PENGENDALIAN POPULASI ANJING UNTUK MENEKAN KASUS RABIES DI INDONESIA - repository civitas UGM

k

.

lrJ(1!t1

PENGENDALIANPOPULASI ANJING
UNTUK MENEKAN KASUSRABIES DI INDONESIA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan J abatan Guru Besar
pada Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada

Oleh:
Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D.

PENGENDALIAN POPULASI ANJING
UNTUK MENEKAN KASUS RABIES DI INDONESIA


UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
pada tanggal 29 September 2014
di Yogyakarta

Oleh:
Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D.

B ism illah irrahman

irrah im

Yang terhormat
Ketua, Sekretaris. dan Anggota Majelis Wali Amanat

Ketua. Sekretaris. dan Anggota Majelis Guru Besar
Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akodemik
Rektor. dan Wokil Rektor Universitas Gadjah Mada
Para Dosen dan Peneliti serta Civitas Akademika Universitas Gadjah
Moda
Para Tamu Undangan, Hadirin sekalian. dan Keluarga yang tercinta
Assalamu 'alaikllm warahmatlillahi waborokatllh
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semlla
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat
Allah SlIbhanahu wata 'ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga pada pagi ini, kita semua dapat bersama-sama hadir di Balai
Senat Universitas Gadjah Mada untuk mengikuti Rapat Terbuka
Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Ucapan terima kasih
yang sebesar-besamya saya sampaikan kepada Majelis Guru Besar
yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar pada bidang
Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada.
Jzinkanlah pada kesempatan
ini saya menyampaikan
Pidato
Pengukuhan Guru Besar denganjudul:

PENGENDALIAN POPULASI ANJING
UNTUK MENEKAN KASUS RABIES DI INDONESIA
Hadirin yang saya hormati,
ludul ini saya pilih dengan pertimbangan sebagai berikut:
(I) kejadian rabies yang terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir; (2) belum adanya pengendalian kontrol populasi anjing yang
tepat; (3) mengenalkan metode kontrasepsi honnonal yang mudah

2
ciaplikasikan dan bersifat reversihle; dan (4) dalam rangka
memperingati Hari Rabies Sedunia yang jatuh pada tanggal 28
September.
Dalam naskah pidato ini akan disampaikan secara garis besar
tentang kejadian rabies di Indonesia, pengertian tentang kontrasepsi,
penjelasan tentang Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) dan
agoilis GnRH, metode kontrasepsi honnonal dengan slmv release
implant agonis GnRH dan cara aplikasinya untuk mengontrol populasi
anjmg, dan harapan untuk mencapai Indonesia bebas rabies pada
tahup 7020.


Hadirin yang soya muliakan,

Pendahuluan
Rabies adalah penyakit dari virus yang fatal yang disebabkan
oleh Lyssavirus, dari keluarga Rhabdoviridae. Dalam bahasa Yunani,
~vssa mengacu pada 'kemarahan' sementara rhabdos berarti 'batang'.
Virus rabies adalah virus yang sangat neurotropik pada mamalia yang
terinfcksi tennasuk hewan dan manusia. Rabies ditularkan kepada
hewan lain dan manusia melalui kontak langsung dengan air liur dari
hewan yang terinfeksi, misalnya gigitan, luka dan jilatan pada kulit
yang luka dan selaput lendir. Setelah gejala penyakit berkembang,
rabies bersifat fatal bagi hewan dan manusia (Aideros, 20 II).
Kematian pada host yang terinfeksi disebabkan oleh Encephalomyelitis FenyakIt rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan,
paling sering oleh anjin? (WHO, 2008). Penelitian telah menunjukkan
bahwa 99% akibat kematian rabies pada manusia disebabkan oleh
gigitan anjing (Hutabarat et al., 2003). Rabies dapat dicegah melalui
vaksinasi, tetapi sekali terinfeksi akan muncul gejala penyakit dan
terjadi kematian (WHO, 2008).
.Jumlah orang yang berpotensi terinfeksi rabies di wilayah Asia
Tenggara (SEA) lebih dari 1,4 miliar. Setiap tahun, 23.000-25.000

orang meninggal di wilayah Asia Tenggara akibat rabies. Angka
tersebut mendekati 45% dari kematian manusia akibat rabies di
seluruh

dunia. Jumlah yang tepat dari kematian

manusia tidak

3
diketahui karena tidak semua kasus rabies dilaporkan. Di Indonesia,
diperkirakan kasus rabies pada manusia adalah 100 orang per tahun
sementara angka kematian akibat rabies pada manusia di Indonesia
diperkirakan 0,045 kematian per 100.000 (WHO, 2008).
Rabies di beberapa negara telah berhasil diberantas, tetapi di
negara lain tetap menjadi penyakit yang terabaikan (WIIO, 2008).
Beberapa negara tidak memiliki program nasional dalam pengendalian
rabies. Selain itu, meningkatnya populasi anjing yang tidak terkontrol
merupakan tantangan besar dalam pengendalian kasus rabies (WHO,
2008). Salah satu cara yang paling penting dan efektif untuk
pencegahan rabies pada inanusia dan hewan adalah pemantauan dan

pengendalian populasi anjing (Aideros, 20 II).
Bcberapa wilayah di Indonesia sudah dinyatakan bebas rabies
yaitu sembi Ian
provinsi antara lain Kepulauan Riau, BangkaBelitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Nusa
Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat, sementara provinsi lainnya
masih endemis. Provinsi Bali yang dulu merupakan salah satu dacrah
bebas rabies kembali dinyatakan sebagai salah satu daerah yang
berbahaya menyusul ditemukannya kembali kasus di daerah tersebut.
Kasus rabies yang masih terjadi di Indonesia berkaitan erat
dengan jumlah populasi anjing yang tidak terkontrol, terlebih lagi
dengan banyaknya anjing berkeliaran bebas yang pola reproduksi
maupun kesehatannya tidak terukur dengan baik sehingga perlu
adanya suatu upaya untuk mengendalikan populasi anjing agar jumlah
populasi anjing terukur dan risiko zoonosis dapat diminimalisasi.
Cara-cara yang kerap dijumpai untuk mengurangi populasi anjing,
yaitu dengan pemusnahan (cull), dibunuh dengan injeksi barhiturate
atau injeksi bahan kimia lainnya, dengan cara ditembak, dan dengan
cara diracun lewat umpan. Kedua cara terakhir dianggap kurang
manusiawi
karena tidak mcmperhatikan

isu kesejahteraan
hewan
(Villa et al., 2010). Kontrasepsi merupakan alternatif pilihan dalam
mengontrol populasi.
Saat ini, satu-satunya metode kontrasepsi yang
sudah diakui adalah kastrasi (pengambilan testikel). Metode ini aman
dan efektif untuk sterilisasi pennanen pada hewan jantan. Kelemahan
dari metode ini adalah memerlukan
anestesi, t~\silitas operasi, dan
dokter hewan ahli bedah, serta hewan memerlukan perawatan pasca

4
operasi. Persyaratan-persyaratan
tersebut menghambat
program
kontrol populasi anjing dalam jumlah besar (Pineda 1986) sehingga
metode sterilisasi tanpa operasi yang efektif, murah dan mudah
diaplikasikan sangat diperlukan (Pineda dan Helper, 1981).
Hadirin yang saya muliakan,


