Asal-Usul Dan Makna Perayaan Perahu Naga Bagi Masyarakat Tionghoa

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

  Kebudayaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, kebudayaan meliputi segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudul ilmu Budaya Dasar (2004) bahwa,” arti kebudayaan sangat luas, yang meluputi kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.”

  Kebudayaan memiliki defenisi yang sangat banyak. Dua orang antropolog, yaitu Kroeber dan Kluckhohn mencoba mengumpulkan sebanyak mungkin defenisi tentang kebudayaan. Pengertian kebudayaan juga didefenisikan oleh Taylor (dalam Mintargo, 1993:83)sebagai, “keseluruhan yang kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat (custom), dan kemampuan-kemampuan lainnya serta kebiasaan (habit) yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat”.

  Ditinjau dari asal kata, kebudayaan berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam

  Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Ilmu Antropologi (2009 : 353) mengemukakan bahwa, Indonesia juga memiliki kebudayaan etnis yang berasal dari luar negara Indonesia itu sendiri. Misalnya seperti etnis Tionghoa, India, Arab, dan lain-lain.Berdasarkan catatan sejarah, orang Tionghoa yang ada di Indonesia sebenarnya tidak merupakan satu kelompok yang berasal dari satu daerah di negara China, tetapi terdiri dari beberapa suku yang berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwangtung.

  Para imigran Tionghoa yang terbesar masuk ke Indonesia mulai abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19, berasal dari suku Hokkien. Mereka berasal dari provinsi Fukien bagian selatan. Imigran Tionghoa lain yang datang ke Indonesia adalah suku Hakka (Khek). Mereka pada umumnya berprofesi sebagai buruh ataupun “kuli” perkebunaan dan pertambangan di Indonesia. Suku-bangsa Hakka ini berasal dari pedalaman provinsi Kwangtung yang terutama terdiri dari daerah gunung-gunung kapur yang tandus. Mereka merantau karena terpaksa atas kebutuhan mata pencarian hidup.

  Etnis Tionghoa yang telah tinggal dan menetap di Indonesia tetap menjunggung tinggi kebudayaan asal. Hal ini diturunkan dari generasi ke generasi. Kebudayaan etnis Tionghoa tersebut meliputi perayaan tahun baru China (Imlek), upacara perkawinan, upacara kematian, perayaan Cheng Beng, tradisi minum teh, perayaan perahu naga (Duan Wu Jie), dan masih banyak lagi. Masing- masing dari kebudayaan etnis Tionghoa tersebut memiliki makna yang penting dan sangat menarik untuk dipelajari. Dalam penelitian ini penulis merasa tertarik untuk meneliti makna dari perayaan perahu naga.

  Perahu naga adalah satu tradisi penting yang ada pada etnis Tionghoa karena perahu naga merupakan perayaan yang dilakukan untuk mengenang atau memperingati menteri Qu Yuan yang hidup pada zaman dinasti Chu. Perayaan perahu naga ini merupakan simbol semangat kebudayaan bangsa Tionghoa.

  Perayaan perahu naga ini biasanya diadakan pada saat “lima dari lima”, yaitu kelima dari bulan kelima penanggalan cina. Di dalam perayaan perahu naga, warna merah mendominasi warna perahu yang digunakan karena warna merah merupakan lambang dari angka lima dan simbol dari panas, musim panas,dan api.

  Perayaan perahu naga adalah sebuah upacara perayaan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa untuk menghormati kematian Qu Yuan. Menurut tradisi, masyarakat Tionghoa melakukan tradisi makan bakcang, menggantungkan rumput Ai, Changpu, dan mandi tengah hari.

  Di sini bakcang adalah makanan tradisional masyarakat tionghoa yang memiliki fungsi sebagai sajian atau sesajen dalam upacara tradisional masyarakat tionghoa. Bakcang itu sendiri pertama kali muncul pada zaman dinasti chu yang berkaitan dengan simpati rakyat kepada Qu Yuan yang bunuh diri dengan melompat ke sungai MiLuo. Pada saat itu, bakcang dilemparkan rakyat sekitar ke dalam sungai untuk mengalihkan perhatian makhluk-makhluk di dalamnya supaya tidak memakan jenazah Qu Yuan. Tetapi sesuai perkembangan zaman, hal tersebut mengalami perubahan. Masyarakat tionghoa tidak lagi melemparkan kue bakcang ke dalam sungai, tetapi menjadi tradisi makan bakcang secara resmi disajikan sebagai salah satu makanan tradisional yang selalu disajikan pada saat perayaan berlangsung. Bakcang ini biasanya hanya kita temukan pada perayaan perahu naga.

