kumpulan contoh asuhan keperawatan pers

TUGAS ASUHAN KEPERAWATAN
Keperawatan Medikel Bedah I

OLEH :
NAMA

: DIAZ PRAMUDYAWAN

NIM

:03201213117

KELAS : 2C

AKPER BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
JL. RAYA JABON KM 06 MOJOKERTO TELP/FAX (0321) 390203
TAHUN AJARAN 2012/2013

1

DAFTAR ISI

Asuhan keperawatan bronkiestasis………………………………………

3

Asuhan keperawatan ca paru…………………………………………….

15

Asuhan keperawatan sirosis hepatis…………………………………….

31

Asuhan keperawatan ulkus peptikum……………………………………

42

Asuhan keperawatan infrak miokart akut………………………………..

55


Asuhan keperawatan hipertensi………………………………………….

68

Asuhan keperawatan otitis media………………………………………..

79

Asuhan keperawatan tuli…………………………………………………

89

BAB I
2

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKIEKTASIS
A. Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis)
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Kelainan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemenelemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah

bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terkena.
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular
dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang
disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi benda asing, atau
massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak &
Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabangvabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).
B. Klasifikasi Bronkiektasis
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1.

Bronkiektasis silindris

2.

Bronkiektasis fusiform

3.


Bronkiektasis kistik atau sakular.

C. ETIOLOGI
Bronkiektasis bisa disebabkan oleh:
3

1. Infeksi pernafasan
- Campak
- Pertusis
- Infeksi adenovirus
- Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas Influenza
- Tuberkulosa
- Infeksi jamur
- Infeksi mikoplasma
2. Penyumbatan bronkus
- Benda asing yang terisap
- Pembesaran kelenjar getah bening
- Tumor paru
- Sumbatan oleh lendir

3. Cedera penghirupan
- Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
- Menghirup getah lambung dan partikel makanan
4. Keadaan genetik
- Fibrosis kistik
- Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener
- Kekurangan alfa-1-antitripsin
5. Kelainan imunologik
- Sindroma kekurangan imunoglobulin
- Disfungsi sel darah putih
- Kekurangan koplemen
- Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bisa berupa:


Batuk menahun dengan banyak dahak yang berbau busuk




Batuk darah
4



Batuk semakin memburuk jika penderita miring



Sesak nafas yang semakin memburuk jika penderita melakukan aktivitas



Penurunan berat badan



Mudah lelah




Clubbing fingers (jari-jari tangan menyerupai tabuh genderang)



Wheezing (bunyi nafas mengi/bengek)



Warna kulit kebiruan



Pucat



Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10
tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya

komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk
dan pengeluaran sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau
berbaring pada posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan
bronkektasis.



Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak
terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek
selama 1-2 minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.



Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang
banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas.
Biasanya dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun,
anemia, nyeri pleura, malaise. Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang
luas. Hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasis
harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.


E. Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan latihan
fisioterapi untuk pernapasan dan batuk yang produktif, agar sekret dapat
dikeluarkan secara maksimal.
2. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotik
berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputum dan resistensinya. Sementara
menunggu hasil biakan kuman, dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti
ampisilin, kotrimoksazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberikan sampai produksi
5

sputum minimal dan tidak purulen. Pengobatan diperlukan untuk waktu yang lama
bila infeksi paru yang diderita telah lanjut.
3. Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi,.
Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk
meperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk
melembabkan sekret. Bronkoskopi kadang-kadang perlu untuk pengangkatan
benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk menghindari
rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang tercemar berat dan
mencegah pemakaian obat sedatif dan obat yang menekan refleks batuk.

4. Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah
mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun atau timbul
hemoptisis yang masif. Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi pernapasan,
umur, keadaan, mental, luasnya bronkiektasis, keadaan bronkus pasien lainnya,
kemampuan ahli bedah dan hasil terhadap pengobatan.

