BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Manajemen Berbasis Sekolah (Pilar Manajemen Sekolah) di SD Negeri Pengilon Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  

2.1 Prinsip, dan Pelaksanaan

Konsep, Manajemen Berbasis Sekolah

2.1.1 Definisi Manajemen

  Manajemen pada hakikatnya dapat dipahami sebagai proses kerja sama dua orang atau lebih dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Amtu, 2011: 1). Bafadal (2009: 39) mendefinisikan manajemen sebagai proses pendayagunaan semua orang dan fasilitas. Slameto (2009: 2) mendefinisikan manajemen sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Sejalan dengan Slameto, Pidarta (2004: 4) berpendapat bahwa manajemen diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.

  Stoner (dalam Handoko, 2011: 8) mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Secara khusus dalam konteks pendidikan, Mulyono (2008: 18) memberikan pengertian manajemen dalam kegiatan pendidikan yang diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan evaluasi dalam kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh pengelola pendidikan untuk membentuk peserta didik yang berkualitas sesuai dengan tujuan.

  Terdapat persamaan pendapat para ahli bahwa manajemen mengacu pada proses. Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa manajemen adalah proses perencanaan, sampai pada pelaksanaan, semuanya mengacu pada pengelolaan yang ditujukan pada sumber-sumber yang ada, baik manusia dan materi. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa manajemen sekolah dasar merupakan proses pengelolaan sumber daya dalam sekolah dasar untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

2.1.2 Definisi Manajemen Berbasis Sekolah

  Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong mengambil keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan kota (Dally, 2010: 10). Barlian (2013: 2) menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah merupakan suatu bentuk manajemen/pengelolaan sekolah yang sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, sesuai dengan aturan perundang-undangan pendidikan yang berlaku.

  Farid (2013: 114) menguraikan bahwa manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi ini diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru manajemen pendidikan yang memberikan otonomi luas pada sekolah dan pelibatan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat (Mulyasa, 2011: 33). pengelolaan yang diarahkan oleh pemerintah diharapkan mampu mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan mutu sekolah. Dari pengertian para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa manajemen berbasis sekolah adalah pengelolaan struktur penyelenggaraan pendidikan yang terdesentralisasi dengan penempatan sekolah sebagai unit utama peningkatan mutu pendidikan. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa manajemen berbasis sekolah sebagai upaya memotivasi kepala sekolah untuk lebih bertanggung jawab terhadap mutu peserta didik.

2.1.3 Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

  Malen (dalam Hasbullah, 2006: 72) menguraikan bahwa manajemen berbasis sekolah diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah yaitu menyangkut efektivitas, kualitas, efisiensi, inovasi, relevansi, dan pemerataan serta akses pendidikan. Manajemen berbasis sekolah bertujuan memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif (Dwiningrum, 2011: 178).

  Slameto (2009: 59) menguraikan bahwa tujuan manajemen berbasis sekolah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber dayanya untuk meningkatkan mutu sekolah. Pada prinsipnya manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan (Supriadi, 2004: 18).

  Manajemen berbasis sekolah dianggap berhasil apabila kualitas layanan pendidikan menjadi lebih baik, karena layanan pendidikan tersebut berkualitas mengakibatkan prestasi akademik dan prestasi non akademik siswa juga meningkat (Nurkholis, 2006: 274). sekolah dapat menganalisis kebutuhannya sehingga dapat memaksimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan dan peningkatan mutu sekolah. Selain itu, manajemen berbasis sekolah memiliki beberapa fungsi yaitu: (1) meningkatkan mutu pendidikan, (2) meningkatkan kepedulian warga dan masyarakat, (3) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada wali murid, dan (4) menciptakan kompetisi yang sehat antar sekolah terkait mutu pendidikan yang akan dicapai.

  Dengan demikian manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

2.1.4 Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah

  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat (1) menyatakan bahwa, “Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik”. Sejalan dengan amanat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 49 Ayat (1) menyatakan:

  “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”. Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, prinsip manajemen berbasis sekolah meliputi: (1) kemandirian, (2) keadilan, (3) keterbukaan, (4) kemitraan, (5) partisipatif, (6) efisiensi, dan (7) akuntabilitas. Ketujuh prinsip tersebut disingkat dengan K4 PEA. (Dirjendikdas, 2013: 10-11).

  Menurut Nurkholis (2006: 52-55) manajemen berbasis sekolah memiliki empat prinsip meliputi :

1. Prinsip Ekuifinalitas

  kondisi mereka masing-masing.

  2. Prinsip Desentralisasi Sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul.

  3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri Sekolah memiliki otonomi tertentu untuk mengembangkan tujuan pengajaran, strategi manajemen, distribusi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing.

  4. Prinsip Inisiatif Manusia Sekolah memperlakukan aspek sumber daya manusia sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan.

  Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar terhadap sekolah untuk mengambil keputusan, maka implementasi prinsip manajemen berbasis sekolah di sekolah sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah boleh menambah prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah yang sesuai dengan karakteristik sekolah, guna mempercepat upaya peningkatan mutu sekolah baik secara akademik maupun non akademik.

2.1.5 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

  Dalam kerangka implementasi manajemen berbasis sekolah, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan, aspek-aspek tersebut adalah (1) pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, (2) partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, (3) kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, (4) adanya team work yang tinggi dan profesional (Mulyasa, 2011: 36).

  Slameto (2009: 62) menguraikan bahwa manajemen berbasis sekolah sebagai model pengelolaan sekolah yang bermutu mempunyai karakteristik antara lain: (1) mampu memberikan otonomi dan kemandirian kepada sekolah, (2) mampu mendorong terciptanya melibatkan secara langsung warga sekolah, (4) menggunakan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

  Di sisi lain, Levacic (dalam Bafadal, 2009: 91) mengajukan ada delapan langkah pokok dalam implementasi manajemen berbasis sekolah antara lain: (1) penetapan tujuan sekolah, (2) review keberhasilan pelaksanaan rencana tahunan sekolah sebelumnya, (3) pengembangan prioritas kerja dan jadwal waktu pelaksanaan, (4) justifikasi program prioritas dalam kesesuaiannya dengan konteks sekolah, (5) perbaikan rencana dengan melengkapi berbagai aspek perencanaan, (6) implikasi sumber daya dalam pelaksanaan program prioritas, (7) pelaporan hasil.

  Sejalan dengan Levacic, Dimmock (dalam Bafadal, 2009: 91) mendefinisikan bahwa proses pelaksanaan manajemen berbasis sekolah meliputi: self-planning,

  

self organization, self-actuation, self-coordination, self-

direction, dan self-evaluation. Menurut Dirjendikdas

  (2013: 18), komponen-komponen yang harus dikelola dengan baik dalam rangka mewujudkan manajemen berbasis sekolah adalah: (1) kurikulum dan pembelajaran, (2) peserta didik, (3) pendidik dan tenaga kependidikan, (4) pembiayaan, (5) sarana dan prasarana, (6) hubungan sekolah dan masyarakat, serta (7) budaya dan lingkungan sekolah.

  Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah memerlukan situasi dan kondisi tertentu sebagai syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Persyaratan yang harus ada dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah meliputi pendidik dan tenaga kependidikan, kualitas layanan yang diberikan kepada siswa, adanya upaya pembaharuan dari sekolah, transparansi, dan lingkungan yang mendukung penyelenggaraan sekolah.

2.1.6 Pilar Manajemen Berbasis Sekolah

  Depdiknas (2006: 5) menguraikan ada tiga pilar program manajemen berbasis sekolah untuk me- ningkatkan mutu pendidikan: Manajemen sekolah adalah segala proses pen- dayagunaan semua komponen baik komponen manusia maupun non manusia yang dimiliki sekolah dalam rangka mencapai tujuan secara efisien.

  2. Pembelajaran PAKEM PAKEM merupakan inovasi pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa pada setiap kegiatan pembelajaran. PAKEM singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Dengan adanya inovasi pembelajaran ini, siswa diharapkan untuk lebih aktif dan kreatif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Suasana pembelajaran PAKEM yang menyenangkan, akan menciptakan kepercayaan diri dari siswa dengan tidak merasa tegang dan pembelajaran yang berlangsung tidak terasa membosankan.

  3. Peran Serta Masyarakat (PSM) Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan per- masalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Dalam Manajemen Berbasis Sekolah peran serta masyarakat berarti partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan- permasalahan yang berkaitan dengan sekolah tersebut.

  Penelitian ini hanya difokuskan pada pilar pertama manajemen berbasis sekolah yaitu pilar manajemen sekolah sebagai proses pengelolaan sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pengelolaan sekolah ini meliputi: kurikulum dan pembelajaran, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, pembiayaan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat, budaya dan lingkungan sekolah.

2.2 Evaluasi Program

2.2.1 Evaluasi

  Ada dua istilah yang dipergunakan untuk evaluasi, yaitu evaluation research (riset evaluasi) atau evaluative

  

research (riset evaluatif), evaluation (evaluasi), dan

evaluation science (sains evaluasi). Istilah riset evaluasi

  dipopulerkan oleh F.G Caro. Semenjak itu sebagian teoritisi evaluasi, peneliti, lembaga pemerintah, dan lembaga swasta menggunakan istilah riset evaluasi. Sedangkan sejumlah teoritisi lainnya seperti Daniel Stufflebeam dan Antony J. Shinkfield, Blaine R. Worthen dan James R Sanders, dan Raymond G. Carey menggunakan istilah evaluasi (Wirawan, 2011: 2)

  Menurut Daniel L. Stufflebeam (dalam Wirawan, 2011: 7) mendefinisikan evaluasi sebagai berikut:

  “Evaluation is the process of delinieting, obtaining, reporting, and applying descriptive and judgmental information about s ome object’s merit, worth, probity and significance in order to guide dicision making, support accountability, disseminate affective practices, and increase understanding of the involved phenomena”

  Arikunto dan Jabar (2010: 2) mendefinisikan bahwa evaluasi sebagai kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Sejalan dengan Arikunto, Tyler (dalam Tayibnapis, 2008: 3) mendefinisikan evaluasi sebagai proses menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasi- kan dan menyajikan informasi tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya (Widoyoko, 2013: 6).

  Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa evaluasi bertujuan untuk menilai hal atau objek tertentu untuk menentukan keputusan selanjutnya. Evaluasi pelaksanaan suatu kegiatan dalam sebuah apakah program yang dijalankan efektif atau mendukung peningkatan mutu sekolah. Program atau kegiatan yang dinilai tidak efektif atau kurang mendukung peningkatan mutu sekolah dapat ditinjau ulang atau dihapus.

  2.2.2 Program

  Program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan maka program merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan (Arikunto dan Jabar, 2010: 4). Herman (dalam Tayibnapis, 2008: 9) menguraikan bahwa program ialah segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Di sisi lain, Widoyoko (2013: 8) mendefinisikan program sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan saksama dan dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang.

  Uraian tersebut menguraikan pengertian program yang dapat ditarik benang merah sebagai kumpulan proyek yang berhubungan dan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis untuk mencapai sebuah tujuan. Dalam hal pendidikan, program diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dapat menimbulkan pengalaman belajar peserta didik hingga mencapai tujuan yang diinginkan. Melalui program, segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Program dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan staf/tenaga pelaksana, anggaran, dan visi misi yang hendak dicapai.

  2.2.3 Evaluasi Program

  Evaluasi program merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan secara cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan atau keberhasilan suatu program dengan cara mengetahui program yang sedang berjalan maupun program yang telah berlaku (Widoyoko, 2013: 10) Stufflebeam (dalam Arikunto dan Jabar, 2010: 5) mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Menurut Tyler yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2010: 5), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan.

  Definisi evaluasi program menurut Wirawan (2011: 17) adalah metode sistematik untuk mengum- pulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program. Arikunto dan Jabar (2010: 7), menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program: 1. kegiatan penelitian, peneliti ingin

  Dalam mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.

  2. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksanan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa evaluasi program merupakan proses pengumpulan dan analisis data atau informasi yang ilmiah, untuk mengetahui apakah tujuan program telah terealisasi yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan.

  

Ciri-ciri dan persyaratan evaluasi program

  Menurut Arikunto dan Jabar (2010: 8) evaluasi program memiliki cirri-ciri dan persyaratan sebagai berikut : 1.

  Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya; 2. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dari objek yang dievaluasi;

  3. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program;

  4. Menggunakan standar, kriteria, atau tolak ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan;

  5. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolak ukur;

  6. informasi yang diperoleh dapat Agar menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator program yang dievaluasi;

  7. Standar, kriteria, atau tolak ukur ditetapkan pada indikator yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan;

  Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akuran sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.

