Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo Nursahara Pasaribu
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Semirata 2013 FMIPA Unila
|193
Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo
Nursahara Pasaribu
Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara Medan
e
Abstrak.Studi pendahuluan lumut di Lau Kawar telah dilakukan pada bulan Januari 2012 dengan men ggunakan ―Metode Survei‖. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan di dua
lokasi (TWA Deleng Lancuk dan Gunung Sinabung) dengan menjelajahi semua tempat yang
berpotensi sebagai tempat tumbuh lumut. Ditemukan 66 jenis lumut yang terbagi ke dalam
tiga kelompok (lumut sejati, lumut hati dan lumut tanduk). Lumut sejati terdiri dari 20 suku
dan 48 jenis, lumut hati terdiri dari 12 suku dan 17 jenis, dan lumut tanduk dari satu suku
dan satu jenis. Pada lumut sejati jumlah jenis terbanyak ditemukan pada suku Hypnaceae (6
jenis) dan lumut hati 5 suku (Geocalycaceae, Jungermanniaceae, Leujeuneaceae,
Marchantiaceae , dan Plagiochillaceae) masing-masing 2 jenis. Untuk lumut sejati jenis
yang paling umum ditemukan di kedua lokasi adalah jenis Pyrrhobryum spiniforme
(Rhizogoniaceae) dan lumut hati jenis Plagiochilla sp. (Plagiochillaceae).Kata Kunci :
Lumut, Lau kawar PENDAHULUAN
Kawasan hutan Indonesia umumnya merupakan hutan hujan tropis, termasuk di antaranya hutan pegunungan yang terkenal dengan keanekaragaman flora termasuk di dalamnya adalah jenis-jenis lumut (Hasan & Ariyanti 2004). Jumlah lumut kurang lebih 18.000 jenis yang tersebar di seluruh dunia dan merupakan kelompok tumbuhan terbesar kedua setelah tumbuhan berbunga (Tan & Chuan 2008). Lumut dibagi menjadi tiga kelompok yaitu lumut hati, lumut tanduk dan lumut daun (Gradstein et
al , 2009). Lumut merupakan kelompok
tumbuhan tingkat rendah yang dapat tumbuh di berbagai substrat seperti kayu lapuk, serasah, batang pohon, batu dan daun. Lumut merupakan kelompok terbesar kedua setelah tumbuhan tinggi (Glime, 2006 dalam Windadri 2010).
Lau Kawar merupakan daerah ekowisata yang terletak di antara TWA Deleng Lancuk dan Gunung Sinabung. Kedua lokasi dikenal sebagai kawasan konservasi yang memiliki tingkat keanakeragaman flora yang sangat tinggi dan berperan sebagai kawasan resapan air. Gunung Sinabung khususnya merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Utara, sekitar 2.451 m di atas permukaan laut. Hutan Gunung Sinabung dikenal secara lokal, nasional, maupun internasional sebagai kawasan ekowisata yang banyak dikunjungi oleh pencinta alam. Menurut laporan Eksplorasi Flora Nusantara yang dikemukakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2003) hutan Gunung Sinabung yang berbatasan dengan tanah-tanah pertanian milik masyarakat memiliki kondisi yang masih bagus. Hal tersebut ditunjukkan dengan variasi flora yang relatif masih cukup tinggi termasuk kelompok lumut.
Sejauh ini informasi atau data-data yang berhubungan dengan lumut di kedua kawasan masih sangat sedikit, sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Adapun tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data awal tentang keanekaragaman lumut di Lau Kawar Kabupaten Karo.
Nursahara Pasaribu: Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo
METODOLOGI Waktu dan tempat penelitianBryophyta (Lumut) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1 (Hasan & Nunik, 2004).
