interventie dalam hukum acara perdata di

BAB I
Pendahuluan
Pada asasnya semua orang boleh berperkara di depan pengadilan, siapa saja yang
merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang lain sehingga mendatangkan kerugian, dan ia
tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan tersebut, maka ia dapat mengajukan tuntutan
hak kepada pengadilan untuk menyelesaikan itu sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang
diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting”. Orang yang mengajukan tuntutan
hak memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum. Suatu tuntutan hak harus
mempunyai kepentingan hukum yang cukup, merupakan syarat utama untuk dapat
diterimanya tuntutan hak itu oleh pengadilan guna diperiksa : point d’interst, point d’action
Jadi, tidak setiap orang mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak
semaunya ke pengadilan. Kalua dibiarkan setiap orang mengajukan tuntutan hak, dapat
dibayangkan bahwa pengadilan akan kebanjiran tuntutan hak. Untuk mencegah agar setiap
orang tidak asal saja mengajukan tuntutan hak ke pengadilan yang akan menyulitkan
pengadilan, hanya kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum saja
yang dapat diterima sebagai dasar tuntutan hak..
Di dalam suatu sengketa perdata, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak, yaitu pihak
penggugat (eiser,plainitif) yang mengajukan gugatan dan pihak tergugat (gedaagde,
defendant) dan biasanya orang yang langsung berkepentingan sendirilah yang aktif bertindak
sebagai pihak dimuka pengadilan baik bagai penggugat maupun sebagai tergugat

Proses pemeriksaan sengketa perkara perdata dimungkinkan akan terjadi pihak yang
berperkara lebih dari satu pihak (kumulasi subyektif), paling sedikit yang terlibat harus dua
pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat. Tetapi kadang-kadang ada pihak ketiga yang
ikut serta dalam proses pemeriksaan sengketa dalam perkara perdata, ikut sertanya pihak
ketiga tersebut dapat atas inisiatif sendiri, dapat juga karena ditarik masuk oleh salah satu
pihak.
Seperti halnya perkara dalam putusan No.35/Pdt.G/2012/PN.MKL yang juga terdapat
pihak ketiga yang ikut serta dalam proses pemeriksaan sengketa, berikut ini akan dijelaskan
lebih lanjut pada halaman berikutnya mengenai landasan teori dan dasar hukum terkait pihak
ketiga yang turut serta dalam proses pemeriksaan serta akan dijelaskan analisis terkait
putusan tersebut.
1

BAB 2
Posisi Kasus Gugatan Intervensi
Putusan No. 35/Pdt.G/2012/PN. Mkl. Mengenai sengketa tanah antara pihak
penggugat dan tergugat yang juga melibatkan pihak ketiga intervensi di Pengadilan Negeri
Makale , yaitu Letkol (Purnawirawan TNI-AD) R Rombe Paonganan merasa dirugikan
dengan adanya sengketa tanah di Pengadilan Negeri
penggugat yaitu Ir Hj Mahdaniar Asis dan


Makale antara para pihak selaku

Hj Mahdiana dalam hal ini diwakili kuasa

hukumnya yakni Anthonius T Tulak, SH.MH, melawan pihak selaku tergugat yaitu Anton
Sumbung dan Debora Sumbung yang diwakili kuasa hukumnya Yunus A Priambo SH yang
kemudian terggugat mencabut kuasa hukumnya kepada Ghemaria Parinding SH,MH
Dalam duduk perkara mengenai obyek sengketa yaitu tanah yang terletak di jalan
Tritura, kelurahan kamali Pentaulan, Kecamatan Makale, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi
Sulawesi Selatan. Dengan batas ;
Utara : Dahulu jalan ke Sungai Sa’dan dan sekarang kebun;
Timur Berbatas dengan tanah perkebunan Puang Alik;
Selatan : Berbatasan dengan jalan raya Makale Rembon / Saluputi;
Barat : Dahulu berbatas dengan kebun S Pangngala’ alm sekarang Dina dan Ne
Pakkung, dahulu Lai Bubun
Pada mulanya Tergugat 1 yaitu Anton Sumbung memasuki tanah dan mendirikan
Rumah permanen di atas tanah tersebut. Bahkan telah dipanggil oleh dinas Tata Ruang agar
tidak melanjutkan bangunan di atas tanah objek sengketa sebab tidak memiliki alas hak yaitu
Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Atas tindakan tergugat 1 yaitu anton sumbung maka dia

di dudukan pula sebagai terdakwa kasus penyerobotan tanah .
Penggugat yaitu Ir Hj Mahdaniar Asis dan HJ Mahdiana adalah anak dari pasangan
Drs. Said Muchtar yang kawin dengan perempuan bernama Hj Hamina Sundari. Bahwa tanah
yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini, sebelumnya juga pernah menjadi obyek
sengketa antara Drs. Said Muchtar dengan Tergugat 1 Anton Sumbung yaitu Putusan
Pengadilan Negeri Makale No. 27/Pdt/G/1986/PN. Mkl jo Putusan Pengadilan Tinggi
Sulawesi Selatan No. 50/Pdt/1992/PT. Uj.Pdg jo Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 27
Juli 1995 No. 938 K/Pdt/1993 jo Putusan PK No. 15 PK/Pdt/1997; Kemudian Penetapan
2

Eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makale No. 51/Pen.Pdt.G/1996/PN. Mkl
tanggal 30 Mei 1996 berikut tanah objek sengketa dieksekusi pada hari Rabu tanggal 10 Juli
1996 sesuai Berita Acara Eksekusi No. 27/BA.Pdt.G/1996/PN. MKL.
Tegasnya bahwa tanah objek sengketa sudah pernah menjadi objek sengketa antara
Anton Sumbung Tergugat I melawan orangtua Para penggugat yang mana perkara tersebut
telah mempunyai kekuatan hukum tetap bahkan telah dieksekusi paksa oleh Pengadilan
Negeri Makale, Bahwa setelah tanah objek sengketa selesai dieksekusi kemudian diserahkan
kepada orangtua Para Penggugat maka tanah objek sengketa a quo disertipikatkan oleh
orangtua Para penggugat maka keluarlah Sertipikat Hak Milik No. 05 Kelurahan Kamali
Pentaluan Surat Ukur No. 287 / 1997.

