BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca ABB) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

  Pisang bisa disebut sebagai tanaman serba guna. Bagian bawah tanaman, yaitu bonggol pisang, dapat dijadikan sebagai sumber bibit untuk perbanyakan tanaman pisang. Batang pisang merupakan batang semu yang bisa dijadikan pakan ternak. Daun pisang bisa dijadikan sebagai pembungkus makanan. Bunga pisang yang disebut jantung pisang dapat diolah menjadi sayur yang enak. Kulit buah pisang dijadikan sebagai pakan ternak. Bagian buah pisang yang paling banyak dimanfaatkan sebagai buah yang langsung dimakan atau ada yang diolah menjadi pisang rebus, kolak pisang, kripik pisang, pisang goreng, dan lain-lain (Kaleka, 2013).

  2.1.1 Klasifikasi tanaman pisang

  Hasil identifikasi pisang kepok dari Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor Herbarium Bogoriense sebagai berikut:

  Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Suku : Musaceae Genus : Musa Jenis : Musa x paradisiaca ABB

  2.1.2 Morfologi tumbuhan

  Tanaman pisang merupakan tanaman herba tahunan yang mempunyaisistem perakaran dan batang di bawah tanah. Pohon pisang berakar rimpang yangberpangkal pada umbi batang. Batang yang berdiri tegak di atas tanah danterbentuk dari pelepah daun yang saling menelungkup dan disebut batang semu.Tinggi batang semu berkisar antara 3,5 – 7,5 meter (Satuhu dan Supriyadi 2000).

  Daun pisang letaknya tersebar. Helaian daun berbentuk lanset memanjang dan mudah sekali robek oleh hembusan angin yang keras karena tidak mempunyaitulang-tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun. Bunga berkelamin satu,berumah satu dan tersusun dalam tandan. Daun pelindung berukuran panjang 10 –25 cm, berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok. Bunga tersusun dalamdua baris yang melintang. Bakal buah berbentuk persegi, sedangkan bunga jantantidak ada. Setelah bunga keluar, bunga membentuk sisir pertama, kedua danseterusnya (Satuhu dan Supriyadi, 2000).

2.1.3 Syarat tumbuh

  Syarat tumbuh tanaman pisang berhubungan dengan tanah sebagai media tumbuh, unsur hara, cahaya matahari, dan air. Tanaman pisang memiliki sistem perakaran yang dangkal. Agar pertumbuhannya optimal, dibutuhkan lapisan tanah atas yang subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Penambahan pupuk kandang akan memperbaiki stuktur tanah dan menyuplai unsur hara N, P, S dan memperbaiki kemampuan tanah untuk menahan atau menyimpan air (Kaleka, 2013).

  Faktor yang mempengaruhi syarat tumbuh adalah iklim. Tanaman pisang tumbuh baik di daerah tropis. Tipe iklim yang sesuai adalah iklim basah sampai kering dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Suhu rata-rata tahunan yang baik untuk pertumbuhan tanaman pisang berkisar antara 18-35°C (Kaleka, 2013).

2.1.4 Klasifikasi

  Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan menjadi pisang serat, pisang hias, dan pisang buah. Pada pisang serat yang dimanfaatkan serat batangnya untuk pembuatan tekstil. Pisang hias ditanam sebagai hiasan, misalnya pisang kipas. Sedangkan pisang buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya dan juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam makanan olahan seperti kripik, sale pisang, pisang goreng, kolak pisang, dan lainnya (Sunyoto, 2011).

  Pisang yang tujuannya untuk dimanfaatkan buahnya, dapat dibedakan yaitu buah yang dapat dimakan langsung setelah matang, misalnya pisang mas, pisang raja, pisang ambon, pisang barangan. Buah pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu dengan cara direbus atau digoreng, misalnya pisang tanduk, pisang kepok, pisang raja. (Kaleka, 2013).