  Menggantungkan rumput Ai dan Changpu adalah tradisi yang dilakukan masyarakat tionghoa pada saat perayaan perahu naga yang jatuh pada musim panas yang biasanya dianggap sebagai bulan-bulan yang banyak penyakitnya. Sehingga rumah-rumah biasanya melakukan pembersihan, lalu menggantungkan rumput Ai dan Changpu di depan rumah untuk mengusir dan mencegah datangnya penyakit. Jadi, perayaan ini juga erat kaitannya dengan tradisi menjaga kesehatan dalam masyarakattionghoa.

  Mandi tengah hari dalam masyarakat tionghoa hanya dilaksanakan oleh kalangan Fujian ( Hokian, Hokchiu, Hakka), Guangdong ( Teochiu, Kengchiu) , dan Taiwan. Mereka yakin dengan mengambil dan menyimpan air pada tengah hari perayaan perahu naga ini, dipercaya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit bila dengan mandi ataupun diminum setelah dimasak.

  Biasanya perayaan perahu naga diadakan dengan cara perlombaan perahu. Dalam perlombaan, perahu ini biasanya dihiasi dengan kepala dan ekor naga dan diharuskan untuk membawa genderang besar dalam perahunya.

  Perayaan perahu naga adalah tradisi wajib Masyarakat Tionghoa. Untuk mengingatkan usaha mencari jenazah Qu Yuan yang terjun ke sungai. Qu Yuan adalah seorang menteri yang sangat setia pada negara. Perayaan ini dilakukan setidaknya sekali dalam setahun. Bagi sebagian besar masyarakat Tionghoa, hanya mengetahui tradisi makan bakcang,tanpa mengetahui sejarah dan maknanya yang ternyata berkaitan langsung dengan upacara perahu naga.

  Perahu naga adalah perahu yang sangat panjang dan sempit yang digerakan oleh tenaga manusia dan digunakan pada olahraga dayung dalam perlombaan perahu naga. Panjang dari perahu naga ini antara tiga puluh sampai seratus kaki, dan merupakan kapal yang cukup lebar untuk menampung dua orang secara sejajar.Diluar kegiatan lomba, hiasan naga tidak digunakan, tetapi genderang tetap berada dalam perahu dan digunakan pada saat latihan.

  Sejarah awal mulanya perayaan perahu naga ini bermula sekitar 2000 tahun yang lalu ketika para penganut kepercayaan yang ada, mempercayai bahwa pertandingan perahu dapat membawa kemakmuran dan kesuburan tanaman. Perayaan ini mengambil waktu pada musim panas, waktu dimana terjadi bencana dan kematian, dan dimana manusia merasa tidak berdaya atas kekuasaan alam.

  Pertandingan itu menjadi simbol atas perlawanan manusia menghadapi alam dan pertarungannya melawan musuh-musuh. Ada pun beberapa kisah yang mendasari asal muasalnya perayaan ini adalah kisah seorang menteri yang bernama Qu Yuan.

  Qu Yuan adalah seorang menteri yang penuh bakat dan dikenal sangat setia pada Negaranya. Banyak ide cemerlangnya yang dipersembahkan dalam upaya memajukan dan mempersatukan Negeri Chu dengan Negeri Qi untuk memerangi Negeri Qin. Keluaraga sang raja tidak suka dengan menteri Qu Yuan.

  Oleh karena itu, menteri tersebut di usir dari Negeri Chu. Pengusiran itu menyebabkan sang menteri Qu Yuan menjadi sangat sedih akan masa depan Negeri Chu. Karena frustasi, maka menteri Qu Yuan pun bunuh diri dengan cara terjun ke sungai Mi Luo. Peristiwa ini dicatat dalam buku sejarah Shi Ji, meski tidak diketahui secara pasti tanggalnya namun dari melompatnya menteri ke sungai diperkirakan adalah tanggal lima bulan lima.

  Kaitannya peristiwa ini dengan perayaan perahu naga adalah sesudah melompatnya menteri Qu Yuan ke sungai MiLou banyak warga melakukan pencarian dengan menggunakan perahu naga, sehingga aliran sungai MiLou kala itu menjadi sangat sibuk. Adapunkeberadaan bakchang dalam tradisi perayaan perahu naga ini juga masih ada kaitannya dengan peristiwa itu. Masyarakat percaya bahwa bakcang yang dibuang kesungai akan dimakan oleh menteri Qu Yuan. bakcang itu sendiri di bungkus dengan menggunakan daun bambu yang tidak akan hancur jika terendam air sungai. Hingga saat ini, untuk membungkus bakcang pun tetap digunakan daun bambu.