Dalam duduk perkara Gugatan Intervensi, penggugat intervensi merasa keberatan dan
dirugikan atas tanah yang ia kuasai yang merupakan bagian dari obyek sengketa dalam
perkara ini, bahwa menurut penggugat intervensi tanah tersebut telah ia kuasai dan diperoleh
secara hukum adat oleh bapak mertuanya yang bernama Esa.
Bahwa sebelumnya tanah tersebut landai dan miring ketika ia (Penggugat Intervensi)
mau menggali tempat pasangan pondasi batas, berikut penggugat Intervensi (R Rombe
Paonganan) timbuni sama rata dengan jalan raya di sebelah selatan di sana ada 2 (dua) batang
pohon kelapa yang ditanam oleh Pong Kali kakak kandung dari Drs. Said Muchtar,
singkatnya terjadi pembicaraan secara musyawarah akhirnya disepakati secara damai bahwa
penggugat intervensi( R Rombe Paonganan) harus membayar ganti rugi atas 2 (dua) batang
pohon kelapa tersebut, dan telah disepakati cara pembayarannya agar diserahkan ke Masjid di
Milan melalui Imam Masjid atas nama Baco, hal tersebut telah ia laksanakan sebelum
berangkat dalam tugas militer ketika terjadi konfrontasi antara ABRI dengan pasukan Fretelin
di Timor Timur saat itu.
Bahwa Pong Kali dan Drs Said Muchtar keduanya adalah ahli waris dari almarhum
Daeng Mattarru’ dan berdasarkan data-datanya bahwa pada sebelah utara dari tanah yang
tereksekusi yang dikenal dengan tanah kebun pohon kelapa Milan ketika pembicaraan
diketahui bahwa itulah batas tanah dari almarhum Daeng Mattarru’ ayah kandung dari Pong
Kali dengan Drs Said Muchtar (ayah kandung dari Tergugat I, II Intervensi);


3

BAB 3
Landasan Teori

3.1.

Defenisi Gugatan Intervensi
pada asasnya setiap orang boleh berperkara di depan pengadilan, namun ada

pengecualiannya yaitu mereka yang belum dewasa, dan orang sakit ingatan. Mereka itu tidak
boleh berperkara sendiri di depan pengadilan, melainkan harus diwakili oleh orang tuanya
atau walinya dan bagi mereka yang sakit ingatan, oleh pengampunya.1
Menurut ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar
oleh oranglain sehingga mendatangkan kerugian, dan ia tidak mampu menyelesaikan sendiri
persoalan itu, sesuai dengan hukum yang berlaku. Apabila ia menghendaki campur tangan
pengadilan maka ia harus mengajukan surat permohonan yang di tandatangani olehnya atau
oleh kuasanya yang ditunjukan kepada ketua pengadilan yang menguasai wilayah hukum
tempat tinggal lawannya atau tergugat. Jika surat permohonan tersebut telah diterima oleh
pengadilan, maka pengadilan harus memanggil pihak-pihak yang bersengketa itu untuk

diperiksa hal-hal yang menjadi pokok sengketa atas dasar gugatan yang mempunyai alasan
hukum. 2
Menurut Darwan Prints, gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak
atau tindakan untuk menuntut haka tau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau
kewajibannya, guna memulihkan kerugian yang diderita oleh penggugat melalui putusan
pengadilan.3 Sementara itu, menurut Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa gugatan
itu adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang
diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri.4
Di dalam suatu sengketa perdata, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak, yaitu pihak
penggugat (eiser,plainitif) yang mengajukan gugatan dan pihak tergugat (gedaagde,
1 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oerioarikartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek, Cet.2 (Bandung:Mandar Maju,2009), hlm.18.
2 Pasal 118 Herzien Inlandsch Reglement.
3 Darwan Prints, Strategi menyusun dan menangani gugatan perdata, (Bandung: Citra Aditya
Bandung,1992), hlm.1.
4 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Ed.17. (Yogyakarta : Cahaya Atma
pustaka,2013), hlm.29.

4


defendant) dan biasanya orang yang langsung berkepentingan sendirilah yang aktif bertindak
sebagai pihak dimuka pengadilan baik bagai penggugat maupun sebagai tergugat. Mereka ini
merupakan pihak materiil, karena mereka mempunyai kepentingan langsung di dalam perkara
yang bersangkutan, tetapi sekaligus juga merupakan pihak formil , karena merekalah yang
beracara di muka pengadilan. Mereka bertindak untuk kepentingan dan atas namanya
sendiri.5
Akan tetapi, seseorang dapat pula bertindak sebagai penggugat atau tergugat dimuka
pengadilan tanpa mempunyai kepentingan secara langsung dalam perkara yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 130 Ayat (1) HIR dan Pasal 154 Ayat (1) RBg,
hakim diwajibkan untuk mengusahakan perdamaian antar mereka. Para ahli hukum
berpendapat bahwa usaha hakim untuk mendamaikan para pihak yang berperkara tidak
sebatas pada sidang pertama saja ketika dihadiri oleh para pihak, tetapi juga selama proses
pemeriksaan perkara di persidangan. Mediasi merupakan salah satu proses yang lebih cepat
dan murah serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk
memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi.
Olehnya itu, semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri wajib untuk lebih
dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
Proses pemeriksaan sengketa perkara perdata dimungkinkan akan terjadi pihak yang
berperkara lebih dari satu pihak (kumulasi subyektif), paling sedikit yang terlibat harus dua
pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat. Tetapi kadang-kadang ada pihak ketiga yang

ikut serta di dalam proses pemeriksaan sengketa dalam perkara perdata, ikut sertanya pihak
ketiga tersebut dapat atas inisiatif sendiri, dapat juga karena ditarik masuk oleh salah satu
pihak untuk ikut menanggung dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata.
Intervensi adalah suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang
sedang dialami seseorang sehubungan dengan adanya proses pemeriksaan sengketa perdata
yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri antara pihak penggugat dengan pihak tergugat
yang melibatkan seseorang tersebut. Dengan berintervensi seseorang dapat langsung ikut
serta dalam proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan
Negeri dan dapat menghindarkan putusan yang saling bertentangan, karena pihak-pihak yang
bersengketa akan mengikuti jalannya proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri secara
bersama-sama.
5 Ibid., hlm.10

5

Dalam melakukan gugatan intervensi sama seperti halnya mengajukan gugatan
biasa,dan yang perlu diperhatikan bahwa dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang
“merasa” bahwa haknya atau hak mereka telah dilanggar, akan tetapi orang yang dirasa atau
melanggar haknya atau hak mereka itu,tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang
diminta itu.

Dalam prakteknya masih banyak orang yang tidak mengetahui jalannya proses
pemeriksaan intervensi dan keuntungan yang dapat diambil jika seseorang melakukan proses
intervensi

sehubungan untuk mempertahankan hakhaknya yang masih menjadi obyek

sengketa antara pihak penggugat dan pihak tergugat di Pengadilan Negeri. Jikalau
dibandingkan dengan beracara sendiri, seseorang harus menunggu putusan dari Majelis
Hakim yang memeriksa sengketa antara pihak penggugat dan pihak tergugat dibacakan, dan
itu akan memakan waktu yang cukup lama. Ikut sertanya pihak ketiga

dalam proses

pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri, maka pihak ketiga atau pihak intervensi
tussenkomst ini dapat mengetahui secara langsung jalannya proses pemeriksaan dan dapat
menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan.6
3.2.

