BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

  Hygiene dan sanitasi mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Higiene dan sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit pada manusia. Usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari hubungan kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena hubungan lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan lingkungan disebut higiene (Depkes RI, 2009).

  Dalam tatanan desentralisasi/otonomi daerah di bidang kesehatan, pencapaian Visi Indonesia Sehat 2015 ditentukan oleh pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setiap provinsi terkait dengan kesehatan lingkungan diantarnya : menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, membuang sampah pada tempat yang disediakan, membuang air limbah pada saluran yang memenuhi syarat, mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar (Hasibuan, 2009).

  Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Indonesia (2010) diketahui bahwa cakupan perumahan sehat di Indonesia masih rendah yaitu hanya 47,9% dibandingkan dengan target secara nasional yaitu 80%. Indikator rumah sehat dapat dilihat dari akses terhadap air bersih, penggunaan jamban keluarga, jenis lantai rumah, jenis dinding. Cakupan rumah tangga di Indonesia yang memiliki air bersih terlindung sebesar 81,5%, terdapat 52,72% rumah tangga memiliki jarak sumber air minum dari pompa/susia/mata air terhadap tempat penampungan kotoran akhir/tinja sebesar > 10 meter, dan 22% rumah tangga di Indonesia masih mempunyai kebiasaan buruk dalam hal membuang sampah. Rumah tangga yang sudah membuang sampahnya dengan baik hanya 21%, dan 57% rumah tangga cara membuang sampahnya tergolong cukup baik, dan ruma tangga persentase rumah tangga yang memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar sebesar 59,86%, rumah tangga yang memiliki bersama 12,95%, umum sebesar 4,33% dan tidak ada sebesar 22,85%, sedangkan rumah tangga yang mempunyai jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan hanya 47,2%. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan cakupan rumah sehat di Indonesia masih rendah, sehingga berdampak terhadap kesehatan masyarakat.

  Menurut Soemirat (2002), bahwa kesehatan lingkungan sangat berhubungan terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karenanya, untuk dapat mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu dihayati hubungan dengan manusia, yaitu ekologi manusia. Konsekuensi dari pengelolaan sanitasi lingkungan yang tidak baik adalah terjadinya berbagai masalah kesehatan seperti meningkatkanya angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, terjadinya masalah sosial dan masalah kenyamanan dan keindahan daerah.

  Salah satu bentuk upaya peningkatan sanitasi lingkungan adalah penerapan rumah sehat yang mencakup sanitasi dasar seperti penyediaan air bersih, penggunaan jamban, pembuangan air limbah dan sampah. Menurut WHO (2007), perumahan sehat merupakan konsep dari perumahan sebagai faktor yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor risiko dan berorientasi pada lokasi bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur apakah rumah tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran manusia maupun limbah lainnya.

  Pada prinsipnya lingkungan merupakan salah satu determinan terhadap terjadinya masalah kesehatan. Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip Notoadmodjo (2007) masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatannya sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada hubungannya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. Secara garis besar faktor-faktor yang memhubungani, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat berdasarkan urutan besarnya atau hubungan terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut: lingkungan yang mencakup lingkungan (fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi,dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut selain berhubungan langsung kepada kesehatan, juga saling berhubungan satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bila mana keempat faktor tersebut bersama- sama mempunyai kondisi yang optimal.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini L. Blum (1974) menjelaskan secara ringkas sebagai berikut: (1) lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan seperti iklim, keadaan tanah, dan topografi berhubungan langsung dengan kesehatan sebagaimana halnya interaksi ekonomi, budaya, dan kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai andil dalam keadaan sehat, (2) perilaku yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang mengabaikan hygiene perorangan, (3) keturunan atau hubungan faktor genetik adalah sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mepunyai hubungan primer dan juga sebagai penyebab penyakit, dan (4) pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan pembinaan kesehatan lingkungan.

  Semua permasalahan sanitasi dan hygiene yang ada merupakan pekerjaan rumah bagi para petugas sanitarian yang ada di seluruh wilayah dalam rangka peningkatan cakupan hygiene personal dan sanitasi lingkungan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor. 19/Kep/M.Pan/11/2000, sanitarian mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan jenjangnya. Sehubungan dengan itu sanitarian perlu memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan jenjangnya, agar mampu bekerja secara profesional. Salah satu upayanya adalah melalui peningkatan pengetahuan. Peran sanitarian adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan lingkungan, pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat (Widyanto, 2007).

  Berhasil tidaknya peningkatan cakupan pelayanan hygiene dan sanitasi lingkungan tidak terlepas dari kinerja dari petugas kesehatan khususnya petugas sanitarian. Kinerja yang baik dapat tercapai bila seseorang memiliki kemampuan, kemauan dan usaha. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi, setelah ada motivasi dapat timbul kegiatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil pada suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas dalam periode tertentu. Menurut Singer (1990), secara umum kinerja adalah suatu catatan keluaran hasil kegiatan pada suatu fungsi jabatan kerja atau keseluruhan aktivitas kerja pada waktu tertentu, suatu kesuksesan dalam melaksanakan pekerjaan.

