untuk menentukan sikap yang tepat, berperilaku untuk mencegah, menghindari atau mengatasi risiko kehamilan tersebut untuk menjaga agar kehamilan dan persalinannya berjalan baik dan aman. Dan ibu memiliki kesadaran untuk melakukan kunjungan antenatal untuk memeriksakan kehamilannya, sehingga apabila terjadi risiko pada masa kehamilan tersebut dapat ditangani secara dini dan tepat oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 2004a).

Berdasarkan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Pengetahuan Faktor Risiko Kehamilan dan Jenis Persalinan di RSUD Dr.Moewardi.”

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara pengetahuan faktor risiko kehamilan dan jenis persalinan di RSUD Dr. Moewardi?

C. Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan antara pengetahuan fakor risiko kehamilan dan jenis persalinan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan antara pengetahuan faktor risiko kehamilan dan jenis persalinan dan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Apabila hasil penelitian ini menunjukkan bukti hubungan antara pengetahuan faktor risiko kehamilan dan jenis persalinan, maka bukti itu dapat digunakan sebagai dasar pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menambah pengetahuan dan mengenal risiko kehamilan agar terjaganya kesehatan ibu selama kehamilan dan menjamin ibu untuk melakukan persalinan aman di fasilitas kesehatan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang analisis hubungan antara pengetahuan faktor risiko kehamilan dan jenis persalinan ini belum pernah dilakukan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah :

1. Erni Damayanti (2009), dalam penelitiannya yang berjudul: “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Risiko Tinggi Kehamilan dengan Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care di RSUD Pandan Arang Boyolali”. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional . Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan dari kedua variabel.

2. Purnawati Eka Lestari (2009), dalam penelitiannya yang berjudul: “Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Risiko Persalinan dengan Sikap Ibu Hamil Memilih Persalinan secara Sectio Caesaria.” Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional, berdasarkan waktunya penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectional, sedangkan menurut 2. Purnawati Eka Lestari (2009), dalam penelitiannya yang berjudul: “Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Risiko Persalinan dengan Sikap Ibu Hamil Memilih Persalinan secara Sectio Caesaria.” Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional, berdasarkan waktunya penelitian ini dikelompokkan dalam penelitian cross sectional, sedangkan menurut

3. Novida Irawatisiahaan (2010), dalam penelitiannya yang berjudul: “Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil tentang Risiko 4T di Klinik Bersalin Sally Medan Tahun 2010.” Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas dari segi demografi, yaitu berdasarkan umur 20-35 tahun sebanyak 65 orang (86,7%), berdasarkan pendidikan menengah sebanyak 61 orang (81,3%), berdasarkan paritas yaitu multigravida sebanyak 54 orang (72,0%), berdasarkan sumber informasi secara tidak langsung sebanyak 45 orang (60,0%). Dari segi pengetahuan responden berpengetahuan cukup sebanyak

68 orang (90,7%), dan dari segi sikap responden bersikap positif sebanyak (100%).

PENGETAHUAN

PERILAKU

SIKAP PENGARUH LAIN

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengetahuan dan Pengukurannya

a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil mengetahui dan memahami dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek atau informasi tertentu. Untuk memperoleh pengetahuan dibutuhkan proses kognitif yang merupakan hal penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh sumber informasi yang didapat dalam pengalaman hidupnya. Dengan pengetahuan yang dimilikinya maka seseorang akan merubah sikap, niat, dan perilakunya dalam mencegah, menghindari atau mengatasi faktor-faktor risiko dalam kehamilan (Soekanto, 1992). Cara mengubah ketidaktahuan serta sikap dan perilaku itu antara lain melalui pendidikan (Suryaningrat, 2005).

Feldstein membuat model tentang perilaku seseorang terhadap suatu objek (Dayakisni dan Hudaniyah, 2003 ; Notoatmodjo, 2003).

Yang termasuk pengaruh lain adalah agama, nilai-nilai yang dianut, pengalaman, lingkungan dan kondisi sosial.

tindakan. Sikap dapat bersifat positif atau juga negatif. Memberikan perhatian, menyenangi dan mendekati adalah manifestasi dari sikap positif. Sedangkan kebalikan dari hal itu seperti menghindari, memberikan jarak dan membencinya adalah sikap yang negatif (Boulay, 1999). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam kawasan kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:

1) Tahu (know) Tahu artinya sebagai pengingatan terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat yang paling rendah.

