Analisis Dampak Bantuan Program Penanggulangan Kemiskinan Terhadap Kehidupan Masyarakat Miskin Di Kota Medan (Studi Implementasi Program Bantuan Langsung Tunai/BLT Kecamatan Medan Belawan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Ekonomi

  Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi memiliki sifat penting yaitu suatu proses yang berarti terjadinya perubahan secara terus – menerus dan adanya usaha untuk menarik pendapatan perkapita masyarakat. Dan kenaikan pendapatan perkapita masyarakat yang terjadi dalam jangka panjang. (Sirojuzilam dan Bahri, 2013:9)

  Todaro (dalam Sirojuzilam dan Bahri, 2013:9) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi.

  Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita dan lajunya pembangunan ekonomi ditunjukan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) untuk tingkat nasional dan PDB untuk tingkat wilayah atau regional. (Sirojuzilam dan Bahri, 2013:9)

  Sedangkan menurut Kartasasmita (dalam Safi’i, 2007:40) mengatakan bahwa pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan harkat martabat kemiskinan dan keterbelakangan. Membangun masyarakat berarti memampukan atau memandirikan mereka. Dimulainya proses pembangunan dengan berpijak pada pembangunan masyarakat, diharapkan akan dapat memacu partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan itu sendiri.

  Dalam mencapai proses pembangunan, Rodinelli (dalam Sirojuzilam dan Bahri, 2013:10) menyatakan bahwa perlunya kebijaksanaan pemerintah yang ditujukan untuk mengubah cara berfikir, untuk selalu memikirkan perlunya investasi dalam pembangunan. Dengan adanya pembangunan maka akan terjadi peningkatan nilai – nilai budaya bangsa, yaitu terciptanya taraf hidup yang lebih baik, saling menghargai sesama, serta terhindar dari tindakan sewenang – wenang.

  Malthus (dalam Jhingan,2003:97) sendiri menitikkan perhatiannya pada perkembangan kesejahteraan suatu negara, yaitu pembangunan ekonomi dapat dicapai dengan meningkatkan kesejahteraan suatu negara melalui proses yang memerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat dan bergantung pada peningkatan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan oleh tenaga kerjanya.

  Ada dua tahap tujuan pembangunan menurut Gant (dalam Sirojuzilam dan Bahri, 2013:10). Tahap pertama yaitu pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan – kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya melalui suatu lapangan kerja.

  Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka perlu alam, sumber daya manusia, modal dan tehnologi. Dalam rangka pembangunan ekonomi sekaligus terkait usaha – usaha pemerataan kembali hasil – hasil pembangunan keseluruh daerah, maupun berupa peningkatan pendapatan masyarakat yang secara bertahap diusahakan untuk mengurangi kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat.

  Desentralisasi tidak lain juga bertujuan agar hasil pembangunan bisa dirasakan secara menyebar dan merata di seluruh kawasan melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan jumlah penduduk miskin. Desentralisasi merupakan usaha untuk memandirikan daerah untuk dapat mengelola rumah tangganya sendiri. Desentralisasi memberi ruang yang seluas – luasnya kepada daerah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam memajukan daerah sesuai kebutuhan dan kondisi sosialnya. (Sirojuzilam dan Bahri, 2013:11)

  Semangat Desentralisasi di bentuk dalam perundang – undangan yang mengatur tentang otonomi daerah, yakni UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. (Sirojuzilam dan Bahri, 2013:11)

  Sirojuzilam dan Bahri (2013) menyebutkan bahwa tujuan utama dari pembangunan nasional ialah mencerminkan upaya untuk menjamin stabilitas pertumbuhan dan pemerataan yang dilaksanakan di setiap daerah yang ada di seluruh wilayah secara adil dan merata dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi nasional. Kewajiban untuk meningkatkan pelayanan terbaiknya kepada dalam menjalankan roda pembangunan. Adapun birokrasi merupakan agent of yang selain berfungsi sebagai pelayan publik juga sebagai penggerak

  development

  pembangunan dalam masyarakat agar tumbuh suatu kesadaran dan keinginan untuk melakukan pembangunan yang lahir dari jiwa dan masyarakat itu sendiri.

