TANAH DESA di DIY dengan
Kajian Akademik
12Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Secara administratif, keberadaan Desa (dahulu Kelurahan) di Daerah
Istimewa Yogyakarta dapat diketahui pada Rijksblaad Nomor 11 tahun 1916,
yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga)
Kabupaten (Danar Widiyanta, 2010: 3).
Dalam Rijksblaad tersebut juga disebutkan bahwa, wilayah Kasultanan
Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga) Kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan
Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai
kepala wilayahnya. Selanjutnya pada tahun yang sama, berturut-turut
dikeluarkan Rijksblaad Nomor 12 tahun 1916, yang pembentukan Gunung
Kidul sebagai Kabupaten keempat wilayah Kasultanan Yogyakarta, kemudian
disusul dengan Kabupaten Kota melalui Rijksblaad Nomor 16 tahun 1916 dan
Kabupaten Kulon Progo melalui Rijksblaad Nomor 21 tahun 1916.
Kabupaten-Kabupaten
yang
dibentuk
dalam
wilayah
Kasultanan
Yogyakarta (Mataram) dengan tersebut, dipimpin oleh seorang bupati
sebagai kepala wilayahnya. Secara hierarkhis, Kabupaten membawahi distrik
yang dikepalai seorang Panji, onderdistrik dan Kelurahan (Desa).
Pembagian wilayah Kesultanan Yogyakarta tersebut pada tahun 1927,
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dilakukan penyederhaan pemerintahan
dengan mengeluarkan Rijksblaad Kasultanan Nomor 1 Tahun 1927 yang
yakni menurunkan status Sleman sebagai distrik dan menjadi bagian wilayah
Kabupaten Yogyakarta. Sebutan kepala distrik diubah dari Panji menjadi
Wedana, dan kepala onderdistrik diubah menjadi Asisten Wedana.
Reorganisasi pemerintahan terhadap wilayah-wilayah yang ada di
Kasultanan Yogyakarta pada waktu itu, yang dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali
Kajian Akademik
13Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
reorganisasi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yakni Pertama, pada tahun
1940 dengan dikeluarkannya Rijksblaad Van Jogjakarta Nomor 13 Tahun
1940,
tanggal
18
Maret
1940,
Kedua,
pada
tahun
1942,
dengan
dikeluarkannya Jogjakarta Kooti dan selanjutnya yang Ketiga, pada tahun
1945 dengan mengeluarkan Jogjakarta Koorei Nomor 2 tentang Peroebahan
Tata Pemerintahan dan Pembagian Daerah Kasoeltanan (Jogjakarta Kooti)
yang membuat Sleman berubah dari Distrik menjadi Kabupaten (Ken), yang
membawahi Kapanewon Pangreh Praja (Son) dan Kelurahan (Ku).
Dan selanjutnya, pada Tahun 1946, Sri Sultan Hamengkubuwono IX
mengeluarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tentang
Penggabungan
Daerah-Daerah
Kelurahan
yang
bertujuan
untuk
menggabungkan beberapa Desa kecil menjadi satu Desa yang cukup besar
agar otonomi pemerintahan Desa dapat dijalankan dengan biaya dari kas
desa itu sendiri. Proses penggabungan kelurahan tersebut dikenal dengan
istilah blengketan. Proses penggabungan tersebut baru selesai pada tahun
1948 dan ditetapkan berdasarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1948 tanggal 19 April 1948 tentang Perubahan
Daerah-Daerah Kelurahan.
Eksistensi atau keberadaan Tanah Desa tidak lepas dari keberadaan
Desa (dahulu Kelurahan) yang ada Daerah Istimewa Yogyakarta, terkait erat
hubungannya dengan Kasultanan Yogyakarta. Eksistensi Desa (dahulu
Kelurahan) menguat sebagai cikal bakal daerah otonom (yang pada akhirnya
sebagai
suatu
sub
sistem
pemerintahan)
hadir
bersamaan
dengan
dilakukannya pembagian wilayah dan reorganisasi Kasultanan Yogyakarta
pada tahun 1916 sampai dengan tahun 1948.
