perbandingan hukum orang di indonesia de

TUGAS MATA KULIAH
PERBANDINGAN HUKUM PERDATA
“PERBANDINGAN HUKUM ORANG DI BELANDA
DENGAN HUKUM ORANG DI INDONESIA”

Disusun oleh :
NPM

:

Muhammad Iqbal
1006709494

PERBANDINGAN HUKUM ORANG DI BELANDA
DAN HUKUM ORANG DI INDONESIA
Hukum orang dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti
luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum dan
kekeluargaan. Sedangkan dalam arti sempit meliputi ketentuan orang sebagai
subjek hukum. Orang (pribadi) dalam hukum disebut sebagai subjek hukum,
subjek hukum artinya setiap pendukung hak dan kewajiban. Berbicara dengan
subjek hukum erat kaitannya dengan istilah cakap dalam arti hukum, artinya

Didalam buku I KUHPerdata yang disebut subjek hukum ialah hanya orang yang
disebut pribadi kodrat tidak termasuk badan hukum yang disebut dengan pribadi
hukum. namun dalam perkembangan selanjutnya badan hukum tidak dimasukkan
menjadi subjek hukum yang diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang,
sehingga subjek hukum itu meliputi
1. Orang disebut pribadi kodrati
2. Badan hukum disebut pribadi hukum
Orang sebagai subjek hukum mulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Terhadap
asas ini ada pengecualian yaitu sebagai perluasan yang diatur dalam pasal 2
KUHPerdata yang mengatakan bahwa bayi yang masih berada dalam kandungan
ibunya dianggap telah dilahirkan hidup apabila ada kepentingan bayi itu yang
menghendaki. Jadi walaupun anak itu belum lahir dapat dianggap sebagai subjek
hukum. terhadap asas ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Anak telah dibenihkan pada saat timbul kepentingan anak.
2. Anak dilahirkan hidup pada saat dilahirkan walaupun sekejap dan
meninggal.
3. Ada kepentingan anak yang menghendaki bahwa anak dianggap telah
lahir.
Adapun


tujuan

pembentukan

undang-undang

untuk

melindungi

kepentingan anak yang masih dalam kandungan kalau kemudian dilahirkan
hidup. Berbicara syarat subjek hukum berkaitan dengan soal cakap dalam arti
hukum artinya undang-undang mengatur juga golongan orang-orang yang tak
cakap dalam arti hukum yang diatur dalam pasal 1330 KUH perdata yaitu :
1. Orang yang belum dewasa.

2. Orang yang ditawan dibawah pengampunan.
3. Wanita yang telah bersuami (di Indonesia tidak berlaku lagi berdasarkan
Keputusan Mahkamah Agung No 3/1963)
Kedudukan seseorang sebagai subjek hukum dipengaruhi beberapa faktor sebagai

berikut :
1. Usia artinya bahwa sebelum berusia 21 tahun belum cakap dalam arti
hukum.
2. Kelamin artinya menurut pasal 29 KUH perdata bahwa untuk laki-laki
minimal 18 tahun dan wanita 15 tahun untuk dapat kawin. Menurut
undang-undang no 1/1974 laki-laki 19 tahun dan wanita 16 tahun.
3. Keturunan artinya ada perbedaan antara anak sah dengan anak luar kawin.
4. Kewarganegaraan artinya dibedakan antara WNI dengan WNA untuk
memperoleh hak diwilayah RI.
5. Perkawinan artinya dengan melakukan perkawinan membuat seseorang
menjadi dewasa.
Di dalam hukum orang terdapat Pendewasaan, yang dimaksud Pendewasaan yaitu
suatu lembaga hukum dimana orang yang belum dewasa setelah menempuh
syarat – syarat tertentu sampai batas – batas tertentu menurut ketentuan UU saat
memiliki kedudukan hukum yang sama dengan orang dewasa. Pendewasaan
dalam hukum perdata Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Pendewasaan Penuh (ps 420 – 425).
2. Pendewasaan Terbatas.
Aturan mengenai hukum perdata di Indonesia merupakan aturan yang
diambil langsung dari hukum Belanda akibat sistem konkordansi oleh Belanda