  Implikasi dari makna pembangunan tersebut adalah pembangunan daerah harus menumbuhkan kekuatan dan kewenangan dari dalam diri daerah Artinya, pembangunan daerah harus ditempatkan sebagai (empowerment). momentum untuk dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan daerah itu sendiri. Pembangunan daerah diharapkan mampu untuk menciptakan keadilan (equity), pemerataan, rasa aman, serta dalam jangka panjang tercipta keberlangsungan yang baik terhadap warganya. (Sirojuzilam dan Bahri, 2013:11)

  Adapun Sirojuzilam dan Bahri (2013) kembali menegaskan bahwa stretegi pembangunan seharusnya dilihat sebagai proses multidimensional yang mencakup bukan hanya pada aspek pembangunan ekonomi saja, tetapi juga mencakup aspek perubahan dalam struktur sosial, politik, perilaku maupun struktur kelembagaan kemasyarakatan, terutama pada posisi SDM sebagai modal sosial utama dalam pembangunan. Krisis yang terjadi di berbagai tatanan kehidupan selama ini salah satu sebab utamanya karena lemah dalam menerapkan strategi pembangunan, yang terlalu menitiberatkan pada pembangunan ekonomi dengan target pertumbuhan yang tinggi, namun belum ada penekanan yang baik pada tingkat kemiskinan.

2.1.1 Arah dan Strategi Pembangunan

  Menurut Suryana (2000:1), pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif di bidang ekonomi. Akan tetapi yang lebih penting dalam menentukan sasaran pembangunan, ialah kebijaksanaan ekonomi harus mampu mempengaruhi realita maupun keadaan pikiran yang dimiliki oleh masyarakat yaitu mencakup usaha – usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

  Adapun kehidupan yang lebih baik menurut Suryana (2000) pada dasarnya meliputi (i) kebutuhan hidup; (ii) kebutuhan harga diri; (iii) kebutuhan kebebasan.

  Oleh sebab itu sasaran pembangunan yang minimal dan juga harus ada menurut Todaro (dalam Suryana, 2000:2) adalah: 1.

  Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.

  2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dengan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai – nilai budaya manusiawi, yang semata – mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.

  3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain,

  Untuk dapat mencapai sasaran pembangunan diatas, Suryana (2000:3) menyebutkan bahwa strategi pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada: (1)

  Meningkatkan output nyata atau produktivitas yang tinggi secara terus – menerus. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan, dan kesehatan. (2)

  Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang menurun yang ditandai dengan tersedianya lapangan kerja yang cukup dan memadai. (3) Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan. (4)

  Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga pemerintah.

  Menurut Kartomo Wirosuhardjo (1986:298), Jumlah penduduk yang sangat besar, apabila dapat dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha – usaha pembangunan di segala bidang.

  Oleh karena itu perluasan kesempatan usaha dan terbukanya lapangan kerja baru bagi masyarakat adalah sejalan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan pemerataan pendapatan antar golongan penduduk dalam meningkatkan mutu kehidupannya.

2.2 Definisi Kemiskinan

  Mencher (dalam Matias Siagian, 2012:5) mengemukakan kemiskinan merupakan gejala penurunan kemampuan dari seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

  Gejala penurunan kemampuan tersebut dapat berupa tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dasar (basic fisical needs) meliputi; makanan atau gizi, perlindungan keamanan atau perumahan, kesehatan dan kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs) seperti; pendidikan, liburan/rekreasi dan jaminan sosial. Wilayah yang menjadi tempat dimana seseorang atau sekelompok orang tersebut berada, diharapkan dapat memberikan dukungan yang baik bagi setiap orang itu untuk mencapai taraf hidup yang dianggap layak.

  Kemiskinan terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang baik laki – laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak – hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Defenisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak – hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial yang meliputi: asset, sumber – sumber keuangan, organisasi dan jaringan sosial, pengetahuan dan informasi untuk memperoleh pekerjaan menjadikan seseorang menjadi miskin.

  Suparlan (dalam Bappeda, 2013:10) mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah suatu kondisi yang serba kekurangan, baik kekurangan harta dan benda berharga yang diderita oleh seseorang atau sekelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau kekurangan modal, baik dalam pengertian uang, pengetahuan, kekuatan sosial, politik, hukum, maupun akses terhadap fasilitas pelayanan umum, juga kesempatan berusaha dan bekerja. Lebih jauh lagi, kemiskinan berarti suatu kondisi di mana seseorang atau kelompok masyarakat tidak mempunyai kemampuan, kebebasan, aset dan aksesibilitas untuk kebutuhan mereka di waktu yang akan datang. Rentan terhadap resiko dan tekanan yang disebabkan oleh penyakit dan peningkatan secara tiba – tiba atas harga – harga bahan makanan dan uang sekolah.

