THE PERSISTENCE OF LUWU NOBLESSE (AN ANALYSIS OF CULTURAL POLITICS OF BUGIS)

BERTAHANNYA BANGSAWAN LUWU (SUATU ANALISA BUDAYA POLITIK ORANG BUGIS) THE PERSISTENCE OF LUWU NOBLESSE (AN ANALYSIS OF CULTURAL POLITICS OF BUGIS)

Rismawidiawati

Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Jl. Sultan Alauddin Km. 7 Makassar e-mail: rismawidiawati@gmail.com

Naskah Diterima: 30 Juni 2016

Naskah Direvisi: 29 Juli 2016

Naskah Disetujui: 25 Agustus 2016

Abstrak

Artikel ini bertujuan menjelaskan alasan sehingga kelompok bangsawan Luwu masih dapat bertahan berdasarkan tinjauan budaya politik orang Bugis. Artikel ini disajikan secara deskriptif analitis melalui 4 (empat) tahapan metode penelitian sejarah, yaitu pengumpulan sumber (heuristic), kritik data atau sumber, interpretasi, dan historiografi. Selain itu, digunakan juga teknik pengumpulan data melalui wawancara. Hasil yang ditemukan menunjukkan bahwa budaya politik tradisional orang Bugis, yang dikenal dengan istilah siri’ na pesse memberikan kontribusi penting terhadap bertahannya kelompok bangsawan Luwu. Budaya politik ini menghadirkan tokoh Tomanurung sebagai cikal bakal seluruh raja dan bangsawan yang ada di Sulawesi Selatan termasuk di Kedatuan Luwu. Masyarakat Luwu mempercayai bahwa keturunan Tomanurung ditakdirkan untuk menjalankan pemerintahan. Bila yang memerintah bukan keturunan Tomanurung, masyarakat Luwu percaya bahwa akan terjadi suatu masalah di dalam negeri. Terlepas dari anggapan bahwa kehadiran Tomanurung ini adalah mitos dan merupakan rekayasa politik, keberadaan tokoh ini merupakan awal dari lahirnya para penguasa/raja. Keberadaaan Kedatuan Luwu yang masih ada sampai sekarang, walaupun fungsinya tidak sama lagi seperti di masa lalu, serta para elite yang didominasi oleh kaum bangsawan (andi) Luwu merupakan gambaran bahwa masyarakat masih tetap mempercayai akan kehadiran bangsawan sebagai tokoh yang ditakdirkan untuk menjalankan roda pemerintahan.

Kata kunci: Andi (bangsawan) Luwu, dan budaya politik Orang Bugis.

Abstract

This article aims is to explain the reason of aristocratic group of Luwu still survive based on a review of political culture of the Bugis. This article presented in a descriptive analysis through the 4 (four) stages of historical research methods, namely the collection of resources (heuristic), criticism source of data, interpretation, and historiography. In addition, the technique of collecting data through interviews. The results found that the traditional political culture of the Bugis, known as siri 'na pesse make an important contribution to the survival of the aristocratic group of Luwu. This political culture present Tomanurung figure as a forerunner to the whole of kings and nobles in South Sulawesi included in Kedatuan Luwu. Luwu community believe that the descendants of Tomanurung destined to govern. If the ruling is not a descendant of Tomanurung, Luwu people believe that there will be a problem in the country. Apart from the assumption that the presence of this Tomanurung is a myth and as an invention of politics, the existences this character is the beginning of the birth of rulers / kings. The existence of Kedatuan Luwu which still exist today, although its function is not the same as in the past, as well as the elite dominated by the nobility (andi) Luwu is a picture that people still believe in the presence of royalty as the man who is destined to run the government.

Keywords: Andi (nobles), Luwu, and political culture of Bugis.

414 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 413 - 428

A. PENDAHULUAN Kabupaten Luwu Timur dan Luwu Utara Fenomena menarik di Sulawesi telah lebih dahulu melakukan pilkada Selatan bahwa pada setiap kegiatan langsung yaitu 2005, 2010 dan 2015 ini. pemilihan kepala daerah (pilkada) lang- Fenomena menarik pada pilkada langsung sung, baik itu sebagai bupati, walikota, ini yang keluar menjadi pemenang adalah ataupun level yang ada di bawahnya, dari golongan bangsawan. camat dan kepala desa, keterlibatan

Di Kabupaten Luwu, dengan adanya kelompok bangsawan tidak dapat dinafikan gelar simbolik yang dimiliki, serta wacana lagi. Dalam pilkada langsung yang latar belakang dirinya yang merupakan diadakan sejak tahun 2005, utamanya keturunan Kahar Mudzakkar memudahkan daerah-daerah yang kelompok bangsawan- Andi Mudzakkar untuk memimpin Luwu nya sangat kental seperti Kabupaten Bone, selama dua periode sejak 2008 sampai Luwu, Wajo dan Soppeng, pesertanya sekarang. Di Luwu Timur, dari tiga calon hampir 70 persen adalah terdiri atas bupati yaitu, Muh. Thorieg Husler, kelompok bangsawan. Keterlibatan kelom- Badaruddin AP dan M. Nur Husain, tak pok bangsawan ini, mungkin karena satu pun dari golongan Andi (bangsawan) dorongan dari partai pengusungnya, tetapi pada pilkada 2015 ini. Namun, yang tidak jarang pula mereka ikut pilkada menarik adalah para calon bupati ini minta secara perorangan. Kepercayaan masya- izin dan dukungan pada Datu Luwu, Andi rakat dijadikan modal besar untuk meraih Maradang Mackulau untuk maju pada suara.

pilkada Luwu Timur (www.luwuraya.com, Reformasi membuka kembali ruang

5 April 2015 dan www.beritakota- bagi semua kalangan masyarakat untuk makassar. com, 25 Agustus 2015). Hal ini berkontestasi di ranah politik termasuk tentu saja mengandung makna politis di pemilukada. Hal ini dimanfaatkan oleh baliknya. Harapan bahwa keterlibatan Datu bangsawan untuk mendapatkan kekuasaan Luwu ini akan menarik masyarakat Luwu agar tetap survive. Euforia demokrasi untuk memilihnya. dirasakan hingga masyarakat daerah yang

Ketika Proklamasi Kemerdekaan tercermin hadirnya para elit lama yang 1945, Andi Djemma menyatakan bahwa muncul dan siap berkontestasi di pemilu- dirinya berada di belakang kemerdekaan kada. Eksistensi kaum bangsawan dalam Republik Indonesia. Sejalan dengan wilayah politik pemerintahan tercermin pernyataannya itu, Datu Andi Djemma banyaknya Andi yang menjabat pada posisi ketika itu menyerahkan Pajung Luwu ke strategis dalam struktur pemerintahan dan tangan pemerintah daerah (Patang, mendapatkan kedudukan di partai politik.

