BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

  Menurut Trisnantoro dan Agastya (2010), kinerja merupakan proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam memberikan jasa atau produk kepada pelanggan. Kane (2008) menjelaskan, kinerja sebagai rekaman hasil kerja yang diperoleh karyawan tertentu melalui kegiatan dalam kurun waktu tertentu.

  Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak- pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain. Kinerja didefinisikan sebagai kontribusi terhadap hasil akhir organisasi dalam kaitannya dengan sumber yang dihabiskan dan harus diukur dengan indikator kualitatif dan kuantitatif. Maka pengembangan instrument dilakukan untuk menilai persepsi pekerjaan akan kinerja diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan item-item seperti out put, pencapaian tujuan, pemenuhan deadline, penggunaan jam kerja dan ijin sakit.

  Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang hendak dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Kinerja dipergunakan operasional suatu oganisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kinerja, organisasi dan manajemen dapat mengetahui sejauhmana keberhasilan dan kegagalan karyawannya dalam menjalankan amanah yang diterima.

  Istilah kinerja dalam bahasa inggris seirng disebut dengan performance yang berasal dari kata to perform yang dapat diartikan sebagai ”melakukan“ atau “menyelenggarakan“, ada beberapa pendapat ahli tentang pengertian kinerja, antara lain yaitu: a. Menurut Mangkunegara (2009) kinerja itu dapat didefinisikan sebagai: “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” b. Menurut Soeprihanto (2008), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target / sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.

  c. Menurut Hasibuan (2009), pengertian kinerja itu adalah: “Pengorbanan jasa, jasmani dan pikiran untuk menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa dengan memperoleh imbalan prestasi tertentu.” d. Menurut Erich dan Gilmore dalam Sedarmayanti (2009) mengutip tentang ciri-ciri individu yang produktif dan memiliki kinerja yang baik, yaitu: Tindakannya konstruktif 2. Percaya diri 3. Mempunyai rasa tanggung jawab 4. Memiliki rasa cinta terhadap pekerjaannya 5. Mempunyai pandangan ke depan 6. Mampu menyelesaikan persoalan 7. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah 8. Mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungan 9. Mempunyai kekuatan untuk mewujudkan potensinya.

  e. Soeprihanto (2008) dalam bukunya menyebutkan bahwa aspek- aspek yang diukur dalam kinerja adalah: a.

  Prestasi kerja.

  b.

  Tanggung jawab.

  c.

  Ketaatan.

  d.

  Kejujuran.

  e.

  Kerjasama.

  f.

  Prakarsa. Untuk dapat mengetahui kinerja seseorang atau organisasi, perlu diadakan pengukuran kinerja. Menurut Sofyandi (2009:122), Penilaian kinerja (performance

  appraisal ) adalah proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan.

  Dalam penilaian dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik dilakukan secara benar, para karyawan, penyelia, departemen SDM, dan akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan memberikan kontribusi yang memuaskan kepada organisasi.

  Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskannya. Penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang memhubungani gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi- kondisi kepegawaian lainnya. Menurut Moeheriono (2009), faktor-faktor penilaian adalah aspek-aspek yang diukur dalam proses penilaian kerja individu. Faktor penilaian tersebut terdiri atas empat aspek, yakni sebagai berikut: 1.

  Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan beberapa besar kenaikannya, misalnya omset pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran aset, dan lain-lain.

  2. Perilaku, yaitu aspek tindak tunduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya baik terhadap seasama karyawan maupun kepada pelanggan.

  3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, kemitraan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif, dan komitmen.

