BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) - Penentuan Tinggi Muka Air Banjir Sungai Deli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

2.1.1 Pengertian DAS

  Daerah Aliran Sungai disingkat DAS adalah suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsure hara serta mengalirkannya melalui anak - anak sungai dan keluar pada sungai utamake laut atau danau.

  DAS biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu daerah hulu, tengah, dan hilir. Fungsi suatu DAS ialah mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan, melepas air secara bertahap, memelihara kualitas air, dan mengurangi pembuangan massal pada gambar 2.1.

  Faktor utama kerusakan DAS ditandai dengan menurunnya kemampuan menyimpannya yang menyebabkan tingginya laju erosi dan debit banjir sungai- sungainya. Faktor utama penyebab adalah 1)hilang/rusaknya penutupan vegetasi permanen/hutan, 2)penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan 3)penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak tepat (Sinukaban, 2007).

  Sungai dapat didefinisikan sebagai saluran di permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah yang melalui saluran itu air dari darat menglir ke laut.Permukaan bumi secara alami mengalami erosi begitu muncul ke permukaan. Salah satu faktor penting penyebab erosi yang bekerja secara terus menerus untuk mengikis permukaan bumi, hingga sama dengan permukaan laut adalah air.Air adalah benda cair yang senantiasa bergerak ke arah tempat yang lebih rendah yang dipengaruhi oleh gradien sungai dan gaya gravitasi bumi. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu juga mengikis bumi sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil atau besar yang disebut dengan istilah alur sungai.

  Suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai dan anak sungai disebut daerah aliran sungai (DAS). Dalam istilah bahasa inggris disebut Catchment Area, Watershed, atau River Basin .

  Menurut Waryono (2001) bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan bentuk luar penampang badan sungai yang memiliki karakteristik berbeda pada bagian hulu, tengah, dan hilir. Lebih jauh dikemukakan bahwa bagian dari struktur sungai meliputi badan sungai, tanggul sungai dan bantaran sungai. Forman (1986) menggambarkan struktur koridor sungai secara rinci sebagai berikut pada gambar 2.2. A: Penyangga tepian sungai

  D: Batas tinggi air semu

  B: Dataran Banjir

  E: Dasar Sungai

  C: Badan Sungai

  F: Vegetasi riparian Fungsi pokok sungai adalah untuk mengalirkan kelebihan air dari permukaan tanah, sedangkan fungsi lainnya adalah dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia, seperti sumber air minum, PLTA, pengairan, transportasi air, untuk meninggikan tanah yang rendah dan mengatur suhu tanah. Menurut peraturan perundangan yang ada, fungsi sungai adalah: a.

  Sungai sebagai sumber air yang merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan manusia.

  b.

  Sungai harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan pemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

2.1.3 Bentuk bentuk Daerah Aliran Sungai

  Bentuk bentuk DAS dapat dibagi dalam empat, antara lain: A.Bentuk memanjang/ bulu burung

  B. Bentuk radial C.Bentuk paralel D.Bentuk komplek

  A. Bentuk memanjang/ bulu burung

  Biasanya induk sungainya akan memanjang dengan anak anak sungai langsung mengalir ke induk sungai kadang kadang berbentuk seperti bulu burung. Bentuk ini biasanya akan menyebabkan besar aliran banjir relatif lebih kecil karena perjalanan banjir dari anak sungai itu berbeda beda, dan banjir berlangsung agak lama. Bentuk dari DAS ini ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 DAS bentuk memanjang

  B. Bentuk radial Bentuk DAS ini seolah olah memusat pada satu titik sehingga

  menggambarkan adanya bentuk radial, kadang kadang gambaran tersebut memberi bentuk kipas atau lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut maka waktu yang diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru anak sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Sebagai contoh DAS Bengawan Solo seperti pada gambar 2.4.

  C. Bentuk paralel DAS ini dibentuk oleh dua jalur DAS yang bersatu dibagian hilir. Apabila terjadi banjir di daerah hilir biasanya terjadi setelah dibawah titik pertemuan.

  Sebagai contoh adalah banjir di Batang Hari dibawah pertemuan Batang Tembesi seperti pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 DAS bentuk parallel

  D. Bentuk komplek DASBentuk komplek merupakan bentuk kejadian gabungan dari beberapa bentuk DAS yang dijelaskan diatas, sebagai contoh pada gambar 2.6.