1975:221). Hal ini berarti bahwa sejak saat Suasana politik pada fase awal itu pemerintah daerah lah yang mempunyai reformasi yang rumit memunculkan tugas untuk melindungi dan mengayomi wacana hanya „putra‟ daerah yang memi- rakyat Luwu. Sedang posisi kedatuan liki kesempatan untuk memimpin Luwu. dibiarkan terus bergulir untuk sekadar Wacana inilah yang membuka ruang bagi melanggengkan tradisi pergantian Datu para Andi yang notabene bangsawan dan Luwu. Meskipun konsep kerajaan sudah „putra‟ daerah untuk tampil di panggung sirna seiring dengan kemerdekaan 17 politik khususnya pilkada.

Agustus 1945, tetapi kelompok bangsawan Kedatuan Luwu kini telah berpecah- ini tetap eksis sampai sekarang. Bahkan pecah menjadi beberapa kabupaten dan mereka tetap mempertahankan kelembaga- kota, yaitu: Kabupaten Luwu, Kota Palopo, annya, meskipun itu tidak lagi berperan Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten penting dalam pelaksanaan administrasi Luwu Timur. Kabupaten Luwu telah pemerintahan. melakukan dua kali pilkada langsung yaitu

Pasca runtuhnya rezim Orde Baru, tahun 2008 dan 2013. Sedangkan para bangsawan kembali hadir menggali

Bertahannya Bangsawan di Luwu (Rismawidiawati) 415 dan menunjukkan identitas mereka. Bang- dijadikan objek wisata bagi kaum

sawan ini berusaha untuk menghidupkan pendatang dan para peneliti yang ingin kembali tata kehidupan yang bernuansa melihat-lihat isi istana. Selebihnya, pihak kerajaan di setiap daerah. Kelembaga- istana seakan tak memiliki aktivitas berarti annya tetap dilestarikan, dijaga, bahkan selain datang sebagai tamu ketika upacara diupayakan dengan berbagai cara untuk adat sedang digelar. membangun pencitraan. Keadaan yang

Kini, Kedatuan Luwu kembali ber- demikian semakin memberi ruang yang geliat di bawah kepemimpinan Datu Luwu, lebih besar ketika didirikan apa yang Andi Maradang Mackulau. Berkat keak- dikenal dengan Perkumpulan Keraton tifan Datu Luwu berkomunikasi dengan Nusantara, yang dua tahun sekali meng- pemerintah daerah, istana Luwu kembali adakan festival keraton dengan berbagai diperhatikan. Datu Luwu sebagai hulu agenda acaranya.

kaum bangsawan di Luwu tampil aktif Pertemuan yang dilakukan oleh para berkoordinasi dengan pemerintah daerah raja-raja se-Nusantara itu, memicu lahirnya melestarikan adat istiadat Luwu. Istana beberapa kerajaan yang sebelumnya sama Luwu mulai ditata, Datu Luwu mulai sekali tidak dikenal. Terlepas dari itu dilibatkan pada persoalan-persoalan adat. semua, salah satu istana yang sekarang ini

Menganalisis alasan bertahannya tetap bertahan sampai sekarang adalah bangsawan di Luwu dari sisi budaya Kedatuan Luwu. Kedatuan ini bukanlah politik menjadi menarik dilakukan. merupakan perwujudan dari munculnya Mengapa bangsawan Tana Luwu masih kerajaan sebagai saingan dari pemerin- tetap dapat bertahan, barangkali karena tahan yang ada, tetapi kehadiran kedatuan berangkat dari budaya politik orang Bugis ini menandakan bahwa rakyat masih di Tana Luwu itu sendiri. Menurut menghendaki kehadirannya, meskipun Widjaja, perilaku politik ini berangkat dari dalam wujudnya sangat berbeda jika budaya politik yang dimiliki oleh para dibandingkan di masa lalu.

aktor itu sendiri. Budaya politik yang Kedatuan Luwu semacam satu dimaknai sebagai aspek politik dari sistem lembaga yang tugas dan fungsinya seka- politik yang terdiri dari ide, pengetahuan, rang ini, sangat berbeda di masa lalu. Di adat istiadat, mitos yang dikenal dan diakui masa lalu, seorang yang bergelar datu oleh sebagian besar suatu masyarakat hampir dapat dipastikan akan diangkat merupakan faktor penentu perilaku politik menjadi seorang raja atau lebih dikenal itu sendiri (1988:250). payung di Luwu. Akan tetapi kedatuan

Fakta bahwa tetap dipertahankannya Luwu sekarang ini, selain sebagai satu kedatuan Luwu saat ini mengandung bentuk untuk mempertahankan nilai-nilai makna bahwa datu masih memiliki tempat „budaya‟ yang mungkin masih ada dan di hati masyarakat Luwu. Lebih luas lagi, dikhawatirkan punah, tetapi kehadiran gelar Andi yang bertahta di depan nama kedatuan Luwu dapat dianggap perwu- seseorang yang menandakan seseorang itu judan dari keinginan masyarakat untuk masih keturunan bangsawan di Luwu mendambakan seorang figur yang diang- masih menjadi hal yang diperhitungkan. gap dapat mengayomi masyarakat, seperti Hal ini tampak ketika pemilihan kepala halnya peranan yang dimainkan seorang daerah langsung di Luwu. Di sinilah raja di masa lalu.

standingpoint dari penelitian ini, untuk Menurut

Ali mencari tahu akar persoalan mengapa (Wawancara, 4 Februari 2015), pada tahun kelompok bangsawan ini masih tetap dapat 1980-an istana Datu Luwu masih dijadikan bertahan? tempat berkumpul para anak muda tanah

Husain

Syarif

Untuk mengetahui lebih dalam Luwu, tapi memasuki era 1990-an istana mengapa kedatuan Luwu ini masih tetap tampaknya tidak lagi diminati, hanya dapat bertahan, bahkan semakin mendapat

416 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 413 - 428 dukungan, perlu kiranya diketahui lebih dilakukan untuk mendapatkan data-data

jauh tentang budaya politik orang Bugis, dari lontarak, juga koran-koran lokal dan utamanya Bugis yang ada di Luwu. Selain internet. Lontarak sangat membantu dalam itu, perlu juga dilihat akar lahirnya merekonstruksi penulisan artikel ini, kelompok bangsawan ini sebagai informasi namun lontarak ini pun memiliki kele- awal untuk mengkaji mengapa kelompok mahan sebagai sumber primer termasuk bangsawan ini lahir dan dapat tetap minim dalam hal waktu. Untuk itu bertahan.

kelemahan yang didapatkan dalam Kajian tentang bangsawan Luwu lontarak didapatkan dalam banyak sumber bukanlah hal yang baru. Sudah banyak sekunder. tulisan yang membahas persoalan ini.