Dasar Hukum Mengajukan Gugatan Intervensi


Pasal 393 H.I.R berbunyi sebagai berikut ;
1. dalam hal mengadili perkara di pengadilan bumiputra tidak boleh diperhatikan peraturan
yang lebih atau yang lain daripada yang ditentukan dalam reglemen ini
2. akan tetapi gubernur jendral tinggal tetap memegang hak, sekedar tentang mengadili
perkara perdata, setelah berbicara dengan mahkamah tinggi di Indonesia, akan menetapkan
lagi peraturan lain, yang lebih sesuai dengan peraturan hukum perdata dihadapan
pengadilan Eropa, untuk Pengadilan Negeri di Jakarta, semarang, dan surabaya, jika nyata
benar bahwa menurut pengalaman, perlu sekali diadakan peraturan demikian dan juga
untuk Pengadilan Negeri yang lain-lain, jika terdapat juga keperluan yang demikian itu.
Pada dewasa ini tidak ada lagi pengadilan bumiputra dan juga gubernur jendral, oleh
karena itu pasal 393 ayat 1 H.I.R harus sudah tidak sesuai lagi dengan zaman. Karena pasal
393 ayat 2 memperkenankan untuk dalam hal-hal yang dikira sangat perlu(dengan lain
6 Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri.( Jakarta : Pradnya Paramitha,
1997), hlm. 13

6

perkataan, apabila dibutuhkan oleh praktik pengadilan) mengadakan penyimpangan dari HIR
dengan mengambil bentuk-bentuk yang terdapat dalam peraturan lain7
Maka pasal 393 ayat 2 HIR ini, kini ditafsirkan, bahwa hakim Pengadilan Negeri

apabila menganggap perlu dan benar-benar dibutuhkan dalam praktik dapat mengambil alih
bentuk-bentuk yang tidak terdapat dan tidak diatur dalam HIR.

8

Perihal pengikutsertaan pihak ketiga dalam proses peradilan perkara tidak diatur oleh
Herziene Inlandsch Reglement (H.I.R). dan RBG akan tetapi diatur dalam Rv (Reglement of
de Rechtsvordering) yaitu Akan tetapi, karena bentuk acara intervensi ini dibutuhkan dalam
praktek, maka atas dasar peranan yang aktif dari hakim menurut sistem HIR dan RBg,
lembaga intervensi digunakan dalam pemeriksaan perkara di pengadilan berdasarkan hukum
acara perdata yang tidak tertulis.9
Hal ini dipertegas dalam putusan Mahkamah Agung Tanggal 14 Oktober 1975 No.
1060 K/Sip/1972 dikatakan bahwa meskipun intervensi tidak diatur dalam HIR dan RBg,
namun dapat dibenarkan karena kebutuhan praktek.

10

Hal ini juga dikatakan oleh R.Soebekti yaitu sebagai berikut :
” Hakim Pengadilan Negeri apabilamenganggap perlu dan benar-benar dibuuhkan dalam
praktek dapat mengambil alihbentuk-bentuk yang tidka terdapat dalam dan tidka diaur
dalam HIR misalnya vrijwaring, Tussenkomst, voeging dan sebagainya dari RV akan ettapi
disesuaikan dengan praktek.
Sudah terang, bahwa dalam HIR tiada larangan untuk penarikan pihak ketiga itu. Dan
lagi harus diingat bahwa hukum acara perdata bermaksud memberi jalan yang dilalui hakim
untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam Hukum
Perdata, meskipun tidak tertulis dalam Undang-undang.
Intervensi di Pengadilan Negeri memang harus berjalan menurut hukum acara yang
tidak tertulis, tidak menurut peraturan-peaturan Recht vordoring, menurut kebutuhan praktek
di Pengadilan Negeri. Sudah terang, bahwa dalam HIR tiada larangan untuk penarikan pihak
ketiga itu. Dan lagi harus diingat bahwa hukum acara perdata bermaksud memberi jalan yang
7 R subekti, Hukum Acara Perdata,cet.ke-3. (Bandung:Binacipta,1989) hlm.69
8 Ibid.
9 Riduan Syahrani, materi dasar Hukum acara perdata (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 2004), hlm. 33
10 Ibid., hlm. 34

7

dilalui hakim untuk melaksanakan hakhak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam
Hukum Perdata, meskipun tidak tertulis dalam Undang-undang
dalam pasal 279-282.
pengadilan, maka yang bersangkutan dapat ikut serta dalam perkara itu dengan menyertai
atau menengahi dengan syarat yang bersangkutan harus mempunyai kepentingan yang
cukup yang apabila ia tidak ikut serta dalam perkara tersebut ia akan merasa haknya
dirugikan.
Jadi inisiatif masuknya ke dalam perkara yang disidangkan itu adalah pihak ketiga
yang merasa haknya dirugikan, sebelum hakim memperkenankan pihak ketiga untuk ikut
berproses terlebih dahulu harus didengar ke semuanya pihak tentang maksud tersebut.
Kemudian mempertimbangkan kepentingan masing-masing, sebelum menolak atau
mengabulkan pencampuran pihak ketiga tersebut. Untuk hal ini harus dibuat putusan sela
yang memuat pertimbangan hakim dengan lengkap.11

3.3.

Bentuk-Bentuk Gugatan Intervensi
Menurut Reglement Recht Vordering (RV) terdapat dua macam bentuk intervensi

yaitu : (1) Intervensi yang merupakan inisiatif sendiri dari pihak ketiga dalam pemeriksaan
perkara perdata, yaitu : a) Voeging, (Pasal 279 Reglement Recht Vordering [RV]), b)
Tussenkomst (Pasal 282 Reglement Recht Vordering [RV]). (2) Intervensi yang terjadi karena
adanya pihak ketiga yang ditarik masuk oleh salah satu pihak yang berperkara yaitu :
Vrijwaring (diatur dalam pasal 70 sampai Pasal 76 Reglement Recht Vordering (RV).12
Tussenkomst adalah masuknya pihak ke tiga atas kemauannya sendiri dalam perkara
yang sedang berlangsung dalam sidang pengadilan. Masuknya pihak ketiga hanya
memperjuangkan kepentingannya sendiri, ia tidak memihak kepada penggugat atau tergugat.
Adapun ciri-ciri daripada tussenkomst ini adalah13

11 Abdul Manan, penerapan hukum acara perdata dilingkup peradilan agama, Cet.4
(Jakarta : kencana,2006). hlm.60
12 Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan perdata umum dan peradata
Khusus, (Jakarta : Mahkamah Agung RI, 2003). hlm.443
13 Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata, hlm.58.