  Wirawan (2009) menjelaskan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal dan faktor internal karyawan atau pegawai. Faktor internal karyawan diantaranya adalah kompetensi. Menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan : pasal 1 (10) disebutkan bahwa kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan, dalam hal ini kinerja petugas sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene dan sanitasi sangat dihubungani oleh kompetensi yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerjanya. Selain faktor tersebut terdapat faktor internal organisasi termasuk ketersediaan sarana untuk bekerja di bagian kesehatan lingkungan.

  Rohmani , Yayuk Sri

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh (2005) tentang

  

Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Dan Ketersediaan Alat Dengan Kinerja

Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit Di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman

menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden baik sebanyak 35%, sedang

30%, dan kurang 35%. Tingkat kinerja baik 10%, Sedang 85%, dan 5% kurang.

  Ketersediaan alat didapat 10% baik, 85% sedang dan 5% kurang. Analisa data menunjukan hasil sebagai berikut : hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kinerja, p= 0,008 yang berarti ada hubungan pada alpha 10%. Hubungan antara kesediaan alat dengan kinerja p=0,001 (terdapat hubungan sangat signifikan), dengan r = 81,6% ( hubungan kuat).

  Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Amrullah (2010) tentang hubungan karakteristik dan kompetensi tenaga sanitarian dengan kinerja tenaga sanitarian di Puskesmas Siko Ternate menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan, usia, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan ketermpilan dengan kinerja tenaga sanitarian di Puskesmas Siko Kota Ternate (P<0,05).

  Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupataen yang ada di Provinsi Aceh. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 diketahui bahwa terdapat 73 orang tenaga sanitarian yang tersebar di Puskesmas, Puskesmas pembantu, rumah sakit dan dinas kabupaten. Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa terdapat 53 orang (72,6%) berpendidikan DIII kesehatan lingkungan dan 20 orang (27,4%) berpendidikan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH). Dengan jumlah demikian diharapkan pelayanan hygiene dan sanitasi di Kabupaten Aceh Besar dapat ditingkatkan.

  Data periode Januari sampai dengan Desember 2011 keadaan sanitasi lingkungan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa terdapat 30.531 rumah sehat atau 58,4% dari seluruh rumah yang ada, angka ini masih jauh dibawah target nasional yaitu 80%, terdapat 61,9% keluarga yang memiliki akses air bersih sementara target nasional adalah 100%, 70,91% memiliki jamban sehat (target nasional 90%), 71,6% memiliki tempat sampah sehat (target nasional 90%) dan 57,6% melakukan pengelolaan air limbah sesuai dengan persyaratan (target nasional 90%). Berdasarkan cakupan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adanya ketidaksesuaian kerja dengan tupoksi tenaga sanitarian, kenyataan yang ada adalah masih banyak tenaga sanitarian di wilayah kerja Kabupaten Aceh Besar yang bekerja tidak sejalan dengan tupoksi yang ada, mereka cenderung bekerja hanya menjalankan apa diperintah oleh pihak Dinas Kabupaten dan Puskesmas tanpa melihat tupoksi yang seharusnya, mereka ada yang bekerja di bagian tata usaha, bendahara, sopir ambulan dan sebagainya.

  Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

  1.2. Permasalahan

  Kecenderungan menunjukkan bahwa masih rendahnya cakupan sanitasi lingkungan di Kabupaten Aceh Besar tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan juga kinerja petugas sanitarian, jumlah tenaga sanitarian yang mencukupi tanpa diikuti oleh pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja secara langsung dapat memhubungani kinerja dan keadaan sanitasi lingkungan di Provinsi Aceh umumnya dan di Kabupaten Aceh Besar Khususnya.

  1.3. Tujuan penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk : a. Menganalisis hubungan pendidikan petugas terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar

  Provinsi Aceh.

  b.

  Menganalisis hubungan usia petugas terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

  c.

  Menganalisis hubungan pengetahuan terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

  d.

  Menganalisis hubungan sikap terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

  e.

  Menganalisis hubungan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh

  Besar Provinsi Aceh.

  f.

  Menganalisis faktor paling dominan yang berhubungan dengan kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh

  1.4. Hipotesis

  Ada hubungan pendidikan, usia, pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

  1.5. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk:

  1.5.1. Ilmu Pengetahuan

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh..

  1.5.2. Sanitarian

  Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, sehingga diharapkan agar tenaga sanitarian dapat memberikan kontribusi yang lebih baik dalam peningkatan kinerjanya

1.5.3. Dinas Kabupaten Aceh Besar

  Penelitian ini menyediakan data tentang hubungan pengetahuan, sikap dan ketersediaan sarana kerja terhadap kinerja tenaga sanitarian dalam memberikan pelayanan hygiene sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, dapat mengambil kebijakan tentang pengaturan dan pengorganisasian tenaga sanitarian untuk peningkatan etos kerja dan peningkatan cakupan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan hygine dan sanitasi lingkungan di lingkungan Kabupaten Aceh Besar.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep persepsi 1.1 Definisi persepsi - Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 22

Persepsi Keluarga Lansia tentang Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Sindroma Koroner Akut - Manfaat Nilai Abnormalitas Ankle Brachial Index (ABI) DALAM Mendeteksi Jumlah Stenosis Arteri Koroner Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Di RSHAM Medan

0 1 18

Judul : Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 0 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 0 18

Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 1 14

BAB 2 TINJAUAN TEORI - Kesiapan Ibu Pramenopause Dalam Menghadapi Menopause di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan

0 1 16

Kesiapan Ibu Pramenopause dalam Menghadapi Menopause di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan

1 3 14

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 0 31