2.2 Potensi Banjir

  2.2.1 Pengertian Banjir

  Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul sungai sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan masalah pada manusia (Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir terjadi apabila kapasitas alir sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke dataran banjir.Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.

  Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat disebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh: Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); Pembuangan sampah; Erosi dan sedimentasi; Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; Curah hujan yang tinggi; Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; Pengaruh air pasang; Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut)(Kodoatie, 2005).

  2.2.2. Daerah Rawan Banjir

  Daerah rawan banjir dapat dikenali berdasarkan karakter wilayah banjir yang dapat dikelompokkansebagai berikut: 1) limpasan dari tepi sungai, 2) wilayah cekungan, 3) banjir akibat pasang surut

  Menurut Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang garis sempadan permukaan tanahsetempat. Dengan menggunakan peta kontur ketinggian permukaan tanah serta melalui analisis hidrologi dan hidrolika dapat ditentukan pembagian dataran banjir menurut tingkat resiko terhadap banjir. Pembagian daerah rawan banjir digunakan sebagai bahan acuan penataan ruang wilayah perkotaan sehingga diketahui resiko banjir yangakan terjadi. Dengan mengikuti pemetaan daerah rawan banjir yang telah diperbaiki maka resikoterjadi bencana/kerusakan/kerugian akibat genangan banjir yang diderita oleh masyarakat menjadi minimal.

Gambar 2.7 Daerah Penguasaan Sungai

2.2.3 Tingkat Bahaya Banjir

  Banjir terjadi sepanjang sistem sungai dan anak-anak sungainya mampu membanjiri wilayah luas dan mendorong peluapan air di dataran banjirnya (flood

  

plain ). Dataran banjir merupakan daerah rawan banjir yang dapat diklasifikasi

  

Kelas Kala Ulang Tingkat

Debit Banjir Bahaya Banjir

  1 Rendah

  Q 50 – Q 100

  2 Q

  30

  50 Sedang

  • – Q

  3 Q

  10

  30 Tinggi

  • – Q

  4 Q

  1

  10 Sangat Tinggi

  • – Q

   Sumber:

2.2.4 Potensi Banjir Sungai Deli

  Sungai Deli membelah Kota Medan dari arah selatan ke utara dengan total

  2

watershed 350 km . Dari total luas watershed tersebut, diantaranya telah dan

  sedang berubah menjadi wilayah terbangun/perkotaan. Wilayah tersebut terdiri dari catchment area sungai Deli bagian downstream, Sungai sikambing, Sungai Babura, dan sisi kiri kanan Sungai Deli hingga ke Deli Tua/Namorambe. Catchment area selebihnyaterhitung dari Delitua/Namorambe hingga Sembahe/Sibolangit/Gunung Sibayak merupakan lahan pertanian, kebun campuran dan hutan tanaman industri dan hutan alam. Berdasarkan pengamatan kejadian-kejadian banjir di Kota Medan maka ancaman banjir paling ekstrem ialah apabila banjir Sungai Deli terjadi bersamaan dengan hujan di atas Kota Medan (urban storm water).

  Sesuai dengan kondisi topografi Kota Medan maka sistim saluran drainase Kota Medan jarang yang bermuara ke Sungai Belawan sehingga banjir Sungai Belawan tidak terlalu banyak mempengaruhi sistem drainase Kota Medan.

  Demikian juga banjir Sungai Percut sudah tidak menjadi ancaman karena telah selesai dinormalisasi hingga ke muara yakni untuk debit banjir periode ulang 30 tahun, termasuk menampung pengalihan debit Sungai Deli melalui Floodway. dinormalisasi.

  Kapasitas penampang Sungai Deli pada bagian ini masih rendah yakni hanya mampu menampung debit banjir periode ulang 2 tahun yaitu sebesar 160

  3

  m /det (Ginting, 2012).Perkiraan debit banjir Sungai Deli pada beberapa ruas (section) untuk berbagai periode ulang menurut hasil analisis yang dilaporkan pada study JICA (1992) adalah seperti diperlihatkan pada gambar 2.8.