Pengendalian Populasi Anjing
Anjing-anjing liar menjadi ancaman serius terhadap berbagai
aspek kehidupan manusia seperti kesehatan, sosial-ekonomi dan
politik. Selain itu, undang-undang kesejahteraan hewan berdampak
melindungi pertumbuhan populasi anjing liar tersebut, sehingga
pertumbuhannya semakin tidak terkontrol. Organisasi Kesehatan
Hewan Dunia (OlE) mengakui bahwa kesehatan manusia sebagai
prioritas utama tennasuk pencegahan penyakit zoonosis, terutama
rabies. OlE telah menetapkan pedoman tentang bagaimana mengendalikan populasi anjing yang bebas berkeliaran dalam Terrestrial
Animal Health Code Pasal 7.7. Prinsip yang ditekankan dalam
pedoman ini adalah bukan hanya perlunya penerapan kaidah-kaidah
kesejahteraan hewan dalam pengendalian populasi anjing, tetapi juga
pentingnya upaya promosi tentang pemilik anjing yang bertanggung
jawab (responsible dog mvnership)
dan perubahan perilaku
masyarakat (community behaviour) mengingat ekologi anjing
berkaitan erat dengan kegiatan manusia. Valam pedoman tersebut,
juga ditekankan pentingnya pemerintah dan pemerintah daerah
setempat mcmainkan peran utama dalam mencegah dan mengendalikan rabies (OlE, 2(10).
Definisi anjing liar menurut OlE adalah "setiap anjing yang

tidak bcrada di bawah kontrol langsung atau bebas berkeliaran". Ada
tiga jenis anjing liar, yaitu: a) anjing yang bebas berkeliaran yang
punya pcmilik, tetapi tidak berada di bawah kontrol langsung;
b) anjing yang bebas bcrkeliaran tanpa pemilik; dan c) anjing
domcstik yang bcbas berkeliaran, yang hidupnya tidak tergantung
pad a manusia dan bereproduksi dengan bebas (Aidcros, 20 II ).
I

5
Mengingat pertumbuhan populasi anjing yang tidak terkontrol
dan perannya dalam transmisi rabies, perlu dilakukan tindakan
pengendalian populasi dengan tepat. Tindakan pengendalian dapat
diterapkan berdasarkan konteks nasional, sumber daya, fasilitas. dan
keadaan setempat. Sayangnya, karena kurangnya pengetahuan dan
sumber serta rasa takut terhadap rabies sebagian masyarakat
menggunakan metode kejam dan tidak efektif dalam mengendalikan
populasi anjing seperti meracun, menyetrnm, dan menenggelamkan.
Sampai saat ini, di beberapa negara, memberikan racun strychnine
adalah satu-satunya cara yang tersedia dari pengendalian populasi
anjing untuk pemerintah'setempat. Metode ini menyebabkan anjing

mati perlahan-Iahan, kejang-kejang dan beberapa jam kemudian mati.
Euthanasia anjing, ketika digunakan sendiri bukan mernpakan
tindakan kontrol yang efektif. Jika digunakan euthanasia harns
dilakukan secara manusiawi dan dalam kombinasi dengan langkahlangkah lain untuk tujuan mencapai kontrol jangka panjang yang
efektif (Aideros, 2011).
Pengendalian populasi anjing dalam kaitannya dengan pengendalian rabies terhambat oleh persoalan-persoalan
budaya dan
keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, setiap upaya pengendalian
harns dilakukan dengan memperhatikan praktik lokal dan kepercayaan
masyarakat setempat. Misalnya, dalam upaya pengendalian populasi
anjing dan rabies di Pulau Flores harns disadari bahwa pendidikan
masyarakat dan penyediaan infonl1asi menjadi sama pentingnya
dengan penerapan perundangan (Wendeler et aI., 1988).
Hadirin yang ferhorl1lat.

Pengertian

Kontrasepsi

Mcnurut American Heritage Dictionary (2009), kontrasepsi

didefinisikan sebagai "pencegahan konsepsi atau pembuahan melalui
pcnggunaan bcrbagai perangkat, agen, obat-obatan, praktik seksual,
dan prosedur bcdah". Ada dua pendekatan utama untuk kontrasepsi
dan ini tenl1asuk pendekatan opcrasi dan nonoperasi. Karakteristik
yang diinginkan untuk kontrasepsi temlasuk hilangnya fertilitas secara

6
pem1anen, kehilangan perilaku seksual, efektif pad a hewan jantan
maupun betina, aman dan tidak memiliki efek samping, dan mudah
diaplikasikan (Tasker, 2009).
Kontrasepsi dengan prosedllr operasi. Kontrasepsi dengan
pcmbedahan melibatkan operasi pengangkatan ovarium atau testis
untuk menghilangkan fungsi reproduksi yang bersifat irreversible.
Pada hewan betina, ovariohisterektomi dilakukan untuk pembedahan
mengambil ovarium dan uterus. Ovariektomi di sisi lain mengacu
pada operasi pengangkatan ovarium. Bila dibandingkan dengan
ovariektomi, ovariohisterektomi
secara teknis lebih rumit dan
memakan waktu. Ovariahisterektomi membutuhkan sayatan yang
lebih panjang dan ada risiko peningkatan trauma interoperative.
Namun, pengangkatan uterus memiliki manfaat jangka panjang seperti
pcncegahan pyometra dan endometritis.
Pada hewan jantan,
orchiektomi (kastrasi) mengacu pada operasi pengangkatan testis dan
kordas permatika. Vasektomi mengacu pada eksisisegmenvas deferens
untuk menghasilkan sterilitas. Kastrasi pad a hewan jantan dilakukan
di bawah anestesi umum. Sayatan dibuat diskrotum dan kedua testis
diambil dari kantung skrotum. Kastrasi adalah prosedur yang relatif
cepat dengan risiko infeksi kecil. Vasektomi merupakan prosedur
altcmatif untuk kontrasepsi. Namun hal ini tidak banyak dilakukan
karena tampaknya memiliki sedikit atau tidak berpengaruh sarna
sekali pad a perilaku agresif. Prosedur kontrasepsi operasi memiliki
pro dan kontra baik pad a anjing jantan maupun betina. Pada anjing
betina, kastrasi dapat meminimalkan kejadian mammary neoplasia
yaitu jenis tumor yang paling umum. Ovariohisterektomi juga akan
mencegah terjadinya penyakit reproduksi seperti tumor ovarium, kista
dan pyometra karena penyakit tersebut dimediasi oleh hormon
ovarium. Kastrasi pada hewan jantan mencegah terjadinya gangguan
seperti neoplasia, orchitis, epididymitis dan torsi dari korda
spennatika. Keuntungan lain dari kastrasi adalah perbaikan perilaku
(Motdave dan Rhodes, 2013).
Kontrasepsi dengan prosedllr nonoperasi. Langkah-langkah
kontrasepsinon-operasi termasuk tindakan farmakologis temporer atau
permanen seperti kastrasikimia pad a hewan jantan, pencegahan estrus
pada hewan betina, penekanan estrus, dan pencegahan kebuntingan