2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam dari suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun fondasi baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek penelitian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sediri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.

Oleh karena itu penilaian dan pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan dan mempengaruhi kebutuhan seseorang (Reksohadiprodjo dan Handoko, 2001).

b. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui disesuaikan dengan tingkat-tingkat dalam kawasan kognitif (Notoatmodjo, 2003).

bahwa bila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan baik secara lisan atau tulisan, maka dapat dikatakan dirinya mengetahui bidang itu. Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan (knowledge).

Pertanyaan dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan dan dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu : (Notoatmodjo, 2003)

1) Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essay

2) Pertanyaan obyektif, misalnya pertanyaan pilihan berganda (multiple

choice ), benar-salah, dan pertanyaan menjodohkan.

Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif khususnya pilihan berganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat pengukuran karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai.

Untuk mengetahui hasil pengukuran pengetahuan digunakan cara perhitungan dengan menggunakan rumus:

X= ∑ fx N

Keterangan :

X = mean atau nilai rata-rata

∑ fx = jumlah total nilai N = besar sampel

Baik

: bila skor ≥ X

Kehamilan Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu mengenai kehamilan. Bila pengetahuan ibu sudah baik terhadap perawatan kandungan maka kepatuhan seseorang untuk memeriksakan kehamilannya juga akan dapat terjaga. Apabila pengetahuan belum sepenuhnya dimiliki, maka untuk mengikuti anjuran untuk memeriksakan kehamilannya kurang dapat terwujud. Hal-hal yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu hamil di antaranya:

1) Faktor Internal

a) Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa (Nursalam dan Pariani, 2001). Menurut Wirawan (2002) bertambahnya usia, maka tingkat perkembangan akan sesuai dengan pengetahuan yang pernah didapat juga dari pengalamannya sendiri. Pada umur dua puluh seseorang telah memiliki kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis dan berfikir kreatif. Sekitar awal atau Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa (Nursalam dan Pariani, 2001). Menurut Wirawan (2002) bertambahnya usia, maka tingkat perkembangan akan sesuai dengan pengetahuan yang pernah didapat juga dari pengalamannya sendiri. Pada umur dua puluh seseorang telah memiliki kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada situasi baru, misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogis dan berfikir kreatif. Sekitar awal atau

b) Pengalaman

Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

c) Motivasi

Adalah dorongan yang bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan, dorongan ini diwujudkan dalam bentuk tindakan dan perilaku. Motivasi yang rendah akan menghasilkan tindakan yang kurang baik, motivasi yang diberikan oleh petugas kesehatan secara terus-menerus akan dapat mempengaruhi seseorang untuk merubah perilakunya ke arah perilaku yang positif (Solikhah, 1997).

d) Persepsi

Pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Suatu obyek yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh beberapa orang (Wirawan, 2002).

Semakin tinggi IQ seseorang akan semakin cerdas pula, secara potensial seseorang yang IQ-nya kurang akan banyak mengalami kesulitan belajar (Ahmadi, 1991). Seseorang yang memiliki IQ rendah akan terhambat proses belajarnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya juga terlambat.

2) Faktor Eksternal

a) Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam dan Pariani, 2001). Menurut IB Mantra (1994) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi sedangkan menurut Koentjoroningrat (1997) dikutip Nursalam (2001) sebaiknya tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan, pengetahuan dan sikap seseorang terhadap nilai- nilai baru yang diperkenalkan dan menurut Soekidjo Notoatmodjo (1997) bahwa pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan pemahaman yang lebih luas serta tingkat pendidikan yang rendah susah menerima pesan atau informasi yang disampaikan (Nasrul, 1998).

Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan dan kehidupan keluarganya. Dengan bekerja seseorang dapat berbuat sesuatu yang bernilai, bermanfaat memperoleh berbagai pengalaman (Notoatmodjo, 2003). Menurut Sarwono dan Wirawan (2005) seseorang yang bekerja, pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang tidak bekerja, karena seseorang akan banyak mempunyai informasi serta ibu yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi, termasuk kesehatan sehingga pengetahuan dan pengalaman lebih banyak.

