BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

  Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa dari aspek biologis, perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Skinner dalam Notoatmodjo (2010) juga merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses Stimulus- Organisme-Respons (teori S-O-R). Berdasarkan teori S-O-R ini, perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

  1. Perilaku Tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.

  2. Perilaku terbuka (overt behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau

  observable behavior.

  Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010) maka perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor- faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati

  (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

2.1.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

  Becker dalam Notoatmodjo (2010) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan yaitu:

  1. Perilaku Sehat (Health Behavior) Perilaku sehat adalah perilaku- perilaku atau kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

  Contoh perilaku sehat ini adalah perilaku tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan yang tidak sehat, namun di Indonesia jumlah perokok cenderung meningkat. Hampir 50% pria dewasa di Indonesia adalah perokok.

  2. Perilaku Sakit (Illness Behavior) Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatan yang lain.

  3. Perilaku Peran Orang Sakit (The Sick Role Behavior) Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit

  

(obligation) . Menurut Becker hak dan kewajiban orang yang sedang sakit

merupakan perilaku peran orang sakit (the sick role behavior).

2.1.3 Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan

  Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (overt behavior).

  Secara garis besar terdapat 6 tingkat pengetahuan seseorang yaitu: 1.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan misalnya apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), dan sebagainya.

  2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar.

  3. Aplikasi (application) Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondiri real (sebenarnya) .

  4. Analisis (analysis) Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

  5. Sintesis (synthesis) Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak.

  Dalam Notoatmodjo (2003) ada indikator- indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan yaitu:

  1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit, meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.

  2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi jenis- jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, penyakit- penyakit atau bahaya- bahaya merokok, perlunya istirahat yang cukup, dan sebagainya.

  3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi manfaat air bersih, cara-cara pembuangan limbah yang sehat, manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan, dan sebagainya.

2.1.4 Sikap dan Perilaku Kesehatan

  Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Newcomb juga menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaanaan motif tertentu. Jadi jelas bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

  Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yaitu:

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek 2.

  Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

  Ketiga komponen di atas secara bersama- sama membentuk sikap yang utuh (total

  attitude) . Dalam menentukan sikap yang utuh ini, peranan pengetahuan, pikiran,

  keyakinan, dan emosi sangatlah penting. Sebagai contoh, seorang ibu mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak menderita demam berdarah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3M agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan 3M) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.

  Selain itu sikap juga mempunyai tingkatan-tingkatan antara lain: 1. Menerima (receiving)

  Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

  2. Menanggapi (responding) Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

  3. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

  4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya orang lain.

2.1.5 Persepsi dan Perilaku Kesehatan

  Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya

  (Notoatmodjo, 2010). Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus inderawi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya (Fitriani, 2011).

  Persepsi seseorang terhadap suatu hal akan mempengaruhi tingkah laku seorang individu. Berarti tingkah laku seseorang selalu didasarkan atas makna sebagai hasil persepsi terhadap lingkungan dia hidup. Hal yang dilakukan dan tidak dilakukan dengan alasan banyak hal, selalu didasarkan pada batasan- batasan menurut pendapatnya sendiri secara selektif. Persepsi ini meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasaan. Oleh karena itu setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun objeknya sama seperti dalam mempersepsikan penyakit dalam masyarakat. Sebagai contoh perilaku merokok dalam masyarakat, sebagian orang mempersepsikan perilaku merokok sebagai penyakit dan kebiasaan yang buruk, namun bagi sebagian lagi perilaku merokok itu merupakan hal yang biasa dan wajar-wajar saja.

  Sebagaimana persepsi merupakan proses pengamatan, maka hal- hal yang dapat diamati tersebut disebut objek persepsi. Objek persepsi dibedakan dalam dua bentuk yaitu: 1.

  Manusia, termasuk juga kehidupan sosial manusia, nilai- nilai kultural, dan hal lain, yang disebut dengan istilah persepsi interpersonal.

2. Benda- benda mati dan makhluk hidup selain manusia.

  Menurut Notoatmodjo (2005) ada dua faktor yang memengaruhi persepsi, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, dan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

1. Faktor eksternal a.

  Kontras Merupakan cara termudah untuk menarik perhatian baik kontras warna, ukuran, bentuk, dan gerakan. Contohnya adalah iklan rokok yang dibuat oleh perusahaan rokok dengan menggunakan papan iklan yang besar sehingga tampak lebih menarik perhatian daripada yang kecil dan polos. Perusahaan rokok juga selalu berusaha menampilkan iklan yang menarik untuk menarik perhatian kaum muda.

  b.