  4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan karyawan lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales berapa Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja karyawan dan penilaian kerja sangat penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kerja. Dalam persaingan global, perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Seiring dengan itu, karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya dimasa mendatang

  Melalui pengukuran kinerja diharapkan pola kerja dan pelaksanaan tugas pembangunan dan tugas umum pemerintahan akan terlaksana secara efesien dan efektif dalam mewujudkan tujuan nasional. Pengukuran kinerja pegawai akan dapat berguna untuk: (1) mendorong orang agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka yang berada di bawah standar kinerja, (2) sebagai bahan penilaian bagi pihak pimpinan apakah mereka telah bekerja dengan baik, dan (3) memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan untuk peningkatan organisasi (Hasibuan, 2007).

  Kinerja karyawan mengacu pada mutu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan didalam implementasi mereka melayani program sosial. Memfokuskan pada asumsi mutu bahwa perilaku beberapa orang yang lain lebih pandai daripada yang lainnya dan dapat diidentifikasi, digambarkan, dan terukur. Aspek dalam kinerja karyawan adalah sebagai berikut: a.

  Proaktif dalam pendekatan pekerjaan b. Bermanfaat dari pengawasan c. Merasa terikat dalam melayani klien d. Berhubungan baik dengan staff lain e. Menunjukkan keterampilan dan pengetahuan inti bekerja aktivitas f. Menunjukkan kebiasaan bekerja yang baik g.

  Mempunyai sikap positif dalam pekerjaan Penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksaan selanjutnya (Hasibuan, 2009). Adapun tujuan dan kegunaan penilaian kerja adalah sebagai berikut: 1.

  Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan berapa besarnya balas jasa.

  2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

  3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.

  4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

  5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada dalam organisasi.

6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.

  kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standart kerja yang telah ditentukan perusahaan. Semua organisasi kemungkinan mengevaluasi atau menilai kinerja dalam beberapa cara. Pada organisasi yang kecil evaluasi ini mungkin sifatnya informal, di dalam organisasi yang besar penilaian kinerja marupakan prosedur yang sistematik, dimana kinerja dari semua karyawan, manajerial, profesional, teknis, penjualan, dan klerikal dinilai secara formal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa hanya sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan pantas digunakan. Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu akan menghasilkan peningkatan yang diperlukan dalam sumber daya manusia

  Dalam melakukan penilaian kinerja, seorang penilai harus meiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Yang dimaksud dengan aspek penilaian adalah sifat- sifat atau ciri-ciri yang dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu pekerjaan tertentu dapat berjalan lancar dan secara rutin dilaksanakan.

2.1.2 Evaluasi Kinerja

  Penilaian kinerja disebut juga evaluasi yang berasal dari bahasa Inggris yaitu karyawan. Pada umumnya kinerja pada karyawan merupakan bagian penting dari seluruh proses kekayaan karyawan. Pentingnya penilaian kinerja yang rasional dan dapat diterapkan secara objektif terlihat pada kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi.

  Bagi para karyawan penilaian kinerja dapat digunakan sebagai umpan balik tentang kemampuan kerja. Informasi tentang kelebihan dan kekurangmampuan kerja dapat diperoleh dari satuan perbandingan kemampuan kerja dengan standar kinerja.

  Secara lebih terperinci tujuan penilaian kinerja menurut John Soeprihanto (2008 ) sebagai berikut: a.

  Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap karyawan secara rutin dan berkala.

  b.

  Untuk digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.

  c.

  Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan/pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin, antara lain untuk pengembangan karir, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.

  d.

  Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan pangkat dan kenaikan jabatan. e.

  Mengetahui kondisi kerja perusahaan dan prestasi kerja karyawan.

  f.

  Para karyawan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan sehingga dapat memotivasi karyawan dalam bekerja.

  g.

  Hasil penilaian kinerja dapat bermanfaat bagi pengembangan manusia secara keseluruhan.

  Memperhatikan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan penilaian kinerja antara lain membantu memperbaiki prestasi dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan dengan melakukan hal-hal yang akan mengembangkan kekuatan dan mengatasi kelemahan, mengenal karyawan yang lebih besar potensinya untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar dan memberikan bimbingan mengenai apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa potensi ini akan berkembang, membantu dalam memutuskan kenaikan gaji yang seimbang antara tingkat prestasi dan tingkat gaji.