Tanah Desa yang asal-usulnya dari Kasultanan Yogyakarta telah
memberi kewenangan kepada Desa (dahulu Kelurahan) untuk mengatur dan
mengurus Tanah Desa. Hal ini ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 3
Kajian Akademik
14Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Peraturan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Nomor
5
Tahun
1954,
yang
menegaskan bahwa “Tentang hak atas tanah terletak dalam Kelurahan
diatur dan diurus oleh Kelurahan setempat (beschikkingsrecht), kecuali yang
telah diatur didalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta”.
KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pembentukan rancangan Peraturan Gubernur tentang Tanah Desa ini
terkait dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
ada. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN
DAERAH
TERAKHIR
ISTIMEWA
DENGAN
YOGYAKARTA
SEBAGAIMANA
UNDANG-UNDANG
NOMOR
TELAH
9
DIUBAH
TAHUN
1955
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 JO. NOMOR 19
TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA
DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA
Kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta di bidang Agraria (tanah)
disebutkan dalam lampiran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi:
1. penerimaan pejerahan hak eigendom atas tanah eigendom kepada
negeri (medebewind).
2. penjerahan tanah Negara (beheersoverdracht) kepada djawatandjawatan
atau
Kementerian
lain
atau
kepada
daerah
autonom
(medebewind).
3. pemberian idzin membalik nama hak eigendom dan opstal atas tanah,
djika salah satu fihak atau keduanja masuk golongan bangsa asing
(medebewind).
Kajian Akademik
15Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
4. pengawasan pekerdjaan daerah autonom dibawahnja (sebagian ada
jang medebewind).
Sebagai pelaksanaan kewenangan urusan Agraria (tanah) tersebut dan
terkait dengan status hukum Tanah Desa yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta, pada tahun 1954, Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta
menetapkan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954
tentang Hak Atas Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tersebut
mengatur mengenai bahwa “Kelurahan sebagai badan Hukum mempunyai
hak milik atas tanah. Tanah itu selanjutnya disebut tanah desa”. Lebih lanjut,
pengaturan dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sama
mengenai penggunaan Tanah Desa, diperuntukkan yakni sebagai berikut:
a. memberi nafkah kepada para petugas kelurahan yang selanjutnya
disebut tanah lungguh;
b. memberi pengarem-arem (pensiun);
c. kas desa;
d. kepentingan umum.
Seiring
dengan
jalannya
waktu,
keberadaan
Peraturan
Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah Di Daerah
Istimewa Yogyakarta
dicabut oleh
Peraturan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku
Sepenuhnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dinamika peraturan perundang-undangan ini, status
hukum Tanah Desa yang di dasari pada Peraturan Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954, tidak lagi memiliki kepastian hukumnya.
Namun hal ini tidak berlangsung terlalu lama didiamkan oleh Pemerintahan
Kajian Akademik
16Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ditetapkannya Peraturan Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber
Pendapatan Dan Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya.
Pertimbangan pembentukan dan penetapan Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tersebut, meliputi 4
(empat) pertimbangan yakni:
1. bahwa sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa merupakan sendi
kehidupan
dalam
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa
yang
senantiasa perlu diperbaiki dan ditingkatkan pengaturannya agar
dapat tercapai keselarasan dengan pertumbuhan pembangunan dan
pelaksanaan
Pemerintahan
yang
berguna
bagi
peningkatan
kesejahteraan rakyat;
2. bahwa
pengurusan
dan
pengawasan
sumber
Pendapatan
dan
kekayaan Desa merupakan bagian utama dari pada administrasi
Pemerintahan Desa yang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan
pengaturannya sehingga dapat tercapai tertib administrasi;
3. bahwa peranserta rakyat Desa perlu mendapat wadah dan saluran
untuk diikutsertakan dalam mewujudkan pendapatan Desa yang sah
dan memadai; dan
4. bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut pasal 21 ayat (3) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1979 telah dikeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1982 tentang Sumber Pendapatan dan
Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya.
Pada tahun 2001, keberadaan Peraturan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber Pendapatan Dan
Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya dicabut sebagian oleh
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2001
Kajian Akademik
17Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
tentang Pencabutan Sebagian Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan
Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya.
Pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 9 Tahun 2001, dengan pertimbangan bahwa “dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
25
Tahun
2000
tentang
Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, maka ada
beberapa
kewenangan
yang
menjadi
kewenangan
Kabupaten/Kota,
khususnya yang berkenaan dengan dengan Pemerintah Desa/Kelurahan,
kecuali terhadap tanah-tanah desa yang dikuasai oleh dan merupakan
kekayaan desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber Pendapatan dan
kekayaan
Desa
Pengurusan
dan
Pengawasannya”.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, kepastian status hukum terhadap tanah Desa tetap
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, hal
ini didasari pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan
Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2001, yang
menegaskan “Terhadap ketentuan-ketentuan mengenai Tanah-tanah Desa
yang berupa Tanah Kas Desa, Bengkok/Lungguh, Pengarem-arem, Kuburan,
dan lain-lain yang sejenis, yang dikuasai oleh dan merupakan kekayaan desa
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 dinyatakan tetap berlaku”.
Selanjutnya, ketentuan-ketentuan mengenai tanah-tanah Desa yang
berupa Tanah Kas Desa, Bengkok/Lungguh, Pengarem-arem, Kuburan, dan
lain-lain yang sejenis, yang dikuasai oleh dan merupakan kekayaan Desa
yang diatur dalam Pasal 9Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985.
Kajian Akademik
18Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Dari uraian di atas, dapat diketahui eksistensi tanah Desa atau status
hukum tanah Desa yang asal usulnya dari Kasultanan Yogyakarta telah
diberikan kepastian hukumnya oleh Peraturan Daerah sebagai wujud
pelaksanaan Keistimewaan yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tanah Desa, merupakan salah
satu jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan
kewenangan yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Kewenangan pengaturan mengenai tanah Desa berdasar hak asal
usulnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
dirumuskan secara detil dalam rancangan Peraturan Gubernur ini.
3. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012
TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah provinsi yang mempunyai
keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia,
memiliki
bentuk
dan
susunan
pemerintahan yang bersifat istimewa, terdiri atas Pemerintah Daerah dan
DPRD.
Batasan pengertian Keistimewaan dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2012, telah menjelaskan bahwa “Keistimewaan adalah keistimewaan
kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asalusul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa”.
Kajian Akademik
19Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
4. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
Pengaturan Desa melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, salah satunya
berasaskan rekognisi,
yaitu pengakuan
terhadap hak asal usul sejalan dengan pengaturan Keistimewaan yang
dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonom. Hal ini
dapat dilihat pengaturannya dalam:
a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Istimewa
Jogjakarta
sebagaimana
telah
diubah
terakhir
dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955; dan
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa
Yogyakarta,
yang
mengatur
mengenai
perubahan,
penyesuaian dan penegasan terhadap substansi Keistimewaan yang
dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkedudukan sebagai
Daerah Istimewa berdasar pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955.
Sehubungan dengan pengakuan terhadap hak asal usul tersebut,
kewenangan Desa untuk mengelola Tanah Kas Desa yang merupakan bagian
dari tanah Desa, didasari
hak asal usul dari tanah Desa itu sendiri.
Kenyataan historis bahwa sebelum proklamasi kemerdekaan, Desa-Desa di
Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki kewenangan atau hak pengelolaan
terhadap Tanah Kas Desa yang merupakan bagian dari tanah Desa.
Kewenangan atau hak pengelolaan Tanah Kas Desa yang merupakan
bagian dari tanah Desa secara nyata dapat diketahui dalam 3 (tiga) masa,
yakni sebagai berikut:
Kajian Akademik
20Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
4.1. masa 1918, berdasar pada:
4.1.1.
Rijksblad Kasultanan 1918, Nomor 16, tanggal 8 Agustus
1918; dan
4.1.2.
Rijksblad Paku Alaman 1918, Nomor 18, tanggal 17 Agustus
1918.
4.2. masa 1954, berdasar pada:
4.2.1.
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954
tentang Hak Atas Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta; dan
4.2.2.
