88272746 Teori Motivasi Menurut David McCleland

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat
dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat membuat makalah ini.
Kebutuhan manusia di dunia ini ada berbagai macam jenisnya, mulai dari kebutuhan
yang sangat pokok/primer (kebutuhan berupa sandang, pangan, dan papan), kebutuhann
sekunder (kebutuhan pelengkap) maupun kebutuhan tersier. Semua kebutuhan tersebut
tentunya sangat memerlukan perhatian yang serius. Akan tetapi diluar kebutuhankebutuhan tersebut manusia juga memerlukan kebutuhan lain yang bersifat internal atau
kebutuhan secara psikis yaitu motivasi.
Dari seluruh kebutuhan manusia yang ada di bumi ini, penulis dalam makalah ini
menyajikan pengertian kebutuhan menurut David Mc Clelland dan menyajikan pula tentang
pemahaman teori motivasi dengan pendekatan multidisipliner ilmu. Tujuan dari penulisan
ini diantaranya yaitu untuk menjelaskaan dan memahami teori tentang “Tiga Kebutuhhan”
yang di kemukakan oleh David McClelland, serta agar dapat membandingkan pendekatan
teori motivasi dengan ilmu-ilmu lain di muka bumi ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dalam penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis
terima dengan senang hati guna penyempurnaan di lain waktu. Demikian sepatah dua patah
kata dari saya selaku penulis makalah ini, semoga dapat bermanfaat dan dimanfaatkan
dengan baik bagi para pembaca.


Penulis

1

Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………….……………………………………………………….………………1
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………….……………………………2
Bab I : Pendahuluan……………………………………………………………..……………………………….…………3
1.1 Pengertian Motivasi……………………………………….…………………………………….…………3
Bab II : Pembahasan................................................................................................4
2.1 Tentang David McClelland…………………………………………………………………..………….4
2.2 Teori motivasi menurut David McClelland……………………………………………………….4
2.2.1 Kebutuhan Akan Prestasi/keberhasilan (Need for Achievement).………….5
2.2.2 Kebutuhan Akan kekuasaan (Need for Power)………………………….…..………7
2.2.3 Kebutuhan Akan Afiliasi (Need for Affiliation)…………………………………….…9
2.3 Penelitian David McClelland…………………………………………..………………………….….10
Bab III : Pembahasan Teori Motivasi dengan Multidisipliner Ilmu……………………………….…12
Bab IV : Penutup…………………………………………………………………………………………………….…………14
Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………...14


2

Bab I
Pendahuluan

Motivasi merupakan proses yang menjelaskan bagaimana intensitas, arah, dan
ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan teori hierarki
kebutuhan Abraham Maslow, teori Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer,
arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut
memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan
mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang
berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh
dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa
diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi.
Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada
yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi
sama dengan semangat.
Adapun Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan

pencapaian.Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang
melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik
(keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan
atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni
keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.
disamping itu terdapat pula faktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor
internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.
Teori mengenai motivasi atau kebutuhan manusia selama ini mungkin yang lebih
Anda kenal adalah teori dari Abraham Maslow dengan hierarki kebutuhannya.Tapi,
sebenarnya ada banyak para ahli dengan pendapat mereka masing-masing tentang teori
motivasi, termasuk David McClelland.

3

Bab II
Pembahasan
2.1 Tentang David Mc Clelland

Pencetus Teori Kebutuhan
David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar doktor dalam psikologi di

Yale pada tahun 1941 dan menjadi profesor di Universitas Wesleyan. McClelland dikenal
dengan karyanya tentang pencapaian motivasi. David McClelland mempelopori motivasi
kerja berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model motivasi, dan
dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian karyawan, serta advokasi berbasis
kompetensi penilaian dan tes. Ide nya telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan
berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg. Dalam teorinya McClelland mengemukakan
bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan
dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta
peluang yang tersedia. Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik staf
maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari
model motivasi tersebut.
2.2 Teori motivasi menurut David Mc Clelland
Ia Mengatakan bahwa pemahaman tentang motivasi akan semakin mendalam jika disadari
bahwa setiap orang mempunyai tiga jenis kebutuhan, yaitu:
1. Need for Achievement (nAch.), kebutuhan akan keberhasilan atau prestasi.
2. Need for Power (nPo.), kebutuhan akan kekuasaan atau pengaruh.
3. Need for Affiliation (nAff.), kebutuhan untuk afiliasi.