2.2.5 Tujuan Evaluasi Program

  Tujuan dari pelaksanaan evaluasi program menurut Wirawan (2011: 22) adalah: 1) mengukur pengaruh program yang dilaksanakan terhadap masyarakat, 2) Mengukur apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, 3) Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar, 4) Untuk mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan dan mana yang tidak jalan, 5) Pengembangan staf program, 6) Akreditasi program, 7) Mengukur cost effectiveness dan cost efficiency, 8) Mengambil keputusan mengenai program, 9) Accountabilitas, 10) Memberikan balikan pada kepada pimpinan dan staf program.

  Menurut Tayibnapis (2008: 2), evaluasi program dilakukan dengan tujuan: 1) Membuat kebijaksanaan dan keputusan, 2) Menilai hasil yang dicapai para pelajar, 3) Menilai kurikulum, 4) Memberi kepercayaan kepada sekolah, 5) Memonitor dana yang telah diberikan, 6) Memperbaiki materi dan program pendidikan.

  Tujuan evaluasi program untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagaimana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya (Arikunto dan Jabar, 2010: 18).

  Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa tujuan dari evaluasi program adalah mengumpulkan informasi yang akurat untuk menilai proses pelaksanaan program, menilai hasil yang telah dicapai program, menilai tingkat kebermanfaatan program sehingga dapat diperoleh upaya tindak lanjut untuk memperbaikinya.

   Manfaat Evaluasi Program

  Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya, dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.

  Arifin (2009: 4) menguraikan manfaat evaluasi program yaitu dapat memberikan informasi yang akurat dan objektif bagi pembuat kebijakan untuk mengambil keputusan. Keputusan yang diambil yaitu: 1) menghentikan program, 2) merevisi program, 3) melanjutkan program, 4) menyebarluaskan program. Pendapat senada juga dikemukakan Arikunto dan Jabar (2010: 22) bahwa kegiatan evaluasi program dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.

  Dua pendapat tersebut bermuara pada satu titik yang dapat dinyatakan bahwa manfaat evaluasi program adalah: 1.

  Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

  2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan tapi hanya sedikit).

  3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

  4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program ditempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

  Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, terdapat banyak model yang digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Model-model tersebut adalah: a.

   Goal Based Evaluation Model Goal based evaluation model merupakan model

  yang muncul paling awal. Model ini dikembangkan oleh Ralph W. Tyler. Model evaluasi berbasis tujuan secara umum mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program atau proyek dapat dicapai atau tidak. Model evaluasi ini memfokuskan pada mengumpulkan informasi yang bertujuan mengukur pencapaian tujuan kebijakan, program, dan proyek untuk pertanggungjawaban dan pengambilan kesimpulan (Wirawan, 2011: 81).

  b.

  Goal Free Evaluation Model (Model Evaluasi Bebas Tujuan)

  Model ini dicetuskan oleh Michael Scriven. Dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, yang diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program dengan jalan mengidentifikasi penampilan yang terjadi, baik hal positif (hal yang diharapkan) maupun hal negatif (hal yang sebetulnya memang tidak diharapkan) (Wirawan, 2011: 84) c. Formatif-Summatif Evaluation Model

  Model Evaluasi Formatif Sumatif ini dikemukan oleh Michael Scriven (dalam Wirawan, 2011: 86). Model ini didesain dan dipakai untuk memperbaiki objek, terutama ketika objek sedang dikembangkan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau sudah dilaksanakan (evaluasi sumatif).

  d.

  Model evaluasi responsif Model evaluasi responsif dikembangkan oleh

  Robert Stake. Menurut Stake, evaluasi disebut responsif jika memenuhi kriteria: (1) Lebih berorientasi secara langsung kepada aktivitas program daripada tujuan program; (2) Merespon kepada persyaratan kebutuhan informasi dari orang-orang dilayani dilaporkan dalam kesuksesan dan kegagalan program (Wirawan, 2011: 90) e.

  Model Evaluasi Context, Input, Process, Product

  Context,

  Stufflebeam menyatakan model evaluasi

  Input, Process, Product

  merupakan kerangka yang komprehensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluasi formatif dan sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, produk, institusi, dan sistem. Model Context, Input, Process, Product terdiri dari empat jenis evaluasi yang mencakup konteks (context), masukan (input), proses (proces), dan hasil (product), yang disingkat menjadi CIPP (Wirawan, 2011: 92).

  f.

