KEGAGALAN KADERISASI PARTAI POLITIK DITI

KEGAGALAN KADERISASI PARTAI POLITIK: DITINJAU DARI
SEPAK TERJANG HARY TANOESOEDIBJO DI DUNIA POLITIK
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sosiologi Politik
yang dibina oleh Bapak Petir Pudjantoro

Oleh
Ahmad Atam Maghfiri
Defri Eko Widyantoro
Luchjinggan Dwi Masruroh
Tri Yunita Lisiana

(140711603167)
(140711602791)
(140711602355)
(140711603605)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

September 2015

KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Kegagalan
Kaderisasi Partai Politik: Ditinjau dari Sepak Terjang Hary Tanoesoedibjo di
Dunia Politik”.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas Matakuliah Sosiologi Politik.
Dalam proses penulisan makalah ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran yang membangun. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Petir Pudjantoro selaku dosen Matakuliah Sosiologi Politik.
2. Teman dan keluarga yang senantiasa mendukung dan memberikan
motivasi dalam penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kelemahan dan
kekurangan baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan Makalah ini.
Kami mengharapkan semoga Makalah ini dapat menarik minat dan

memberikan manfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Malang, September 2015

Tim Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Tujuan Kaderisasi Partai Politik .................................................................3
B. Contoh Gagalnya Kaderisasi Partai Politik..................................................4
C. Dampak dari Kegagalan Kaderisasi Partai Politik ......................................8

BAB III PENUTUP..............................................................................................11
A. Kesimpulan................................................................................................11
B. Saran...........................................................................................................11
DAFTAR RUJUKAN...........................................................................................13

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi maupun partai
politik, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan (proses regenerasi)
suatu organisasi atau partai politik ke depan. Fungsi dari kaderisasi sendiri adalah
mempersiapkan calon-calon kader yang siap melanjutkan tongkat estafet
perjuangan sebuah partai politik. Dalam rangka kaderisasi, maka kader haruslah
anggota dari partai politik yang telah dibekali kemampuan, keterampilan, disipilin
ilmu, dan dilatih sebagai calon pemimpin yang memiliki visi dan misi sesuai
dengan arah pandangan partai politik serta mampu bersikap demokratis.
Akan tetapi pada kenyataannya banyak partai-partai besar yang dianggap
gagal dalam proses kaderisasinya. Salah satu indikasinya adalah adanya kader

partai yang meloncat ke partai yang lainnya atau mengundurkan diri dari
keanggotaan partai, dan tidak sedikit pula kader-kader partai besar yang
tersangkut banyak kasus.
Jika kita membicarakan tentang kader yang kemudian memutuskan untuk
pindah haluan ke partai lain, maka kita akan teringat kepada sosok Hary
Tanoesoedibjo. Hary Tanoesoedibjo atau yang kerap disapa Hary Tanoe atau HT
adalah seorang pengusaha media sekaligus kader partai politik yang sering
berpindah dari satu partai ke partai lainnya. Perjalanan politik Hary Tanoe diawali
ketika ia menjadi Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Namun, selang waktu dua
tahun HT mengundurkan diri dari Partai Nasdem dan kemudian bergabung dengan
Partai Hanura yang menduduki posisi Ketua Dewan Pertimbangan. Bahkan ia
sempat maju dalam pemilu presiden menjadi calon Wakil Presiden dari Hanura
berpasangan dengan Wiranto. Dan yang lebih mengejutkan, pada tahun 2015 ini
HT mendeklarasikan partai politik baru, yaitu Partai Persatuan Indonesia (Partai
Perindo). Melihat dari perjalanan politik HT tersebut, mengindikasikan apakah
benar proses kaderisasi partai politik tersebut begitu lemah. Sehingga, dengan
mudahnya seorang Hary Tanoe bisa meloncat dari satu partai ke partai lainnya.
Berpijak dari fenomena tersebut, kami membuat makalah ini bertujuan untuk

