APRESIASI SASTRA di S D
APRESIASI SASTRA DI SD
UPAYA GURU DALAM MENGEMBANGKAN OTAK KIRI
ANAK MELALUI KEGIATAN APRESIASI SASTRA DI SD
RIZKI AGUSTIN
1815162876
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PENDAHULUAN
Otak kiri memang sangat erat kaitannya dengan seni. Kegiatan apsresiasi sastra ini
dapat mengembangkan otak kiri siswa dengan membaca puisi, bermain drama, membuat suatu
karya cerita pendek, mendongeng. Kegiatan apresiasi sastra ini menggunakan seni atau
keindahan dalam berkarya. Otak anak juga akan berkembang bila diasah sedini mungkin
melalui kegiatan apresiasi sastra ini anak diberi kebebasan untuk kreatif dan berkarya sesuai
dengan kemampuan masing-masing siswa. Mungkin dari sekian banyak siswa ada yang
berbakat dalam bidang membuat atau menampilkan suatu karya seni yang berkaitan dengan
kegiatan apresiasi sastra ini di depan banyak orang dan mereka lebih nyaman dan percaya diri
dalam berkarya. Guru juga ikut serta dalam mengembangkan otak kiri siswa dengan
mengajarkan teknik-teknik atau cara-cara berkarya sastra dengan baik.
ABSTRAK
Materi pembelajaran sastra di sekolah menjadi sesuatu yang penting, karena pada
dasarnya sastra itu sendiri mampu menjembatani hubungan antara realita dan fiksi. Melalui
karya sastra, pembaca belajar dari pengalaman orang lain untuk direfleksikan dalam
menghadapi masalah dalam kehidupan. Melalui sastra juga siswa ditempatkan sebagai pusat
dalam latar pendidikan eksplorasi sastra, dan perkembangan pengalaman personal. Keakraban
dengan karya sastra akan memperkaya perbendaharaan kata dan penguasaan ragam-ragam
bahasa, yang mendukung kemampuan memaknai secara kritis dan kemampuan memproduksi
narasi.
Kata Kunci : Sastra, kegiatan apresiasi anak, pembelajaran sastra.
LITERATUR REVIEW
Pembelajaran sastra di sekolah terutama untuk Sekolah Dasar, dapat dikatakan belum
maksimal. Hal ini terlihat ketika siswa-siswa Sekolah Dasar lebih menyukai hal-hal yang tidak
ada hubungannya pembelajaran sastra, misalnya saja siswa Sekolah Dasar lebih menyukai
pembelajaran menggambar, pramuka, Olahraga, dan pembelajaran lainnya. Padahal
sebenarnya pembelajaran sastra sebenarnya tidak terlalu susah dan juga tidak terlalu mudah.
Bila diimplementasikan dalam dunia pendidikan, pembelajaran sastra erat kaitannya dengan
lingkungan sekitar. Contohnya saja, siswa ketika membuat sebuah karya baik itu puisi maupun
cerpen, biasanya siswa lebih suka menceritakan keadaan yang sebenarnya disertai dengan
penggunaan kata-kata yang relatif sederhana dan mudah dipahami oleh bahasa anak-anak.
Bahkan setiap hari minggu, koran Kompas (salah satu contoh media massa) selalu
menghadirkan puisi anak-anak yang mungkin bagi sebagian orang hal itu bukan menjadi hal
yang begitu penting. Pembelajaran sastra di Sekolah Dasar kurang diminati oleh siswa Sekolah
Dasar hal ini terlihat ketika siswa lebih suka memanfaatkan waktu luang untuk bermain-main
daripada menggunakan waktu untuk membaca. Selain itu juga kurangnya pengenalan
pembelajaran sastra di sekolah sehingga mengakibatkan pembelajaran sastra kurang diminati
oleh siswa-siswa Sekolah Dasar.
Pembelajaran sastra di Sekolah Dasar bertujuan untuk melatih siswa dalam berkreasi
dengan caranya sendiri serta melatih keterampilan siswa dalam hal menulis. Selain itu juga,
dalam pembelajaran sastra siswa bisa mempelajari banyak hal, salah satunya adalah
pengenalan budaya nusantara melalui cerita rakyat. Melalui cerita rakyat, siswa bisa
mempelajari dan mengetahui budaya-budaya nusantara yang dapat membantu siswa untuk
lebih mengenal budaya nusantara yang begitu beraneka ragam dan juga bisa menceritakan
budaya mereka sesuai latar belakang siswa itu sendiri. Tujuan pengajaran sastra dikembangkan
dalam kompetensi dasar yaitu siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastrmelalui
kegiatan mendengarkan, menonton, membaca dan melisankan hasil sastra berupa dongeng,
puisi dan drama pendek, serta menuliskan pengalaman dalam bentuk cerita dan puisi (KTSP,
2006). Dalam hal ini pembelajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengapresiasi karya sastra. Di dalamnya terkandung maksud agar siswa dapat
menghargai kesusastraan bangsa sendiri serta dapat menghayati secara langsung nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan realisasi pengajaran
sastra yang tepat dengan porsi yang seimbang dan penggunaan metode serta teknik pengajaran
yang tepat dan variatif.
Pembelajaran apresiasi sastra pada hakikatnya merupakan upaya untuk menanamkan
rasa peka kepada siswa terhadap cita rasa sastra. Seharusnya pengajaran apresiasi sastra yang
disampaikan guru kepada siswa mampu mengubah sikap siswa dari acuh tak acuh menjadi
lebih bersimpati terhadap sastra. Karena materi sastra yang disuguhkan tidak sekadar
representation of life (Imitation of life) melainkan interpretation of life. (Suwardi Endraswara,
2002: 7). Dengan demikian, karya sastra harus dipahami sebagai fenomena yang tidak hanya
sekedar memuaskan emosi melainkan memercikkan ide-ide dan pikiran. Karya sastra sebagai
salah satu kebutuhan manusia menawarkan kisi-kisi kemanusian yang indah menuju
kesempurnaan hidup.
Seorang guru harus menyadari bahwa anak-anak hidup dalam masa perkembangan
fisik dan mental, serta perkembangan informasi dan komunikasi. Untuk menunjang semua
perkembangan tersebut sastra dapat dijadikan sarana penunjang karena sastra dapat
memberikan nilai-nilai tinggi bagi proses perkembangan bahasa, kognitif, personalis, dan
sosial anak-anak. Sastra juga dapat dijadikan panduan pembelajaran untuk anak-anak dalam
melihat apa yang terjadi disekelilingnya. Tarigan (2011:3) mengungkapkan bahwa sastra
merupakan pelukisan kehidupan atau pikiran imajinatif ke dalam bentuk dan struktur bahasa.
Wilayah sastra meliputi kondisi insani atau manusia yaitu kehidupan dengan segala perasaan,
pikiran, dan wawasannya. Adapun kaitan sastra dengan anak-anak, menurut Lukers (dalam
Ampera, 2010:10) sastra menawarkan dua hal utama yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra
hadir kepada pembaca dengan hiburan yang menyenangkan. Gambar kehidupan dalam sastra
dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang persoalan hidup dan kehidupan.