  Sedangkan menurut World Bank 2000 (dalam Bappeda, 2013:10) mendefinisikan kemiskinan yaitu terkait dengan ketiadaan tempat tinggal, sakit dan tidak mampu berobat ke dokter, tidak mampu sekolah serta tidak dapat membaca dan menulis. Disamping itu juga tidak memiliki pekerjaan, tidak ada akses untuk mendapatkan air bersih dan ketidakberdayaan.

  Pengertian kemiskinan di Indonesia sendiri berbeda antara lembaga yang melakukan analisis tentang kemiskinan, Bappeda (2013:11) menyimpulkan beberapa defenisi kemiskinan dari lembaga yang melakukan analisis tentang pengertian kemiskinan tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut : 1)

  Badan Pusat Statistik (BPS) mendasarkan pada besarnya rupiah yang dibelanjakan perkapita/bulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan

  2.100 kalori/hari, dan kebutuhan non makanan meliputi perumahan, sandang, aneka barang dan jasa.

  2) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak – hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak – hak dasar tersebut antara lain: (1) terpenuhinya kebutuhan untuk pangan; (2) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan; (3) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan; (4) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial – politik.

  3) Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Kemiskinan meliputi keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan minimal 2 kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. Pengertian keluarga miskin ini didefinisikan lebih lanjut menjadi: 1) paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telur, 2) setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, 3) luas lantai rumah paling yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi kebutuhan salah satu atau lebih indikator, yang meliputi: 1) pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih, 2) anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, 3) bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.

  Menurut Rahardjo (2005:192) ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum digunakan yaitu “kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif”.

  Kemiskinan absolut selalu dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara layak. Bila pendapatan tidak dapat mencapai pembelian kebutuhan minimum, maka orang atau keluarga tersebut dapat dikatakan miskin. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup.

  Sedangkan kemiskinan relatif, yaitu orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum namun tidak selalu berarti tidak miskin. Walaupun pendapatan seseorang sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi jika masih jauh lebih rendah dari pemenuhan kebutuhan hidup sederhana, maka orang atau keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh lingkungan yang bersangkutan. (Rahardjo Adisasmita, 2005:193)

2.2.1 Sumber dan Penyebab Kemiskinan

  Seseorang atau penduduk menjadi miskin dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain, seperti karena mengalami cacat baik fisik maupun mental, berpendidikan rendah, tidak memiliki modal atau keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya lapangan kerja, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), tidak adanya jaminan sosial (pensiun, kesehatan, kematian), atau juga karena hidup di lokasi terpencil dengan sumber daya alam yang minim dan infrastruktur yang terbatas. (Edi Suharto, 2009:17)

  Kemiskinan juga disebabkan oleh lemahnya indikator keluarga seperti rata

  • – rata kelahiran dan tingkat kematian yang tinggi, angka pengangguran yang meningkat, tingkat pendapatan rendah, status gizi rendah, status perumahan atau tempat tinggal yang kumuh, tingkat pendidikan rendah, pengeluaran untuk konsumsi pangan tidak mencukupi dan sebagainya. Disamping itu, kondisi pemukiman, transportasi, sarana air bersih, fasilitas jalan, fasilitas kesehatan, sarana pendidikan dan fasilitas umum lainnya juga tidak mencukupi. (Tjahya Supriatna, 2000:125)

  Emil Salim (dalam Tjahya Supriatna, 2000:124) mengemukakan adanya lima karakteristik kemiskinan. Kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah:

  1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

  2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.

  3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

  5. Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai.

  Tjahya (2000) menyebutkan bahwa penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, pengemis dan pengangguran yang marak.

  Lewis (dalam Tadjuddin Effendi, 1993:218) juga menjelaskan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat dari nilai – nilai dan kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu sendiri. Menurut Lewis kaum miskin di kota ataupun di desa tidak terintegrasi dengan masyarakat luas, apatis dan cenderung menyerah pada nasib. Disamping itu, tingkat pendidikan yang rendah serta tidak mempunyai daya juang dan kemampuan untuk memikirkan masa depan. Kriminalitas dan kekerasan menyertai kehidupan mereka sehari – hari. Selanjutnya Lewis menyimpulkan bahwa keadaan yang serba menyimpang itu berakar dari kondisi lingkungan yang serba miskin yang cenderung diturunkan dari generasi ke generasi. Dengan kata lain, kaum miskin telah memasyarakatkan nilai – nilai dan perilaku kemiskinan, akibatnya perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan mereka dan nilai – nilai dari perilaku terbentuk karena lingkungan kemiskinan.