  Jl. Kejaksaan Q

Q

3 Q 1 2 Sungai Deli Helvetia

  Titi Kuning

Gambar 2.8 Perkiraan Debit Banjir untuk Periode Ulang (Sumber: JICA, 1992)

2.3 Curah Hujan

2.3.1 Faktor Curah Hujan

  Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis mempunyai curah hujan yang sangat tinggi. Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu disertai dengan perubahan ekosistem dari tanaman tahunan atau tanaman keras berakar dalam ke tanaman semusim berakar dangkal mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan dalam tanah, memperbesar aliran

  • Metode ini merupakan perhitungan curah hujan wilayah dengan rata- rataaljabar curahhujan di dalam dan sekitar wilayah yang bersangkutan

  Metode Aritmatik (Aljabar)

  (2.1) dimana, R: Curah hujan rata-rata wilayah atau daerah, R i : Curah hujan di stasiun

  .

  pengamatan ke-i dan n: Jumlah stasiun pengamatan Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara aritmatik ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar merata di seluruh wilayah seperti ditunjukkan pada (Gambar 2.9). Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih objektif.

Gambar 2.9 Aljabar

  • Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan pada gambar 2.10.

  Metode Thiessen

  (2.2) dimana, R: Curah hujan daerah, R n : Curah hujan di setiap stasiun pengamatan dan

  A n : Luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan.

  • Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm

  Metode Isohyet

  • – 20 mm berdasarkan data curah hujan pada stasiun pengamatan di dalam dan di luar daerah yang dimaksud. Luas bagian antara dua garis isohyet yang berdekatan diukur denganPlanimeter. Curah hujan daeah itu dapat dihitung menurut persamaan.

  (2.3) Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Metode Isohyet

2.3.3Analisis Frekuensi

  Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas hujan

  • + S

  

1

  Y n : Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n.

  sampel/data, T r : Fungsi waktu balik (tahun) dan

  S : Standar deviasi data hujan, S n : Reduced standar deviationyangjuga tergantung pada jumlah

  : Reduced variate

  Tr

  (2.6) dimana, Y

  2

  =1 −1

  Distribusi Gumbel 2. Distribusi Log Pearson Tipe III 3. Distribusi Normal 4. Dostribusi Log Normal 1.

  S n = ( − ) 2

  (2.5)

  Y Tr = -L n −1

  (2.4)

  −

  X Tr =

  Menurut Gumbel curah hujan untuk periode ulang tertentu (PUH) tertentu (Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut:

   Distribusi Gumbel

Tabel 2.2 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

   (Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52)

Tabel 2.4 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

  (Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52) 2.

   Distribusi Log Pearson Tipe III

  Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu :

  1. Harga rata-rata (R)

  1

  2

  2 ( ) −

  =1 S = (2.9)

  −1

  3 ( ) −

  =1 G =

  (2.10)

  3 −1 ( −2) ( )

  Log = Log T (2.11)

  • + KS

  dimana, R: Curah hujan rencana (mm),

  G : Koefisien kemencengan, S : Simpangan baku dan K : Variabel standar untuk R yang besarnya tergantung dari nilai G.

Tabel 2.5 Nilai K untuk distribusi Log Pearson Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis umumnyadigunakan persamaan sebagai berikut:

   = S (2.12) T T

  • + K

  − K T = (2.13)

  dimana, T : Perkiraan nilai yang diharapkan akan terjadi dengan periode ulang T

  • – tahunan,

  :Faktor frekuensi, merupakan

  T

  : Nilai rata-rata hitung sampel, dan K fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang.

Tabel 2.6 Nilai Variabel Reduksi Gauss

   (sumber:Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37)

  Logn x  k n (2.14) T x

  dimana, T : Intensitas curah hujan dengan periode ulang T tahun, 

   : Harga rata rata dari populasi x, x

  K : Faktor frekuensi dan  n= Standar deviasi dari populasi x.

Tabel 2.7 Nilai K untuk Distribusi Log Normal

   (Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37)

2.3.4Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan

  Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan

   Uji Chi Kuadrat

  Uji Chi Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut: k 2 2 OF ) - (EF

  (2.15)

  

  X hiti  EF 1

  di mana k = 1 + 3,22 Log n, OF = nilai yang diamati, dan EF = nilai yang diharapkan.

  Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung <

  X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan ฀ . Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:

  DK = JK - (P + 1) (2.16)

  di mana DK = derajat kebebasan, JK = jumlah kelas, dan P = faktor keterikatan (untuk pengujian Chi-Square mempunyai keterikatan 2).