Menurut Affandi (2000) lingkungan kerja dapat memberi pengaruh yang cukup besar bagi ibu hamil. Pada umumnya wanita yang mempunyai pekerjaan formal akan aktif dalam kegiatan- kegiatan sosial, sehingga kelompok wanita tersebut akan mendapatkan informasi mengenai kesehatan lebih banyak.

c) Penyuluhan

Meningkatkan pengetahuan masyarakat juga dapat melalui metode penyuluhan, dengan bertambahnya pengetahuan seseorang akan merubah pikirannya (Notoatmodjo, 2003).

Dengan majunya teknologi akan tersedia pula bermacam- macam media masa yang dapat mempengaruhi masyarakat tentang inovasi baru (Notoatmodjo, 2003).

e) Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan adalah input ke dalam diri seseorang sebagai system adaptif yang melibatkan baik faktor internal maupun eksternal. Menurut Affandi (2000) penduduk yang tinggal di daerah perkotaan sering dihubungkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan juga lebih baiknya sarana untuk mendapatkan informasi mengenai kesehatan sehingga pengetahuan ibu hamil mengenai kehamilan risiko tinggi lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan penduduk yang tinggal di pedesaan.

2. Faktor-Faktor Risiko dalam Kehamilan

a. Pengertian Risiko adalah suatu kemungkinan untuk terjadinya keadaan gawat darurat yang tidak diinginkan pada masa datang, yaitu kemungkinan terjadinya komplikasi obstetrik pada saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian dan kesakitan pada ibu dan bayinya (Rochjati, 2003).

atau bahaya yang lebih besar pada kehamilan/persalinan dibandingkan dengan kehamilan/persalinan normal. Ada sekitar 5-10% kehamilan yang termasuk dalam risiko tinggi (Suririnah, 2008).

b. Faktor-faktor Risiko 4T dalam Kehamilan

1) Terlalu muda (primi muda)

a) Pengertian terlalu muda (primi muda) Terlalu muda (primi muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang dari 20 tahun, dimana kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi mental yang belum siap menghadapi kehamilan serta menjalankan peran sebagai ibu (BKKBN, 2007).

b) Risiko yang dapat terjadi

Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu muda (primi muda) adalah : (1) Bayi lahir belum cukup bulan (2) Perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir (3) Perdarahan dapat terjadi setelah bayi lahir

c) Alasan yang perlu diketahui adalah : (1) Secara fisik

Kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal, mengakibatkan kesakitan dan kematian bagi ibu dan bayinya. Pertumbuhan dan perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat.

Tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat kehamilan.

2) Terlalu tua (primi tua) (Rochjati, 2003)

a) Pengertian terlalu tua (primi tua) Terlalu tua (primi tua) adalah ibu hamil pertama pada usia ≥ 35

tahun. Pada usia ini organ kandungan menua ,jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan besar ibu hamil mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan.

b) Risiko yang dapat terjadi

Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu tua (primi tua ≥ 35 tahun) adalah : (1) Hipertensi/tekanan darah tinggi (2) Pre-eklampsi (3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan

dimulai (4) Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa

(5) Perdarahan setelah bayi lahir (6) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gr

c) Alasan yang perlu diketahui adalah : (1) Meningkatnya komplikasi medis dan persalinan c) Alasan yang perlu diketahui adalah : (1) Meningkatnya komplikasi medis dan persalinan

3) Terlalu dekat jarak kehamilan

a) Pengertian terlalu dekat jarak kehamilan Terlalu dekat jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu

dengan berikutnya kurang dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu belum pulih, waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang (BKKBN, 2007).

b) Risiko yang dapat terjadi

Menurut BKKBN (2007) risiko yang mungkin terjadi pada kehamilan jarak dekat adalah : (1) Keguguran (2) Anemia (3) Bayi lahir belum waktunya (4) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (5) Cacat bawaan (6) Tidak optimalnya tumbuh kembang Balita

c) Alasan yang perlu diketahui adalah : (1) Kondisi rahim ibu belum pulih (2) Dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan (3) Waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang c) Alasan yang perlu diketahui adalah : (1) Kondisi rahim ibu belum pulih (2) Dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan (3) Waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang

melahirkan lebih dari 4 kali atau lebih. Kemungkinan akan ditemui kesehatan yang terganggu, kekendoran pada dinding perut, tampak pada ibu dengan perut yang menggantung.