4


2.2.1 Need for Achievement (kebutuhan keberhasilan atau prestasi)
Kiranya tidak akan ada kesukaran untuk menerima pendapat yang mengatakan
bahwa setiap orang ingin di pandang sebagai orang yang berhasil dalam hidupnya.
Keberhasilan itu bahkan mencakup seluruh segi kehidupan dan penghidupan seseorang.
Misalnya keberhasilan seseorang dalam dunia pendidikan, keberhasilan dalam membina
rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, keberhasilan dalam usaha, keberhasilan dalam
pekerjaan dan dalam bidang-bidang kehidupan yang lainnya. Sebaliknya, merupakan
kebenaran pula apabila sesorang yang senang jika menghadapi kegagalan dan dikatakan
gagal dalam suatu hal.
Dalam kehidupan organisasional, kebutuhan untuk barhasil biasanya tercermin pada
adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan mencapai prestasi sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Penetapan standar itu dapat bersifat intrinsik, akan tetapi dapat pula
bersifat ekstrinsik. Artinya, seseorang dapat menentukan bagi dirinya sendiri standar karya
yang ingin dicapainya. Apabila seseorang tergolong sebagai insan yang maksimalis, standar
yang ditetapkannya bagi dirinya sendiri adalah standar yang tinggi bahkan mungkin melebihi
standar yang ditetapkan secara ekstrinsik, yaitu oleh organisasi. Akan tetapi jika seseorang
tergolong sebagai insan yang minimalist, tidak mustahil bahwa standar yang ditetapkannya
sebagai pegangan lebih rendah dari standar yang ditetapkan secara ekstrinsik. Mungkin pula
standar yang ditetapkan secara instrinsik itu sama dengan standar yang ditetapkan secara
ekstrinsik. Hal ini biasanya terjadi dalam diri seseorang yang konformis.

Itu berarti seseorang dengan nAch. yang besar adalah orang yang berusaha berbuat
sesuatu. Misalnya dalam penyelesaian tugas yang dipercayakan kepadannya, lebih baik
dibandingkan dengan orang lain. Untuk itu orang demikian biasanya berusaha menemukan
situasi dimana ia dapat menunjukan kemampuannya, sepertidalam pengambilan keputusan
dan melakukan sesuatu yang dapat memberikan umpan balik untuk dirinya dengan segera
tentang hasil yang dicapainya melalui mana ia dapat mengetahui apakah ia meraih kemajuan
atau tidak. Di atas telah disinggung bahwa seseorang dengan nAch. besar menyenangi
pekerjaan yan kemungkinan berhasil besar, akan tetapitidak senang pada tugas yang terlalu
berat atau terlalu ringan. Berarti orang seperti itu tidak senang mengambil resiko yang besar.
Hanya saja dorongan kuat terdapat dalam dirinya untuk secara bertanggung jawab terhadap
5

keberhasilan dan kegagalan melaksanakan tugasnya dan tidak melemparkan tanggung jawab
itu kepada orang lain.
Kebutuhan akan prestasi/keberhasilan merupakan dorongan untuk mengungguli,
berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini
pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan
aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia
menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil
kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.

nAch. adalah motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha
mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi
menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari
lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
Dalam pengertian lain, Kebutuhan akan prestasi adalah kebutuhan seseorang untuk
memiliki pencapaian signifikan, menguasai berbagai keahlian, atau memiliki standar yang
tinggi. Orang yang memiliki nAch. Yang tinggi biasanya selalu ingin menghadapi tantangan
baru dan mencari tingkat kebebasan yang tinggi. Sebab-sebab seseorang memiliki nAch.
yang tinggi di antaranya adalah pujian dan imbalan akan kesuksesan yang dicapai, perasaan
positif yang timbul dari prestasi, dan keinginan untuk menghadapi tantangan.
Karakteristik dan sikap motivasi prestasi menurut David Mcclelland:
a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada
menerima pujian atau pengakuan.
c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang
diandalkan, kuantitatif dan faktual).