8

1. Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan yang masuk dalam perkara yang sedang
berlangsung, berdiri sendiri dan bukan perkara baru,
2. adanya kepentingan dari pihak yang berkepentingan untuk mencegah timbulnya
kerugian atau hak yang terancam dan apabila dibiarkan akan bertambah rugi,
3. pihak yang mengadakan intervensi itu melawan tergugat dan penggugat sekaligus,
dia tidak memihak kepada siapa, melainkan hanya untuk kepentingannya sendiri
Manfaat dari tussenkomst atau ikut sertanya pihak ketiga (intervensi) dalam
pemeriksaan sengketa perkara perdata adalah : agar pemeriksaan sengketa perdata proses
pemeriksaannya berjalan lebih mudah dan menghindarkan dari kemungkinan adanya
putusan-putusan yang saling bertentangan14
Seperti pendapat Supomo :
” Jikalau pihak ketiga yang berkepentingan itu tidak inerventen tidak bercampur tangan
dalam proses yang bersangkutan, maka ia masih dapat mempertahankan hak-haknya dalam
suatu proses tersendiri akan tetapi segala sesuatu akan berjalan lebih mudah dan akan
menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan jikalau ia langsung ikut serta
secara intervensi tersebut.”
Pengertian intervensi tussenkomst tersebut dikaitkan dengan praktek intervensi
tussenkomst yang terjadi di lapangan, dapat diartikan bahwa suatu pihak melakukan proses
intervensi tussenkomst karena di latar belakangi sesuatu hal yang jika pihak tersebut tidak
melakukan intervensi tussenkomst maka kepentingannya atau hak-haknya juga akan ikut
terganggu. Di dalam prakteknya proses intervensi tussenkomst dapat menjadi wadah atau
tempat dimana pihak yang terancam kepentingannya atau hak-haknya dapat ikut serta dalam
jalannya proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri sehubungan dengan proses pemeriksaan
sengketa perdata yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri antara pihak penggugat dan
pihak tergugat
Pihak ketiga yang berkepentingan itu tidak “Intervensi“ atau tidak campur tangan
dalam proses pemeriksaan yang bersangkutan, maka ia masih dapat mempertahankan hakhaknya dalam suatu proses tersendiri, akan tetapi segala sesuatu akan lebih mudah dan akan
menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan, jikalau ia langsung ikut serta
secara intervensi tersebut, maksudnya adalah seorang dapat mempertahankan hak-haknya
atau membela kepentingan sendiri lewat Pengadilan Negeri dalam suatu proses tersendiri
14 Yahya Harahap. Segi-Segi Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. (Jakarta:
Pradnya Paramita,1989). hlm.338

9

akan tetapi bila ia masuk dalam intervensi sebagai pihak ketiga proses penyelesaiannya akan
lebih mudah karena perkara yang disidangkan sama dan dapat menghindarkan putusan
(penyelesaian) yang tidak sesuai dengan keinginannya bila ia memilih membela hak-haknya
atau membela kepentingannya dengan cara tersendiri dan yang jelas akan dapat menghemat
biaya
Voeging adalah suatu aksi hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga dengan jalan
memasuki perkara perdata yang sedang berlangsung antara penggugat dan tergugat.
Masuknya pihak ketiga ini dilakukan secara sukarela untuk membela kepentingan salah satu
pihak yang sedang bersengketa dan saat itu sedang diperiksa dalam sidang pengadilan
Adapun ciri ciri daripada voeging ini adalah15
1. Pihak ketiga yang masuk ke dalam perkara yang sedang berlangsung berpihak kepada
salah satu pihak, biasanya kepada tergugat melawan penggugat
2. Pihak ketiga yang mengadakan intervensi itu mempunyai kepentingan hukum guna
melindungi dirinya sendiri dengan membela salah satu pihak yang bersengketa
3. Pihak yang mengadakan intervensi itu mengajukan gugatan tertulis kepada
Pengadilan Negeri untuk bergabung dalam perkara yang sedang berlangsung dan
menggugat salah satu pihak yang sedang berperkara mengadakan kerjasama dengan
pihak lain dalam perkara tersebut.

Dalam praktik, yang paling banyak terjadi adalah masuknya pihak ketiga ke dalam
perkara yang berlangsung untuk membela kepentingan tergugat bersama-sama menghadapi
penggugat.
Perbedaan yang mendasar antara tussenkomst dengan voeging yaitu pada tussenkomst
pihak ketiga masuk dalam perkara yang sedang berlangsung untuk melawan penggugat dan
tergugat demi kepentingan sendiri, sedangkan voeging masuknya pihak ketiga itu untuk
membela salah satu pihak dan bersama sama menghadapi penggugat atau tergugat16.
Bentuk acara dengan pihak ketiga lainnya terjadi apabila pihak ketiga ditarik sebagai
pihak ketiga dalam suatu perkara yang sedang berlangsung. Acara dengan pihak ketiga ini
tidak terdapat dalam HIR tetapi diatur dalam Rv pasal 70-76. Rv menyebut bentuk acara

15 Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata. hlm.60.
16 Ibid., Hlm.62

10

dengan tiga pihak ini sebagai vrijwaring (garantie, penanggungan) yang diterjemahkan juga
dengan pembebasan
Cara mengajukan permohonan vrijwaring adalah bahwa pihak tergugat dalam
jawabannya secara lisan atau tertulis mohon kepada majelis hakim akan diperkenankan untuk
memanggil seorang pihak yang turut berpekara yang sedang diperiksa majelis hakim tersebut,
untuk melindungi tergugat, misalnya terhadap petitum di mana tergugat dimohonkan agar
membayar sejumlah uang dengan maksud agar tergugat dibebaskan dari pembayaran tersebut.
Apabila menurut pertimbangan majelis hakim masuknya pihak ketiga itu beralasan dan dapat
dipertanggungjawaban maka ia dimasukkan sebagai pihak dalam sengketa yang sedang
berlangsung tersebut, untuk diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang sedang peraturan
yang berlaku.prosedur masuknya pihak ketiga itu cukup dicatat dalam Berita Acara Sidang,
tidak perlu diadakan sidang isidental dan tidak perlu ditetapkan dalam putusan Sela17
Akan tetapi ada pakar hukum yang mengatakan sebaiknya masuknya pihak ketiga itu
diputus dalam sidang insidental dengan putusan sela untuk megetahui apakah masuknya
pihak ketiga itu beralasan atau tidak18.
Selain itu menurut Abdul Kadir Muhammad sering terjadi pihak ketiga melaksanakan
gugatan insidentil terhadap perkara yang sedang diperiksa di pengadilan yang memang
dirasakan sangat dibutuhkan19
Menurut ketentuan RV terdapat dua macam vrijwaring ini, yaitu vrijwaring formal
(garantie formale) dan vrijwaring sederhana (garantie simpele). Menurut pasal 72 Rv,
garantie formal terjadi apabila seseorang diwajibkan untuk menjamin oranglain menikmati
suatu hak atas benda terhadap tuntutan yang bersifat kebendaan. Sedangkan garantie simpele
terjadi apabila sekiranya tergugat dikalahkan dalam sengketa yang sedang berlangsung,
mempunyai hak untuk menagih kepada pihak lain (pihak ketiga) yakni penanggung dengan
melunasi utang, mempunyai hak untuk menagih kepada debitur sebagaimana yang tersebut
dalam pasal 1839 B.W., 1849 B.W., ketentuan ini sebagaimana tersebut pasal 74 Rv.20

17 Ibid
18 Darwan prinst, Strategi menyusun dan menangani perdata, (Bandung: citra
aditya Bakti,1992). hlm.76
19 Abdul kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Alumni),
hlm. 52.
20 Ibid.

11

3.4.

Pembuktian Gugatan Intervensi.

