INTERAKSI SOSIAL dan lembaga sosial (10)
INTERAKSI SOSIAL
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan
antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa
adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah
suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang
berlangsung sepanjang hidupnya didalam amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, proses
sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompokkelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.
Pengertian Interaksi Sosial
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman
dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi
tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masingmasing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masingmasing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan
Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua
orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau
berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk
mempengaruhi individu lain.
Pengertian Interaksi sosial menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan
antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau
mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Pengertian Interkasi sosial menurut beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, interaksi
adalah hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang
terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar
terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.
Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Syarat terjadinya interaksi sosial terdiri atas kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial
tidak hanya dengan bersentuhan fisik. Dengan perkembangan tehnologi manusia dapat
berhubungan tanpa bersentuhan, misalnya melalui telepon, telegrap dan lain-lain. Komunikasi
dapat diartikan jika seseorang dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau perasaanperasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
1.
2.
3.
4.
5.
Sumber-Sumber Interaksi Sosial
Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti,
simpati, identifikasi dan empati.
Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau
tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang
kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.
Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain
karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh
orang yang menaruh simpati.
Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain
yang ditiru (idolanya)
Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain.
Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.
Jika proses interaksi sosial tidak terjadi secara maksimal akan menyebabkan terjadinya
kehidupan yang terasing. Faktor yang menyebabkan kehidupan terasing misalnya sengaja
dikucilkan dari lingkungannya, mengalami cacat, pengaruh perbedaan ras dan perbedaan budaya.
IDENTITAS SOSIAL
Identitas social (social identity) adalah definisi seseorang tentang siapa dirinya termasuk di
dalamnya atribut pribadi (self concept) serta keanggotaan dalam berbagai kelompok (aspek yang
dimiliki bersama dengan orang lain. Contoh: saya adalah mahasiswa IPB (identitas sosial saya
adalah sebagai mahasiswa IPB). Identitas social mencakup nama, konsep diri, hubungan
interpersonal, afiliasi politik, gender, atribut yang tidak disukai beberapa orang, afiliasi etnis atau
religious, pekerjaan, hobby.
Identitas social dapat dikonseptualisasikan paling baik dalam empat dimensi (Jackson and Smith,
1999):
1.
2.
Persepsi dalam konteks antar kelompok (hubungan antara in-group seseorang dengan
grup perbandingan yang lain)
Daya tarik in-group (afek yang ditimbulkan oleh in-group seseorang)
3.
Keyakinan yang saling terkait (norma dan nilai yang menghasilkan tingkah laku
anggota kelompok ketika mereka berusaha mencapai tujuan dan berbagi keyakinan yang sama)
4.
Depersonalisasi (memandang dirinya sendiri sebagai contooh dari kategori social yang
dapat digantikan dan bukannya individu yang unik), orang kehilangan identitas pribadinya
karena meleburkan dirinya ke dalam identitas kelompok.
Identitas social berperan dalam hubungan antar kelompok tergantung pada dimensi yang dapat
diterima (aman atau tidak aman). Ketika identitas aman memiliki derajat yang tinggi, individu
cenderung mengevaluasi out-groups lebih baik, lebih sedikit bias bila membandingkan in-group
dengan out-group, dan kurang yakin pada homogenitas in-group. Sebaliknya, identitas tidak
aman dengan derajat yang tinggi, berhubungan dengan evaluasi yang sangat positif terhadap ingroup, bias lebih besar dalam membandingkan in-group dengan out-group, dan persepsi
homogenitas in-group yang lebih besar.
Proses pembentukan identitas diri:
Interaksi social dengan keluarga langsung. Contoh: dalam kelurganya Susi selalu
dinasehati: “Kita ini keluarga terpelajar, jadi jangan sampai nilai kamu kalah dari yang
lainnya!”, maka dalam diri Susi ada konsep diri keluarga terpelajar.
Interaksi social dengan orang lain sepanjang hidup. Contoh: teman-teman Susi selalu
mengatakan, “Susi baik sekali yah”, “dia anak yang baik yah”, maka dalam diri Susi terbentuk
konsep diri orang baik.
Hereditas. Contoh: Orang Cina kulitnya kuning.