  Berdasarkan jenisnya, tanaman pisang yang selama ini dikenal olehmasyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu Musa

  

acuminatae , Musa balbisiana dan hasil persilangan alami maupun buatanantara

Musa acuminata dan Musa balbisiana. Musa acuminatamemiliki ciri umum tidak

  ada biji dalam buahnya. Musa acuminata disandikan AA, sedangkan untuk triploiddisandikan AAA. Contoh kultivar pisang yangtermasuk dalam kelompok pisang ini adalah pisang Ambon (AAA),Barangan (AAA), dan Mas (AA). Musa

  balbisiana memiliki ciri umum mengandung banyak biji dalam buahnya. Musa balbisiana disandikan dengan genom B, dandibedakan menjadi BB yang diploid,

  BBB yang triploid dan BBBB tetraploid. Contoh dari jenis ini yang cukup populer di masyarakat diantaranyaadalah pisang Klutuk Awu dan pisang Kluthuk Wulung (Sumardi dan Wulandari, 2010).

  Persilangan alami maupun buatan dari Musa acuminata dengan Musa

  balbisiana yang disebut Musa paradisiaca. Contohnya adalah Musa x paradisiaca

  cv Kepok (ABB genom), Musa paradisiaca cvRaja nangka (AAB genom) and

  Musa paradisiaca cv Kluthuksusu (ABB genom). (Sumardi dan Wulandari, 2010).

2.1.5 Kandungan gizi

  Buah pisang merupakan bahan pangan yang penting bagi manusia. Pisang memiliki nilai gizi tinggi terutama vitamin, pati, serta gula dan merupakan sumber vitamin, mineral, dan energi bagi masyarakat dengan harga relatif murah (Kaleka, 2013). Pada Tabel 2.1 dibawah ini diuraikan komposis kandungan gizi buah pisang kepok per 100 g.

Tabel 2.1 Komposisi kimia pisang kepok per 100 g bahan Komposis kimia Jumlah

  Air (g)

  70 Karbohidrat (g)

  27 Protein (g) 1,2 Lemak (g) 0,3 Kalsium (mg)

  80 Fosfor (mg) 290

  • Sodium (mg) 2,4

  β-karoten (mg) Thiamin (mg) 0,5 Riboflavin (mg) 0,5 Asam askorbat (mg) 120 Kalori (kal) 104 Sumber: Satuhu dan Supriyadi (2000).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

  Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Ditjen POM, 2000).

2.2.2 Ekstrak

  Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi standar yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

  Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Menurut Ditjen POM (2000) metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi kedalam dua cara, yaitu:

  a. Cara dingin, yaitu:

  1. Maserasi, adalah proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

  2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

  b. Cara panas

  1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

  2. Sokletasi, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  3 Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

  4 Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangans air mendidih, temperatur terukur 90°C) selama 15 menit.

  5 Dekok, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Uraian Saluran Pencernaan Manusia

  Sistem gastrointestinal merupakan pintu gerbang masuknya zat makanan, vitamin, mineral, dan cairan ke dalam tubuh. Protein, lemak, dan karbohidrat kompleks diuraikan menjadi unit-unit yang dapat diserap (dicerna), terutama di usus halus. Hasil pencernaan vitamin, mineral, dan air menembus mukosa dan masuk ke dalam limfe atau darah (penyerapan). Pencernaan zat makanan melibatkan kerja sejumlah besar enzim pencernaan yang dibantu oleh asam klorida yang disekresi oleh lambung dan empedu yang disekresi oleh hepar (Ganong, 2008).

  Saluran cerna berfungsi untuk menyerap zat makanan, zat-zat penting, garam dan air serta mengekskresi bagian makanan yang tak diserap dan sebagian hasil akhir metabolisme. Dengan proses pencernaan yaitu proses penguraian dengan bantuan enzim, diubah protein, karbohidrat dan lemak, menjadi bentuk yang dapat diserap (Mutschler, 1991).

  Makanan dicerna menjadi bubur (chimus) di dalam lambung yang kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim pencernaan. Setelah zat-zat gizi diabsorpsi oleh villi ke dalam darah, sisa chimus yang terdiri dari 90% air dan sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (kolon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada disini (flora) mencernakan lagi sisa-sisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dari padanya dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga diserap kembali, sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh sebagai tinja (Tan dan Kirana, 2007).

2.3.1 Lambung

  Makanan dicerna dalam lambung, tercampur dengan asam, mukus, dan pepsin, kemudian dikeluarkan ke dalam duodenum dengan kecepatan yang stabil dan terkendali. Mukosa lambung banyak mengandung kelenjar. Di daerah pilorus dan kardia, kelenjar tersebut mensekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar juga mengandung sel parietal yang mensekresikan asam klorida dan sel peptik yang mensekresikan pepsinogen. Sekret-sekret ini bercampur dengan mukus (Ganong, 2008).