Dalam gugatan Intervensi semua pihak yang berperkara yaitu penggugat awal, tergugat
dan penggugat intervensi dilakukan pemeriksaan secara bersama-sama, maka Karena pada
prinsip atau asasnya yang dianut dalam hukum acara perdata ialah siapa yang mendalilkan
maka dia harus membuktikan dalilnya itu. Yang berarti penggugat, baik itu penggugat awal
maupun penggugat intervensi harus membuktikan dalil-dalil gugatannya kecuali bila tergugat
sudah mengakui kebenaran dalil penggugat maka dalam hal ini penggugat tidak perlu lagi
membuktikan dalilnya tersebut21
Pada dasarnya prinsip yang mewajibkan setiap pihak yang mengajukan dalilnya untuk
membuktikan kebenaran dalil tersebut disebut penentuan beban pembuktian, dalam
persidanagan hakim harus sedapat mungkin, menjaga agar jangan ada pihak yang dibebankan
pembuktian yang jauh lebih berat daripada pihak lawannya. Dengan kata lain, hakim harus
bertindak seadil mungkin 22
Selain prinsip tersebut hokum acara perdata juga mempunyai prinsip atau asas, audi at
alteram partem yang artinya “dengarkan sisi lain” maka disini hakim harus mendengar bukan
hanya dari salah satu pihak, melainkan juga pihak lainnya agar menjamin obyektifitasnya.
jika dalam suatu perkara ada pihak ketiga yang turut serta (intervensi) maka hakim juga harus
mendengarkan penggugat intervensi selain daripada penggugat awal dan tergugat awal.
Dipandang dari segi praktiknya dalam berusaha untuk mencapai kebenaran melalui
pembuktian maka pembuktian itu dasarnya dapat dibagi menjadi;
a. Pembuktian formal ialah pembuktian yang bertujuan untuk dapat mewujudkan
kebenaran formal dari dalil-dalil yang diajukan
b. Pembuktian materiil ialah pembuktian yang bertujuan untuk dapat mewujudkan
kebenaran materiil dan dalil-dalil yang diajukan.
Dalam hukum acara perdata , pembuktian yang lebih menitikberatkan pelaksanaanya
ialah pembuktian formal, mengingat kebenaran yang lebih diutamakan untuk dibuktikan
dalam hukum acara perdata ialah kebenaran formal.
21 Ridwan Halim, Hukum Acara perdata dalam Tanya Jawab, cet.5 (Bogor:Ghalia
Indonesia,2005), Hlm.85
22 Ibid., Hlm.86

12

Kebenaran formal ialah suatu fakta yang menurut pembuktian formal dapat dianggap
sebagai suatu yang benara atau memang benar demikian. 23 Istilah lain bagi kebenaran
formal ialah kebenaran ternyatakan atau kebenaran yang dapat dinyatakan melalui bukti
bukti yang ada

BAB 4
Analisis Kasus

Dalam kasus perkara No. 35/Pdt.G/2012/PN.Mkl ini diketahui bahwa pada awalnya
sengketa yang terjadi adalah antara pihak Hj. Mahdaniar Asis beserta HJ Mahdiana selaku
penggugat melawan Anton sumbung beserta Debora Sumbung selaku tergugat. Sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang lain
sehingga mendatangkan kerugian , dan tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan
23 Purnadi Purbacaraka dan Ridwan Halim, filsafat Hukum perdata dalam tanya
jawab,(Jakarta : CV Rajawali, 1983) hlm.85

13

tersebut, maka ia dapat meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Bahwa batas-batas tanah milik Penggugat yang menjadi objek sengketa dalam perkara
ini yang dikuasai atau yang ditempati mendirikan rumah oleh Tergugat I dan Tergugat II
adalah sebagai berikut:
Utara : Dahulu jalan ke Sungai Sa’dan dan sekarang kebun;
Timur Berbatas dengan tanah perkebunan Puang Alik;
Selatan : Berbatasan dengan jalan raya Makale Rembon / Saluputi;
Barat : Dahulu berbatas dengan kebun S Pangngala’ alm sekarang Dina dan Ne Pakkung,
dahulu Lai Bubun
dalam pasal 118 ayat (1) H.I.R.
Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan Pengadilan Negeri, harus
dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau dengan
wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa
tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal
sebetulnya.
Pasal 118 adalah terkait kewenangan pengadilan dan pengajuan permohonan gugatan,
para penggugat yaitu Hj Mahdaniar Asis dan HJ Mahdiana yang dalam hal ini diwakili oleh
kuasa hukumnya telah tepat mengajukan permohonan gugatan kepada Pengadilan Negeri
Makale, karena sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 118 ayat (1) H.I.R, para tergugat
yaitu Anton sumbung dan Debora Sumbung bertempat tinggal di kecamatan Makale,
Kabupaten Tana Toraja termasuk wilayah Pengadilan Negeri makale meskipun para
penggugat di Kota Makassar yang termasuk wilayah Pengadilan Negeri Makassar akan tetapi
para penggugat mengajukan permohonan gugatan kepada Pengadilan Negeri Makale.
Karena gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung perselisihan dan sengketa,
Para pihak

dalam mengajukan gugatan, haruslah mempunyai kepentingan hukum yang

cukup, dalam perkara ini para penggugat yaitu HJ. Mahdaniar Asis dan Hj Mahdiana
mempunyai kepentingan karena terkait dengan sesngketa Tanah yang menurut penggugat
adalah milik penggugat. oleh karenanya maka permohonan gugatannya dapat diterima sesuai
dengan asas point d’interent, point d’action atau geen belaang geenactie.
14

Dalam suatu perkara dapat saja atas suatu tanah banyak pihak yang menguasainya,
penguasaan tanah dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek penguasaan fisik dan aspek
penguasaan secara yuridis.24
Jadi Karena adanya dua aspek penguasaan tanah tersebut dimungkinkan akan terjadi
sengketa atas suatu tanah, seperti dalam perkara ini. Karena adanya sengeketa maka
pengadilan memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini, apabila para pihak terkait
tidak ingin menyelesaikan sendiri,
Akan tetapi sebelum proses pemeriksaan dilanjutkan pada hari pertama sidang
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 130 Ayat (1) HIR dan Pasal 154 Ayat (1) RBg, hakim
diwajibkan untuk mengusahakan perdamaian antar mereka. Para ahli hukum berpendapat
bahwa usaha hakim untuk mendamaikan para pihak yang berperkara tidak sebatas pada
sidang pertama saja ketika dihadiri oleh para pihak, tetapi juga selama proses pemeriksaan
perkara di persidangan.
Dalam perkara ini maka sejalan dengan ketentuan Peraturan, untuk menjembatani
Para pihak incassu menempuh jalan win-win solution terlebih dahulu dalam menyelesaikan
perkara ini, Majelis Hakim telah menunjuk seorang mediator dari lingkungan Pengadilan
Negeri Makale yang bernama Indra Meinantha Vidi, SH (Hakim pada Pengadilan Negeri
Makale) berdasarkan Penetapan No. 35/Pen.Pdt.G/2012/PN. Mkl tanggal 19 Juni 2012. Akan
tetapi kemudian dari laporan mediator, ternyata upaya mediasi menemui kegagalan sehingga
tahapan pemeriksaan perkara kembali dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada
Para Penggugat untuk membacakan gugatannya, yang mana ternyata isi dan maksud gugatan
tetap dipertahankan oleh Para Penggugat.
Begitu pun Gugatan biasa Sama halnya dengan gugatan intervensi bahwa. Sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya dilanggar oleh orang
lain sehingga mendatangkan kerugian , dan tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan
tersebut, maka ia dapat meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Tidak berbeda dengan mengajukan gugatan biasa di sini pun disyaratkan adanya
kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlangsung. Dan kepentingan pihak ketiga
haruslah ada hubungannya dengan pokok sengketa yang sedang disengketakan anata
24 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: sejarah pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria isi dan pelaksanannya. Cet ke-12 (Jakarta: Djambatan, 2008) hlm. 24.