Ketika konteks social seseorang berubah, membangun sebuah identitas social baru dapat menjadi
sumber stress yang besar. Perilaku coping yang muncul: 1) semakin mengidentifikasi diri pada
identitas yang ada; atau 2) berasimilasi dan mengidentifikasi diri dengan konteks yang baru.
Konsep self adalah identitas diri seseorang sebagai suatu skema dasar yang terdiri dari kumpulan
keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisir. Berfungsi untuk mengolah informasi
tentang diri sendiri, motivasi, keadaan emosional, kemampuan, dll. Kita bekerja sangat keras
untuk melindungi citra diri kita dari informasi yang mengancam, untuk mempertahankan
konsistensi diri kita, dan untuk menemukan alasan pada setiap inkonsistensi. Self defensiveyaitu
ketertutupan pada informasi muncul ketika sadar tidak disukai orang lain. Orang cenderung
menolak perubahan dan salah memahami atau berusaha meluruskan informasi yang tidak
konsisten dengan konsep diri mereka. Ketika perhatian difokuskan pada aspek yang tidak
berhubungan dengan identitas seseorang, hasilnya ia akan lebih terbuka pada informasi dan sikap
untuk mempertahankan dirinya sendiri akan berkurang.
Self berevolusi sebagai sebuah karakteristik adaptif. Tahapan evolusi konsep self:
1.
Kesadaran diri subjektif (subjective self-awareness): kemampuan membedakan diri
dan lingkungan fisik dan sosialnya. Tahap ini terjadi saat kita masih kecil. Contoh: ketika kita
mulai bisa membedakan diri kita dengan lingkunga. dan orang lain.
2.
Kesadaran diri objektif (objective self-awareness): kemampuan menjadikan diri sendiri
sebagai obyek perhatian, kesadaran akan pikirannya (mengetahui dan mengingat). Tahap ini
terjadi ketika kita mulai dewasa. Contoh: saat kita berkata kasar dengan orang lain, seringkali
kita berpikir: “seharusnya saya tidak sejudes itu tadi, saya kasar sekali yah.”
3.
Kesadaran diri simbolik (symbolic self-awareness): kemampuan membentuk
representasi kognitif diri yang absrak melalui bahasa yang memungkinkan manusia berinteraksi
dan berkomunikasi dengan lingkungannya. Contoh: konsep diri Rudi: Saya adalah seorang OB
(office boy). Maka konsep diri seorang OB yang dimiliki oleh Rudi itu akan membantunya
bersikap sebagai seorang OB di kantornya (mau disuruh-suruh, dll).
Elemen pembentuk konsep diri ada 5, yaitu:
1.
Identitas social, contoh: identitas kita sebagai anggota kelompok tertentu, contoh: saya
adalah mahasiswa IPB, saya orang Jawa.
2.
Atribut personal, apa yang saya miliki. Contoh: saya memiliki tinggi 167cm
3.
Pengalaman masa lalu
4.
Kondisi saat ini, contoh: Rudi baru saja di PHK, maka saat ini konsep diri Rudi adalah
“saya orang yang di PHK.”
5.
Harapan di masa depan atau rangkuman memori, pengetahuan dan imajinasi tentang diri
sendiri, contoh: Susi ingin menjadi Pragawati ketika dewasa, maka konsep diri “saya calon
pragawati” telah tertanam di diri Susi dan membentuk tingkah lakunya: jalan berlenggaklenggok.
Skema diri adalah rangkuman dari semua yang diingat, pengetahuan dan imajinasi yang dimiliki
seseorang tentang dirinya. Skema mempengaruhi tingkah laku.perlunya memiliki konsep diri
yang jelas untuk menjadi seseorang yang diinginkan. Efek self –reference adalah efek dari
perhatian dan memori yang terjadi karena pemrosesan kognitif terhadap informasi yang relevan
terhadap diri lebih efisien daripada pemrosesan terhadap informasi jenis lain, contoh: Orang
lebih tertarik dengan orang yang memiliki nama yang sama dengan nama kita, atau menyukai
hal-hal yang huruf awalnya sama dengan huruf awal nama kita. Contoh lainnya: Nisa mahasiswi
IPB membaca artikel tentang Mahasiswa berprestasi di seluruh Indonesia, pastinya hal pertama
yang Nisa cari adalah mahasiswa dari IPB.