7
(Wiebe dan Howard, 2009). Metodc utama untuk kontrascpsi
nonoperasi adalah imuno kontrasepsi, menghambat produksi 11011110n
endogen (down-regulation), injeksi intratestikuler, intraepididimal dan
vasdeferens; penargetan kimia, konjugat cytotoxin dan metode
mekanis. lmunokontrasepsia dalah cara untuk mengontrol reproduksi
dengan memanfaatkan sistem kekebalan tubuh untuk menghambat
fertilitas. Prinsipnya dengan cara menyuntikkan protein rcproduksi
eksogen (antigen) akan memicu hewan untuk menghasilkan antibodi.
Antibodi ini kemudian bertindak melawan (endogen) h0I1110n
reproduksi
dan protein mereka sendiri dengan menetralkan
aktivitasnya sehingga proses reproduksi terhambat. H0I111onaldownregulation melibatkan penggunaan sintetis (eksogen) hormon steroid
untuk menekan fertilitas dengan cara menghambat produksi hOl111on
endogen (down-regulation). Kastrasi kimia adalah injeksi pada
intratestikuler, intraepididymal dan intra-vas deferens. Metode ini
menyebabkan sterilitas permanen pada hewan jantan muda dengan
menginduksia
zoo spen11ia. Penargetan kimia adalah metode
menggunakan bahan kimia (industrial toxicant) yang secara khusus
targetnya pada ovarium. Konjugat cytotoxin adalah racun tanaman
yang memiliki efek merusak pada sel-sel kelenjar hipofisis.
Akibatnya, pelepasan Luteinizing HOl111one (LH) dan Folliclestimulating hormone (FSH) terhambat. Metode mekanis kontrasepsi
tel111asukhambatan mekanis dan intrauterine device. Namun, ini tidak
praktis digunakan dan memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Teknik
sterilisasi
mekanik dengan menggunakan
ultrasound
efektif
menyebabkan sterilitas pada hewanjantan tetapi harus digunakan pada
tingkat yang rendah dan teknik ini memerlukan prosedur yang
berulang (Tasker, 2009).
HOl111onal down-regulation adalah metode kontrasepsi yang
digunakan secara luas pada manusia maupun pada hewan. Fertilitas
ditekan dengan menggunakan hOl111on steroidsintetik (eksogen)
dengan menghambat produksi hOl111onendogen. Metode hOl111onal
down-regulation
meliputi penggunaan progestin sintetis dan agonis
GnRH. HOl111onsteroid sintetik digunakan untuk mengontrol kondisi
yang disebabkan oleh hOl111onseks steroid dan untuk mengatur
masalah perilaku yang mungkin berada di bawah pengaruh testosteron

8
atau estrogen. Agonis GnRH telah dikembangkan untuk penggunaan
kontrasepsi pad a anjing jantan maupun betina dan umumnya bersifat
reversible. Pemberian hormon steroid eksogen berfungsi sebagai
metode untuk menekan fertilitas. Umumnya, hormon seks steroid
bekerja melalui beberapa mekanisme yang mencakup penekanan
GnRH melalui umpan balik negatif pada tingkat otak dan hipofisis
atau oleh efek langsung pad a uterus dan transpor sperma. Melalui
umpan balik negatif, hormon steroid mengurangi tingkat GnRH,
mengganggu fertilitas dan memiliki efek lokal pada saluran reproduksi
yang secara langsung memengaruhi fertilitas (Moldave dan Rhodes,
2013). Hormon steroid sintetis hanya cocok untuk digunakan jangka
pendek dan dapat diberikan secara oral maupun dengan injeksi dengan
interval harian atau mingguan. Dengan mempertimbangkan faktorfaktor tersebut, penggunaan hormon steroid sebagai metode
kontrasepsi untuk mengendalikan populasi anjing liar kurang tepat.
Pemberian yang terus-menerus dengan dosis tertentu selama periode
tertentu diperlukan untuk mencapai infertilitas. Metode tersebut tidak
praktis dan berhubungan dengan efek negatif pada hewan tersebut bila
digunakan dalam jangka panjang. Apabila waktu pemberian tidak
teratur maka fungsi reproduksi akan pulih kembali dengan cepat.
Hadirin yang saya muliakan,
Pengertian GnRH
Gonadotrophin Releasing Hormone ~GnRH), adalah sepuluh
peptida yang disintesa pada hipotalamus dan disekresikan secara
langsung ke sirkulasi darah hipofisis. GnRH secara selektif
menstimulasi sel-sel gonadotrope untuk melepaskan heterodimerik
gonadotropin, Luteinizing Hormone (LH), dan Follicle-Stimulating
Hormone (FSH) yang kesemuanya merupakan glikoprotein yang

memiliki kesamaan subunit a dan perbedaan subunit

B.

LH dan FSH

memtliki peran untuk menstimulasi gonad untuk fungsi alat kelamin
dan gametogenesis (Conn dan Crowley, 1994). GnRH merupakan
golongan neuropeptida yang ditemukan dan diisolasi sebagai faktor
utama dari hipotalamus yang mengontrol sekresi dari kelenjar
hipofisis anterior (Schneider et al., 2006).

9
Agonis GnRH
Agonis GnRH merupakan modifikasi dari GnRH alami dengan
substitusi pad a rantai asam amino ke-6 dan/atau 10. Dengan adanya
substitusi pada kedua rantai asam amino tersebut maka terjadi
peningkatan afinitas dengan reseptor GnRH pada kelenjar hipofisis
anterior. Agonis GnRH mampu bertahan lama karena dengan adanya
peningkatan afinitas reseptor menimbulkan efek pencegahan degradasi
oleh enzim peptidase atau enzim karboksiamid peptidase. Mekanisme
kerja agonis GnRH ini tidak langsung mengeblok pelepasan FSH dan
LH. Pada awal pemberi~n hormon ini, akan terjadi stimulasi awal
(flare up effect) sehingga masih terjadi peningkatan sekresi FSH dan
LH. Karena honnon ini dapat bertahan lama, dalam jangka waktu
tertentu dari pemberian awal hormon tersebut, GnRH alami tidak
mampu berikatan dengan reseptor GnRH di pituitari anterior sehingga
akan terjadi penurunan sekresi FSH dan LH. Pemberian jangka
panjang pad a agonis GnRH ini mampu menimbulkan penurunan
sensitivitas reseptor GnRH di kelenjar pituitari anterior. Dengan
demikian, sekresi honnon FSH dan LH pada kelenjar pituitari juga
menurun, akibatnya hormon steroid yang berada dalam tubuh semakin
sedikit.
Agonis GnRH telah dikembangkan untuk digunakan pada
pengobatan manusia dan tersedia sebagai obat generik peptida seperti
leuprolide, nafarelin, triptorelin, deslorelin dan histerelin. Peptida ini
harus diberikan melalui suntikan atau implantasi subkutan, karena jika
diberikan secara oral, tidak tercerna dan tidak aktif secara biologis.
Bentuk slow release implant telah dikembangkan untuk manusia
yang dapat digunakan selama 3-12 bulan untuk menekan testosteron
dalam pengobatan kanker prostat dan untuk menekan estrogen dalam
pengobatan endometriosis. Peptida tersebut mempunyai kegunaan lain
seperti pengobatan precocious puherty dan juga telah dikembangkan
dalam bentuk inhalansia.
Kelemahan dari penggunaan agonis GnRH untuk menekan
aktivitas reproduksi pada pria dan wanita biasanya menyebabkan
kenaikan awal FSH dan LH. Pada wanita, peningkatan honnon ini
mungkin akan menginduksi estrus. Pada pria, peningkatan LH
menyebabkan
peningkatan
testosteron
yang mungkin
tidak

10
terekspresikan secara klinis. Pada saat agonis GnRH digunakan untuk
mengobati kanker prostat pada manusia, stimulasi testosteron justru
akan memperburuk keadaan seperti nyeri pada tulang yang disebabkan
metastasis tumor dan stimulasi pertumbuhan sel-sel tumor. Agonis
GnRH tidak efektif pad a saat supresi fertilitas dibutuhkan dengan
segera. Ketika penggunaan
agonis dihentikan,
baik dengan
pengangkatan implan, mengurangi zat aktif obat, maupun dengan
menghentikan pemberian injeksi harian, rentangan waktu untuk
kCl11balike siklus fertilitas seperti semula tidak bisa diperkirakan.
Walaupun durasi minimum atas efektivitas terapi dapat ditentukan,
tetapi sulit untuk memperkirakan hilangnya efek yang dijalani selama
terapi pada setiap individu percobaan.
Penelitian menggunakan Norethisterone Enanthate (NETE)
tclah dilakukan untuk kontrasepsi pada pria. Hipotesis kita bahwa
progestin dapat menimbulkan efek kontrasepsi tidak hanya dengan
l11enckangonadotropin tetapi juga efck langsung pada testis. Hasil dari
pcnelitian dengan menggunakan hewan model Macaca fascicularis
jantan l11enunjukkan bahwa pemberian jangka pendek NETE tidak
l11el11punyaiefek langsung pada testis atau epididil11is dan tampaknya
cfek kontrascpsi hanya dengan cara menekan gonadotropin (Junaidi et
al.. 2005).
Hadirin yang saya hormati,
Agonis GnRH sebagai Agen Kontrasepsi
Kontrasepsi pada hewan jantan agar dapat ditcrima olch sel11ua
pihak harus l11el11enuhibeberapa persyaratan, yaitu dapat menghambat
fCl1ilitas dengan menurunkan gamet yang fCl1il, I11cnekan kontrol
cndokrin terhadap libido, menekan produksi sex steroid, dan tidak ada
efek samping selama penggunaan maupun setelah penghentian.
Untui+ hewan domestik seperti anjing, diperlukan agen antifertilitas
yang aman dan kurang invasif dari gonadektol11i dan bersifat
reversible khususnya untuk anjing yang akan digunakan untuk
hi'eeding selanjutnya. Saat ini pilihan jenis kontrasepsi yang
l11emenuhisemua kriteria tersebut sangatlah terbatas.

11

Agonis GnRH telah lama diteliti karena dcngan pemberian
jangka panjang dapat menurunkan sekresi LH dan FSll dengan down
regulate GnRH reseptor pada pituitari. Agonis GnRH telah diuji pada
hewan jantan dari berbagai spesies tennasuk anjing laut, babi, kuda,
domba, dan anjing (Inaba et aI., 1996;Trigg et aI., 2001). Variasi hasil
telah dilaporkan mulai dari gangguan ringan sampai berat pada proses
spennatogenesis dan penurunan ringan sampai berat dari volume
testis. Kelemahan dari penelitian ini adalah masih diperlukan injeksi
agonis GnRH setiap hari dalam jangka panjang.
Studi pada anjing menggunakan agonis GnRH dilakukan pada
tahun 1984 (Vickery et aI., 1984) dan penggunaannya masih
dilanjutkan sampai sekarang. Penggunaan beberapa senyawa dengan
berbagai jenis fonnulasi telah menunjukkan hasil yang efektif pada
anjing (Gobello, 2007). Sementara itu, sistem pengiriman senyawa
pada hewan merupakan faktor penghambat utama atas pengembangan
fonnulasi agonis GnRH komersial, senyawa biokompatibel yang
secara biaya efektif dan nyaman untuk digunakan telah
dikembangkan, senyawa tersebut juga memberikan efek long-term
release pada level agonis GnRH yang sama (Herbert dan Trigg, 2005).
Oalam beberapa dekade terakhir ini, dua agonis GnRH telah disetujui
sebagai kontrasepsi anjing secara meluas di Amerika Serikat.
Hadirin yang saya cintai,

Superagonis GnRU Deslorelin untuk Kontrasepsi
Oeslorelin merupakan analog sintesis dari GnRH yang dipercaya
10 kali lebih kuat dari senyawa yang terjadi secara alami (Padula,
2005). Oeslorelin berbeda dari GnRH alami pada urutan asam amino
glisin oleh O-triptofan pada posisi 6 daripada glisin dan berakhir pada
posisi 9 dengan proethylamide dari glicynamide (Goodman et aI.,
2008; Wagner et aI., 2005). Oeslorelin bertindak serupa seperti GnRH
dengan menstimulasi sekresi pituitari dari gonadotropin Luteinizing
Hormone dan FSH, menyebabkan estrus dan ovulasi, sebagaimana
stimulasi produksi reseptor GnRH pada membran sel (Larson et aI.,
2012). Namun, sekresi berkelanjutan dari GnRH atau pemberian

12
kronis dari analog tersebut
menstimulasi
rescptor
GnRH,
menyebabkan down-regulation dan penurunan pelepasan hormon
gonadotropin serta berkurangnya produksi dan sirkulasi dari estrogen,
progesteron, dan testosteron (Larson et aI., 2012).
Bentuk implan subcutan dengan ukuran 0,23 x 15,2 mm yang
berisi berbagai dosis 3 mg, 6 mg, dan 12 mg Oeslorelin (0- Tryp6Pro9-des-GlyI0-LHRH
ethylamide) telah diteliti kcampuhannya
terhadap efek kontrasepsi pada anjing jantan (Junaidi et aI., 1997,
1998,2003,2007, 2009a, 2009b, dan 2013). Penelitian dengan implan
subcutan 6 mg Oeslorelin pada anjing jantan menunjukkan adanya
kenaikan LH dan testosteron (T) dengan cepat dalam 40 menit
pertama, kemudian menurun secara gradual sampai tidak terdeteksi
pada hari ke-20 dan berlangsung sampai 49 minggu. Kedua honnon
tersebut tidak terdeteksi selama 49 minggu dan baru pada minggu ke52 kadar LH dan T kembali ke nonna!. Adanya jeda waktu 20 men it
antara puncak LH dengan T masih dalam kisaran antara 15-105 menit
seperti dilaporkan oleh peneliti sebelumnya (Guenzel-Apel et aI.,
1994). Penghentian sekresi gonadotropin tersebut disebabkan oleh
adanya down regulation pada reseptor GnRH (Junaidi et aI., 1997).
Rendahnya LH mengakibatkan tidak ada stimulasi ke sel-sel Leydig
dan sebagai akibatnya tidak terdeteksinya T dalam darah (Junaidi et
aI., 1998), dan ini kemungkinannya akibat hilangnya reseptor LH di
dalam testis (Junaidi, 2003). Turunnya plasma konsentrasi T
menjelaskan penurunan secara progresif pada volume ejakulat dan
penurunan motilitas dan maturitas spennatozoa. Pada anjing, T
mengontrol sekresi prostat dan diperlukan untuk menjaga spennatogenesis (Gilbert dan Bosu, 1987). Pengaruh selanjutnya adalah
pengecilan volume testis dan prostat yang terjadi pada minggu ke-5
setelah implantasi, sedangkan penurunan yang tajam terjadi antara
minggu ke-l 0-45. Produksi ejakulat dan spennatozoa kembali pulih
setelah minggu ke-60 setelah pengaruh implan habis. Munculnya
nonnal spenna dalam ejakulat kurang lebih dalam 8 minggu setelah
nonnalnya konsentrasi T adalah konsisten dengan lama siklus
spennatogenik, yaitu 56 hari. Hal ini menunjukkan bahwa Oeslorelin
bersifat reversible terbukti dengan kembalinya proses spennatogenik

13
secara normal setelah pengaruh implan habis (Junaidi et aI., 2007;
Trig et aI., 2006).
Untuk menguji hubungan dosis terhadap respons fungsi pituitari
dan testikuler dilakukan penelitian dengan menggunakan dosis.yang
berbeda, yaitu 3 mg, 6 mg, dan 12 mg superagonis GnRH, hasilnya
menunjukkan bahwa hubungan dosis dengan respons tidak ditunjukkan pada derajat berat ringannya efek kontrasepsi, tetapi terhadap
lamanya pengaruh kontrasepsi (Junaidi et aI., 2009a). Pengaruh paling
konsisten adalah dengan dosis 6 mg yang dapat memberikan efek
sterilitasnya selama I tahun dan reimplantasi akan memberikan efek
yang sama, yaitu menekan fertilitas selama I tahun dan bersifat
reversible (Junaidi et aI., 2009b; Junaidi et aI., 2010).
Hasil pcmeriksaan histologi dan elektron mikroskopik pada
testis dan prostat pada anjing yang diimplan dengan Deslorelin selama
100 hari menunjukkan tubulus seminiferus mengalami atropi dan
aspennatogenik. Pada jaringan prostat menjadi atropi pada glandula
epithelium dan peningkatan proporsi jaringan ikat (tissue). Pada
tingkat elektron mikroskopik sel-sel sertoli dan nukleus mengecil.
Nukleoli dari sel-sel Leydig atropi dan epithelium glandula prostat
menunjukkan penurunan pada epithelium tinggi (ephitelial height),
atropi nukleolus, dan tidak adanya sekresi granula. Sebaliknya, pada
saat recovery, tampak spennatogenesis yang kembali nonnal (Junaidi
et aI., 2009a). Setelah hilangnya pengaruh implan, fungsi reproduksi
kembali nonnal dan gambaran histologi serta endokrin kembali ke
nilai yang sama dengan kontrol (Junaidi et aI., 2003; Junaidi et aI.,
2009a). Slow release implant ini juga telah diujicobakan terhadap
beberapa anjing kampung di Yogyakarta dan memberikan efek yang
sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Junaidi et aI., 2007;
Junaidi et aI., 2009), yaitu menekan fertilitas selama satu tahun dan
bersifat reversible (Junaidi et aI., 20 I0).
Untuk menguji apakah injeksi eksogen GnRH dan LH dapat
menstimulasi sekresi LH dan T pada anjing yang secara kronis
diimplan dengan agonis GnRH, dilakukan uji tantangan pada hari
ke-15, 25, 40, dan 100 setelah implantasi. Hasilnya menunjukkan
bahwa respons LH dan T keduanya secara signifikan menurun pada
hari ke-15 dibandingkan dengan kontrol dan tidak ada respons pada

14
hari ke-IOO. Hal ini menunjukkan bahwa implan Oeslorelin
menyebabkan kehilangan daya respons pituitari terhadap GnRH
eksogen dan ini kemungkinan disebabkan oleh down-regulation dari
GnRH reseptor pada gonadotroph. Ada bukti paralel desensitisasi selsel Leydig, bukti paling awal pada hari ke-15 setelah implantasi
dengan Oeslorelin, T respons terhadap LH sangat menurun pada hari
ke-26, pada hari ke-40 tidak menimbulkan kenaikan dari T, hal ini
disebabkan oleh hilangnya LH reseptor. Jadi, untuk anjing jantan,
hambatan fungsi gonad dengan Deslorelin akan desensitisasi sel-sel
Leydig terhadap LH dengan konsekuensi tidak terdeteksinya androgen
selama treatment. Untuk hewan kesayangan, konsekuensi ini
kemungkinan sangat diharapkan, khususnya untuk menurunkan
tingkah laku seksual dan menurunkan agresivitas dan territorial
(Junaidi et aI., 2007).
Agonis GnRH Deslorelin juga terbukti efektif sebagai agen
kontrasepsi pada anjing betina (Kutzler dan Wood 2006; Gobello,
2007). Sebagai contoh, pemberian implan subkutan slow-release (3, 6,
atau 12 mg) pada anjing betina meningkatkan rerata durasi interval
interestrus pada semua dosis yang diberikan. Implan juga menekan
estrus sampai 27 bulan mas a siklus estrus pada saat implantasi. Ketika
serum progesteron (P4) lebih besar dari 5 ng/ml, efek stimulasi awal
menyebabkan siklus estrus 4-8 hari setelah implantasi. Enam dari 9
anjing betina yang kawin setelah masa pemulihan terapi langsung
bunting (Trigg et aI., 2006).
Hasil penelitian kontrasepsi pada anjing betina yang dilaporkan
oleh Fontaine et al. (20 I0) di simposium internasional kontrasepsi
nonbedah untuk pengendalian populasi hewan peliharaan mencakup
dokumentasi pengaruh tahapan siklus estrus atas penggunaan imp Ian
Deslorelin 4,7 mg. Peneliti mencatat adanya down-regulation pada 31
dari 41 hewan yang diimplan saat estrus dan disimpulkan bahwa
implan Deslorelin merupakan cara yang aman dan cepat untuk
mel1sterilisasi anjing betina. Diestrus tampaknya menggambarkan
peri ode terbaik untuk menghindari munculnya estrus. Disarankan
untuk memantau perkembangan anjing betina yang diimplan selama
30 hari sesudah pemasangan untuk melihat kembali down-regulation.
Herbert dan Trigg (2005) melaporkan bahwa waktu recovery yang

15
ditunjukkan dengan kembalinya estrus sangat bervariasi. Perbedaan
waktu recovery ini kemungkinan karena perbedaan ras atau karena
variasi dosis yang digunakan.
Penelitian mengenai penggunaan implan Oeslorelin sebagai
agen kontrasepsi dan indikasi lainnya pada anjing jantan maupun
anjing betina masih terus berlangsung hingga saat ini. Penelitian
dengan imp Ian agonis GnRH Oeslorelin 4,7 dan 9,4 mg pada usia
prepubertal atau pada umur 4 bulan, ditemukan bahwa imp Ian 4,7 mg
hanya efektif kurang dari dua tahun, sedangkan dengan implan 9,4 mg
efektif dalam kurun waktu 2,5 tahun pada anjing Beagles dan 3,2
tahun pada anjing ras cani.puran. Peneliti lain membandingkan efek
spesifik antara kastrasi dengan bedah dan kastrasi nonbedah
menggunakan imp Ian GnRH dan hasilnya tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kedua metode tersebut dalam hal konsentrasi plasma
testosteron dan parameter perilaku.
Dari serangkaian penelitian antara tahun 2006-2013 tersebut,
menunjukkan bahwa implan Deslorelin mempunyai potensi yang tepat
sebagai kontrasepsi pada anjing jantan maupun betina dan
menawarkan strategi baru untuk kontrol populasi pada spesies canidae
maupun wild canidae.
Hadirin yang saya mliliakall,
Aplikasi Klinis di Lapangan
Superagonis GnRJ-l Oeslorelin telah diproduksi oleh Peptech
Animal Health, Macquarie Park, Australia, dengan nama paten
Suprelorin@ (imp Ian Oeslorelin). Suprelorin tersedia di Eropa dan
Australia dengan sediaan 4,7 atau 9,4 mg dalam imp Ian subkutan slow
release long-impact, ukurannya mirip dengan microchip 0,23 x 15,2
mm (O-Tryp6-Pro9-des-GlyI0-LHRH
ethylamide) dan dikemas
dalam implanter dispossible terhubung dengan jarum suntik 13G.
Cara penggunaannya, implan diinjeksikan di bawah kulit. lnjeksi
dilakukan dengan pemberian penenang secara minimal atau bahkan
tanpa penenang sama sekali. Karena efek psikologisnya pada pasien,
penanaman implan subkutan Deslorelin digunakan untuk mengontrol