15

Penggugat dan Tergugat. Begitu pun Gugatan biasa Sama halnya dengan gugatan intervensi
bahwa. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, siapa saja yang merasa hak pribadinya
dilanggar oleh orang lain sehingga mendatangkan kerugian , dan tidak mampu menyelesaikan
sendiri persoalan tersebut, maka ia dapat meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan
masalah itu sesuai dengan hukum yang berlaku.

Maka pihak ketiga yang ikut serta berperkara dalam hal ini Letnan Kolonel R Rombe
Paonganan berhak untuk ikut serta untuk melakukan gugatan karena telah merasa haknya
dilanggar/ dirugikan dengan adanya perkara ini. Karena penggugat intervensi merasa tanah
yang dikuasai penggugat intervensi adalah bagian yang menjadi obyek sengketa dalam
perkara ini dan kepentingan penggugat intervensi dalam perkara ini ada hubungannya dengan
pokok sengketa yang sedang berlangsung
Terhadap gugatan intervensi, hakim menjatuhkan putusan sela berupa putusan
insidentil25. Hal tersebut diatur dalam Pasal 282 Rv dengan alternatif pertama, hakim
menolak atau menyatakan tidak dapat diterima gugatan intervensi tersebut, berarti secara
formil, tidak dibenarkan penggabungan keikutsertaan pihak ketiga itu dalam proses
pemeriksaan perkara tersebut. Kedua, hakim mengabulkan gugatan intervensi sehingga pihak
yang terlibat dalam perkara tersebut menjadi tiga pihak
Dalam perkara ini juga terdapat putusan sela untuk terlibatnya letkol (purn) R Rombe
Paonganan yaitu berdasarkan Putusan Sela No. 35/Pdt.G/2012/PN. Mkl tanggal 13 November
2012, Letkol (Purnawirawan TNI-AD) R Rombe Paonganan masuk sebagai Penggugat
Intervensi incassu.
Gugatan yang diajukan Letnan Kolonel (Purnawirawan TNI-AD) R Rombe
Paonganan sebagai penggugat intervensi dapat dikategorikan sebagai, gugatan Tussenkomst
karena dalam perkara ini ia ikut serta untuk berperkara atas inisiatif sendiri bukan ditarik oleh
Para pihak penggugat maupun para pihak tergugat.
Turut sertanya penggugat intervensi yaitu Letkol (Purnawirawan TNI-AD) tidak dapat
dikategorikan sebagai Voeging karena ia bukan untuk membela salah satu pihak melainkan

25 Putusan incidental ialah putusan yang berhubungan dengan incident yaitu
peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasanya. Misalnya putusan terhadap
gugatan intervensi.

16

untuk membela kepentingannya sendiri, di mana menurutnya tanah yang ia kuasai itu
merupakan bagian dari obyek sengketa.
Prinsip atau asas yang dianut dalam hukum acara perdata ialah bahwa siapa yang
mengajukan dalil maka ia harus membuktikan kebenaran dalilnya itu. Bila dipandang dari
segi praktek maka pembuktian itu. Hal ini pun berlaku bagi pihak penggugat intervensi (R
Rombe Paonganan) bahwa ia harus membuktikan dalilnya bahwa ia menguasai dan berhak
atas Tanah yang menjadi perkara ini dan merasa rugi atas adanya perkara ini jika ia tidak
mencapuri perkara ini
Dalam hukum acara perdata, pembuktian yang lebih menitikberatkan pelaksanaanya
ialah pembuktian formal, mengingat kebenaran yang lebih diutamakan untuk dibuktikan
dalam hukum acara perdata ialah kebenaran formal.
Kebenaran formal ialah suatu fakta yang menurut pembuktian formal dapat dianggap
sebagai suatu yang benar atau memang demikian, atau kebenaran formal dapat dikatakan
sebagai kebenaran yang dapat dinyatakan melalui bukti-bukti yang ada.
Menurut sistem HIR, dalam acara perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah,
artinya bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang
ditentukan dalam undang-undang. Alat-alat bukti yang dapat diperkenankan di dalam
persidangan disebutkn dalam Pasal 164 HIR yang terdiri dari; bukti surat, bukti saksi,
persangkaan, pengakuan, sumpah dan dalam praktik masih terdapat macam-macam alat bukti
lagi yang sering dipergunakan, yaitu pengetahuan hakim.

Mengenai alat bukti dari fakta persidangan dalam perkara ini terdapat beberapa alat
bukti yang diajukan oleh masing-masing pihak yang bersengketa. Akan tetapi jika dilihat dari
putusan No.35/Pdt.G/2012/PN.MKL, penggugat intervensi hanya dapat menunjukkan 1 alat
bukti surat yaitu berupa silsilah keluarga bahwa untuk membuktikan dasar gugatannya,
Penggugat Intervensi telah menyerahkan bukti surat kemuka persidangan berupa 1 (satu)
lembar Silsilah To’ Keturunan Alm. Jawila Rumah Kaluku Milan Makale tertanggal 21 Maret
2011 yang diberi tanda bukti P.I-1 yang mana setelah dicocokkan dipersidangan ternyata
sesuai dengan aslinya dan telah dibubuhi materai secukupnya;

Selain itu penggugat intervensi juga telah mengajukan alat bukti berupa keterangan 2
(dua) orang saksi atas nama Dannari dan Paulus Sampe Lombo. Dannari dalam kesaksiannya
17

yang pada intinya menyatakan sebagai tukang batu yang membangun pondasi rumah diatas
tanah yang menjadi obyek sengketa tersebut atas perintah penggugat intervensi sebelum
adanya gugatan perkara No.35/Pdt.G/2012/PN.Makale ini. Akan tetapi saksi dannari tidak
mengetahui asal usul tanah yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini.

Sedangkan saksi Paulus Sampe Lombo menyatakan apabila diperinci secara detail, maka inti
fokus dari keterangannya adalah:

1. Paulus Sampe Lobo pernah melihat Penggugat Intervensi membangun pondasi di
tanah obyek sengketa;
2.

Obyek sengketa tempat Penggugat Intervensi membangun pondasi tidak pernah
menjadi sengketa;

3.