Untuk memeroleh sumber, penelitian Sebut saja misalnya beberapa karya seperti dilakukan di Palopo, Provinsi Sulawesi Luwu dalam Revolusi karya Sanusi Daeng Selatan, tempat Istana Kedatuan Luwu Mattata (1967), Arus Revolusi 45 di berada, untuk mengumpulkan data-data Sulawesi Selatan karya Sarita Pawiloy sejarah dan bahan dokumenter lainnya (1987),

dan yang tersimpan pada instansi pemerintah Kebudayaan Sulawesi Selatan karya kabupaten, lembaga swasta, dan koleksi- Mattulada (1998), Ensiklopedi Sejarah koleksi pribadi. Selain itu, dilakukan pula

Sejarah,

Masyarakat,

Luwu karya Idwar Anwar (2005), penelitian terhadap tradisi-tradisi lisan atau Kedatuan Luwu karya Iwan Sumantri cerita rakyat. (editor) (2006), Manusia Bugis karya

Tahap kedua dalam metode sejarah Christian Pelras (2006), dan yang terbaru adalah kritik sumber. Ada dua jenis kritik Pertarungan Elite Lokal di Bumi Batara sumber, yaitu kritik ekstern dan kritik Guru karya Thamrin Mattulada (2014). intern. Kritik ekstern dilakukan untuk Tulisan Thamrin Mattulada ini menyajikan mengetahui keabsahan sumber itu. Keab- sejarah politik lokal dan bagaimana sahan itu dapat dilihat tentang tulisannya, dinamika politik lokal memengaruhi proses kertas yang digunakan, ejaan yang serta hasil dari pemilihan kepala daerah digunakan. Kritik intern lebih pada isi langsung saat pertama kali diselenggarakan yang dikandung oleh sumber-sumber tahun 2005 di Kabupaten Luwu Timur.

tersebut. Penggunaan kritik sumber Tulisan ini menjadi acuan paling dekat dilakukan jika ditemukan beberapa sumber dengan tulisan ini. Penulis berusaha yang saling bertentangan antara satu menampilkan tulisan ini secara berbeda dengan lainnya. yaitu dengan menggunakan pisau analisis

Tahap ketiga dalam metode sejarah budaya politik orang Bugis. Juga, penulis adalah interpretasi. Ada data yang masih tidak hanya terfokus di Kabupaten Luwu lemah tetapi ada pula data yang cukup tapi berada pada skop Kedatuan Luwu. kuat, yaitu disebut dengan fakta. Data dan Kedatuan Luwu di sini mencakup fakta ini kemudian dirangkai dalam satu Kabupaten Luwu, Kota Palopo, Kabupaten tulisan untuk memberi penjelasan mengapa Luwu Utara dan Kabupaten Luwu Timur.

sesuatu itu terjadi. Persoalan yang dijawab tidak semata-mata tentang apa, siapa,

kapan terjadinya, dan dimana kejadian itu Penelitian ini menggunakan metode terjadi, tetapi yang lebih penting adalah sejarah, seperti layaknya tulisan sejarah mengetahui mengapa hal itu terjadi. lainnya. Ada empat langkah metode

B. METODE PENELITIAN

Tahap akhir dalam metode sejarah sejarah. Pertama, penelitian ini dimulai adalah historiografi atau penulisan sejarah. dari pencarian sumber sesuai dengan tema Diakui bahwa dalam tahap akhir ini yang dikaji. Dalam pencarian sumber ini, subjektivitas kadang muncul dari seorang selain buku-buku yang memiliki kaitan penulis. Ada beberapa sebab mengapa hal dengan objek yang diteliti, pencarian juga itu dapat terjadi. Kekurangan sumber dan

Bertahannya Bangsawan di Luwu (Rismawidiawati) 417 kecenderungan ideologi penulis, semuanya yang memiliki kesadaran untuk berpar-

itu dapat menyebabkan sesuatunya menjadi tisipasi dalam pengambilan keputusan sangat subjektif. Hal-hal subjektif ini kolektif dan penentuan kebijakan publik diupayakan ditekan sedapat mungkin untuk untuk masyarakat seluruhnya (Eddy menghasilkan satu tulisan sejarah yang Utomo, http://pkn ips.blogspot.co.id diak- dapat dipandang objektif. Penguasaan ses tanggal 15 Mei 2015). metode dan metodologi sejarah menjadi

Analisis budaya politik terutama kunci terwujudnya tulisan sejarah yang bermanfaat ketika kita hendak mengetahui objektif.

sejauhmana budaya memainkan perannya Selain itu digunakan juga teknik dalam membentuk perilaku kolektif sebuah pengumpulan data melalui wawancara komunitas politik; apakah perilaku kolektif mendalam. Informan kunci yang dipilih tersebut produktif dalam konteks pengem- adalah keluarga dekat dari penulis yang bangan

masyarakat secara umum, merupakan warga lokal yang mendiami bagaimana budaya politik sebuah masya- daerah tersebut dalam kurun waktu yang rakat mengalami transformasi menuju cukup lama. Penulis juga merupakan masyarakat yang lebih terbuka, adil dan warga setempat sehingga tidak begitu sulit sejahtera. Dalam konteks inilah, tulisan ini bagi penulis kemudian menemukan tetap memanfaatkan perspektif budaya informan selanjutnya, setelah informan politik dalam melihat realitas mengapa kunci mengarahkan penulis mendatangi kedatuan Luwu tetap berdiri sampai beberapa informan yang dianggapnya akan sekarang. memberi informasi tentang bagaiman

Pada konteks lokal, budaya politik penjelasan mengenai bangsawan di Luwu. pada dasarnya dipahami dari budaya Tidak hanya itu, penulis juga melakukan politik Bugis Makassar sebagai nilai-nilai wawancara mendalam dengan Datu Luwu yang mendasari budaya politik tersebut. ke-40, Andi Maradang Mackulau. Juga, Nilai-nilai budaya politik tersebut merupa- dilakukan wawancara dengan dewan adat kan kelanjutan dari berbagai gagasan dan Kedatuan Luwu dalam hal ini Andi Baso aktivitas politik kerajaan-kerajaan di Lolo yang telah menjadi Dewan Adat sejak daerah Bugis Makassar dari dahulu sampai tahun 2006; serta wawancara dengan sekarang. Adapun nilai-nilai dan aktivitas- masyarakat setempat untuk melihat nya dapat ditelusuri dari periode La

1 bagaimana pandangan masyarakat terha- 2 Galigo, periode Tomanurung, periode dap Kedatuan Luwu. Data-data wawancara

kemudian dikuatkan dengan observasi atau sebaliknya fakta-fakta dalam pengamatan

dikuatkan oleh wawancara. 1 Periode La Galigo diperkirakan berlangsung pada periode abad ke-11 dan ke-13 Masehi

(Pelras, 2006:62). Dunia digambarkan terdiri 1. Budaya Politik orang Bugis dan atas langit (dunia atas) yang disebut

C. HASIL DAN BAHASAN

Botillangi’; Bumi atau dunia tengah, yang Budaya politik suatu masyarakat disebutnya lino, dan dunia di bawah bumi, dapat dikatakan merupakan pola perilaku

Lahirnya Kelompok Bangsawan

yaitu pertiwi yang disebutnya Toddang -Tojang

masyarakat itu dalam kehidupan ber- atau 2 Urilliu’.