  Menurut Paul (2009), evaluasi kinerja adalah proses yang mencakup perencanaan sejak awal dan memeliharanya secara teratur. Evaluasi kinerja memberi cara untuk menjelaskan bagaimana anggota tim dapat melaksanakan pekerjaannya, dan bagaimana caranya untuk memperbaiki kinerja dimasa mendatang sehingga karyawan, dan perusahaan dapat memperoleh manfaat. Evaluasi kerja juga memberi peluang untuk bersama-sama menentukan sasaran kerja dan merumuskan cara mencapainya. Moeheriono (2009), mengemukakan bahwa evaluasi kinerja itu dapat diartikan dalam: hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi

  2. Sebagai cara untuk menilai kinerja karyawan dengan melakukan penilaian tentang kekuatan dan kelemahan karyawan.

  3. Sebagai alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan dan pengembangan selanjutnya. Keberhasilan suatu organisasi dengan berbagai ragam kinerja tergantung kepada kinerja seluruh anggota organisasi. Unsur individu manusialah yang memegang peranan paling penting dan sangat menentukan keberhasilan organisasi atupun suatu perusahaan. Menurut Dharma ( 2010), evaluasi kinerja adalah dasar dari penilaian atas tiga elemen kunci suatu kinerja yaitu: kontribusi, kompetensi dan pengembangan yang berkelanjutan. Penilaian harus berakar pada realitas karyawan. Penilaian bersifat nyata, bukan abstark dan memungkinkan manejer dan indidu untuk mengambil pandangan yang positif tentang bagaimana kinerja bisa menjadi lebih baik dimasa depan dan bagaimana masalah-masalah yang timbul dalam memenuhi standar dan sasaran kinerja dapat dipecahkan. Evaluasi kinerja diperusahan atau di instansi pemerintah sebaiknya dibedakan evaluasinya terhadap pimpinan dan bawahan, serta penilai harus mengumpulkan data terlebih dahulu melalui pengamatannya terhadap kinerja pegawai sebagai bukti awal dalam memecahkan permasalahan pegawai yang bersangkutan dan dapat melindunginya. Selain itu, juga apabila diperlukan pelaksanaan pelatihan terlebih dahulu dalam memberikan penilaian pada evaluasi cocok dan tepat dengan organisasi yang bersangkutan karena sebuah metode yang tepat di suatu tempat belum tentu cocok dengan tempat lainnya.

  Menurut Paul (2009), jenis-jenis evaluasi kinerja adalah: 1. Evaluasi Kinerja Pengenalan

  Evaluasi kinerja pengenalan sering dilakukan antara satu sampai dengan enam bulan sejak tanggal pengangkatan karyawan untuk menentukan apakah karyawan tersebut cocok dengan pekerjaannya .

  2. Evaluasi Kinerja Tahunan Evaluasi kinerja tahunan adalah evaluasi yang hampir diperoleh oleh semua orang yang bekerja di organisasi. Dokumentasi formal tahunan mengenai hal-hal yang menonjol ini sangat memhubungani keputusan kepersonaliaan dan akan berakhir menjadi berkas kinerja karyawan (sekali dan selamanya)

  3. Evaluasi Kinerja Khusus Evaluasi kinerja khusus sama dengan evaluasi kinerja tahunan, perbedaannya adalah evaluasi ini dilakukan “sesuai kebutuhan” atas permintaan ketua atau anggota tim. Biasanya, evaluasi ini digunakan untuk mendukung perubahan status karyawan, seperti untuk meninjau peran karyawan, perubahan supervisor atau pengarahan, penyesuaian gaji, promosi, dan sebagainya.