Paulus Sampe Lobo tidak pernah melihat Penggugat Intervensi tinggal di obyek
sengketa;

4. Di obyek sengketa yang digugat dalam Intervensi, pernah ada rumah yang dibuat oleh
Indo’ Sambo berupa rumah bambu, dan setelah Indo’
5. Menurut Paulus Sampe Lobo, obyek sengketa berasal dari Tongkonan Ne’ Tokko
dengan alasan keterangan Paulus Sampe Lobo terhadap hal tersebut adalah karena
Paulus Sampe Lobo mendengar dari orangtuanya;
Dalam perkara ini penggugat intervensi meminta kepada majelis hakim untuk
mengabulkan gugatan intervensi tersebut, menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik
penggugat intervensi, menyatakan bahwa tegugat intervensi menghisafkan bagian tanah
penggugat intervensi sebagai bagian dari obyek gugatan dalam perkara ini, dan selain itu
penggugat intervensi juga meminta kepada majelis hakim untuk menghukum tegugat
intervensi I,II untuk membayar kepada penggugat intervensi sebesar Rp.7.500.000 (tujuh juta
lima ratus ribu rupiah).

Mengenai perkara ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembuktian dalam hukum
acara perdata pembuktian formil yang artinya pembuktian untuk mencari kebenaran formil,
kebenaran formil adalah ialah kebenaran ternyatakan atau kebenaran yang dapat dinyatakan
melalui bukti bukti yang ada. Penggugat intervensi dalam perkara ini hanya dapat

18

memberikan 1 alat bukti formil yaitu berupa alat bukti surat 1 lembar silsilah keluarga, To’
Keturunan Alm. Jawila Rumah Kaluku Milan Makale.
Sedangkan penggugat awal yaitu Hj Mahdiana Asis dan Hj Mahdianar mengajukan
alat bukti alat bukti berupa foto copy sertifikat Hak milik atas tanah obyek sengketa tersebut,
foto copy putusan pengadilan yang sebelumnya tanah tersebut juga pernah dijadikan obyek
sengketa, dan beberapa keterangan saksi lainnya.

Menurut ketentuan yang berlaku, sertifikat merupakan alat bukti yang kuat sepanjang
tidak dapat dibuktikan sebaliknya dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan
adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan.26
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan
data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada di dalam surat ukur dan buku tanah hak
yang bersangkutan.27
Mengenai obyek sengeketa pada perkara ini ternyata pada faktanya, sebelumnya telah
ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dalam Putusan
Pengadilan Negeri Makale No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl tanggal 15 Oktober 1987 juncto
Putusan No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg tanggal 30 April 1992 juncto Putusan Mahkamah
Agung RI No. 938 K/Pdt/1993 tanggal 27 Juli 1995 sampai pada tingkat peninjauan kembali
dengan Putusan No. 15 PK/Pdt/1997. maka Para Tergugat tidak memiliki hak terhadap obyek
sengketa.
Dalam perkara sebelumnya orangtua penggugat awal (Hj Mahdaniar Asis dan HJ
Mahdiana) yaitu Drs Said Muchtar masuk sebagai penggugat intervensi antara pada perkara
Makale No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl akan tetapi kalah pada pengadilan tingkat pertama yang
kemudian pada tingkat banding dan kasasi gugatan dimenangkan oleh Drs. Said Muchtar
dari keterangan 4 (empat) orang Saksi yang bernama Abdul Latif, Syahril Baco,
Petrus Kalembang dan Dama Kamali didapati bahwa obyek sengketa incassu merupakan
obyek sengketa yang dulu sudah pernah disengketakan dan sudah pernah dieksekusi
26 Boedi Harsono, sejarah pembentukan undang-undang pokok agrarian isi dan
pelaksanaannya, Cet. 12 ( Jakarta : DJambatan, 2008)hlm. 479
27 Republik Indonesia, Peraturan pemerintah No.24 tahun 1997 pasal 32 ayat (1).

19

Terhadap penggugat intervensi dalam gugatan intervensinya sebetulnya adalah alasan
yang tidak berdasar sebab ternyata indo’ detu (nenek dari isteri penggugat intervensi), dahulu
telah kalah dari Putusan Pengadilan Negeri Makale No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl tanggal 15
Oktober 1987 juncto Putusan No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg tanggal 30 April 1992 juncto
Putusan Mahkamah Agung RI No. 938 K/Pdt/1993 tanggal 27 Juli 1995, ternyata terdapat
putusan yang sifatnya pendentelite nihil in noventur yang mana terhadap hal-hal yang telah
dipertimbangkan dan telah diputus serta telah berkekuatan hukum tetap, tidak bisa lagi
diubah atau dipertimbangkan kembali, dan, penentuan oleh institusi Pengadilan dari
Pengadilan Negeri Makale sampai pada tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI
yaitu Atas tanah yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini merupakan milik Drs Said
Muchtar bersama saudara-saudaranya yang diperoleh sebagai warisan dari orangtuanya,
bersifat res judicata accipitur proveritae yaitu hal yang telah diadili dan diputuskan, harus
diterima sebagai kebenaran;
Tanah milik penggugat diperoleh sebagai warisan dari orangtuanya. Bukan hak Para
Tergugat. Dengan telah terbukti sebagai sebuah hal yang sifatnya res judicata tentang hal
tersebut sehingga tidak boleh lagi dipertimbangkan secara berbeda terhadap hal-hal yang
telah diputuskan dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka juga beralasan
hukum untuk dikabulkan petitum Para Penggugat guna Menghukum Para Tergugat atau
siapapun yang mendapat hak daripadanya untuk menyerahkan atau mengembalikan tanah
tersebut kepada Penggugat dalam keadaan kosong tanpa syarat bila perlu dengan bantuan alat
negara (Polri
Mengenai keterangan dari Paulus Sampe Lobo yang menerangkan bahwa obyek
sengketa berasal dari Tongkonan Ne’ Tokko, hal ini tidak bisa diterima menurut hukum
karena keterangan tersebut bersifat testimonium de auditu. Sementara mengenai keterangan
Paulus Sampe Lobo bahwa pernah melihat Penggugat Intervensi membangun pondasi di
tanah obyek sengketa, hal ini bersesuaian dengan keterangan Saksi yang bernama Dannari,
namun pembangunan pondasi yang dilakukan oleh Penggugat Intervensi, belum cukup dapat
membuktikan hak Penggugat Intervensi terhadap obyek sengketa yang digugatnya dalam
gugatan Intervensi, bahkan Paulus Sampe Lobo sendiri menerangkan dalam keterangannya,
tidak pernah melihat Penggugat Intervensi tinggal di obyek sengketa tersebut;
Mengenai keterangan Paulus Sampe Lobo bahwa tempat Penggugat Intervensi
membangun pondasi tidak pernah menjadi sengketa, hal ini tidak beralasan, oleh karena,
20

dihubungkan

dengan

Perkara

No.