b) Risiko yang akan terjadi

Menurut Rochjati (2003), risiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu banyak anak (4 kali melahirkan) adalah : (1) Kelainan letak, persalinan letak lintang (2) Robekan rahim pada kelainan letak lintang (3) Persalinan lama (4) Perdarahan pasca persalinan

c) Alasan yang perlu diketahui adalah : (1) Dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam kehamilan (2) Dapat menghambat proses persalinan, seperti kelainan letak (3) Tumbuh kembang anak kurang optimal (4) Menambah beban ekonomi keluarga

c. Kurangnya Perawatan Kehamilan (Antenatal care) Antenatal care adalah pengupayaan observasi berencana dan teratur terhadap ibu hamil melalui pemeriksaan, pendidikan, pengawasan secara dini terhadap komplikasi dan penyakit ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan (Manuaba, 2007). Kebijakan program

minimal empat kali selama kehamilan (Depkes, 2009). Menurut Saifuddin, dkk. (2002) jadwal kunjungan antenatal adalah: a) Satu kunjungan selama trimester I, pada usia kehamilan kurang dari 14 minggu; b) Satu kali kunjungan selama trimester II, pada usia kehamilan antara 14-28 minggu; c) Dua kali kunjungan selama trimester III, pada usia kehamilan antara 28-36 minggu dan sesudah 36 minggu. Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dirasakan ada gangguan atau bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam (Pusdiknakes, 2003).

Selama melakukan kunjungan antenatal care, ibu hamil akan mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada tidaknya kehamilan dan deteksi dini berbagai kemungkinan adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan (Adriaansz, 2008).

Ketidakpatuhan dalam pemeriksaan kehamilan dapat menyebabkan tidak dapat diketahuinya berbagai komplikasi ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan atau komplikasi hamil sehingga tidak segera dapat diatasi. Deteksi saat pemeriksaan kehamilan sangat membantu persiapan pengendalian risiko (Manuaba, 1999). Apalagi ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan Ketidakpatuhan dalam pemeriksaan kehamilan dapat menyebabkan tidak dapat diketahuinya berbagai komplikasi ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan atau komplikasi hamil sehingga tidak segera dapat diatasi. Deteksi saat pemeriksaan kehamilan sangat membantu persiapan pengendalian risiko (Manuaba, 1999). Apalagi ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan

3. Jenis Persalinan

a. Definisi Persalinan Persalinan merupakan rangkaian proses yang berakhir degan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri oleh pelahiran plasenta (Varney, 2007). Sedangkan menurut Manuaba (2002), persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).

b. Etiologi Persalinan Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostalglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan penyebab mulai dan berlangsungnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron (Wiknjosastro, 2005).

c. Diagnosis Persalinan Sebelum terjadi persalinan, wanita hamil memasuki kala pendahuluan (preparatory stage of labor) yang memberikan tanda-tanda

turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida, pada multipara tidak terlalu terlihat; b) Perut kelihatan lebih lebar, fundus uteri turun; c) Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin; d) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut “false labor pains”; e) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, sekresinya bertambah, dan bisa bercampur darah (bloody show) (Mochtar, 1998).

Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis normal yang dialami oleh sebagian besar wanita tanpa komplikasi, dan komplikasi pada ibu atau janin dapat muncul dengan cepat dan tanpa diduga-duga. Salah satu diagnosis paling penting dalam obstetrik adalah diagnosis persalinan secara akurat (Cunningham, 2007).