Sedangkan menurut Semi (dalam Azkiya, 2012:39), penciptaan karya sastra yang dilakukan
berasal dari kenyataan yang ada di tengah kehidupan.
Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian
anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat
tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas,
serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak
dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau
kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.
Upaya-upaya meningkatkan keterampilan menulis
Untuk meningkatkan keterampilan menulis sebenarnya tidak sulit, tetapi hanya membutuhkan
ketelatenan dan kiat-kiat, diantaranya :
1. harus banyak membaca. Karena dengan membaca kita dapat menuangkan ide-ide
yang kita miliki ke dalam sebuah karya.
2. Melatih kemampuan menulis agar dapat menghasilkan karya yang baik dan benar.
3. Mempelajari kaidah-kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan
mempelajari kaidah-kaidah penulisan tersebut kita dapat memahaminya dan bisa
langsung mempraktekannya ke dalam tulisan yang kita buat.
4. Mempublikasikan hasil tulisan yang kita buat, seperti media elektronik dan cetak.
Agar kita dapat mengetahui seberapa besar kemampuan kita.
5. Selalu percaya diri dengan apa yang kita tulis. Jika kita tidak percaya dengan apa
yang kita tulis maka kita tidak akan puas dengan hasilnya.
Proses pemerolehan bahasa bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbahasa adalah proses
kognitif yang rumit, hal inilah yang selalu dialami oleh setiap manusia normal pada umumnya.
Salah satu fase penting dalam bahasa yang adalah fase imitasi. Pada fase imitasi, anak-anak
akan meniruorang-orang di sekitarnya untuk berbicara. Dalam fase inilah anak-anak mengasah
keterampilan mereka dalam “bercerita”. Pengalaman anak dari bercerita maupun
mendengarkan cerita (menyimak) dapat memperkaya ragam perbendaharaan kata dan
pengetahuan ragam bahasa, baik yang berkaitan dengan ragam tulisan maupun ragam lisan.
Keterampilan “bercerita” ini, seperti menyampaikan informasi faktual secara jelas merupakan
keterampilan yang tidak diperoleh dengan sendirinya. Keterampilan ini menjadi bagian dari
pembelajaran bahasa yang diperoleh dari guru. Bercerita sebagai salah satu keterampilan
berbahasa menjadi sangat penting dalam pemerolehan bahasa karena melalui bercerita anakanak dapat mengolah kembali semua bentuk pengalaman mereka dalam bahasa. Melatih anak
untuk bercerita berarti melatih mereka untuk berani berbicara di depan orang lain. Dengan
bercerita, atau merangkai peristiwa dalam ujaran, anak-anak memperoleh kesempatan
mengungkapkan hal yang sudah terjadi, menyampaikan apa yang sedang terjadi, dan
meramalkan apa yang akan terjadi.
Pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah proses untuk mencapai empat kompetensi
komunikatif. Menurut Oxford keempat kompetensi komunikatif tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kompetensi gramatikal, yaitu penguasaan tanda-tanda bahasa, termasuk kosakata, tata
bahasa, pelafalan, ejaan, dan pembentukan kata.
2. Kompetensi sosiolinguistis, yaitu kemampuan menggunakan ujaran dalam konteks
sosial yang bervariasi, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan mengenai pertuturan
seperti membujuk, meminta maaf, atau menjelaskan.
3. Kompetensi wacana, yaitu kemampuan untuk menggabungkan gagasan-gagasan untuk
mencapai kesatuan dan kepaduan pikiran dalam satuan bahasa di atas kalimat.
4. Kompetensi strategis, yaitu kemampuan menggunakan strategi untuk mengatasi
keterbatasan pengetahuan bahasa.
Apresiasi Sastra Anak
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, apresiasi berarti: (a) kesadaranterhadap nilainilai seni dan budaya, (b) penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu, (c) kenaikan nilai barang
karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah (KBBI, 2005: 46). Arti
pertama, kata apresiasi itu bertalian dengan kesadaran (orang atau masyarakat) terhadap nilainilai seni dan budaya. Setiap karya seni dan budayaitu tentu memiliki nilai-nilai yang berguna
bagi kehidupan, baik nilai keindahan, nilai religius,nilai pendidikan, nilai hiburan, maupun
nilai moral. Semua nilai yang terkandung dalam karya seni dan budaya membimbing manusia
ke arah kehidupan yang lebih beradab, lebih baik, dan lebih manusiawi. Kesadaran orang
terhadap nilai-nilai dalam karya seni dan budaya seperti itulah yang disebut apresiasi. Arti
kedua, kata apresiasi bertalian dengan penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu hal atau
masalah. Penilaian atau penghargaan semata-mata diukur dengan nilai uang. Menghargai
sesuatu hal atau masalah berarti pula kita ini memberi perhatian, memberi penghormatan,
menjunjung tinggi kebersamaan, mengindahkan hal yang diamanatkan, dan kalau perlu
melaksanakan sesuatu hal atau masalah yang terkandung di dalamnya. Ada sesuatu nilai yang
terdapat dalam karya (seni atau budaya) yang perlu digali, lalu hasilnya kita manfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari. Arti ketiga, kata apresiasi bertalian dengan dunia ekonomi. Harga
barang dan nilai suatu mata uang ditentukan oleh pasaran. Jika permintaan barang dan mata
uang tertentu di pasaran sedang besar atau meningkat maka nilai barang atau mata uang tertentu
lemah atau turun drastis, maka apresiasi terhadap barang atau mata uang itu tentu merosot juga.
Sehubungan dengan yang akan dibahas adalah pembelajaran sastra anak, maka pengertian
apresiasi yang dimaksudkan di sini adalah pengertian pertama dan kedua, yaitu:
Kegiatan Apresiasi Sastra
Dalam melaksanakan apresiasi sastra anak dapat melakukan beberapa kegiatan, antara
lain kegiatan apresiasi langsung, kegiatan apresiasi tidak langsung, pendokumentasian, dan
kegiatan kreatif.
1. Kegiatan Apresiasi Langsung
Kegiatan apresiasi langsung adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk
memperoleh nilai kenikmatan dan kekhidmatan dari karya sastra anak yang diapresiasikan.
Kegiatan apresiasi langsung meliputi kegiatan sebagai berikut:
(1) Membaca sastra anak.
(2) Mendengar sastra anak ketika dibacakan atau dideklamasikan.
(3) Menonton pertunjukan sastra anak dipentaskan.
2. Kegiatan Apresiasi Tidak Langsung
Kegiatan apresiasi tidak langsung adalah suatu kegiatan apresiasi yang menunjang
pemahaman terhadap karya sastra anak. Cara tidak langsung ini meliputi tiga pokok, yaitu:
(1) mempelajari teori sastra,
(2) Mempelajari kritik dan esai sastra, dan
(3) mempelajari sejarah sastra. Ketiga pokok tersebutlah yang harus dipelajari siswa dan guru
saat proses belajar mengajar.