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 1954
tentang Pelaksanaan Putusan Desa Mengenai Peralihan, Hak
Andarbe (Erfelijk Individueel Bezitsrecht) Dari Kelurahan Dan
Hak Anganggo Turun-Temurun Atas Tanah (Eferlijk Individueel
Gebruiksrecht)
Dan
Perubahan
Jenis
Tanah
Di
Daerah
Istimewa Yogyakarta.
4.3. masa 1985 hingga sekarang, berdasar pada:
4.3.1.
Peraturan
Daerah
Propinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan
Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya; dan
4.3.2.
Peraturan
Daerah
Propinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pencabutan Sebagian Peraturan
Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun
1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan Desa,
Pengurusan Dan Pengawasannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa Tanah Kas
Desa yang merupakan bagian dari tanah Desa dikelola (baca: kewenangan)
Desa. Hal ini sejalan dengan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, bahwa pengelolaan Tanah Kas Desa merupakan
Kajian Akademik
21Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
salah satu bentuk kewenangan yang dimiliki Desa, yakni Kewenangan Desa
berdasarkan hak asal usul, yang pelaksanaannya diatur dan diurus oleh
Desa.
5. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH SEBAGAIMANA TERAKHIR DIUBAH
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2015
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian maka Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dan Gubernur berkedudukan sebagai mitra sejajar yang
mempunyai fungsi yang berbeda. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
mempunyai fungsi pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah
Istimewa, anggaran dan pengawasan, sedangkan Gubernur melaksanakan
fungsi pelaksanaan atas pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan
Daerah Istimewa serta kebijakan Daerah.
Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan Gubernur dibantu oleh Perangkat Daerah. Sebagai konsekuensi
posisi
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
(DPRD)
sebagai
unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah maka susunan, kedudukan, peran, hak,
kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD tidak diatur dalam beberapa
undang-undang tersendiri, namun cukup diatur dalam Undang-Undang
Kajian Akademik
22Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah secara keseluruhan
guna memudahkan pengaturannya secara terintegrasi.
12Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Secara administratif, keberadaan Desa (dahulu Kelurahan) di Daerah
Istimewa Yogyakarta dapat diketahui pada Rijksblaad Nomor 11 tahun 1916,
yang membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga)
Kabupaten (Danar Widiyanta, 2010: 3).
Dalam Rijksblaad tersebut juga disebutkan bahwa, wilayah Kasultanan
Yogyakarta (Mataram) dalam 3 (tiga) Kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan
Sulaiman (yang kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai
kepala wilayahnya. Selanjutnya pada tahun yang sama, berturut-turut
dikeluarkan Rijksblaad Nomor 12 tahun 1916, yang pembentukan Gunung
Kidul sebagai Kabupaten keempat wilayah Kasultanan Yogyakarta, kemudian
disusul dengan Kabupaten Kota melalui Rijksblaad Nomor 16 tahun 1916 dan
Kabupaten Kulon Progo melalui Rijksblaad Nomor 21 tahun 1916.
Kabupaten-Kabupaten
yang
dibentuk
dalam
wilayah
Kasultanan
Yogyakarta (Mataram) dengan tersebut, dipimpin oleh seorang bupati
sebagai kepala wilayahnya. Secara hierarkhis, Kabupaten membawahi distrik
yang dikepalai seorang Panji, onderdistrik dan Kelurahan (Desa).
Pembagian wilayah Kesultanan Yogyakarta tersebut pada tahun 1927,
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dilakukan penyederhaan pemerintahan
dengan mengeluarkan Rijksblaad Kasultanan Nomor 1 Tahun 1927 yang
yakni menurunkan status Sleman sebagai distrik dan menjadi bagian wilayah
Kabupaten Yogyakarta. Sebutan kepala distrik diubah dari Panji menjadi
Wedana, dan kepala onderdistrik diubah menjadi Asisten Wedana.