Kesalahan dalam mendiagnosis persalinan dapat menyebabkan timbulnya kegelisahan dan penanganan yang tidak perlu. Diagnosis dan konfirmasi saat persalinan dapat ditegakkan menurut kriteria sebagai berikut: a) Curiga atau antisipasi adanya persalinan jika wanita tersebut menunjukkan tanda atau gejala sebagai berikut: nyeri abdomen yang bersifat intermitten setelah usia kehamilan 22 minggu, nyeri disertai lendir darah, dan adanya pengeluaran air dari vagina atau keluarnya air secara tiba-tiba; b) Pastikan keadaan inpartu jika serviks terasa melunak, yaitu adanya pemendekan dan pendataran serviks secara progresif selama Kesalahan dalam mendiagnosis persalinan dapat menyebabkan timbulnya kegelisahan dan penanganan yang tidak perlu. Diagnosis dan konfirmasi saat persalinan dapat ditegakkan menurut kriteria sebagai berikut: a) Curiga atau antisipasi adanya persalinan jika wanita tersebut menunjukkan tanda atau gejala sebagai berikut: nyeri abdomen yang bersifat intermitten setelah usia kehamilan 22 minggu, nyeri disertai lendir darah, dan adanya pengeluaran air dari vagina atau keluarnya air secara tiba-tiba; b) Pastikan keadaan inpartu jika serviks terasa melunak, yaitu adanya pemendekan dan pendataran serviks secara progresif selama

d. Jenis – jenis Persalinan Ada beberapa jenis persalinan menurut Mochtar (1998). Menurut cara persalinan dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Partus biasa (normal) adalah proses lahirnya bayi pada Letak Belakang Kepala (LBK) dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Disebut juga sebagai persalinan eutosia. Persalinan eutosia menunjukkan bahwa power (P), passage (P), dan passenger (P) telah bekerja sama dengan baik; 2) Partus luar biasa (abnormal) adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat- alat atau melalui dinding perut dengan operasi sesarea.

Adapun menurut usia kehamilan, Mochtar (1998), membaginya menjadi: 1) Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin di bawah 1.000 gram, dan tua kehamilan kurang dari 28 minggu; 2) Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada usia kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur, dan berat janin antara 1.000 sampai 2.500 gram; 3) Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah partus pada kehamilan 36-40 minggu, janin matur, dan berat badan lebih dari 2.500 gram; 4) Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut postmatur; 5) Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, Adapun menurut usia kehamilan, Mochtar (1998), membaginya menjadi: 1) Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin di bawah 1.000 gram, dan tua kehamilan kurang dari 28 minggu; 2) Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada usia kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur, dan berat janin antara 1.000 sampai 2.500 gram; 3) Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah partus pada kehamilan 36-40 minggu, janin matur, dan berat badan lebih dari 2.500 gram; 4) Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut postmatur; 5) Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat,

e. Persalinan Spontan Persalinan dan kelahiran merupakan proses fisiologis normal yang dialami wanita (Cunningham, 2007). Persalinan spontan (eustosia) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup bulan, melalui jalan lahir (pervaginam), dengan kekuatan ibu sendiri atau tanpa bantuan (Manuaba, 1998). Proses Persalinan

Dalam persalinan pervaginam terdapat tiga faktor yang memegang peranan penting, yaitu 1) kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan (power); 2) keadaan jalan lahir (passage); dan 3) janinnya sendiri (passenger) (Mochtar, 1998; Wiknjosastro, 2005).

His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, jika his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul (Wiknjosastro, 2005). Keadaan bagian terbesar His adalah kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, jika his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul (Wiknjosastro, 2005). Keadaan bagian terbesar

Sampai di dasar atas panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimum (Wiknjosastro, 2005). Fleksi menyebabkan berkurangnya diameter anteroposterior kepala. Hal ini terjadi saat kepala mengenai pita muskulus levator ani, sehingga terjadi pengurangan diameter sekitar 1,5 cm sampai 2,5 cm. Selanjutnya juga terjadi fleksi kembali sehingga tercapai diameter suboksipitobregmatikus 9,5 cm (Wolcott dan Bailey, 2007).

Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam. Rotasi ini menyebabkan janin memutar kepala dari posisi melintang (UUK melintang) menjadi anteroposterior (umumnya UUK depan). Ekstensi kepala memungkinkan kepala keluar melalui introitus vagina dengan posisi ubun-ubun kecil di depan (Wolcott dan Bailey, 2007). Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai titik tumpuan (hipomoklion), kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan (Wiknjosastro, 2005).

Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum.

tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya bahu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar (Wiknjosastro, 2005). Putaran paksi luar menyebabkan kepala kembali ke posisi awal, yaitu melintang. Sementara itu diameter bisakromial (bahu janin) mengadakan penyesuaian dalam posisi anteroposterior dengan diameter terbesar pintu bawah panggul. Selanjutnya terjadi pengeluaran bahu depan melalui bawah simfisis dan bahu belakang melalui dinding posterior vagina (fourchette) (Wolcott dan Bailey, 2007).

f. Persalinan dengan Tindakan Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi adanya penyulit. Sehingga persalinan dilakukan dengan memberikan tindakan menggunakan alat bantu. Persalinan tindakan dilakukan jika kelahiran spontan diduga berisiko lebih besar pada ibu atau anak daripada tindakannya (Chamberlain dan Steer, 1999). Persalinan tindakan terdiri dari:

1) Persalinan tindakan pervaginam Apabila persyaratan pervaginam memenuhi. Persalinan tindakan pervaginam meliputi: ekstraksi vakum dan forsep untuk bayi yang masih hidup dan embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal.

Apabila persyaratan persalinan pervaginam tidak memenuhi. Persalinan tindakan ini berupa seksio sesarea. Hal-hal yang menyebabkan persalinan dilakukan dengan tindakan adalah adanya faktor penyulit pada saat persalinan yang berasal dari faktor kekuatan his ibu (power), faktor bayi (passanger) atau faktor jalan lahir (passage).

Hambatan dalam persalinan normal sering muncul oleh karena adanya faktor-faktor risiko yang kurang terdeteksi dengan baik pada masa kehamilan, sehingga sering terjadi persalinan macet atau persalinan lama. Kata persalinan lama atau distosia (penyulit) merupakan persalinan yang gagal berjalan secara normal dan menyebabkan kesulitan pada ibu dan bayi, jika persalinan tidak lengkap atau selesai dalam 18 jam pada primigravida (wanita yang pertama kali hamil sebelumnya) (Depkes RI, 1996). Penyebab persalinan lama adalah :

a) Intensitas dan frekuensi dari kontraksi rahim yang tidak adekuat. Hal ini sering disebut dengan inersia uteri, yaitu keadaan yang menunjukkan kontraksi rahim melemah atau kekuatan kontraksi rahim tidak sesuai dengan besarnya pembukaan mulut rahim. Inersia uteri ada dua, yaitu: (1) Inersia uteri primer, kontraksi rahim tidak pernah sesuai

dengan besarnya pembukaan rahim.

kekuatan yang sesuai dengan besarnya pembukaan mulut rahim, tetapi kemudian melemah.

Inersia uteri dapat disebabkan oleh infeksi selaput ketuban (korioamnionitis),

melahirkan, atau

ketidakseimbangan janin panggul (Endjun, 2002).

b) Kekuatan his yang tidak adekuat dari rahim (dalam kasus kembar

atau bayi besar).

c) Posisi dari bayi dalam rahim yang tidak baik/normal

d) Panggul yang tidak cukup untuk lewatnya kepala bayi (disproporsi panggul-bayi), dalam hal ini seksio sesarea adalah pilihan yang terbaik.

Dalam menangani masalah persalinan macet atau lama, maka untuk menolong keselamatan ibu dan bayi dalam proses persalinan, sering kali dilakukan tindakan persalinan operatif dengan menggunakan bantuan alat-alat tertentu. Adapun tindakan tersebut adalah:

a) Persalinan dengan Ekstraksi Vakum

Persalinan melalui vagina atau jalan lahir dengan menggunakan bantuan alat ekstraksi vakum, yaitu suatu cup yang terbuat dari baja atau sebuah plastik yang fleksibel lentur (Ling dan Duff, 2001). Indikasi persalinan yang dapat ditolong dengan ekstraksi vakum adalah: Persalinan melalui vagina atau jalan lahir dengan menggunakan bantuan alat ekstraksi vakum, yaitu suatu cup yang terbuat dari baja atau sebuah plastik yang fleksibel lentur (Ling dan Duff, 2001). Indikasi persalinan yang dapat ditolong dengan ekstraksi vakum adalah:

meconium dalam cairan amnion). (4) Toksemia gravidarum (5) Ruptura uteri mengancam.

Persalinan dengan indikasi tersebut dapat dilakukan dengan ekstraksi vakum dengan catatan persyaratan persalinan pervaginam memenuhi (Chamberlain dan Steer, 1999).