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012, tempat penelitian di kawasan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk dan Gunung Sinabung. Secara geografis TWA Deleng Lancuk terletak pada ordinat. Sedangkan gunung Sinabung pada koordinat 03
HASIL DAN PEMBAHASAN
03
Tabel 1. Keanekaragaman jenis Lumut
Campylopus sp. Kayu lapuk
Kayu lapuk
Dicranaceae Campylopus serratus
Calymperaceae Leuchopanes candidum Pohon Mitthyridium repens Pohon Syrhopodon sp. Pohon Syrrhopodon tjibodensis Pohon
Kayu lapuk
B. ramosum Kayu lapuk Rodhobryum giganteum
B. clavatum Kayu lapuk
Musci Bartramiaceae Breuteria arundifolia Tanah Bryaceae B.billardieri . Kayu lapuk
Kelas Suku Jenis Substrat
Lumut yang dikoleksi pada lokasi penelitian sebanyak 66 jenis. Kelas Musci merupakan yang paling banyak ditemukan yaitu 48 jenis, diikuti kelompok Hepaticeae 17 jenis dan Anthocerataceae satu jenis (Tabel 1). Menurut Gradsein, et al (2009) lumut sejati (Musci) merupakan kelas terbesar dalam Bryophyte. Diperkirakan terdapat 900 genera dalam 8000 jenis (Gradstein, et al 2009) dan sekitar 2000 jenis tersebar di Asia (Tan & Chuan, 2008).
o
Famili ini hanya ditemukan di hutan Gunung Sinabung pada ketinggian 2100 m dpl dengan tingkat kelembaban mencapai 92%. Crum (1992) dalam Glime (2006) menyatakan bahwa spesies Sphagnum yang termasuk suku Sphagnaceae tumbuh dalam habitat sangat spesifik terutama pada kelembaban yang sangat tinggi dan hutan yang selalu berkabut.
o
11‖-
Pengelompokkan dan Identifikasi dilakukan di Herbarium MEDANENSE menggunakan beberapa buku acuan sbb: Mosses of The Philippines (Bartram, 1939); A Handbook of Malesian Mosses volume 1 (Eddy,1988); A Handbook of Malesian Mosses volume 2 (Eddy, 1990); A Handbook of Malesian Mosses volume 3 (Eddy, 1996), A Guide to the Mosses of Singapore (Tan & Chuan, 2008), Mengenal
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksplorasi dan koleksi flora dengan cara jelajah, yaitu melakukan penjelajahan di sepanjang jalur pengamatan atau disesuaikan dengan keadaan lapangan. Semua jenis lumut yang yang dijumpai diambil secara lengkap (terdapat generasi gametofit dan sporofit) serta mencatat data seperti, habitat, substrat dan warna. Spesimen dikering-anginkan dan dimasukkan ke dalam amplop.
Koleksi dan Identifikasi
o 24‖BT.
22‖- 98
o
12‖ LU dan 98
Kawasan Taman Wisata Alam Deleng Lancuk dan hutan Gunung Sinabung yang terletak berdekatan hanya dipisahkan oleh Danau Lau Kawar sehingga kondisi di kedua kawasan ini tidak jauh berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hasil koleksi lumut yang diperoleh kecuali famili Sphagnaceae.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Dicranoloma braunii Pohon
D. reflexum Pohon Leucoloma
sp. Pohon
Diphysciaceae Diphyscium sp. Batu Fissidentaceae Fissidens nobilis Batu F. teysmannianus Batu
F. nymannii Kayu lapuk Hypnaceae Ectropothecium buitenzorgii Kayu lapuk
E. dealbatum Kayu lapuk
E. falciforme Kayu lapuk Hypnum sp. Pohon Isopterygium
sp. Pohon
Vesicularia dubyana
Kayu lapuk
Hypnodendraceae Hypnodendron reinwardtii Kayu lapuk Hookeriaceae Distichophyllum mittenii Pohon Leucobryaceae Leucobryum sanctum Pohon L. sumatranum
Pohon
Meteoraceae Barbella comes
Pohon
Neckeropsis crinita Pohon Mniaceae Plagiomnium elimbatum Kayu lapuk Neckeraceae Homaliodendron scalpellifolium Pohon
Homoliodendron
sp. Pohon
Orthotricaceae Macromitrium sp. Pohon Polytrichaceae Pogonatum flexicaule Tanah P . gymnophyllum Tanah P . macrophylum Tanah
P
. microstomum Tanah
Pogonatum sp. Tanah Pterobryaceae Endotrichella elegans Pohon, kayu lapuk Garovaglia plicata Daun, kayu lapuk Rhizogoniaceae Phyrrhobrium spiniforme Pohon
Semathophyllaceae Acroporium condensatum
Kayu lapuk
A. hermaphroditium Kayu lapuk Taxithelium alare
Kayu lapuk