Konsep diri terstruktur menjadi 2 bagian, yaitu:
1.
Konsep diri sentral, yaitu konsep diri inti dan cenderung ekstrem, yang bisa positif atau
negative dan relative sulit dirubah karena dielaborasi lebih detil, di konsolidasi lebih kuat, dan
diyakini dengan kepastian yang lebih besar.
2.
Konsep diri peripheral, yaitu konsep diri yang tidak terlalu kuat terbentuk dan relative
mudah dirubah.
Contoh dari konsep diri sentral dan peripheral: Susi sangat ahli di bidang matematika, kalau soal
matematika dia pakarnya. Sementara di bidang seni, olahraga dan lainnya dia tidak begitu hebat.
Di sini, kkonsep diri sentral Susi adalah ahli matematika, sedangkan bidang lainnya adalah
konsep diri periferalnya.
Bentuk lainnya dari konsep diri, ada yang dikenal dengan skema diri seksual (sexual selfschema) yaitu representasi kognitif terhadap aspek seksual diri sendiri (negative/positif) yang
mempengaruhi perilaku seksualnya. Contoh: skema diri seksual wanita cenderung hangat, malumalu, dan romatis. Sementara skema diri seksual pria cenderung penuh gairah, konservatif, dsb.
Selain itu, ada pula konsep diri social (social self) yaitu suatu identitas kolektif yang
menyangkut hubungan interpersonal dan aspek identitas yang berasal dari keanggotaan dalam
kelompok yang lebih besar dan tidak personal, yang didasarkan pada ras, etnis, dan budaya.
Contoh: saya orang Indonesia. Konsep diri social ini terdiferensiasi dan didefinisikan dengan
baik seiring pertambahan usia. Contoh: waktu kecil konsep diri social Susi hanya saya murid SD
Angkasa, setelah dewasa konsep diri social Susi berkembang/bertambah: saya karyawan PT CNI,
saya ibu di keluarga x, saya anggota arisan Z, dst, dst.
Budaya dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Misalnya budaya Individualistik pada
masyarakat Amerika dan budaya kolektivitas pada masyarakat Jepang dan Cina. Budaya
individualistis menghasilkan konsep diri sebagai pribadi unik dan memiliki atribut positif
menjadi diri sendiri tidak peduli pada konteks apapun. Contoh: Susi dari budaya individualis,
ketika orang memuji dia pintar, dia akan bilang bahwa itu karena saya memang hebat, itu semua
berkat kerja keras saya. Sementara budaya kolektivis menghasilkan konsep diri yang selalu
mendefinisikan diri pada situasi dan orientasi kritik pada diri sendiri. Contoh: Rudi dari budaya
kolektivitas, ketika orang memujinya karena prestasinya, dia akan bilang ‘itu semua berkat doa
dan dukungan kalian.’ Perbedaannya adalah antara konsep diri yang menetap dan stabil vs
konsep diri yang dengan mudah berganti dan berubah.
Konsep diri mencakup:
Konsep diri saat ini
Possible selves: representasi mental terhadap kemungkinan akan menjadi apa atau
seharusnya menjadi apa seseorang di masa depan. Possible selves bisa memotivasi diri kita
sendiri. Contoh: Susi sejak kecil suka bermain piano, orang-orang sering memuji kemahirannya
bermain piano. Tumbuh possible selves dalam dirinya bahwa: saya calon maestro piano yang
terkenal, yang selanjutnya possible selves ini memotivasi Susi mencapai cita-citanya.
Working self-concept: konsep diri pada saat tertentu. Contoh: Susi menjadi coordinator
medis di kepanitiaan MPD, maka ‘saya seorang koor medis’ adalah konsep diri Susi saat itu
sehingga dia tau apa tugas-tugasnya, kewajibannya.
Factor yang mempengaruhi konsep diri ada 5:
1.
Factor biologis
2.
Keinginan diri sendiri
3.
Perubahan hidup yang besar
4.
Perubahan kerja
5.
6.
Significant other (orang yang berarti buat diri pribadi) yang berpengaruh pada interaksi
social. Contoh: dulu sebelum berpacaran dengn Susi, Rudi adalah pria yang pendiam dan
kalem. Setelah mengenal dan berpacaran dengan Susi, Rudi lebih PD dan berani show up.
