PERAN ANATOMI DALAM STUDI BIOSINTESIS DAN AKUMULASI METABOLIT SEKUNDER PADA TUMBUHAN - repository civitas UGM

PERAN ANATOMI DALAM STUDI BIOSINTESIS
DAN AKUMULASI METABOLIT SEKUNDER
PADA TUMBUHAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Biologi
Universitas Gadjah Mada

Oleh:

.

Prof. Dr. L. Hartanto Nugroho, M.Agr.

PERAN ANATOMI DALAM STUDI BIOSINTESIS
DAN AKUMULASI METABOLIT SEKUNDER
PADA TUMBUHAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Biologi
Universitas Gadjah Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar
Universitas Gadjah Mada
padatangg~24Juni2014
di Yogyakarta

Oleh:
Prof. Dr. L. Hartanto Nugroho, M.Agr.

Yang terhormat Ketua. Sekretaris dan Anggota Majelis Wa/i Amanat,
Universitas G([((jahMada.
Yang terhormat Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Guru Besar
Universitas Gadjah Mada.
Yang terhormat Ketua. Sekretaris dan Anggota Senat Akademik
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Rektor. para Wakil Rektor. Dekan dan para Wakil

Dekan dan segenap Pejabat Struktural Universitas Ga((jah
Mada,
Para tamu undangan. leman sejawat, sanak keluarga dan para
.mahasiswa yang saJ'a hormati.
Saya sampaikan salam sejahtera semoga kehahagiaan melimpahi kita
selllua.
Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur kepada
Tuhan yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga kita dapat berkul11pul pada rapat senat terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah
Mada pada pagi ini, dalam keadaan sehat dan bahagia. Ungkapan
terima kasih kami sampaikan kepada Senat Universitas Gadjah Mada,
yang telah memberikan kesempatan kepada saya, untuk melaksanakan
kewajiban menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar
pada Fakultas Biologi dalam bidang Ilmu Anatomi Tumbuhan. Terima
kasih setulus-tulusnya kami sampaikan atas kehadiran sel1a perhatian
para tamu undangan pada acara pengukuhan pagi ini.
Pada kesempatan yang terhonnat ini, saya akan menyampaikan
uraian beljudul:
PERAN ANA TOMI DALAM STUDI BIOSINTESIS
DAN AKUMULASI METABOLIT SEKUNDER
PADA TUMBUHAN

Pimpinan sidang dan hadirin yang saya hormati
Pendahuluan
Sejak saya mengawali karir saya sebagai dosen Fakultas Biologi
UGM yang menggeluti ilmu anatomi tumbuhan selalu muncul

2
pel1anyaan di benak saya: sebagai ilmu dasar, apakah peran ilmu
anatomi tumbuhan untuk kesejahteraan masyarakat atau ilmu terapan
apa yang bergantung pada ilmu anatomi tumbuhan? Dengan demikian
akan nampak pentingnya ilmu anatomi tumbuhan dalam
perkembangan ilmu dan kesejahteraan umat manusia.
Anatomi tumbuhan merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
struktur internal organ tumbuhan dengan metode pengirisan (ana =
asunder = remuk/hancur, temnein = to Cllt = memotong/mengiris).
Perkembangan dan studi komparatif tentang sel, jaringan dan organ
tumbuhan memiliki tradisi yang panjang, dimulai sejak abad ke-17.
Dua orang pakar yang merintis ilmu anatomi tumbuhan adalah
Marcello Malphigi (1628-2694) dengan bukunya yang diberi judul
Anatome Plantarum (1671) dan Nehemiah Grew (1641-1712) dengan
bukunya yang berjudul The Anatomy of Vegetables Begun (1671).

Saat ini, para peneliti menekankan bahwa anatomi adalah ilmu
deskriptif dan eksperimental. Dengan kata lain, anatomi mengeljakan
observasi yang ekstensif dan kritis, dan dihasilkan sejumlah data
deskriptif dengan menggunakan metode analisis dalam rancangan
penelitian. Dalam perkembangannya, topik penelitian anatomi telah
dihubungkan dengan aspek sistematik, filogenetik, perkembangan dan
fungsi .tumbuhan.Walaupun telah banyak publikasi maupun buku teks
yang mengorelasikan ilmu anatomi tumbuhan dengan disiplin ilmu
yang lain, namun perlu digali lebih banyak tentang hubungan ilmu
anatomi dengan berbagai disiplin ilmu botani lainnya. Jika perlu,
sampai pada ranah seni dan berbagai faktor yang menopang
kesejahteraan umat manusia.
Dalam uraian berikut akan dibahas cakupan ilmu anatomi
tumbuhan secara umum dan tinjauan peran ilmu anatomi tumbuhan
dalam studi biosintesis serta akumulasi metabolit khususnya metabolit
sekunder pada tumbuhan.

3
Hadirin yang ter/zorl11at


Cakupan ilmu anatomi tumbuhan dan perkembangan penelitian
selama ini:
IImu anatomi tumbuhan mencakup tinjauan tentang struktur sel,
jaringan dan organ tumbuhan baik organ vegetatif maupun organ
generatif.
Tinjauan tentang sel ditekankan pada struktur sel dengan
bagian-bagiannya yang dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
bagian sel yang bersifat hidup (komponen protoplasmik) dan bagian
sel ytmg bersifat mati (komponen non-protoplasmik). Pada awal
perkembangannya, sebelum ditemukan mikroskop elektron, tinjauan
anatomi tumbuhan hanya mengandalkan mikroskop cahaya dengan
batas ketelitian sampai ukuran 100 nm. Oalam konteks ini, para
anatomis baru dapat mengamati struktur luar inti sel dan beberapa
organela di antaranya mitokondria dan plastida. Komponen nonprotoplasmik, ditunjukkan adanya dinding sel, vakuola dan benda
ergastik lainnya. Benda ergastik ini, oleh beberapa anatomis
dikelompokkan menjadi produk makanan, produk sekret, dan produk
buangan. Produk makanan yang lebih dikenal dengan istilah metabolit
primer berupa karbohidrat (pati, selulosa, hemiselulosa, dan gula),
protein, asam amino dan lemak, sedangkan produk sekret berupa
enzim, pigmen, dan nektar. Komponen yang tennasuk produk

buangan adalah tanin, minyak atsiri, senyawa fenolik dan produk
lainnya (Hal1mann, 2007).
Satu hal yang menarik bahwa sebagian komponen sel yang
ditemukan saat itu dikelompokkan dalam produk buangan (waste
products) yang maknanya tidak bennanfaat bagi tumbuhan. Namun
dalam perkembangan iImu pengetahuan dan teknologi, produk
buangan tersebut dikatakan bermanfaat bagi tumbuhan dan bagi
kesejahteraan manusia. Beberapa fungsi produk buangan antara lain
sebagai senyawa pel1ahanan terhadap hama dan penyakit tel1llasuk
perlindungan tcrhadap predator, proteksi terhadap sinar ultraviolet,
senyawa
alelopati,
interaksi
dengan
polinator,
membantu
perkecambahan biji, dan simbiosis. Bagi kesejahteraan manusia,
beberapa kelompok senyawa tersebut diketahui bersifat bioaktif, di