Semathophyllaceae Taxithelium sp. Kayu lapuk Sphagnaceae Spaghnum robinsonii Tanah Thuidiaceae Thuidium plumulosum Kayu lapuk, batu
Hepaticeae Aneuraceae Riccardia sp. Pohon Calypogeiaceae Calypogeia
sp. Pohon
Cephaloziaceae Schiffneria sp. Pohon Heteroscyphus sp. Kayu lapuk Geocalycaceae Lophocolea sp. Tanah
Jungermanniaceae Jungermannia sp. Pohon Syzygiella
sp. Pohon
Lejeunaceae Ptychanthus sp. Pohon Spruceanthus sp. Batu
Semirata 2013 FMIPA Unila
|195
Nursahara Pasaribu: Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo
Lepidoziaceae Bazzania sp. Pohon, kayu lapuk Marchantiaceae Dumortiera sp. Batu, tanahFamili Dicranaceae merupakan tumbuhan dengan penyebaran yang luas (kosmopolit). Hal ini sesuai dengan Sehnem (1953) dan Frahm (1991) dalam Liuizi-Ponzo & Barth (1999), yang mengatakan famili Dicranaceae mempunyai wilayah distribusi geografi yang luas, ditemukan mulai dari Artik, Antartik, hutan temperate, hutan tropis dan hutan subtropis. Selanjutnya Eddy (1988) menyatakan di wilayah tropis Dicranaceae banyak melimpah pada setiap ketinggian. Suku Dicranaceae jarang ditemukan dengan spora, sehingga memungkinkan suku ini lebih mengutamakan perkembangan secara vegetatif. Menurut Glime (2006) reproduksi secara vegetatif cenderung lebih sukses mengkolonisasi wilayah lebih luas dari pada dengan spora.
dua jenis. Menurut Gradstein, et al (2009), kekayaan jenis lumut hati berkaitan dengan meningkatnya elevasi. Gradstein & Culmse melaporkan di Sulawesi bahwa di hutan pegunungan bawah lumut hati sangat banyak ditemukan sekitar 60% jika dibandingkan dengan lumut daun yang hanya 40%. Selanjutnya Gradstein juga menambahkan bahwa Plagiochillaceae banyak ditemukan di hutan pegunungan bawah dan sangat jarang ditemukan hutan pegunungan atas.
Leujeunaceae , Marchantia dan Plagiochillaceae masing-masing sebanyak
,
Jungermanniaceae
,
Geocalycaceae
Untuk kelas Hepaticeae famili yang memiliki jenis terbanyak yaitu
, yaitu Pogonatum berhasil mengkolonisasi daerah terbuka ataupun pinggir jalan.
Polytrichaceae
Eddy (1988) menyatakan Polytrichaceae memiliki keanekaragaman yang melimpah tersebar di daerah tropis Asia dan secara khusus tumbuh di substrat tanah yang kaya akan mineral tapi lebih sering di tanah humus. Selanjutnya Hyvo¨nen (2008), menambahkan salah satu jenis dari suku
Salah satu jenis dari suku Dicranaceae yang banyak ditemukan adalah Leucoloma sp., tumbuh epifit di batang pohon.
di Gunung Halimun jenis ini tumbuh pada habitat batang pohon, bebatuan dan kayu lapuk pada ketinggian 1000-1600 mdpl.
Marchantia
buitenzorgii Tan, et al. (2006) melaporkan
empat genera. Hypnaceae salah satu suku terbesar dari kelompok Pleurocarpus yang terdiri dari 60 genus. Keempat genera ini terdapat di semua tipe habitat. Jenis yang sering ditemukan adalah Ectropothecium
Hypnaceae yang ditemukan terdiri dari
Fissidentaceae tiga jenis dan famili lainnya masing-masing dua jenis dan satu jenis.
sebanyak empat jenis,
Dicranaceae , sebanyak lima jenis, Sematophyllaceae , Calymperaceae , Bryaceae
Dari Tabel 1. Dapat diketahui bahwa Suku Hypnaceae memiliki jenis terbanyak yaitu enam jenis, diikuti Polytrichaceae,
Anthocerotae Anthocetaceae Anthoceros sp. Tanah
sp. Tanah
Ricciaceae Riccia sp. Batu Pleuroziaceae Pleurozia
Plagiochillaceae Plagiochilla sp. Pohon Plagiochilla schiophilla Pohon Pallavicineaceae Symphyogyna sp. Tanah, batu
sp. Tanah
Hasil pengamatan menunjukkan juga bahwa lumut banyak tumbuh dibawah tutupan kanopi yang rapat dengan kelembaban tinggi. Apabila ditinjau dari substrat lumut melimpah di kayu lapuk, batang pohon dan agak jarang ditemukan di tanah. Menurut Windadri (2010) kayu lapuk merupakan substrat terbaik bagi Eddy, A. (1988). A Handbook of Malesian
Mosses Volume 1. London; Natural History Museum Publications.
jenis, Fissidentaceae tiga jenis dan famili lainnya masing-masing dua jenis dan satu jenis.