Intensitas hubungan sangat berperan dalam perubahan konsep diri
Self-esteem adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu; sikap seseorang terhadap
dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif dan negative. Tujuan orang melakukan self-esteem:
1.
Self-assesment (memperoleh pengetahuan yang akurat tentang diri sendiri), lebih banyak
terjadi pada masyarakat kolektivistis.
2.
Self-enhancement (mempoeroleh innformasi positif), lebih banyak terjadi pada
masyarakat individualistis.
3.
Self verification (melakukan konfirmasi atas sesuatu yang sudah diketahui), terjadi pada
orang yang esteem nya rendah dan berpandangan negative tentang dirinya sendiri dan tidak
mau berubah.
Memiliki self-esteem yang tinggi berarti individu menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif ini
sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian lagi berdasarkan pengalaman spesifik.
Perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi self-esteem seseorang. Tingkah
laku individu dengan sel-esteem yang rendah lebuh mudah diprediksikan daripada individu
dengan self-esteem yang tinggi karena skema diri negative diorganisasi lebih ketat daripada
skema diri yang positif.
Self-esteem sering kali diukur sebagai sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari
negative sampai positif atau dari rendah sampai tinggi. Sebuah sumber informasi utama yang
relevan dengan evaluasi diri adalah orang lain—kita menilai diri sendiri atas dasar perbandingan
social (social comparison) (Wayment & Taylor, 1995). Perbandingan social ke bawah (downward
social comparison) adalah membandingkan diri Anda dengan orang lain yang lebih buruk dalam
atribut-atribut tertentu. Perbandingan social ke atas (upward social comparison) adalah
membandingkan diri Anda dengan orang lain yang lebih baik dalam atribut-atribut tertentu.
Ketika kompetensi actual seseoranng tidak sesuai dengan evaluasi dirinya, hasilnya disebut selfesteem paradox—yaitu self-esteem yang tidak realistis, baik tinggi maupun rendah. Contoh:
Rudi dengan tim futsal underdognya akan melawan tim pro, tim underdog itu berpikir positif
bahwa mereka pasti bisa mengalahkan tim pro tersebut yang jelas-jelas jauh lebih hebat dari
mereka.
Karena self-esteem tinggi umumnya lebih disukai daripada self-esteem rendah, kebanyakan
orang berusaha mengubah self-esteem mereka kea rah evaluasi diri yang lebih positif yaitu
melalui psikoterapi yang bertujuan meningkatkan self-esteem dan menurunkan perbedaan antara
self dan self ideal dengan memberikan penghargaan positif tanpa syarak (unconditional positif
regard) pada klien. Umpan balik palsu yang menyatakan bahwa hasil individu bagus dalam tes
kepribadian akan menungkatkan self-esteem mereka, umpan balik positif juga memiliki efek
yang serupa. Pengalaman masa lalu (dalam keluarga atau sekolah) juga dapat mengubah selfesteem.
Fungsi self ada 3, yaitu:
1.
Self focusing (memfokuskan perhatian pada diri atau pada dunia eksternal) adalah
tingkah laku yang mengarahkan perhatian seseorang kepada diri sendiri daripada sekelilingnya.
Self focusing ini bagus, tapi jangn terlalu berlebihan sehingga menyebabkan kita tidak
mempedulikan lingkungan sekitar.
2.
Self monitoring (memonitor tingkah laku dengan menggunakan tanda-tanda internal atau
eksternal) yaitu pengaturan tingkah laku seseorang dengan dasar situasi eksternal, seperti
bagaimana orang lain bereaksi (self-monitoring yang tinggi) atau dengan dasar factor internal,
seperti keyakinan, sikan, dan nilai (self-monitoring yang rendah). Contoh: jaim
3.
Self efficacy (percaya pada diri sendiri) yaitu keyakinan seseorang akan kemampuan atau
kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau mengatasi sebuah
hambatan. Kita menilai diri kita bisa atau tidak melakukan sesuatu.40-a
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan
antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa
adanya interkasi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah
suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi antar manusia yang
berlangsung sepanjang hidupnya didalam amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, proses
sosial diartikan sebagai cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompokkelompok sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk hubungan sosial.