  Discrepancy Model (Model Evaluasi Kesenjangan) Kata discrepancy adalah istilah Bahasa Inggris, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

  Model yang dikembangkan menjadi “kesenjangan”. oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen. Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini menekankan pada kesenjangan yang sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riil dicapai (Arikunto dan Jabar, 2010: 48).

  g.

  CSE-UCLA Evaluasi Model Model Evaluasi dari UCLA yaitu CSE, CSE-UCLA model UCLA adalah singkatan dari University of

  California Los Angeles, sedangkan CSE ialah Center

  

for The Study of Evaluation. Model CSE-UCLA

  mempunyai lima tahap evaluasi yaitu: perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak. Model ini disempurnakan oleh Fernandes menjadi empat tahap, yaitu: (1) Needs Assesment (hal yang perlu dipertimbangkan, kebutuhan, dan tujuan jangka jauh), (2) Program Planning (rencana disusun

  Evaluation (keter-laksanaan program), (4) Summative Evaluation (hasil dan dampak dari program)

  (Arikunto dan Jabar, 2010: 44).

  h.

  Countenance Evaluation Model (Model Evaluasi Pertimbangan)

  Model ini dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan pada dua operasi pokok, yaitu: (1) Deskripsi (description), berisi tujuan apa yang diharapkan dari program dan pengamatan apa yang terjadi, (2) Pertimbangan (judgment). Ada tiga tahap evaluasi program, yaitu: anteseden (antecedents, context), transaksi (transaction,

  process), keluaran (output, outcomes) (Arikunto dan Jabar, 2010: 43).

  Pada penelitian ini model evaluasi program yang

  Context, Input, Process,

  digunakan adalah model evaluasi

  

Product (CIPP) . Model evaluasi CIPP dalam penelitian ini

  digunakan untuk mengevaluasi program manajemen berbasis sekolah yang telah diterapkan di SD Negeri Pengilon Kecamatan Bulu. Model evaluasi CIPP dipilih sebagai model evaluasi penelitian karena model ini mudah dipahami dan dilaksanakan untuk memudahkan pengambilan kebijakan.

2.2.8 Model Evaluasi Program CIPP

  Context,

  Stufflebeam menyatakan model evaluasi

  Input, Process, Product

  merupakan kerangka yang komprehensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluasi formatif dan sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, produk, institusi, dan sistem. Model

  

Context, Input, Process, Product terdiri dari empat jenis

  evaluasi yang mencakup konteks (context), masukan (input), proses (proces), dan hasil (product), yang disingkat menjadi CIPP (Wirawan, 2011: 92).

  Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang jika tim evaluator sudah menentukan model evaluasi CIPP sebagai model evaluasi yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang akan ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen- komponennya.

  Evaluasi konteks (context evaluation) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset, dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang, dan hasilnya.

  Evaluasi masukan (input evaluation) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan, rencana tindakan, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumber daya, pelaksana dan jadwal kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program.

  Evaluasi proses (process evaluation) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja program dan memperkirakan hasilnya.

  Evaluasi hasil ( product evaluation) dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Menurut Stufflebeam, evaluasi hasil ini dapat dibagi ke dalam penilaian terhadap dampak

  (sustainability), dan daya adaptasi (transportability).

  Berdasarkan uraian tersebut dapat dimaknai bahwa model evaluasi CIPP terdiri atas evaluasi konteks, evaluasi masukan, evaluasi proses dan hasil. Evaluasi yang dianalisis dari beberapa komponen ini dimaksudkan agar memudahkan mendata kekurangan selama program dilaksanakan, sehingga pengelola program lebih mudah dalam mengambil tindakan lanjutan.

2.2.9 Evaluasi Program Manajemen Berbasis Sekolah

  Evaluasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan hasil tentang manajemen berbasis sekolah. Informasi hasil ini kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, berarti manajemen berbasis sekolah efektif, sebaliknya apabila hasil tidak sesuai dengan sasaran maka manajemen berbasis sekolah dianggap tidak efektif atau gagal (Depdiknas, 2004: 54).

  Kegiatan evaluasi yang tertuang dalam peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan adalah rangkaian kegiatan membanding- kan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (output) terhadap rencana dan standar. Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program di masa yang akan datang.

  Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terhadap pelaksanaan pengelolaan pendidikan di sekolah dilakukan evaluasi secara berkala, evaluasi sebagaimana dimaksud meliputi: (a) kinerja kepala sekolah, (b) akreditasi; dan (c) sertifikasi. Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud diatas diwajibkan mengikutsertakan komite sekolah yang memiliki kepedulian di bidang pelaksanaan penilaian diatur lebih lanjut.