1


membahas lebih lanjut tentang permasalahan gagalnya kaderisasi partai politik
bagi seorang Hary Tanoe beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan
bagaimana dampaknya terhadap masyarakat sekaligus bagi partai politik yang
telah ditinggalkannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis telah menyusun beberapa
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam
pembahasan bab isi. Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini antara lain:
a. Apa tujuan dari kaderisasi partai politik?
b. Apa contoh dari gagalnya kaderisasi partai politik?
c. Bagaimana dampak dari kegagalan kaderisasi partai politik?
C. Tujuan dan Manfaat
Selain untuk memenuhi tugas matakuliah Sosiologi Politik, penulisan
makalah ini juga bertujuan untuk:
a. Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa tujuan dari
kaderisasi partai politik.
b. Untuk mengetahui contoh dari kegagalan kaderisasi partai politik.
c. Untuk mengetahui dampak yang terjadi dari kegagalan kaderisasi partai

politik.
Adapaun manfaat dari penulisan makalah ini adalah Pembaca dan
Mahasiswa dapat mengetahui mengenai tujuan kaderisasi partai politik, dan
contoh kegagalan dalam proses kaderisasi.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Kaderisasi Partai Politik
Partai Politik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun
2011 tentang Partai Politik. Dalam Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Partai
Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota
masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dijelaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik Pasal 10 dan Pasal 11 memuat tujuan
umum dan tujuan khusus Partai Politik serta fungsi Partai Politik.
Dalam praktiknya, partai politik memiliki kewajiban melaksanakan

pendidikan politik bagi setiap anggotanya. Pendidikan politik melalui sekolah,
pemerintah termasuk partai politik itu sendiri (beserta peserta didiknya)
merupakan proses dialogik yang turut andil dalam pembangunan kesadaran politik
dalam rangka pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai, norma dan juga
simbol-simbol yang dianggap ideal dan baik bagi pendidikan politik selain untuk
meningkatkan pengetahuan politik masyarakat, diharapkan pula dapat mendorong
masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam sistem politik.1
Proses kaderisisasi dalam suatu partai politik merupakan nilai yang
fundamental dan mendasar bagi partai poltik untuk menggodok kader-kadernya
yang memiliki visi demokrasi dan bermental jujur. Sebab apabila dalam diri kader
partai politik memiliki intensitas pendidikan politik yang masih rendah , maka
akan berpengaruh besar terhadap eksistensi partai politik itu sendiri.2

1 Adli Hasanuddin, Pelaksanaan Sistem Kaderisasi Partai Golkar di Kota Pekanbaru
Tahun 2011-2013.hlm.2
2 Andhika S.G Tobing. Kaderisasi dan Penetapan Caleg Parati Politik (Studi: DPD Partai
Demokrat Pivinsi Sumatera Utara dalam Penetapan Caleg pada Pemilu 2009 di Sumatera Utara.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara. hlm.2-3
3


Tujuan dan fungsi dari kaderisasi ini adalah mempersiapkan calon-calon
(embrio) yang siap untuk melanjutkan tongkat estafet perjuangan suatu partai
politik. Dalam rangka kaderisasi, maka kader haruslah anggota dari partai politik
yang telah dibekali kemampuan, keterampilan, disipilin ilmu, dan dilatih sebagai
calon pemimpin yang memiliki visi dan misi sesuai dengan arah pandangan partai
politik serta mampu bersikap demokratis. Sehingga tujuan kaderisasi ini akan
berhasil