  4. Tindakan Koreksi Tindakan koreksi sering disebut sebagai “peringatan”, evaluasi ini merupakan 5.

  Sesi Umpan Balik Sesi umpan balik merupakan evaluasi kinerja di tempat kerja yang bersifat informal, dilakukan selama proses pembinaan sehari-hari antara ketua dengan anggota tim. Catatan yang diperoleh selama sesi ini sering dimasukkan dalam berkas karyawan, yang terus dipelihara oleh ketua tim

  6. Laporan Status Laporan status adalah laporan periodik (misalnya, mingguan, bulanan, kuartalan) yang biasanaya disampaikan kepada manajemen untuk mendokumentasikan kinerja penting yang menonjol dari individu dan tim. Untuk dapat memiliki kesempatan berhasil, sasaran dan metodologi evaluasi kinerja harus berjalan dengan harmonis dengan budaya organisasi atau diperkenalkan secara sengaja sebagai suatu tujuan bagi perusahaan, bergerak dari manajemen berdasarkan perintah kearah manajemen sasaran. Manajemen kinerja dan proses evaluasi kinerja dapat membantu dalam mencapai perubahan cultural tapi hanya bila perubahan tersebut dikelola dengan baik dari atas.

  Dharma (2010), mengemukakan bahwa sasaran evaluasi kinerja adalah:

  a. Motivasi: untuk merangsang orang dalam meningkatkan kinerja dan mengembang keahlian. b. Pengembangan: untuk memberitakan dasar untuk mengembangkan dan memperluas atribut dan kompetensi yang relevan atas peran mereka sekarang melakukannya. Pengembangan dapat difokuskan kepada peran yang dipegang saat ini, memungkinkan orang untuk memperbesar dan memperkaya jangkauan tanggung jawab mereka dan keahlian yang mereka perlukan dan mendapatkan imbalan sebagaimana mestinya.

  c. Komunikasi: untuk berfungsi sebagai saluran komunikasi dua arah tentang peran, sasaran, hubungan, masalah kerja dan aspirasi. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja atau ferformance evaluation sangat penting untuk memfokuskan dan mengarahkan karyawan terhadap tujuan strategi pada penempatan, penggantian perencanaan, dan tujuan pengembangan sumber daya manusia.

2.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja

  Dharmawan (2008) menjelaskan bajwa terdapat beberapa manfaat dalam melakukan penilaian kinerja, diantaranya adalah sebagai berikut : a.

  Sebagai alat untuk memperbaiki kinerja para karyawan.

  b.

  Sebagai instrument dalam melakukan penyesuaian imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada para karyawan.

  c.

  Membantu manajemen sumber daya manusia untuk mengambil keputusan dalam mutasi karyawan. d. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan pelatihan. pengembangan karir.

  f. Sebagai alat untuk mengkaji kegiatan pengadaan tenaga kerja terutama yang diarahkan pada kemungkinan terjadinya kelemahan di dalamnya.

  g. Mempelajari apakah terdapat ketidak tepatan dalam system informasi sumber daya manusia.

  h. Mempersiapkan organisasi dan seluruh komponennya menghadapi berbagai tantangan yang mungkin akan dihadapi di masa depan. i. Untuk melihat, apakah terdapat kesalahan dalam rancang bangun pekerjaan. j. Sebagai bahan umpan balik bagi manajemen sumber daya manusia bagi para atasan langsung dan bagi para karyawan sendiri.

  Dari beberapa definisi di atas mengenai kinerja, peneliti mengambil sebuah kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh karyawan dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan yang disepakati bersama oleh karyawan dan organisasi dalam kurun waktu ataupun periode tertentu serta dapat diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif secara obyektif.

  Dalam kinerja itu sendiri banyak faktor yang dapat dinilai sehingga dapat memberikan suatu gambaran terhadap seorang individu terhadap produktivitas dan efektifitasnya. Peneliti memilih teori dari John Soeprihanto, karena beberapa faktor dan dimensi yang ada lebih sesuai untuk pengukuran dengan keadaan saat ini terutama pengukuran terhadap kinerja pendidik yang mungkin sedikit berbeda dengan Soeprihanto dapat digunakan sebagai dimensi penelitian. Demikianlah sintesa yang dapat diberikan mengenai kinerja.