16
siklus reproduksi dengan menginduksi estrus dan ovulasi atau sebagai
kontrasepsi reversible pada hewan domestik dan satwa liar. Ourasi
dari aktivitas implan beragam, tergantung dari dosis yang diberikan
dan tergantung pada jenis spesies. Suprelorin@ telah disetujui oleh
badan pengawas dan diperkenalkan di Australia serta Selandia 8aru.
Peptech juga mendapatkan izin untuk penggunaan pada anjing jantan
di Uni Eropa dan dipasarkan oleh Virbac. Suprelorin juga efektif
untuk supresi fertilitas pada anjing betina, kucing jantan maupun
betina. Suprelorin telah digunakan sebagai kontrasepsi pada beberapa
spesies canidae dan felidae di kebun binatang di Amerika Serikat dan
di alam liar di Afrika Selatan.
Penggunaan klinis Suprelorin (Yon Heimendahl, 2010) di Eropa
untuk berbagai keperluan berbeda-beda di negara yang berbeda-beda
pula. Hal ini tampaknya tergantung pada sikap yang diambil mengenai
operasi untuk sterilisasi pada umumnya dan jumlah hewan peliharaan
tidak dikebiri dalam populasi anjing serta penggunaannya pada anjing
pejantan. Oi negara seperti Inggris, sterilisasi anjing pada umur 6
bulan merupakan hal yang wajar dan rutin dilakukan, tetapi
kebanyakan implan digunakan untuk anjing berusia lebih tua untuk
menghindari prosedur pembedahan maupun untuk menghindari
keributan yang sering terjadi antar anjing jantan. Oi negara-negara
Skandinavia sterilisasi tidak dilakukan secara rutin dikarenakan
melanggar kesejahteraan hewan, Suprelorin lebih sering digunakan
untuk mengastrasi pejantan secara fannakologis. Implan dapat
diberikan secara rutin setiap 6 atau 12 bulan sekali atau ketika ditemui
pembesaran testikuler.
Agonis GnRH lainnya yang disetujui di Uni Eropa adalah
Gonazon™ (azagly-naraferlin), sebuah alat yang mengatur pelepasan
honnon dikembangkan oleh Intervet sebelum dikonsolidasikan
menjadi Intervet and Schering-Plough Animal Health (sekarang MSO
atau Merck Animal Health). Gonazon disetujui penggunaannya pada
anjing betina di Uni Eropa tahun 2006. Riset menunjukkan bahwa
agonis tersebut efektif pada kucing betina, meskipun tidak pernah
disetujui penggunaannya untuk kucing. Sayangnya Gonazon tidak
dikomersialkan, sehingga tidak tersedia di pasaran.

17
Agonis GnRH juga mengakibatkan penyusutan kelenjar prostat
secara signifikan (Limmanont et aI., 2011), tetapi justru merupakan
keuntungan klinis bagi anjing yang mengalami hiperplasia prostat
benigna, suatu kondisi yang umum menyerang anjing tua. Anjing
dengan tanda-tanda klinis penyakit prostat biasanya dikastrasi untuk
menyusutkan prostatnya sehingga terapi dengan agonis GnRH dapat
memberi keuntungan bagi anjing yang menderita kondisi seperti ini.
Hadirin yang berbahagia,

Pengendalian Rabies ke Depan
Peningkatan kasus rabies di Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir dan banyaknya pulau yang tadinya bebas, tetapi kemudian
menjadi tertular, menurut WHO, Indonesia menjadi negara berstatus
endemik menengah dari yang sebelumnya endemik rendah (Gongal
and Wright, 2011). Isu ini perlu diantisipasi ke depannya mengingat
rabies masih dan terus menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di
banyak tempat di Indonesia. Untuk pengendalian rabies yang efektif
diperlukan penerapan program pengendalian populasi anjing dan
program vaksinasi yang sistematik dan terarah di lapangan. Kami
menawarkan pengembangan
dari program-program
manajemen
populasi anjing atau pengendalian populasi anjing sebe1umnya, yaitu
tangkap-kebiri-Iepas
(Capture-Neuture-Release/CNR),
di mana
khusus kebiri digunakan kontrasepsi hormonal, yaitu dengan slow
release implant agonis GnRH Deslorelin.
Pengendalian populasi anjing liar diperlukan untuk meminimalkan masalah-masalah sosial dengan manusia dan yang lebih penting
untuk mencegah penularan rabies. Metode yang tidak manusiawi
dengan cara membunuh atau meracuni bukan merupakan solusi etis
dan telah terbukti gagal dalam mengendalikan populasi anjing.
Metode baru dan lebih manusiawi seperti program kontrasepsi harus
dilaksanakan untuk mengendalikan populasi anjing. Untuk populasi
anjing dalam jumlah besar, metode kontrasepsi nonoperasi dengan
imp Ian Deslorelin lebih tcpat karena prosedumya sederhana, tidak
memerlukan anestesi dan perawatan pascaoperasi. Dipilih anjing

18
jantan karena mereka aktif secara seksual sepanjang tahun.
Menggabungkan vaksinasi dan program kontrasepsi honnonal, seperti
program CNR harus dilaksanakan untuk mengendalikan populasi
anjing dan menyediakan lingkungan yang lebih baik dan lebih aman
bagi manusia dan anjing.
Dengan diterbitkannya Perpres No. 30 Tahun 2011 tentang
pengendalian zoonosis yang multisektor dengan melibatkan 17
kementerian dan lembaga terlibat di dalamnya diharapkan pengendalian zoonosis terutama rabies dapat lebih efektif dan optimal.
Berbagai upaya untuk pengendalian rabies telah ditempuh oleh
Pemerintah Indonesia antara lain dengan menerbitkan buku pedoman
pengendalian rabies, advokasi sosialisasi sektorllintas program terkait
di tingkat daerah, pembentukan tim koordinasi rabies di setiap
tingkatan, pelatihan dan sosialisasi pada petugas kesehatan,
pembentukan rabies centre, penyelidikan epidemiologi dan surveilans
aktif secara terpadu, workshop dan pertemuan expert pengendalian
rabies, meningkatkan capacity building petugas dengan pelatihanpelatihan dan pembuatan media penyuluhan rabies, serta melakukan
komunikasi, edukasi, dan membagi infonnasi kepada berbagai lapisan
masyarakat.
Hadirin yang saya hormati,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Superagonis GnRH
Deslorelin dalam bentuk slow release implan dapat memberikan efek
sterilitas pada anjing jantan maupun betina selama I tahun dan reimplantasi akan memberikan efek yang sama, yaitu menekan fertilitas
selama I tahun dan bersifat reversible. Metode ini menawarkan
strategi kontrol populasi pada anjing sebagai upaya menekan kasus
rabies di Indonesia. Pengendalian rabies yang efektif dan program
vaksinasi yang sistematik dan terarah di lapangan merupakan program
fundamental untuk eliminasi rabies. Pada akhirnya diperlukan
komitmen bersama dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis
terutama rabies di Indonesia dengan mengacu Perpres No. 30 Tahun
20 II demi tercapainya "Indonesia bebas rabies 2020".