  Perubahan intensitas Merupakan cara untuk menarik perhatian seperti perubahan suara yang tiba-tiba keras atau perubahan cahaya yang tiba-tiba menyilaukan.

  c.

  Pengulangan Proses ini membuat stimulus yang pada awalnya tidak masuk dalam rentang perhatian, menjadi perhatian bagi orang.

  d.

  Sesuatu yang baru Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian daripada sesuatu yang telah diketahui. Contohnya, cara terapi kesehatan yang baru dan berbeda dibandingkan terapi biasa akan segera menarik perhatian orang.

  e.

  Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak

  Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian orang lain juga. Contohnya, ada suatu kurumunan orang di suatu tempat akan membuat orang lain tertarik untuk ikut melihat apa yang dilihat oleh kurumunan orang tersebut.

2. Faktor internal a.

  Pengalaman dan pengetahuan Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh. Pengalaman masa lalu atau yang telah dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. Contohnya, seorang anak yang pernah disuntik oleh dokter dan merasa sakit, akan cenderung menangis dan menghindar dari dokter setiap bertemu dokter. Hal ini karena pengalaman disuntiknya yang sakit sebelumnya.

  b.

  Harapan Harapan terhadap sesuatu akan memengaruhi persepsi terhadap stimulus. Contohnya, ketika seseorang membawa pasien gawat darurat ke rumah sakit dan dia melihat seseorang datang dengan jas putih, maka dia akan langsung mengira bahwa orang berjas putih itu adalah dokternya. Bila orang tersebut bukan dokter, maka si pembawa pasien akan merasa kecewa dan segera mencari dokter.

  c.

  Kebutuhan Kebutuhan akan menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian seseorang dan kebutuhan ini akan menyebabkan orang tersebut menginterpretasikan stimuls secara berbeda. Contohnya, jika seseorang memiliki uang yang lebih dari biasanya, maka dia akan merasa bahwa uang tersebut banyak sekali. Namun, ketika kebutuhan yang akan dibeli memiliki harga yang jauh lebih besar, maka uang yang awalnya dirasakan banyak itu akan terasa sedikit.

  d.

  Motivasi Motivasi akan memengaruhi persepsi seseorang, sehingga persepsi setiap orang itu akan berbeda tergantung kepada sekuat apa motivasi yang dimilikinya. Contohnya, seseorang yang termotivasi untuk menjaga kesehatannya, maka dia akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu yang negatif baginya.

  e.

  Emosi Emosi seseorang akan memengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. Jika emosi seseorang baik, maka situasi di sekitarnya akan terlihat baik dan jika emosi seseorang jelek, maka situasi di sekitarnya terlihat jelek juga. Contohnya, jika seseorang merasa takut dengan operasi, maka setelah operasi dia akan merasa lebih sakit dibandingkan orang yang tidak merasa takut dengan operasi.

  f.

  Budaya Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda dan cenderung menjadi lebih kritis. Namun, akan memersepsikan bahwa orang-orang di luar kelompoknya sama saja.

Gambar 2.1 Skema Perilaku Kesehatan (Notoatmodjo, 2010)

  Menurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor- faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda ini dibedakan menjadi dua yaitu: 1.

  Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan sebagainya.

  Selain itu dalam Notoatmodjo (2010) dikatakan bahwa ada faktor psikologis yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya perilaku. Faktor psikologis ini adalah sikap. Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam

  Persepsi Pengetahuan Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap Perilaku

  Kesehatan Pengalaman Fasilitas Sosiobudaya

INTERNAL RESPONS EKSTERNAL

2.2 Peran Karakteristik Individu Terhadap Perilaku Kesehatan

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

  komponen sosio psikologis karena merupakan kecenderungan bertindak, dan berpersepsi. Sikap juga merupakan kesiapan tatanan saraf (neural setting) sebelum memberikan respons konkret dan termasuk ke dalam salah satu faktor internal individu.

  Selain faktor sosio psikologis, ada juga faktor situasional yang dapat mempengaruhi respons manusia dalam bentuk perilaku. Faktor situasional ini merupakan faktor lingkungan atau faktor eksternal dimana manusia itu berada atau bertempat tinggal. Faktor situasional ini mencakup:

  1. Faktor ekologis, seperti keadaan alam, geografis, iklim, cuaca, dan sebagainya yang mempengaruhi perilaku seseorang.

  2. Faktor desain dan asitektur, seperti struktur dan bentuk bangunan, serta pola pemukiman juga dapat mempengaruhi perilaku manusia yang tinggal di dalamnya.