Pengertian Interaksi Sosial
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman
dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi
tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Sedangkan menurut Shaw, interaksi sosial adalah suatu pertukaran antarpribadi yang masingmasing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masingmasing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Hal senada juga dikemukan oleh Thibaut dan
Kelley bahwa interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua
orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sam lain atau
berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk
mempengaruhi individu lain.
Pengertian Interaksi sosial menurut Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan
antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau
mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
Pengertian Interkasi sosial menurut beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, interaksi
adalah hubungan timbal balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang
terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar
terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi.
Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Syarat terjadinya interaksi sosial terdiri atas kontak sosial dan komunikasi sosial. Kontak sosial
tidak hanya dengan bersentuhan fisik. Dengan perkembangan tehnologi manusia dapat
berhubungan tanpa bersentuhan, misalnya melalui telepon, telegrap dan lain-lain. Komunikasi
dapat diartikan jika seseorang dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau perasaanperasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
1.
2.
3.
4.
5.
Sumber-Sumber Interaksi Sosial
Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti,
simpati, identifikasi dan empati.
Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau
tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang
kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.
Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain
karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh
orang yang menaruh simpati.
Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain
yang ditiru (idolanya)
Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain.
Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.
Jika proses interaksi sosial tidak terjadi secara maksimal akan menyebabkan terjadinya
kehidupan yang terasing. Faktor yang menyebabkan kehidupan terasing misalnya sengaja
dikucilkan dari lingkungannya, mengalami cacat, pengaruh perbedaan ras dan perbedaan budaya.
IDENTITAS SOSIAL
Identitas social (social identity) adalah definisi seseorang tentang siapa dirinya termasuk di
dalamnya atribut pribadi (self concept) serta keanggotaan dalam berbagai kelompok (aspek yang
dimiliki bersama dengan orang lain. Contoh: saya adalah mahasiswa IPB (identitas sosial saya
adalah sebagai mahasiswa IPB). Identitas social mencakup nama, konsep diri, hubungan
interpersonal, afiliasi politik, gender, atribut yang tidak disukai beberapa orang, afiliasi etnis atau
religious, pekerjaan, hobby.
Identitas social dapat dikonseptualisasikan paling baik dalam empat dimensi (Jackson and Smith,
1999):
1.
2.
Persepsi dalam konteks antar kelompok (hubungan antara in-group seseorang dengan
grup perbandingan yang lain)
Daya tarik in-group (afek yang ditimbulkan oleh in-group seseorang)
3.
Keyakinan yang saling terkait (norma dan nilai yang menghasilkan tingkah laku
anggota kelompok ketika mereka berusaha mencapai tujuan dan berbagi keyakinan yang sama)
4.
Depersonalisasi (memandang dirinya sendiri sebagai contooh dari kategori social yang
dapat digantikan dan bukannya individu yang unik), orang kehilangan identitas pribadinya
karena meleburkan dirinya ke dalam identitas kelompok.
Identitas social berperan dalam hubungan antar kelompok tergantung pada dimensi yang dapat
diterima (aman atau tidak aman). Ketika identitas aman memiliki derajat yang tinggi, individu
cenderung mengevaluasi out-groups lebih baik, lebih sedikit bias bila membandingkan in-group
dengan out-group, dan kurang yakin pada homogenitas in-group. Sebaliknya, identitas tidak
aman dengan derajat yang tinggi, berhubungan dengan evaluasi yang sangat positif terhadap ingroup, bias lebih besar dalam membandingkan in-group dengan out-group, dan persepsi
homogenitas in-group yang lebih besar.
Proses pembentukan identitas diri:
Interaksi social dengan keluarga langsung. Contoh: dalam kelurganya Susi selalu
dinasehati: “Kita ini keluarga terpelajar, jadi jangan sampai nilai kamu kalah dari yang
lainnya!”, maka dalam diri Susi ada konsep diri keluarga terpelajar.
Interaksi social dengan orang lain sepanjang hidup. Contoh: teman-teman Susi selalu
mengatakan, “Susi baik sekali yah”, “dia anak yang baik yah”, maka dalam diri Susi terbentuk
konsep diri orang baik.