negara, penyelenggaraan administrasi Periode Tomanurung adalah periode yang muncul setelah kerajaan Bugis-Makassar

negara, politik pemerintahan, hukum, adat berada dalam keadaan “sianre bale tauwe”. istiadat, dan norma kebiasaan yang Periode ini dianggap sebagai tanda munculnya dihayati oleh seluruh anggota masyarakat dan berkembangnya berbagai kerajaan di setiap harinya. Selain itu, budaya politik Sulawesi Selatan yang berlangsung dari abad dapat pula diartikan sebagai suatu sistem ke-14 sampai ke-16. Periode ini pulalah yang nilai bersama dalam suatu masyarakat menandai lahirnya kaum bangsawan dan

418 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 413 - 428 masuknya Islam 3 , periode sebelum dan kewajiban setiap orang (Mursalim,

sesudah kemerdekaan. www.bone-library.com, diakses tanggal 9 Wujud gagasan budaya politik Bugis Juni 2015). Makassar dapat dilihat pada tradisi lisan

Setelah masuknya Islam di Sulawesi dan sastra lisan yang termuat dalam Selatan, sara’ menjadi unsur penggenap nyanyian rakyat, puisi rakyat, mitos kelima dimana sara’ ini berasal dari legenda dan fabel. Selain itu, juga hukum-hukum agama Islam (Mattulada, terkandung pada pemikiran-pemikiran para 1985:382). Masuknya unsur sara’ sebagai To Acca (cerdik cendekiawan) di Sulawesi bagian dari pangngadereng menunjukkan Selatan seperti Kajaolalido dari Bone, bahwa sara ’ tidak mengubah nilai-nilai, Nene’ Mallomo dari Sidrap, MaccaE ri kaidah-kaidah masyarakat, dan kebuda- Luwu dan masih banyak lagi.

yaan yang telah ada. Masuknya Islam tidak Menurut Mattulada dalam Latoa bertentangan dengan nilai-nilai yang disebutkan bahwa, orang Bugis Makassar dijunjung oleh Bugis Makassar karena dalam kehidupan sehari-harinya masih bermuara pada siri’. Hal ini tercakup terikat oleh sistem norma dan aturan- dalam sebuah ungkapan di kalangan Bugis aturan adatnya yang dianggap luhur dan yang mengatakan: keramat. Keseluruhan sistem norma dan

“siri emmi ri onroang ri lino, utettong ri aturan-aturan

disebut ade’E, najagainnami siri’ta, pangngadereng. Pangngadereng dapat nala siri’e sunge’ naranreng nyawa na diartikan sebagai keseluruhan norma- kira-kira ”. norma yang meliputi bagaimana seseorang harus bertingkah laku terhadap sesamanya Artinya: manusia dan terhadap pranata-pranata sosialnya secara timbal balik, dan Hanya untuk siri’ kita hidup di dunia, saya menyebabkan adanya gerak (dinamik) taat kepada adat demi terjaganya atau masyarakat (Mattulada, 1985:58).

adat

itu

terpeliharanya harga diri saya, adapun siri Sebelum menganut Islam, ada empat jiwa ganjarannya, nyawa rekaannya unsur pangngadereng, yaitu: ade’, bicara, (Mattulada, 1985: 64-65). rapang, dan wari’. Keempat sistem adat normatif

Ungkapan di atas memiliki makna masyarakat. Ade’ adalah komponen yang sangat dalam di kalangan Bugis. pangngadereng yang memuat aturan- Dengan melaksanakan pangngadereng, aturan dalam kehidupan masyarakat. berarti seorang Bugis sedang berusaha Bicara adalah aturan-aturan peradilan mencapai martabat hidup yang disebut dalam arti luas. Rapang adalah aturan yang dengan

inilah yang

berlaku di

Menurut Mattulada ditetapkan setelah membandingkan dengan (1985:108), siri’ inilah yang mendorong keputusan-keputusan

siri’.

atau orang Bugis sangat patuh terhadap membandingkan dengan keputusan adat pangngadereng karena siri’ pada sebagian yang berlaku di negeri tetangga. Wari besar unsurnya dibangun oleh perasaan adalah suatu sistem yang mengatur tentang halus, emosi, dan sebagainya. batas-batas kewenangan dalam masya-

terdahulu

Pada budaya politik tradisional rakat, membedakan antara satu dengan Bugis Makassar, dikenal istilah siri’ na yang lainnya dengan ruang lingkup pesse. Siri’ na pessé (Bugis) adalah penataan sistem kemasyarakatan, hak dan sebuah konsep yang sangat menentukan dalam identitas orang Bugis dan

3 Periode Islamisasi di Sulawesi Selatan oleh masyarakat Sulawesi Selatan pada banyak ahli sejarah dianggap mulai berlang- umumnya. Konsep siri’ mengacu pada

sung pada abad ke-16. Di Tanah Luwu sendiri, perasaan malu dan harga diri sedangkan Islamisasi dimulai pada tahun 1603, lebih awal

pessé mengacu pada suatu kesadaran dan

Bertahannya Bangsawan di Luwu (Rismawidiawati) 419 perasaan empati terhadap penderitaan yang

Tokoh Tomanurung inilah yang dirasakan oleh setiap anggota masyarakat.

mewariskan munculnya kelompok bangsa- Siri’ dalam pengertian orang Bugis wan dalam sejarah panjang kerajaan-

adalah menyangkut segala sesuatu yang kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan. paling peka dalam diri mereka, seperti Keturunannya, baik langsung maupun martabat atau harga diri, reputasi, dan tidak langsung menjadi pewaris tahta. kehormatan, yang semuanya harus dipeli- Setelah wafat yang menggantikannya hara dan ditegakkan dalam kehidupan adalah anaknya. Dalam perkembangan nyata. Siri’ bukan hanya berarti rasa malu berikutnya, jika sekiranya seorang raja seperti yang umumnya terdapat dalam tidak memiliki anak, yang berhak meng- kehidupan sosial masyarakat suku lain. gantikannya adalh kemenakan, sepupu, Istilah malu di sini menyangkut unsur yang bahkan jika mungkin adalah suami/istri hakiki dalam diri manusia Bugis yang telah atau cicitnya. Hal penting yang harus dipelihara sejak mereka mengenal apa dipenuhi adalah darah bangsawan yang sesungguhnya arti hidup ini dan apa arti mengalir pada dirinya. Meskipun ada harga diri bagi seorang manusia (Abdullah, Dewan Adat yang menyeleksi dan

1985:40-41). Begitu pentingnya 4 siri’ melantik seorang raja, namun kenyata- dalam kehidupan orang Bugis sehingga annya, suksesi kepemimpinan tidak jauh

mereka 5 beranggapan bahwa tujuan dari tokoh utamanya, yaitu raja. manusia hidup di dunia ini adalah hanya

Terlepas dari anggapan bahwa keha- untuk menegakkan dan menjaga siri’.