3. Pendokumentasian Karya Sastra
Usaha pendokumentaasian karya sastra juga termasuk bentuk apresiasi sastra yang nyata
ikut melestarikan keberdayaan karya sastra. Bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap karya
sastra dengan cara mendokumentasikan karya sastra dari kepunahan. kegiatan dokumentasi
dapat meliputi pengumpulan dan penyusunan semua data karya sastra, baik yang berupa
artikel-artikel atau karangan dalam surat kabar, majalah, makalah-makalah, skripsi, tesis,
disertasi, maupun buku-buku sastra. Untuk latihan dokumentasi bagi siswa-siswa dapat diminta
membuat kliping, berupa guntingan-guntingan dari koran atau majalah, dengan topik tertentu.
4. Kegiatan Kreatif
Kegiatan kreatif juga termasuk salah satu kegiatan apresiasi sastra. Dalam kegiatan ini
dapat dilakukan adalah belajar menciptakan karya sastra, misalnya menulis puisi atau membuat
cerita pendek. Hasil cipta siswa dapat dikirimkan dan dimuat dalam majalah dinding, majalah
sekolah, surat kabar, ataupun majalah sastra. Selain itu, juga dapat dilakukan kegiatan rekreatif,
yaitu menceritakan kembali sastra yang dibaca, yang didengar atau yang ditontonnya. Kegiatan
kreatif dan rekreatif jelas menunjang pemahaman dan penghargaan terhadap karya sastra, yaitu
mengajak mereka berminat untuk bergaul dan mencintai karya sastra. Cara meningkatkakn
apresiasi seseorang terhadap sastra anak dapat melalui kegiatan membaca sastra anak
sebanyak-banyaknya, mendengarkan pembacaan sastra anak sebanyak mungkin, dan
menonton pertunjukan sastra anak adalah salah satu cara dalam upaya meningkatkan apresiasi
sastra anak. Dalam meningkatkan apresiasi sastra anak, guru akan berusaha memberikan karyakarya yang terbaik dan sesuai untuk anak-anak. Adapun anak-anak sebagai penerima akan
memberikan apresiasi yang sesuai dengan apa yang mereka baca dan lihat.
Pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar meliputi tiga tahapan yang harus
dilalui seorang guru, yaitu:
A. Persiapan Pembelajaran
Tahap persiapan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar bagi seorang guru
dapat menyangkut dengan dirinya, yaitu persiapan fisik dan persiapan mental. Fisik seorang
guru harus sehat jasmaninya, tidak sakit-sakitan. Mentalnya pun harus sehat jiwanya, tidak
sakit ingatan. Sementara itu, hal-hal teknis yang perlu dipersiapkan adalah:
1. Memilih Bahan Ajar
Bahan ajar dapat diperoleh dari buku-buku bacaan sastra anak di perpustakaan sekolah,
perpustakaan pemerintah daerah, toko buku ataupun buku pelajaran sekolah yang sudah
tersedia. Namun, apabila belum tersedia dalam buku pelajaran sekolah, seorang guru harus
mencarinya ke tempat-tempat tersebut. Bahan ajar harus sesuai dengan anak didik sehingga
pertimbangan usia anak didik menjadi pilihan utama. Keberagaman tema, keberagaman
pengarang, dan bobot atau mutu karya sastra yang akan dijadikan bahan ajar juga menjadi
pertimbangan yang matang. Menentukan metode harus disesuaikan dengan kemampuan guru
dan kebutuhan serta kesesuaian dengan keadaan siswa. Menuliskan persiapan mengajar harian
merupakan salah satu bentuk keprofesionalan seorang guru. Semua penjabaran tersebut
merupakan persiapan guru saat memulai pembelajaran dikelas. Guru harus totalitas dalam
memulai suatu materi pelajaran dengan persiapan yang maksimal dan berusaha memberikan
yang terbaik kepada peserta didik.
2. Menentukan Metode Pembelajaran
Beberapa metode untuk pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar yang sekiranya
cocok dapat digunakan, antara lain: metode berkisah, metode pembacaan, metode peragaan,
metode tanya jawab, metode penugasan. Metode berkisah dapat diberikan oleh bapak atau ibu
guru di depan kelas dengan membawakan sebuah kisah. Secara lisan metode berkisah dapat
disampaikan selama 15-25 menit untuk menarik perhatian siswa. Metode berkisah tidak sama
dengan metode berceramah. Kisah tidak semata-mata disampaikan monoton dengan narasi,
tetapi perlu selingan dialog dan humor dengan suara yang berubah-ubah. Metode pembacaan
perlu diberikan kepada siswa untuk melatih vokal. Pembacaan puisi dengan suara nyaring akan
lebih menarik. Dalam melaksanakan metode pembacaan ini perlu diperhatikan irama, intonasi,
lagu kalimat, jeda, dan nada dengan tinggi rendahnya suara atau panjang pendeknya suara.
Selain itu, metode bercerita juga dapat dilakukan untuk melatih keterampilan berbicara siswa.
Morelent (2013:181) menjelaskan bahwa bercerita adalah suatu keterampilan. Tidak semua
orang pandai bercerita. Si pembaca cerita harus dapat membawakan cerita sesuai dengan
isinya, dapat menirukan suara atau perilaku tokoh-tokohnya. Akan lebih baik lagi apabila si
pembawa cerita dapat melibatkan emosi, imajinasi pendengar kepada cerita yang
disampaikannya. Bila guru dapat bercerita seperti itu, maka siswanya akan senang, tertarik,
dan mengikuti ceritanya sampai selesai. Selanjutnya, metode peragaan yang awalnya lebih
cenderung diberikan oleh guru untuk memperagakan gerakan-gerakan yang tersirat dalam teks
sastra anak. Metode peragaan ini hampir sama dengan metode demonstrasi yang
mengombinasikan teknik lisan dengan suatu perbuatan. Gerak raut wajah dan ucapan seorang
ketika sedang marah tentu berbeda dengan raut wajah dan ucapan seseorang yang sedang
dirundung kesedihan. Tutur kata, raut muka, dan gerakan badan seorang tokoh dapat
diperagakan oleh guru di depan muridnya. Metode tanya-jawab dapat diberikan setelah terlebih
dahulu siswa ikut terlibat dalam apresiasi sastra anak secara langsung. Artinya, dapat diajukan
oleh seorang guru kepada siswanya setelah siswa itu membaca, mendengar atau menonton
pertunjukan pentas sastra. Selanjutnya, menurut Ampera (dalam Syofiani, 2013) juga terdapat
metode deklamasi berasal dari kata declamare atau declaim, artinya menyerukan atau
membacakan sesuatu hasil sastra dengan lagu dan gerak-gerik sebagai alat bantu” .
Pembacaan dengan lagu artinya pembacaan dengan irama berdasarkan hasil penghayatan
terhadap puisi yang dibacanya. Gerak-gerik yang dimaksud adalah gerak-gerik yang estetis dan
seirama dengan isi bacaan. Dalam perkembangan selanjutnya, deklamasi sering ‘lepas teks’
atau cara penyampaian puisi dengan menghafalkan teks dan dilisankan di depan publik.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa deklamasi adalah penyampaian puisi secara lisan tanpa
teks dilakukan di depan publik. Orang yang mempunyai keahlian dalam deklamasi disebut
deklamator. Pemaparan metode tersebut merupakan gambaran bagi seorang guru dalam
mengajarkan sastra kepada peserta didik. Metode apakah yang paling cocok atau sesuai dengan
materi dan indikator yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran. Jika guru memberikan
metode yang sesuai, bukan tidak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar
dan guru merasa puas akan hasil yang diperoleh siswa.