Reorganisasi pemerintahan terhadap wilayah-wilayah yang ada di
Kasultanan Yogyakarta pada waktu itu, yang dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali
Kajian Akademik
13Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
reorganisasi oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yakni Pertama, pada tahun
1940 dengan dikeluarkannya Rijksblaad Van Jogjakarta Nomor 13 Tahun
1940,
tanggal
18
Maret
1940,
Kedua,
pada
tahun
1942,
dengan
dikeluarkannya Jogjakarta Kooti dan selanjutnya yang Ketiga, pada tahun
1945 dengan mengeluarkan Jogjakarta Koorei Nomor 2 tentang Peroebahan
Tata Pemerintahan dan Pembagian Daerah Kasoeltanan (Jogjakarta Kooti)
yang membuat Sleman berubah dari Distrik menjadi Kabupaten (Ken), yang
membawahi Kapanewon Pangreh Praja (Son) dan Kelurahan (Ku).
Dan selanjutnya, pada Tahun 1946, Sri Sultan Hamengkubuwono IX
mengeluarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tentang
Penggabungan
Daerah-Daerah
Kelurahan
yang
bertujuan
untuk
menggabungkan beberapa Desa kecil menjadi satu Desa yang cukup besar
agar otonomi pemerintahan Desa dapat dijalankan dengan biaya dari kas
desa itu sendiri. Proses penggabungan kelurahan tersebut dikenal dengan
istilah blengketan. Proses penggabungan tersebut baru selesai pada tahun
1948 dan ditetapkan berdasarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1948 tanggal 19 April 1948 tentang Perubahan
Daerah-Daerah Kelurahan.
Eksistensi atau keberadaan Tanah Desa tidak lepas dari keberadaan
Desa (dahulu Kelurahan) yang ada Daerah Istimewa Yogyakarta, terkait erat
hubungannya dengan Kasultanan Yogyakarta. Eksistensi Desa (dahulu
Kelurahan) menguat sebagai cikal bakal daerah otonom (yang pada akhirnya
sebagai
suatu
sub
sistem
pemerintahan)
hadir
bersamaan
dengan
dilakukannya pembagian wilayah dan reorganisasi Kasultanan Yogyakarta
pada tahun 1916 sampai dengan tahun 1948.
Tanah Desa yang asal-usulnya dari Kasultanan Yogyakarta telah
memberi kewenangan kepada Desa (dahulu Kelurahan) untuk mengatur dan
mengurus Tanah Desa. Hal ini ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 3
Kajian Akademik
14Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Peraturan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Nomor
5
Tahun
1954,
yang
menegaskan bahwa “Tentang hak atas tanah terletak dalam Kelurahan
diatur dan diurus oleh Kelurahan setempat (beschikkingsrecht), kecuali yang
telah diatur didalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta”.
KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pembentukan rancangan Peraturan Gubernur tentang Tanah Desa ini
terkait dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
ada. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN
DAERAH
TERAKHIR
ISTIMEWA
DENGAN
YOGYAKARTA
SEBAGAIMANA
UNDANG-UNDANG
NOMOR
TELAH
9
DIUBAH
TAHUN
1955
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 JO. NOMOR 19
TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA
DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA
Kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta di bidang Agraria (tanah)
disebutkan dalam lampiran Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi:
1. penerimaan pejerahan hak eigendom atas tanah eigendom kepada
negeri (medebewind).
2. penjerahan tanah Negara (beheersoverdracht) kepada djawatandjawatan
atau
Kementerian
lain
atau
kepada
daerah
autonom
(medebewind).
3. pemberian idzin membalik nama hak eigendom dan opstal atas tanah,
djika salah satu fihak atau keduanja masuk golongan bangsa asing
(medebewind).
Kajian Akademik
15Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
4. pengawasan pekerdjaan daerah autonom dibawahnja (sebagian ada
jang medebewind).
Sebagai pelaksanaan kewenangan urusan Agraria (tanah) tersebut dan
terkait dengan status hukum Tanah Desa yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta, pada tahun 1954, Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta
menetapkan Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954
tentang Hak Atas Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tersebut
mengatur mengenai bahwa “Kelurahan sebagai badan Hukum mempunyai
hak milik atas tanah. Tanah itu selanjutnya disebut tanah desa”. Lebih lanjut,
pengaturan dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sama
mengenai penggunaan Tanah Desa, diperuntukkan yakni sebagai berikut:
a. memberi nafkah kepada para petugas kelurahan yang selanjutnya
disebut tanah lungguh;
b. memberi pengarem-arem (pensiun);
c. kas desa;
d. kepentingan umum.