pada saat penjajahan belanda di Indonesia. BW tersebut sampai sekarang masih
diberlakukan di Indonesia. Kitab Undang-undang Hukum perdata atau BW yang
berlaku di Indonesia saat ini terdiri dari 4 buku, yaitu Buku I tentang orang, Buku
II tentang Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Daluarsa.
Berbeda dengan Indonesia, di belanda aturan mengenai hukum perdata saat ini
telah mengalami perubahan akibat adanya perkembangan zaman. Perubahan
tersebut dapat dilihat dari jumlah buku mengenai peraturan hukum perdata di
belanda atau yang dikenal dengan civil code. Jika di Indonesia KUHPerdata
terdiri dari 4 buku, di Belanda saat ini di dalam civil code tersebut terdiri dari 10
buku, yang terdiri dari:
-

Book 1 Law on Persons and Family

-

Book 2 Legal Persons

-


Book 3 Property law in general

-

Book 4 Law of Succession

-

Book 5 Real Property Rights

-

Book 6 Law of Obligations

-

Book 7 Particular Contracts

-


Book 7a Particular Contracts II

-

Book 8 Transport Law

-

Book 9 Intellectual Property

-

Book 10 International Private Law

Sehingga jika dibandingkan antara aturan hukum perdata di Indonesia dan
belanda, terdapat beberapa perbedaan-perbedaan antara kedua BW tersebut.
Perbedaan itu juga terdapat pada pengaturan Hukum Orang. Dalam hukum orang,
perbedaan antara pengaturan di belanda dan Indonesia dapat terletak pada
kecakapan subjek hukum, domisili, pemberian nama, serta orang yang hilang.
Yang selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut pada tulisan ini.

Hukum orang itu sendiri merupakan suatu hukum yang mempelajari
ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi
ketentuan-ketentuan mengenai orang sebagi subjek hukum dan kekeluargaan.
Sedangkan dalam arti sempit meliputi ketentuan orang sebagai subjek hukum.
Subjek hukum disini diartikan sebagai orang yang mengemban hak dan
kewajiban. Yang dapat masuk kedalam kategori dari subjek hukum itu sendiri
ialah manusia (naturlijkpersoon) sebagai pribadi kodrati serta badan hukum
(rechtpersoon) sebagai pribadi hukum. Dan dalam hal ini yang akan dibicarakan
ialah subjek hukum sebagai pribadi kodrati. Orang dapat dikatakan mulai
memiliki hak dan kewajiban sebagai subjek hukum ialah saat ia dilahirkan dan
berakhir ketika ia meninggal dunia. Namun seseorang yang masih di dalam
kandungan dapat dikatakan sebagai subjek hukum sesuai pasal 2 BW, yaitu bayi
yang masih berada dalam rahim dianggap telah lahir jika hal ini diharuskan oleh
kepentingan bayi.

I. Dewasa

Di belanda, sesuai dengan pasal 1:233 BW, dikatakan bahwa anak-anak
yang belum dewasa ialah orang yang belum mencapai usia delapan belas tahun. 1
Jadi dapat dikatakan bahwa seseorang dapat disebut sebagai subjek hukum yang

memiliki kecapakan di muka hukum apabila orang tersebut telah menginjak usia
dewasa yaitu 18 tahun. Namun terdapat pengecualian dari pasal tersebut, yang
mana disebutkan pada pasal 1:234 BW. Yaitu anak-anak yang belum dewasa sudah
kompeten secara hukum jika mereka bertindak dengan persetujuan dari kuasa
hukum mereka. Dan menurut pasal 1:234(3) BW, persetujuan tersebut dapat
diasumsikan telah diberikan ketika anak yang belum dewasa itu melakukan
tindakan hukum yang umumnya diterima menjadi suatu perbuatan yang anak-anak
seusianya dapat melakukannya secara mandiri. Dan jika suatu perbuatan dilakukan
tanpa persetujuan orang tua maka hal tersebut dapat dibatalkan berdasarkan pasal
3:32 BW.
Ketika seorang anak bertumbuh dan kemudian menginjak usia dewasa,
kewenangan sebagai orang tua atau perwalian pun berakhir. Seorang pewaris yang
ingin mendukung seorang anak yang belum dewasa dalam wasiatnya memiliki
pilihan – pilihan untuk pengaturan pengelolaan atas bagian dalam warisan dari
anak yang belum dewasa tersebut (Pasal 4:153dst.BW). Hak pengelolaan ini bisa
berlanjut sampai setelah anak kecil tersebut mencapai usia dewasa (misalnya,
sampai anak tersebut menginjak usia 23 atau 25 tahun, meskipun kewenangan
sebagai orang tua wali telah berakhir)2
Ada pengecualian untuk aturan yang ditetapkan dalam Pasal 1:234 BW.
Khususnya, jika seorang anak yang belum dewasa telah mencapai usia enam belas