B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar dapat dimulai dari
kegiatan pra-KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) hingga KBM di kelas. Kegiatan pra-KBM apat
dilakukan dengan memberi salinan atau kopi teks sastra, diberi tugas membaca, menghafalkan,
meringkas atau mencatat dan menemukan arti kata-kata sukar yang terdapat dalam teks sastra.
KBM di kelas dapat dilakukan dengan memberi tugas membaca sajak, membaca cerita,
berdeklamasi atau mendongeng di depan kelas, Setelah itu baru diadakan tanya jawab,
menuliskan pendapat, dan berdiskusi bersama merumuskan isi, tema, dan amanat. Oleh sebab
itu, dari semua pelaksanaan yang dilakukan pada saat KBM, siswa dapat melalukan proses
pembelajaran yang diberikan guru dengan lancar dan dapat memahami pelajaran yang
diberikan guru.
KESIMPULAN
Pembelajaran sastra di sekolah dasar sangat penting bagi siswa, dengan belajar sastra
siswa dapat mengembangkan otak kirinya dengan kegiatan apresiasi sastra seperti membaca
puisi dengan indah, bermain drama, bercerita atau mendongeng untuk teman-temannya,
menulis cerita dan dapat melatih kepercayaan diri siswa itu sendiri. Guru juga dapat melatih
otak kiri anak dengan kegiatan apresiasi sastra ini. Dengan mengajarkan siswa-siswa contoh
teknik membaca puisi dengan benar, cara bermain peran atau bermain drama dengan baik,
mengajarkan menulis sebuah cerita dengan benar dan teknik mendongeng yang benar, agar
siswa itu merasa percaya diri ketika sedang mendongeng. Saat kegiatan belajar mengajar guru
juga dapat menggunakan lagu-lagu di tema-tema tertentu agar siswa tidak bosan dan jenuh
ketika belajar sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Azkiya Hidayati. Pembelajaran Apresiasi Sastra Anak Di Sekolah Dasar.pdf. Jurnal Cerdas
Proklamator. Vol 2, no 1.Diakses 7 Mei 2018.
Rini Susanti Dwi.2015 Pembelajaran Apresisasi Sastra Di Sekolah Dasar.pdf. Diakses 6
Mei 2018.
Resmini Novi.2015. Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Implementasi
Strategi Directed Reading Activity (Dra) .pdf.Diakses 7 Mei 2018.
Tripungkasingtyas Sri Yurniati.2015.Pembelajaran Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Karya
Sastra Cerita Rakyat Sebagai Salah Satu Pengenalan Budaya Nusantara .pdf.Diakses 6 Mei
2018.
Widuroyekti Barokah.2007.Pemanfaatan Cerita Anak Sebagai Alternative Bahan
Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar. Jurnal Kependidikan Interaksi. Diakses 5
Mei 2018.
Emzir dan Rohman Saifur.2015.Teori dan Pengajaran Sastra. Depok : Rajagrafindo Persada
Morelent, Yetty.2013.Seni Berbicara Melalui Metode Bercerita: Upaya Menumbuhkan
Keberanian Pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal Cerdas Proklamator. Padang: Prodi PGSD
FKIP Universitas Bung Hatta. Diakses 5 mei 2018.
Ramadansyah.2010.Paham dan Terampil Berbahasa dan Bersastra Indonesia.
Bandung: Dian Aksara Press.
Syofiani.2013. Teknik Deklamasi: Sebuah Strategi Pengajaran Sastra Berbasis Aktivitas.
Jurnal Cerdas Proklamator. Padang: Prodi PGSD FKIP Universitas Bung Hatta. Diakses 6
Mei 2018
Aminuddin.2004. Pengantar apresiasi karya sastra, Bandung: Sinar Baru Algesindo
Burhan Nurgiyantoro.2001.Penilaian dalam pengajaran bahasa dan sastra.Yogyakarta: BPFE
Iskandariwassid dan Dadang Suhendar. 2008. Strategi pembelajaran bahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Suwardi Endraswara.2002. Metode pengajaran apresiasi sastra. Yogyakarta: Radhita Buana.
St.Y Slamet. 2007. Dasar-dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dasar.
Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (UNS Press).
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta:Ombak Ampera.
Taufik.2010. pengajaran Sastra : Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis Aktivitas. Bandung :
Widya Padjajaran.
Nurgiyantoron Burhan. 2005. Sastra Anak. Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Maman Mahayana S.2017. Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah.pdf.Diakses 9 Mei 2018.
Dermawan Taufik.1999.Sekolah Dasar Sebagai Bahan Pengajaran Apresiasi Sastra di
Sekolah Dasar. Diakses 5 Mei 2018.
Kusdiana Aan.2010.Pembelajaran Apresiasi Sastra Cerita Terpadu Model Connected Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan
Vol 11 No 1.Diakses 4 mei 2018.
Suryaman Maman.2010. Pendidikan Karakter Melalui Pembelajran Sastra. Diakses 5 Mei
2018.
Kusdiana Aan. 2013. Pembelajaran Membaca Cerita Model Respons Siswa Untuk Tingkat
Sekolah Dasar. Diakses 5 Mei 2018.
Poerwanto Harry.2009. Peningkatan Pembelajaran Apresiasi Sastra Melalui Pendekatan
Konstruktivisme Untuk Siswa SD. Diakses 6 mei 2018.
Herfanda Ahmadun Yosi.2018.Membentuk Karakter Siswa Dengan Pengajaran Sastra.
Diakses 7 mei 2018.
Febriani Meina. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Apresiasi Dongeng Banyumas Bagi siswa
SD Kelas Rendah. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia vol 1 no 1. Diakses 6 mei
2018.
Djuanda Dadan. 2014. Pembelajaran Sastra di SD dalam Gamitan Kurikulum 2013. Diakses 5
Mei 2018.
Iswara Prana D. 2016. Pengembangan Materi Ajar Dan Evaluasi Pada Keterampilan
Mendengarkan Dan Membaca. Diakses 4 Mei 2018.
Nuryatin Agus. 2008. Pembelajaran Menulis Karya Sastra Cerita Pendek: Memberi Bekal Life
Skill Kepada Siswa. Diakses 6 Mei 2018.
Wati Eka Undi. 2013. Penggunaan Metode Sosiodrama Dalam Meningkatkan Pembelajran
Bahasa Indonesia Bagi Siswa Kelas V SD. Diakses 7 Mei 2018.
Widyaningrum Heny Kusuma. Penggunaan Media Audio Untuk Meningkatkan Kemampuan
Menyimak Dongeng Anak Pada Siswa Kelas IV SD. Diakses 5 Mei 2018.