6

2.2.2 Need for Power (kebutuhan akan kekuasaan)

Menurut teori ini, kebutuhan akan kekuasaan tampak pada keinginan untuk
mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Penelitian dan pengalaman memang
menunjukan bahwa setiap orang ingin berpengaruh terhadap orang lain dengan siapa ia
melakukan interaksi. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini. Pertama, adanya
seseorang yang mempunyai kebutuhan berpengaruh pada orang lain itu. Kedua, orang lain
terhadap siapa pengaruh itu digunakan. Dan yang ketiga, persepsi ketergantungan antara
seseorang dengan orang lain.
Meskipun benar bahwa dalam kehidupan organisasional, bawahanlah yang biasanya
tergantung pada atasannya, tetapi sesungguhnya ketergantungan itu tidak semata-mata
terbatas pada adanya hubungan atasan dengan bawahannya. Artinya, setiap kali seseorang
bergantung pada orang lain untuk suatu hal, pengaruh orang kepada siapa orang lain
menggantungkan dirinya sudah berarti terpenuhinya nPo. orang yang bersangkutan.
Semakin besar tingkat ketergantungan orang lain kepada seseorang, semakin besar pula
pengaruh orang tersebut terhadap pihak lain itu. Misalnya, kekuasaan orang tua pada anakanaknya biasanya besar karena anak-anak itu sangat bergantung pada orang tuanya atas
berbagai jenis kebutuhannya. Pengaruh seorang guru terhadap anak didiknya sangat besar
pula karena guru tersebut sangat mempunyai wewenang untuk menentukan “nasib” anak
didik itu (dalam arti lulus atau tidaknya anak didik tersebut dari mata pelajaran yang
diberikan). Demikian pula halnya dengan kehidupan organisasional. Apabila sorang manager
mempunyai kekuasaan untuk menentukan nasib seorang pekerjanya, misalnya dalam hal
promosi jabatan, pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi disiplin baik yang berupa

teguran, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat atau bahkan
penurunan pangkat dan jabatan. Sehingga pekerja tersebut menjadi sangat tergantung pada
atasan yang memiliki wewenang itu.
Seseorang dengan nPo. yang besar biasanya menyukai kondisi persaingan dan
orientasi status serta akan lebih memberikan perhatiannya pada hal-hal yang
memungkinkannya memperbesar ketergantungan orang lain itu padanya. Bagi orang yang
demikian, efektivitas pelasanaan pekerjaan sendiri tidak teramat penting kecualli bila hal
tersebut memberi peluang kepadanya untuk memperbesar dan memperluas pengaruhnya.
7

Kecenderungan seperti itu perlu mendapat perhatian para manajer puncak.
Dikatakan demikian karena agar para manajer yang lebih rendah tidak menyalahgunakan
kekuasaan atau wewenangnya, diperlukan uraian tugas yang jelas sehingga terlihat
pembatasan-pembatasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para
manajer tersebut yang dalam operasionalnya perlu suatu pengawasan. Para manager yang
lebih rendah itu perlu didorong untuk mengendalikan diri sendiri agar penggunaan
kekuasaan dan wewenangnya berlaku secara wajar dan sebagaimana mestinya.
Pengendalian oleh manager yang lebih tinggi dan para manager yang bersangkutan sendiri
sangat penting karena setiap orang akan cenderung mengambil langkah-langkah yang
memperbesar pengaruh atau kekuasaannya apabila situasi memungkinkan. Situasi yang

dimaksudkan dapat timbul karena diciptakan sendiri oleh orang yang bersangkutan, tetapi
tidak pula karena tindak-tanduk para bawahannya. Artinya,tidak mustahil bahwa para
bawahan pun akan bertindak dan berperilaku sedemikian rupa agar mendapat perlakuan
yang “enak” dari para atasannya karena akan berakibat positif dalam kehidupan
organisasionalnya.
Kebutuhan ini didasari pula oleh keinginan seseorang untuk

mengatur,

mempengaruhi dan memimpin orang lain. Menurut Mclelland, ada dua jenis kebutuhan
akan kekuasaan, yaitu kekuasaan pribadi dan kekuasaan sosial. Contoh dari kekuasaan
pribadi adalah seorang pemimpin perusahaan yang mencari posisi lebih tinggi agar bisa
mengatur orang lain dan mengarahkan ke mana perusahaannya akan bergerak. Sedangkan
kekuasaan sosial adalah kekuasaan yang misalnya dimiliki oleh pemimpin seperti Nelson
Mandela, yang memiliki kekuasaan dan menggunakan kekuasaannya tersebut untuk
kepentingan sosial, seperti misalnya perdamaian.
Pengertian lain mengenai kebutuhan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat
orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan
berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan

penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan
kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan.
8

nPo. merupakan motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk
berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki
ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