diran Tomanurung ini adalah rekayasa Pada hakikatnya budaya siri’ adalah politik, keberadaan tokoh ini merupakan produk kecerdasan lokal untuk memba- awal dari lahirnya para penguasa/raja. ngun kembali tatanan sosial orang Bugis di Tokoh Karaeng Bayo, orang yang juga masa lalu yang kacau balau. Secara tidak diketahui asal usulnya, menikah historis, kondisi tersebut digambarkan dengan Tomanurung dari Kerajaan Gowa, dalam kronik-kronik Bugis dengan pernya- seorang perempuan. Keturunan mereka taan bahwa kehidupan manusia pada masa inilah yang kemudian berkuasa turun itu bagaikan kehidupan ikan di laut, yang temurun di Kerajaan Gowa. Demikian juga besar memangsa yang kecil atau disebut yang terjadi pada Kerajaan Bone, tokoh dengan sianre bale tauwe. Kondisi inilah Tomanurung menikahi seorang perempuan yang kemudian menghadirkan tokoh yang juga dipercaya orang yang tidak Tomanurung sebagai cikal bakal seluruh diketahui asal usulnya. Kedua Tomanurung raja dan bangsawan yang ada di Sulawesi ini menikah dan menghasilkan enam orang Selatan.

anak. Keturunan mereka inilah yang Hampir semua raja pertama di semua kemudian memegang tampuk kekuasaan di kerajaan di Sulawesi Selatan, kecuali Wajo Kerajaan Bone secara turun temurun. Di yang munculnya pada abad XV dan Tanete Kerajaan Luwu, Tomanurung di Luwu yang lahir pada abad XVI disebut bernama Simpurusiang, kawin dengan Tomanurung. Pelbagai lontarak menggam- Pattiajala, puteri yang muncul dari air. barkan tomanurung sebagai berikut:

Dalam usahanya membangun jaringan, Nariaseng garek Tomanurung, nasabak keturunan Tomanurung ini melakukan tenrisseng apolongenna, tenrisseng to berbagai usaha. Cara yang digunakan di inanna amanna…

4 Di Kerajaan Bone dikenal dengan nama Artinya: Konon ia disebut orang Dewan Adat Pitu, sedangkan di Kerajaan Gowa Tomanurung, sebab tidak diketahui dari dikenal dengan nama Dewan Bate Salapang.

mana datangnya dan tidak diketahui pula 5 Lihat silsilah Kekerabatan Raja-Raja di ayah dan ibunya…. (Abidin, 1999: 19).

Sulawesi Selatan, koleksi Laboratorium Sejarah dan Budaya, Universitas Hasanuddin,

420 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 413 - 428 Kerajaan Gowa adalah dengan melakukan sampai tamat. Setelah lulus, lalu dibawa ke

penaklukan. Lain halnya dengan Kerajaan Tana Bangkala untuk mengadakan Bone. Perluasan wilayah dan kekuasaan, perjanjian dengan rakyatnya. Hal ini pula juga dilakukan dengan jalan pernikahan.

lah yang dilakukan oleh Simpurusiang Kehadiran tokoh Tomanurung seba- ketika ditasbihkan sebagai datu bagi rakyat gai sosok yang mempunyai kelebihan, pada Luwu. saat itu menjadi jawaban atas pertikaian yang terjadi pada masa itu. Tomanurung “Engkau yang kami pertuan, engkau yang datang kemudian dilantik menjadi pulalah Datu Cina. Engkau selimuti kami datu yang tidak boleh dibantah atau agar tidak kedinginan. Engkau menjaga disanggah. Semua orang harus tunduk dan kami dari gangguan burung pipit agar padi patuh kepada segala perintah dan kemauan kami tidak hampa. Engkau tidak akan datu. Orang yang berani menentang akan mempermalukan. Engkau memanggil dan mendapat

hukuman mati (Mattata, kami datang. Engkau menyuruh dan kami 1967:65).

kerjakan, jikalau hal itu menjadikan Menjadi Datu di Kerajaan Luwu engkau besar dan memuliakan kerajaan- pada masa lalu adalah bukan hal yang mu” mudah. Salah satu syarat seseorang bisa diangkat menjadi Datu adalah apabila ia

Maka rakyat berteriak “Iyyo”, lalu bersedia miskin. Kabarnya di Luwu, Simpurusiang menjawab: seseorang yang akan dijadikan Datu terlebih dahulu diperiksa harta kekaya- “Jika demikian, aku memutuskan bahwa annya. Ketika selesai tugas kedatuannya, walaupun anak dan istriku, jikalau melaku- maka hartanya pun kembali dihitung. kan perbuatan yang tidak menghidupkan Biasanya Datu yang habis masa tugasnya kalian dan tidak mulia, maka juga tidak tidak akan memiliki harta lebih daripada akan menghidupkanku” yang dimilikinya sebelum menjadi Datu (Mattulada, 1998:29).

Perjanjian antara rakyat dan datu ini Pada kebudayaan Luwu, bilamana sudah menyangkut siri’. Memenuhi isi datu hendak dikukuhkan menjadi Pajung perjanjian adalah mutlak, melanggar (Datu yang memayungi Tana Luwu), ia hukum adat berarti melanggar siri’nya. harus melalui minggu latihan berat. Datu Pada kepercayaan orang Bugis di masa ditempatkan di sebidang lapangan terbuka, lalu, Tomanurung ataupun raja dipandang berpakaian sederhana, diberi makan jauh memiliki siri’ yang sempurna (Farid, dari cukup. Ia tidak dilindungi dari hujan 1992:228 – 230). dan panas selama seminggu. Bila tidur

Bentuk kekuasaan datu (raja) ini hanya beralaskan pelepah atau sabut kemudian berubah pada masa pemerintahan kelapa. Di sekeliling tempat itu, para Datu ke-14, Etenrirawe atas anjuran anggota Luwu yang berjumlah 11 orang Toaccana Luwu . Hukum Dasar Kerajaan menjadi pengawas. Pelanggaran sedikit Luwu di masa lalu dirumuskan antara lain:

saja atau kurang dari sehari dari masa yang 1. puwang temma bawangpawang ditentukan, calon datu tersebut gagal

rajanya tidak menganiaya dikukuhkan sebagai pajung. Maksudnya, atau tenri bawangpawang supaya dapat merasakan, bagaimana kalau rakyat tidak dianiaya

rakyat tidak mempunyai rumah, keku-

2. puwang mapatutu rangan makanan dan minuman sehingga raja memelihara/memeriksa kelak menjadi raja yang tidak sewenang- ata ripatutu

wenang. rakyat dipelihara/diperiksa Sesudah itu, harus tinggal di bilik

3. puang maddampeng lalu dibacakan buku-buku hukum adat raja memaafkan

Bertahannya Bangsawan di Luwu (Rismawidiawati) 421 ata riaddempengeng

(Poelinggomang dalam Sumantri, 2006: rakyat dimaafkan

4. puang teppaleo-leo Di Luwu, ketika Datu Luwu XV La raja tidak mencela

Patiware Sultan Muhammad wafat pada ata tenrileoleo

1615, ia digantikan oleh Patipasaung yang rakyat tidak dicela

merupakan anak mattola urutan kedua.