apabila

yang

bersangkutan

dapat

mengemban

amanah


dan

tanggungjawabnya manakala kader yang bersangkutan telah memenangkan
pemilihan umum atau menjadi anggota legislatif.
Akan tetapi, pada kenyataannya banyak partai politik yang dianggap gagal
dalam kaderisasinya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan salah satu indikasinya
yaitu banyaknya kader partai yang meloncat ke partai lain atau mengundurkan diri
dari keanggotaannya. Bahkan ada juga yang mendirikan partai baru. Tak sedikit
pula yang terjerat kasus korupsi, suap, dan lain sebagainya.
B. Contoh Gagalnya Kaderisasi Partai Politik
Di atas telah disebutkan secara jelas tujuan kaderisasi partai politik, bahwa
dengan adanya proses kaderisasi dapat mencetak kader-kader yang kompeten dan
profesional, serta loyal terhadap partainya. Namun, dalam implementasinya
banyak juga para kader yang tidak setia atau loyal kepada partainya. Figur Hary
Tanoesoedibjo yang dikenal sebagai pengusaha media sekaligus seorang politikus
rupanya tidak asing di dunia perpolitikan Indonesia. Pemilik Perusahaan Media
Nusantara Citra (MNC) ini mengawali karier politiknya sejak bulan Oktober
2011, yang tergabung dalam Partai Nasional Demokrat atau yang lebih dikenal
dengan Partai Nasdem. Di partai tersebut, HT menduduki posisi penting yakni
sebagai Ketua Dewan Pakar dan juga Wakil Ketua Majelis Nasional.3

Namun, pada tanggal 21 Januari 2013, HT mengumumkan
bahwa ia resmi mengundurkan diri dari Partai Nasdem karena
adanya perbedaan pendapat dan pandangan mengenai struktur
kepengurusan partai. Hary menyebutkan alasan bahwa "politik
itu adalah idealisme", dan dirinya merasa sedih dan sangat

4

3

Enro Zeke, Figur Hary Tanoesoedibjo di Iklan Media Massa dalam Persepsi Pemilih
Pemula Mahasiswa Fispol Unsrat. Journal Vol. III No. 1. Tahun 2014. hlm.7

Berat meninggalkan Partai Nasdem yang telah dua tahun ia
besarkan; apalagi Partai Nasdem telah berhasil lolos verifikasi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan resmi menjadi partai politik
peserta Pemilu 2014 dengan Nomor Urutan 1.
Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada bulan Maret
2012 menempatkan Partai Nasdem kedalam lima besar dengan
berada diposisi keempat dengan perolehan 5.9% bila pemilu

anggota DPR diadakan sekarang.
Grafik daftar partai lama plus partai‐partai baru dalam
pemilihan anggota DPR (%)

(Sumber: Setyawati, Jurnal Politik Muda, 1 (1): 55-56)
Setelah keluar dari Partai Nasdem, Hary Tanoesoedibjo
resmi bergabung dengan Partai

Hanura

pada

tanggal

17

Februari 2013. Hal ini disampaikan di kantor DPP Partai
Hanura

di

Jl.

Tanjung

Karang,

Jakarta,

dan

langsung

menduduki posisi Ketua Dewan Pertimbangan. Ia selanjutnya
menjabat Ketua Bapilu

dan Calon Wakil Presiden dari Hanura

berpasangan dengan Wiranto.

5

Berdasarkan artikel dalam majalah Aktual Edisi 20 (14-28

April 2014, hlm. 12), disinggung bahwa keberadaan HT ternyata
tidak mampu mendongkrak suara Hanura pada Pemilu Legislatif
9 April 2014. Partai yang

dinahkodai mantan Panglima TNI

Wiranto ini hanya mendapatkan suara 5 persen dari hasil hitung
cepat sejumlah lembaga. Dalam hitung cepat yang dilakukan
berbagai lembaga survei, posisi Hanura berada di urutan 10
dengan perolehan suara 5 persen saja. Sangat jauh, dari target
yakni menembus dua digit perolehan suara. Bahkan suara Partai
Hanura kalah dengan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang
dulu sempat disinggahi Hary. Partai yang dipimpin Surya Paloh
mendapatkan suara 6,5 persen. Perolehan suara ini tentu
memanaskan internal Partai Hanura.
Tidak lama kemudian HT mengundurkan diri dari Partai
Hanura. Dilansir dari Tempo.Co, Jakarta (23 Mei 2014) –“alasan
keluarnya dari Partai Hanura lantaran kurang mendapatkan porsi
lebih dalam mengambil sebuah keputusan di Hanura.”
Pada 7 Februari 2015, HT