tahun maka ada lebih banyak kemungkinan. Misalnya, dari titik itu dan seterusnya
anak yang belum dewasa dapat membuat wasiat yang sah secara hukum (Pasal
4:55 BW). Dari usia enam belas dan seterusnya seorang anak yang belum dewasa
juga secara legal kompeten untuk menjadi pihak dalam sebuah kontrak kerja (Pasal
7:612 BW). Sehubungan dengan kontrak kerja itu, anak yang belum dewasa
tersebut sama dengan orang yang sudah berusia penuh (dewasa) dalam segala hal
dan boleh masuk dalam proses hukum tanpa bantuan dari kuasa hukumnya. Jika
dikaitkan dengan perkawinan, anak-anak yang berusia 16 tahun atau lebih boleh

1 W.D. Kolkman Leon, et al., HUKUM TENTANG ORANG, HUKUM KELUARGA DAN HUKUM WARIS DI
BELANDA DAN INDONESIA, (Denpasar: Pustaka Larasan, 2012), hlm.15.
2 Ibid hlm.29

menikah dengan syarat bahwa pihak wanita mengajukan sertifikat medis yang
menyatakan bahwa ia hamil atau telah memiliki anak, berdasarkan pasal 1:31 BW.
Di Indonesia, jika kita berbicara mengenai apa itu dewasa dalam lingkup
subjek hukum, maka yang harus dibicarakan pertama kali ialah mengenai
kecakapan dari subjek hukum itu sendiri. Dalam pasal 1330 KUHPerdata,
disebutkan kondisi apa saja yang termasuk kedalam kategori ketidakcakapan
dimuka hukum. yaitu:

-

Orang yang belum dewasa
Orang yang berada dibawah pengampuan
Wanita yang telah bersuami (tidak berlaku lagi berdasarkan putusan MA no.
3/1963)
Sehingga sebagai seorang subjek hukum yang ingin dikatakan cakap

hukum, maka syarat utamanya ialah subjek hukum tersebut haruslah dewasa.
Namun terdapat ketidakseragaman mengenai pengaturan usia yang dapat dikatakan
seseorang telah menjadi dewasa di mata hukum. Pada pasal 330 KUHPerdata,
disebutkan bahwa yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Namun terdapat suatu
upaya yang dapat membuat orang yang belum genap berusia 21 tahun untuk
dikatakan dewasa. Yaitu ada yang dinamakan pendewasaan, yang aturannya
terdapat pada pasal 419 – 432 KUHPerdata. Defisini dari pendewasaan ialah suatu
upaya hukum untuk mempersamakan kedudukan seseorang yang masih dibawah
umur dengan seseorang yang dewasa baik untuk seluruh hak maupun untuk
sebagian hak untuk bertindak dalam lalu lintas hukum.