  Pada penelitian ini evaluasi merupakan suatu desain dan prosedur dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematis untuk menetukan nilai atau manfaat (worth) dari suatu praktik (pendidikan) (Sukmadinata, 2010: 120). Evaluasi dalam penelitian ini adalah evaluasi sumatif di mana evaluasi yang dilakukan diarahkan untuk mengevaluasi hasil, untuk menilai sebuah program efisien atau efektif, dan menentukan keputusan terkait dilanjutkan atau tidaknya program tersebut.

  Secara garis besar, evaluasi program manajemen berbasis sekolah dalam penelitian ini menyajikan evaluasi pelaksanaan program manajemen berbasis sekolah di sekolah, sehingga fokus dari penelitian ini adalah pada hasil program manajemen berbasis sekolah yang telah diterapkan. Evaluasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan. Hasil evaluasi dapat memberikan masukan terhadap keseluruhan komponen manajemen berbasis sekolah, baik pada konteks, input, proses, output, maupun

  

outcome-nya. Masukan-masukan tersebut akan diguna-

kan untuk pengambilan keputusan.

2.3 Kajian Riset Terdahulu

  Penelitian yang mengarah pada evaluasi program manajemen berbasis sekolah belum banyak dijumpai. Namun banyak peneliti yang tertarik pada manajemen berbasis sekolah sebagai kajian penelitian. Berikut ini penelitian-penelitian terdahulu mengenai manajemen berbasis sekolah dan evaluasi pendidikan.

  Penelitian tentang manajemen pendidikan, manajemen berbasis sekolah dan evaluasi pendidikan banyak dikaji karena pada manajemen pendidikan selalu terdapat persoalan yang menantang untuk dipecahkan. Penelitian tersebut antara lain ditulis oleh Sarjono (2009) dengan judul penelitian Implementasi Peningkatan Prestasi Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Balerejo 1 Kecamatan Dempet Kabupaten Demak. Penelitian ini mendeskripsikan implementasi manajemen berbasis sekolah yang diterapkan pada sekolah dasar selama delapan bulan. Implementasi difokuskan pada penyusunan rencana kerja kepala sekolah, implementasi rencana kerja keseluruhan, serta evaluasi dan monitoring yang dilakukan kepala sekolah. Penelitian yang dilakukan terhadap kepala sekolah terdata kepala sekolah selalu didukung guru walaupun guru wiyata bakti. Dukungan guru tersebut merupakan kemampuan kepala sekolah dalam membentuk team work yang kompak dan transparan. Dalam manajemen berbasis sekolah, keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Keberhasilan manajemen berbasis sekolah merupakan hasil sinergi dari kolaborasi tim yang kompak dan transparan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Sarjono tersebut memberikan kontribusi terhadap pengembangan implementasi manajemen berbasis sekolah di sekolah- sekolah khususnya dalam pengembangan program kerja kepala sekolah. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa manajemen berbasis sekolah yang dilaksanakan di SD Negeri Balerejo 1 berhasil dan efektif untuk meningkatkan prestasi sekolah. Perbedaan penelitian Sarjono dengan penulis adalah Sarjono meneliti implementasi manajemen berbasis sekolah, sedangkan penulis mengkaji tentang evaluasi penerapan manajemen berbasis sekolah di sekolah dasar.

  Sentosa (2012) dengan judul penelitian Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Manajemen Berbasis Sekolah (Studi pada Tiga Sekolah Menengah Pertama yang Sebelumnya Menjadi Rintisan Program Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di Kabupaten Jembrana). Hasil penelitian ini adalah (1) berbasis sekolah adalah terkait dari pola pikir sebagian

  

stakeholder yang tidak sungguh-sungguh menyikapi

  perubahan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, (2) Upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah dengan cara melakukan kerjasama antara sekolah dengan komite, dewan guru, orang tua siswa, dan tokoh masyarakat secara optimal agar seluruh

  

stakeholder yang ada dapat mengerti dan memahami

  program manajemen berbasis sekolah secara benar sehingga mereka mempunyai perhatian/kepedulian, kesadaran, dan tanggung jawab terhadap keberadaan dan keberlangsungan program manajemen berbasis sekolah yang dapat meningkatkan mutu pendidikan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Sentosa memiliki kesamaan dengan kajian yang dilakukan penulis yaitu meneliti pada kajian manajemen berbasis sekolah. Selain itu kesamaan terdapat pada jenis penelitian yaitu penelitian evaluatif. Perbedaannya adalah penelitian penulis terfokus pada evaluasi program manajemen berbasis sekolah di sekolah dasar, sedangkan Sentosa terfokus pada tiga SMP di Kabupaten Jembrana. Baik penelitian penulis maupun Sentosa memiliki tujuan yang sama yaitu peningkatan mutu sekolah untuk menciptakan generasi sekolah yang maju.