UPAYA GURU DALAM MENGEMBANGKAN OTAK KIRI
ANAK MELALUI KEGIATAN APRESIASI SASTRA DI SD
RIZKI AGUSTIN
1815162876
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PENDAHULUAN
Otak kiri memang sangat erat kaitannya dengan seni. Kegiatan apsresiasi sastra ini
dapat mengembangkan otak kiri siswa dengan membaca puisi, bermain drama, membuat suatu
karya cerita pendek, mendongeng. Kegiatan apresiasi sastra ini menggunakan seni atau
keindahan dalam berkarya. Otak anak juga akan berkembang bila diasah sedini mungkin
melalui kegiatan apresiasi sastra ini anak diberi kebebasan untuk kreatif dan berkarya sesuai
dengan kemampuan masing-masing siswa. Mungkin dari sekian banyak siswa ada yang
berbakat dalam bidang membuat atau menampilkan suatu karya seni yang berkaitan dengan
kegiatan apresiasi sastra ini di depan banyak orang dan mereka lebih nyaman dan percaya diri
dalam berkarya. Guru juga ikut serta dalam mengembangkan otak kiri siswa dengan
mengajarkan teknik-teknik atau cara-cara berkarya sastra dengan baik.
ABSTRAK
Materi pembelajaran sastra di sekolah menjadi sesuatu yang penting, karena pada
dasarnya sastra itu sendiri mampu menjembatani hubungan antara realita dan fiksi. Melalui
karya sastra, pembaca belajar dari pengalaman orang lain untuk direfleksikan dalam
menghadapi masalah dalam kehidupan. Melalui sastra juga siswa ditempatkan sebagai pusat
dalam latar pendidikan eksplorasi sastra, dan perkembangan pengalaman personal. Keakraban
dengan karya sastra akan memperkaya perbendaharaan kata dan penguasaan ragam-ragam
bahasa, yang mendukung kemampuan memaknai secara kritis dan kemampuan memproduksi
narasi.
Kata Kunci : Sastra, kegiatan apresiasi anak, pembelajaran sastra.
LITERATUR REVIEW
Pembelajaran sastra di sekolah terutama untuk Sekolah Dasar, dapat dikatakan belum
maksimal. Hal ini terlihat ketika siswa-siswa Sekolah Dasar lebih menyukai hal-hal yang tidak
ada hubungannya pembelajaran sastra, misalnya saja siswa Sekolah Dasar lebih menyukai
pembelajaran menggambar, pramuka, Olahraga, dan pembelajaran lainnya. Padahal
sebenarnya pembelajaran sastra sebenarnya tidak terlalu susah dan juga tidak terlalu mudah.
Bila diimplementasikan dalam dunia pendidikan, pembelajaran sastra erat kaitannya dengan
lingkungan sekitar. Contohnya saja, siswa ketika membuat sebuah karya baik itu puisi maupun
cerpen, biasanya siswa lebih suka menceritakan keadaan yang sebenarnya disertai dengan
penggunaan kata-kata yang relatif sederhana dan mudah dipahami oleh bahasa anak-anak.
Bahkan setiap hari minggu, koran Kompas (salah satu contoh media massa) selalu
menghadirkan puisi anak-anak yang mungkin bagi sebagian orang hal itu bukan menjadi hal
yang begitu penting. Pembelajaran sastra di Sekolah Dasar kurang diminati oleh siswa Sekolah
Dasar hal ini terlihat ketika siswa lebih suka memanfaatkan waktu luang untuk bermain-main
daripada menggunakan waktu untuk membaca. Selain itu juga kurangnya pengenalan
pembelajaran sastra di sekolah sehingga mengakibatkan pembelajaran sastra kurang diminati
oleh siswa-siswa Sekolah Dasar.
Pembelajaran sastra di Sekolah Dasar bertujuan untuk melatih siswa dalam berkreasi
dengan caranya sendiri serta melatih keterampilan siswa dalam hal menulis. Selain itu juga,
dalam pembelajaran sastra siswa bisa mempelajari banyak hal, salah satunya adalah
pengenalan budaya nusantara melalui cerita rakyat. Melalui cerita rakyat, siswa bisa
mempelajari dan mengetahui budaya-budaya nusantara yang dapat membantu siswa untuk
lebih mengenal budaya nusantara yang begitu beraneka ragam dan juga bisa menceritakan
budaya mereka sesuai latar belakang siswa itu sendiri. Tujuan pengajaran sastra dikembangkan
dalam kompetensi dasar yaitu siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastrmelalui
kegiatan mendengarkan, menonton, membaca dan melisankan hasil sastra berupa dongeng,
puisi dan drama pendek, serta menuliskan pengalaman dalam bentuk cerita dan puisi (KTSP,
2006). Dalam hal ini pembelajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengapresiasi karya sastra. Di dalamnya terkandung maksud agar siswa dapat
menghargai kesusastraan bangsa sendiri serta dapat menghayati secara langsung nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan realisasi pengajaran
sastra yang tepat dengan porsi yang seimbang dan penggunaan metode serta teknik pengajaran
yang tepat dan variatif.
Pembelajaran apresiasi sastra pada hakikatnya merupakan upaya untuk menanamkan
rasa peka kepada siswa terhadap cita rasa sastra. Seharusnya pengajaran apresiasi sastra yang
disampaikan guru kepada siswa mampu mengubah sikap siswa dari acuh tak acuh menjadi
lebih bersimpati terhadap sastra. Karena materi sastra yang disuguhkan tidak sekadar
representation of life (Imitation of life) melainkan interpretation of life. (Suwardi Endraswara,
2002: 7). Dengan demikian, karya sastra harus dipahami sebagai fenomena yang tidak hanya
sekedar memuaskan emosi melainkan memercikkan ide-ide dan pikiran. Karya sastra sebagai
salah satu kebutuhan manusia menawarkan kisi-kisi kemanusian yang indah menuju
kesempurnaan hidup.
Seorang guru harus menyadari bahwa anak-anak hidup dalam masa perkembangan
fisik dan mental, serta perkembangan informasi dan komunikasi. Untuk menunjang semua
perkembangan tersebut sastra dapat dijadikan sarana penunjang karena sastra dapat
memberikan nilai-nilai tinggi bagi proses perkembangan bahasa, kognitif, personalis, dan
sosial anak-anak. Sastra juga dapat dijadikan panduan pembelajaran untuk anak-anak dalam
melihat apa yang terjadi disekelilingnya. Tarigan (2011:3) mengungkapkan bahwa sastra
merupakan pelukisan kehidupan atau pikiran imajinatif ke dalam bentuk dan struktur bahasa.
Wilayah sastra meliputi kondisi insani atau manusia yaitu kehidupan dengan segala perasaan,
pikiran, dan wawasannya. Adapun kaitan sastra dengan anak-anak, menurut Lukers (dalam
Ampera, 2010:10) sastra menawarkan dua hal utama yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra
hadir kepada pembaca dengan hiburan yang menyenangkan. Gambar kehidupan dalam sastra
dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang persoalan hidup dan kehidupan.
Sedangkan menurut Semi (dalam Azkiya, 2012:39), penciptaan karya sastra yang dilakukan
berasal dari kenyataan yang ada di tengah kehidupan.
Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian
anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat
tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas,
serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak
dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau
kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.