Hereditas. Contoh: Orang Cina kulitnya kuning.
Ketika konteks social seseorang berubah, membangun sebuah identitas social baru dapat menjadi
sumber stress yang besar. Perilaku coping yang muncul: 1) semakin mengidentifikasi diri pada
identitas yang ada; atau 2) berasimilasi dan mengidentifikasi diri dengan konteks yang baru.
Konsep self adalah identitas diri seseorang sebagai suatu skema dasar yang terdiri dari kumpulan
keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri yang terorganisir. Berfungsi untuk mengolah informasi
tentang diri sendiri, motivasi, keadaan emosional, kemampuan, dll. Kita bekerja sangat keras
untuk melindungi citra diri kita dari informasi yang mengancam, untuk mempertahankan
konsistensi diri kita, dan untuk menemukan alasan pada setiap inkonsistensi. Self defensiveyaitu
ketertutupan pada informasi muncul ketika sadar tidak disukai orang lain. Orang cenderung
menolak perubahan dan salah memahami atau berusaha meluruskan informasi yang tidak
konsisten dengan konsep diri mereka. Ketika perhatian difokuskan pada aspek yang tidak
berhubungan dengan identitas seseorang, hasilnya ia akan lebih terbuka pada informasi dan sikap
untuk mempertahankan dirinya sendiri akan berkurang.
Self berevolusi sebagai sebuah karakteristik adaptif. Tahapan evolusi konsep self:
1.
Kesadaran diri subjektif (subjective self-awareness): kemampuan membedakan diri
dan lingkungan fisik dan sosialnya. Tahap ini terjadi saat kita masih kecil. Contoh: ketika kita
mulai bisa membedakan diri kita dengan lingkunga. dan orang lain.
2.
Kesadaran diri objektif (objective self-awareness): kemampuan menjadikan diri sendiri
sebagai obyek perhatian, kesadaran akan pikirannya (mengetahui dan mengingat). Tahap ini
terjadi ketika kita mulai dewasa. Contoh: saat kita berkata kasar dengan orang lain, seringkali
kita berpikir: “seharusnya saya tidak sejudes itu tadi, saya kasar sekali yah.”
3.
Kesadaran diri simbolik (symbolic self-awareness): kemampuan membentuk
representasi kognitif diri yang absrak melalui bahasa yang memungkinkan manusia berinteraksi
dan berkomunikasi dengan lingkungannya. Contoh: konsep diri Rudi: Saya adalah seorang OB
(office boy). Maka konsep diri seorang OB yang dimiliki oleh Rudi itu akan membantunya
bersikap sebagai seorang OB di kantornya (mau disuruh-suruh, dll).
Elemen pembentuk konsep diri ada 5, yaitu:
1.
Identitas social, contoh: identitas kita sebagai anggota kelompok tertentu, contoh: saya
adalah mahasiswa IPB, saya orang Jawa.
2.
Atribut personal, apa yang saya miliki. Contoh: saya memiliki tinggi 167cm
3.
Pengalaman masa lalu
4.
Kondisi saat ini, contoh: Rudi baru saja di PHK, maka saat ini konsep diri Rudi adalah
“saya orang yang di PHK.”
5.
Harapan di masa depan atau rangkuman memori, pengetahuan dan imajinasi tentang diri
sendiri, contoh: Susi ingin menjadi Pragawati ketika dewasa, maka konsep diri “saya calon
pragawati” telah tertanam di diri Susi dan membentuk tingkah lakunya: jalan berlenggaklenggok.
Skema diri adalah rangkuman dari semua yang diingat, pengetahuan dan imajinasi yang dimiliki
seseorang tentang dirinya. Skema mempengaruhi tingkah laku.perlunya memiliki konsep diri
yang jelas untuk menjadi seseorang yang diinginkan. Efek self –reference adalah efek dari
perhatian dan memori yang terjadi karena pemrosesan kognitif terhadap informasi yang relevan
terhadap diri lebih efisien daripada pemrosesan terhadap informasi jenis lain, contoh: Orang
lebih tertarik dengan orang yang memiliki nama yang sama dengan nama kita, atau menyukai
hal-hal yang huruf awalnya sama dengan huruf awal nama kita. Contoh lainnya: Nisa mahasiswi
IPB membaca artikel tentang Mahasiswa berprestasi di seluruh Indonesia, pastinya hal pertama
yang Nisa cari adalah mahasiswa dari IPB.