4

antaranya berperan sebagai anti kanker, anti bakteria, antioksidan dan
lain sebagainya. Kelompok produk tersebut lazim disebut dengan
istilah metabolit sekunder.
Pada tinjauan tentang jaringan atau histologi, ditekankan tentang
macam dan karakteristik jaringan pada tumbuhan. Berdasarkan
sifatnya, ada dua macam jaringan yang menyusun tubuh tumbuhan,
yaitu jaringan muda dan jaringan dewasa. Jaringan muda mempunyai
sifat selalu membelah, sehingga mempunyai fungsi memperpanjang
dan memperbesar organ vegetatif maupun generatif.
Semua sel yang menyusun tubuh tumbuhan dewasa berasal
dari aktivitas sel pada jaringan muda atau jaringan dewasa yang
mengalami pemudaan kembali. Pada proses pencapaian dewasa,
sejumlah sel tersebut tidak hanya bertambah volumenya, tetapi
struktumya lebih tennodifikasi untuk fungsi fisiologis tertentu.
Berdasarkan sel penyusunnya, jaringan dewasa dibedakan
menjadi jaringan sederhana dan jaringan kompleks. Jaringan
sederhana adalah jaringan yang tersusun oleh satu macam sel,
sedangkan jaringan kompleks merupakan jaringan tersusun oleh lebih
dari satu macam sel. Oari sudut pandang fungsi dan struktumya,
jaringan dewasa dibedakan menjadi: jaringan dasar, jaringan kulit atau

pelindung, jaringan penguat, jaringan pengangkut, dan jaringan
sekretori.
Berawal dari penelitian obat alam yang semakin berkembang
dan disosialisasikannya slogan back to nature maka keberadaan
jaringan sekretori mulai diminati para peneliti untuk ditekuni.. Para
peneliti mengelompokkan jaringan sekretori berdasarkan proses
metabolisme dan tempat penimbunan substansi hasil sekresi.
Berdasarkan proses metabolisme, jaringan sekretori dibedakan
menjadi jaringan rekretori, sekretori, dan ekskretori. Suatu jaringan
dikelompokkan ke dalam jaringan rekretori apabila substansi yang
dihasilkannya berupa air dan garam mineral, contohnya adalah
hidatoda, kelenjar garam dan kapur. Hidatoda adalah suatu struktur
yang mengeluarkan air dari mesofil ke permukaan daun, khususnya
dari ujung trakeida daun. Kelenjar garam dan kapur terdapat pada
daun tumbuhan halophyta (tumbuhan yang tahan terhadap keadaan
garam yang tinggi). Produk yang dikeluarkan adalah natrium karbonat

5

(Na2C03), kalsium karbonat (CaC03) atau magnesium karbonat

(MgC03). Suatu jaringan dikelompokkan ke dalam jaringan sekretori
apabila substansi yang dihasilkan berupa produk asimilasi, sebelum
masuk ke disimilasi. Jaringan yang tern1asukdalam jaringan sekretori
misalnya rambut kelenjar dan kelenjar madu. Pada rambut kelenjar,
umumnya sekret dihasilkan oleh sel kepala. Kelenjar madu terdapat
pada bunga dan bagian lain selain bunga, sehingga sering dibedakan
menjadi kelenjar madu floral dan ekstra-floral. Jaringan ekskretori
merupakan jaringan yang menghasilkan senyawa hasil metabolisme
sekunder. Jaringan ini disebut juga kelenjar internal karena senyawa
yang dihasilkan tidak keluar dari seI. Bentuk dan susunannya sangat
bervariasi, misalnya sel minyak pada kulit batang kayu manis
(CinnamomulII zaylaniclIIl/), rizoma jahe (Zingiber officinale), dan
kelenjar minyak atsiri pada daun jeruk (Citrus aurant~folia).
Berdasarkan tempat penimbunan hasil sekresi, jaringan sekretori
dibedakan menjadi jaringan sekretori yang menghasilkan substansi
yang sedikit atau belum mengalami modifikasi, misalnya hidatoda,
kelenjar garam, dan nektar sena jaringan sekretori yang menghasilkan
senyawa hasil biosintesis, contohnya idioblas l11ucilage,gandula pada
tumbuhan karnivora, sel mirosin, trikoma glanduler, dan latisifer.
Organologi atau ilmu yang mempelajari tentang organ

membahas susunan berbagai macam jaringan dalam membentuk suatu
organ. Secara umum organ tumbuhan tingkat tinggi dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu organ vegetatif dan organ generatif.
Organ vegetatif meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan organ
generatif adalah bunga, buah, dan biji.
SecaI"a umum, batang dan akar tersusun oleh tiga macam
jaringan, yaitu jaringan pelindung meliputi epidern1is dan derivatnya,
jaringan dasar terdiri dari parenkim, kolenkim dan sklerenkim, sena
jaringan pengangkut yang tersusun dari xilem dan floem. Batas antara
akar dan batang yang dikenal dengan istilah leher akar juga dibahas
dalam organologi karena area ini memiliki struktur yang unik sebagai
tempat terjadinya perputaran berkas pengangkut dari tipe radial di akar
menjadi tipe kolateral di batang, dari xilem exarch di akar menjadi
xilem endarch di batang. Selain itu juga dibahas struktur anomaly
atau struktur tidak nonnal pada batang. Tinjauan daun meliputi

6
struktur jaringan epidermis besel1a derivatnya dan mesofil daun yang
tersusun dari berkas pcngangkut, idioblast dan parenkim mesofil.
Perbandingan antara anatomi daun xerofit, mesofit, dan hidrofit juga

merupakan topik yang menarik untuk dibahas dalal11 organologi. Hal
ini berkaitan dengan adaptasi tumbuhan pada lingkungan tUl11bul1nya.
Bunga l11erupakan alat reproduksi seksuaI. Bunga lengkap
mempunyai bagian' yang bersifat fertil, yaitu benang sari dan bakal
buah, sel1a bagian yang steril yaitu daun kelopak dan daun mahkota.
SecaJ'a umul11 organ ini juga tersusun oleh berbagai macam jaringan
sepel1i pada organ vegetatif. Pada organologi, struktur jaringan
sekretori juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menarik
untuk dibahas lebih lanjut.
Hadirin yang terhormat
Setelah mengetahui struktur anatomi secara umum dan anatomi
perbandingan berbagai macam takson dari tingkat sel, jaringan
l11aupun organ, para peneliti mulai mengorelasikan karakter anatol11i
dengan berbagai fungsinya. Pe11ahanan terhadap hama dan penyakit
pada tanaman ul11umnya dimulai dari keadaan fisik tanaman (struktur
anatominya), setelah pe11ahanan fisik dapat dipatahkan, baru
kel11udian l11unculpel1ahanan kimia, yang umul11nya berupa I11ctabolit
sekunder. Sel epide1l11isyang merupakan jaringan terluar pad a organ
tUl11buhan, memainkan peranan penting pada perlindungan fisik
maupun kimia sel11uajaringan yang ada di bagian dalamnya terhadap
lingkungan yang tidak diinginkan. Pada penelitian tentang anatol11i
berbagai tanal11an pakan ulat sutera liar (Attaclis at/as L.) diketahui
bahwa daun keben l11erupakan tanaman paling disukai larva ulat sutera
liar. Hal ini karena daun keben mel11iliki struktur yang lunak, yaitu
mel11punyai dinding sel epidermis tipis, ukuran sel epidel1nis besar,
lapisan kutikula tipis se11a trikoma sedikit (Vonny dan Nugroho
2005). Lain halnya dengan struktur anatomi tebu (Saccharum
(dlicinarulI/ L.) yang tahan terhadap hama penggerek batang, memiliki
jumlal1 sel silika lebih banyak pada epidennis, lapisan hipodennis
yang berupa sel sklerenkim lebih tebal dan kerapatan berkas
pengangkut peri fer yang lebih tinggi dibanding tebu yang peka

7
terhadap hama penggerek batang. Pada penelitian tentang korelasi
antara karakter anatomi dan kandungan nikotin pada daun delapan
varietas tembakau (NicotianG tabaClllII L.) diketahui bahwa ada trend
korelasi positif antara kandungan nikotin dan ukuran trikoma
glanduler daun tembakau (Nugroho, tidak dipublikasi).
Hadirin yang terhorlllGt