Upaya-upaya meningkatkan keterampilan menulis
Untuk meningkatkan keterampilan menulis sebenarnya tidak sulit, tetapi hanya membutuhkan
ketelatenan dan kiat-kiat, diantaranya :
1. harus banyak membaca. Karena dengan membaca kita dapat menuangkan ide-ide
yang kita miliki ke dalam sebuah karya.
2. Melatih kemampuan menulis agar dapat menghasilkan karya yang baik dan benar.
3. Mempelajari kaidah-kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan
mempelajari kaidah-kaidah penulisan tersebut kita dapat memahaminya dan bisa
langsung mempraktekannya ke dalam tulisan yang kita buat.
4. Mempublikasikan hasil tulisan yang kita buat, seperti media elektronik dan cetak.
Agar kita dapat mengetahui seberapa besar kemampuan kita.
5. Selalu percaya diri dengan apa yang kita tulis. Jika kita tidak percaya dengan apa
yang kita tulis maka kita tidak akan puas dengan hasilnya.
Proses pemerolehan bahasa bukanlah sesuatu yang sederhana. Berbahasa adalah proses
kognitif yang rumit, hal inilah yang selalu dialami oleh setiap manusia normal pada umumnya.
Salah satu fase penting dalam bahasa yang adalah fase imitasi. Pada fase imitasi, anak-anak
akan meniruorang-orang di sekitarnya untuk berbicara. Dalam fase inilah anak-anak mengasah
keterampilan mereka dalam “bercerita”. Pengalaman anak dari bercerita maupun
mendengarkan cerita (menyimak) dapat memperkaya ragam perbendaharaan kata dan
pengetahuan ragam bahasa, baik yang berkaitan dengan ragam tulisan maupun ragam lisan.
Keterampilan “bercerita” ini, seperti menyampaikan informasi faktual secara jelas merupakan
keterampilan yang tidak diperoleh dengan sendirinya. Keterampilan ini menjadi bagian dari
pembelajaran bahasa yang diperoleh dari guru. Bercerita sebagai salah satu keterampilan
berbahasa menjadi sangat penting dalam pemerolehan bahasa karena melalui bercerita anakanak dapat mengolah kembali semua bentuk pengalaman mereka dalam bahasa. Melatih anak
untuk bercerita berarti melatih mereka untuk berani berbicara di depan orang lain. Dengan
bercerita, atau merangkai peristiwa dalam ujaran, anak-anak memperoleh kesempatan
mengungkapkan hal yang sudah terjadi, menyampaikan apa yang sedang terjadi, dan
meramalkan apa yang akan terjadi.
Pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah proses untuk mencapai empat kompetensi
komunikatif. Menurut Oxford keempat kompetensi komunikatif tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kompetensi gramatikal, yaitu penguasaan tanda-tanda bahasa, termasuk kosakata, tata
bahasa, pelafalan, ejaan, dan pembentukan kata.
2. Kompetensi sosiolinguistis, yaitu kemampuan menggunakan ujaran dalam konteks
sosial yang bervariasi, termasuk di dalamnya adalah pengetahuan mengenai pertuturan
seperti membujuk, meminta maaf, atau menjelaskan.
3. Kompetensi wacana, yaitu kemampuan untuk menggabungkan gagasan-gagasan untuk
mencapai kesatuan dan kepaduan pikiran dalam satuan bahasa di atas kalimat.
4. Kompetensi strategis, yaitu kemampuan menggunakan strategi untuk mengatasi
keterbatasan pengetahuan bahasa.
Apresiasi Sastra Anak
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, apresiasi berarti: (a) kesadaranterhadap nilainilai seni dan budaya, (b) penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu, (c) kenaikan nilai barang
karena harga pasarnya naik atau permintaan akan barang itu bertambah (KBBI, 2005: 46). Arti
pertama, kata apresiasi itu bertalian dengan kesadaran (orang atau masyarakat) terhadap nilainilai seni dan budaya. Setiap karya seni dan budayaitu tentu memiliki nilai-nilai yang berguna
bagi kehidupan, baik nilai keindahan, nilai religius,nilai pendidikan, nilai hiburan, maupun
nilai moral. Semua nilai yang terkandung dalam karya seni dan budaya membimbing manusia
ke arah kehidupan yang lebih beradab, lebih baik, dan lebih manusiawi. Kesadaran orang
terhadap nilai-nilai dalam karya seni dan budaya seperti itulah yang disebut apresiasi. Arti
kedua, kata apresiasi bertalian dengan penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu hal atau
masalah. Penilaian atau penghargaan semata-mata diukur dengan nilai uang. Menghargai
sesuatu hal atau masalah berarti pula kita ini memberi perhatian, memberi penghormatan,
menjunjung tinggi kebersamaan, mengindahkan hal yang diamanatkan, dan kalau perlu
melaksanakan sesuatu hal atau masalah yang terkandung di dalamnya. Ada sesuatu nilai yang
terdapat dalam karya (seni atau budaya) yang perlu digali, lalu hasilnya kita manfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari. Arti ketiga, kata apresiasi bertalian dengan dunia ekonomi. Harga
barang dan nilai suatu mata uang ditentukan oleh pasaran. Jika permintaan barang dan mata
uang tertentu di pasaran sedang besar atau meningkat maka nilai barang atau mata uang tertentu
lemah atau turun drastis, maka apresiasi terhadap barang atau mata uang itu tentu merosot juga.
Sehubungan dengan yang akan dibahas adalah pembelajaran sastra anak, maka pengertian
apresiasi yang dimaksudkan di sini adalah pengertian pertama dan kedua, yaitu:
Kegiatan Apresiasi Sastra
Dalam melaksanakan apresiasi sastra anak dapat melakukan beberapa kegiatan, antara
lain kegiatan apresiasi langsung, kegiatan apresiasi tidak langsung, pendokumentasian, dan
kegiatan kreatif.
1. Kegiatan Apresiasi Langsung
Kegiatan apresiasi langsung adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk
memperoleh nilai kenikmatan dan kekhidmatan dari karya sastra anak yang diapresiasikan.
Kegiatan apresiasi langsung meliputi kegiatan sebagai berikut:
(1) Membaca sastra anak.
(2) Mendengar sastra anak ketika dibacakan atau dideklamasikan.
(3) Menonton pertunjukan sastra anak dipentaskan.
2. Kegiatan Apresiasi Tidak Langsung
Kegiatan apresiasi tidak langsung adalah suatu kegiatan apresiasi yang menunjang
pemahaman terhadap karya sastra anak. Cara tidak langsung ini meliputi tiga pokok, yaitu:
(1) mempelajari teori sastra,
(2) Mempelajari kritik dan esai sastra, dan
(3) mempelajari sejarah sastra. Ketiga pokok tersebutlah yang harus dipelajari siswa dan guru
saat proses belajar mengajar.