  3. Faktor temporal, seperti waktu pagi, siang, sore, dan malam (pengaruh waktu terhadap bioritme manusia) yang mempengaruhi perilaku seseorang.

  4. Suasana perilaku, seperti tempat keramaian, pasar, mal, tempat ibadah, sekolah/ kampus, kerumunan massa akan membawa pola perilaku seseorang.

  5. Faktor teknologi, seperti perkembangan teknologi informasi akan berpengaruh terhadap pola perilaku seseorang.

  6. Faktor sosial, seperti: a.

  Umur, merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi, dan angka kesakitan serta angka kematian selalu menunjukkan keadaan yang dihubungkan dengan umur.

  b.

  Status pekerjaan, adalah suatu kegiatan/ aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan pekerjaan ini sangat menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

  c.

  Pendidikan, dapat dilihat pada kehidupan sehari-hari bahwa orang dengan pendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan orang dengan pendidikan formal lebih rendah, karena akan lebih mampu memahami arti dan pentingnya kesehatan. Menurut Gunarsa serta Charles Abraham dan Eamon Shanley dalam

  Sihombing (2014),faktor yang mempengaruhi pernyataan seseorang adalah latar belakang individu yang berbeda-beda seperti berikut ini:

  1. Umur Semua tingkatan umur memberikan persepsi berbeda-beda terhadap pelayanan kesehatan.

  2. Pendidikan Pendidikan dan pengetahuan seseorang yang kurang, membutuhkan lebih banyak perhatian khusus. Setiap orang akan memperhatikan aspek yang berbeda dari objek yang ditemui sesuai dengan pengalaman masa lalu, keahlian, dan minatnya masing-masing.

  3. Pekerjaan Masyarakat memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda dan tingkat penghasilan yang berbeda juga. Biasanya, masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berpendidikan formal rendah menimbulkan sikap masa bodoh, pengingkaran, dan rasa takut yang tidak mendasar.

  4. Jenis kelamin Laki-laki lebih cenderung dapat mengendalikan emosinya dan berpikir lebih kritis daripada perempuan, sehingga dapat memengaruhi persepsinya.

2.3 Rokok

  Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/ atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanamana Nicotiana

  

tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya

  mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109, 2012). Rokok merupakan salah satu pembunuh berbahaya di dunia. Namun masih banyak orang yang belum memahami tentang betapa besar bahaya merokok itu.

  Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak yang rapi, siap dipakai, dan mudah diperjualbelikan seperti permen. Khusus untuk kasus di Indonesia, tidak terlampau sulit untuk menemukan rokok dan orang yang merokok. Penjual rokok bisa ditemukan dimana saja bahkan di tengah jalan bisa ditemukan para penjual rokok. Selain itu hampir di setiap sudut bisa ditemukan orang dengan lintingan rokok di jemari, mulai dari mal-mal kelas elit sampai di gang- gang sempit, dari kelas atas sampai kelas bawah bisa disaksikan orang merokok yang asyik dengan dirinya sendiri.

2.3.1 Kandungan Rokok

  Bahan utama dalam pembuatan rokok yaitu tembakau. Nikotin merupakan zat yang terkandung dalam daun tembakau. Setiap kali seseorang menghirup bahan-bahan yang mengandung nikotin, zat ini akan masuk ke dalam tubuh dan bersemayam dalam otak. Setiap satu batang rokok mengandung sedikitnya 10 miligram nikotin. Nikotin inilah yang akan membuat seseorang menjadi kecanduan merokok (Wirawan, 2014). Selain nikotin terdapat berbagai zat berbahaya yang terkandung dalam rokok. Asap rokok sendiri mengandung lebih dari 4000 zat-zat beracun yang dapat membahayakan tubuh. Menurut Soenarwo (2013), zat- zat beracun yang terdapat dalam asap rokok antara lain: 1.

  Tar, cairan kental berwarna hitam atau coklat tua yang didapatkan dengan cara distilasi kayu dan arang juga dari getah tembakau. Bisa mengiritasi paru- paru dan menyebabkan kanker.

  2. Karbon Monoksida (CO), gas beracun yang menghalangi masuknya oksigen ke dalam tubuh.

  3. Acrolein merupakan senyawa aldehid dengan rumus struktur H

2 C=CHCHO dan rumus molekul C

  3 H

  4 O. Zat ini berbentuk air tidak

  berwarna diperoleh dengan mengambil cairan dari glyceril atau dengan mengeringkannya. Pada dasarnya zat ini mengandung alcohol yang pasti sangat mengganggu kesehatan.

  4.