II. Pengampuan (Curatele)
Pengampuan atau curatele dapat dikatakan sebagai lawan dari Pendewasaan
(handlichting). Karena adanya pengampuan, seseorang yang sudah dewasa
(meerderjarig) karena keadaan-keadaan mental dan fisiknya dianggap tidak atau
kurang sempurna, diberi kedudukan yang sama dengan seorang anak yang belum
dewasa (minderjarig).Menurut ketentuan Pasal 433 Burgerlijk Wetboek (Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata), ada 3 alasan untuk pengampuan3, yaitu:
1. Keborosan (verkwisting)
2. Lemah akal budinya (zwakheid van vermogen), misalnya imbisil atau debisil
3. Kekurangan daya berpikir: sakit ingatan (krankzinnigheid), dungu
(onnozelheid), dan dungu disertai sering mengamuk (razernij).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 436 Burgerlijk Wetboek, yang berwenang
untuk menetapkan pengampuan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman orang yang akan berada di bawah pengampuan.
Sedangkan menurut Pasal 434 Burgerlijk Wetboek, orang-orang yang berhak untuk
mengajukan pengampuan adalah:
1. Untuk keborosan oleh setiap anggota keluarga sedarah dan sanak keluarga
dalam garis ke samping sampai derajat ke-4 dan istri atau suaminya.
2. Untuk lemah akal budinya oleh pihak yang bersangkutan sendiri apabila ia
merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri
3. Untuk kekurangan daya berpikir oleh: setiap anggota keluarga sedarah dan
istri atau suami & Jaksa, dalam hal ia tidak mempunyai istri atau suami
maupun keluarga sedarah di wilayah Indonesia
Orang yang ditaruh di bawah pengampuan disebut curandus. Sedangkan
orang yang menjadi pengampu disebut curator. Pengampuan mulai berlaku sejak
hari diucapkannya putusan atau ketetetapan pengadilan. Dengan adanya putusan
tersebut maka curandus yang berada di bawah pengampuan karena alasan
kekurangan daya berpikir dinyatakan tidak cakap dalam melakukan perbuatan
hukum dan semua perbuatan yang dilakukannya dapat dinyatakan batal.
Sedangkan bagi curandus yang berada di bawah pengampuan karena keborosan,
maka ia hanya tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang berkaitan
dengan harta kekayaan. Sedangkan untuk perbuatan hukum lainnya, misalnya
perkawinan tetap sah. Untuk curandus yang berada di bawah pengampuan karena
alasan lemah akal budinya, terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli hukum.
Sebagian berpendapat bahwa curandus hanya tidak cakap dalam melakukan
perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan saja. Namun yang lainnya
berpendapat bahwa curandus tidak cakap dalam melakukan segala perbuatan
3 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga (Personen en
Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University Press, 1991, Hlm. 237

hukum. Sekalipun curandus tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum,
namun apabila curandus melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad), ia tetap harus bertangung gugat dengan membayar ganti rugi untuk kerugian
yang terjadi karena kesalahannya.
Pengampuan dapat berakhir karena alasan absolut dan alasan relative:
1. Secara Absolut
 Curandus meninggal dunia
 Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab
dan alasan-alasan di bawah pengampuan telah hapus.
2. Secara Relatif
 Curator meninggal dunia
 Curator dipecat atau dibebastugaskan
 Suami diangkat sebagai curator yang dahulunya bersatus sebagai
curandus (dahulu berada di bawah pengampuan curator karena
alasan-alasan tertentu)
Berakhirnya pengampuan tersebut, menurut Pasal 141 Burgerlijk Wetboek harus
diumumkan sesuai dengan formalitas-formalitas yang harus dipenuhi.
Di Belanda, pengaturan mengenai pengampuan juga dijelaskan pada BW,
tepatnya pada pasal 1:378 – 1:391 BW. Jika dilihat secara menyeluruh isi dalam
aturan tersebut tidak beda jauh dengan peraturan di Indonesia. Pada aturan di
Belanda, yang termasuk kedalam pengampuan selain pemborosan dan sakit pada
ingatan terdapat pula orang-orang yang dalam keadaan mabuk alcohol yang
merugikan sekitar dan diri sendiri. Hal tersebut disebutkan pada pasal 1:378 BW.
Lalu sesuai dengan pasal 1:378 ayat 2 bahwa anak dibawah umur dapat
juga minta permohonan pengampuan jika melakukan hal-hal yang disebutkan pada
ayat sebelumnya. Yang mana di Indonesia pengampuan diberikan kepada orang
yang sudah dewasa. Dan pada ayat 3 disebutkan bahwa ketika proses hukum
tertunda

karena

menunggu

permintaan

pengampuan,

pengadilan

dapat

menempatkan orang yang bersangkutan dibawah pengampuan.
Mengenai pihak yang dapat memintakan curatele tersebut, pada aturan
belanda tidak dibagi pihak yang dapat meminta pengampuan antara orang yang
sakit ingatan ataupun orang yang boros. Sehingga pada pasal 1:379 BW, yang
dapat mengajukan pengampuan tersebut ialah orang itu sendiri, istri, keluarga

sampai garis keturunan keempat, serta penuntut umum. Dan terlihat sedikit
perbedaan antara aturan di Belanda dan di Indonesia.