3. Pendokumentasian Karya Sastra
Usaha pendokumentaasian karya sastra juga termasuk bentuk apresiasi sastra yang nyata
ikut melestarikan keberdayaan karya sastra. Bentuk apresiasi atau penghargaan terhadap karya
sastra dengan cara mendokumentasikan karya sastra dari kepunahan. kegiatan dokumentasi
dapat meliputi pengumpulan dan penyusunan semua data karya sastra, baik yang berupa
artikel-artikel atau karangan dalam surat kabar, majalah, makalah-makalah, skripsi, tesis,
disertasi, maupun buku-buku sastra. Untuk latihan dokumentasi bagi siswa-siswa dapat diminta
membuat kliping, berupa guntingan-guntingan dari koran atau majalah, dengan topik tertentu.
4. Kegiatan Kreatif
Kegiatan kreatif juga termasuk salah satu kegiatan apresiasi sastra. Dalam kegiatan ini
dapat dilakukan adalah belajar menciptakan karya sastra, misalnya menulis puisi atau membuat
cerita pendek. Hasil cipta siswa dapat dikirimkan dan dimuat dalam majalah dinding, majalah
sekolah, surat kabar, ataupun majalah sastra. Selain itu, juga dapat dilakukan kegiatan rekreatif,
yaitu menceritakan kembali sastra yang dibaca, yang didengar atau yang ditontonnya. Kegiatan
kreatif dan rekreatif jelas menunjang pemahaman dan penghargaan terhadap karya sastra, yaitu
mengajak mereka berminat untuk bergaul dan mencintai karya sastra. Cara meningkatkakn
apresiasi seseorang terhadap sastra anak dapat melalui kegiatan membaca sastra anak
sebanyak-banyaknya, mendengarkan pembacaan sastra anak sebanyak mungkin, dan
menonton pertunjukan sastra anak adalah salah satu cara dalam upaya meningkatkan apresiasi
sastra anak. Dalam meningkatkan apresiasi sastra anak, guru akan berusaha memberikan karyakarya yang terbaik dan sesuai untuk anak-anak. Adapun anak-anak sebagai penerima akan
memberikan apresiasi yang sesuai dengan apa yang mereka baca dan lihat.
Pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar meliputi tiga tahapan yang harus
dilalui seorang guru, yaitu:
A. Persiapan Pembelajaran
Tahap persiapan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar bagi seorang guru
dapat menyangkut dengan dirinya, yaitu persiapan fisik dan persiapan mental. Fisik seorang
guru harus sehat jasmaninya, tidak sakit-sakitan. Mentalnya pun harus sehat jiwanya, tidak
sakit ingatan. Sementara itu, hal-hal teknis yang perlu dipersiapkan adalah:
1. Memilih Bahan Ajar
Bahan ajar dapat diperoleh dari buku-buku bacaan sastra anak di perpustakaan sekolah,
perpustakaan pemerintah daerah, toko buku ataupun buku pelajaran sekolah yang sudah
tersedia. Namun, apabila belum tersedia dalam buku pelajaran sekolah, seorang guru harus
mencarinya ke tempat-tempat tersebut. Bahan ajar harus sesuai dengan anak didik sehingga
pertimbangan usia anak didik menjadi pilihan utama. Keberagaman tema, keberagaman
pengarang, dan bobot atau mutu karya sastra yang akan dijadikan bahan ajar juga menjadi
pertimbangan yang matang. Menentukan metode harus disesuaikan dengan kemampuan guru
dan kebutuhan serta kesesuaian dengan keadaan siswa. Menuliskan persiapan mengajar harian
merupakan salah satu bentuk keprofesionalan seorang guru. Semua penjabaran tersebut
merupakan persiapan guru saat memulai pembelajaran dikelas. Guru harus totalitas dalam
memulai suatu materi pelajaran dengan persiapan yang maksimal dan berusaha memberikan
yang terbaik kepada peserta didik.
2. Menentukan Metode Pembelajaran
Beberapa metode untuk pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar yang sekiranya
cocok dapat digunakan, antara lain: metode berkisah, metode pembacaan, metode peragaan,
metode tanya jawab, metode penugasan. Metode berkisah dapat diberikan oleh bapak atau ibu
guru di depan kelas dengan membawakan sebuah kisah. Secara lisan metode berkisah dapat
disampaikan selama 15-25 menit untuk menarik perhatian siswa. Metode berkisah tidak sama
dengan metode berceramah. Kisah tidak semata-mata disampaikan monoton dengan narasi,
tetapi perlu selingan dialog dan humor dengan suara yang berubah-ubah. Metode pembacaan
perlu diberikan kepada siswa untuk melatih vokal. Pembacaan puisi dengan suara nyaring akan
lebih menarik. Dalam melaksanakan metode pembacaan ini perlu diperhatikan irama, intonasi,
lagu kalimat, jeda, dan nada dengan tinggi rendahnya suara atau panjang pendeknya suara.
Selain itu, metode bercerita juga dapat dilakukan untuk melatih keterampilan berbicara siswa.
Morelent (2013:181) menjelaskan bahwa bercerita adalah suatu keterampilan. Tidak semua
orang pandai bercerita. Si pembaca cerita harus dapat membawakan cerita sesuai dengan
isinya, dapat menirukan suara atau perilaku tokoh-tokohnya. Akan lebih baik lagi apabila si
pembawa cerita dapat melibatkan emosi, imajinasi pendengar kepada cerita yang
disampaikannya. Bila guru dapat bercerita seperti itu, maka siswanya akan senang, tertarik,
dan mengikuti ceritanya sampai selesai. Selanjutnya, metode peragaan yang awalnya lebih
cenderung diberikan oleh guru untuk memperagakan gerakan-gerakan yang tersirat dalam teks
sastra anak. Metode peragaan ini hampir sama dengan metode demonstrasi yang
mengombinasikan teknik lisan dengan suatu perbuatan. Gerak raut wajah dan ucapan seorang
ketika sedang marah tentu berbeda dengan raut wajah dan ucapan seseorang yang sedang
dirundung kesedihan. Tutur kata, raut muka, dan gerakan badan seorang tokoh dapat
diperagakan oleh guru di depan muridnya. Metode tanya-jawab dapat diberikan setelah terlebih
dahulu siswa ikut terlibat dalam apresiasi sastra anak secara langsung. Artinya, dapat diajukan
oleh seorang guru kepada siswanya setelah siswa itu membaca, mendengar atau menonton
pertunjukan pentas sastra. Selanjutnya, menurut Ampera (dalam Syofiani, 2013) juga terdapat
metode deklamasi berasal dari kata declamare atau declaim, artinya menyerukan atau
membacakan sesuatu hasil sastra dengan lagu dan gerak-gerik sebagai alat bantu” .
Pembacaan dengan lagu artinya pembacaan dengan irama berdasarkan hasil penghayatan
terhadap puisi yang dibacanya. Gerak-gerik yang dimaksud adalah gerak-gerik yang estetis dan
seirama dengan isi bacaan. Dalam perkembangan selanjutnya, deklamasi sering ‘lepas teks’
atau cara penyampaian puisi dengan menghafalkan teks dan dilisankan di depan publik.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa deklamasi adalah penyampaian puisi secara lisan tanpa
teks dilakukan di depan publik. Orang yang mempunyai keahlian dalam deklamasi disebut
deklamator. Pemaparan metode tersebut merupakan gambaran bagi seorang guru dalam
mengajarkan sastra kepada peserta didik. Metode apakah yang paling cocok atau sesuai dengan
materi dan indikator yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran. Jika guru memberikan
metode yang sesuai, bukan tidak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar
dan guru merasa puas akan hasil yang diperoleh siswa.
B. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra anak di sekolah dasar dapat dimulai dari
kegiatan pra-KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) hingga KBM di kelas. Kegiatan pra-KBM apat
dilakukan dengan memberi salinan atau kopi teks sastra, diberi tugas membaca, menghafalkan,
meringkas atau mencatat dan menemukan arti kata-kata sukar yang terdapat dalam teks sastra.
KBM di kelas dapat dilakukan dengan memberi tugas membaca sajak, membaca cerita,
berdeklamasi atau mendongeng di depan kelas, Setelah itu baru diadakan tanya jawab,
menuliskan pendapat, dan berdiskusi bersama merumuskan isi, tema, dan amanat. Oleh sebab
itu, dari semua pelaksanaan yang dilakukan pada saat KBM, siswa dapat melalukan proses
pembelajaran yang diberikan guru dengan lancar dan dapat memahami pelajaran yang
diberikan guru.
KESIMPULAN
Pembelajaran sastra di sekolah dasar sangat penting bagi siswa, dengan belajar sastra
siswa dapat mengembangkan otak kirinya dengan kegiatan apresiasi sastra seperti membaca
puisi dengan indah, bermain drama, bercerita atau mendongeng untuk teman-temannya,
menulis cerita dan dapat melatih kepercayaan diri siswa itu sendiri. Guru juga dapat melatih
otak kiri anak dengan kegiatan apresiasi sastra ini. Dengan mengajarkan siswa-siswa contoh
teknik membaca puisi dengan benar, cara bermain peran atau bermain drama dengan baik,
mengajarkan menulis sebuah cerita dengan benar dan teknik mendongeng yang benar, agar
siswa itu merasa percaya diri ketika sedang mendongeng. Saat kegiatan belajar mengajar guru
juga dapat menggunakan lagu-lagu di tema-tema tertentu agar siswa tidak bosan dan jenuh
ketika belajar sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Azkiya Hidayati. Pembelajaran Apresiasi Sastra Anak Di Sekolah Dasar.pdf. Jurnal Cerdas
Proklamator. Vol 2, no 1.Diakses 7 Mei 2018.
Rini Susanti Dwi.2015 Pembelajaran Apresisasi Sastra Di Sekolah Dasar.pdf. Diakses 6
Mei 2018.
Resmini Novi.2015. Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Implementasi
Strategi Directed Reading Activity (Dra) .pdf.Diakses 7 Mei 2018.
Tripungkasingtyas Sri Yurniati.2015.Pembelajaran Sastra Di Sekolah Dasar Melalui Karya
Sastra Cerita Rakyat Sebagai Salah Satu Pengenalan Budaya Nusantara .pdf.Diakses 6 Mei
2018.
Widuroyekti Barokah.2007.Pemanfaatan Cerita Anak Sebagai Alternative Bahan
Pembelajaran Apresiasi Sastra Di Sekolah Dasar. Jurnal Kependidikan Interaksi. Diakses 5
Mei 2018.
Emzir dan Rohman Saifur.2015.Teori dan Pengajaran Sastra. Depok : Rajagrafindo Persada
Morelent, Yetty.2013.Seni Berbicara Melalui Metode Bercerita: Upaya Menumbuhkan
Keberanian Pada Anak Sekolah Dasar. Jurnal Cerdas Proklamator. Padang: Prodi PGSD
FKIP Universitas Bung Hatta. Diakses 5 mei 2018.
Ramadansyah.2010.Paham dan Terampil Berbahasa dan Bersastra Indonesia.
Bandung: Dian Aksara Press.
Syofiani.2013. Teknik Deklamasi: Sebuah Strategi Pengajaran Sastra Berbasis Aktivitas.
Jurnal Cerdas Proklamator. Padang: Prodi PGSD FKIP Universitas Bung Hatta. Diakses 6
Mei 2018
Aminuddin.2004. Pengantar apresiasi karya sastra, Bandung: Sinar Baru Algesindo
Burhan Nurgiyantoro.2001.Penilaian dalam pengajaran bahasa dan sastra.Yogyakarta: BPFE
Iskandariwassid dan Dadang Suhendar. 2008. Strategi pembelajaran bahasa. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Suwardi Endraswara.2002. Metode pengajaran apresiasi sastra. Yogyakarta: Radhita Buana.
St.Y Slamet. 2007. Dasar-dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dasar.
Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (UNS Press).
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta:Ombak Ampera.
Taufik.2010. pengajaran Sastra : Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis Aktivitas. Bandung :
Widya Padjajaran.
Nurgiyantoron Burhan. 2005. Sastra Anak. Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Maman Mahayana S.2017. Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah.pdf.Diakses 9 Mei 2018.
Dermawan Taufik.1999.Sekolah Dasar Sebagai Bahan Pengajaran Apresiasi Sastra di
Sekolah Dasar. Diakses 5 Mei 2018.
Kusdiana Aan.2010.Pembelajaran Apresiasi Sastra Cerita Terpadu Model Connected Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan
Vol 11 No 1.Diakses 4 mei 2018.
Suryaman Maman.2010. Pendidikan Karakter Melalui Pembelajran Sastra. Diakses 5 Mei
2018.
Kusdiana Aan. 2013. Pembelajaran Membaca Cerita Model Respons Siswa Untuk Tingkat
Sekolah Dasar. Diakses 5 Mei 2018.
Poerwanto Harry.2009. Peningkatan Pembelajaran Apresiasi Sastra Melalui Pendekatan
Konstruktivisme Untuk Siswa SD. Diakses 6 mei 2018.
Herfanda Ahmadun Yosi.2018.Membentuk Karakter Siswa Dengan Pengajaran Sastra.
Diakses 7 mei 2018.
Febriani Meina. 2012. Pengembangan Bahan Ajar Apresiasi Dongeng Banyumas Bagi siswa
SD Kelas Rendah. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia vol 1 no 1. Diakses 6 mei
2018.
Djuanda Dadan. 2014. Pembelajaran Sastra di SD dalam Gamitan Kurikulum 2013. Diakses 5
Mei 2018.
Iswara Prana D. 2016. Pengembangan Materi Ajar Dan Evaluasi Pada Keterampilan
Mendengarkan Dan Membaca. Diakses 4 Mei 2018.
Nuryatin Agus. 2008. Pembelajaran Menulis Karya Sastra Cerita Pendek: Memberi Bekal Life
Skill Kepada Siswa. Diakses 6 Mei 2018.
Wati Eka Undi. 2013. Penggunaan Metode Sosiodrama Dalam Meningkatkan Pembelajran
Bahasa Indonesia Bagi Siswa Kelas V SD. Diakses 7 Mei 2018.
Widyaningrum Heny Kusuma. Penggunaan Media Audio Untuk Meningkatkan Kemampuan
Menyimak Dongeng Anak Pada Siswa Kelas IV SD. Diakses 5 Mei 2018.