mendeklarasikan Partai Politik

baru, yaitu Partai Persatuan Indonesia atau biasa disebut Partai
Perindo. Pada acara deklarasi tersebut, dihadiri oleh beberapa
petinggi Koalisi Merah Putih (KMP), seperti Ketua Umum Partai
Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Amanat Nasioanl
Hatta Rajasa, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Djan Faridz. Selain
itu juga hadir Wiranto, Ketua Umum Hanura. Awalnya Perindo
adalah ormas yang baru dideklarasikan pada 24 Februari 2015 di
Istora Senayan, Jakarta dan kini sudah resmi menjadi suatu
partai politik sendiri.4
Menilik dari perjalanan politik seorang Hary Tanoe, terlihat
begitu rumit dan labil. Tampaknya, mantan-mantan partai politik
yang

pernah

mengusungnya

gagal

dalam

mengkaderisasi

dirinya. Suatu partai politik dikatakan sukses dalam proses
6

kaderisasi apabila ia mampu menanamkan ideologi, visi dan misi
partainya kepada para kader-kadernya. Sehingga, para kader
yang sudah terbentuk itu akan selalu setia dan loyal bahkan
membela

mati-matian

kepentingan

partai

yang

telah

membesarkannya. Justru tidak seperti apa yang dilakukan oleh
HT,

jika

memang

ada

suatu

konflik

antar

anggota,

bisa

diselesaikan secara damai di dalam tubuh partai tersebut. Atau
bahkan

jika ada pemikiran yang berbeda dengan partai bisa

dimusyawarahkan secara baik-baik, karena sebelum bergabung
dengan suatu organisasi atau partai politik tentunya sudah
memikirkan konsekuensinya secara matang-matang, terutama
janjinya untuk mengabdi kepada partai.
Dari sepak terjang HT di Partai Nasdem ternyata telah
membawa beberapa

4

Wikipedia Bahasa Indonesia “Hary Tanoesoedibjo” , (Online).

perubahan yang signifikan bagi partai tersebut. Melalui media
massa miliknya telah membantu mempromosikan Partai Nasdem
ke masyarakat, sehingga partai Nasdem yang tergolong partai
baru

dapat

menarik

simpatisan

yang

lumayan

banyak

dibandingkan dengan partai-partai politik baru lainnya. Dari situ
sudah terlihat jelas jalan yang cerah bagi HT untuk melanjutkan
sepak terjangnya di dunia politik. Namun, entah karena faktor
apa yang menyebabkan ia memilih keluar dari Partai Nasdem
tersebut.

Perbedaan pendapat dan pandangan mengenai

struktur kepengurusan partai kemungkinan hanyalah menjadi
alasan belaka saja. Di balik semua itu pasti ada maksud yang
jauh lebih besar, yang kemungkinan tidak bisa ia dapatkan.
Kedudukan dan kekuasaan, merupakan tujuan utama bagi
seseorang yang terjun dalam dunia politik. Kandidat Ketua Umum
Partai Nasdem tentu menjadi tujuan utama seorang Hary Tanoe.

7

Namun, dengan terpilihnya Surya Paloh sebagai Ketua Umum,
peluang tersebut sangat kecil baginya. Sehingga, keluar dari
Nasdem menjadi jalan alternatif bagi dirinya.
Karier politik HT di Partai Hanura pada awalnya cukup baik,
dengan mendapatkan jabatan strategis sebagai Ketua Dewan
Pertimbangan Hanura, bahkan langsung dijadikan sebagai calon
Wakil

Presiden

dimanfaatkan

mendampingi

secara

baik

Wiranto

oleh

HT.