  Sugito (2013) dengan judul penelitian Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada Sekolah Dasar. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengevaluasi implementasi pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di SD Daerah Istimewa Yogyakarta yang menitikberatkan pada aspek: (1) Penyusunan program sekolah; (2) Penyusunan Anggaran Sekolah; (3) Partisipasi masyarakat; (4) Memberi solusi perbaikan atas implementasi manajemen berbasis sekolah di SD.

  Hasil penelitian ini adalah masih banyak kendala implementasi manajemen berbasis sekolah di lapangan di antaranya rendahnya kepemimpinan kepala sekolah, pemahaman konsep manajemen berbasis sekolah yang tidak seragam karena Pemerintah dan Pemerintah pelatihan manajemen berbasis sekolah.

  Penelitian yang dilakukan Sugito memiliki kesamaan dengan kajian yang dilakukan penulis yaitu meneliti pada kajian manajemen berbasis sekolah di sekolah dasar. Perbedaannya adalah penelitian penulis terfokus pada pilar pertama manajemen berbasis sekolah yaitu manajemen sekolah sedangkan Sugito meneliti pada fokus: penyusunan program sekolah, penyusunan anggaran sekolah, partisipasi masyarakat.

  Utomo (2013) dalam jurnal nasional evaluasi pendidikan mengkaji penelitian manajemen berbasis sekolah dengan judul Evaluasi Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan manajemen berbasis sekolah sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan atas dasar otonomi ternyata tidak dapat dilaksanakan di setiap sekolah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor penyebab diantaranya: (1) Sekolah belum sepenuhnya memahami kebijakan yang desen- tralistik; (2) Anggaran pendidikan belum mendukung kebutuhan sekolah; (3) Tenaga kependidikan belum bekerja secara profesional; (4) Tenaga kependidikan belum sepenuhnya paham manajemen berbasis sekolah; (5) Kurikulum belum dirancang terprogam secara optimal; (6) Peran serta masyarakat belum mendukung penerapan manajemen berbasis sekolah.

  Penelitian Utomo dengan kajian penulis memiliki kesamaan yaitu mengkaji program manajemen berbasis sekolah, jenis penelitian evaluatif menggunakan model CIPP, data penelitian diperoleh dari jenjang sekolah dasar. Perbedaannya adalah penelitian Utomo meneliti pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di sekolah dasar pada umumnya, sedangkan penulis meneliti pelaksanaan program manajemen berbasis sekolah pilar pertama yaitu manajemen sekolah.

  Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jalaluddin (2012) dengan judul penelitian Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara. Hasil penelitian Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum meliputi analisis materi pelajaran, program tahunan, program semesteran, satuan pembelajaran, dan rencana program pembelajaran. Bidang kesiswaan meliputi perencanaan penerima siswa baru, kegiatan masa orentasi siswa, penetapan siswa pada kelas tertentu, kehadiran dan disiplin siswa di sekolah, dan program bimbingan konseling bagi siswa yang memiliki kelainan. Bidang personalia meliputi dalam perencanaan pengembanagan guru, pelaksanaan penataran, MGMP, pendidikan lanjutan dan supervisi. Bidang keuangan meliputi penyusunan RAPBS, pendekatan dengan pengusaha, pembuatan proposal. Bidang sarana dan prasarana meliputi pengelolaan gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan media pengajaran, dan Bidang hubungan masyarakat meliputi guru membuat pendekatan dengan orangtua siswa dan ikut serta mensosialisasi program sekolah.

  Terdapat persamaan antara penelitian penulis dengan Jalaluddin yaitu pada input yang diteliti yaitu kurikulum, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat. Perbedaan penelitian penulis dan Jalaluddin terletak pada subjek yang diteliti, subjek penelitian penulis di sekolah dasar sedangkan subjek penelitian Jalaluddin di sekolah menengah atas.