III. Keadaan Tak Hadir
Keadaan tidak hadir dalam Hukum Belanda atau Dutch Civil Law diatur
dalam buku 1 bab 18. Dalam pasal 1:413 BW yaitu perintah pengadilan untuk
deklarasi orang hilang adalah dimana keadaan orang tersebut tidak diketahui dan
telah melebihi periode lima tahun, seseorang dapat meminta permohonan kepada
pengadilan negeri untuk memanggil orang tersebut ke pengadilan untuk memberi
kepastian orang tersebut masih hidup. Namun apabila tidak terbukti bahwa orang
tersebut masih hidup pengadilan dapat memutuskan asumsi hukum bahwa orang
hilang tersebut telah meninggal dunia. Periode lima tahun tersebut dihitung dari
tanda kehidupan terakhir dari orang hilang/orang tidak hadir tersebut. Putusan
pengadilan yang menyatakan orang tersebut hilang dinyatakan apabila orang
tersebut tidak mendatangi pengadilan atau tidak ada orang yang datang
meyakinkan bahwa orang tersebut masih hidup.
Masa waktu lima tahun tersebut dalam pasal 1:413 -2b BW, dapat
dipersingkat menjadi satu tahun apabila orang itu hilang dalam rentang waktu
tersebut dan terdapat keadaan tertentu yang membuat pandangan orang tersebut
telah meninggal. Apabila setelah dinyatakan meninggal ternyata orang tersebut
masih

ada

dan

kembali

dan

dalam

posisi

bahwa

aset-asetnya

telah

dipindahtangankan maka terdapat hak dan kewajiban dari orang tersebut yang
diatur dalam pasal 1:422, 1:423, dan 1:425 BW.4
Dalam Hukum di Indonesia, keadaan tak hadir atau orang yang hilang
adalah suatu keadaan dimana seseorang meninggalkan tempat tinggalnya dengan
tidak memberikan kuasa pada seseorang untuk mengurus kepentingankepentingannya.

5

Perihal mengenai keadaan tak hadir ini dijelaskan pada pasal

463 KUHPerdata. Terdapat 3 masa keadaan tak hadir seseorang, yaitu :
1. Masa Pengambilan tindakan sementara
Masa yang pertama terjadi apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya
tanpa mewakilkan kepentingannya pada seseorang. Pada keadaan ini tindakan
sementara hanya diambil jika ada alasan-alasan yang mendesak untuk mengurus
4 Dutch Civil Law
5 Subekti, Op.Cit.,hlm.57.

seluruh atau sebagian harta kekayaannya. Tindakan sementara tersebut dimintakan
kepada pengadilan negri oleh orang yang mempunya kepentingan harta
kekayaannya. Yang selanjutnya hakim akan memerintahkan BHP untuk mengurus
seluruh atau sebagian harta serta kepentingan orang yang tak hadir.
2. Masa Ada Dugaan Hukum Mungkin Telah Meninggal
- Ia tidak hadir selama 5 tahun tanpa meninggalkan surat kuasa
- Ia tidak hadir selama 10 tahun; surat kuasa ada, tetapi masa berlakunya
-

sudah habis
Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya termasuk awak atau

-

penumpang kapal laut atau pesawat udara
Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya hilang pada suatu peristiwa
fatal yang menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara
Permohonan persangkaan meninggal dunia tersebut diajukan oleh