seharusnya
Walaupun

bisa

banyak

pemberitaan yang tidak baik mengenai dirinya seputar pemilu
tahun lalu, seharusnya hal itu tidak menjadikannya putus asa
dan mundur dari Partai Hanura.
Berdasarkan Tempo.Co, Jakarta (1 Mei 2014) –“Hanura
kehilangan sekitar lima juta suara karena HT.” Jika mengkritisi
potongan berita tersebut, tidak seharusnya HT yang menjadi
kambing hitam akan kekalahan Hanura dalam pemilu. Berbagai
upaya sudah dilakukan HT dengan promosi melalui media massa
miliknya. Wajar saja jika Hanura mendapat suara yang relatif
sedikit, karena Hanura juga tergolong partai baru. Apabila kalah
itu sudah menjadi hal yang biasa, karena saingan dari partai lain
juga sangat berat dan mempunyai pengaruh besar terhadap
masyarakat. Tampaknya, situasi itu menyudutkan HT sehingga
dia tidak bebas bergerak dalam tubuh Partai Hanura. Jalan akhir
yang ditempuh seorang Hary Tanoe adalah mengundurkan diri
dari Hanura, walaupun banyak pro dan kontra atas pengunduran
dirinya.
Berdasarkan fenomena tersebut, sulit rasanya berada di
posisi seperti itu. Jika seorang kader tidak dibekali dengan
mental yang kuat maka ia akan mudah menyerah dan akan
tersisihkan oleh lawannya. Oleh karena itu, penting sekali proses
kaderisasi dalam dunia politik. Apabila proses kaderisasi berjalan
lancar dan sukses sehingga menghasilkan kader-kader yang
berkompeten, dan memiliki mental baja yang tahan banting
8

terhadap setiap gesekan tentang permasalahan politik terutama
dalam proses perebutan kedudukan dan kekuasaan, serta yang
paling penting adalah loyalitas terhadap partainya. Eksistensi
partai akan tetap terjaga jika kader-kadernya bisa menjaga dan
mempertahankan keutuhan partainya.
Berdasarkan

dari

contoh

fenomena

di

atas,

menggambarkan bahwa kegagalan kaderisasi menyebabkan
permasalahan yang begitu kompleks bagi para kader maupun
partai politik itu sendiri. Persaingan yang begitu ketat seharusnya
diimbangi dengan mental yang kuat serta solidaritas dan
dukungan dari sesama anggota partai politik. Tanpa hal itu,
kemungkinan yang terjadi dalam partai politik adalah kehancuran
akibat tidak adanya rasa percaya antar sesama anggota, dan
sangat mustahil tujuan atau visi dan misi partai akan terwujud
secara nyata.
C. Dampak Kegagalan Kaderisasi Partai Politik
Berdasarkan contoh dari kegagalan kaderisasi partai politik
yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas, kami dapat
menilai bahwa sosok Hary Tanoe adalah seorang kader yang
masih labil dalam mencari jati dirinya di dunia perpolitikan
Indonesia. Berpindahnya Hary Tanoe dari Partai Nasdem ke Partai
Hanura tidak cukup membuatnya puas untuk melanjutkan
kiprahnya di dunia politik. Dan pada akhirnya keinginan untuk
memiliki partai sendiri sudah terwujud dengan dideklarasikannya
Partai Perindo pada bulan Februari yang lalu.
Jika kita mengamati fenomena tersebut, jelas bahwa sikap
yang dilakukan oleh HT sangat merugikan partai politik yang
telah ditinggalkannya. Karena dengan pengunduran dirinya dari
partai politik tersebut selalu meninggalkan beberapa konflik atau
permasalahan.

Keluarnya

HT

9

dari

Hanura

menimbulkan

perseteruan antara pendukung HT dengan para kader atau
anggota Partai Hanura yang lain.
Dari situ, kami dapat menilai bahwa gagalnya proses
kaderisasi berdampak besar bagi eksistensi partai politik. Karena,
jika kebanyakan kader-kader seperti sosok HT, maka yang pasti
terjadi adalah perpecahan di dalam tubuh partai politik tersebut.
Dengan