  Apabila makanan masuk ke lambung, fundus dan bagian atas korpus akan melemas dan mengakomodasi makanan dengan sedikit peningkatan tekanan.

  Peristaltik kemudian dimulai di bawah korpus yang mencampur dan menghaluskan makanan serta memungkinkan makanan dalam bentuk setengah cair mengalir sedikit demi sedikit melalui pirolus dan memasuki duodenum (Ganong, 2008).

2.3.2 Usus halus

  Di usus halus, isi usus tercampur dengan sekresi sel-sel mukosa, getah pankreas, dan empedu. Pencernaan yang dimulai dari mulut dan lambung, diselesaikan di lumen dan sel-sel mukosa usus tempat produk pencernaan diserap, bersamaan dengan sebagian besar vitamin dan cairan. Dalam usus halus terdapat sekitar 9 liter air setiap hari yang terdiri dari 2 liter dari makanan dan 7 liter dari sekresi saluran cerna, tetapi hanya 1-2 liter yang sampai ke kolon. Sel mukosa di usus halus yang disebut dengan enterosit, memiliki sejumlah besar mikrovili yang menutupi permukaan apikalnya. Di dalam mikrovili ini banyak terdapat enzim (Ganong, 2008).

  Usus halus terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum. Bagian pertama duodenum terkadang disebut duodenal cup atau bulb. Daerah ini menerima isi lambung yang bersifat asam yang mengalir melalui pilorus. Berdasarkan kesepakatan, 40% bagian atas usus halus sebelah distal duodenum disebut jejenum dan 60% sisanya disebut ileum walaupun tidak terdapat batasan anatomi yang jelas diantara keduanya. Katup ileosekum menandai titik berakhirnya ileum di kolon. Usus halus berukuran lebih pendek pada keadaan hidup dibandingkan pada keadaan mati karena setelah kematian, otot di sebagian besar saluran cerna melemas sehingga jarak yang diukur saat otopsi menjadi lebih panjang. Jarak dari pilorus ke katup ileosekum pada manusia hidup dikatakan sepanjang 285 cm (Ganong, 2008).

2.3.2.1 Motilitas usus

  Usus halus mencerna dan menyerap kimus dari lambung melalui serangkaian kontraksi otot polos, yaitu peristaltik dan segmentasi. Pada peristaltik, kontraksi ini merupakan respon refleks yang timbul bila dinding saluran cerna teregang oleh isi lumen (kimus) dan terjadi di semua bagian saluran cerna mulai dari esophagus sampai rektum. Kontraksi ini mendorong kimus ke arah usus besar. Aktivitas peristaltik dapat meningkat atau menurun melalui input autonom (Ganong, 2008).

  Kontraksi segmentasi merupakan kontraksi berbentuk cincin yang muncul dalam interval yang relatif teratur di sepanjang usus lalu menghilang dan digantikan oleh serangkaian kontraksi cincin lain di segmen-segmen di antara kontraksi-kontraksi sebelumnya. Kontraksi ini mendorong kimus maju mundur dan meningkatkan pajanannya pada permukaan mukosa. Kontraksi segmentasi

  2+

  dipicu oleh peningkatan lokal influx Ca disertai gelombang peningkatan

  2+ konsentrasi Ca yang menyebar (Ganong, 2008).

  Pada kontraksi segmentasi, memperlambat waktu transit di usus halus sehingga waktu transit sebenarnya lebih lama pada keadaan kenyang daripada keadaan puasa. Hal ini memungkinkan kimus berkontak lebih lama dengan enterosit sehingga absorpsi meningkat. Gelombang peristaltik yang sangat kuat

  (peristaltic rush), tidak terjadi pada orang normal tetapi timbul pada usus yang mengalami obstruksi (Ganong, 2008).