pihak –pihak yang berkepentingan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal
orang yang tidak hadir dan dilakukan pemanggilan sebanyak tiga kali.
Panggilan tersebut dilakukan melalui harian yang ditentukan oleh hakim dan
ditempelkan di pintu pengadilan negeri serta kantor walikota. Akibat-akibat
dari keterangan persangkaan meninggal dunia adalah timbul wewenang dari
orang-orang yang dianggap sebagai ahli waris untuk mengambil harta
kekayaan dan meminta penyerahan barang-barang dan perincian perhitungan
serta pertanggungjawaban kepada pengurus Balai Harta Peninggalan. Selain
itu istri/suami yang ditinggalkan dan telah kawin dengan kebersamaan harta
atau dengan perjanjian kawin diberikan dua pilihan:
1. Meneruskan keadaan yang telah ada untuk jangka waktu maksimum 10
tahun
2. Segera dilakukan pembagian harta kekayaan.
Masa kedua atau masa ada dugaan hukum mungkin telah meninggal
dapat berakhir dalam hal:
a. Orang yang diduga sudah meninggal tersebut ternyata hadir kembali atau
ada kabar tentang hidupnya;
b. Ia meninggal dunia; atau
c. Masa pewarisan definitif dimulai
3. Masa Pewarisan Definitif
Masa pewarisan definitif dimulai tiga puluh tahun setelah pernyataan
persangkaan meninggal dunia tercantum dalam putusan pengadilan atau

seratus tahun setelah kelahiran orang yang tidak hadir. Akibat dari dimulainya
masa pewarisan definitif adalah:
-

Semua jaminan dibebaskan.
Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta warisan
sebagaimana telah dilakukan atau membuat pemisahan dan pembagian

-

definitif.
Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para ahli waris dapat
diwajibkan menerima warisan atau menolaknya.
Apabila orang yang tidak hadir tersebut kembali atau memberikan

tanda-tanda tentang masih hidupnya setelah masa pewarisan definitif, maka ia
berhak untuk

meminta kembali

harta

kekayaannya

dalam keadaan

sebagaimana adanya beserta harta yang telah dipindahtangankan, semuanya
tanpa hasil dan pendapatan dari hartanya, serta tanpa bunga..6
Jadi terlihat terdapat perbedaan antara hukum di Belanda dan di
Indonesia. Di Belanda ketentuan mengenai keadaan tidak hadir tidak diatur
kedalam tiga masa seperti pada hukum di Indonesia. Dan penentuan mengenai
telah meninggalnya atau tidak seseorang yang meninggalkan tempat tanpa
kabar berbeda. Di Belanda dalam waktu 5 tahun, pengadilan dapat
memutuskan bahwa orang tersebut telah meninggal dan mungkin dalam 1
tahun juga dapat diputuskan mengenai hal tersebut jika ada alasan tertentu
yang mendukung putusan tersebut. Dan dalam BW belanda tidak
menyinggung mengenai orang yang hilang tersebut memberikan kuasa atau
tidak, sehingga berbeda antara pengaturan di Belanda dan Indonesia.

IV. Domisili
Dalam Hukum Belanda yang diatur dalam Dutch Civil Law atau BW
Belanda, dalam buku 1 hukum tentang orang dan keluarga dalam bab 1.3 tentang
domisili menyatakan dalam pasal 1:10 BW, bahwa domisili seseorang ialah terletak
pada tempat tinggalnya yang sudah biasa/lama ditinggali dan apabila tidak
ditemukan, maka domisili orang tersebut adalah tempat tinggal sebenarnya. Dalam
pasal selanjutnya dapat dikatakan bahwa seseorang kehilangan tempat tinggalnya
dengan memperlihatkan niat untuk menelantarkannya. Di dalam peraturan ini juga
terdapat pengaturan mengenai domisili dari orang yang tidak memiliki kecakapan
6 Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris,( Jakarta: Inchtiar Baru Van
Hoeve, 2007), Hlm. 44-45.

hukum seperti orang yang dibawah pengampuan sebagaimana diatur dalam pasal
1:12 BW, dinyatakan domisili orang dibawah pengampuan adalah alamat yang
sama dengan curator dari orang yang dibawah pengampuan tersebut. Selanjutnya
dalam pasal 1:15 BW seseorang dapat memilih domisilinya, maksudnya orang
tersebut dapat memlilih domisili yang berbeda dari domisili yang sebenarnya
apabila hukum memaksanya untuk hal itu.7
Mengenai domisili atau tempat kediaman dari subjek hukum, di Indonesia
diatur pada pasal 17 – 25 KUHPerdata. Pada pasal 17 KUHPerdata dijelaskan
bahwa “setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal dimana dia
menempatkan pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat kediaman yang demikian,
maka tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya.”
Tempat kediaman sesungguhnya dibedakan atas :