27/Pdt.G/1986/PN.

Mkl

juncto

Perkara

No.

50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938 K/Pdt/1993 dan eksekusi yang telah
dilakukan Pengadilan Negeri Makale terhadap obyek sengketa Intervensi dalam Perkara No.
27/Pdt.G/1986/PN. Mkl juncto Perkara No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938
K/Pdt/1993 yang telah berkekuatan hukum tetap bahkan sampai pada tingkat peninjauan
kembali dengan Putusan No. 15 PK/Pdt/1997, ternyata obyek sengketa Intervensi incassu
merupakan

bagian

dari

tanah

obyek

sengketa

Intervensi

dalam

Perkara

No.

27/Pdt.G/1986/PN. Mkl juncto Perkara No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938
K/Pdt/1993, walaupun memang menurut Penggugat Intervensi, dalam Perkara No.
27/Pdt.G/1986/PN. Mkl juncto Perkara No. 50/Pdt/1992/PT. Uj. Pdg juncto Perkara No. 938
K/Pdt/1993, Penggugat Intervensi tidak pernah diikutsertakan sebagai pihak.
Namun demikian, dari keterangan Paulus Sampe Lobo ini, juga tidak didapati hal
yang membuktikan bahwa ada alas hak Penggugat Intervensi terhadap obyek sengketa yang
menurut obyek sengketa dalam gugatan intervensinya bahwa obyek sengketa diperoleh dari
Esa’ dengan cara penyerahan secara hukum adat
Penggugat Intervensi melalui keterangan Tanan Pakiding, juga belum bisa
membuktikan bahwa Penggugat Intervensi mendapatkan obyek sengketa yang dituntutnya
dalam gugatan intervensinya berdasarkan penyerahan / pemberian secara adat dari Esa’ yang
merupakan mertua dari Penggugat Intervensi Penggugat Intervensi melalui keterangan Tanan
Pakiding, juga belum bisa membuktikan bahwa Penggugat Intervensi mendapatkan obyek
sengketa yang dituntutnya dalam gugatan intervensinya berdasarkan penyerahan / pemberian
secara adat dari Esa’ yang merupakan mertua dari Penggugat Intervensi.
Terhadap obyek sengketa dalam Intervensi incassu adalah karena Penggugat
Intervensi incassu memperoleh tanah dengan cara mendapatnya dari penyerahan secara
hukum adat dari Esa’ yang merupakan mertua Penggugat Intervensi. Sementara untuk hal itu,
tidak ada sama sekali terkandung dalam keterangannya Dama Kamali;
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Penggugat Intervensi belum cukup
dapat membuktikan inti dalil gugatannya bahwa Penggugat Intervensi memiliki hak terhadap
obyek sengketa sebagaimana yang dimaksud dalam gugatan intervensinya, sehingga dengan
demikian, maka inti petitum Penggugat Intervensi yaitu untuk menyatakan bahwa tanah
seluas + 325 m2 yang terletak di Milan Kelurahan Kamali Pentalluan Kecamatan Makale
Kabupaten Tana Toraja yang batas-batas:
21

Utara: Dahulu jalan ke sungai yang diolah oleh Tergugat III Intervensi
Selatan: Jalan raya poros Makale – Rembon;
Timur: Tanah Tergugat III Intervensi (dahulu jalan ke sungai);
Barat: Tanah tempat rumah Tergugat III
yang dieksekusi berdasarkan Putusan No. 27/Pdt.G/1986/PN. Mkl; adalah milik Penggugat
Intervensi, bukan merupakan petitum yang cukup beralasan untuk dikabulkan dan harus
ditolak, sehingga dengan ditolaknya inti dalil gugatan / petitum Penggugat Intervensi
tersebut, maka mutatis mutandis, gugatan dari Penggugat Intervensi juga harus ditolak untuk
seluruhnya;
jadi dalam perkara putusan ini pada intinya, penggugat adalah pemilik tanah yang
menjadi obyek sengketa sesuai dengan SHM No. 05 Kelurahan Kamali Pentaluan Surat Ukur
No. 287 / 1997. Bahkan sebelumnya ada sengketa dalam perkara ini telah ada putusan
Pengadilan Negeri Makale No. 27/Pdt/G/1986/PN. Mkl jo Putusan Pengadilan Tinggi
Sulawesi Selatan No. 50/Pdt/1992/PT. Uj.Pdg jo Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 27
Juli 1995 No. 938 K/Pdt/1993 jo Putusan PK No. 15 PK/Pdt/1997; Kemudian Penetapan
Eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makale No. 51/Pen.Pdt.G/1996/PN. Mkl
tanggal 30 Mei 1996 berikut tanah objek sengketa dieksekusi pada hari Rabu tanggal 10 Juli
1996 sesuai Berita Acara Eksekusi No. 27/BA.Pdt.G/1996/PN. MKL. Yang menyatakan
bahwa tanah yang menjadi obyek sengketa ini adalah milik orangtua penggugat yaitu Drs.
Said Muchtar yang pada saat itu sebagai penggugat intervensi pada waktu itu atas gugatan
Anton Sumbung (tergugat 1) melawan Mertua penggugat intervensi.
Karena putusan itu bersifat res judicata accipitur proveritae yaitu hal yang telah diadili
dan diputuskan, harus diterima sebagai kebenaran, tentang hal tersebut sehingga tidak boleh
lagi dipertimbangkan secara berbeda terhadap hal-hal yang telah diputuskan dalam putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap, maka tanah tersebut juga bukan hak tergugat (anton
Sumbung dan Debora Sumbung).
Mengenai gugatan yang diajukan oleh penggugat intervensi ( R Rombe Paongoanan)
dari fakta fakta persidangan yaitu keterangan saksi - saksi tidak ada satu pun yang
menyatakan/ mengetahui bahwa telah terjadi penyerahan secara adat atas sebagian tanah
yang menjadi obyek sengketa dalam perkara ini kepada Rombe Paonganan, selain itu pula
Tanah tersebut juga pernah menjadi sengketa dan telah diputus serta berkekuatan hukum tetap
22

terhadap mertua Penggugat intervensi, sehingga dalam perkara ini Rombe Paonganan tidak
juga mempunyai alasan hak untuk membangun pondasi diatas tanah milik Penggugat
intervensi sama halnya dengan tidak ada alasan hak bagi tergugat untuk membangun rumah
permanen diatas tanah obyek sengketa perkara ini. Maka sudah sewajarnya bila hakim
menolak seluruh gugatan penggugat intervensi (Rombe Paonganan) dan menerima sebagian
gugatan penggugat awal (HJ Mahdaniar Asis dan HJ Mahdiana.

Daftar Pustaka
Effendie, Bachtiar. Surat Gugat dan Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 1991.
Harahap, Yahya. Segi-Segi Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradnya
Paramita, 1989.
Halim, Ridwan. Hukum Acara Perdata dalam Tanya Jawab, cet.5. Bogor: Ghalia Indonesia,
2005.

23

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah
Cet.kesembilan. Jakarta: Djambatan, 2008.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanannya.jilid 1.