Lokasi biosintesis
tumbuhan

dan

akumulasi

metabolit

sekunder

pada

Infonnasi tentang lokasi metabolit sekunder pada tumbuhan
sebagian besar masih terkonsentrasi pada metabolit sekunder di organ
tumbuhan, di antaranya penelitian tentang lokasi biosintesis,
akumulasi, ataupun transformasi metabolit sekunder menjadi senyawa
turunannya. Penelitian tentang lokasi biosintesis dan tempat
penimbunan metabolit sekunder telah dilakukan pada tahun 1950-an
dengan metode yang sederhana, yaitu grc{{ting (penyambungan) organ
tanaman, contohnya penyambungan batang tembakau (Nicotiana
tabaclIlII L.) dengan tumbuhan anggota familia Solanaceae yang lain,
yaitu tomat (Licopersicvn esclilentlllll Mill.) diikuti dengan analisis
kandungan nikotin dengan metode spektrofotometri. Oiketahui bahwa
nikotin tidak disintesis di batang maupun daun, namun sebagian besar
nikotin disimpan di daun. Sistem pengangkutan hasil metabolit
sekunder dari akar ke daun juga diteliti dengan metode yang
sederhana yaitu memisahkan jaringan tumbuhan dengan bantuan
mikroskop diseksi (dissecting lIIicroscope). Selanjutnya dianalisis
dengan mengg'unakan spektrofotometri dan diketahui bahwa nikotin
diangkut ke daun melewati xilem.
Oalam upaya pemetaan atau distribusisenyawa
metabolit
sekunder yang bersifat bioaktif pada berbagai organ tumbuhan
diperoleh beberapa informasi ilmiah. Informasi tersebut di antaranya
adalah: organ tempat penimbunan metabolit sekunder tidak selalu
sebagai ,tempat biosintesisnya bahkan golongan senyawa yang sama
disintesis pada organ yang berbeda pada tumbuhan yang berbeda.
Pirolisidin alkaloid yang merupakan senyawa penolak serangga dan

8
bcrsifat toksik pada Senecio sp. disintesis di akar (Hm1mann et af.,
1989) sedang pada Heliotropiu/11 indiculIl pirolisidin alkaloid
disintesis di tunas (Fr6lich et af., 1989). Nikotin yang dikenal sebagai
senyawa pertahanan dari serangan hama dan fisik se11a merupakan
senyawa penting dalam industri rokok pada tembakau (Nicotiana
tabaculn L.) disintesis di akar namun ditimbun di daun. Pada
Nicotiana g/auca, nikotin disintesis di batang dan ditimbun di daun.
Banyak pula metabolit sekunder disintesis dan ditimbun pada organ
yang sama, contohnya ajmalisin, yang dikenal sebagai senyawa
antikanker dari Catharanthus roseu.'i disintesis dan ditimbun di akar
(Ramawat and Marillon, 1999).
Oistribusi beberapa metabolit sekunder tidak merata pada organ
tumbuhan. Ada organ yang mengandung metabolit sekunder lebih
tinggi dibandingkan organ yang lain, contohnya produksi asam
salisilat oleh enzim isokorismat sintase dan isokorismat piruvat liase
pada berbagai organ tembakau (Nicotiana tabaccul11 L.) transgenik
diketahui bahwa daun muda menimbun asam salisilat paling banyak
kemudian menurun pada daun dewasa, daun tua dan batang.
Timbunan asam salisilat tid~k dijumpai pada akar (Nugroho et a/.,
200 I). Neolignan yang diketahui sebagai anti jamur dan anti serangga
diketahui ditimbun di akar, batang dan daun Piper regnellii dengan
konsentrasi yang bervariasi tergantung jenis neolignannya (Felipe et
af., 2006). Fenolik barbaloin, aloeresin dan aloenin dikenal sebagai
senyawa pertahanan pada tumbuhan A/oe arborescens. Senyawa
tersebut memiliki konsentrasi yang tinggi pada sepertiga bagian.atas
daun dibandingkan bagian yang lain. Oari bagian perifer, kandungan
senyawa ini tinggi pada bagian tepi dan menUl'un di bagian tengah
dekat ibu tulang daun (Gutterman and Chauser-Volfson, 2000).
Dalam upaya mencari eksplan yang bebas dari senyawa
polifenol, Alemanno et a/. (2003) meneliti distribusi polifenol pada
bunga dan buah tanaman kakao menggunakan metode histokimia
dengan berbagai macam reagen spesifik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rambut bunga banyak mengandung flavonoid dan asam
hidrosinamik. Antosianin, tanin dan asam hidrosinamik dijumpai pada
perhiasan bunga (petal), walaupun distribusinya tidak merata pada
semua jaringan. Asam hidrosinamik tidak dijumpai pada ovarium

9
tetapi dapat dideteksi pad a ovulum. Hartmann (1989) mendeteksi
keberadaan pirolidine alkaloid pada Senecio vulgare dengan
menggunakan I-Ie label pada prekusor (arginine, putrescine, dan
spemlidine) diketahui bahwa pirolidine alkaloid ditimbun di perhiasan
bunga. Diketahui pula bahwa batang tidak mampu mensintesis
pirolidine alkaloid. Hal ini mengindikasikan bahwa akar merupakan
temp at sintesis pirolidine alkaloid pada Senecio vulgare. Indikasi ini
dibuktikan dengan percobaan kultur akar. Dengan memblok sistem
pengangkut floem, diketahui bahwa pengangkutan pirolidine alkaloid
dari akar ke perhiasan bunga melewati tloem. Zador (1986) dengan
menggunakan 2'- '4C-labeled nicotin yang dimasukkan ke daun
Nicotiana stocktonii sebagai prekursor menemukan bahwa konversi
nikotin menjadi nomikotin teljadi di daun sedangkan konversi
nomikotin ke N-hidroksiasetilnomikotin teljadi di trikoma, diikuti
dengan ekskresi senyawa secara cepat.
Dari uraian tentang distribusi berbagai macam kelompok
senyawa pad a organ tumbuhan diketahui bahwa tidak dapat ataupun
belum dapat difonnulasikan pola teI1entu tentang lokasi penimbunan
maupun sintesis metabolit tel1entu pada organ tertentu. Senyawa yang
sama ataupun kelompok senyawa yang sama memungkinkan untuk
disintesis ataupun ditimbun pada organ yang berbeda dari jenis
tumbuhan yang berbeda. Lokasi biosintesis diduga lebih dipengaruhi
oleh tempat akumulasi substrat dan enzim yang mengonversi substrat
menjadi produk, sedangkan lokasi penimbunan metabolit lebih
dipengaruhi oleh fungsi metabolit tersebut bagi tumbuhan.
Hadirin yang terhor11lat

Distribusi berbagai macam kelompok metabolit sekunder pada
berbagai macam jaringan tumbuhan:
Metode histokimia untuk studi lokasi senyawa metabolit
sekunder pada berbagai jaringan tumbuhan telah digunakan pada
tahun I940-an. Distribusi senyawa fenolik pada berbagai jaringan
bunga kakao yang diteliti dengan menggunakan preparat anatomi dan
dianalisis dengan metode histokimia seI1a diamati di bawah