  Penelitian yang dilakukan Kapiso (2012) judul Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan di SMAN 3 Gorontalo membuktikan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan. Persamaan penelitian Kapiso dengan penulis adalah sama-sama mengkaji tentang manajemen berbasis sekolah. Perbedaan penelitian Kapiso dengan penulis terletak pada pendekatan penelitian yang digunakan, Kapiso menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif sedangkan penulis menggunakan pendekatan kualitatif. penelitian Peran Manajemen Berbasis Sekolah dalam Rangka Peningkatan Profesionalisme Guru Penjaskes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme guru sebagai bagian penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dapat didukung dengan adanya sistem pengelolaan manajemen berbasis sekolah. Impelementasi MBS tidak hanya sampai pada tingkat sekolah atau organisasi, tetapi juga sampai tingkat guru dan siswa.

  Perbedaan penelitian Basuki dengan penulis adalah Basuki meneliti implementasi manajemen berbasis sekolah dengan fokus penelitian Guru Penjaskes, penulis meneliti evaluasi manajemen berbasis sekolah di sekolah dasar dengan fokus penelitian kurikulum dan pembelajaran, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, pembiayaan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat, serta budaya dan lingkungan sekolah.

  Dalam kajian penelitian internasional, manajemen pendidikan yang termuat dalam jurnal internasional antara lain terdapat pada Emerald Journal yang

  

berjudul College Tuition and Perceptions of Private

University Quality (2004). Penelitian ini dikembangkan

  oleh Thomas Li-Ping Tang, David Shin-Hsiung and Cindy Shin-Yi Tang. Pada dasarnya, penelitian ini mengkaji manajemen sekolah dari segi pengelolaan biaya pendidikan, khususnya pada sekolah dan universitas swasta. Fokus penelitian ini adalah biaya perkuliahan peserta didik. Hasil penelitian ini menunjukkan dari buku tahunan serta hubungan geografis wilayah didapat data bahwa biaya pendidikan pada sekolah dan universitas swasta lebih tinggi daripada program doktoral pada universitas negeri.

  Penelitian ini sangat bermanfaat dalam menambah wawasan masyarakat terhadap anggaran pendidikan. Sejauh ini masyarakat, terutama orang tua sangat selektif memilih sekolah untuk anak mereka. Pada kenyataannya universitas dan sekolah swasta lebih tinggi dalam bidang biaya pendidikan dikarenakan untuk operasional, anggaran dibebankan pada mahasiswa. Berkaitan dengan kualitas pendidikan, sekolah swasta dan negeri tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Justru beberapa sekolah swasta di Indonesia memiliki kualitas lebih unggul dari pada sekolah negeri. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila biaya pendidikan swasta cenderung lebih mahal, karena fasilitas dan mutu yang dihasilkan selalu ditingkatkan.

  Phillip Warwick (2014) meneliti kajian manajemen pendidikan berjudul The International Bussiness of

  

Higher Education A Managerial Perspective on the

Internationalisation of UK Universities. Bisnis

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kompetensi Guru - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Model Simulasi untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan RPP Tematik di SDN Wates 4 Magelang

0 1 23

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Model Simulasi untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan RPP Tematik di SDN Wates 4 Magelang

0 0 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Model Simulasi untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan RPP Tematik di SDN Wates 4 Magelang

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Model Simulasi untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan RPP Tematik di SDN Wates 4 Magelang

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelatihan Model Simulasi untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan RPP Tematik di SDN Wates 4 Magelang

0 0 181

BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kompetensi Guru dalam Penyusunan Program Layanan Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Belajar Melalui Pelatihan Komunikasi Kelompok Kecil di SDN Jurangombo 2 Ko

0 0 15

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kompetensi Guru dalam Penyusunan Program Layanan Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Belajar Melalui Pelatihan Komunikasi Kelompok Kecil di SDN Jurangomb

0 0 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kompetensi Guru dalam Penyusunan Program Layanan Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Belajar Melalui Pelatihan Komunikasi Kelompok Kecil di

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kompetensi Guru dalam Penyusunan Program Layanan Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Belajar Melalui Pelatihan Komunikasi Kelompok Kecil di SDN Jurangombo 2 Kota Magelang

0 0 65

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Manajemen Berbasis Sekolah (Pilar Manajemen Sekolah) di SD Negeri Pengilon Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung

0 0 7