  3 ), gas yang tidak berwarna, terdiri dari nitrogen dan

  Amonia (NH hidrogen. Zat ini sangat cepat memasuki sel-sel tubuh dan kalau disuntikkan sedikit saja pada aliran darah akan membuat pingsan atau koma.

  5. O ), cairan tidak berwarna, tajam baunya, bisa bergerak

  2

2 Formic Acid (CH bebas dan dapat membuat melepuh.

  6. Hydrogen Cyanide (HCN), gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak ada rasa. Zat ini paling ringan dan mudah terbakar. Cyanide mengandung racun berbahaya dan jika dimasukkan langsung ke dalam tubuh akan berakibat kematian.

  7.

2 O), gas ini tidak berwarna dan jika diisap dapat

  Nitrous Oxide (N menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menimbulkan rasa sakit. Zat ini awalnya adalah untuk zat pembius saat operasi.

  8.

2 O), gas tidak berwarna dan berbau tajam, bersifat

  Formaldehyde (CH pengawet dan pembasmi hama.

  9.

  6 H

  5 OH), zat ini terdiri dari campuran kristal yang dihasilkan dari

  Phenol (C distilasi zat- zat organic, misalnya kayu dan arang. Phenol bisa terikat di dalam protein dan menghalangi kerja enzim.

10. Acetol, zat hasil dari pemanasan aldehyde dan menguap dengan alcohol.

  11. S), gas yang mudah terbakar, berbau keras, dan

  2 Hydrogen Sulfide (H menghalangi proses oksidasi enxym.

  12. Pyridine, cairan tidak berwarna, berbau tajam dan mampu mengubah alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.

  13. Methyl Chloride juga disebut sebagai klorometana, R-40 atau HCC 40 merupakan campuran zat- zat bervalensa satu dengan hidrogen dan karbon sebagai unsur utama. Zat ini merupakan compound (bahan campuran) organis yang sangat beracun dan uapnya bersifat sama dengan pembius.

  14. OH), cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar. Jika

3 Methanol (CH diminum dan dihisap, dapat mengakibatkan kebutaan dan kematian.

2.3.2 Dampak Rokok Bagi Kesehatan Rokok merupakan salah satu pembunuh paling berbahaya di dunia.

  Merokok membahayakan bagi hampir semua organ tubuh, menimbulkan banyak penyakit, dan memengaruhi kesehatan perokok secara umum. Tidak hanya perokok yang merasakan akibat dari bahaya rokok tersebut, namun orang- orang sekitar perokok juga beresiko menderita berbagai masalah kesehatan. Oleh sebab itu bila seorang perokok berhenti merokok, manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun jangka panjang bagi perokok maupun orang-orang disekitarnya.

  Besarnya bahaya merokok sebenarnya bukan tidak disadari oleh para perokok karena pada setiap bungkus rokok terdapat peringatan wajib dari pemerintah yang berbunyi, “Merokok Membunuhmu.” Bahkan mulai tahun 2014 pada setiap bungkus rokok wajib dicantumkan peringatan berupa gambar kanker mulut, kanker paru dan bronkitis akut, kanker tenggorokan, merokok membahayakan anak, serta gambar tengkorak. Namun, sering kali kuatnya ketergantungan terhadap rokok membuat orang tidak mau berhenti mengisapnya, sampai sudah terlambat ketika seorang perokok mengidap salah satu penyakit akibat merokok tersebut (Salma,2014). Menurut Soenarwo (2013) terdapat beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan akibat kebiasaan merokok yaitu:

  1. Kanker Paru Diketahui sekitar 90% kasus kanker paru pada laki-laki dan 80% pada perempuan diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Hal ini karena asap rokok akan masuk secara inhalasi ke dalam paru-paru. Zat dari asap rokok ini akan merangsang sel di paru- paru menjadi tumbuh abnormal. Diperkirakan 1 dari 10 perokok sedang dan 1 dari 5 perokok berat akan meninggal akibat kanker paru.

  2. Kanker Kandung Kemih Kanker kandung kemih terjadi pada sekitar 40% perokok. Studi ilmiah menemukan kadar tinggi dari senyawa 2-naphthylamine dalam rokok menjadi karsinogenik yang mengarah pada kanker kandung kemih.

  3. Kanker Payudara Perempuan yang merokok lebih beresiko mengembangkan kanker payudara. Hasil studi menunjukkan perempuan yang mulai merokok pada usia

  20 tahun dan 5 tahun sebelum dia hamil pertama kali, beresiko lebih besar terkena kanker payudara.

  4. Kanker Serviks Sekitar 30% keatian akibat kanker serviks disebabkan oleh merokok. Hal ini karena perempuan yang merokok lebih rentan terkena infeksi oleh virus menular seksual.

  5. Kanker Kerongkongan

  Studi menemukan bahwa asap rokok merusak DNA dari sel-sel esophagus sehingga menyebabkan kanker kerongkongan. Sekitar 80% kasus kanker esophagus telah dikaitkan dengan merokok.

  6. Kanker Pencernaan Meskipun asap rokok masuk ke dalam paru-paru, tapi ada beberapa asap yang tertelan. Sehingga meningkatkan resiko kanker gastrointestinal

  (penceranaan).

  7. Kanker Ginjal Ketika seseorang merokok, maka asap yang mengandung nikotin dan tembakau akan masuk ke dalam tubuh. Nikotin bersama dengan bahan kimia berbahaya lainnya, seperti karbon monoksida dan tar menyebabkan perubahan denyut jantung, pernapasan, sirkulasi, dan tekanan darah. Karsinogen yang disaring keluar dari tubuh melalui ginjal juga mengubah sel DNA dan merusak sel-sel ginjal. Perubahan ini mempengaruhi fungsi ginjal dan memicu kanker.

  8. Kanker Mulut Tembakau adalah penyebab utama kanker mulut. Diketahui perokok 6 kali lebih besar mengalami kanker mulut dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dan orang yang merokok tembakau tanpa asap beresiko 50 kali lipat lebih besar.

  9. Kanker Tenggorokan Asap rokok yang terhirup sebelum masuk ke paru-paru akan melewati tenggorokan, karenanya kanker ini akan berkaitan dengan rokok.

  10. Serangan Jantung Nikotin dalam asap rokok menyebabkan jantung bekerja lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah. Sedangkan karbon-monoksida mengambil oksigen dalam darah lebih banyak, yang membuat jantung memompa darah lebih banyak pula. Jika jantung bekerja terlalu keras, ditambah tekanan darah tinggi, maka bisa menyebabkan serangan jantung.

  11. Penyakit Jantung Koroner (PJK) Sebagian besar penyakit jantung koroner disebabkan oleh rokok, dan akan semakin memburuk jika memiliki penyakit lain, seperti diabetes mellitus.

  12. Aterosklerosis Nikotin dalam asap rokok berpotensi mempercepat penyumbatan arteri yang bisa disebabkan oleh penumpukan lemak. Hal ini akan menimbulkan terjadinya jaringan parut dan penebalan arteri yang menyebabkan arterosklerosis.

  13. Stroke Gangguan akibat rokok juga berimbas pada pembuluh darah yang melayani otak. Penyempitan dan bendungan pembuluh darah otak menyebabkan seseorang beresiko menderita stroke. Meskipun stroke tidak membunuh, penyakit ini beresiko menimbulkan kecacatan atau kelumpuhan jangka panjang.

  14. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Kondisi ini menyebabkan aliran darah terhalangi, sehingga membuat seseorang sulit bernapas, dan sekitar 80% kasus PPOK disebabkan oleh rokok.

  Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya emfisema (sesak napas akibat kerusakan pada kantung udara atau alveoli) dan bronkitis kronis (batuk dengan banyak lender yang terjadi terus-menerus selama 3 bulan).

  15. Kebutaan Perilaku merokok menyebabkan seseorang menderita kebutaan karena degenerasi makular (hilangnya penglihatan secara bertahap). Hal ini dikarenakan merokok menyebabkan pembuluh darah yang melayani retina mengalami gangguan.

  16. Nyeri Tulang Belakang Kronis Tulang belakang memang tidak terus- menerus dalam kondisi bagus, tetapi merokok bisa mempercepat terjadinya masalah pada tulang belakang.

  Lempengan sendi tulang belakang terjadi secara bertahap akan kehilangan cairan dan tidak mampu menyangga tubuh dengan baik sehingga menyebabkan seseorang kerap menderita sakit pinggang dan gangguan tulang belakang lainnya.

  17. Gangren Gangren adalah jaringan tubuh yang membusuk dan mengeluarkan bau yang sangat khas. Gangren terjadi saat jaringan tubuh, khususnya pada anggota gerak, tidak mendapat suplai darah yang mencukupi. Dalam jangka panjang, merokok bisa menyempitkan pembuluh darah sehingga rentan terjadi bendungan, inilah cikal bakal gangren pada perokok.

  18. Impotensi

  Bagi laki-laki berusia 30-an dan 40-an tahun, maka merokok bisa meningkatkan disfungsi ereksi sekitar 50%. Hal ini karena merokok bisa merusak pembuluh darah. Nikotin mempersempit arteri, sehingga mengurangi aliran darah dan tekanan darah ke penis. Jika seseorang sudah mengalami impotensi, maka bisa menjadi peringatan dini bahwa roko sudah merusak daerah lain dari tubuh.

  19. Gangguan Janin Merokok berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi dan janin dalam kandungan, termasuk infertilitas (kemandulan), keguguran, kematian janin, bayi lahir berberat badan rendah, dan sindrom kematian mendadak bayi.

  20. Gangguan medis lainnya Beberapa gangguan medis juga bisa disebabkan oleh rokok seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), memperburuk asma dan radang saluran napas, katarak, menjadi lebih sering sakit-sakitan, menimbulkan noda di gigi dan gusi, menyebabkan gangguan pada penciuman dan pengecapan, menurunkan stamina berolahraga, merusak penampilan, serta mengakibatkan penuaan dini.

2.4 Perilaku Merokok

  Menurut Sitepoe (2001), merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.

  Amstrong (1991) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar.

  Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perilaku merokok adalah suatu aktivitas membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar yang dapat terhisap oleh orang disekitarnya.

  Tomkins dalam American Journal of Public Health membedakan empat jenis umum perilaku merokok yaitu:

  1. Kebiasaan merokok Dalam jenis kebiasaan merokok, individu awalnya mungkin merokok untuk mengurangi efek negatif atau untuk menambah efek positif padahal individu tersebut sudah lama berhenti merokok. Dia mungkin tidak menyadari bahwa rokok ada di mulutnya. Dia merokok seolah- olah itu membuatnya merasa baik atau lebih baik, namun faktanya tidak. Seperti sama sekali tidak ada perasaan aneh untuk merokok. Itulah yang disebut dengan kebiasaan merokok.

  2. Afektif positif perilaku merokok Disini dibedakan lagi menjadi dua subtipe, yaitu merokok sebagai stimulan untuk mempengaruhi afektif positif dari kegembiraan dan merokok sebagai relaksasi untuk mempengaruhi afektif positif dari kenikmatan. Merokok sebagai relaksasi terjadi pada orang-orang yang dalam keadaan sangat santai seperti saat selesai makan dan di tengah- tengah percakapan yang menyenangkan. Jenis stimulan dalam merokok terjadi setiap kali merokok memberikan dampak kegembiraan seperti ketika anak muda merokok untuk membangun maskulinitas atau menyambut masa dewasa dengan menentang orang tuanya.

  3. Afektif negatif perilaku merokok Jenis yang ketiga ini diberi nama dengan merokok sedatif atau sebagai penenang. Dalam hal ini seseorang merokok terutama untuk mengurasi perasaan tertekan, takut, malu, jijik, atau kombinasinya. Seseorang berusaha untuk menenangkan dirinya bukan untuk bersantai. Ketika semua berjalan dengan baik dia mungkin tidak merokok. Hanya ketika seseorang dalam masalah dia berpikir untuk merokok. Dalam afektif positif, perokok hanya merokok saat dia merasa bahagia bukan pada saat dia merasa buruk.

  Perokok penenang juga dibedakan menjadi dua subtipe, yaitu penenang sebagian dan penenang keseluruhan. Dalam penenang sebagian, seseorang merokok untuk membantu mengurang perasaan negatifnya sehingga ia dapat menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Sedangkan dalam penenang keseluruhan, merokok diandalkan secara eksklusif untuk mengurangi pengaruh negatif dan tidak ada konfrontasi dari sumber penderitaannya. Inilah yang disebut dengan candu.

  4. Ketergantungan merokok Dalam jenis yang keempat, terdapat afektif positif perilaku merokok dan afektif negatif perilaku merokok yang disebut dengan kecanduan psikologis.

  Dalam kecanduan psikologis, pertama perokok selalu menyadari bahwa dia tidak sedang merokok. Hal ini sangat berbeda dengan merokok sebagai penenang dimana setiap kali ada sesuatu hal yang baik perokok tidak tahu bahwa dia tidak merokok. Kedua, kesadaran seperti tidak merokok selalu membangkitkan efek negatif. Perokok kecanduan menderita setiap kali dia tanpa rokok. Ketiga, dia berpikir bahwa hanya rokok yang dapat mengurangi penderitaannya, dan tidak ada yang dapat menggantikannya. Keempat, hanya merokok yang akan membangkitkan afektif positifnya. Kelima, afektif negatifnya akan meningkat intensitasnya sampai tak terhankan, sampai dia tidak bisa merokok. Keenam, harapannya bahwa merokok akan mengurangi penderitaannya dan membangkitkan efek positif.

2.4.1 Tahap Dalam Perilaku Merokok

  Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks yang melibatkan beberapa tahap. Menurut Leventhal dan Cleary dalam Aisyah (2014), terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga seorang individu benar- benar menjadi perokok, yaitu:

  1. Tahap Preparation Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok. Individu mengembangkan sikap terhadap rokok dan sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa merokok itu. Tahap persiapan ini melibatkan persepsi tentang apa yang dilibatkan dalam merokok dan apa fungsi merokok.

  2. Tahap Initiation Tahap initiation adalah tahap ketika seseorang benar- benar merokok untuk pertama kalinya. Tahap ini merupakan tahap kritis bagi seseorang untuk menuju tahap becoming a smoker. Pada tahap inilah seorang individu akan memutuskan untuk melanjutkan percobaannya atau tidak. Meskipun saat pertama kali mengonsumsi rokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk- batuk, lidah terasa getir, dan perut terasa mual, tetapi sebagian dari pemula itu berlanjut menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi ketergantungan.

  3. Tahap Becoming a Smoker Pada tahap ini seseorang yang merokok empat batang setiap harinya melalui percobaan berulang dan pemakaian secara teratur dapat membuat seseorang menjadi perokok aktif pada masa dewasa.

  4. Tahap Maintenance of Smoking Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri

  (self regulating) seseorang dalam berbagai situasi dan kesempatan. Tahap ini juga membangun alasan merokok bagi perokok adalah untuk meringankan kecemasan, ketegangan dan rasa tertekan, sedangkan lainnya karena ingin memunculkan efek stimulant (perangsang) dan merasa santai.

2.4.2 Tipe Perokok

  Menurut Mu’tadin dalam Lubis (2012) tipe perokok dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

  1. Perokok sangat berat, yaitu seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang sehari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.

  2. Perokok berat, yaitu seseorang yang mengkonsumsi rokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.

3. Perokok sedang, yaitu seseorang yang menghabiskan rokok sekitar 11-21 batang sehari dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.

4. Perokok ringan, yaitu seseorang yang menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

2.4.3 Alasan Merokok

  Menurut Amstrong (1991) ada beberapa alasan mengapa orang dewasa merokok, yaitu:

  1. Seorang perokok merasa benar-benar menikmati rokok ketika menghisapnya. Mereka bahkan tidak dapat menahan diri meskipun menyadari bahwa kesehatannya dipertaruhkan untuk kesenangan tersebut.

  2. Seorang perokok menjadi ketagihan terhadap nikotin yang terdapat dalam rokok sehingga mereka merasa hampa tanpa mengkonsumsinya. Inilah efek samping dari nikotin yang ada pada rokok yaitu membuat orang menjadi kecanduan.

3. Seorang perokok terbiasa menghisap rokok untuk dapat merasakan relaksasi santai setelah melakukan berbagai aktivitas.

  4. Persepsi bahwa merokok merupakan penopang dalam bermasyarakat. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesan jantan dalam perilaku merokok karena diterima dalam lingkungan bermasyarakat.

2.4.4 Perilaku Merokok dan Kemiskinan

  Setiap negara termasuk Indonesia memiliki definisi tersendiri terhadap kategori miskin bagi seseorang. Hal ini dikarenakan kondisi miskin tersebut bersifat relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran- ukuran berdasarkan kondisi tertentu seperti pendapatan rata- rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan.

  Berdasarkan Undang- Undang Nomor 24 tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik.

  Definisi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers dalam Aisyah (2014) menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep (integrated

  concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1.

  Kemiskinan (proper) Permasalahan kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan- kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada kelompok yang tidak memiliki pendapatan akan tetapi dapat berlaku pula pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.

2. Ketidakberdayaan (powerless)

  Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial dari seseorang atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh keadilan/ persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

  3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency) Seseorang/ sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga dimana situasi ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya, situasi rentan berupa kondisi kesehatan yang membutuhkan biaya pengobatan yang relatif mahal.

  4. Ketergantungan (dependency) Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dari seseorang/ sekelompok orang yang disebut miskin menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap pihak lain sangat tinggi. Mereka tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi/ penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaan pendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat diperlukan.

  5. Keterasingan (isolation) Dimensi keterasingan yang dimaksudkan adalah faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin ini berada pada daerah yang jauh dari pusat- pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak terkonsentrasi di pusat- pusat pertumbuhan ekonomi. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil sulit dijangkau oleh fasilitas- fasilitas kesejahteraan sehingga relatif memiliki taraf hidup yang rendah yang menyebabkan adanya kemiskinan.

  Jumlah perokok di Indonesia sangatlah besar sesuai dengan jumlah penduduknya yang besar pula. Selain itu rokok juga menjadi pengeluaran terbesar kedua bagi para rakyat di Indonesia. Pada data di Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 2006 dalam Aisyah (2014) tercatat bahwa pengeluaran rokok sebesar 11,89%, setengahnya dari pengeluaran terhadap padi- padian yang mencapai 22,10%, namun lebih tinggi dari listrik, telepon dan BBM yang sebesar 10,95% serta lebih tinggi dari pada sewa dan kontrak yang mencapai 8,82%.

  Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Dari hasil data tersebut tampak bahwa kelompok keluarga termiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi dari pada kelompok terkaya. Selain itu berdasarkan data BPS pada bulan Maret 2014, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan yaitu beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, mie instan, dll. Rokok kretek filter merupakan salah satu komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap Garis Kemiskinan Menurut hasil BPS tersebut banyak penduduk miskin yang membelanjakan pendapatannya untuk hal-hal yang berdampak buruk bagi kesehatan diantaranya pengeluaran untuk rokok. Porsi belanja rokok yang semakin besar tersebut tentunya akan mengurangi kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan lain, seperti makanan, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya meningkatkan gizi anak- anak dan keluarga. Hal inilah yang dapat mengakibatkan kemiskinan dan secara signifikan dapat menurunkan standar hidup keluarga miskin, Menurut Kosen yang dikutip Surjono,dkk (2013) dalam Jurnal Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia

  (BPPK), pengeluaran tembakau di Indonesia secara makro pada tahun 2010 menyebabkan pengeluaran yang tidak perlu sebesar 231,27 trilyun rupiah, yang terdiri dari 138 trilyun rupiah untuk pembelian rokok, 2,11 trilyun rupiah untuk biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan, dan 91,16 trilyun rupiah kerugian akibat kehilangan produktivitas karena kematian premature dan

morbiditas-disabilitas. Sementara realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada

tahun 2010 hanya sebesar 63 trilyun rupiah. Jika dinilai dengan uang, kerugian ekonomi akibat penggunaan tembakau mengalami kenaikan dari 245,41 trilyun rupiah tahun 2010 menjadi 378,75 trilyun rupiah pada tahun 2013.

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah suatu program pemerintah dan masyarakat/ rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. JKN merupakan program yang dalam pelaksanaannya dan dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan). JKN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Tujuan penyelenggaraan JKN ini adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan.

2.5.1 Kepesertaan JKN

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 peserta JKN adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta program JKN terdiri dari 2 kelompok yaitu:

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan

  Peserta PBI jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang PBI, fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/ atau keluarganya, sedangkan orang tidak mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar iuran bagi dirinya dan keluarganya.

  Kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu ditetapkan oleh menteri setelah berkoordinasi dengan menteri dan/ atau pimpinan lembaga terkait.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sertifikasi Guru 2.1.1 Hakikat Sertifikasi Guru - Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan Dan Kinerja Guru Di Smp Swasta Dharma Patra Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

0 1 46

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Tunjangan Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan Dan Kinerja Guru Di Smp Swasta Dharma Patra Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pelayanan Administrasi Pertanahan dalam Pengurusan Surat Kepemilikan Tanah di Kelurahan Kotapinang Kecamatan Kotapinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan

0 2 27

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Non-Keuangan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB II PENGELOLAHAN KASUS A. Konsep dasar 1. Pengertian halusinasi - Asuhan Keperawatan pada Ny. I dengan Prioritas Masalah Halusinasi Pendengaran di RSJ Daerah Provsu Medan

0 0 25

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL 3.1 Gambaran Umum Responden - Analisis Pengaruh Gaji, Interaksi Sosial Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Pt. Bank Mandiri ,Tbk Cab. Ahmad Yani Medan

0 1 21

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia - Analisis Pengaruh Gaji, Interaksi Sosial Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Pt. Bank Mandiri ,Tbk Cab. Ahmad Yani Medan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Upaya untuk Pencapaian Adiwiyata pada Sekolah Dasar di Kota Medan Tahun 2015

0 0 19

Upaya untuk Pencapaian Adiwiyata pada Sekolah Dasar di Kota Medan Tahun 2015

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca ABB) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)

0 1 18