10
mikroskop cahaya dilaporkan oleh Alemanno et al. (2003). Diperoleh
hasil bahwa asam hidrosinamat terakumulasi pada epidermis petala,
staminode, stamen, ovarium dan ovulum. Selain itu, antosianin juga
dapat dijumpai pada sel-sel rusuk staminode, dan semua sel pada
penampang melintang petala. Studi lokasi flavonoid dengan metode
enzimatis dapat mengungkap keberadaan flavonoid pada kutikula
berbagai macam g"enotipe tomat (Solanum Iycopersicu/JI L.).
Penelitian ini dapat mengungkap bahwa selain polisakarida dan kutin,
pad a tomat juga ditemukan flavonoid pada kutikula buah tomat yang
masak sedang pada kutikula buah tomat mentah tidak ditemukan
adanya flavonoid (Dominguez et aI., 2009). Saslowsky and WinkelShirley (200 I) berhasil mengidentifikasi
tempat penimbunan
flavonoid dan enzim untuk produksi flavonoid yaitu kalkon sintase
dan kalkon isomerase pada zona pemanjangan dan tudung akar
Arabidopsis.
Studi histokimia lokasi minyak atsiri daun sereh [(Cymbopogon
citrates (DC) Statf.)] yang bermanfaat pada industri fanllasi, parfum
dan kosmetik diperoleh hasil bahwa minyak atsiri terakumulasi pada
scl khusus, yaitu sel sekretori yang terletak pad a sisi adaksial dari
mesofil daun (Lewinsohn et aI., 1998). Dengan metode histokimia
juga dapat diketahui lokasi gosipol. terpen pada tumbuhan kapas
(Gossypium obtus[folil//JI), yaitu pada epidermis dan jaringan k0l1ek
akar kapas sehat. Senyawa ini dapat dideteksi hanya di bagian setelah
tiga senti meter dari ujung akar (Mace et aI., 1974).
Sebagai bagian dari mekanisme pel1ahanan terhadap hama dan
penyakit, juga pel1ahanan dari berbagai macam cekaman abiotik pada
tumbuhan, metabolit sekunder ban yak diproduksi, ditimbun ataupun
disekresikan oleh bagian perifer tumbuhan yaitu epidenllis maupun
trikoma glanduler yang biasanya tersusun uniselular ataupun
multiselular. Nuringtyas (2013) dalam penelitiannya tentang pemetaan
metabolit sekunder pada epidermis dan mesofil daun berbagai spesies
Jaco/Jaea menemukan bahwa kelompok senyawa fenilpropanoid
(asam klorogenik dan asam feruloik quinik) lebih banyak ditimbun
pada epidem1is, sedangkan pada mesofil lebih didominasi kelompok
senyawa pirolisidin alkaloid Uacobin dan jaconin).
"

II
Pada Papaver somnUerul11 yang terkenal karena kandungan
opium sebagai sum bel' narkotik analgesik dan morfin, ditemukan
bahwa opium terdapat pada saluran sekretori (laticUer) yang
beranastomose satu sama lain dan berasosiasi dengan berkas
pengangkut (Weid, 2004). Lebih lanjut, studi imunolokalisasi enzim
yang berperan dalam sintesis opium alkaloid menunjukkan bahwa
pada batang, meti \transferase dan aseti Itransferase ditimbun pada
parenkim berkas pengangkut sedangkan kodein reduktase dijumpai
pad a latisifer tempat morfin alkaloid ditimbun. Pada bagian ujung
akaI', meti\transferase dan asetiltransferase dijumpai pad a perisikel.
Pada ujung akar tidak dijumpai adanya latisifer sehingga enzim
kodein reduktase tidak dijumpai pada ujung akaI'. Penelitian ini
menunjukkan bahwa tempat akumulasi metabolit sekunder koheren
dengan ketersediaan enzim yang terlibat khususnya pada Papaver
.'10111
n flerum.

Studi lokasi pirolizidin alkaloid sebagai senyawa pel1ahanan
melawan herbivora pada Eupatorium cannabinum diketahui bahwa
gen yang mengode enzim pel1ama dan spesifik dalam biosintesis
pirolizidin alkaloid yaitu homospel1nidin sintase terekspresi pada sel
parenkim kOl1ek akaI' tetapi tidak terekspresi pada sel endoderm is
maupun eksodel1l1is. Kondisi ini juga dijumpai pada Senecio
jacobaea. Lebih lanjut diungkapkan bahwa ekspresi gen ini sangat
dipengaruhi oleh perkembangan tumbuhan (Anke et aI., 2004).
Fang et aI., (2012) mengungkapkan bahwa empat maeam bagian
pada Brassica naplls L. yaitu hipokotil dan radikula, bagian dalam
kotiledon, bagian luar kotiledon, kulit biji dan endOSpel1l1 yang
dipisahkan dengan laser microdissection dan dianalisis menggunakan
Krbmatografi Cair Kinelja Tinggi (KCKT) menunjukkan bahwa
empat maeam bagian tersebut mengandung glukosinolat, spermidin
dan dua maeam flavonoid dengan konsentrasi yang bervariasi.
Dari diskusi tentang penyebaran senyawa metabolit sekunder
pada berbagai jaringan tumbuhan diketahui pula bahwa tidak ada pola
yang mungkin dipergunakan sebagai standar tentang kelompok
metabolit tel1entu ditimbun pada jaringan tertentu. Nampak bahwa
senyawa metabolit sekunder tersebar seeara aeak sesuai fungsinya.

12
Hadirin yang terhormat
Distribusi bcrbagai macam kclompok mctabolit sckundcr pada
tumbuhan di tingkat sclulcr:
Compartment study metabolit sekunder merupakan aspek yang
sangat penting untuk mempelajari pengaturan metabolit sekunder pada
tumbuhan tem1asuk sistem pengangkutannya, baik pad a tingkat seluler
maupun sub-seluler. Pada tingkat seluler, metabolit sekunder ditimbun
pada sel atau jaringan sekretori tertentu atau tersebar pada sel
penyusun jaringan
bahkan pada parenkim
penyusun berkas
pengangkut. Pada tingkat sub-seluler keberadaan metabolit sekunder
sangat dipengaruhi oleh keberadaan substrat, keberadaan dan aktivitas
enzimnya, sehingga dapat dipahami bahwa hal ini sangat spesifik
untuk kelompok senyawa tertentu. Nuringtyas (2013) dalam
penelitiannya tentang metabolomik spesifik sel pada. turunan kedua
hybrid Jabobaeae vulgaris dan Jacobaea aquatica mengungkapkan
bahwa lokasi metabolit sekunder juga dipengaruhi oleh fungsi
jaringan ataupun sel terhadap lingkungannya. Sel epidelmis yang
mempunyai peran utama sebagai jaringan pelindung mengandung
metabolit sekunder yang berperan untuk memperbaiki pengaruh
negatif faktor abiotik misalnya sinar ultra violet, kekeringan, suhu
rendah dan salinitas tinggi.-Oi samping itu, juga mengandung senyawa
yang berperan untuk pertahanan terhadap patogen.
Penimbunan metabolit sekunder khususnya terpen pada tingkat
seluler sangat berhubungan dengan keberadaan struhur sekretori
misalnya sel minyak, sel resin, sa luran resin atau trikoma glandular.
Gosipium, yang diketahui sebagai dimerik sesquiterpen pada
tumbuhan kapas, dapat dijumpai pada sel epidem1is dan kOl1eks akar
kapas sehat (Mace et aI., 1974).
Neoklera dan diterpen yang merupakan senyawa penyusun resin
pada Salvia divinorlllll ditimbun pada trikoma glanduler khususnya
pad a bagian subkutikular di antara dinding sel kepala dan lapisan
kutikula (Siebert, 2004). Akumulasi diterpen pada tembakau yaitu
sembranoid dan labdanoid dijumpai pad a sel kepala trikoma ganduler
epidennis
daun dan bunga, sedangkan sterol dan triterpen
(kampesterol, sitosterol, dan sikloartenol) dilaporkan ditimbun pada