Seiring
dengan
jalannya
waktu,
keberadaan
Peraturan
Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah Di Daerah
Istimewa Yogyakarta
dicabut oleh
Peraturan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku
Sepenuhnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dinamika peraturan perundang-undangan ini, status
hukum Tanah Desa yang di dasari pada Peraturan Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954, tidak lagi memiliki kepastian hukumnya.
Namun hal ini tidak berlangsung terlalu lama didiamkan oleh Pemerintahan
Kajian Akademik
16Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ditetapkannya Peraturan Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber
Pendapatan Dan Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya.
Pertimbangan pembentukan dan penetapan Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tersebut, meliputi 4
(empat) pertimbangan yakni:
1. bahwa sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa merupakan sendi
kehidupan
dalam
penyelenggaraan
Pemerintahan
Desa
yang
senantiasa perlu diperbaiki dan ditingkatkan pengaturannya agar
dapat tercapai keselarasan dengan pertumbuhan pembangunan dan
pelaksanaan
Pemerintahan
yang
berguna
bagi
peningkatan
kesejahteraan rakyat;
2. bahwa
pengurusan
dan
pengawasan
sumber
Pendapatan
dan
kekayaan Desa merupakan bagian utama dari pada administrasi
Pemerintahan Desa yang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan
pengaturannya sehingga dapat tercapai tertib administrasi;
3. bahwa peranserta rakyat Desa perlu mendapat wadah dan saluran
untuk diikutsertakan dalam mewujudkan pendapatan Desa yang sah
dan memadai; dan
4. bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut pasal 21 ayat (3) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1979 telah dikeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1982 tentang Sumber Pendapatan dan
Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya.
Pada tahun 2001, keberadaan Peraturan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber Pendapatan Dan
Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya dicabut sebagian oleh
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2001
Kajian Akademik
17Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
tentang Pencabutan Sebagian Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan
Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya.
Pembentukan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 9 Tahun 2001, dengan pertimbangan bahwa “dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
25
Tahun
2000
tentang
Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, maka ada
beberapa
kewenangan
yang
menjadi
kewenangan
Kabupaten/Kota,
khususnya yang berkenaan dengan dengan Pemerintah Desa/Kelurahan,
kecuali terhadap tanah-tanah desa yang dikuasai oleh dan merupakan
kekayaan desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 tentang Sumber Pendapatan dan
kekayaan
Desa
Pengurusan
dan
Pengawasannya”.
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, kepastian status hukum terhadap tanah Desa tetap
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, hal
ini didasari pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan
Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2001, yang
menegaskan “Terhadap ketentuan-ketentuan mengenai Tanah-tanah Desa
yang berupa Tanah Kas Desa, Bengkok/Lungguh, Pengarem-arem, Kuburan,
dan lain-lain yang sejenis, yang dikuasai oleh dan merupakan kekayaan desa
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985 dinyatakan tetap berlaku”.
Selanjutnya, ketentuan-ketentuan mengenai tanah-tanah Desa yang
berupa Tanah Kas Desa, Bengkok/Lungguh, Pengarem-arem, Kuburan, dan
lain-lain yang sejenis, yang dikuasai oleh dan merupakan kekayaan Desa
yang diatur dalam Pasal 9Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1985.
Kajian Akademik
18Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Dari uraian di atas, dapat diketahui eksistensi tanah Desa atau status
hukum tanah Desa yang asal usulnya dari Kasultanan Yogyakarta telah
diberikan kepastian hukumnya oleh Peraturan Daerah sebagai wujud
pelaksanaan Keistimewaan yang dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tanah Desa, merupakan salah
satu jenis peraturan perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan
kewenangan yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Kewenangan pengaturan mengenai tanah Desa berdasar hak asal
usulnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
dirumuskan secara detil dalam rancangan Peraturan Gubernur ini.
3. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012
TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah provinsi yang mempunyai
keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia,
memiliki
bentuk
dan
susunan
pemerintahan yang bersifat istimewa, terdiri atas Pemerintah Daerah dan
DPRD.