keluarnya

satu-persatu

kader,

partai

politik

akan

kehilangan anggotanya. Meskipun peran kader tersebut tidak
terlalu besar dalam suatu partai, akan tetapi tanggungjawab
suatu organisasi atau partai politik untuk melindungi dan
mempertahankan anggotanya sudah menjadi kewajiban yang
mutlak demi keutuhan partai itu sendiri. Kalau banyak para kader
yang keluar, maka proses regenerasi juga akan terhambat.
Terutama bagi para kader yang memegang jabatan penting,
karena sebelum berakhir masa jabatannya, harus mencari
pengganti lain untuk melanjutkan tugasnya yang belum selesai.
Bukti dari gagalnya proses kaderisasi bagi HT adalah dia tidak
loyal terhadap partainya. Walaupun dia memiliki hak untuk
memilih partai mana yang akan disinggahinya, tapi secara etika
itu sangat tidak baik. Karena dia tidak dapat mengemban
amanah dari partainya serta tidak dapat memegang janji untuk
loyal kepada partai yang telah ditinggalkannya.
Jika dilihat dari pandangan masyarakat, berpindahnya
kader dari partai satu ke partai lain pasti akan menimbulkan
beberapa asumsi baik itu mengenai partai politik atau kader itu
sendiri. Keluarnya kader dari suatu partai politik mengundang
beberapa opini dari masyarakat. Bisa saja di dalam partai
tersebut

terjadi

konflik

besar

sehingga

tidak

mampu

mempertahankan para kadernya. Atau bahkan, yang lebih parah
jika kabar mengenai perpecahan di dalam tubuh partai sudah
terdengar oleh media atau menjadi konsumsi publik, maka
eksistensi dari partai tersebut akan mengalami kemerosotan.
10

Tidak hanya itu, masyarakat yang ingin mencalonkan sebagai
kader pada partai tersebut akan berpikir ulang. Karena hal
tersebut dapat mengurangi rasa simpati dan kepercayaan
masyarakat terhadap partai tersebut.
Apabila dilihat dari sudut pandang si kader, tentu saja hal
itu akan mempengaruhi kehidupan politiknya. Semakin sering
kader

berpindah-pindah,

maka

kepercayaan

partai

atau

organisasi yang akan menerimanya juga akan berkurang. Bisa
saja calon partai politik itu menilai si calon kader sangat labil,
sehingga tidak bisa kompak bekerja dalam tim. Selain itu, partai
juga memikirkan secara matang untuk menerima calon kader
tersebut atau tidak. Sebab, dengan masuknya kader ke dalam
partai dapat membawa keuntungan apa tidak. Atau bahkan
justru merugikan bagi partai itu sendiri.
Oleh karena itu, sangat penting sekali proses kaderisasi di
dalam suatu partai politik. Sukses atau tidaknya perjalanan suatu
partai politik dapat dinilai dari para kadernya yang berkompeten,
dan

siap

maju

dalam

pemilihan

umum.

Bahkan

setelah

terpilihnya kader menjadi pejabat pemerintahan, tanggung jawab
yang diembannya tidak hanya kepada partai akan tetapi juga
kepada rakyat dan negara.