Bryophytes. A Handout Lecture of Regional Training Course On Biodiversity Conservation Of Bryophytes and Lichens . Bogor. Indonesia.
. HMSO Publications Centre. Glime, J. M. (2006). Bryophyte Ecology Volume 1 Physiological Ecology . Ebook. http;//www.bryoecol.mtu.edu/. Gradstein, S. R. & T. Pocs. (2009).
Mosses Volume 3
Eddy, A.(1996). A Handbook of Malesian
Mosses Volume 2 . London; Natural History Museum Publications.
Eddy, A. (1990). A Handbook of Malesian
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Hasan, M. & N. S. Ariyanti. 2004.
Mengenal Bryophyta (Lumut) Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Volume 1
. Cetakan pertama. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Hyvo¨nen, J. & S. Koskinen. 2008.
Lumut yang ditemukan menempati variasi habitat yang beragam seperti, kayu lapuk, pohon, tanah, daun dan bebatuan.
Calymperaceae , Bryaceae sebanyak empat
Muncheberg., M. M. Bos., S. G. Sporn. (2009). Microclimate determines community composition but not richness of epiphytic understory bryophytes of rainforest and cacao agroforests in Indonesia. Functional Plant Biology. 36: 171 –179.
,
Sematophyllaceae
lima jenis,
Polytrichaceae , Dicranaceae, sebanyak
Famili yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian yaitu Hypnaceae sebanyak enam jenis, diikuti
Ditemukan lumut sebanyak 66 jenis, lumut sejati terdiri dari 20 suku dengan 48 jenis, lumut hati terdiri dari 12 suku dan 17 jenis, dan lumut tanduk dari 1 suku dan satu jenis.
Dari hasil eksplorasi yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
KESIMPULAN
lumut, karena mampu menyediakan air dan zat-zat yang diperlukan oleh lumut. Batang pohon relatif favorit dan cocok untuk habitat lumut. Selanjutnya Culmse & Gradstein (2010), basal pohon merupakan substrat yang cocok untuk lumut karena memiliki kondisi kelembaban tinggi dan merupakan zona transisi antara lantai hutan dan batang pohon. Selanjutnya Gradstein (2009) menambahkan bahwa kayu lapuk, tunggul, dan cabang yang berada di lantai hutan juga merupakan habitat penting untuk lumut.
Pogonatum (Polytrichales, Bryophyte)
Revisited. Acta Bot. Fenn. 178: 255
Gradstein, S. R., M. Keseler., M. H.
- – 269.
DAFTAR PUSTAKA
423 Culmsee, H. & S. R. Gradstein. (2010). Bryophyte diversity on tree trunks in montane forests of Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Bryology. 31: 95- 105.
science . Vol 68 January-April 1939p. 1-
Bartram, E. B. (1939). Mosses Of The Philippines. The Philippines Journal of
|197
Semirata 2013 FMIPA Unila
Luizi-Ponzo, A. P. & O. M. Barth. 1999.
Spore morphology of some Dicranaceae species (Bryophyta) from Brazil. Grana. 38: 42 –49. Tan, B. C., H. B. Chuan, L. Virgilio, A. P.
I. Eka, N. Ipah, D. Lia, M. Sri, H. Ida. 2006. Mosses of Gunung Halimun National Park, West Java, Indonesia.
Reinwardtia . 12(3): 205 –214.
Nursahara Pasaribu: Studi Pendahuluan Lumut Di Lau Kawar, Kabupaten Karo
Tan, B. C & H. B. Chuan. 2008. A Guide
To The Mosses Of Singapore . Singapore; National Library Board.
Tan, B. C. & S. R. Gradstein. (2009). The
Economic Importance of Bryophytes . A Handout Lecture of Regional Training Course On Biodiversity Conservation Of Bryophytes and Lichens . Bogor.
Indonesia Windadri, F. I. (2010). Keanekaragaman
Lumut di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung. Berita Biologi . (10) 2.