Gambar jalan nafas yang terkena mucus akibat bronchiectasis

F. PATHWAY

6

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah
sereus dan lapisan bawah terdiri dari pus atau sel-sel rusak. Sputum yang berbau
busuk menunjukkan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi
menunjukkan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin dan
EKG, kecuali pada kasus lanjut.
2. Pemeriksaan Radiologi

7

Foto thoraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya
didapatkan corakkan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakkan menjadi
kabur, daerah yang terkena corakkan tampak mengelompok, kadang-kadang ada
gambaran sarang tawon serta kistik yang berdiameter sampai 2 cm dan kadangkadang terdapat garis-garis batas permukaan udara-cairan.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
8

Berisi tentang nama, umur, pendidikan, pekerjaan, bangsa, medis, alamat, tanggal
MRS, tanggal pengkajian, dan diagnosa.
2. Identitas Penaggungjawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, bangsa,alamat dan hubungan dengan
klien.
3. Keluhan utama saat pengkajian
Keluhan utama yang muncul pada pasien dengan gangguan pernafasan
(bronkiektasis) adalah masalah yang dialamai saat itu juga pada pasien.
4. Riwayat Sekarang
 Data Umum Kesehatan


Apakah ada masalah dengan kesehatan khusus



TTV



Apakah sedang mengkonsumsi obat , jika iya sebutkan jenis obat apa
yang diminum



Apakah ada alergi



Bagaimana pola fungsi kesehatannya:
(Pola persepsi kesehatan, pola nutrisi, pola eliminasi uri dan alvi, pola
aktivitas, pola istirahat/tidur, pola kognitif perseptual, konsep diri, pola
peran-hubungan, seksualitas-reproduksi, koping toleransi stress, dan
nilai kepercayaan)

 Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang
o

Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama

o

Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat

o

Riwayat alergi pada keluarga

o

Ada riwayat asam pada masa anak-anak.

 Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi:
o

Kaji frekuensi dan irama pernafasan

o

Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
9

o

Auskultasi bunyi nafas

o

Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :



Mengangkat bahu pada saat bernafas



Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas



Pernafasan cuping hidung

o

Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris

o

Kaji bila nyeri dada pada pernafasan

o

Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif
tentukan warna sputum.

o

Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu

o

Kaji tingkat kesadaran.

 Pemeriksaan diagnostik meliputi :
o

Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi

o

Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume
cadangan

o

Klutur sputum positif bila ada infeksi

o

Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum

o

Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan
apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).

o

Tes hemoglobolin.

o

EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis
vertikal.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

10

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret atau sekresi kental.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,
produksi sputum, dispneu

INTERVENSI KEPERAWATAN
 Diagnosa I :
Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret,
sekret kental.
Tujuan :

17
17
17

Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang efektif,
dan mengeluarkan secret.
Rencana Tindakan :
1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan
atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang disbanding inspirasi
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak
dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada
sandaran tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu
menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara

11

5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
R/ Mengetahui keefktifan batuk
6. Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan
hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah
pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan
dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.
7. Berikan obat sesuai indikasi
R/ Mempercepat proses penyembuhan.
 Diagnosa Keperawatan II :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah,produksi sputum, dispneu.
Tujuan :
Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan
berat badan.
Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta
timbang berta badan tiap minggu.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang
diharapkan.
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu
makan
R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan
anoreksia.
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan
dikonsumsi
R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.

12

17
17

4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien.
17

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologi yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding
bronkus(kapsel). Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos
bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size),
sedangkan bronkus besar jarang terkena
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat
Bronkiektasis pada umumnya terjadi oleh karena obstruksi dan inflamasi pada saluran
napas. Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi akut tuberkulosis,
adenovirus, measles, Mycobacterium avium, atau Aspergillus fumigatus.

13

17

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.
Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2
Jakarata : EGC
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jakarta. Penerbit Media
Aesculapius.