2. Uji Smirnov Kolmogorf

  Pengujian distribusi probablitas dengan Metode Smirnov-Kolmograf dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

  1.Urutkan data (X ) dari besar ke kecil atau sebaliknya

  i

  2.Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut (X i ) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya,

  • 1

  (2.17) ( ) = Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut

  P’(X i ) berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel,

  Normal, dansebagainya).

  i ) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang

4. Hitung selisih (∆P

  (2.18)

  45

  0.5

  1,63

  0.5

  1,36

  0.5

  1,22

  0.5

  107

  N > 50

  0,67 0,49 0,40 0,36 0,32 0,29 0,27 0,25 0,24 0,23

  0,56 0,41 0,34 0,29 0,27 0,24 0,23 0,21 0,20 0,19

  0,51 0,37 0,30 0,26 0,24 0,22 0,20 0,19 0,18 0,17

  50 0,45 0,32 0,27 0,23 0,21 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15

  40

  5. Tentukan apakah P i < ∆P kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probablitas yangdipilih tidakdapat dierima, demikian sebaliknya.

  35

  sudah diurut: ∆ = ( ) − ( )

  25

  20

  15

  10

  5

  0,20 0,10 0,05 0,01

   (derajat kepercayaan)

  N

  Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 2011)

  Tabel 2.8Tabel Nilai ∆

  6. P kritis lihat (Tabel 2.3).

  30

  Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi, Lubis (1992). Dalam penelitian ini intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Lubis (1992)intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut:

  2

24

  24

  3

  (2.19)

  =

24 t

  dimana, I: Intensitas curah hujan (mm/jam),

  t : Lamanya curah hujan (jam) dan R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

2.3.6 Waktu Konsentrasi

  Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi (t c ) adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut.

  t = 0,87 x L 21000 x S x 0,385 c (2.20) dimana,L: Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km dan S :Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m.

  Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua komponen yaitu:

  1. Inlet time (t ) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat. n: Angka kekasaranManning, L s : Panjang lintasan aliran di dalam salura/sungai (m).

2.3.7 Koefisien Limpasan

  Nilai koefisien limpasan ataupun koefisien pengaliran sangat berpengaruh terhadap debit banjir. Limpasan air hujan yang langsung mengalir di atas permukaan suatu lahan dapat memberikan aliran yang cepat maupun lambat pada saat menuju suatu saluran drainase dan yang nantinya menuju ke saluran primer atau sungai, hal ini tergantung dari tata guna lahan yang telah terjadi disekitar saluran tersebut.

  Nilai koefisien ini juga dapat digunakan untuk menentukan kondisi fisik dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang artinya memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005) yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 – 1, nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS.

Tabel 2.4 Nilai Koefisien Limpasan

2.4Debit Banjir

  2.4.1 Debit Banjir

  Daerah dataran banjir diprediksi berdasarkan debit banjir dengan kala

  100

  ulang tertentu.Debit banjir dengan kala ulang 100 tahun Q bermakna banjir yang memiliki probabilitas kejadian 0.01 dalam setahun yang akan menggenangi

  100

  daerah dataran banjir. Daerah dataranbanjir Q tentu jauh lebih besar dari daerah

  10

  dataran banjir Q . Mengingat banyak sungai diIndonesia yang tidak dilengkapi dengan alat pengukur debit, maka debit banjir biasanya dihitung berdasarkan curah hujan dengan menggunakanmetode Gumbel, metode Log Pearson III, untuk pemodelan steady flow. Dan dengan metode hidrograf sintetis (Nakayasu, Snyder, dll) untuk pemodelan unsteady flow.

  2.4.2 Metode Perhitungan Debit Banjir

  • Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah. Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional:

  Metode Rasional

  Q = f x C x I x A (2.22)

  dimana, C: Koefisien pengaliran,

  I : Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam),

2 A : Luas daerah aliran (km ) dan f : Faktor konversi = 0,278.

  Metode Hidrograf Banjir

menghitung hidrograf akibat hujan sembarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant).

  Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level

  

Recorder ). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut

  hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow). Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.

1. Hidrograf Satuan

  Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek.Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.

  Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.

  2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akanmenghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebesar n kali lipat.

  3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif berintensitasseragam yang memiliki periode periode yang berdekatan atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang member kontribusi.

  Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.

2. Hidrograf satuan sintetik

  Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:

  1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

  2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder

  3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

  4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS Dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan

  Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi yaitu DAS Deli dan DAS Belawan khususnya untuk sungai-sungai utama pada kedua DAS tersebut yaitu Sungai Deli, Sungai Babura dan Sungai Belawan.

3. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

  Stasiun pengukur debit dantinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.

  Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak digunakan berbagai cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan. Namun dari penelitian terbukti bahwa metode seperti Melchior, Der

  

Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% -

80%, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%.