19
Hadirin yang saya Inuliakan,
Perkenankanlah saya mengakhiri pidato ini dengan mcmanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segal a rahmat, hidayah,
kekuatan, dan lindungan yang telah diberikan kepada saya sckeluarga.
Hanya karena rida Allah semata, saya dapat berdiri di hadapan hadirin
semua untuk menyall1paikan pidato pengukuhan ini.
Izinkanlah saya ll1enyebutkan berbagai pihak yang baik secara
langsung maupun tidak langsung tclah memberi saya bekal dalam
menempuh hidup, membina karier dan rumah tangga, serta ll1enjadi
anggota masyarakat yang baik.
Yang pertama, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada almarhumah ibu saya, Hj. Muslimah dan almarhum
bapak saya, H. S.A. Rosjidhie yang telah mengasuh, mendidik, dan
membesarkan saya dengan segala pengorbanan dan jerih payahnya,
yang dengan penuh tulus ikhlas mendoakan dan memberikan restu,
serta mendorong tak henti-hentinya untuk kesuksesan hidup saya
sekeluarga. Kepada almarhum dan almarhumah bapak dan ibu mertua
saya, Bapak H. K. Soenaryo dan lbu Hj. Mimi Sumirat, saya
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besamya atas segal a doa
dan perhatiannya.
.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Pemerintah
Republik lndonesia melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
yang telah mengesahkan pengangkatan saya sebagai Guru Besar mulai
tahun 2009. Terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada
Rektor, Wakil Rektor UGM, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis
Guru Besar UGM, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Senat Akademik
UGM, tim penilai karya ilmiah saya, baik di Fakultas Kedokteran
Hewan ll1aupun di Universitas Gadjah Mada yang telah menyetujui
dan mengusulkan saya memangku jabatan Guru Besar. Oemikian pula
terima kasih saya sampaikan kepada para staf Urusan Kepegawaian
yang telah dengan tulus membantu kelancaran proses pengusulan
jabatan saya.
Terima kasih saya sampaikan kepada bapak ibu guru saya sejak
di sekolah dasar sampai perguruan tinggi, yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu, yang telah ikut meletakkan dasar-dasar

20
keilmuan, kemandirian, dan kemampuan akademik saya. Ucapan
terima kasih juga saya sampaikan kepada para dosen di Fakultas
Kedokteran Hewan, yang telah mengantarkan saya meraih gelar
Sarjana dan Profesi Ookter Hewan. Terima kasih yang dalam juga
saya sampaikan kepada Kepala Bagian Reproduksi beserta semua staf
ata~ kebersamaan dan kerja sama kita selama ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Oekan Fakultas Kedokteran
Hewan UGM atas bimbingan dan arahannya, Wakil Oekan I, II, dan
III, para pimpinan Fakultas Kedokteran Hewan, seluruh teman sejawat
dosen dan karyawan, atas kerja sama yang baik selama ini. Kepada
mantan dekan dan mantan pengurus fakultas sebelumnya mulai
periode 1991-2012 yang telah ban yak memberikan bimbingan selama
saya berada di Fakultas Kedokteran Hewan tercinta ini, saya ucapkan
banyak terima kasih.
Rasa terima kasih dengan penuh sayang, saya sampaikan kepada
kesepuluh saudara kandung saya beserta keluarganya yang telah
dengan penuh rasa persaudaraan saling menyayangi dan saling
melindungi. Kepada keluarga istri saya, tcrima kasih atas dukungan
dan bantuannya selama ini. Semoga Allah Swt. memberikan balasan
yang setimpal, amino
Penghargaan dan terima kasih yang tak tcrhingga batasnya saya
sampaikan kepada istri tercinta, drh. Hj. Ycti Prihyatni yang telah
banyak berkorban, setia menemani saya dalam suka dan duka, selalu
mendorong dan mendoakan saya dalam meniti jenjang karier. Dengan
penuh cinta saya ucapkan terima kasih kepada keempat anak saya
yang telah setia menemani selama saya belajar di Australia, Jerman,
dan selama penugasan saya di Canberra, semoga kelak kalian juga
berhasil meraih cita-cita tcrbaik kalian, amino
Akhimya, perkenankanlah saya menghaturkan terima kasih yang
sebesar-besamya atas perhatian dan kesabaran hadirin sekalian dalam
mengikuti upacara ini. Kepada semua pihak yang telah membantu
terselenggaranya upacara ini saya ucapkan terima kasih. Semoga
Allah Swt. membalas kebaikan budi Bapak/lbu/Saudara sekalian.
Wassalal11u'alaiklll11vvarahmatlillahi .va harakatllh
Alhamdlllillahi raMi! alamin.

21
DAFTAR PUSTAKA
Aidaros H. 2011. "Monitoring and Control of Dog Populations". OlE,
Animal Welfare Working Group.
Anonymous. 2009. "Contraception". American Heritage DictionalY,
Dictionary of'the English Language, Fourth Edition. Houghton
Mifflin Company. http://www.answers.comltopic/contraception.
Conn. P.M and Crowley, W.F. 1994. "Gonadotropin-Releasing
Honnone and It's Analogs". NeH' Engl. J. Med. 324:93-104.
Fontaine E, et al. 20 IO. "Use of GnRH Agonist Implants for Medical
Prevention of Estrus ill the Bitch". Dallas, TX.
Gobello C. 2007. "New GnRH Analogs in Canine Reproduction". Anim
ReprodSci. JuI2007;100(1-2):1-13.
Goodman LS. et 01. 2008. Goodman and Gilman '.'I Manual of
Pharmacology and Therapeutics. New York.
Herbert CA and Trigg TE. 2005. "Applications of GnRH in the Control
of FCI1ility".Anim Reprod. Sci. Aug;88(1-2): 141-153
Junaidi, A, et al. 2009a. Morphological Study of the Effects of the
GnRH Superagonist Dcslorelin on the Canine Testis and Prostate
Gland. Reprod. Domest. Anim. Vol. 44 (5): 757-763.
Junaidi, A., et 01. 2009b. Dose-Response Studies for Pituitary and
Testicular Function in Male Dogs Treated with the GnRH
Superagonist, Dcslorelin". Reprod. Reprod. Domest. Anim. Vol.
44 (5):725-734.
Junaidi, A. et al. 2007. "Pituitary and Testicular Endocrine
Responses to GnRH and LH in Male Dogs Treated with GnRH
Agonist Implants". Reprod. Fertil. Dev. 19:891-898.
Junaidi, et al. 2003. "Use of a New Drug Delivery Fonllulation of the
Gonadotrophin-Releasing
Honllone Analogue Deslorelin for
Contraception in Male Dogs". Reprod. Fertil. Dev. 15:317-322.
Junaidi, A., and Martin, G.B. 2013. Calipers and Ultrasonography for
Measurement of the Volume and Mass of Testes in Dogs".
Advances in Vet Sci Research, Singapore 9-10 December 2013.
Junaidi, A., et al. 2005. "Norethisterone Enanthate has Neither Direct
Effect on the Testis Nor on the Epididymis: A Study in Macaca
fascicularis". European Journal of'Endocrinology 152:653-659.