2.3.3 Kolon

  Fungsi utama kolon adalah penyerapan air, natrium, dan mineral lainnya sehingga membuat tinja menjadi semi padat. Diameter kolon lebih besar daripada diameter usus halus dan panjangnya sekitar 100 cm pada orang dewasa hidup dan sekitar 150 cm pada saat otopsi. Bagian ileum yang terdapat katup ileosekum menonjol sedikit ke dalam sekum sehingga peningkatan tekanan kolon akan menutupnya sedangkan peningkatan tekanan ileum akan menyebabkan katup ileosekum terbuka. Jadi, katup ini mencegah refluks isi kolon ke dalam ileum. Katup ini tertutup dalam keadaan normal. Setiap kali gelombang peristaltik mencapainya, katup ini terbuka sebentar dan memungkinkan sebagian kimus ileum masuk ke dalam sekum (Ganong, 2008).

  Kolon mengandung bakteri dalam jumlah besar. Bakteri yang terdapat di kolon meliputi Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Bacteriodes fragilis.

  Sejumlah besar bakteri keluar melalui tinja (Ganong, 2008).E.coli adalah anggota flora normal usus. E.coli berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zatanorganik, yaitu CO

  2 , H 2 O, energi, dan mineral(Ganiswara, 1995).

  E.coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran

  pencernaanmeningkat atau berada di luar usus. E.coli menghasilkan enterotoksin yangmenyebabkan beberapa kasus diare. E.coli berasosiasi dengan enteropatogenikmenghasilkan enterotoksin pada sel epitel. Toksin yang dihasilkan

  • oleh E.coli merangsang sekresi Na dan air di usus halus (Ganong, 2008).
Penyakit yang disebabkan oleh E.coli yaitu infeksi saluran kemih, diare, sepsis, dan meningitis (Jawetz et al., 1995).

2.4 Uraian Diare

  Diare (berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia, artinya melewati dan

  

rheein yang berarti mengalir atau berlari) merupakan masalah umum untuk orang

  yang menderita pengeluaran feses yang terlalu cepat dan terlalu encer (Rang, et al., 2007). Diare secara umum didefinisikan sebagai bentuk tinja abnormal (cair) yang disertai dengan peningkatan frekuensi buang air besar yakni lebih dari tiga kali per hari (Guerrant, et al., 2001).

  Kandungan cairan merupakan penentu utama volume dan konsistensi feses.Kandungan air umumnya 70% sampai 85% dari berat feses total.

  Kandungan cairan feses menggambarkan keseimbangan antara sekresi air dan elektrolit dan absorpsi di sepanjang saluran gastrointestinal.Diare merupakan kondisi ketidak seimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit (Sukandar, dkk, 2008).Selama masa diare, terjadi peningkatan motilitas saluran cerna yang disertai peningkatansekresi dan penurunan absorpsi cairan, yang mengakibatkan

  • kehilangan elektrolit (khususnya Na ) dan air (Rang, et al., 2007).

  Pada diare infeksi, umumnya infeksi terdapat pada usus besar dan ujung distal ileum. Dimanapun infeksi terjadi, menyebabkan mukosateriritasi dan kecepatan sekresinya bertambah. Selain itu pergerakan dinding usus biasanya meningkat. (Guyton, 1990). Diare yang disebabkan oleh kolera,toksinnya langsung merangsang sekresi elektrolit dan cairan berlebihan pada ileum distalis

  dan kolon. Jika sejumlah besar Na , K , dan air keluar dari kolon dan usus halus ke dalam tinja diare, akan menyebabkan terjadinya dehidrasi, kolaps kardiovaskular, hipovalemia, dan akhirnya syok. Oleh karena itu, dasar pengobatan yang penting adalah mengganti cairan elektrolit secepat kehilangannya. (Guyton, 1990).

  Terdapat 4 mekanisme patofisiologi yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare, yaitu:

  1. Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida

2. Perubahan motilitas usus 3.

  Peningkatan osmolaritas luminal 4. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan(Sukandar, dkk., 2008)

2.4.1 Jenis-jenis diare

  Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan beberapa jenis diare sebagai berikut: a. Diare akibat virus yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan

  adenovirus . Virus melekat pada sel mukosa usus dan menjadi rusak

  sehingga kapasitas absorpsi menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi dapat bertahan terus sampai beberapa hari setelah virus lenyap dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari.