Batasan pengertian Keistimewaan dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2012, telah menjelaskan bahwa “Keistimewaan adalah keistimewaan
kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asalusul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa”.
Kajian Akademik
19Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
4. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
Pengaturan Desa melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, salah satunya
berasaskan rekognisi,
yaitu pengakuan
terhadap hak asal usul sejalan dengan pengaturan Keistimewaan yang
dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonom. Hal ini
dapat dilihat pengaturannya dalam:
a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Istimewa
Jogjakarta
sebagaimana
telah
diubah
terakhir
dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955; dan
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah
Istimewa
Yogyakarta,
yang
mengatur
mengenai
perubahan,
penyesuaian dan penegasan terhadap substansi Keistimewaan yang
dimiliki oleh Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkedudukan sebagai
Daerah Istimewa berdasar pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955.
Sehubungan dengan pengakuan terhadap hak asal usul tersebut,
kewenangan Desa untuk mengelola Tanah Kas Desa yang merupakan bagian
dari tanah Desa, didasari
hak asal usul dari tanah Desa itu sendiri.
Kenyataan historis bahwa sebelum proklamasi kemerdekaan, Desa-Desa di
Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki kewenangan atau hak pengelolaan
terhadap Tanah Kas Desa yang merupakan bagian dari tanah Desa.
Kewenangan atau hak pengelolaan Tanah Kas Desa yang merupakan
bagian dari tanah Desa secara nyata dapat diketahui dalam 3 (tiga) masa,
yakni sebagai berikut:
Kajian Akademik
20Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
4.1. masa 1918, berdasar pada:
4.1.1.
Rijksblad Kasultanan 1918, Nomor 16, tanggal 8 Agustus
1918; dan
4.1.2.
Rijksblad Paku Alaman 1918, Nomor 18, tanggal 17 Agustus
1918.
4.2. masa 1954, berdasar pada:
4.2.1.
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954
tentang Hak Atas Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta; dan
4.2.2.
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10 Tahun 1954
tentang Pelaksanaan Putusan Desa Mengenai Peralihan, Hak
Andarbe (Erfelijk Individueel Bezitsrecht) Dari Kelurahan Dan
Hak Anganggo Turun-Temurun Atas Tanah (Eferlijk Individueel
Gebruiksrecht)
Dan
Perubahan
Jenis
Tanah
Di
Daerah
Istimewa Yogyakarta.
4.3. masa 1985 hingga sekarang, berdasar pada:
4.3.1.
Peraturan
Daerah
Propinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan
Kekayaan Desa, Pengurusan Dan Pengawasannya; dan
4.3.2.
Peraturan
Daerah
Propinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pencabutan Sebagian Peraturan
Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun
1985 Tentang Sumber Pendapatan Dan Kekayaan Desa,
Pengurusan Dan Pengawasannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa Tanah Kas
Desa yang merupakan bagian dari tanah Desa dikelola (baca: kewenangan)
Desa. Hal ini sejalan dengan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, bahwa pengelolaan Tanah Kas Desa merupakan
Kajian Akademik
21Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
salah satu bentuk kewenangan yang dimiliki Desa, yakni Kewenangan Desa
berdasarkan hak asal usul, yang pelaksanaannya diatur dan diurus oleh
Desa.
5. KETERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH SEBAGAIMANA TERAKHIR DIUBAH
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2015
Penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Gubernur berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian maka Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dan Gubernur berkedudukan sebagai mitra sejajar yang
mempunyai fungsi yang berbeda. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
mempunyai fungsi pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah
Istimewa, anggaran dan pengawasan, sedangkan Gubernur melaksanakan
fungsi pelaksanaan atas pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan
Daerah Istimewa serta kebijakan Daerah.
Dalam mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan Gubernur dibantu oleh Perangkat Daerah. Sebagai konsekuensi
posisi
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
(DPRD)
sebagai
unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah maka susunan, kedudukan, peran, hak,
kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD tidak diatur dalam beberapa
undang-undang tersendiri, namun cukup diatur dalam Undang-Undang
Kajian Akademik
22Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Tanah Desa
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah secara keseluruhan
guna memudahkan pengaturannya secara terintegrasi.