  Secara konseptual, Edi Suharto (2009:18) menyebutkan bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh empat faktor, yaitu:

  1. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dari pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupannya.

  2. Faktor sosial. Kondisi – kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, jender, etnis, yang menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.

  3. Faktor Kultural. Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep “kemiskinan kultural” atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Sikap – sikap negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha, dan kurang menghormati etos kerja adalah yang umumnya ditemukan pada individu ataupun masyarakat miskin.

  4. Faktor Struktur. Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Faktor struktur sering juga dikaitkan dengan kebijakan yang digariskan oleh pemerintah, seperti kebijakan industrilisasi yang secara signifikan mempersempit lahan pertanian. Ataupun dalam suatu kelembagaan, seperti kelembagaan sewa – menyewa lahan yang senantiasa lebih menguntungkan pemilik lahan.

2.2.2 Indikator dan Ukuran Kemiskinan

  Standar hidup merupakan kondisi dan tingkat minimal pemenuhan kebutuhan manusia agar dapat hidup secara layak sebagai mahluk yang memiliki harkat dan martabat. Artinya untuk dapat hidup secara layak maka manusia dihadapkan kepada kebutuhan minimum yang harus dipenuhi, dengan kata lain jika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum tersebut maka mereka dikategorikan sebagai masyarakat ataupun penduduk yang miskin. Sebaliknya jika seseorang atau sekelompok orang tersebut mampu memenuhi kebutuhan minimum, akan dikategorikan sebagai yang tidak miskin. (Matias Siagian, 2012:67)

  Sajogyo (dalam Matias Siagian, 2012) mengemukakan bahwa indikator kemiskinan didasarkan pada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan minimum yang dapat diukur dari ukuran konsumsi beras. Lebih khusus lagi, Sajogyo menegaskan perbedaan yang signifikan antara kondisi kehidupan masyarakat desa dibanding masyarakat kota. Oleh karena itu Sajogyo membedakan indikator kemiskinan antara masyarakat desa dengan indikator kemiskinan masyarakat kota.

Tabel 2.1 Ukuran Garis Kemiskinan Menurut Sayogyo

  Wilayah Tingkat Kemiskinan Perdesaan Perkotaan

  (Kg/Orang/Tahun) (Kg/Orang/Tahun) Miskin 320 Kg 480 Kg Miskin Sekali 240 Kg 360 Kg Paling Miskin 180 Kg 270 Kg Menurut kepala Badan Pusat Statistik Sumut Wien Kusdiatmono (2014), adapun ukuran kemiskinan yang dapat ditetapkan yaitu dinyatakan dalam bentuk angka garis kemiskinan yang dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengetahui miskin atau tidaknya seseorang. Menurut Wien, penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata – rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Dikatakannnya, garis kemiskinan Sumatera Utara yang ditetapkan yaitu Rp330.663 perkapita/bulan pada bulan September 2014. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinan yang ditetapkan Rp349.372 per kapita/bulan, dan untuk daerah pedesaan yaitu Rp312.493 per kapita/bulan. (www.hariansib.co.

  Senin, 5 Januari 2015)

  Bank Dunia sendiri menetapkan indikator kemiskinan yaitu sebesar US$2 perhari/orang. Bank Dunia menegaskan adalah benar – benar miskin jika pendapatan hanya sebesar US$1 perhari/orang (The World Bank, 2010) dalam (Matias Siagian, 2012:72)

  Di dalam upaya merumuskan indikator kemiskinan, Badan Pusat Statistik pada tahun 1996 menyusun suatu komposisi kebutuhan dasar yang dibagi kedalam dua kelompok, yaitu komoditas pangan dan non pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Adapun kebutuhan dasar yang termasuk komoditas pangan dan non pangan tersebut terdiri dari:

Tabel 2.2 Indikator Kebutuhan Dasar Menurut BPS

  3. Ikan dan hasil-hasilnya 4.

  Daging 5. Telur, susu, dan hasil-hasil dari susu

  6. Sayur-sayuran 7.

  Kacang-kacangan 8. Buah-buahan 9. konsumsi lainnya 10.