11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaderisasi adalah wajib dan bersifat fundamental bagi sebuah organisasi
partai politik. Dalam proses kaderisasi, partai politik bertugas memberikan
pendidikan politik kepada para kader-kadernya. Kaderisasi merupakan langkah
dalam menyiapkan kader-kader yang loyal dan memiliki visi misi sesuai dengan
pandangan partai politik yang kemudian akan meneruskan tongkat estafet
perjuangan partai politik yang bersangkutan.
Namun pada kenyataannya tidak semua partai politik sukses dalam
mengkaderisasi anggotanya. Sosok Hary Tanoe yang sering bergonta-ganti partai
politik, adalah salah satu contoh ketidakloyalan seorang kader. Memang seorang
yang masuk ke dalam dunia politik berhak untuk masuk ke dalam partai politik
manapun, namun secara etika sangat tidak pantas apabila seorang kader dengan
seenaknya berpindah-pindahh haluan dari partai satu ke partai lain. Selain akan
mengganggu internal dari partai politik yang ditinggalkan, maka hal demikian
juga akan memberikan kesan bahwa partai politik yang ditinggalkan telah gagal
mengkaderisasi anggotanya, sehingga anggota yang bersangkutan pergi
meninggalkannya untuk bergabung dengan partai lain.
B. Saran
Sistem kaderisasi partai politik di Indonesia m,emiliki karakteristik yang
berbeda antara partai satu dengan partai yang lainnya, yakni disesuaikan dengan
AD-ART yang telah mereka bentuk dan disepakati bersama. Namun dalam
implementasinya, tidak semua partai berhasil mengkaderisasi anggotanya sesuai
dengan visi-misi dan harapan partai. Seharusnya partai politik di Indonesia lebih
giat dalam melakukan proses pengkaderan. Pasalnya banyak partai politik di
Indonesia ini yang dalam proses kaderisasinya masih kurang efektif. Terbukti
dengan banyaknya kader-kader partai politik yang pindah haluan ke partai lain
demi mengakomodir kepentingan pribadinya.
Partai politik diharapkan dapat melakukan pengkaderan secara lebih
intensif dan selektif dalam memilih (rekrutmen) calon-calon kader yang nantinya

dapat mencetak kader yang loyal dan mempunyai integritas tinggi sesuai apa yang
diharapkan partai politik. Dengan kader yang loyal dan mempunyai integritas
tersebut, maka kepercayaan masyarakat terhadap partai juga semakin tinggi, yang
nanti pada akhirnya juga akan mendongkrak suara partai. Di samping itu, dengan
terpilihnya kader menjadi pejabat pemerintahan, tanggung jawab yang
diembannya tidak hanya kepada partai akan tetapi juga kepada
rakyat dan negara.

DAFTAR RUJUKAN

Budiardjo, Miriam. Prof. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
S.G Tobing, Andhika. Kaderisasi dan Penetapan Caleg Parati Politik (Studi:
DPD Partai Demokrat Pivinsi Sumatera Utara dalam Penetapan
Caleg pada Pemilu 2009 di Sumatera Utara. Medan: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Zeke, Enro. 2014. Figur Hary Tanoesoedibjo di Iklan Media Massa dalam
Persepsi Pemilih Pemula Mahasiswa Fispol Unsrat. Jurnal Ilmu
Politik, (Online), 3 (1) : 6-7,
(http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/download/447
5/4007), diakses 14 September 2015.
Setyawati, Endang. 2012. Pengusaha Media dan Kepemimpinan Partai Politik
(Studi Kasus : Hary Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pakar Partai
NASDEM). Jurnal Politik Muda, (Online), 1 (1) : 55-56,
(http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-55-66%20Endang
%20Setyawati.pdf.html/), diakses 14 September 2015.
Wikipedia

Bahasa Indonesia. 2014. Hary Tanoesoedibjo. (Online),
(https://id.wikipedia.org/wiki/Hary_Tanoesoedibjo), diakses pada
14 September 2015.

Tempo.Co.

2014. Dosa Hary Tanoesoedibjo pada Hanura. (Online),
(http://www.tempo.co/read/news/2014/05/01/078574696/Dosa-HaryTanoesoedibjo-pada-Hanura.), diakses pada 14 September
2015.

Tempo.Co. 2014. Alasan Hary Tanoe Mundur dari Hanura. (Online),
(http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/05/23/269579756/AlasanHary-Tanoe-Mundur-dari-Hanura),
diakses
pada
14
September 2015.
Detik News. 2013. Ini Penjelasan Lengkap Hary Tanoe Soal Pengunduran Diri
dari Nasdem. (Online), (http://news.detik.com/berita/2148660/inipenjelasan-lengkap-hary-tanoe-soal-pengunduran-diri-dari-nasdem),
diakses pada 14 September 2015.
Jatmika, Hadi. 2014. Hary Tanoesudibyo: Tragedi untuk Hanura. Aktual, (Online),
XX (14-28): 12, (http://www.aktual.com/epapers/021800majalahaktual-edisi-20.pdf), diakses pada 14 September 2015.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8.