.

22
Junaidi, A., et al. 1997. "Contraception in Dogs Using a Slow Release
Implant Containing the GnRH Agonist Deslorelin". Proc. Aust.
Soc. Reprod. Bioi 28:96.
Junaidi, A., et al. 1998. "Reproductive Function and Pituitary
Responses to GnRH in Dogs Treated with the GnRH Agonist
Deslorelin". Proc. Aust. Soc. Reprod. BioI. 29:58.
Limmanont C, et al. 20 II. "Effect of Finasteride and Deslorelin on
Clinical Begin Prostatic Hypertrophy in Dog". Thai Journal of
Veterinary Medicine. 20ll;4l(Suppl): 166-167.
Moldave K., and Rhodes L. 2013. Contraception and Fertility Control
in Dogs and Cats. ACC and D.
Padula AM. 2005. "GnRH Analogues-Agonists
and Antagonists".
Anim Reprod Sci 88: 115-126.
Pineda, M. H. 1986. "Contraceptive Procedures for the Male Dog". In
Current Therapy in Theriogenology 2 (ed. D. A. Morrow), pp.
563-566. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Pineda, P. H. and Hepler, D. 1. 1981. "Chemical Vasectomy in Dogs.
Long Tenn Study". Theriogenology 16: 1.
Pineda, M. H. 1989. "Male Reproduction".
In Veterinal)i
Endocrinolob'Y and Reproduction (ed. L.E. McDonald and M.H.
Pineda), Lea and Febiger, Philadelphia, London. pp: 261-302.
Schneider, F, et al. 2006. "Gonadotropin-Releasing Honnone (GnRH)
and It's Natural Analogues: A Review". Theriogenocology 66
(2006): 691-709.
Tasker L. 2009. "Non-Surgical Methods fOJ;Controlling Reproduction
in Dogs and Cats". World Society for the Protection of Animals
(WSPA) www.wspa-intemationa1.org (07.03.2014).
Trigg T.E., et al. 2006. A Review of Advances in the Use of the GnRH
Agonist Deslorelin in Control of Reproduction. Theriogenocology
66 (2006): 1507-1512.
Vickery, B. H., I. M. Georgia, 1984. "Effects of an LHRH Agonist Upon

. Sexual

Function in Male Dogs". Journal of A ndro logy 5: 28-42.

Villa P.O., et al. 2010. DIE Questionnaire on Dog Population Control
in 81 Countries.
Von Heimendahl A. 2010. Clinical Use of Suprelorin to Control
Fertility in Male Dogs. Louvain-La-Neuvc, Belgium.

23
BIODATA

Nama

Alamat kantor

Prof. drh. Aris Junaidi,
Ph.D.
Tempat, tanggallahir : Purworejo, 4 Juni 1963
196306041987031002
NIP
Alamat rumah
Perum Gebang Baru
No.3, Wedomartani,
Ngemplak, Sleman,
Yogyakarta, 55281
+62 2744462115
Telepon rumah
Email
arjuna05@ugm.ac.id;
arjunavet03@yahoo.com
I. Fakultas Kedokteran Hewan, UGM, J1. Fauna
No.2, Karangmalang, Y ogyakarta, 55281.
2. ASEM Education Secretariat, Kemdikbud,
J1. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta, 10270.

Keluarga
Istri : drh. Yeti Prihyatni
Anak:
I. Fadhila Dhia Malihah (Kuliah S2, CUT, Perth, W.A).
2. Shabrina Austin Ghaisana (Kuliah S I, FTI UGM).
3. Nada Khairunnisa (SMP Budi Mulia Dua, Yogyakarta)
4. Alya Mukhbita (SO Budi Mulia Dua, Yogyakarta)

Riwayat Pendidikan
SI
Drs. Vet.Med, dan drh. FKH UGM 1988.
S3
Ph.D., Murdoch University, Perth, W.A. 1998.
Post-Doc
University of Queensland, Australia, 2003.
Post-Doc
lRM, Muenster University, Germany, 2004.
Post-Doc
The University of Westem Australia, 2007 dan 2008.

24
Pengalaman Kerja

1991-sekarang
2001-2008
2005-2008
2009-2013
2013-sekarang
2014-sekarang
2014-sekarang

Dosen Bagian Reproduksi FKH UGM
Pemimpin Redaksi Jumal Sains, Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan, UGM.
Ketua Program Studi S2/S3 Sains, Veteriner,
Program Pascasarjana, UGM.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan, KBRI
Canberra, Australia.
Panel Member ACIAR.
Ketua Pengelola SlAP, FKH UGM.
Direktur ASEM Education Secretariat, Kemdikbud, Jakarta.

Publikasi (Terseleksi)
l. Junaidi, A and Martin, G.B. 2013. "Calipers and Ultrasonography
for Measurement of the Volume and Mass of Testes in Dogs".
Conference Paper, Proceeding Veterinary Science International
Seminar, Singapore 2013, pp: 59-63.
2. Setyaw an EE, Cooper TG, Widiasih DA, Junaidi A, Yeung CH.
2009. "Effects of Cryoprotectant Treatments on Bovine Sperm
Function and Osmolyte Content". Asian J Androl. Aug 10.
3. Widiasih D, Yeung CH, Junaidi A, Cooper TG. 2009. "Multistep
and Single-Step Treatment of Human Spennatozoa
with
Cryoprotectants". Ferti! Steril. Jul; 92(1 );382-9.
4. Junaidi, A, Williamson, P.E, Martin, G.B, Cummins, J.M., and
Trigg, T.E. 2009. "Morphological Study of the Effects of the
GnRH Superagonist Deslorelin on the Canine Testis and Prostate
Gland". Reprod. Domest. Anim. Vol. 44 (5): 757-763.
5. Junaidi, A, Williamson, P.E, Martin, G.B, Blackberry, M.A,
Cummins, J.M. and Trigg, T.E. 2009. "Dose-Response Studies for
pjtuitary and Testicular Function in Male Dogs Treated with the
GnRH Superagonist, Deslorelin". Reprod. Reprod. Domest. Anim.
Vol. 44 (5):725-734.
6. Junaidi, A, Williamson, P.E, Martin, G.B, Stanton, P.G,
Blackberry, M.A, Cummins, J.M, and Trigg, T.E . 2007. "Pituitary

25
and Testicular Endocrine Responses to Exogcnous GonadotrophinReleasing Honnone (GnRH) and Luteinising Honnone in Male
Dogs Treated with GnRH Agonist Implants". Reprod. Fertil. Dev.
19: 891-898.
7. Junaidi, A, Marc Luetjens, C, Joachim Wistuba, Axel Kamischke,
Ching-Hei Yeung, Manuela Simoni and Eberhard Nieschlag. 2005.
"Norethisterone Enanthate has Neither Direct Effect on the Testis
Nor on the Epididymis: A Study in Adult Male Cynomolgus
Monkeys
(Macaca fascicularis)".
European
Journal
of
Endocrinology 152: 653-659.
Buku Teks/Referensi
1. Junaidi, Aris. 2014. "Reproduksi dan Obstetri pad a Sapi". In press.
2. Junaidi, Aris. 2013. Reproduksi dan Obstetri pada Kucing. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
3. Junaidi, Aris. 2007. Handbook Obstetri Veteriner (terjemahan).
Yogyakartra: Gadjah Mada University Press.
4. Junaidi, Aris, 2006. Reproduksi dan Obstetri pada Anjing.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.