  Upacara perayaan perahu naga kini cukup berbeda dengan perayaan pada zaman dahulu. Banyak perubahan – perubahan yang terjadi, baik dilihat dari segi fungsi, maupun makna perayaan perahu naga tersebut. Dahulu upacara perahu naga lebih bersifat sakral, Sedangkan saat ini upacara tersebut lebih banyak berfungsi sebagai media hiburan. Sehingga pada saat ini, upacara perahu naga tidak lagi diperuntukkan untuk mengusir kejahatan dan untuk mendatangkan tahun yang baik. Tetapi untuk memberikan hiburan dan pengetahuan sejarah kepada masyarakat Tionghoa.

  Menurut informasi yang penulis peroleh pada penelitian awal, diketahui bahwa perayaan perahu naga pernah diadakan di daerah Pangkalan Brandan tepatnya di sungai pelawi. Namun perayaan terakhir yang dilakukan adalah sekitar tahun 1984, dan sejak saat itu tidak pernah ada lagi masyarakat Tionghoa di Pangkalan Brandan tepatnya disungai pelawi tersebut yang melaksanakan upacara perayaan perahu naga. Oleh sebab itu masih banyak masyarakat Tionghoa di Medan khususnya Pangkalan Brandan belum mengetahui asal-usul dan makna diadakannya perayaan perahu naga tersebut.

  Namun perayaan perahu naga hingga kini tetap dilaksanakan setahun sekali danperayaan ini biasanya diadakan di sungai yang besar. Oleh karena di Medan sulit atau tidak ada sungai yang besar yang menjadi tempat pelaksanaan perayaan perahu tersebut,maka pada tanggal perayaan perahu naga masyarakat Tionghoa hanya memperingatinya dengan membuat kue Cang sebagai bagian dari perayaan perahu naga tersebut. Untuk daerah Sumatera Utara biasanya perayaan perahu naga dilakukan di daerah Bagan Siapi-api, kabupaten rokan hilir provinsi Riau. Untuk memperoleh data mengenai asal - usul perayaan perahu naga tersebut, penulis tidak melakukan penelitian ke daerah bagan siapi-api, dikarenakan lokasi penelitian yang terlalu jauh,serta keadaan penulis yang lemah yang tidak dapat melakukan perjalanan jauh, dan keterbatasan ekonomi penulis.

  Oleh karena itu, penulis hanya membahas secara umum saja dengan memperoleh data melalui buku-buku, jurnal, artikel, dan melakukan wawancara dengan masyarakat tionghoa yang masih memahami sejarah dan makna perayaan perahu naga tersebut di daerah medan.

  Sesuai dengan fenomena – fenomena yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai makna perayaan perahu naga dengan judul, “Asal-usul dan Makna Perayaan Perahu Naga Bagi Masyarakat Tionghoa.”

  1.2 Batasan Masalah

  Untuk menghindari batasan yang terlalu luas, maka penulis membatasi ruang lingkup ini hanya pada “asal-usul perayaan perahu naga dan juga makna dari upacara perayaan naga tersebut.”

  1.3 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana asal-usul terjadinya perayaan perahu naga ? 2.

  Apakah makna upacara perayaan perahu naga bagi masayarakat Tionghoa?

1.4 Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan masalah penelitian yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penelitian ini bertujuan :

  1. Mendeskripsikan asal usul terjadinya perayaan perahu naga.

  2. Mendeskripsikan makna perayaan perahu naga bagi masyarakat Tionghoa.

1.5 Manfaat Penelitian

  Sesuai latar belakang,rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang telah penulis uraikan sebelumnya maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Manfaat Teoritis

  Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif dalam pengembangan keilmuan serta pemahaman tentang asal- usul dan makna perayaan perahu naga bagi masyarakat luas. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi ataupun dapat menjadi informasi bagi masyarakat secara umum maupun mahasiswa yang ingin mengkaji lebih lanjut tentang makna perayaan perahu naga. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya etnis Tionghoa.

1.5.2 Manfaat Praktis

  Secara praktis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian asal-usul dan makna perayaan perahu naga bagi masyarakat Tionghoa adalah memberikan pengetahuan bagi masyarakat luas yang pada umumnya belum mengetahui asal- usul dan makna perayaan perahu naga sehingga diharapkan mereka dapat lebih memahami asal-usul dan makna perayaan perahu naga secara mendalam.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

  Konsep merupakan rancangan ide pemikirian yang akan dituangkan secara konkret melalui pemahaman dan pengertian dari para ahli. Konsep merupakan rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dalam istilah kongkret,