  Makanan yang sudah jadi 11. Minuman yang mengandung alkohol

  12. Tembakau dan juga sirih.

  2. Barang dan jasa 3.

  Pakaian, alas kaki, Tutup kepala 4. Barang-barang yang tahan lama 5. Keperluan pesta dan upacara

  Sumber: BPS 2008

2.3 Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan

  Penanggulangan kemiskinan tetap menjadi fokus utama pemerintah di tengah gejolak kenaikan harga minyak dunia (BBM) pada tahun 2008. Pemerintah telah menetapkan beberapa program penanganan kemiskinan yang terbagi ke dalam tiga kluster (Efektifitas BLT, 2008:12) sesuai karakteristik sasaran, dapat kita lihat seperti;

  1. Bantuan dan Perlindungan Sosial Kelompok Sasaran. Sasarannya 19,1 juta RTS/Rumah Tangga Sasaran (Raskin, BLT, PKH, BOS, JAMKESMAS) termasuk pemberian layanan khusus bagi 3,9 juta RTSM.

  2. Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Program – program yang tergabung dalam PNPM. Fokus: 5.270 kecamatan dalam bentuk: Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Rp3 Milyar/Kec./Tahun.

  3. Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Sasaran: pelaku usaha mikro dan kecil. Penyaluran KUR; diarahkan untuk kredit Rp5 juta ke bawah. Plus:

2.3.1 Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)

  Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilatarbelakangi oleh upaya untuk mempertahankan tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu program di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebijakan ini merupakan program subsidi pemerintah setelah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak pada tahun 2005 dan bulan Juni tahun 2008. Kenaikan BBM diambil sebagai bentuk penyelamatan anggaran negara akibat naiknya harga minyak dunia saat itu.

  Demi menanggulangi efek kenaikan harga bagi kelompok masyarakat miskin, pemerintah memperkenalkan program BLT kepada masyarakat untuk pertama kalinya pada tahun 2005. Program ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilu umum presiden dan wakil presiden Indonesia pada tahun 2004. Akhirnya, berdasarkan instruksi presiden nomor 12 Tahun 2005, digalakkanlah program Bantuan Langsung Tunai tidak bersyarat pada Oktober tahun 2005 hingga Desember 2006 dengan target 19,1 juta keluarga miskin. Setelah itu, karena harga minyak dunia kembali naik, BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008 yang berdasarkan Instruksi Presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008. Dan terakhir, di tahun 2013 yaitu pada bulan Juni dimana pemerintah kembali menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan secara mekanisme, BLSM tersebut sama seperti BLT.

  (http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai)

  Keputusan pemerintah menaikkan harga dasar BBM, diikuti dengan kenaikan harga yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok meningkat dan bagi masyarakat miskin dapat mengakibatkan daya beli mereka semakin menurun karena mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan harga dipasar. Warga atau masyarakat miskin akan terkena dampak sosial karena semakin menurunnya taraf kesejahteraannya atau semakin menjadi miskin.

  (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008:1) Pemerintah memandang perlu mereviu kebijakan tentang subsidi BBM, sehingga subsidi yang selama ini dinikmati oleh golongan masyarakat yang mampu dialihkan untuk golongan masyarakat miskin. Untuk mendukung hal itu diperlukan suatu perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dalam bentuk program kompensasi (compensatory program) yang sifatnya khusus (crash

  program) atau program jaring pengaman sosial (social safety net), dan program kompensasi inilah yang disebut dengan Kompensasi Bantuan Langsung Tunai.

  Program ini merupakan bentuk bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin. Program tersebut berupa bantuan subsidi langsung tunai tanpa adanya syarat kepada rumah tangga miskin. Pada tahun 2005 dan 2006 Pemerintah melaksanakan skema Program Kompensasi Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS – BBM) meliputi : a.

  • Bidang pendidikan, yang diarahkan untuk menyukseskan program wajib belajar 9 tahun melalui pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM)
  • Bidang Kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan melalui sistem jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, yang meliputi layanan kesehatan dasar, layanan kesehatan rujukan dan pelayanan penunjang lainnya
  • Bidang infrastruktur pedesaan, diarahkan pada penyediaan infrastruktur di desa – desa tertinggal (jalan, jembatan, air bersih, sanitasi, tambatan perahu, irigasi desa sederhana dan penyediaan listrik bagi daerah yang betul – betul memerlukan)

  b. PKPS BBM Tahap II :

  • Bantuan Langsung Tunai tanpa syarat kepada Rumah Tangga Sasaran sebesar Rp100.000,- per bulan selama satu

