Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Dan Komposisi Rantai Panjang Polyisoprenoid Semai Mangrove Sejati Minor Berjenis Sekresi Xylocarpus granatum Koenig

  Mangove Secara Umum

  Hutan mangove adalah suatu tipe hutan yang dapat tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusmana et al., 2005).

  Menurut Nybakken (1993), hutan mangove merupakan sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa sepesies pohon-pohon yang khas atau semak- semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangove meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang ter- diri dari atas 12 genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizo-

  

phora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Languncularia, Aegiceras,

Aegiatilis, Snaeda dan Conoccarpus (Bengen, 2000).

  Mangove berkembang di habitat dengan ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Bengen (2001), sebagai berikut : 1. Tumbuh pada daerah intertidal yang tanahnya berlumpur atau berpasir.2. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air, atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara, dan lumpur. 3. Terkena gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air payau dengan salinitas 2-22 ppm atau asin dengan salinitasmencapai 33 ppm.

  Lingkungan salin terutama menyebabkan dua bentuk cekaman (stress) pada tumbuhan, yaitu cekaman osmotik (osmotic stress) dan cekaman keracunan bahwa selainmenyebabkan kedua hal di atas, juga akan mengalami cekaman sedikit oksigen (low oxygen pressure strees). Cekaman oksigen yang dialami akar tumbuhan mangove terjadi karena tanahnya secara periodik digenangi oleh pasang air laut. Selain kondisi lingkungan tersebut, sebagian besar hutan mangove tumbuh baik di daerah tropis yang memiliki radiasi sinar matahari dan suhu yang umumnya tinggi. Sehingga tumbuhan mangove juga mengalami cekaman radiasi sinar matahari dan suhuyang tinggi.

  Pada dasarnya berbagai kondisi lingkungan ekstrim yang meliputi lingkungan salin, tanah jenuh air, kurangnya oksigen, dan radiasi sinar matahari serta suhu yang tinggi akan menyebabkan terganggunya metabolisme tumbuhan, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya produktivitasatau laju pertumbuhan tumbuhan mangove. Namun, hutan mangove dapat tumbuh baik pada kondisi tersebut karena mampu beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasieperti mekanisme vivipary (Kalesaran, 2011).

  Pada umumnya vegetasi yang tumbuh di kawasan mangove mempunyai variasi yang seragam yakni hanya terdiri atas satu strata yang berupa pohon-pohon yang berbatang lurus dengan tinggi pohon mencapai 20-30 meter. Jika tumbuh di pantai berpasir atau terumbu karang, tanaman akan tumbuh kerdil, rendah, dan batang tanaman sering sekali bengkok. Berdasarkan tempat tumbuhnya mangove dikelompokkan menjadi beberapa zonasi, yaitu (Arief, 2007):

  1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan zona paling luar dari hutan mangove.

  Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan Sonnetaria spp. karena tumbuh

  dibibir laut, jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan air laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pionir karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkraman perakaran dari jenis tumbuhan ini.

  2. Zona Rhizophora, yang terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia.

  Pada zona ini, tanah berlumpur lunak dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman terendam selama terjadinya pasang air laut.

  3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora. Pada zona ini tanah berlumpur agak keras dan perakaran hanya terendam pasang dua kali sebulan.

  4. Zona Nipah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya tidak harus ada kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir dari sungai ke laut.

  Taksonomi dan Morfologi Xylocarpus granatum

  Nyirih adalah nama sekelompok tumbuhan marga Meliaceae, sebuah pohon 3-8 m untuk 20 m tinggi. Kulit buah halus, kemerahan kecoklatan atau oranye. Daun majemuk yang terdiri dari 2-4 pasang leaflet (3,5-12 cm panjang) oval atau lonjong (ujung bulat daripada tajam), tebal dan kasar. Daun majemuk disusun dalam spiral dan layu ke merah oranye.Menurut Tomlinson (1986) bunga memiliki aroma yang kuat. Buah besar berdiameter 10-25 cm seperti bowling- bola, biasanya ada 8-10 biji dalam buah tunggal. Buah berkembang dengan cepat, biasanya hanya satu buah per perbungaan. Berat buah yang matang memiliki berat 2-3 kg, ketika matang, buah merekah pecah terbuka. Klasifikasi Xylocarpus Kingdom : Plantae Divisi :Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Family : Meliaceae Genus : Xylocarpus Spesies : Xylocarpus granatum Koenig.

  Adaptasi Tumbuhan Mangove Terhadap Garam Dan Mekanismenya

  Proses evolusi menyebabkan spesies mangove memiliki beberapa sifat biologi yang khas sebagai bentuk adaptasi, yang terutama ditujukan untuk mengatasi salinitas yang fluktuatif, kondisi lumpur yang anaerob dan tidak stabil, serta untuk reproduksi.

  Salinitas

  Kebanyakan tumbuhan memiliki toleransi sangat rendah terhadap salinitas, sehingga tidak mampu tumbuh di dalam atau di dekat air laut. Hal ini terjadi karena kebanyakan jaringan makhluk hidup lebih cair daripada air laut, akibatnya air dari dalam jaringan tumbuhan dapat keluar akibat proses osmosis, sehingga tumbuhan kekeringan, menjadi layu, dan mati. Lingkungan yang keras ini menyebabkan diversitas hutan mangove cenderung lebih rendah daripada umumnya hutan hujan tropis (Efendi, 1999).

  Tumbuhan mangove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan air laut dengan perbandingan seimbang (1:1). Salinitas yang tinggi pada dasarnya bukan prasyarat untuk tumbuhnya mangove, terbukti beberapa spesies mangove

  

Bruguiera cylindrica tumbuh selama ribuan tahun pada danau air tawar,

  sedangkan di Kebun Raya Bogor B. sexangula tumbuh selama ratusan tahun pada lingkungan air tawar. Terhentinya penyebaran mangove ke lingkungan perairan tawar tampaknya disebabkan ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan spesies lain, sehingga mengembangkan adaptasi untuk tumbuh di air asin, dimana tumbuhan lain tidak mampu bertahan (Gosalam, 2000).

  Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk membuang kelebih garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke dalam jaringan. Tumbuhan mangove dapat mencegah lebih dari 90% masuknya garam dengan proses filtrasi pada akar. Garam yang terserap dengan cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan daun tua yang hampir gugur. Beberapa tumbuhan mangove seperti

  

Avicennia, Acanthus dan Aegiceras memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi

  garam dalam cairan biasanya tinggi, sekitar 10% dari air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam dan selanjutnya diuapkan angin atau hujan.

  Hal ini bisa dirasakan dengan mengecap daun tumbuhan mangove atau bagian lainnya (Nybakken, 1993).

  Akar merupakan organ yang kontak secara langsung dengan lingkungan salin, oleh karena itu akar merupakan struktur dan berfungsi mengatur pengambilan dan transpor ion. Akar merupakan barrier utama terhadap pergerakan larutan ke dalam tumbuhan dan sebagian hasilnya konsentrasi ion yang diantarkan ke tunas sangat berbeda dari konsentrasi ion pada medium eksternal (Shannon et al.,1994).

  Tumbuhan mangove seperti Bruguiera, Lumnitzera, Rhizophora, dan

  

Sonneratia tidak memiliki alat ekskresi garam. Untuk itu membran sel di

  permukaan akar mampu mencegah masuknya sebagian besar garam dan secara selektif menyerap ion-ion tertentu melalui proses ultrafiltrasi. Namun hal ini tidak selalu berlangsung sempurna, kelebihan garam yang terserap dibuang melalui transpirasi lewat stomata atau disimpan dalam daun, batang dan akar, sehingga seringkali daun tumbuhan mangove memiliki kadar garam sangat tinggi (Nontji, 1993).

  Tumbuhan mangove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang lembut, asin dan kekurangan oksigen, dimana kebanyakan tumbuhan tidak mampu. Suplai oksigen ke akar sangat penting bagi pertumbuhan dan penyerapan nutrien. Karena tanah mangove seringkali anaerob, maka beberapa tumbuhan mangove membentuk struktur khususpneumatofora (akar napas). Akar yang menjulang di atas tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons (aerenkim) dan memiliki banyak pori-pori pecil di kulit kayu sehingga oksigen dapat masuk dan diangkut ke sistem akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi sebagai struktur penyokong pohon di tanah lumpur yang lembut. Tumbuhan mangove memiliki bentuk akar napas yang berbeda-beda (Sikong, 1987). Akar horizontal yang menyebar luas, dimana pneumatofora tumbuh vertikal ke atas merupakanjangkar untuk mengait pada lumpur.

  Terdapat empat tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga (stilt, prop), akar pasak (snorkel, peg, pencil), akar lutut (knee, knop), dan akar papan (ribbon,

  

plank ). Tipe akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat berkombinasi dengan akar tunjang pada pangkal pohon. Sedangkan akar penyangga akan mengangkat pangkal batang ke atas tanah (Sikong, 1987).

  Akar penyangga (sangga).

  Pada Rhizophora akar panjang dan bercabang-cabang muncul dari pangkal batang. Akar ini dikenal sebagai prop root dan pada akhirnya akan menjadi stilt

  

root apabila batang yang disangganya terangkat hingga tidak lagi menyentuh

  tanah. Akar penyangga membantu tegaknya pohon karena memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak stabil. Juga membantu aerasi ketika terekspos pada saat laut surut (Kartawinata, 1979).

  Akar pasak, pensil atau pneumatofora.

  Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar horizontal yang tumbuh di bawah tanah. Pada Avicennia bentuknya seperti pensil atau pasak dan umumnya 20 dengan tinggi maksimal 30 cm, sedangkan pada Sonneratia tumbuh lebih lambat namun dapat membentuk massa kayu dengantinggi 3 m, kebanyakan setinggi 50 cm. Di teluk Botany, Sidney dapat dijumpai Avicennia marina dengan pneumatofora dengan tinggi lebih dari 28 m, meskipun kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m (Harianto, 1999).

  Akar lutut.

  Pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di bawah permukaan tanah, dan secara teratur dan berulang-ulang tumbuh vertikal ke atas kemudian kembali ke bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk. Bagian di atas tanah (lutut) membantu aerasi dan menjadi tempat bertahan di lumpur yang tidak stabil. Lumnitzera membentuk akar lutut kecil yang bentuknya

  Akar papan .

  Pada Xylocarpus ganatum akar horizontal tumbuh melebar secara vertikal ke atas, sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Struktur ini terbentuk mulai dari pangkal batang. Akar ini juga melekuk-lekuk seperti ular yang sedang bergerak dan bergelombang. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi dan tersebarnya akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil (Widodo, 1987).

  Peranan Metabolism Sekunder Terhadap Cekaman Garam

  Mekanisme sel tanaman untuk beradaptasi terhadap cekaman garam dan caranya belum banyak dipahami (Yeo, 1998; Munns, 2005). Meskipun mekanisme toleransi garam pada tanaman tampak kompleks dan bervariasi, beberapa mekanisme telah dilaporkan seperti penyesuaian tekanan osmotik oleh akumulasi molekul kecil seperti osmolytes, glisin-betain atau alkohol gula (Popp, 1984; Sakamoto and Murata, 2000), ekstrusi garam melewati membran plasma menggunakan ion transporter (Allen et al., 1995), akumulasi garam dalam vakuola menggunakan tonoplst transporter (Blumwald and Poole, 1987; Mimura et al., 2003).

  Dalam kondisi cekaman garam, tanaman dapat mengubah tingkat metabolit sekunder seperti triterpenoid atau senyawa fenolik untuk meningkatkan sistem pertahanan mereka terhadap stress oksidatif (Kim et al., 2008). Membran plasma telah memainkan peran penting dalam toleransi tanaman untuk cekaman garam. Komposisi lipid yang terdapat pada membran mengontrol membran permeabilitas (Mansour et al., 1994, Kim et al., 2008). Pengamatan ini juga sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa cekaman garam meningkatkan konsentrasi triterpenoid di akar dan daun tanaman mangove serta berkontribusi terhadap toleransi garam di hutan mangove (Oku et al., 2003; Basyuni et al., 2007, 2009).

  Mangove adalah salah satu jenis halophyte, namun semainya sensitif terhadap stress garam (Tomlinson, 1986; Lin 1997), substrat yang bergaram mempengaruhi banyak aspek seperti aspek pertumbuhan dan fisiologinya (Ball dan Farquhar 1984; Wang dan Lin 1999; Clough 1984; Downton, 1982). Banyak penelitian yang telah menemukan bahwa semai tumbuh paling baik di salinitas rendah (25% air laut atau 0,5% konsentrasi garam), di salinitas tinggi (50%-75% dari air laut atau 1,5%-2% konsentrasi garam) atau pada keadaan kekurangan garam (salinitas 0% atau air tawar) adalah efek dari pertumbuhan (Downton, 1982; Clough, 1984; Wang dan Lin, 1999). Pertumbuhan yang lambat di air tawar sering dianggap berasal dari ketidakmampuan halophyte untuk mengakumulasi bahan ion anorganik dalam jumlah yang cukup untuk osmoregulasi ketika substrat kekurangan garam (sodium chloride) (Clough, 1984; Jenning, 1976; Geenway dan Munns, 1980; Yeo dan Flower, 1980). Beberapa peneliti mempertimbangkan peristiwa tersebut menjadi ekspresi dari ciri fisiologi mangove yang membutuhkan garam (Wang dan Lin, 1999), tetapi beberapa peneliti telah berusaha menjelaskan mekanisme tersebut.

  Biologi Terpenoid Pada Mangove

  Tanaman mangove telah diketahui sebagai sumber bahan phytokimia atau metabolit sekunder, yang mana digunakan dalam interaksi dengan lingkungan, perkembangan terakhir resisten terhadap berbagai macam stress lingkungan maupun serangan dari luar. Faktor biotik dan abiotik meningkatkan hasil metabolit sekunder (Sudha dan Ravishankar, 2002). Metabolit sekunder merupakan bahan kimia yang tidak dibutuhkan atau tidak secara langsung dibutuhkan untuk pertumbuhan atau reproduksi dari tanaman (Bukingham, 2001).

  Metabolit sekunder tanaman juga menunjukkan sumberdaya secara luas seperti nilai molekul kompleks dan diambil untuk obat-obatan dan lainnya.Triterpenoid pentasiklik dan phytosterol tersebar luas di tanaman mangove (Wannigama et al., 1981; Hogg dan Gillan, 1984; Ghosh et al., 1985; Koch et al., 2003; Basyuni et al., 2007). Karena jarak aktivitas biologi mereka lebar, isoprenoid merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk bahan obat-obatan (Sparg et al., 2004) dan telah lama tanaman mangove digunakan sebagai obat tradisional untuk membunuh penyakit (Bandaranayake, 1998).

  Karena lipid terdiri dari bagian penting karbon hasil keluaran dari mangove (Wannigama et al., 1981; Hogg and Gillan, 1984), pengetahuan tentang komposisi lipid di mangove diharapkan dapat berkontribusi terhadap estimasi dan dasar akumulasi dari sedimentasi bahan organik.

  Nonsaponifiable lipids (NSLs) pada dasarnya menunjukkan fraksi lipid

  sederhana kecuali asam lemak (saponifiable lipids) setelah dihidrolisi dengan alkalin baru didapatkan total lipidnya, dan berisi sterol, cincin alkohol yang panjang dan alkana. Pada umumnya NSL menunjukkan fraksi lipid yang lebih stabil dibandingkan dengan fraksi lipid saponifikasi, dan mereka lebih tahan penting yang relatif untuk mengontrol penanda diagenetik (Killops dan Frewin, 1994; Koch et al., 2005). Triterpenoid adalah senyawa kimia yang biasa di jumpai pada tanaman tingkat tinggi terdiri dari NSL sebagai proporsi utama dan telah diidentifikasi dari lapisan kutikula tanaman mangove dan jenis tanaman lainnya (Beaton et al., 1955; Wannigama et al., 1981; Ghosh et al., 1985; Koch et al., 2003). Beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan terpenoid pentasiklik yang cocok untuk pengusutan pertama bahan karbon dari tanaman mangove, mereka lebih stabil selama proses sedimentasi dan diagenesis (Killops dan Frewin, 1994; Versteegh et al., 2004; Koch et al., 2005). Demikian analisis terpenoid adalah prasyarat untuk interpretasi sinyal penanda pada inti sedimen mangove.

  

Senyawa Bio Aktif di Mangove Termasuk Polyisoprenoid (Polyprenol Dan

Dolichol)

  Senyawa polyisoprenoid terdiri dari dua famili yakni dolicol dan polyprenol.Terpenoid (syn., Isoprenoidnya), dibiosintesis dari isopentenil pirofosfat adalah kelompok terbesar dari senyawa alami. Jumlah struktur yang dikenal, dua kali lipat setiap dekade, bisa segera mencapai 105. Di antara mereka, polyisoprenoids yaitu uncyclized = polimer linear dari unit C

  5 telah sangat sering ditemukan dalam jaringan diperiksa.

  Terjadinya rantai panjang policisprenols terakumulasi di daun di sebagian besar spesies tanaman ratusan dianalisis telah didokumentasikan dengan baik (Swiezewska et al., 1994; Jankowski et al., 1994). Banyak spesies Spermatophyta milik: Asetraceae, Euphorbiaceae, Laureaceae, Magnoliaceae, Moraceae, keluarga (ies) dari polyprenols, panjang rantai C 35-500 , dalam jumlah mendekati approx.i 5% dari berat kering. Namun, dalam organ tanaman lain jumlah polyprenols yang ditemukan agak rendah, dengan pengecualian kayu Betula verrucosa (Lindgen, 1965), dan tampaknya hanya pada jaringan fotosintesis akumulasi berbeda polyprenols dan mungkin biosintesis mereka berlangsung. Isolasi Terbaru struktur polyisoprenoid baru yang berbeda dari yang diketahui sebelumnya dalam jumlah menunjukkan heterogenitas yang cukup dari lipid, jelas dalam ekstrak dari daun tanaman yang mengandung mereka dalam jumlah moderat (Suga et al., 1989). Seperti ditunjukkan dalam kasus Eucommia ulmoides berbagai organ tanaman all-trans-penghasil karet (daun, akar, kulit biji) menunjukkan keragaman struktural polyprenoids (Bamba et al., 2001), menunjukkan keragaman struktural polyprenoids (Bamba et al., 2001), yaitu baik poli-poli cisand-trans-prenols panjang rantai yang berbeda diamati.

  Peran phoshopolyisoprenoids sebagai koenzim universal dan pembawa residu gula untuk glikosilasi dalam berbagai reaksi biosintesis didokumentasikan dengan baik (Hemming, 1992). Namun, baru-baru ini peran polyisoprenols bebas mendominasi dan ester karboksilat sebagai komponen mesin antioksidan yang terletak di membran sel telah ditemukan (Bergamini et al., 2004).

  Peran pelindung polyisoprenoids terhadap oksigen dan nitrogen spesies reaktif telah diinduksi kepentingan industri farmasi dengan lipid ini. Oleh karena itu, menemukan sumber mudah didapat polyisoprenoids kemurnian tinggi harus dari kedua kepentingan ilmiah dan ekonomi. Ravi et al. (1984) telah menunjukkan untuk sejumlah spesies dikotil yang mengandung biji jumlah polyprenols dan dolichols ditemukan di biji monokotil. Untuk memperpanjang data tersebut kami membandingkan isi dan jenis polyisoprenoids dalam biji spesies mudah tersedia lainnya dari jarak evolusi besar, yang dikenal untuk mengumpulkan polyprenols daun. Spektrum dari polyprenoids dari biji dan jarum dari gymnosperma ditemukan untuk menjadi serupa sedangkan campuran kompleks polyisoprenoids ditemukan dalam biji angiospermae. Campuran terdiri dari keluarga polyprenols menyerupai kecil, subfamili tambahan polyprenols ditemukan pada daun dan keluarga dolichols. Kisaran panjang rantai tersebut polyprenols dan dolichols mirip.