  Selain itu tercatat pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau menunjukkan perkiraan lebih (overestimated). Cara-cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan (runoff hektar atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam.Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas.

  Cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut. Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpatergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut pada gambar 2.12.

Gambar 2.12 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Waktu kelambatan (t untuk L > 15 :

  = 0,4 + 0, 058 (2.23) untuk L < 15

  2,4

  > 1,5 0,3

  (2.31) Jika

  − + 0,5 0,3 1,5 0,3

  > 0,3 = 0,3

  (2.30) Jika >

  − 0,3

  = 0,3

  Jika < < 0,3

  (2.29) 7. Bagian lengkung turun

  =

  : = 0,21

  (2.28) 6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp)

  1 3,6 1 (0,3 0,3 )

  Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: =

  = + 0,8 (2.27) 5.

  = (2.26) 4. Waktu puncak

  0,3

  = + 0,8 (2.25) 3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:

  (2.24) 2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:

  0,7

  − + 1,5 0,3 Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception) 2. Tampungan di cekungan (depression storage) 3. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture) 4. Pengisian air tanah (recharge) dan 5. Evapotranspirasi

2.5Analisis Hidraulika

  Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.

  • Saluran Terbuka Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka.Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang:

   Lahan yang masih memungkinkan (luas)  Lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang  Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan

  Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran:  Kecepatan dalam saluran Chezy

  V = C RI (2.33)

  dimana: V = kecepatan rata-rata (m/detik) C = koefesien Chezy

  0, 0015 1

23 +

s n

  (2.34)  Kutter: C =

  23 + 0, 00155 n   1+ s 1 R

  1 6 C = R (2.35)

   Manning: R

  87 C = (2.36)  Bazin: m

  1+ R dimana:

  = kecepatan (m/detik)

  V

  1/2

  C = koefesien Chezy (m /detik)

  R = jari-jari hidraulis (m)

  = kemiringan dasar saluran (m/m) S

  1/3

  = koefesien kekasaran Manning (detik/m )

  n

m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran

   Debit aliran bila menggunakan rumus Manning 2 1

  1 3 2

  

3

Q = A × V = × R × I × A (m /detik) (2.37)

  n Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkutsedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.

   Penampang saluran Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkandebit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasartertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang trapesium.

1. Penampang persegi paling ekonomis

  Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air. h

  B

Gambar 2.13 Penampang saluran persegi

  Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis:

  A = B× h (2.38) P = B + 2h (2.39) B

  B = 2h atau h = (2.40)

  2 Jari-jari hidraulik R: A B× h R = = (2.41) P B + 2h

   Penampang saluran trapesium paling ekonomis

  Luas penampang melintang A dan keliling basah P, saluran dengan penampangmelintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan dinding 1: m (gambar 2.6) dapat dirumuskan sebagai berikut:

  h

  1 m

mh B mh

Gambar 2.14 Penampang saluran trapesium

  A = B + mh h (2.42)   2 P = B + 2h m +1 (2.43) 2 B = P - 2h m +1 (2.44)

  Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingny o m = 1 3 atau θ = 60 . Dapat dirumuskan sebagai berikut:

2 B = h 3 (2.45)

  3

2 A = h

  3 (2.46)  Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria)

  

2

A = b + mh h

  (m )  Luas penampang     2 P = b + 2h 1+ m (m)

   Keliling basah

   

Dokumen yang terkait

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL 3.1 Gambaran Umum Responden - Analisis Pengaruh Gaji, Interaksi Sosial Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Pt. Bank Mandiri ,Tbk Cab. Ahmad Yani Medan

0 1 21

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia - Analisis Pengaruh Gaji, Interaksi Sosial Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Pt. Bank Mandiri ,Tbk Cab. Ahmad Yani Medan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Upaya untuk Pencapaian Adiwiyata pada Sekolah Dasar di Kota Medan Tahun 2015

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca ABB) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Diabetes Mellitus - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 0 8

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Variabel - Enanalisis Pgaruh Luas Lahan, Pupuk, Dan Curah Hujan Terhadap Hasil Produktifitas Padi Sawah Di Kabupaten Langkat Tahun 2006 - 2011

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Enanalisis Pgaruh Luas Lahan, Pupuk, Dan Curah Hujan Terhadap Hasil Produktifitas Padi Sawah Di Kabupaten Langkat Tahun 2006 - 2011

0 0 9