  b. Diare bakterial invasif (bersifat menyerbu). Kuman pada keadaan tertentu menjadi invasif ke dalam mukosa, dimana terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diserap ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala dan kejang- kejang. Selain itu mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir. Penyebab dari pembentuk enterotoksin ialah bakteri

  . Diare ini bersifat

  E. coli spec, Shigella, Salmonella dan Campylobacter

  “self-limiting”, artinya akan sembuh dengan sendirinya dalam k.l. 5 hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa baru.

  c. Diare parasit, akibat protozoa seperti Entamoeba hystolica dan Giardia , yang membentuk enterotoksin juga. Diare akibat parasit biasanya

  lamblia

  bercirikan mencret cairan yang intermiten bertahan labih lama dari satu minggu. Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam, anoreksia, nausea, muntah-muntah dan rasa letih.

  d. Akibat penyakit, misalnya colitis ulcerosa, p. Crohn, Irritable Bowel (IBS), kanker kolon, dan infeksi HIV. Juga akibat gangguan-

  Syndrom

  gangguan seperti alergi terhadap makanan/minuman, protein susu sapi, serta intoleransi untuk laktosa karena defisiensi enzim laktase.

  e. Akibat obat, yaitu digoksin, kinidin, garam-Mg, litium, sorbitol, β-bloker, ACE inhibitors, reserpin, sitostatik, dan antibiotik berspektrum luas. Semua obat ini dapat menimbulkan diare “baik” tanpa kejang perut dan perdarahan.

  Adakalanya juga akibat penyalahgunaan laksansia dan penyinaran dengan sinar X (radioterapi).

  f. Akibat keracunan makanan. Keracunan makanan didefinisikan sebagai penyakit yang bersifat infeksi atau toksis dan diperkirakan atau disebabkan oleh mengkonsumsi makanan tercemar. Penyebab utamanya adalah tidak memadainya kebersihan pada waktu pengolahan, penyimpanan dan distribusi dari makanan/minuman dengan akibat pencemaran meluas (Tan dan Kirana, 2007).

  Berdasarkan mekanisme patofisiologinya, pengelompokan diare secara klinis, yaitu: a. Secretory diarrhea , terjadi ketika zat meningkatkan sekresi atau mengurangi penyerapan air dalam jumlah besardan elektrolit. Zat yang menyebabkan kelebihan sekresi termasukpeptida intestinal vasoaktif (VIP) merangsang sekresi getah usus, tidak terserapnyalemak makanan, pencahar, hormon (seperti secretin),racun bakteri, dan garam empedu yang berlebihan. Banyak dariagen tersebut merangsang intraseluler adenosin monofosfat siklik

  • danmenghambat Na /K -ATPase, yang menyebabkan peningkatan sekresi.

  Selain itu, banyakmediator tersebut menghambat penyerapan ion secara bersamaan. Puasa tidak mengubah volume tinja dalampasien (Spruill dan Wade, 2005).

  b. Osmotic diarrhea , disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestinal (Sukandar, dkk., 2008).

  c. Exudative diarrhea , disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan mukus, protein atau darah ke dalam saluran pencernaan(Sukandar, dkk., 2008).

  d. Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus halus, pengosongan usus besar yang prematur dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan (Sukandar, dkk., 2008). Berdasarkan waktu terjadinya, pengelompokan diare antara lain:

  a. Diare akut Diare ini berlangsung selama kurang dari dua minggu. Penyebabnya adalah infeksi bakteri, virus, atau parasit, keracunan atau alergi terhadap makanan, reaksi obat seperti magnesium yang terdapat pada antasida, antibiotik, misoprostol, H2 reseptor bloker, dan proton pum inhibitor (Navaneethan dan Giannella, 2011) .

  b. Diare persisten Diare ini berlangsung selama dua sampai empat minggu. Diare persisten merupakan kelanjutan dari diare akut, yang umumnya disebabkan karena infeksi bakteri, virus, atau parasit (Navaneethan dan Giannella, 2011).

  c. Diare kronik Diare ini berlangsung selama lebih dari empat minggu. Penyebabnya adalah

  irritable bowel syndrome (IBS), inflammatory bowel disease (IBD), kanker

  kolon, malabsorpsi lemak atau karbohidrat. karena penyakit kanker kolon dan rektum atau penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal (Navaneethan dan Giannella, 2011).