Gambar 2.1 Persalinan Tindakan Ekstraksi Vakum

b) Persalinan dengan Forsep

Merupakan persalinan tindakan melalui jalan lahir dengan menggunaan alat berbentuk bilah baja dobel yang ditempatkan dalam vagina dan pada sisi lain terkunci sebagai penjepit kepala bayi. Terdapat prasyarat tertentu yang wajib dipenuhi sebelum menggunakan forsep, karena persalinan dengan forsep hanya dapat Merupakan persalinan tindakan melalui jalan lahir dengan menggunaan alat berbentuk bilah baja dobel yang ditempatkan dalam vagina dan pada sisi lain terkunci sebagai penjepit kepala bayi. Terdapat prasyarat tertentu yang wajib dipenuhi sebelum menggunakan forsep, karena persalinan dengan forsep hanya dapat

Adapun indikasi persalinan dengan tindakan bantuan ekstraksi forcep atara lain: (1) Gawat janin, yang ditandai dengan denyut jantung janin menjadi

cepat atau lambat dan tidak teratur, serta adanya meconium (pada janin letak kepala).

(2) Ruptur uteri mengancam (3) Adanya edema pada vagina atau vulva (4) Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat, lokia

berbau (5) Eklamsia mengancam (6) Partus tidak maju-maju (7) Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga (exhausted mother).

Persalinan seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina. Persalinan ini dilakukan apabila persalinan pervaginam tidak dimungkinkan. Indikasi utama persalinan seksio sesarea terprogram adalah disproporsi kepala panggul (panggul sempit), karena tidak mungkin lagi untuk persalinan pervaginam. Sedangkan indikasi seksio sesarea tidak terprogram adalah tidak adanya kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal (Gifford, 2000).

Gambar 2.3 Persalinan Tindakan Seksio Sesarea

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yaitu :

1) Power Power adalah kekuatan-kekuatan yang ada pada Ibu seperti kekuatan his dan mengejan yang dapat menyebabkan serviks 1) Power Power adalah kekuatan-kekuatan yang ada pada Ibu seperti kekuatan his dan mengejan yang dapat menyebabkan serviks

2) Passage Passage adalah keadaan jalan lahir. Jalan lahir mempunyai kedudukan penting dalm proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan demikian evaluasi jalan lahir merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau sectio caesarea. Pada jalan lahir dengan tulang panggul ukuran normal apapun jenisnya, untuk kelahiran pervaginam dengan janin berat badan normal tidak akan mengalami kesukaran. Tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan, atau hal-hal lain, ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standar normal sehingga dapat mempersulit persalinan pervaginam (Wiknjosastro, 1999). Jalan lahir bagian lunak yang berperan pada persalinan adalah segen bawah rahim, servik uteri dan vagina. Di samping itu otot-otot jaringan ikat dan ligamen yang menyokong alat-alat urogenital juga sangat berperan dalam proses persalinan (Mochtar, 1998).

Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan. Pada keadaan normal, bentuk bayi, berat badan, posisi dan letak dalam perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk dilahirkan, bayi mempunyai kekuatan mendorong dirinya keluar sehingga persalinan berjalan spontan. Distosia (penyulit) persalinan yang disebabkan oleh kelainan janin atau bayi (passenger) antara lain (Patel dan Murphy, 2004) :

a) Kelainan pada letak kepala

b) Letak sungsang

c) Letak melintang

d) Presentasi rangkap/ganda

e) Kelainan bentuk dan besar janin (ada tidak kelainan kongenital)

f) Tali pusat menumbung

4. Hubungan antara Pengetahuan Faktor Risiko Kehamilan dan Jenis Persalinan

Menurut WHO, pengetahuan seseorang berasal dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yag sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (WHO, 1992).

kandungan maka kepatuhan seseorang untuk memeriksakan kehamilannya juga akan dapat terjaga. Apabila pengetahuan belum sepenuhnya dimiliki maka untuk mengikuti anjuran untuk memeriksakan kehamilannya kurang dapat terwujud, sehingga dengan kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan akan memudahkan terjadinya permasalahan pada kehamilan dan persalinan. Sesuai dengan penelitian Nurachmah (2004) kurangnya pengetahuan tentang kehamilan merupakan penyebab utama terjadinya kematian ibu pada saat melahirkan, karena kualitas kehamilan sangat menentukan keberhasilan proses persalinan secara aman.