2.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan

  Tenaga kesehatan banyak jenisnya dimana masing-masing jenis mempunyai keahlian berbeda-beda sesuai dengan bidangnya, diantaranya dokter, apoteker, bidan, perawat, sanitarian dan sebagainya. Sanitarian merupakan tenaga profesi kesehatan yang telah mengikuti pendidikan formal sesuai dengan standar Departemen Kesehatan RI dan mempunyai ketrampilan dan keahlian dibidang penyehatan lingkungan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.19/KEP/M.PAN/11/2000 yang tertuang pada bab I pasal 1 menyatakan, bahwa Sanitarian adalah pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan, pengawasan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2000). Peran sanitarian adalah sebagai pelaksana pengamatan kesehatan lingkungan, pengawasan kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara- carahidup bersih dan sehat Fungsi Sanitarian adalah: 1.

  Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan Melakukan pengamatan kesehatan lingkungan 3. Melakukan pengawasan kesehatan lingkungan 4. Melakukan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan

5. Membimbing sanitarian di bawah jenjang jabatannya 6.

  Mengajar atau melatih yang berkaitan dengan bidang kesehatan lingkungan 7. Mengikuti seminar/lokakarya di bidang kesehatan lingkungan/kesehatan 8. Menjadi anggota organisasi profesi bidang kesehatan lingkungan 9. Menjadi anggota tim penilai jabatan fungsional sanitarian 10.

  Melaksanakan kegiatan lintas program dan lintas sektoral Sementara itu menurut Depkes RI (2000) tugas pokok tenaga sanitarian di

  Puskesmas adalah sebagai berikut : a.

  Merubah, mengendalikan atau menghilangkan semua unsur fisik dan lingkungan yang memberi hubungan terhadap kesehatan masyarakat.

  b.

  Membantu Kepala puskesmas dalam melaksanakan kegiatan sanitasi di Puskesmas c. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunaan air bersih, jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan lingkungan serta penanaman pekarangan d.

  Membantuk kepala puskesmas daam memimpin regu pemberantasan penyakit menular Membantu mengemangkan Program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

  (PKMD) f. Mencatat dan melaporkan kegiatan g.

  Mengamati kesehatan lingkungan di sekolah serta memberi saran-saran teknis perbaikan h.

  Aktif dalam memperkuat kerjasama lintas sektoral

2.2 Pendidikan

  Menurut Mangkunegara (2003) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan.

  Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari: a.

  Pendidikan dasar: Jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

  b.

  Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. c.

  Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.

2.4 Usia

  Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama. Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005).

  Penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2010) tentang hubungan karakteristik individu dan kompetensi dengan kinerja sanitarian dalam pelaksanaan penyehatan makanan di Puskesmas Kota Medan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kinerja (nilai p<0,05), tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kinerja (nilai p<0,05), tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja (nilai p>0,05). Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor- faktor lain yang dapat berhubungan dengan kinerja sanitarian dalam penerapan pelayanan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan metode penelitian yang lebih baik.

2.5 Pengetahuan

  Menurut Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) perilaku manusia ada 3 (tiga) domain yaitu: a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Pada penelitian ini penulis hanya membatasi pada pengetahuan dan sikap. Dalam perkembangan teori Bloom ini, dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

2.5.1. Pengertian Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poedjawijatna (1991) orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

  Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: Knowledge (pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan adanya sesuatu perubahan baru.

  2. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap terhadap perubahan tersebut.

  3. Decision (keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak perubahan tersebut.

  4. Implementation (pelaksanaan), orang mulai mererapkan perubahan tersebut dalam dirinya.

  5. Confirmation (penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap perubahan yang telah diterapkannya, dan boleh merubah keputusannya apabila perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

  Apabila penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Contoh masyarakat yang memakai kelambu pada saat tidur untuk menghindari gigitan nyamuk karena di instruksikan oleh kepala desa atau petugas kesehatan, namun perilaku tersebut akan hilang dengan sendirinya jika perintah atau instruksi dari petugas kesehtan tidak ada lagi.

  Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

  1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

  2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

  5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

  6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau suatu penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.6 Sikap (Attitude)

2.6.1 Pengertian Sikap

  Secara historis istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang.

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutip sebagai berikut:

  ,

  “An individual s social attitude is a syndrome of response consistency with regard to social object” (Cambell, 1950).

  “A mental and neural state of readiness, organized through experience, , exerting a directive or dynamic influence up on the individual s response to all objects and situation with which it is related” (Allport,1954).

  “Attitude entails an existing predisposition to response to social objects which in interaction with situational and other dispositional variables, guides and directs the overt behavior of the individual” (Cardno,1955). “An enduring system of positive or negative evaluations, emotional feelings, and pro or connection tendencies will respect to social object” (Krech, et al.,

  1982).

  Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang reaksi perasaan terhadap suatu objek memihak atau tidak memihak yang merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu objek di lingkungan sekitar. Newcomb dalam Notoatmodjo, mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dan lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

  Diagram berikut dapat menjelaskan uraian tersebut:

  Stimulus Proses Stimulus Reaksi Rangsangan Tingkah Laku Sikap

  (tertutup)

Gambar 2.1: Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi (Notoatmodjo, 2003)

2.6.2 Komponen Pokok Sikap

  Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa 1.

  Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

  Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

  attitude ). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.6.3 Berbagai Tingkatan Sikap

  Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan antara lain:

  1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

  2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

  Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah 4.

  Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

  Sikap seseorang yang positif belum tentu terwujud dalam tindakan positif, begitu pula sebaliknya. Temuan-temuan dari peneliti yang lalu menyebutkan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat lemah bahkan negatif dan penelitian lain menyebutkan bahwa hubungannya adalah positif.

  Menurut Brecter dan Wiggins yang dikutip Azwar (2007) sikap seseorang akan berhubungan langsung terhadap perilaku sangat tergantung dari kondisi apa, waktu bagaimana dan situasi. Pengetahuan dan sikap perawat tentang dokumentasi asuhan keperawatan akan membentuk dasar perilaku dari perawat tersebut karena berdasarkan pengetahuan dan sikap perawat akan dapat melaksanakan dokumentasi.

2.6.4 Fungsi Sikap

  Teori fungsional yang dikemukakan oleh Katz (1953) dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa untuk memahami bagaimana sikap menerima dan menolak perubahan haruslah beranjak dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Apa yang dimaksud oleh Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang bersangkutan. Fungsi sikap bagi manusia telah dirumuskan menjadi empat macam yaitu:

  1. Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, fungsi manfaat.

  Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakan akan merugikan dirinya.

  2. Fungsi pertahanan Ego Sewaktu individu tidak mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan mengancam egonya atau sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya maka sifatnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.

  Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.

  3. Fungsi pertahanan nilai Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan.

  Nilai-nilai terminal merupakan preferensi mengenai keadaan akhir tertentu seperti persamaan, kemerdekaan dan hak asasi. Nilai instrumental merupakan preferensi atau pilihan mengenai berbagai perilaku dan sifat pribadi seperti kejujuran, keberanian, atau kepatuhan akan aturan. Dengan fungsi ini seseorang seringkali mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya yang sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.

  Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam situasi masa seidologi atau sama nilai.

4. Fungsi pengetahuan

  Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya.

2.6.5 Pembentukan Sikap Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.

  Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling memhubungani diantara individu yang satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut memhubungani pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat.

  Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang memhubungani pembentukan sikap adalah: (1) pengalaman pribadi; (2) hubungan orang lain yang dianggap penting; (3) hubungan kebudayaan; (4) media massa; (5) lembaga pendidikan; (6) hubungan faktor emosional.