5. puang temma tenni sulo Padahal berdasarkan adat Luwu, seharus- raja tidak memegang suluh

nya putra pertama yang bernama Patiaraja Ata tenruattenni sulo

yang menjadi Datu Luwu. Akan tetapi rakyat tidak dipegang suluh

karena kekurangpatuhannya terhadap

6. kalo luka bola ajaran agama, dipilihlah adiknya menjadi parit menggeser rumah

Datu. Konon, Patiaraja ini suka mabuk- bola luka taneng- taneng”

mabukkan dan judi sabung ayam (Idwar rumah menggeser tanaman

Anwar, 2005: 304 – 305). Darah bukanlah (sumber: Daeng Rapi, 1988:35)

satu-satunya kualifikasi seseorang dapat diangkat menjadi Datu Luwu, namun juga

Dasar hukum inilah yang kemudian kualitas pribadi menjadi penentu ditasbih- berlaku di kedatuan Luwu dan menjadi kannya seseorang itu sebagai Datu Luwu. pegangan tiap datu dan kabinetnya. Revolusi dasar hukum ini kemudian

2. Bertahannya Kelompok Bangsawan

menyebabkan banyak anak raja yang

di Luwu

dihukum terutama anak-anak raja yang Pada tahun 1905-1906, Pemerintah jauh dari ibukota kerajaan karena Hindia Belanda memutuskan untuk melanggar dasar hukum ini (Mattata, menguasai seluruh wilayah Sulawesi 1967:69).

Selatan. Ada kekhawatiran bangsa barat Dasar hukum ini pula yang lainnya, terutama bangsa Inggris, yang menyebabkan, tidak ada jabatan dalam dianggap mencoba meluaskan wilayah Kerajaan Bugis-Makassar manapun yang pengaruh dan kekuasaannya. Peran yang dianggap sebagai warisan mutlak, meski- dimainkan oleh James Brooke di Sabah pun tidak sedikit putra atau putri raja dan Serawak, cukup mengkhawatirkan menjadi pewaris tahta orang tuanya. Tentu Pemerintah Hindia Belanda. Usaha saja bahwa menjadi pewaris bukan hanya kerjasama yang dilakukan oleh James berdasarkan “darah” namun karena Brooke di pertengahan abad XIX di memang memiliki kemampuan.

Kerajaan Bone, menjadi catatan bagi Para pejabat dipilih oleh sebuah Pemerintah Hindia Belanda. Meskipun dewan pemilihan khusus berdasarkan penguasa Kerajaan

Bone menolak berbagai kriteria seperti garis keturunan, kerjasama itu karena terikat kesepakatan hubungan dengan pejabat sebelumnya, yang telah dibuat dengan Pemerintah kualitas pribadi, dan pengaruh yang dinilai Hindia Belanda, tapi hal itu tidak dari jumlah dan kualitas pengikutnya, mengurungkan niat Pemerintah Hindia tanpa memperhitungkan di daerah mana Belanda untuk menaklukkan Sulawesi dia tinggal.

Selatan. Akhirnya pada tahun 1905 Kualitas pribadi yang menjadi syarat dilakukan serangan secara besar-besaran bagi seseorang dapat mewarisi dan ke Sulawesi Selatan. Kerajaan Bone memegang kendali politik kedatuan menjadi incaran pertama. adalah: memelihara kejujuran, selalu

Pemerintah Hindia Belanda yakin berkata benar, teguh pada pendirian yang bahwa dengan menguasai Kerajaan Bone, benar, mawas diri, bermurah hati, seluruh kerajaan lainnya relatif lebih memelihara sikap peramah, memelihara mudah dikuasai. Akhirnya pada tahun keberanian, dan tidak pilih kasih 1906, Kerajaan Bone takluk. Secara pelan

422 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 413 - 428 tapi pasti, akhirnya seluruh Sulawesi onderafdeling , yaitu Palopo, Rantepao,

Selatan jatuh dan diduduki oleh Peme- 6 Makale, Masamba, Malili, dan Kolaka. rintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia

Dalam menata sistem pemerintahan, Belanda kemudian menerapkan sistem berbagai cara dilakukan oleh pemerintah pemerintahan modern.

Hindia Belanda, mereka mencoba untuk Selama menjalankan kekuasaannya, memisahkan para bangsawan dengan sejak Perjanjian Bungaya 1667, sampai rakyat. Selain memenjarakan mereka yang awal abad XX, Belanda menganggap dianggap tidak bersahabat atau tidak mau bahwa para bangsawanlah yang menyeng- bekerjasama, banyak juga bangsawan yang sarakan rakyatnya. Hak-hak istimewa yang dipindahkan ke tempat lain. Agar dimiliki oleh para bangsawan, oleh kekuasaan bangsawan yang secara tradi- penjajah dianggap sebagai salah satu faktor sional telah menyatu di tempat mereka utama kesengsaraan rakyat. Oleh karena berada, Pemerintah Hindia Belanda itu, ketika mereka berhasil menguasai memindahkan mereka ke tempat lain. seluruh Sulawesi Selatan, hal pertama yang Tujuannya agar kekuasaan para bangsawan dilakukan adalah menurunkan rajanya, dan ini menjadi melemah. menghilangkan seluruh jabatan-jabatan

Persoalan baru muncul karena para penting dalam istana. Bahkan dewan adat kepala kampung atau wanua, kadang tidak juga dibekukan. Semuanya ini dilakukan dapat bertindak atau menjalankan tugasnya untuk mengurangi ruang gerak para karena berhadapan dengan bangsawan bangsawan.

yang lebih tinggi status atau kedu- Setelah berhasil menguasai Kerajaan dukannya. Banyak pekerjaan yang tidak Bone dan Gowa, sasaran berikutnya adalah dapat dijalankan dengan baik. Para Kerajaan Luwu. Pada awalnya kedatangan penguasa pribumi yang diangkat untuk mereka mendapat tantangan dari penguasa menjalankan

tugasnya, kebanyakan Kerajaan Luwu, ketika itu raja yang terbengkalai karena adanya rasa risih, berkuasa adalah We Kambo. Pemerintah sungkan, dan bahkan merasa malu, karena Hindia Belanda kemudian memaksakan munculnya bangsawan yang memiliki kekuasaannya dengan Pernyataan Pendek derajat yang lebih tinggi. Masyarakat (koerte verklaring). Dalam pernyataan itu, masih percaya bahwa mereka yang pihak penguasa pribumi harus mematuhi memiliki darah bangsawan yang tinggilah beberapa ketentuan dari Pemerintah Hindia yang seharusnya memerintah atau ber- Belanda. Pernyataan itu isinya adalah: kuasa. bahwa kekuasaan tertinggi ada pada