2.4.2 Obat antidiare

  Penggolongan obat yang sering kali digunakan pada diare adalah:

  1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni membrantas bakteri penyebab diare seperti antibiotika, sulfonamida, dan senyawa kinolon (Tan dan Kirana, 2007).

  2. Obtipansia untuk terapi simtomatis yang dapat menghentikan diare. Ada beberapa cara antara lain: a. Obat antimotilitas

  Dua obat yang dipakai secara luas untuk mengendalikan diare adalah difenoksilat dan loperamid. Keduanya merupakan analog meperidin dan memiliki efek seperti opioid pada usus, mengaktifkan reseptor opioid presinaptik di dalam sistem saraf enterik untuk menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan peristaltik. Efek samping termasuk rasa mengantuk, kejang perut dan pusing. Karena obat ini dapat menyebakan megakolon yang toksik, maka tidak digunakan pada anak-anak atau pasien dengan kolitis berat (Mycek, 2001). Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak mudah menembus ke dalam otak. Oleh karena itu loperamid hanya mempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin menyebabkan ketergantungan (Neal, 2006). Waktu paruhnya adalah 7-14 jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melaui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik. Sifat ini menunjang selektivitas kerja loperamid. Sebagian obat diekskresikan bersama tinja.

  Loperamid tersedia dalam bentuk tablet 2 mg dan sirup 1 mg/5 ml dan digunakan dengan dosis 4-8 mg per hari (Dewoto, 2007).

  b. Obat antikolinergik Penggunaan agen antikolinergik untuk pengobatan diare didasarkan pada kemampuannya untuk mengurangi motilitas saluran usus. Dosis efektif yang digunakan untuk obat ini, setara dengan 0,6 sampai 1,0 mg atropin, terkait dengan tingginya insiden efek samping. Agen antikolinergik memiliki margin sempit dari segi keamanan, terutama pada anak-anak. Donnagel merupakan produk antidiare yang banyak digunakan, yang mengandung campuran alkaloid belladonna dan adsorben kaolin dan pektin (Gerald, 1981).

  c. Obat adsorben Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, norit yang diaktifkan (karbon aktif) dan atapulgit, digunakan secara luas untuk mengendalikan diare.

  Diduga obat-obat ini bekerja dengan mengabsorpsi toksin intestinal dan mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal. Obat-obat ini kurang efektif dibandingkan dengan obat-obat antimotilitas dan dapat mengganggu absorpsi obat lain (Mycek, 2001).

  d. Adstringensia Obat yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium (Tan dan Kirana, 2007).

  3. Spasmolitika Merupakan zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin (Tan dan Kirana, 2007).

  4. Suplemen Zinc (Zn) Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black, et al., 2003).

2.5 Oleum Ricini

  Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak, berasal dari Ricinus comunis, suatu trigliserida ricinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak lemak terhidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserin dan asam risinoleat. Asam risinoleat ini lah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak jarak juga sebagai emolien. Sebagai pencahar, obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan penginduksi diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Tan dan Kirana, 2007).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Pelayanan Administrasi Pertanahan dalam Pengurusan Surat Kepemilikan Tanah di Kelurahan Kotapinang Kecamatan Kotapinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan

0 2 27

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Non-Keuangan Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Non-Keuangan Di Bursa Efek Indonesia

1 9 18

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Non-Keuangan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Perusahaan Non-Keuangan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

BAB II PENGELOLAHAN KASUS A. Konsep dasar 1. Pengertian halusinasi - Asuhan Keperawatan pada Ny. I dengan Prioritas Masalah Halusinasi Pendengaran di RSJ Daerah Provsu Medan

0 0 25

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL 3.1 Gambaran Umum Responden - Analisis Pengaruh Gaji, Interaksi Sosial Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Pt. Bank Mandiri ,Tbk Cab. Ahmad Yani Medan

0 1 21

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia - Analisis Pengaruh Gaji, Interaksi Sosial Dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Pt. Bank Mandiri ,Tbk Cab. Ahmad Yani Medan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Upaya untuk Pencapaian Adiwiyata pada Sekolah Dasar di Kota Medan Tahun 2015

0 0 19

Lampiran 2.Gambar pohon pisang kepok, kulit pisang kepok dan simplisia

0 2 22