Konsep diri terstruktur menjadi 2 bagian, yaitu:
1.
Konsep diri sentral, yaitu konsep diri inti dan cenderung ekstrem, yang bisa positif atau
negative dan relative sulit dirubah karena dielaborasi lebih detil, di konsolidasi lebih kuat, dan
diyakini dengan kepastian yang lebih besar.
2.
Konsep diri peripheral, yaitu konsep diri yang tidak terlalu kuat terbentuk dan relative
mudah dirubah.
Contoh dari konsep diri sentral dan peripheral: Susi sangat ahli di bidang matematika, kalau soal
matematika dia pakarnya. Sementara di bidang seni, olahraga dan lainnya dia tidak begitu hebat.
Di sini, kkonsep diri sentral Susi adalah ahli matematika, sedangkan bidang lainnya adalah
konsep diri periferalnya.
Bentuk lainnya dari konsep diri, ada yang dikenal dengan skema diri seksual (sexual selfschema) yaitu representasi kognitif terhadap aspek seksual diri sendiri (negative/positif) yang
mempengaruhi perilaku seksualnya. Contoh: skema diri seksual wanita cenderung hangat, malumalu, dan romatis. Sementara skema diri seksual pria cenderung penuh gairah, konservatif, dsb.
Selain itu, ada pula konsep diri social (social self) yaitu suatu identitas kolektif yang
menyangkut hubungan interpersonal dan aspek identitas yang berasal dari keanggotaan dalam
kelompok yang lebih besar dan tidak personal, yang didasarkan pada ras, etnis, dan budaya.
Contoh: saya orang Indonesia. Konsep diri social ini terdiferensiasi dan didefinisikan dengan
baik seiring pertambahan usia. Contoh: waktu kecil konsep diri social Susi hanya saya murid SD
Angkasa, setelah dewasa konsep diri social Susi berkembang/bertambah: saya karyawan PT CNI,
saya ibu di keluarga x, saya anggota arisan Z, dst, dst.
Budaya dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Misalnya budaya Individualistik pada
masyarakat Amerika dan budaya kolektivitas pada masyarakat Jepang dan Cina. Budaya
individualistis menghasilkan konsep diri sebagai pribadi unik dan memiliki atribut positif
menjadi diri sendiri tidak peduli pada konteks apapun. Contoh: Susi dari budaya individualis,
ketika orang memuji dia pintar, dia akan bilang bahwa itu karena saya memang hebat, itu semua
berkat kerja keras saya. Sementara budaya kolektivis menghasilkan konsep diri yang selalu
mendefinisikan diri pada situasi dan orientasi kritik pada diri sendiri. Contoh: Rudi dari budaya
kolektivitas, ketika orang memujinya karena prestasinya, dia akan bilang ‘itu semua berkat doa
dan dukungan kalian.’ Perbedaannya adalah antara konsep diri yang menetap dan stabil vs
konsep diri yang dengan mudah berganti dan berubah.
Konsep diri mencakup:
Konsep diri saat ini
Possible selves: representasi mental terhadap kemungkinan akan menjadi apa atau
seharusnya menjadi apa seseorang di masa depan. Possible selves bisa memotivasi diri kita
sendiri. Contoh: Susi sejak kecil suka bermain piano, orang-orang sering memuji kemahirannya
bermain piano. Tumbuh possible selves dalam dirinya bahwa: saya calon maestro piano yang
terkenal, yang selanjutnya possible selves ini memotivasi Susi mencapai cita-citanya.
Working self-concept: konsep diri pada saat tertentu. Contoh: Susi menjadi coordinator
medis di kepanitiaan MPD, maka ‘saya seorang koor medis’ adalah konsep diri Susi saat itu
sehingga dia tau apa tugas-tugasnya, kewajibannya.
Factor yang mempengaruhi konsep diri ada 5:
1.
Factor biologis
2.
Keinginan diri sendiri
3.
Perubahan hidup yang besar
4.
Perubahan kerja
5.
6.