Pemerintah Hindia Belanda kurang Belanda dan tunduk pada Ratu Belanda.

menyadari arti peran yang dimainkan oleh para bangsawan selama ini. Hak-hak

1. Menaati semua peraturan dan perintah istimewa yang didapatkan oleh kalangan Gubernemen. bangsawan adalah sesuatu yang dianggap

2. Tidak dapat mengadakan perjanjian oleh para masyarakat adalah sesuatu yang dengan kekuasaan atau negara lain

(Pawiloy, 1987:44-46). „given’, artinya masyarakat melihat itu

sesuatu yang sah dan tidak dapat

dipersoalkan. Rakyat percaya bahwa Dalam perkembangannya kemudian,

berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 27 April 1916, No. 49, yang kemudian 6 Pada tahun 1940, berdasarkan Surat

diundangkan dalam Lembaran Negara Keputusan Pemerintah Timur Besar (Gouver- (staatblad) 1916, No. 352, telah ditetapkan nement van Grote Oost ), tertanggal 24 Februari Afdeling

Luwu dibagi

dalam

6 1940 (Lembaran Negara 1940, No, 21), onderafdeling Makale dan onderafdeling

Rantepao disatukan menjadi satu onderafdeling yang dikenal dengan onderafdeling Makala-

Bertahannya Bangsawan di Luwu (Rismawidiawati) 423 mereka adalah kelompok yang ditakdirkan

untuk memerintah. Kepercayaan masyarakat itu didasar- kan atas apa yang selama ini mereka dapatkan dari kelompok bangsawan terse- but. Antara keduanya, ada hubungan yang lebih dalam. Ada hubungan patron-client. Pada negara-negara yang masyarakatnya dikenal sebagai masyarakat yang prismatik

(transisi), 7 hubungan patron-client masih tetap hidup dengan subur. Hubungan patron-client biasanya masih dapat bertahan

pada daerah-daerah yang masyarakatnya masih memegang norma- norma lama. Masyarakat Luwu yang masih sangat menghargai norma-norma tradi- sional memberi tempat yang subur pada hubungan patron-client ini. Hubungan ini tidak saja diperkukuh oleh pemerintah yang melihat bahwa hubungan itu dapat memberi konstribusi yang besar dalam skala nasional demi untuk menciptakan suatu kondisi yang stabil. Tetapi hal itu memberi keuntungan pada birokrat yang ada di daerah. Elite bangsawan Luwu yang memegang posisi-posisi primer di daerah, dengan kekuasaan tradisional yang masih dimilikinya mungkin saja tanpa kesulitan dapat menjadi agen pembaharuan di daerah

sesuai dengan program pemerintah. 8 Oleh

karena itu, pemerintah Hindia Belanda kembali mengangkat raja. Pada tahun 1931, raja Bone Andi Mappanyukki diangkat menjadi raja di Kerajaan Bone, dan Andi Idjo diangkat menjadi raja di Kerajaan Gowa pada tahun 1938.

Secara tidak langsung memindahkan kelompok-kelompok bangsawan pada

7 Kata “transisi” itu sendiri menunjuk pada suatu tahapan waktu antara suatu masa lalu

tertentu dan suatu keadaan di masa depan yang dapat diramalkan, dengan kata lain masyarakat transisi adalah masyarakat yang berada atau yang sedang beranjak dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri.

8 Mengenai hubungan patron-client di Sulawesi Selatan, baca buku Heddy Shri Ahimsa Putra,

Minawang, Hubungan

Patron-Klien

di

Sulawesi Selatan (Yogyakarta: Gadjah Mada

tempat-tempat yang jauh dari daerahnya, tidaklah berarti bahwa mereka kemudian tidak dihargai di tempat baru mereka. Di tempat baru inilah mereka kemudian menikah dan melahirkan darah-darah bangsawan, meskipun derajatnya tidak lagi setara. Seorang bangsawan laki-laki yang menikah dengan rakyat biasa, anak yang lahir dari perkawinan itu tetap digolongkan pada golongan bangsawan, meskipun derajatnya menurun. Keadaan ini membuat terjadi penyebaran darah bangsawan pada banyak daerah. Mereka menyebar pada hampir seluruh pelosok. Darah bangsawan tidak saja menyebar di pusat kekuasaan, tetapi menyebar pula di hampir pelosok- pelosok daerah. Hal inilah yang mungkin membuat mereka yang berdarah bang- sawan memiliki jaringan yang demikian luas di banyak daerah.

Keadaan yang hampir sama terjadi di era revolusi kemerdekaan. Kelompok bangsawan dipercaya untuk memegang tampuk kepemimpinan dalam banyak sektor. Andi Mappanyukki misalnya diangkat sebagai ketua organisasi Sudara. Demikian juga Andi Abdullah Bau Massepe dan Andi Makkasau, menjadi pelopor dalam pendirian organisasi PNI yang kemudian berubah menjadi PPNI. Lanto Daeng Pasewang dan Pajonga Daeng Ngalle, adalah dua pimpinan kelaskaran yang berasal dari kalangan bangsawan. Keterlibatan mereka, tidak saja menggairahkan para pemuda, tetapi secara langsung

maupun tidak langsung, menggerakkan seluruh masyarakat. Keper- cayaan mereka pada golongan bangsawan cukup tinggi dan mereka ini sangat dihormati. Perintah mereka dituruti.

Pada waktu Ratulangi dipandang sangat lemah karena khawatir dianggap sebagai kolabolator oleh Belanda, pihak raja-raja yang ada di Sulawesi Selatan melakukan pertemuan. Rumah Andi Mappanyukki dijadikan sebagai tempat pertemuan. Dalam pertemuan itu mereka menyepakati untuk mendukung penuh Ratulangi.

424 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 413 - 428 Di kalangan masyarakat Bugis- membuat mereka serba salah. Rakyat

Makassar (termasuk Mandar dan Toraja), Luwu masih memegang kepercayaan lama mereka percaya bahwa para bangsawanlah bahwa pimpinan mereka adalah raja, yang yang berhak untuk memerintah. Oleh ditugaskan untuk menjaga ketertiban karena itu, ketika kepala kampung atau masyarakat. distrik yang menjalankan tugasnya

Memasuki periode kemerdekaan, berhadapan dengan rakyatnya yang kemerdekaan Republik Indonesia yang memiliki darah yang lebih murni atau diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta status kebangsawanannya jauh lebih tinggi disambut gembira oleh rakyat dan raja-raja dari dirinya, mereka merasa sesuatu yang di Sulawesi Selatan, sebut saja Arumpone tidak pantas. Dalam keadaan yang Andi Mappanyukki dan Datu Luwu Andi demikian ini, salah satu jalan yang Djemma. Pada masa itu, Andi Djemma ditempuh oleh kepala kampung atau distrik menyatakan Kerajaan Luwu adalah bagian adalah bersikap masa bodoh dengan apa dari wilayah Kesatuan republik Indonesia. yang dihadapinya.