2.2.3 Need for Affiliation (kebutuhan akan afiliasi)
Yaitu kebutuhan afiliasi merupakan kebutuhan nyata dari setiap manusia, trelepas dari
kedudukan, jabatan dan pekerjaannya. Artinya, kebutuhan tersebut bukan hanya kebutuhan
mereka yang menduduki jabatan managerial. Juga bukan hanya merupakan kebutuhan para
bawahan yang bertanggungjawab akan kegiatan-kegiatan operasional. Kenyataan ini
berangkat dari sifat manusia sebagai makhluk social.
Kebutuhan akan afiliasi pada umunya tercermin pada keinginan berada pada situasi
yang bersahabat dalam interaksi seseorang dengan orang lain dalam organisasi, apakah
orang lain itu teman sekerja yng setingkat tau atasan. Kebutuhan akan afiliasi biasanya
diusahakan agar terpenuhi melalui kerja sama dengan orang lain. Berarti guna pemuasan
kebutuhan itu suasana persaingan akan dihindari sejauh mungkin.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa sampai sejauh mana seseorang bersedia
bekerja sama dengan orang lain dalam kehidupan organisasionalnya tetap diwarnai oleh
persepsinya tentang apa yang akan diperolehnya dari usaha kerja sama tersebut.
Kebutuhan akan Afiliasi merupakan hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang
ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat,
kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai
kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan
interaksi sosial yang tinggi. David McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki
kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam
bekerja atau mengelola organisasi.
Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang didasari oleh keinginan untuk mendapatkan
atau menjalankan hubungan yang baik dengan orang lain. Orang merasa ingin disukai dan
diterima oleh sesamanya. David McClelland mengatakan bahwa kebutuhan yang kuat akan
9

afiliasi akan mencampuri objektifitas seseorang. Sebab, jika ia merasa ingin disukai, maka ia
akan melakukan apa pun agar orang lain suka akan keputusannya. Sedangkan, sebab-sebab
nAff. dari seseorang bisa bermacam-macam, dan salah satu contohnya bisa Anda lihat dari
tragedi 11 September di Amerika Serikat. Setelah kejadian tersebut, banyak orang-orang
Amerika yang melupakan kepentingan mereka dan memilih untuk bersatu sehingga mereka
memiliki rasa aman.

2.3 Penelitian David McClelland
Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan bukti yang lebih
bermakna mengenai motivasi berprestasi dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan
lain. Artinya para usahawan mempunyai nAch. yang lebih tinggi dibanding dari profesi lain.
Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat
dan sumberdaya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah
kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan
menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas
dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri
pokok peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987) meliputi Perilaku
kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat
dari keahlian dan bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau yang
berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan tentang hasil-hasil keputusan;
uang sebagai ukuran atas hasil.
Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai suatu akibat dari
martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang wirausaha adalah risk taker. Risk taker
dimaksudkan bahwa seorang wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko
yang akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat keputusan dalam
keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti
penjudi), juga tidak terlalu rendah seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil
penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam keadaan yang mengandung

10

risiko yang tak terlalu besar, kinerja wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau
pada prestasi - dibanding pekerjaan lain.
Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau pembaharuan perlu semangat dan
aktif. Mereka bisa bekerja dalam waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per
minggu. Bukan lama waktu yang penting, namun karena semangatnya mereka tahan bekerja
dalam waktu yang panjang. Bagi individu yang memiliki nAch. tinggi tidak begitu tertarik
pada pengakuan masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar
memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah dilakukan.
Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa kepuasan prestasi berasal dari
pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan
umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa orang yang
memiliki nAch tinggi tidak begitu terpengaruh oleh imbalan uang, mereka tertarik pada
prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misalnya laba,
besarnya permintaan pasar atau laju pertumbuhan penjualan.
Selanjutnya, David McClelland (Mangkunegara, 2005:68) mengemukakan 6 karakteristik
orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, yaitu :
(1) Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi
(2) Berani mengambil dan memikul resiko
(3) Memiliki tujuan realistik
(4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan
(5) Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam semua kegiatan yang dilakukan
(6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan

11

Bab III
Pemahaman Teori Motivasi dengan Pendekatan Multidisipliner

1. Pendekatan Teori Motivasi dan Ilmu Politik
Jika kita berbicara mengenai politik, maka hhal yang segera timbul dalam pikirannya ialah
suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari percaturan kekuasaan dalam kehidupan
barbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu, serta pembagian
kekusaan dan tugas antar lembaga politik (Lembaga eksekutif, yudikatif dan legislative)
sedemikian rupa agar proses penyelenggaraan roda pemerintahan Negara berlangsung
berdasarkan asas-asas demokrasi. Akan tetapi sekarang ini politik tidak hanya pada
percaturan kekuasaan dalam rangka berbangsa dan bernegara, akan tetapi sudah bergeser
menjadi percaturan kekuatan dan pengaruh dalam kehidupan organisasional.
Dalam kehidupan organisasional pada umumnya merupakan hal yang wajar jika
seseorang memiliki kekuasaan atau kekuatan tertentu yang menyebabkan seseorang
tergantung orang lain. Semakin besar ketergantungan itu semakin besar pula kekuasaan
didalamnya. Bahkan sesungguhnya ketergantungan itu dapat saja timbul setiap kali
seseorang berinteraksi dengan orang lain, meskipun antara keduanya tidak ada ikatan kerja
secara formal.
Percaturan kewenangan, kekuatan ataupun pengaruh sangat menentukan bukan hanya
pada bentuk motivasi yang digunakan oleh kelompok pimpinan dalam menggerakkan para
bawahannya (bersifat ekstrinsik) tetapi juga motivasi intrinsik yang bersumber dari dalam
diri orang yang bersangkutan. Dengan kata lain pemahaman teori motivasi akan secara tepat
dan aplikasinya dalam kehidupan organisasional akan mendatangkan hasil yang diharapkan
apabila dibarengi dengan pemahamann dan pemanfaatan teori yang dikembangkan oleh
Ilmu politik.
2. Pendekatan Teori Motivasi dengan Ilmu Ekonomi
Seperti yang telah kita ketahui Ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu-ilmu
pengetahuan yang mempelajari dan mengembangkan teori tentang pemuasan atau

12

pemenuhan kebutuhan manusia dengan memanfaatkan sumber daya tertentu berdasarkan
asas permintaan dan penawaran.
Dilihat dari tingkat organisasi pun ilmu ekonomi sungguh banyak digunakan dalam
rangka usaha peningkatan efisinsi, efektivitas dan produksivitas kerja organisasi sebagai
keseluruhan demi tercapainya tujuan berbagai sasaran organisasi yang bersangkutan.
Misalnya istilah efisien, efektif dan produkktif yang berasal dari ilmu ekonomi merupakan
istilah dan konsep yang tidak lagi hanya dikaitkan dengan organisasi keniagaan, akan tetapi
oleh semua jenis organisasi karena disadari benar bahwa setiap organisasi selalu dihadapkan
pada suasana keterbatasan kemampuan menyediakan semua sarana dan prasarana yang
diperlukan, baik dalam arti kuantitatif maupun kualitatif untuk mencapai tujuan dalam
organisasi tersebut.
3. Pendekatan Teori Motivasi dengan Ilmu Sosiologi
Secara umum diketahui bahwa sosiologi merupakan ilmu yang menkhususkan diri
pada akumulasi teori dan asas yang menjelaskan interaksi orang dalam kehidupan
bermasyarakat. Dengan menggunakan daya kognitif dan daya nalar yang sangat sederhana
pun seseorang dapat melihat bahwa pemahaman teori dan asas-asas sosiologi mutlak
diperlukan dalam pemahaman motivasi seseorang dalam berkarya di bidang apapun.
Dikatakan demikian karena manusia adalah makhluk social dimana dalam perjalanan
hidupnya pasti bermasyarakat dan memerlukan orang lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Dalam kehidupan organisasional pun pemahaman teori sosiologi merupakan alat
yang ampuh dalam memilih dan menentukan gaya dan motivasional yang cocok dalam
menggerakkan para bawahan dengan latar belakang sosial dan kultur yang berbeda-beda.
Tetapi sesungguhnya kaitan sosiologi dan teori motivasi dan aplikasinya tidak terbatas hanya
pada aspek imbalan. Perlakuan terhadap para anggota harus mendapat perhatian yang
serius. Artinya, kelompok manajer dalam organisasi hanya akan dapat menggerakan para
bawahannya dengan tepat apabila factor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pra
bawahan itu dapat perhatian pula.

13

Bab III
Kesimpulan
Motivasi merupakan proses yang menjelaskan bagaimana intensitas, arah, dan
ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Ada yang mengartikan motivasi
sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka bergulat
untuk prestasi pribadi bukannya untuk ganjaran suskes itu semata-mata. Mereka
mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu denganlebih baik atau lebih efisien daripada
yang telah dilakukan sebelumnya.
Dalam hubungannya antara motivasi dan intensitas yaitu, intensitas terkait dengan
seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja
yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan
organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai
berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Teori McClelland telah menjelaskan bahwa di samping kebutuhan lain, manusia juga
berkebutuhan akan prestasi atau keberhasilan, kebutuhan akan kekuasaan atau pengaruh,
dan kebutuhan akan afiliasi atau bersahabat. Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan
bahwa kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk bertindak sehingga
sukses, dan bukannya dari pengakuan umum terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga
diperoleh kesimpulan bahwa orang yang memiliki nAch. tinggi tidak begitu terpengaruh oleh
imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk mengukur sukses bagi
wirausaha adalah jelas, misalnya laba, besarnya permintaan pasar atau perkembangan dan
kemajuan penjualan.

14

Daftar Sumber

a). Buku
Siagian, Sondang P.: Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004.

b). Internet
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/teori-motivasi-herzberg-mcClelland
http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/11/teori-motivasi-mcclelland

15