13
kultur sel tembakau. Oemikian pula halnya karotenoid tembakau
(B-karoten, lutein. violasantin) dilaporkan ditimbun pada sel daun.
Oitambahkan bahwa keberadaan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh
posisi daun, umur tanaman, dan faktor genetik (Wahlberg and Enzell,
1987).
Oiketahui bahwa biosintesis berbagai kelompok senyawa
terpenoid tetjadi pada organela yang berbeda bahkan terjadi pada
sitosol. Seskiterpen dan triterpen disintesis di bagian non-organel
sitolasma/sitosol. Monoterpen, diterpen, dan tetraterpen disintesis di
plastida, sedangkan kelompok senyawa kuinon disintesis di
mitokemdria.
Oari uraian sebelumnya jelas terlihat bahwa terdapat korclasi
antara lokasi terjadinya biosintesis dengan tempat tetjadinya
penimbunan terpenoid pada tingkat seluler. Produksi monoterpen,
diterpen, dan tetraterpen terjadi pada jaringan yang mengandung
plastida sedangkan produksi sesquiterpen dan triterpen tidak
mensyaratkan
adanya
plastida
di dalam jaringan
tempat
penimbunannya.
Flavonoid dan antosianin secara umum merupakan kelompok
senyawa yang bet1anggung jawab terhadap warna bunga, buah dan
kadang daun. Senyawa flavonoid pad a tingkat seluler dijumpai pada
sel epidermis daun maupun bunga, dengan variasi pada bunga lebih
tinggi dibandingkan pada daun. Pada tingkat sub-seluler, flavonoid
dan antosianin ban yak dijumpai pada vakuola. Pada kecambah
Arabidopsis, diketahui bahwa kuersetin dijumpai di membranplasma
dan sistem endomembran, sedangkan kaemferon dijumpai di membran
inti dan membran plasma (Peer et aI., 200 I).
Flavonoid diturunkan dari malonil Co-A dan koumaril Co-A
dengan bantuan enzim kalkon sintase. Enzim ini dapat dijumpai pada
retikulum endoplasma dan tonoplas. Gen yang mengode enzim ini
juga sudah diklon pada beberapa tumbuhan, misalnya pada buckwheat
(Fagopyrum esculentulI/). Gen yang mengode enzim kalkon sintase
dapat dijumpai pada membran retikulum endoplasma, sedangkan pada
tingkat seluler aktivitas enzim ini dapat dideteksi pada sel meristem
apikal akaI' dan perhiasan bunga. Enzim yang berperan setelah kalkon
sintase dalam produksi flavonoid, yaitu auresidin sintase. Enzim ini

14
diketahui terdapat di lumen vakuola. Perubahan lokasi enzim pada
jalur biosintesis yang berurutan yaitu dari retikulum endoplasma ke
vakuola diatur oleh \'{lcuo/ar targeting yang terkandung dalam
53-residue N-terl1lina/ sequence (NTPP) (Ono et aI., 2006).
Oari uraian tentang flavonoid jelas terlihat bahwa biosintesis
dan akumulasi flavonoid terdapat pada organela yang sarna.
Alkaloid yang diketcihui sebagai kelompok senyawa yang
diturunkan dari berbagai macam asam amino, ditimbun di berbagai
macam sel pada tumbuhan, contohnya pada Catharantlllls, alkaloid
ban yak ditimbun pada sel mesofil dan idioblas (Brisson, 1989). Pada
tembakau sebagian besar alkaloid ditimbun di trikoma glanduler daun
walaupun dapat dijumpai pula di akar, batang dan daun. Secal'a subseluler, alkaloid banyak ditimbun di vakuola, contohnya alkaloid pad a
Papaver bracteatul1l Arya II Lind!. yaitu dopamin, sanguinarin dan
tebain ditimbun di vakuola kultur sel dengan konsentrasi yang
bervariasi (Kuchan et aI., 1986). Lebih lanjut Wink (1993)
m"engungkapkan bahwa pada vakuola dijumpai berbagai macam
komponen, baik yang berupa ion maupun senyawa metabolit
sekunder. Khusus untuk alkaloid, pada vakuola dapat ditemukan
adanya atropin, nikotin. sanguarin, skopolamin, morfin, codcin,
ajmalisin, catarantin. vindolin, serpentin, lupanin, seneskionin,
s-retikulin, s-skoulerin, kapsaisin, betalinin, betain dan poliamin.
Studi lokasi biosintesis alkaloid menemukan bahwa sebagian
besar alkaloid disintesis di akar, walaupun ada beberapa yang
disintesis di batang maupun rizoma. Pendapat ini dibuktikan dari has~l
penelitian Riechers and Timko (1999) yang meneliti jalur biosintesis
alkaloid turtman asam nikotinat, dengan putrescin metil transferase
dan N-metilputrescin oksidase sebagai enzim kunci menunjukkan
bahwa aktivitas enzim maupun gen yang mengode dua macam enzim
tersebut dijumpai di akar tembakau. Aktivitas enzim maupun ekspresi
gen semakin mendekat ke arah batang (semakin ke atas) semakin tidak
terdeteksi. Aktivitas enzim tidak dijumpai di daun.
Pada biosintesis kuinolisidin, diketahui bahwa dua enzim yang
berperan yaitu lisin dekarboksilase dan l7-oxospartein sintase berada
di stroma kloroplas. Lebih lanjut Wink (1993) menjelaskan bahwa
banyak enzim yang berperan dalam biosintesis alkaloid berada di

15
membran kloroplas, retikullim endoplasma dan badan golgi, namun
produk metabolitnya ditimblln di vakllola. Proses pengalihan tcmpat
penimbllnan produk dari tempat biosintesis ini dikendalikan oleh
protein chane! dengan menggunakan energi dalam bentllk ATP. Hal
ini teljadi karena ban yak senyawa metabolit sekunder yang bersifat
toksik bagi tumbuhan, sehingga mekanisme yang dilakukan oleh
tllmbuhan dengan melokalisasi senyawa tersebut pada vakuola dan
ditimbun dalam bentllk tidak aktif, berupa ikatan glikosida ataupun
diendapkan dalam bentuk garam. Secara lImum peran vakuola dapat
dianalogkan dengan fungsi lisosom pada sel hewan mengingat bahwa
banyak kesamaan kandungan enzim yang bersifat hidrolitik maupun
oksidatif antara vakllola dan lisosom. Lebih lanjut ditegaskan oleh
Wink (1993) tentang fungsi vakuola sebagai storage yaitu dengan
bel1ambahnya umur sel maka volume vakuola juga semakin
membesar. Pada sel dewasa vakuola menempati 80-90% volume sel
tumbuhan. Kloroplas, mitokondria, retikulum endoplasma dan
peroksisom kadang hanya menempel pad a tonoplas (membran
vakuola). Hal ini dapat diasumsikan bahwa tonoplas merllpakan
bagian dari sistem endomembran.
Dari uraian tentang alkaloid diketahui bahwa jalur biosintcsis
alkaloid teljadi pada berbagai macam compartment. Proses sekuen ini
melibatkan berbagai macam protein chane! dengan menggunakan
energi dalam bentuk ATP untuk menyimpan produk yang aman bagi
tumbuhan, baik berupa penonaktifan metabolit maupun temp at
penimbunannya.
Hadirin yang saya hormati
Metode untuk mempelajari lokasi biosintesis maupun akumulasi
metabolit sekunder pada tingkat jaringan m~lUpun seluler
Metode yang sering digunakan untuk mempelajari lokasi
penimbunan metabolit sekllnder pada berbagai macam jaringan
tumbllhan dan dianggap metode yang paling awal digunakan adalah
metode histokimia. Metode ini dioperasikan dengan cara membuat
preparat anatomi organ atau jaringan tumbuhan segar kemudian

16
ditetesi reagen tel1entu. Proses ini akan memberikan warna tCl1entu
tergantung kepada golongan senyawa yang diinginkan dan reagen
yang digunakan, contohnya untuk mengamati dihidrofenol, pada
sayatan melintang atau membujur organ tumbuhan ditetesi 10% ferik
triklorida, untuk mendeteksi senyawa fenolik digunakan potasium
bikromat, reagen dragendorff digunakan untuk mengidentifikasi
alkaloid, tloroglusin-HCI unttik mengamati keberadaan lignin dan lain
sebagainya.
Uji histokimia daun Azolla filiculoides menunjukkan
bahwa vakuola trikoma daun mengandung lemak, polisakarida, fenol
dan alkaloid (Pereira & Canapico, 2007).
Metode pemisahan jaringan dengan menggunakan karborundum
yang lazim disebut dengan istilah carborundum abrasion (CA)
technique berhasil memisahkan epidernlis dan mesofil daun.
Selanjutnya sampel dianalisis dengan kromatografi dan berhasil
diidentifikasi bahwa tabersonin dan 16-metoksitabersonin, bersama
dengan
16-hidroksitabersonin-16-0-meti Itransferase,
ditemukan
melimpah di epidelmis daun Catharanthus. sedangkan vindolin
ditemukan di mesofil daun (Murata and De Luca, 2005). Dengan
metode yang sarna dilanjutkan analisis dengan menggunakan NMR
(' H-Nuclear Magnetic Resonance), Nuringtyas (2013) juga berhasil
mengidentifikasi distribusi pirolisidin alkaloid pada epidernlis dan
mesofil daun Jacobaeae vulgaris dan J. aquatica.
Reaksi enzimatis dengan menggunakan fill1gal cellulase dan
pektinase pada buah tomat dapat dipergunakan untuk mengisolasi
kutikula buah tomat (Dominguez et aI., 2009).
Schad et al. (2005) mengungkapkan bahwa pisau laser (laser
micro-dissection) merupakan alat yang sangat bermanfaat dalam
mengumpulkan sampel khusus atau bahkan sampai pada sel tunggal
untuk keperluan profil metabolit, kandungan protein atau bahkan
ekspresi RNA. Metode ini diaplikasikan untuk mengisolasi berkas
pengangkut pad a irisan melintang batang Arabidobsis thaliana dan
hasilnya dianalisis dengan metode kromatografi gas. Enam puluh
delapan macam senyawa dari kurang lebih 100 berkas pengangkut
atau sekitar 5000 sel berhasil diidentifikasi. Dengan metode yang
sarna dan dikombinasikan dengan NMR dan MS, Li et al. (2007) juga
telah berhasil mengidentifikasi dua macam senyawa fenolik yaitu

17
stilben astringin dan dihidroksi kavonol dihidrokuersetin pada sel batu
(sklereida) Norway spruce (Picea abies).
Penggunaan laser microdissection
nampaknya merupakan
metode yang paling disukai sampai saat ini, karena metode ini
dianggap lebih efisien dan hemat waktu dibanding metode manual,
dan mampu memanen sampai pada tingkat sel tunggal. Metode
manual lebih benllanfaat untuk memanen jaringan atau paling tidak
sekelompok sel.
Tattini et al. (2004) mengungkapkan bahwa dengan menggunakan fluorescence microspectroscopy dan multispectral fluorescence
miaoimaging
yang disambungkan dengan charge-couplet device
(CCD) camera dan l1lultichannel spectral analyseI' pada irisan
melintang daun Ligustrum vulgare mampu mendeteksi distribusi
flavonoid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa flavonoid tertimbun
pada epidenllis atas dan jaringan palisade. Dengan policlonal antibody
dan dianalisis menggunakan iml1lunofluorescence dan immunocytochemist!T telah berhasil ditemukan bahwa pada Chrysopleniul1l.
flavonoid banyak tertimbun di sel epiden11is dan sel mesofil yang
berdekatan dengan epidellllis. Pada Catharanthus. alkaloid banyak
ditimbun pada sel mesofil dan idioblas (Brisson, 1989).
Metode lain diungkapkan oleh Holscher and Schneider (2008)
yang menyatakan bahwa Co!?focal laser scanning microscopy-based
fluorescence detection merupakan alat yang cocok untuk deteksi
metabolit sekunder ataupun golongan senyawa metabolit sekunder.
Hutzler et al. (1999) mengungkapkan bahwa dengan C01?focal Laser
Scanning Microscopy (CLSM) berhasil mengidentifikasi flavonoid
pada epidellllis daun dikotil, monokotil, gymnoSpel111ae dan
pteridophyta yaitu stiropirones dan asam hidroksisinamat menggunakan reagen amonia dan naturstofJi"eagent A.
Dari uraian tentang berbagai macam metode studi lokasi
metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan disarankan bahwa
penelitian dilaksanakan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai dengan
mempertimbangkan ketersediaan alat. Holscher and Schneider (2008)
mengingatkan bahwa beberapa metabolit sangat sensitif terhadap
metode yang digunakan. Rubakhin et al. (2012) mengungkapkan
bahwa metabolom menunjukkan keseluruhan metabolit di dalam

18
sampel biologi. Molekul ini terlibat dalam fungsi intraseluler secat-a
mendasar dan meretleksikan kondisi fisiologi sel. Kemampuan untuk
mendeteksi, mengidentifikasi
dan memonitor metabolit pada sel
tunggal memungkinkan adanya studi tentang variasi biologi dan
fungsi antarsel, bahkan pada populasi sel.

Pimpinan sidang dan hadirin yang saya hormati

Pcnutup
Anatomi tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari struktur

internal tumbuhan, baik pada tingkat organ, jaringan maupun sel.
Dengan memiliki pemahaman tentang struktur intemal tanpa
meninggalkan pengetahuan tentang struktur ekstemal (morphology),
memungkinkan para peneliti untuk mengelaborasi lebih lanjut ten tang
fungsi biologi yang ada. Fungsi tersebut baik koordinasi intemal pada
tubuh tumbuhan maupun interaksi antara tumbuhan dengan
lingkungannya. Hal ini mengingat proses fisiologis pad a tumbuhan
tetjadi pada tingkat sel maupun interaksi antarsel.
Metabolit sekunder terbentuk di dalam sel (organela). maupun
interaksi antarsel, antatjaringan ataupun antarorgan. Semua bagian
tumbuhan memiliki fungsi fisiologis baik secara intemal maupun
ekstemal, untuk kelangsungan hidup tumbuhan di lingkungannya.
Lebih lanjut, metabolit sekunder bennanfaat bagi kelangsungan hidup
maupun kesejahteraan manusia.
Distribusi metabolit sekunder berdasarkan perna ham an anatomi,
baik pada tingkat organ, jaringan maupun sel merupakan informasi
yang sangat ditunggll guna dipetakannya metabolit sekunder,
khllsusnya yang bennanfaat bagi manusia, untuk simplifikasi
pemanenan produk.
Distribusi berbagai macam kelompok senyawa pada organ
tumbuhan belum dapat diformulasikan mengikuti pola tertentu. Lokasi
biosintesis diduga lebih dipengaruhi oleh tempat akumulasi substrat
dan enzim yang mengonversi substrat menjadi produk itu berada.
Lokasi penimbunan metabolit lebih dipengaruhi oleh fllngsi dari
metabolit tersebut bagi tllmbllhan.

19
Distribusi berbagai macam kelompok metabolit pada berbagai
jaringan tumbuhan juga tidak ada pola yang mungkin dipergunakan
sebagai standar tentang kelompok metabolit tertentu terdistribusi pada
jaringan tertentu.
Pada tingkat seluler, antara lokasi biosintesis dengan tempat
penimbunan terpenoid terdapat korelasi. Produksi monoterpen,
diterpen dan tetraterpen teljadi pad a jaringan yang mengandung
plastida, sedangkan produksi seskiterpen dan triterpenes tidak
mensyaratkan adanya plastida di dalam jaringan penimbunnya.
. Lokasi biosintesis dan tempat akumulasi flavonoid terdapat pad a
organela yang sama, sedang jalur biosintesis alkaloid terjadi pada
berbagai macam compartmellt. Proses biosintesis ini melibatkan
berbagai macam proteill challe! dengan menggunakan energi dalam
bentuk ATP untuk menyimpan produk yang aman bagi tumbuhan,
yang umumnya disimpan di vakuola.
Berbagai macam metode untuk menentukan lokasi metabolit
sekunder telah dikembangkan pad a berbagai jaringan tumbuhan.
Disarankan, penelitian dilaksanakan mengacu pada hasil yang ingin
dicapai dengan mempel1imbangkan ketersediaan alat. Diingatkan ju~a
bahwa beberapa metabolit sangat sensitif terhadap metode yang
digunakan.
Metabolom menunjukkan keseluruhan metabolit di dalam
sampel biologi. Molekul ini terlibat dalam fungsi intraseluler secaI'a
mendasar dan merefleksikan kondisi fisiologi sel. Kemampuan untuk
mendeteksi, mengidentifikasi dan memonitor metabolit sel tunggal
memungkinkan adanya studi tentang variasi biologi dan fungsi
antarsel. bahkan pada populasi seI.
Hadirin yang saya hormali.
Perkenankan saya pada kesempatan yang berbahagia ini
menyampaikan ungkapan rasa terima kasih kepada:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang
telah memberi kepercayaan kepada saya untuk mengemban jabatan
Guru Besar.

20
Rektor, Senat dan Majelis Guru Besar UGM, Oekan dan Senat
Fakultas Biologi UGM yang telah mengusulkan saya untuk diangkat
dalam jabatan Guru Besar.
Prof. Dr. Ir. Wibisono Soerodikoesoemo, M.Sc. (aim), Prof. Dr.
Santosa, Ora. Sri Woelaningsih Santosa, SU., Prof. Dr. Jusup Subagja
M.Sc., Prof. Dr. Sukarti Moeljopawiro M.Sc.App., Prof. Dr. Kirbani
Sri Brotopuspito, Dr. Siti Sumal111i, dan Dr. Retno Peni
Sancayaningsih, M.Sc. yang telah memberikan bekal dan bimbingan
kepada saya sampai ke jenjang Guru Besar.
Para senior dan teman sejawat di Lab. Struktur dan
Perkembangan Tumbuhan Prof. Dr. Issirep Sumardi, Dr. Suharyanto,
Dr. Maryani, Ors. Sutikno, SU., dan Ora. Siti Susanti, SU serta teman
sejawat di Fakultas Biologi UGM atas kerja sama dan rasa
persaudaraan yang terbina selama ini.
Ibu dan Bapak Guru SO Kanisius Ngawen, SMP Negeri I
Wonosari, SMA Negeri 1 Wonosari, Pembimbing tesis Dr. Manfred
Jusaitis dan Dr. Susan Barker, Adelaide University, Australia dan
Promotor Prof. Dr. Robel1 Verpoorte, Leiden University, The
Netherlands yang telah membekali ilmu untuk mencapai jabatan
tel1inggidi bidang pendidikan.
Kedua orang tua saya Bapak Heribertus Tugiyo dan Ibu Yustina
Yardirah atas pengorbanan, bimbingan dan teladan sampai saat ini
serta Adik Ag. Hermawan Nugroho atas pengorbanan dan
perhatiannya.
Isteri dan anak-anak tercinta Yustina Sri HaI1ini M.Si. Apt.,
Bagaskara Eka Nugraha, dan Niroga Boma Nugraha atas
pengorbanan, dukungan dan perhatiannya selama ini.
Semua pihak yang telah membantu saya dan permohonan maaf
tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Terima kasih dan selamat siang.

21
DAFT AR PUST AKA

Alemanno, L., T. Ramos, A. Gargadenec, C. Andary and N. Ferriere.
2003. Localization and Identification of Phenolic Compounds in
Theobroma cacao L. somatic embryogenesis. Annals Bot.
92:613-622.
Anke. S., D. Niemu" lIer, S. Moll, R. Ha"nsch, and D. Ober. 2004.
Polyphyletic Origin of PYITolizidine Alkaloids within the
Asteraceae. Evidence from Differential Tissue Expression of
Homospermidine Synthase. Plant Physiol.136:4037-4047.
Brisson L., 1989. Immunological localization of plant secondw:v
metabolites. Ph.D. Thesis, Concordial Univ. Canada.
Dominguez, E., L. Espana, G. L-Casado, 1. Cum'tero and A. Heredia.
2009.
Biomechanics
of
Isolated
Tomato
(Solanum
lycopersicum) Fruit Cuticle During Ripening. Funct. Plant BioI.
36:613-620.
Fang, 1., M. Reichelt, W. Hidalgo, S. Agnolet, B. Schneider. 2012.
Tissue-Specific Distribution of Secondary Metabolites in
Rapeseed (Brassica napus L.). Plos One-on line journal 7: 1-8.
Frolich, c., D. Ober. and T. Hm1man, 1989. Tissue Dist, Core Biosyn'
and Diversification
of Pyrrolizidine
Alkaloids
of the
Licopsamine Type in Three Boraginaceae. Phytochem. 68:
1026-1037.
GuttelTl1an, Y. and E. Chauser- Volfson. 2000. The Distribution of the
Phenolic Metabolites Barbaloin, Aloeresin and Aloenin as
Aperipheral Defense Strategy in the Succulent Leaf Parts of
Aloe arborescens. Biochem. Svstem. Ecol. 28:825-838.
Hartmann, T. 2007. From Waste Products to Ecochemicals: Fifty
Years Research of Plant Secondary Metabol. Phytochem.
68:2831-2846.
Holscher D and B. Schneider. 2008. Application of Laser-Assisted
Microdissection for Tissue and Cell-Specific Analysis of RNA,
Proteins, and Metabolites. Progress Bot. 69: 142-162
Hortman, T. A. Ehmka, U. Eilert, K. Borstel and C. Theuring. 1989.
Sites of Synthesis, Translocation and Accumulation
of

22
PYITolizidine Alkaloid N-oxides in Senecio vulgaris L. Planta
177:98--107.
Hrazdine, G., A.M. Zobel, H.C. Hoch. 1987. Biochemical,
Immunological, and Immunnocytochemical Evident for the
Association of Chlchone Synthase with Endoplasmic Reticulum
Membrane. Pmc. Natl. Acad. Sci. USA 84:425-432.
Hutzler, H., R. Fischbach, W. Heller, T. P. Jungblut, S. Reuber,
R. Schmitz, M. Veit, G. Weissenbo and J. P Schnitzler. 1998.
Tissue Localization of Phenolic Compounds in Plants by
Confocal Laser Scanning Microscopy. 1. Ex. Bot. 49: 953-965.
Kuchan, T.M., M. Rush and C,j. Coscia. 1986. Subcellular Localization of Alkaloids and Dopamine in Different Vacuolar
Compartments of Papaver bractcatll17/. Plant Physiol. 81:
161-166.
Li, S., B. Schneider and J. Gershenzon. 2007. Microchemical Analysis
of Laser-microdissected Stone Cells of Norway Spruce by
Cryogenic Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy. Plal/ta
225:771-779.
Mace M.E., A.A. Bell and R.D. Stipanovic. 19974. Histochemistry
and Isolation of Gossypol and Related Terpenoids in Roots of
Cotton Seedlings. Ph)'tophatol. 64: 1279-1302.
Murata, J. and V. De Luca. 2005. Localization of Tabersonine
16-hydroxylase and 16-0H tabersonine-16-0-methyltransferase
to Leaf Epidemlal Cells Defines them as a Major Site of
Precursor
Biosynthesis
in the Vindoline
Pathway. in
Catharanthus Roseus. Plant Journal 44: 581-594.
Nugroho, L.H., M.C. Verbeme and R. Verpo0l1e. 2001. Salicylic Acid
Produced by Isochorismate Synthase and Isochorismate
Pyruvate Lyase in Various Pm1s of Constitutive Salicylic Acid
Producing Tobacco Plants. Plant Sci. 161:911-915.
Nuringtyas, T.R. 2013. Pyrrolizidinc Alkaloid Variation in Jacobaeae
Plants:fro17/ Plant Organ to Cell. Ph.D. Thesis. Leiden Univ.
Ono, E., M. Hatayama, Y. Isono, T. Sato, R. Watanabe, K.Y.
Sasakibara, M.F. Mizutani, Y. Tanaka, T. Nishino, and T.
Nakayama. 2006. Localization of a Flavonoid Biosynthetic
Poliphenol Oxidase in Vacuoles. Plant Journal. 46: 133-143.