14

BAB I
ASUHAN KEPERAWATAN KANKER PARU (CA PARU)
A. PENGERTIAN
Ca paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price, patofisiologi, 1995). Kanker
paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi dalam paru
( underwood, patologi, 2000 ).
Ca paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap
rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
Ca paru adalah tumor ganas paru
primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai
dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,
tidak terbatas dan merusak sel-sel atau
jaringan yang normal. Pertumbuhan sel-sel
kanker akan menyebabkan jaringan menjadi
besar yang disebut tumor ganas. Tumor dibagi
atas dua bagian yaitu tumor jinak dan tumor
ganas. Terjadinya sel kanker ini didahului oleh masa prakanker dimana terjadi perubahan selsel jaringan tersebut menjadi bentuk sel yang tidak normal akibat bermacam-macam
pengaruh dari luar tubuh seperti inhalasi gas-gas karsinogenik dan asap bahan kimia hasil
industri. Bila berlangsung terus menerus untuk waktu yang lama ditambah dengan adanya zat
karsinogenik (zat penyebab kanker) maka sel-sel kanker akan tumbuh lebih cepat dan
menyebar ke jaringan sekitarnya melalui pembuluh darah dan getah bening.
Titik tumbuh karsinoma paru berada di percabangan segmen atau subsegmen bronkus.
Pada tempat pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian tumbuh menjadi
gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah pleura. Paru merupakan
tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai tempat. Penyebaran limfatik
(karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu perselubungan linier pada paru, biasanya
disertai pembesaran kelenjar getah bening hilus.
15

B. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel
– sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil
dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum
dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ
distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus.
Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat
dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik.
Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara
klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada
jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
16

7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).

C. ETIOLOGI
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
a. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang
defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang
sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini
mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan
kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar
10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau
rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
b. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan
ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
c.

Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite
(paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan
dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.

d. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi
dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
e. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
17

yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
f. Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam
genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan
cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian
susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan
dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed
cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam
hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang
autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada
permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan
sekitarnya.
g. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
D. MANIFESTASI KLINIS.
1.

Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
bronkus.

2. Gejala umum.
h.

Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai
titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon
terhadap infeksi sekunder.

i. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
18

j.

Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

E. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
d.

Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
k.

Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.

l.

Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi
bisa diangkat.

m. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis
bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
n. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
o.

Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
19

peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan
paru – paru berbentuk baji (potongan es).
p. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2.

Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/
bronkus.

3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
F. PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.
Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat
badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1. Radiologi.
q.

Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
20

kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra.
r. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
s.
2. Laboratorium.
a.

Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

b.

Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.

c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker
paru).
3.

Histopatologi.
a.

Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

b.

Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
4 Pencitraan :
 CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
 MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN.
a.

Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1. Aktivitas/ istirahat.

21

Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2. Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3.

Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.

4. Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
5.

Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan, Kesulitan menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).

6. Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7. Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
22

Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan frem

itus taktil (menunjukkan konsolidasi)

Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/
mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8.

Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).

9. Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil).
10. Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
- Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1.

Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.

2.

Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.

3. Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
23

4. Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah.
5.

Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.

6. Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif, b/d peningkatan jumlah/perubahan mukus
/viskositas sekret, kehilangan fungsi silia jalan nafas, meningkatnya tahanan jalan
nafas.
b. Nyeri b/d lesi dan melebarnya pembuluh darah.
c. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai O2 akibat perubahan sruktur alveoli.
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis b/d kurangnya informasi.

INTERVENSI
1). Kerusakan pertukaran gas
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji status pernafasan dengan sering, catat Dispnea merupakan mekanisme kompensasi
peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan adanya tahanan jalan nafas
atau perubahan pola nafas
Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau
dan

adanya

krekels, mengi

bunyi

tambahan,

misalnya tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah
bukti peningkatan cairan dalam area jaringan
sebagai akibat peningkatan permeabilitas
24

membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah
bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan
nafas sehubungan dengan mukus/ edema
Kaji adanmya sianosis

serta tumor
Penurunan oksigenasi
sebelum

sianosis.

bermakna

Sianosis

terjadi

sentral

dari

"organ" hangat contoh, lidah, bibir dan daun
telinga adalah paling indikatif
Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai Memaksimalkan sediaan oksigen
indikasi
Awasi atau gambarkan seri GDA

pertukaran
Menunjukkan

ventilasi

atau

untuk

oksigenasi.

Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan
terapi atau indikator kebutuhan perubahan
terapi
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
INTERVENSI
Catat perubahan upaya dan pola bernafas

RASIONAL
Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan
pelebaran nasal menunjukkan peningkatan

upaya bernafas
Observasi penurunan ekspensi dinding dada Ekspansi dad terbatas atau tidak sama
dan adanya

sehubungan dengan akumulasi cairan, edema,

dan sekret dalam seksi lobus
Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, Karakteristik batuk dapat berubah tergantung
efektif, tak efektif), juga produksi dan pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan.
karakteristik sputum

Sputum bila ada mungkin banyak, kental,

berdarah, adan/ atau puulen
Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan Memudahkan memelihara jalan nafas atas
gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan
paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh Obat diberikan untuk menghilangkan spasme
aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek bronkus,

menurunkan

viskositas

sekret,
25

samping

merugikan

dari

obat,

contoh memperbaiki ventilasi, dan memudahkan

takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.

pembuangan sekret. Memerlukan perubahan
dosis/ pilihan obat.

3). Nyeri
Kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan
INTERVENSI
RASIONAL
Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena
karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas kanker. Penggunaan skala rentang membantu
pada skala 0 – 10

pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan
memberikan alat untuk evaluasi keefektifan

analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non
pasien
Catat

verbal dapat memberikan petunjuk derajat
kemungkinan

penyebab

nyeri, kebutuhan/ keefektifan intervensi
nyeri Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk

patofisologi dan psikologi.

pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu
takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai
diagnosa

Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.

kanker

dapat

mengganggu

kemampuan mengatasinya.
Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan

otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan Meningkatkan relaksasi dan pengalihan
ajarkan penggunaan teknik relaksasi

perhatian

4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
26

INTERVENSI
RASIONAL
Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan Sembuh dari gangguan gagal paru dapat
pasien. Beriak informasi dalam cara yang sangat menghambat lingkup perhatian pasien,
jelas/

ringkas. konsentrasi dan energi untuk penerimaan
informasi/ tugas baru.

Berikan informasi verbal dan tertulis tentang Pemberian instruksi penggunaan obat yang
obat
Kaji

aman
konseling

nutrisi

tentang

pasien

untuk

mengikuti dengan tepat program pengobatan.
rencana Pasien dengan masalah pernafasan berat

makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.

biasanya mengalami penurunan berat badan
dan

Berikan pedoman untuk aktivitas.

memmampukan

anoreksia

sehingga

memerlukan

peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah
dan

mengimbangi

aktivitas

untuk

periode

meningkatkan

istirahatdan
regangan/

stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan
oksigen berlebihan.

27

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita maupun
pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok. Setiap tipe timbul pada tempat atau tipe
jaringan yang khusus, menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda, dan perbedaan dalam
kecendrungan metastasis dan prognosis.
Karena tidak ada penyembuhan dari kanker, penekanan utama adalah pada pencegahan
misalnya dengan berhenti merokok karena perokok mempunyai peluang 10 kali lebih besar
untuk mengalami kanker paru di bandingkan bukan perokok, dan menghindari lingkungan
polusi. Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan bedah pengangkatan tumor.
Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat dioperasi ketika mereka pertama kali
didiagnosa.
Asuhan keperawatan pascaoperasi klien setelah bedah toraks berpusat pada
peningkatan ventilasi dan reekspansi paru dengan mempertahankan jalan nafas yang bersih,
pemeliharaan sistem drainage tertutup, meningkatkan rasa nyaman dengan peredaran nyeri,
meningkatkan masukan nutrisi, dan pemantauan insisi terhadap perdarahan dan emfisema
subkutan.
28

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik,
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.

29

BAB I
ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS
A. PENGERTIAN
Sirosis hepatitis adalah suatu penyakit di mana sikrosis mikro, anatomi pembuluh
darah dan seluruh struktur hati mengalami perubahan menjadi irregular, dan
terbentuknya jaringan ikat ( fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami
regenerrasi ( ngastiyah, 2005)
Sirosis hepatis adalah penyakit
hati kronis yang dicirikan dengan
distorik arsitek yang normal oleh
lembar-lembar jaringan ikat dan
nodul-nodul regenerasi itu dapat
berukuran kecil (mikronocular ) dan
besar ( makronocular) sirosis dapat
mengganggu sirkulasi darah intra
hepatic, dan pada kasus yang sangat
lanjut, menyebabkan kegagalan
fungsi hati yang secara bertahap ( price dan Wilson 2002 )
Sirosis hepatis adalah penyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, di ikuti dengan proliferasi jaringan ikat,degenerasi, dan regenerasi
30

sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati ( Arif
Mansjoer ,dkk 2009)
B. ETIOLOGI
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
 Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
 Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
 Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Penyebab sirosis hati beragam diantaranya :
 Virus hepatitis (B,C,dan D)
 Alkohol
 Kelainan metabolic
 Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
 Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
 Defisiensi alphal antitrypsin
 Glikogenesis type – IV
 Galaktosemia
 Triosenemia
 Koleostasis
 Sumbatan saluran vena hepatica
 Gangguan imunitas ( hepatitis lupord )
 Toksin dan obat-obatan (missal : metotetrexat,amioclaron, INH, dan Lain-lain)
 Operasi pintas pada obesitas
 Kreptogenik
 Malnutrisi
 Infraan childhood cirthosis

31

C. PATOFISIOLOGI
Infeksi hepititis virus tipe B atau tipe non A dan non B menimbulkan peradagan sel
hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler)
terjadi kolap lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan modul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa terbentuk dari sel retekulum penyangga
yang kolaps dan berubah menjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk modul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh darah hepatika dan gangguan aliran darah
porta, dan menimbulkan hepertinsi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis
pada sel duktules, sinusoid, retikolo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen
yang aseluler pada daerah porta dan perenkin hati.
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratyankerusakkan
yang terjadi dari pada etiologinya di dapat tanda dan gejala sebagai berikut (Arif Mansjoer
: 2009)
 Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia,mual,muntah,dan
diare.
 Demam, berat badan turun, cepat lelah
 Asites, hidrotoraks, dan edema
 Icterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan
 Hepatomegaly
 Kelainan pembuluh darah seperti koleteral-koleteral di dinding abdomen dan toraks.
 Kelainan endokrin
E. PENATALAKSANAAN
 Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan icterus, asites dan demam

32

 Menghindari penggunaan alcohol, pada penyakit Wilson diberikan D. penicillin 20
mg/kg BB/hari. Pada hepatitis kronik di berikan kortrkosteroid, untuk asites di
berikan diet rendah garam.
 Mengatasi infeksi dengan antibiotic di usahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik
 Reboransia vitamin B kompleks, dilarang makan dan minum yang mengandung
alcohol
 Pengendalian cairan asites, di harapkan terjadi penurunan BB 1 kg/hari, hati-hati bila
cairan terlalu banyak dalam suatu saat dapat mencetuskan ensefalopati hepatic.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Skah / biopsy hati = mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis,kerusakan jaringan hati
 Kolesistograpi / kolangiografi = memperlihatkan penyakit duktus empedu,yang
mungkin sebagai factor pridisposisi
 Esofagoskopi = dapat menunjukan adanya varises esofagor
 Potograpi = transhepatic perkuteineus, memperlihatkan sirkulasi system vena portal
G. PEMERIKSAAN LABORATURIUM
 Kenaikan SGOT, SPT, dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel rusak
 Kadar albumin (CHE) yang menurun kalau terjadi sel hati
 Pemeriksaan marker. Serologi pertanda virus untuk menentukan penyebab sirosis
hepatis seperti HbSAg,HBeAg,HBV DNA, HCV RNA, dan sebagainya.
H. KOMPLIKASI
 Pendarahan gastrointestinal
 Hipertensi portal menimbulkan varises oesofagos, dimana suatu saat akan pecah
sehingga timbul pendarahan
 Koma hepatikum
 Ulkus hepatikum
 Karsinoma hepatoselulir
 Kemungkinan timbul karena adanya hiferflasia noduler yang akan berubah menjadi
edenomata multiple dan akhirnya akan menjadi karsinoma yang multiple
 Infeksi misalnya:
a.Peritonitis
33

b.Pnemonira
c.Bronchopneumonia
d.TBC

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
o Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
o Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis.
Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping
asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
o Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada
keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,
ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang
memang bawaan dari keluarga pasien.
o Riwayat Tumbuh Kembang
34

Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan
seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah
icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form
yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
o Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami
penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi
perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak
sehat.
o Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada
tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan
kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan
tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi
dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body
image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive
(seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, &
Dirksen, 2000).
o Pemeriksaan Fisik


Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis –
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan
fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap
penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan
pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.



Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum
pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan
lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan
35

menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu
juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui
adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk
menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung
kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1.

Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda
awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,
konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan
pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya
pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis
hati dengan hipertensi portal.

2.

Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (SI-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.

3.

Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya
vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya
spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput
medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema
palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan
hemoroid.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
o Hipertermi b.d Proses inflamasi
o Nyeri b.d distensi abdomen
o Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d antreksia dan gangguan gastrointestinal
o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.

INTERVENSI
o

Hipertermi b.d Proses inflamasi

Tujuan : hipertermi dapat teratasi dalam waktu < 6 jam setelah dilakukan perawatan
36

Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal (36-37 ‘C)
Intervensi :
1)

Catat suhu tubuh secara teratur
Rasional : memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi

2)

Berikan kompres hangat
Rasional : meningkatkan tingkat kenyamanan dan menurunkan panas melalui proses
konduksi serta evaporasi

3)

Motivasi asupan cairan
Rasional : memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris

4)

Berikan antibiotic seperti yang diresepkan
Rasional : meningkatkan konsentrasi antibiotic serum yang tepat untuk mengatasi
infeksi

5)

Hindari kontak dengan infeksi
Rasional : meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh serta laju metabolic

o

Nyeri b.d distensi abdomen

Tujuan : nyeri dapat teratasi atau terkontrol < 24 jam setelah di lakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : - Nyeri hilang atau terkontrol (skala 6)
- Klien merasa peningkatan kenyamanan
Intervensi :
1)

Kaji status nyeri
Rasional : perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi

2)

Berikan posisi yang nyaman
Rasional : membantu meminimalkan nyeri karena gerakan

3)

Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : mengurangi ketergantungan terhadap analgesic dalam mengurangi nyeri

4)

Berikan analgesic yang di resepkan
Rasional : menghilangkan rasanyeri dan meningkatkan penyembuhan

o

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d antreksia dan gangguan
gastrointestinal

Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu 1-3 shift dinas perawatan
37

Kriteria hasil : - Peningkatan berat badan
- Statis nutrisi baik
Intervensi :
1)

Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan
Rasional : motivasi sangat penting bagi penderita ansreksia

2)

Anjurkan sedikit makan tetapi sering
Rasional : makan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolelir oleh penderita anereksia

3)

Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajian
Rasional : meningkatkan selera makan dan sehat

4)

Pelihara hygiene oral sebelum makan
Rasional : mengurangi citra rasa yang tidak enak dan merangsang nafsu makan

5)

Kalaborasi
Rasional : sangat bermanfaat dalam pemberian diet

o

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :

1)

Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.

2)

Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.

3)

Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan
latihan dalam batas toleransi pasien.

4)

Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

38

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saluran pencernaan adalah bagian tubuh yang sering mendapat keluhan saat
mengonsumsi makanan. Saluran cerna ini berfungsi untuk menyerap nutrisi dalam makanan
dan mengeluarkan bagian makanan yang tak diserap dari tubuh. Saat saluran cerna tidak
bekerja dengan optimal, maka akan terjadi gangguan pada system pencernaan.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorik arsitek yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi itu dapat berukuran
kecil (mikronocular ) dan besar ( makronocular) sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah
intra hepatic, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati yang
secara bertahap ( price dan Wilson 2002 )

39

`DAFTAR PUSTAKA
Aru Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Pustaka Penerbitan IPD
FKUI.Jakarta.Juli2006
RodneyRhoacles,GeorgeTanner.MedicalPshyology.LippieontWillinms&Wilkins2003
Mansjoer,Arif,dkk.2009.KapitaSelektaKedokteran.jilid1 edisi III.FKUI.Jakarta
Priharjo,Robert.2007.Pengkajian Fisik Keperawatan.edisi II.EGC.jakarta
Syaifuddin.2012.Anatomi Fisiologi.Edisi IV.EGC.jakarta
Diposkan oleh narera hehe di 06.19

40

BAB I
ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS PEPTIKUM

A. PENGERTIAN
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding
mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga sebagai
ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya.

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai