LAPORAN PRAKTIKUM MANIAL MATERIAL new

LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL

Di Susun Oleh :
Nama

: ARDIO

NIM

: 210016011

Kelompok

: 21

JURUSAN TEKNIK MESIN
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN S-1
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2017

1|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017


HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan praktikum materialpada
program studi Teknik Mesin S-1 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
Di susun oleh

: Ardio

NIM

: 210016011

Kelompok

: 21 (dua satu)

Jurusan

: Teknik Mesin


Program studi

: S-1

Tanggal praktikum

: 21-23 Desember 2017

Yogyakarta, Oktober 2017
Penanggung jawab praktikum
Material

Ir. Djoko Suprijanto, MT

2|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah berkenan
memberikan hidayah-Nya sehingga laporan praktikum material ini dapat terwujud.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan praktikum material teknik.

Laporan praktikum ini terdiri dari lima unit kerja, yaitu : Perlakuan Panas, Amplas
Dan Polishing, Pengujian Kekerasan, Foto Struktur Mikro, serta Pengujian
Impact Charpy. Dengan demikian, setelah selesai melaksanakan praktikum diharapkan
mahasiswa tidak saja dapat melaksanakan proses perlakuan panas dan pengujianpengujian tersebut tetapi juga dapat menjelaskan karakterisasi bahan sebagai akibat
proses perlakuan bahan yang diberikan.
Sudah tentu Laporan Praktikum ini sebagai langkah perbaikan proses belajar mengajar
yang masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu penyusun sangat berterima kasih
apabila pembaca berkenan memberi masukan, kritik, maupun saran untuk sempurnanya
Laporan Praktikum ini yang pada gilirannya akan semakin meningkatkan kualitas
proses belajar mengajar.
Akhir kata, penulis berharap agar Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat. Dalam
meningkatkan kualitas belajar dan membantu mahasiswa dalam melaksanakan
praktikum.
Yogyakarta, Oktober 2017
Penyusun laporan Praktikum
Material

Ardio

BAB I

3|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017

PENDAHULUAN

1.1. Landasan Teori
Material adalah segala sesuatu yang mempunyai massa dan
menempati ruang . Berdasarkan pengertian tersebut maka material teknik
adalah material yang digunakan untuk menyusun sebuah benda dan
digunakan untuk perekayasaan dan perancangan di bidang teknik.
Ilmu material juga mempelajari teknik atau proses fabrikasi atau
pengecoran, pengerolan, pengelasan, dll, serta analisis biaya atau
keuntungan dalam produksi material untuk industri. Contohnya
alumuniumcor, Baja AS, Besi cor, dan mengetahui masing-masing sifat
materialnya dan struktur mikronya.
Perkembangan terakhir, ilmu tentang bahan ini mendapat sumbangan
yang besar dari majunya bidang nonoteknologi dan mulai diajarkannya
secara luas dibanyak universitas.
1.2. Tinjauan Umum
a. Menguasai prosedur dan terampil dalam proses perlakuan panas dalam
material logam.

b. Menguasai prosedur dan terampil dalam proses pengujian struktur mikro
material logam.
c. Menguasai prosedur dan terampil dalam melakukan pengujian kekerasan
material logam.
d. Menguasai prosedur dan terampil dalam pengujian impact.
1.3. Jenis atau unit praktikum
a.
b.
c.
d.
e.

Perlakuan panas .
Proses amplas dan polishing.
Uji kekerasan bahan.
Uji struktur mikro.
Uji ketangguhan bahan.

1.4. Bahan Praktikum
a. Baja AS 4 Spesimen


4|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017

Ǿ25

10
b. Alumunium Cor 6 spesimen

1

45°

100

(Alumunium cor)

1.5. Alat yang digunakan
a. Dapur pemanas (Furnace)

b.


Mesin amplas

5|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017

7

c. Perangkat alat uji struktur mikro

d.

Alat uji kekerasan bahan

6|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017

e.

Alat uji ketangguhan bahan

7|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017


BAB II
PROSES PERLAKUAN PANAS

2.1. Dasar Teori
a. Heat treatment
Dari sebuah rangkuman yang ditulis oleh Anver (1974: 676)
menyatakan bahwa perlakuan panas (heat treatment) adalah : “Heat and
cooling a solid metal or alloy in such away as to obtain desired condition
or properties. Heating for the sole purpose of hot-working is excluded from
the meaning of this definition”.
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan
logam dalam keadaan pahat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja
dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat
atau dapat dilunakkan untuk mempermudah proses permesinan lanjut.
Melalui perlakuan panas yang tepat tegangan dalam dapat dihilangkan,
ukuran butir dapat diperbesar atau diperkecil. Selain itu ketangguhan
ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeiling
inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas yang tepat, komposisi
kima baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia khususnya

karbon dapat mengakibatkan perubahan sifatsifat fisis dari bahan itu.

b. Diagram keseimbangan Besi Karbon (Fe-C)
Menurut George Kraus (1995: 1-4), diagram keseimbangan besi
karbon dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan perlakuan
panas. Penggunaan diagram ini relative terbatas karena beberapa metode
perlakuan panas digunakan untuk menghasilkan struktur yang
nonequilibirium. Akan tetapi pengetahuan mengenai perubahan fasa pada
kondisi seimbang memberikan pengetahuan ilmu pengetahuan dasar untuk
melakukan perlakuan panas. Bagian dari diagram Fe-C yang mengandung
karbon dibawah 2% menjadi perhatian utama untuk perlakuan panas baja.
Metode perlakuan panas baja didasarkan pada perubahan austenite
pada system Fe-C. Transformasi austenite selama perlakuan panas ke fasa
lain akan menentukan struktur mikro dan sifat yang didapatkan pada baja.
Besi merupakan logam allotropik, artinya besi akan berbeda lebih
dari bentuk Kristal tergantung pada temperaturnya. Pada suhu kurang dari
912°C (1674°F) berupa besi alfa (α). Besi delta (ẟ) berada pada suhu
antara 1394-1538°C. Penambahan unsur karbon ke besi memberikan
perubahan yang besar pada fasa-fasa yang ditunjukkan oleh diagram
keseimbangan besi karbon.


8|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017

Selain karbon pada baja terkandung juga unsur-unsur lain seperti Si,
Mn dan unsur pengotor lain seperti P, S dan sebagainya. Unsur-unsur ini
tidak memberikan pengaruh utama kepada diagram fasa sehingga diagram
tersebut dapat digunakan tanpa menghiraukan unsur-unsur tersebut. (surdia
dan saito, 1999:69).

Gambar diagram keseimbangan Fe-C

c. Pengerasan (Hardening)
Hardening atau disebut juga penyepuhan merupakan salah satu
proses perlakuan panas yang sangat penting dalam produksi
komponenkomponen mesin. Untuk mendapatkan struktur baja yang halus,
keuletan, kekerasan yang diinginkan dapat diperoleh melalui proses ini.
Menurut Kenneth Budinski (1999: 167), pengerasan baja
membutuhkan stuktur kristal dari body-centered cubic (BBC) pada suhu
ruangan ke struktur Kristal Face-centered cubic (FCC). Dari diagram
keseimbangan besi karbon dapat diketahui besarnya suhu pemanasan logam

yang mengandung karbon untuk mendapatkan struktur FCC.
Pengerasan meliputi pekerjaan pendinginan yang menyebabkan
karbon terbentuk dalam struktu kristal. Pendiginan dilakukan dengan
mengeluarkan cepat logam dari dapur pemanas (setelah itu direndam selama
waktu yang cukup untuk mendapatkan temperatur yang

9|LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL 2017

dibutuhkan) dan
mencelupkan ke media pendingin.

d. Pelunakan (annealing)
Selain untuk tujuan pengerasan, perlakuan panas juga dapat
dilakukan untuk tujuan pelunakan. Hal ini diperlukan untuk perlakuan bajabaja yang keras sehingga dapat dikerjakan mesin, disamping itu juga
pelunakan dilakukan untuk tujuan meningkatkan keuletan dan mengurangi
tegangan dalam yang menyebabkan material berperilaku getas. Secara
umum proses pelunakan dapat berupa proses normalizing, full analizing,
dan spheraizing.

e. Normalizing
Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan
untuk memperhalus dan menyeragamkan ukuran serta distribusi ukuran
butir logam. Proses ini diperlukan untuk komponen yang mengalami proses
pembentukan seperti pengrolan dingin, tempa dingin, dan pengelasan.
Proses normalizing yaitu dengan memanaskan material pada
temperatur 55°-85°C diatas temperatur kritis kemudian ditahan untuk
beberapa lama hingga secara penuh bertransformasi ke fasa austenite,
selanjutnya material didinginkan pada udara terbuka hingga mencapai suhu
kamar.

10 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

f. Full Annealing
Full annealing merupakan proses perlakuan panas yaitu bertujuan
melunakan logam yang keras sehingga mampu dikerjakan dengan mesin.
Proses ini banyak dilakukan pada baja medium.
Proses full anneaking dapat dilakukan cara memanaskan material
baja pada temperature 15°- 40°C diatas temperature A3atau A1 tergantung
kadar karbonnya.
Pada temperature tersebut pemanasan ditahan untuk beberapa lama
sehingga mencapai kesetimbangan. Selanjutnya material didinginkan dalam
dapur pemanas secara perlahan-lahan hingga mencapai temperature kamar.
Struktur mikronya hasil
annealing berupa perlite kasar yang
ive lunak
relat dan ulet.

Gambar diagram TTT pada transformasi dan laju pendinginan bahan

11 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

Gambar diagram phase Fe-Fe3C pada daerah eutectoid

2.2. Tujuan Praktikum
1. Agar praktikan dapat mempersiapkan bahan dan perlengkapan proses
perlakuan panas.
2. Agar praktikan dapat melakukan proses pengerasan pada baja karbon.
3. Agar praktikan dapat melakukan proses normalizing pada baja karbon.
4. Agar praktikan dapat menguji struktur mikro hasil perlakuan panas.
5. Agar praktikan dapat menguji kekerasan hasil perlakuan panas.
6. Agar praktikan dapat menganalisa hasil perlakuan panas.

Ǿ25

2.3. Bahan praktikum
1. Besi AS

10
2. Alumunium
12 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

1

45°

100

7

2.4. Alat yang digunakan
1. Seperangkat dapur pemanas (furnace).
2. Media pendingin :
a. Oli SAE 20.
b. Air.
c. Udara.
3. Tempat penampung cairan pendingin (kaleng).
4. Penjepit benda.
2.5. Langkah Kerja
1. Menyiapkan perangkat dapur pemanas pada suhu ruang 25°C.

Gambar Dapur pemanas dan temperatur mula-mula 25°C
2. Melakukan Pemanasan pada alumunium cor (4 spesimen) dengan
temperature 500°C

13 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

Gambar Alumunium cor setelah mencapai temperature 500°C

3. Melakukan pemanasan pada Baja AS pada temperature 900°C, kemudian
ditahan selama 60 menit.

Gambar Baja AS telah mencapai temperature 900°C dan setelah
ditahan selama satu jam.
4. melakukan proses pendinginan pada Baja As 4 spesimen
5. Melakukan proses Pendinginan Baja AS dengan pendinginan dalam dapur,
pendinginan oli SAE 20.

14 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

Gambar Pendinginan Baja AS pada OLI SAE 20
6. Menyiapkan spesimen hasil perlakuan panas untuk diuji lanjut.
7. Membuat pembahasan hasil perlakuan panas.

2.6. Pembahasan
Spesimen hasil perlakuan panas dengan pendinginan berbeda dapat terlibat
perbedaannya dari warna fisik masing-masing spesimen. Pada spesimen
alumunium cor yang didinginkan dengan air terlihat lebih gelap dibandingkan
dengan pendingin lain. Sedangkan pada spesimen Baja AS, pendinginan
menggunakan oli terlihat lebih hitam dibandingkan dengan yang didinginkan
dengan udara.

15 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

BAB III
PROSES AMPLAS DAN POLISHING
3.1. Dasar Teori
Proses pengamplasan dan polishing adalah suatu proses meratakan dan
menghaluskan salah satu atau semua bagian permukaan suatu material
dengan menggunakan mesin amplas atau mesin poles yang telah dilengkapi
dengan kertas amplas atau kain poles dengan bamtuan media pendingin air.
Pada umumnya mesin amplas atau mesin poles terdiri dari satu atau
beberapa meja putar sebagai tempat pemasangan kertas amplas atau kain
poles, yang mana pada setiap meja putar selalu dilengkapi dengan satu
instalasi pendingin air.
Sistem pendinginan sangat diperlukan pada proses pengamplasan karena
akan mengurangi atau menghilangkan dampak panas yang ditimbulkan akibat
pergesekan kertas amplas yang berputar dengan permukaan material yang
dihaluskan, sehingga tidak akan mempengaruhi perubahan struktur material
akibat proses tersebut dan pengamplasan akan lebih nyaman.
Untuk dapat menghasilkan permukaan yang benar-benar rata dan halus
tanpa adanya suatu goresan dipermukaan material, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu :
1. Pemegangan benda kerja yang diamplas atau dipoles tidak perlu
menekan yang berlebihan.
2. Posisi atau arah permukaan benda kerja yang dikerjakan harus selalu
tetap atau tidak boleh dibolak-balik.
3. Satu meja putar hanya boleh digunakan untuk pengamplasan satu benda
kerja.
4. Pada saat pengamplasan dilakukan, sistem pendingin air harus
dihidupkan.
3.2. Tujuan Praktikum
1. Dapat mengamplas dan memoles suatu material logam hingga
menghasilkan pemukaan yang rata dan halus.
2. Untuk mendapatkan hasil gambar yang bagus dan jelas dari proses foto
mikro adalah hasil dari pengamplasan dan pemolesan yang benar.

16 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

3.3. Bahan yang digunakan

Ǿ25

1. Baja AS (4 spesimen)

10
3.4. Alat yang digunakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Seperangkat mesin amplas atau mosen poles.
Kertas amplas dengan tingkat kekerasan P100, P400, P600, P1000.
Kain poles atau kain bludru.
Pasta autosol.
Gunting.
Obeng minus.
Klem.
Kaca sebagai landasan polishing terakhir.

3.5. Langkah Kerja
1. menyiapkan mesin amplas atau mesin poles.
2. Memotong kertas amplas sesuai dengan lingkaran pada mesin amplas.
3. Memasang kertas amplas sesuai dengan urutan tingkat kekerasan yang
dipakai, yaitu : P100, P400, P600, P1000 dan dikat menggunakan klem
yang telah disediakan dan dikencangkan dengan obeng minus (-).
4. Menghubunga\kan kabel power ke stop kontak untuk mendapatkan
aliran arus listrik.
5. Menekan saklar untuk menyalakan meja putar yang akan digunakan
untuk proses pengamplasan permukaan benda kerja.
6. Menghidupkan saluran air pendingin sesuai dengan meja putar yang
dipakai, atur besar kecilnya aliran air sesuai kebutuhan saja.
7. Proses pengamplasan mulai dilaksanakan.
8. Arah pengamplasan harus selalu tetap searah sehinga permukaan yang
dihasilkan akan rata dan tidak akan menimbulkan goresan.

17 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

9. Pada saat menempelkan benda kerja ke amplas, karena akan
mengakibatkan permukaan yang di amplas rusak atau tidak rata serta
timbul banyak goresan.
10. Melakukan proses pengamplasan berulang-ulang dengan mengganti
tingkat kekerasan amplas sesuai kebutuhan.
11. Setelah proses pengamplasan selesai dan telah didapatkan permukaan
yang halus dan rata, dilakukan proses polshing dengan mengganti
terlebih dahulu kertas amplas pada meja putar yang dipakai dengan kain
poles atau kain bludru.
12. Melakukan proses pengamplasan dengan memberikan tambhan pasta
autosol sebagai media pengkilap.
13. Untuk mendapatkan hasil permukaan yang lebih rata, halus dan
mengkilap dapat dilakukan proses finishing dengan pemolesan diatas
landasan kaca.

3.6. Pembahasan
Pada saat melakukan proses pengamplasan, hasil pengamplasan kurang halus itu
disebabkan posisi benda kerja sering terjadi penekanan yang tidak merata pada
bagian-bagian tertentu yang mengakibatkan goresan-goresan pada spesimen. Pada
saat polishing hendaknya diperhatikan cara menggosok benda kerja pada kain
khususnya pada saat finishing, benda kerja harus digosok searah sehingga hasil
polishing maksimal.

3.7. Gambar

18 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

(Polishing)

19 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

BAB IV
PROSES PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO

4.1. Dasar Teori
Mempelajari hubungan antara struktur suatu paduan dengan sifatsifatnya
dan kemudian menggunakan pengetahuan ini untuk mengubah sifat-sifat
yang dipengaruhi struktur melalui modifikasi struktur, hingga didapatkan
bahan yang sesuai dengan yang diharapkan merupakan inti sari dari ilmu
bahan. Struktur dan sifat paduan dapat diamati dengan teknik metalografi.
Pada semua cabang metalurgi fisik, kegunaan mikroskop amat besar.
Mikroskop cahaya yang sederhana terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu :
a. Lensa pemantul (illiminator) yang berfungsi memantulkan
permukaan logam.
b. Lensa obyektif, mempunyai daya pisah.
c. Lensa mata (eyepiece), untuk memperbesar bayangan yang
terbentuk oleh lensa obyektif.
Pengujian mikroskopis dari suatu benda uji yang mewakili suatu logam,
setelah dipoles dan kemudian dietsa dengan bantuan larutan kimia yang
sesuai dapat memberikan banyak gambaran seperti keteraturan dan ukuran
butir, distribusi fase, hasil deformasi plastis dan eksistensi dari pengotor dan
cacat bahan. Proses kimia atau etsa permulaan mula-mula memperlihatkan
batas butir, tetapi lebih lanjut etsa akan memperlihatkan bayangan berbeda
antara satu butir dengan butir yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa larutan
etsa tidak mengikis permukaan logam seluruhnya melainkan sepanjang
bidang kristalografi tertentu. Setiap butir akan memantulkan sinar ke lensa
obyektif pada mikroskop dan hasilnya akan timbul sinar, sementara butirbutir disekitarnya memantulkan semua sinar ke lain arah dan tampak lebih
gelap.

Gambar skema mikroskop optik (Van Vlack, 1981)

20 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

4.2. Tujuan Praktikum
Praktikan dapat mengetahui struktur mikro apa saja yang terkandung dari
spesimen-spesimen yang telah dipanaskan dengan suhu 900°C dan
didinginkan dalam furnance/oven, oli SAE 20 dan tanpa perlakuan panas.

4.3. Bahan Praktikum

Ǿ25

1. Baja AS (4 spesimen)

10
4.4. Alat dan Perlengkapan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Seperangkat mikroskop dan komputer.
Larutan etsa HNO3 kadar 5%.
Alkohol kadar 70%.
Hairdryer.
Tissue.
Kain majun.
2 buah mangkuk kecil.

4.5. Langkah Kerja
1.

Menyiapkan larutan etsa HNO3 dan alkohol pada mangkuk kecil.

21 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

2.
3.

Membersihkan permukaan spesimen yang telah mendapat perlakuan
panas dengan menggunakan tissue.
Mencelupkan permukaan spesimen kedalam larutan etsa HNO3 selama
5 detik.

4.

Mencelupkan kembali permukaan spesimen yang terkena larutan etsa
HNO3 kedalam larutan alkohol hingga bersih.

5.

Mengelap permukaan spesimen yang telah dibersihkan dengan alkohol
dengan menggunakan tissue.
Mengeringkan permukaan spesimen dengan menggunakan hairdryer.
Selanjutnya permukaan spesimen diletakkan pada lensa obyektif
mikroskop dan diambil fotonya.

6.
7.

22 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

4.6. Hasil Foto Mikro
a. Hasil foto mikro Baja As, Raw material dengan 200 × perbesaran.
Pearlite

Ferrte

b. Hasil foto mikro Baja As, pendinginan oli dengan 200 × perbesaran.

Pearlite
Ferrite

c. Hasil foto mikro Baja As, pendinginan udara dengan 200 × perbesaran
Perlite
Ferrite

d. Hasil foto mikro Baja As, pendinginan dapur dengan 200 x
perbesaran

Pearlite

Ferrite

23 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

4.7. Pembahasan
Proses kimia atau etsa permuaan memperlihatkan batas butir, tetapi
tidak lebih lanjut etsa akan memperlihatkan bayangan yang berada antara satu
butir dengan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa larutan etsa tidak
mengikis permukaan logam, melainkan sepanjang bidang kristalografi
tertentu. Dari hasil uji mikro yang dilakukan kita dapat melihat unsur-unsur
yang terkandung diantaranya.




Ferrite adalah unsur logam lunak yang berwarna putih di sebabkan
karena logam banyak mengandung ferro (besi).
Perlite adalah unsur logam yang keras berwarna gelap/ keabu-abuan
disebabkan karena material mengandung karbon.
Martensite adalah garis-garis seperti rumput yang menyebar, martensite
timbul karena akibat perlakuan panas dan pendinginan kejut sehingga
ferrite terpecah dan membentuk garis-garis seperti rumput.

24 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

BAB V
UJI KEKERASAN

5.1. Dasar Teori
Pada umumnya kekerasan menyatakan dalam deformasi dan untuk
logam dengan sifat tersebut merupakan ukuran ketahanan terhadap deformasi
plastis atau deformasi permanent (dieter 1987). Untuk para insinyur
perancangan, kekerasan sering diartikan sebagai ukuran kemudahan dan
kuantitas khusus yang menunjukkan sesuatu mengenai kekuatan dan
perlakuan panas dari suatu logam.
Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan tergantung pada
cara melakukan pengujiannya, yaitu :
• Kekerasan goresan ( scracth hardness )
• Kekerasan lekukan ( identation hardness )
• Kekerasan pantulan ( rebound hardness )
Untuk logam, hanya kekerasan lekukan yang banyak menarik
perhatiannya dalam kaitannya dalam bidang rekayasa. Terdapat berbagai
macam uji kekerasan lekukan antara lain : Brinell, Rockwell, Vickers, Knoop,
dan lain sebagainya.

5.2. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui tingkat kekerasan dari spesimen-spesimen yang telah
melewati berbagai pengujian dan dapat dilihat spesimen mana yang memiliki
tingkat kekerasan yang tinggi dan yang paling rendah.
5.3. Bahan Praktikum
Baja AS

Ǿ25

a.

10

b.

Alumunium Cor

25 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

1

45°

100

7

5.4. Alat yang digunakan
Alat uji kekerasan ( Hardness Tester )

5.5. Langkah Kerja
1. memastikan alat uji sudah terpasang.
a. Bandul beban.
b. Indentor piramida intan bersudut 100°.
2. Memasang benda kerja pada landasan.
3. Handle diatur pada posisi atas.
4. Mengatur metode pengujian yang akan dipakai.
5. Menyentuhkan benda kerja pada indentor dengan menekan
handle selama beberapa saat.
6. Melepas handle secara perlahan keatas.
7. Mencatat hasil pengujian yang tampil dilayar monitor pada buku.
8. Mengulangi pengujian sampai lima kali pada benda kerja, yang
sama tetapi pada titik yang berbeda.
9. Membuat pembahasan hasil uji kekerasan bahan.

26 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

5.6. Data Hasil Uji Kekerasan
A. Alumunium COR ( Brimnel )
1. Data hasil uji kekerasan pada Alumunium Cor ( RAW material)
Benda 1
a. Titik 1 = 182,7 Kg/mm²
b. Titik 2 = 185,2 Kg/mm²
c. Titik 3 = 176,7 Kg/mm²
d. Titik 4 = 186,8 Kg/mm²
e. Titik 5 = 186,5 Kg/mm²
Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.
nilai rata−rata=

185,2+ 186,8 +186,5 + 176,7+ 182,7
5
= 183,58 Kg/mm2

Benda 2
a. Titik 1 = 202.7 Kg/mm²
b. Titik 2 = 184 Kg/mm²
c. Titik 3 = 206.2 Kg/mm²
d. Titik 4 = 209.2 Kg/mm²
e. Titik 5 = 198.2 Kg/mm²
Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.
nilai rata−rata=

202.7+184+206.2+209.2+198.2
5
= 180.06 Kg/mm2

2. Data hasil uji kekerasan pada Alumunium Cor ( pendinginan air )
Benda 1
a.
b.
c.
d.
e.

Titik 1 = 223 Kg/mm²
Titik 2 = 220.5 Kg/mm²
Titik 3 = 217.8 Kg/mm²
Titik 4 = 211.2 Kg/mm²
Titik 5 = 215.2 Kg/mm²

Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.

27 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

nilai rata−rata=

223+220.5+217.8+211.2+ 215.2
5

= 217.38 Kg/mm2
Benda 2
a.
b.
c.
d.
e.

Titik 1 = 220.5 Kg/mm²
Titik 2 = 229.5 Kg/mm²
Titik 3 = 223.7 Kg/mm²
Titik 4 = 223.7 Kg/mm²
Titik 5 = 220 Kg/mm²

Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.
220.5+229.5+223.7+223.7+ 220
nilai rata−rata=
5
= 222.48 Kg/mm2

3. Data hasil uji kekerasan pada Alumunium Cor (pendinginan udara)
Benda 1
a.
b.
c.
d.
e.

Titik 1 = 212.9 Kg/mm²
Titik 2 = 218 Kg/mm²
Titik 3 = 213.2 Kg/mm²
Titik 4 = 210.2 Kg/mm²
Titik 5 = 210.5 Kg/mm²

Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.
nilai rata−rata=

212.9+218+213.2+210.2+210.5
5
= 212.96 Kg/mm2

Benda 2
a.
b.
c.
d.
e.

Titik 1 = 210.2 Kg/mm²
Titik 2 = 211.5 Kg/mm²
Titik 3 = 210.2 Kg/mm²
Titik 4 = 211.5 Kg/mm²
Titik 5 = 213.9 Kg/mm²

Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.

28 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

nilai rata−rata=

210.2+211.5+210.2+211.5 +213.9
5
= 211.46 Kg/mm2

B. Baja AS ( Vickers)
1.

Data hasil uji kekerasan pada Baja AS ( RAW material)
a. Titik 1 = 183.9 Kg/mm²
b. Titik 2 = 188.3 Kg/mm²
c. Titik 3 = 189.8 Kg/mm²
d. Titik 4 = 198.8 Kg/mm²
e. Titik 5 = 180.5 Kg/mm²
Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.
nilai rata−rata=

2.

183.9+188.3+189.8+198.8+180.5
5
= 89.46 Kg/mm2

Data hasil uji kekerasan pada Baja AS (pendinginan Oli)
a. Titik 1 = 243.8 Kg/mm²
b. Titik 2 = 239.3 Kg/mm²
c. Titik 3 = 245.8 Kg/mm²
d. Titik 4 = 241.3 Kg/mm²
e. Titik 5 = 241.4 Kg/mm²
Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.

nilai rata−rata=

243.8+239.3+245.8+241.3+241.4
5
= 242.32 Kg/mm2

3. Data hasil uji kekerasan pada Besi AS (pendinginan udara)
a. Titik 1 = 219.9 Kg/mm²
b. Titik 2 = 207.8 Kg/mm²
c. Titik 3 = 217.8 Kg/mm²
d. Titik 4 = 209.5 Kg/mm²
e. Titik 5 = 212.9 Kg/mm²
Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.
nilai rata−rata=

219.9+207.8+217.8+209.5+212.9
5
= 213.58 Kg/mm2

29 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

4. Data hasil uji kekerasan pada Besi AS (pendinginan dapur)
a. Titik 1 = 163.3 Kg/mm²
b. Titik 2 = 165.5 Kg/mm²
c. Titik 3 = 167.5 Kg/mm²
d. Titik 4 = 189.4 Kg/mm²
e. Titik 5 = 188.3 Kg/mm²
Dari lima titik, diambil tiga titik yang hasilnya berdekatan.

nilai rata−rata=

163.3+165.5+167.5+189.4+188.3
5
= 174.8 Kg/mm2

5.7. Pembahasan
Dari hasil uji kekerasan diketahui pada alumunium cor yang didinginkan
dengan air dan udara mengalami peningkatan kekerasan lebih dari RAW
material. Sedangkan Baja AS spesimen RAW material lebih lunak daripada
dengan baja spesimen yang mengalami perlakuan panas.

30 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

BAB VI
UJI KETANGGUHAN IMPACT

6.1. Dasar Teori
A. Pengujian Impact Charpy
Beberapa bahan dapat secara tiba-tiba menjadi getas dan patah
karena perubahan temperature dan laju regangan, walaupun pada dasarnya
logam tersebut liat. Gejala ini biasa disebut transisi liat getas yang
merupakan hal penting yang ditinjau dari penggunaan praktis bahan.
Patah getas bersifat getas sempurna yaitu tanpa adanya deformasi
plastis sama sekali, jadi berbeda dengan bidang slip biasa patah terjadi
pada bidang kristalografi spesifik pada bidang pecahan, permukaan patah
dari bidang pecahan, mempunyai kilapan yang menunjukkan pola
chevronsecara makroskopik pada arah yang menuju titik permulaan patah.
Pengujian impact charpy banyak digunakan untuk menentukan
kualitas beban. Batang uji dengan takikan 2mm V notch paling banyak
dipakai. Disamping itu lebih dari 30 jenis batang uji diusulkan termasuk
jenis yang memancing retak. Pada pengujian kali ini akan dipergunakan
batang uji bentuk balok dengan takikan 2mm V notch. Pengujian impact
charpy dilakukan untuk mengetahui sifat liat dari bahan yang ditentukan
dari banyaknya energi yang dibutuhkan untuk mematahkan batang uji
dengan sekali pukul.

Dimana :
Energi Patah ( E )
Luas Penampang ( A )

= G . L ( cos β – cos α )
= p.1

Jadi,
Keterangan :
G : Berat Pemukul
L : Panjang Lengan Pemukul
α : sudut awal ayunan
β : sudut sisa
p : panjang
l : lebar

31 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

6.2. Tujuan Praktikum
1.
2.
3.

Praktikan dapat melakukan pengujian impact dengan baik dan sikap yang
benar.
Untuk menentukan energi yang diserap oleh benda kerja .
Menghitung ketangguhan impact bahan Alumunium Cor.

6.3. Bahan Praktikum Alumunium
Cor ( 3 spesimen )
1. 1 spesimen RAW material.
2. 1 spesimen pendinginan udara.
3. 1 spesimen pendinginan air.

1

45°

100

6.4. Alat dan Perlengkapan
a. Alat uji impact beserta kelengkapannya :

Spesifikasi :
32 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

7

 Kapasitas

: 30 Kg

 Sudut ayunan

: 100°

 Berat pemukul

: 32,5 Kg

 Kecepatan pemukul

: 36°/detik

 Jarak pusat pemukul

: 750 ±
2mm
: 1100 mm

 Tinggi pusat poros
 Ukuran

: 78 × 126
cm
: ± 300 Kg

 Berat

6.5. Langkah Kerja
1. Menyiapkan benda kerja yang akan di uji dan mencatat ukuran benda
yang akan di uji.
2. Membuka “ the safety lok key ”.
3. Membuka “ triggers “.
4. Merentangkan “ the outer tup “ dan “ the inner tup “.
5. Memasang benda kerja pada “ the V notch”.
6. Mengatur jarum dial pada angka nol.
7. Menarik “ the sring loaded pin sambil menghentakkan pada knop pelepas
pada Triggers sampai outer tup dan inner tup berayun “ .
8. Membaca pada dial besar energy yang diserap oleh batang uji.
6.6. Data Hasil Pengujian Impact
1.

Data hasil pengujian impact Alumunium Cor, RAW material


Benda 1

:



Benda 2

:

Sudut α = 100°
Sudut β = 90°
Sudut α = 100°
Sudut β = 91°

Perhitungan ketangguhan impact Alumunium Cor, RAW
material


Benda 1
G = 32.5 Kgf
L = 750 mm = 0.75 m
p = 7 mm = 0.007 m
l = 6 mm = 0.006 m

33 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

α = 100 ͦ
β = 90 ͦ

32.5 x 0.75[0− (−0.174 ) ]
¿ 0.007x0.006
= 96.7 Kg/mm2

 Benda 2
G = 32.5 Kgf
L = 750 mm = 0.75 m
p = 7 mm = 0.007 m
l = 6 mm = 0.006 m
α = 100 ͦ
β = 91 ͦ

¿

32,5 x 0.75[0,017−(−0,174 ) ]
0.007 x 0.006
= 88.83 Kg/mm2

Nilai rata−rata=

96.7+ 88.83
2
= 92.76 kg/mm²

34 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

2. Data hasil pengujian impact Alumunium Cor, Pendinginan air
• Benda 1 :
Sudut α = 100°
Sudut β = 91°
• Benda 2 :
Sudut α = 100°
Sudut β = 94 °
Perhitungan ketangguhan impact Alumunium Cor, Pendinginan air


Benda 1
G = 32.5 Kgf
L = 750 mm = 0.75 m
p = 7 mm = 0.007 m
l = 6 mm = 0.006 m
α = 100 ͦ
β = 91 ͦ

32.5 x 0.75[−0.017−( −0,714 ) ]
¿ 0.007x0.006
= 88.83 Kg/mm2


Benda 2
G = 32.5 Kgf
L = 750 mm = 0.75 m
p = 7 mm = 0.007 m
l = 6 mm = 0.006 m
α = 100 ͦ
β = 94 ͦ

32.5 x 0.75[−0.069− (−0,714 ) ]
¿ 0.007x0.006
= 59.08 Kg/mm2

Nilai rata−rata=

88.83+59.08
2
= 73.95 kg/mm²

35 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

3. Data hasil pengujian impact Alumunium Cor, Pendinginan udara
• Benda 1 :
Sudut α = 100°
Sudut β = 92°
• Benda 2 :
Sudut α = 100°
Sudut β = 92 °
Perhitungan ketangguhan impact Alumunium Cor, Pendinginan udara


Benda 1
G = 32.5 Kgf
L = 750 mm = 0.75 m
p = 7 mm = 0.007 m
l = 6 mm = 0.006 m
α = 100 ͦ
β = 92 ͦ

32.5 x 0.75[−0.034−( −0,714 ) ]
¿ 0.007x0.006
= 78.91 Kg/mm2


Benda 2
G = 32.5 Kgf
L = 750 mm = 0.75 m
p = 7 mm = 0.007 m
l = 6 mm = 0.006 m
α = 100 ͦ
β = 92 ͦ

32.5 x 0.75[−0.069− (−0,714 ) ]
¿ 0.007x0.006
= 78.91 Kg/mm2

Nilai rata−rata=

78.91+78.91
2
= 78.91 kg/mm²

36 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7



Benda kerja ( Alumunium Cor ) setelah
pengujian impact

(RAW Material)

( Pendinginan Air )

( Pendinginan Udara )

37 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

6.7. Pembahasan
Dari pengujian ketangguhan impact yang dilakukan terhadap spesimen
dengan hasil pemanasan sampai 500°C selama ± 5 menit dan didinginkan dengan media
yang berbeda yaitu air dan udara, maka dapat pula hasil pengujian yang berbeda.

38 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

BAB VII
PENUTUP
Dari praktikum yang telah dilakukan penulis mendapat banyak pelajaran
yang berharga tentang bahan-bahan teknik, dari praktikum ini pula penulis
dapat mengetahui cara-cara mendapatkan kualitas material teknik yang baik
digunakan dalam suatu produksi peralatan mesin yang digunakan seharihari. Dari dasar ini juga sebagai bekal penulis yang masih menempuh
pendidikan kelak akan berguna dalam lingkungan masyarakat dan industri
yang berkembang saat ini.

7.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, penulis dapat mengetahui
kualitas dari bahan-bahan teknik yang telah diuji, hal ini tidak terlepas dari
lengkapnya alat-alat praktek yang sangat menunjang di laboratorium
material STTNAS Yogyakarta.
7.2. Saran
Penulis menyarankan agar teman-teman yang nantinya akan mengambil
praktikum material teknik agar berhati-hati dalam menggunakan mesin dan
peralatan lainnya, hendaknya bertanya kepada instruktur atau asisten dosen
mengenai cara pengoperasian mesin-mesin tersebut.
Pihak laboratorium material untuk kenyamanan dan keselamatan bersama
hendaknya memperbaiki kekurangan-kekurangan yang masih perlu dibenahi
supaya kedepannya laboratorium material teknik khususnya bbisa berfungsi
dengan baik dan nyaman.

39 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

DAFTAR PUSTAKA
 Buku panduan praktikum material teknik Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional (2014/2015)
 George Kraus (1995 : 1-4) non-equilibrum
 Rangkuman Avner (1974 : 676 )
 Rangkuman Surdia dan Saito, (1999 : 69)
 Dosen dan asisten dosen material teknik

40 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7

LAMPIRAN

41 | L A P O R A N P R A K T I K U M M A T E R I A L 2 0 1 7