23
Peer, W.A., D.E. Brown, G.K. Muday, L. Taiz and A.S. Murphy.
200 I. Flavonoid Accumulation Pattems of Transparent Testa
Mutants of Arabidopsis. Plant Physiol. 126:536-548.
Pereira, A.L. & F. Carrapico. 2007. Histochemistry of Simple Hairs
from the Foliar Cavities of Azollafiliculoides. Plant Biosystems
141: 323-328.
Riecher D.E. and M.P. Timko. 1999. Structure and Expression of the
Gene Family Encoding Putrescine n-methyltransferase in
Nicotiana tabacum: New Clues to the Evolutionary Origin of
Cultured Tobacco. Plant Mol. Bioi. 41:387-40 1.
Rodn' guez~Concepcio'n M and A. Boronat. 2002. Elucidation of the
Methylerythritol Phosphate Pathway for Isoprenoid Biosynthesis
in Bacteria and Plastids. A Metabolic Milestone Achieved
Through Genomics. Plant Physiol. 130: 1079-1089.
Rohdich F, K. Kis, A. Bacher, and W. Eisenreich. 2001. The Nonmevalonate Pathway of Isoprenoids: Genes, Enzymes and
Intermediates. CUlT.Opin. Chem. Bioi. 5: 535-540.
Rubakhin, S.S., E. 1. Lanni and J. V. Sweedler. 2012. Progress
Toward Single Cell Metabolomics. Curro Opin. Chem. Bioi.
24:1-10.
Schad, M., R Mungur, O. Fiehn and J. Kehr. 2005. Metabolic
Profiling of Laser Microdissected Vascular Bundles of
Arabidopsis Thaliana. Plant Methods 1:1746-4811.
Sherwood, R.T. and c.P. Vance. 1976. Histochemically of Papillae
Formed in Reed Canarygrass Leaves in Response to
Noninfecting Pathogenis Fungi. Phytophathol. 66:503-510.
Siebert, D. 1. 2004. Localization of Salvinorin A and Related
Compounds in Glandular Trichomes of the Psychoactive Sage,
Salvia divinorum. Annals Bot. 93: 763-771.
Tattini, M., C. galardi, P. Pinelli, R. Massai, D. Remorini and G.
Agati. 2004. Differential Accumulation of Flavonoids and
Hydroxycinnamates in Leaves of Ligustrum Vulgare Under
Excess Light and Drought Stress. New Phytol. 163:547-561.
Vonny dan L.H. Nugroho 2005. Struktur Epidermis dengan Elektron
Mikroskop dan Struktur Anatomi Gempol, Sirsak, dan Mahoni
Pakan Ulat Sutera liar Attacus atlas (L.). Sigma 8:171-177.

24
Wahlberg, J. and C.R. Enzell. 1987. Tobacco Isoprenoids. Nat. Prod.
Rep. 4:237-276.
Wink, M. 1993. The Plant Vacuole: A Multifunctional Compartment.
1. Exp. Bot. 44:231-246.
Zador, E. and D. Jones. 1986. The Biosynthesis of Nicotine Alkaloid
in the Trichomes of N. Stocktonii. Plallt Ph)'siol. 82: 479--484.

25
BIODATA
Nama : Prof. Dr. L. Hartanto Nugroho, M.Agr.
Lahir : Merauke, Irian Jaya, 30 April 1965
Jabatan : Guru Besar Fakultas Biologi UGM
NIP
: 196504301990101001
Alamat Kantor: Fakultas Biologi UGM,
Jln. Teknika Selatan, Sekip Utara,
Yogyakarta
Alamat Rumah: Sono 06/42, Wedomartani,
Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
Keluarga:
lstri : Yustina Sri Hartini M.Si. Apt.
Anak : 1. Bagaskara Eka Nugraha
2. Niroga Boma Nugraha
Pendidikan:
SO : SO Kanisius Ngawen, Gunungkidul (1976)
SMP : SMPN I Wonosari. Gunungkidul (1979)
SMA: SMA Negeri I Wonosari, Gunungkidul (1983)
S1 : Jurusan Botani, Fakultas Biologi, UGM, Yogyaka11a( 1988)
S2 : Adelaide University, Australia (1995)
S3 : Leiden University, The Netherlands (2002)
Riwayat Pekerjaan:
1. Dosen Fakultas Biologi UGM, 1990-sekarang
2. Kepala Museum Biologi, Yogyakat1a,2005-2008
3. Kepala Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Fakultas Biologi UGM,
2009-20 II
4. Dewan Penyunting Berkala Imiah Biologi, 2002-2008
5. Ketua Gugus Jaminan Mutu Fakultas Biologi UGM, 2010-2013
6. Ketua Bidang Pengembang SMPI-PT S I, Kantor Jaminan Mutu
UGM, 20 I0-20 II
7. Ketua Bidang Akreditasi Intemasional, Kantor Jaminan Mutu
UGM,2012-2013

26
8. Sekretaris Program Pascasmjana, Fakultas Biologi UGM 20122013.
9. Anggota Tim Pengembang Sistem Penjaminan Mutu Internal
DIKTl,2012-sekarang.
Publikasi:
I. Dhaniaputri, R. 'and L.H. Nugroho. 2009. Development and
Distribution of Laticifers in Physic Nut (Jatropha cllrcas L.).
International Seminar on Advances in Biological Sciences. 16-17
October 2009. Faculty of Biology Gadjah Mada University.
2. Kuntorini E.M. dan L. H. Nugroho, 2010. Structural Development
and Bioactive Content of Red Bulb Plant (Eleutherine americana
Men.); A Traditional Medecines for Local Kalimantan People.
Biodiversitas II: 102-106.
3. Chrystomo, L.Y. I. Sumardi, L.H. Nugroho dan S. Wahyuono.
20 II. Penetapan Kadar Metilripariokromen-A
pada Organ
Eupatorium ripariwl1 Reg. dari daerah yang berbeda. Jurnal Biota
16: 107-113.
4. Wardoyo, E.R.P., L.H. Nugroho, Santosa dan S. Moeljopawiro.
2011. Efek Sitooksik Ekstrak Kloroforn1, Methanol dan Air Buah
Bruceajavanica (L.) Merr. terhadap Sel Kanker Payudara (T47D).
Berkala Penelitian Hayati Edisi Khusus 40: 1}-16.
5. Raharjo, TJ., E. Rustanti, S.N. Ethika, R.A. Rizki and L.H.
Nugroho, 2012. Characterization of Partial cDNA Sequence for
Gnetum gnemon Re