Tempat kediaman sukarela yaitu dimana seseorang dengan bebas menurut



kehendaknya sendiri menciptakan keadaan-keadaan ditempat tertentu.
Tempat kediaman wajib yaitu didasarkan padanya hubungan antara sesorang
dengan orang lain.
Ada 4 golongan orang yang mempunyai tempat tinggal wajib :

1. Istri dianggap bertempat tinggal ditempat tinggal suami yang tidak dalam
keadaan berpisah meja dan tempat tidur.
2. Anak dibawah umur dianggap bertempat tinggal ditempat tinggal orang tuanya
atau walinya.
3. Mereka yang dibawah pengampunan bertempat tinggal ditempat tingal
pengampunnya.
4. Buruh (pekerja) bertempat tinggal di tempat tinggal majikannya. Kalau
mereka tinggal disitu (ps 22). Tetapi buruh wanita yang telah bersuami tempat
kediamannya tetap di tempat tinggal suaminya walaupun tinggal ditempat
tinggal majikannya (ps 21).
Fungsi dari domisili itu sendiri ialah berhubungan dengan masalah
kompetensi pengadilan untuk mengadili seseorang dan pengadilan nama seseorang
untuk mengajukan gugatan, jika seseorang dipanggil atau menghadap yang
berwajib atau pengadilan8

V.

Pemberian Nama Orang

7 Dutch Civil Code., Op.Cit.
8 http://siswady.wordpress.com/makalah/hukum-orang/ , Op.Cit.

Pemberian nama bagi seseorang diatur dalam hukum orang. Dalam sistem
hukum belanda, pemberian nama diatur dalam pasal 1:4 sampai 1:9 BW.
Pemberian nama tersebut dilakukan pada saat pendaftaran akte kelahiran seorang
anak. Namun pendaftaran yang dilakukan tersebut dapat ditolak oleh pejabat yang
berwenang dengan alasan tertentu. Pada prinsipnyan penganugerahan sebuah nama
pemberian bersifat definitive.9 Seseorang dapat mengubah namanya jika tidak puas
dengan nama yang diberikan, dengan proses pengadilan. Sehingga banyak orang
yang sering memanfaatkan hal ini untuk kepentingannya setelah melakuka
penggantian jenis kelamin.10 Menggunakan nama orang lain tanpa adanya izin akan
terkena perbuatan melawan hukum apabila hal tersebut seakan memberikan
pandangan bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga lain.
Dalam sistem hukum belanda, apabila seseorang hanya memiliki hubungna
dengan ibunya, maka ia akan memiliki nama belakang dari ibunya. Di belanda juga
diperbolehkan menikah sesame jenis sehingga apabila terdapat anak dari
pernikahan sejenis ini memiliki nama belakang yang memang sudah melekat
kepadanya namun bisa diubah apabila kedua orang tua tersebut ketika di adopsi
memiliki nama belakang dari salah satu orang tuanya. Dalam hukum belanda juga
dikenal dengan Registered Partnership sehingga nama keluarga anak bisa didapat
dari partnership dari pasangan tersebut.
Namun di Indonesia, pengaturan mengenai pemberian nama tidaklah diatur
sedemikian rinci seperti aturan yang ada di Belanda. Aturan mengenai pemberian
nama di Indonesia mengatur bahwa pemberian nama keluarga pada nama
seseorang apabila anak tersebut memiliki hubungan dengan ibunya saja dan
pemberian nama tersebut diberikan apabila menikah dengan resmi. Penggantian
nama seseorang haruslah membutuhkan izin presiden melalui pengadilan negeri
yang menunggu jawaban dari kejaksaan. Mengenai pemberian nama diatur dalam
buku 1 bab II KUHPerdata.

9 W.D. Kolkman Leon, et al., Op.Cit, hlm. 10
10 Ibid.,

DAFTAR PUSTAKA
 BUKU
 Leon, W.D. Kolkman, et al. Hukum Tentang Orang,
Hukum Keluarga dan Hukum Waris

di Belanda dan



Indonesia, Denpasar: Pustaka Larasan, 2012
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa,



2003.
R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan,
Hukum Orang dan Keluarga (Personen en Familie-Recht),
Surabaya: Airlangga University Press, 1991.

 PER UNDANG – UNDANGAN
 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Indonesia
 Dutch Civil