2.6.6 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap

  Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sikap adalah: Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manusia itu sendiri.

  Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah hubungan-hubungan yang datang dari luar.

  2. Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, majalah, dan sebagainya.

  Berdasarkan kajian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap seseorang akan dihubungani oleh beberapa faktor seperti faktor keluarga, adat istiadat yang berlaku, dan informasi dari media massa yang diterima olehnya. Sikap dalam bentuk perilaku ini lebih sulit untuk diamati, oleh karena itu pengukurannya berupa tanggapan atau kecenderungan terhadap fenomena tertentu.

2.7 Ketersediaan Sarana Kesehatan

  Ketersediaan sumber daya kesehatan, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana-sarana. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung, atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana yang merupakan sumber daya untuk menunjang perilaku. Pekerjaan seseorang dalam menjalankan tugasnya tingkat kualitas hasilnya sangat ditentukan oleh sarana dan prasarana, yang disertai pedoman akan banyak berhubungan terhadap produktifitas kerja dan kualitas

2.8 Kerangka Teoritis

  Kinerja diartikan sebagai hasil usaha seseorang yang dicapainya dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Jadi kinerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Kinerja individu maupun kelompok karyawan merupakan kontribusi untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi, sebab kinerja organisasi merupakan sekumpulan prestasi-prestasi yang diberikan oleh seluruh bagian yang terkait dengan aktivitas bisnis. Kinerja merupakan salah satu ukuran dari perilaku yang aktual di tempat kerja yang bersifat multidimensional, dimana indikator kinerja meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja, waktu kerja dan kerja sama dengan rekan kerja (Mathis dan Jackson, 2002).

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartikawati (2003) menunjukkan bahwa variabel kompetensi skill teknis, kompetensi skill non teknis, knowledge dan attitude mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Megawangi (2002) dalam sebuah jurnal dengan judul Karakteristik SDM yang Dibutuhkan Dunia Industri/Organisasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan karakteristik dasar yang dibutuhkan oleh perusahaan mencakup karakteristik umum (demografi) dan karakteristik khusus yang mencakup

  Knowledge, Skill, Ability dan Others.

  Faktor individu

  • Kemampuan - Pengetahuan - Pendidikan - Tingkat sosial

  Faktor Psikologis

  • Persepsi - sikap
  • kepribadian
  • motivasi Faktor organi
  • Pengalaman - Umur - Etnis - Jenis kelamin Kinerja
  • Sumber Daya (SDM, fasilitas)
  • kepemimpinan
  • Imbalan - Struktur desain pekerjaan
  • Supervisi - Rekan Kerja

  Gambar. 2.1 Kerangka Model Kinerja dari Gibson

2.7 Kerangka Konsep

  Usia (X

  2 )

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  1 )

  Pengetahuan (X

  3 )

  Sikap Petugas (X

  4 )

  Sarana Kerja (X

  5 )

  Kinerja Petugas (Y) Pendidikan (X

Dokumen yang terkait

Resume Buku Perkembangan Peserta Didik Prof. Dr. Sunarto dan Dra. Ny. B. Agung

0 2 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep persepsi 1.1 Definisi persepsi - Persepsi Keluarga Lansia Tentang Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 1 22

Persepsi Keluarga Lansia tentang Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Sindroma Koroner Akut - Manfaat Nilai Abnormalitas Ankle Brachial Index (ABI) DALAM Mendeteksi Jumlah Stenosis Arteri Koroner Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Di RSHAM Medan

0 1 18

Judul : Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 0 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 0 18

Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

0 1 14

BAB 2 TINJAUAN TEORI - Kesiapan Ibu Pramenopause Dalam Menghadapi Menopause di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan

0 1 16

Kesiapan Ibu Pramenopause dalam Menghadapi Menopause di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan

1 3 14

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersediaan Sarana Kerja terhadap Kinerja Tenaga Sanitarian dalam Memberikan Pelayanan Hygiene Sanitasi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

0 0 26