sukarela meleburkan Oleh karena itu penataan adminis- kerajaannya ke dalam republik dan trasi pemerintahan pada awalnya tidak menjadi bagian dari Negara Republik berjalan baik. Pemerintah Hindia Belanda Indonesia. Keadaan ini menimbulkan masih diperhadapkan pada banyak macam konsekuensi pada kontinuitas nilai-nilai masalah. Pada tahun 1916 Pemerintah budaya politik Bugis Makassar. Hindia Belanda mulai melangkah pada

Dia

dengan

“Rasionalisasi” sistem pemerintahan penataan yang lebih jelas. Pemerintah yang diterapkan pemerintah kolonial Hindia Belanda mencoba untuk memper- dimana kaum bangsawan tetap diberi kuat daerah borik atau wanua, yaitu bagian kekuasaan, meskipun berbeda dengan kekuasaan terkecil yang merupakan bagian kekuasaan mereka sebelum 1905 tetap dari satu kesatuan pemerintahan bumi- berlaku di Sulawesi Selatan bahkan hingga putra.

dibubarkannya Negara Indonesia Timur. Sistem yang diterapkan ini sebenar- Bekas onderafdeling, yang diubah nama- nya bukanlah hal yang baru. Hal yang nya menjadi swapraja “wilayah otonom” demikian ini pun sudah ada jauh sebe- yang dibagi menjadi wanua, hingga 1960 lumnya, sebelum munculnya kerajaan di masih dipimpin oleh para bangsawan daerah ini. Namun, dengan penerapan ini (Pelras, 2006:339). Pemerintah Hindia Belanda mencoba

Pemerintah Pusat mengeluarkan untuk menafikan bahwa para bangsawan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang yang berdarah tomanurung yang telah Pembubaran Daerah Sulawesi Selatan memiliki akar dan memiliki legitimasi bentukan Belanda/Jepang termasuk daerah yang kuat dari rakyat. Memperkuat borik yang berstatus Kerajaan. Peraturan atau wanua, berarti pula mengenyamping- Pemerintah No.56/1951 tentang Pemben- kan peran dan fungsi para bangsawan. tukan Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan Peran dan fungsi bangsawan tampaknya demikian daerah gabungan tersebut diambil alih oleh Pemerintah Hindia dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi Belanda, dalam hal ini adalah seorang

7 tujuh daerah swatantra. Satu di antaranya Kontrolir dan juga Residen yang adalah daerah Swatantra Luwu yang sebelumnya berada di tangan raja.

mewilayahi seluruh daerah Luwu dan Tana Pengambilalihan peran dan fungsi Toraja dengan pusat Pemerintahan berada raja ini tidak serta merta pengalihan di Kota Palopo (Mastil Andi Bintang, kepatuhan dari raja ke kontrolir atau www.academia.edu diakses tanggal 10 Mei residen. Hubungan antara raja dengan 2015). kepala wanua telah dibina sedemikian

Dengan berlakunya Undang-Undang lama, sehingga pengenalan hal yang baru Darurat No.3 Tahun 1957 tentang pengha-

Bertahannya Bangsawan di Luwu (Rismawidiawati) 425 pusan sistem pemerintahan Swapraja dan tentang pemindahan ibukota Kab. Luwu

terpisahnya Tana Toraja dari Kab. Luwu, dari Kota Palopo ke Kota Belopa, praktis sistem pemerintahan swapraja Kabupaten Luwu, ditandatangani oleh menjadi dihapus, disertai berakhirnya pula Presiden Republik Indonesia dengan pemerintahan sistem kerajaan Luwu. Datu nomor: 80 Tahun 2005 akhirnya pada Luwu Andi Djemma langsung menjadi tanggal 13 Februari 2006 Kota Belopa Bupati / Datu Luwu kala itu.

diresmikan jadi ibu kota Kabupaten Luwu Undang-undang

akhirnya oleh Gubernur Sulawesi Selatan. menguburkan semua sisa-sisa sistem

ini

Seiring berlakunya Undang-Undang pemerintahan masa lampau di Sulawesi Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerin- Selatan, seperti di tempat lain di Indonesia. tahan Daerah, di mana masyarakat terlibat Dengan berlakunya UU. 29 Tahun 1959 secara langsung dalam memilih pemim- tentang

terbentuknya daerah-daerah pinnya maka untuk pertama kalinya Tingkat II di Sulawesi sistem pemerin- Kabupaten Luwu menggelar pemilihan tahan Swatantra dihapus. Pada waktu itu kepala daerah (pilkada) secara langsung wilayah Kab. Dati II Luwu di bentuk 16 pada tahun 2008. Sebagai daerah yang Kecamatan dan salah satu di antaranya secara historis terbangun dari periodisasi adalah Kecamatan Bajo dengan ibukotanya kerajaan yang sangat kuat, masyarakat Belopa, sesuai keputusan Gubernur Kepala Luwu kebanyakan masih sangat feodal. Daerah Tk I Sulawesi Selatan Tenggara Pembagian stratifikasi sosial antara Nomor: 2067 A Tahun 1961 Tanggal 19 bangsawan dan bukan bangsawan atau ata Desember 1961.

(hamba sahaya) masih sangat kental. Oleh karena Belopa mengalami Sekaligus secara sosiologis, dimana ada perkembangan pesat di berbagai bidang, kelompok elit kultur yang dominan dan Belopa ditingkatkan statusnya menjadi berkuasa serta relatif mendapat akses kecamatan pada tahun 1983, berdasarkan politik lebih besar. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun

Pilkada langsung ini dimanfaatkan 1983, pada perkembangan berikutnya oleh Andi Mudzakkar yang maju dibentuk pembantu Bupati wilayah III mencalonkan diri. Rivalnya, Basmin yang berkedudukan di Belopa pada Tahun Mattayang merupakan incumbent karena 1993.

masih memiliki power di birokrasi. Basmin Sebagai konsekuensi logis lahirnya pun tidak terlalu sulit untuk mengendarai Undang-Undang nomor: 12 Tahun 1999, partai besar. Hal ini disebabkan Basmin sebagai tanda pelaksanaan otonomi daerah, adalah Ketua DPD Partai Golkar Luwu di mekarlah Kabupaten Luwu Utara dengan masa itu. Basmin sendiri merangkul Buhari ibukota Masamba berdasarkan Undang- Kahar Muzakkar yang tak lain adalah Undang nomor: 13 Tahun1999. Bahkan kakak kandung Andi Mudzakkar, sebagai sesudah itu Kota Palopo sebagai ibukota 02-nya. Pilkada Luwu 2008 sendiri diikuti Kabupaten Luwu ditingkatkan statusnya empat kontestan. menjadi kota otonom, dengan lahirnya

Ketika proses pencalonan diri Andi Undang-Undang nomor: 11 Tahun 2002. Mudzakkar, wacana kampanye yang Pada waktu itu Kota Palopo berfungsi dimunculkan adalah latar belakang dirinya ganda di samping sebagai ibukota induk yang