Significant other (orang yang berarti buat diri pribadi) yang berpengaruh pada interaksi
social. Contoh: dulu sebelum berpacaran dengn Susi, Rudi adalah pria yang pendiam dan
kalem. Setelah mengenal dan berpacaran dengan Susi, Rudi lebih PD dan berani show up.
Intensitas hubungan sangat berperan dalam perubahan konsep diri
Self-esteem adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu; sikap seseorang terhadap
dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif dan negative. Tujuan orang melakukan self-esteem:
1.
Self-assesment (memperoleh pengetahuan yang akurat tentang diri sendiri), lebih banyak
terjadi pada masyarakat kolektivistis.
2.
Self-enhancement (mempoeroleh innformasi positif), lebih banyak terjadi pada
masyarakat individualistis.
3.
Self verification (melakukan konfirmasi atas sesuatu yang sudah diketahui), terjadi pada
orang yang esteem nya rendah dan berpandangan negative tentang dirinya sendiri dan tidak
mau berubah.
Memiliki self-esteem yang tinggi berarti individu menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif ini
sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian lagi berdasarkan pengalaman spesifik.
Perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi self-esteem seseorang. Tingkah
laku individu dengan sel-esteem yang rendah lebuh mudah diprediksikan daripada individu
dengan self-esteem yang tinggi karena skema diri negative diorganisasi lebih ketat daripada
skema diri yang positif.
Self-esteem sering kali diukur sebagai sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari
negative sampai positif atau dari rendah sampai tinggi. Sebuah sumber informasi utama yang
relevan dengan evaluasi diri adalah orang lain—kita menilai diri sendiri atas dasar perbandingan
social (social comparison) (Wayment & Taylor, 1995). Perbandingan social ke bawah (downward
social comparison) adalah membandingkan diri Anda dengan orang lain yang lebih buruk dalam
atribut-atribut tertentu. Perbandingan social ke atas (upward social comparison) adalah
membandingkan diri Anda dengan orang lain yang lebih baik dalam atribut-atribut tertentu.
Ketika kompetensi actual seseoranng tidak sesuai dengan evaluasi dirinya, hasilnya disebut selfesteem paradox—yaitu self-esteem yang tidak realistis, baik tinggi maupun rendah. Contoh:
Rudi dengan tim futsal underdognya akan melawan tim pro, tim underdog itu berpikir positif
bahwa mereka pasti bisa mengalahkan tim pro tersebut yang jelas-jelas jauh lebih hebat dari
mereka.
Karena self-esteem tinggi umumnya lebih disukai daripada self-esteem rendah, kebanyakan
orang berusaha mengubah self-esteem mereka kea rah evaluasi diri yang lebih positif yaitu
melalui psikoterapi yang bertujuan meningkatkan self-esteem dan menurunkan perbedaan antara
self dan self ideal dengan memberikan penghargaan positif tanpa syarak (unconditional positif
regard) pada klien. Umpan balik palsu yang menyatakan bahwa hasil individu bagus dalam tes
kepribadian akan menungkatkan self-esteem mereka, umpan balik positif juga memiliki efek
yang serupa. Pengalaman masa lalu (dalam keluarga atau sekolah) juga dapat mengubah selfesteem.
Fungsi self ada 3, yaitu:
1.
Self focusing (memfokuskan perhatian pada diri atau pada dunia eksternal) adalah
tingkah laku yang mengarahkan perhatian seseorang kepada diri sendiri daripada sekelilingnya.
Self focusing ini bagus, tapi jangn terlalu berlebihan sehingga menyebabkan kita tidak
mempedulikan lingkungan sekitar.
2.
Self monitoring (memonitor tingkah laku dengan menggunakan tanda-tanda internal atau
eksternal) yaitu pengaturan tingkah laku seseorang dengan dasar situasi eksternal, seperti
bagaimana orang lain bereaksi (self-monitoring yang tinggi) atau dengan dasar factor internal,
seperti keyakinan, sikan, dan nilai (self-monitoring yang rendah). Contoh: jaim
3.
Self efficacy (percaya pada diri sendiri) yaitu keyakinan seseorang akan kemampuan atau
kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan, atau mengatasi sebuah
hambatan. Kita menilai diri kita bisa atau tidak melakukan sesuatu.40-a