  (unconditional cash transfer)

  tahun, dan setiap tahap diberikan Rp300.000.-/3 bulan. Sasarannya Rumah Tangga Sasaran sejumlah 19,1 juta sesuai hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik dan DIPA Departemen Sosial yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan. (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008:3) Pada Tahun 2008 Pemerintah melanjutkan skema program PKPS BBM dari bulan Juni s.d Desember 2008 dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai tanpa syarat kepada Rumah Tangga Sasaran (unconditional cash transfer) sebesar Sasarannya Rumah Tangga Sasaran sejumlah 19,1 juta sesuai hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik dan DIPA Departemen Sosial yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan. (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008:4)

  Kompensasi bantuan ini dikeluarkan oleh pemerintah dengan anggapan bahwa menghadapi masyarakat miskin selayaknya tidak dengan program yang sifatnya hanya mendapat dan langsung pergi, tetapi harus dengan program yang mampu memenuhi kebutuhan dasar secara berkelanjutan dan mendorong mereka untuk mendayagunakan potensi dan sumber yang dimilikinya (empowering). Namun pada sisi lain pemerintah juga berkewajiban memberikan perlindungan sosial (social protection) bagi masyarakat miskin untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan penyesuaian harga BBM atau dalam keadaan adanya kebijakan/program penyesuaian secara struktural akan mempengaruhi masyarakat luas (Structural Adjusment Program/SAPs). Karena itu program BLT – RTS dalam rangka PKPS BBM diselenggarakan dalam kerangka kebijakan perlindungan sosial (social protection) melalui asistensi sosial (social assistance). (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008:5)

  Dalam perkembangannya, komitmen nasional pemerintah adalah mewujudkan pelaksanaan Program Bantuan langsung Tunai dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM, harus langsung menyentuh dan memberi manfaat langsung kepada masyarakat miskin atau Rumah Tangga Sasaran, mendorong tanggung jawab sosial bersama serta dapat menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat terhadap perhatian pemerintah kepada masyarakat miskin.

  1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

  2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi

  3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. (Matias Siagian, 2012:172) Pelaksanaan Program BLT – Rumah Tangga Sasaran dalam rangka mengantisipasi krisis sebagai akibat kenaikan harga BBM diselenggarakan dalam kerangka kebijakan perlindungan sosial (social protection) melalui asistensi sosial (social assistance). Rumah Tangga Sasaran adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat Miskin, Miskin, dan Hampir Miskin sesuai dengan hasil pendataan BPS dengan jumlah 19,1 Juta Rumah Tangga Sasaran. Adapun indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS untuk mengukur kemiskinan masyarakat dilapangan yaitu:

  2 1.

  per orang. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m 2.

  Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

  3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri/kepemilikan fasilitas buang air besar bersama – sama dengan rumah tangga lain.

  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan.

  7. Bahan bakar untuk memasak sehari – hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu satu kali dalam seminggu.

  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan dipuskesmas/poliklinik.

  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp600.000 per bulan.

  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp500.000,- seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Jika minimal 9 variabel dapat terpenuhi maka suatu rumah tangga dapat dikategorikan sebagai Rumah Tangga Sasaran. (Matias Siagian, 2012:173)

  Para gubernur beserta jajarannya wajib memberikan dukungan terhadap pelaksanaan dan pengawasan program pemberian bantuan langsung tunai kepada rumah tangga sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM di wilayah masing – masing. Para Bupati/Walikota beserta jajarannya juga memberikan dukungan terhadap pelaksaan dan pengawasan program pemberian bantuan langsung tunai kepadarumah tangga sasaran dalam rangka kompensasi

  Adapun kewajiban Dinas/instansi Sosial pada tingkat Provinsi adalah: 1. Mengelola unit pelaksana program BLT pada tingkat provinsi.

  2. Melakukan pembinaan, supervise dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT – Rumah Tangga Sasaran.

  3. Mengkoordinasikan Dinas/Instansi sosial Kabupaten/kota dalam pelaksanaan pendampingan.

  4. Memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang cacat, ibu hamil, dan lanjut usia serta Rumah Tangga Sasaran yang sakit).

  5. Membuat laporan pelaksanaan program BLT – Rumah Tangga Sasaran sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki.

  Sedangkan kewajiban Dinas/Instansi Sosial pada tingkat Kabupaten/Kota adalah:

  1. Mengelola unit pelaksana program BLT pada tingkat Kabupaten/Kota.

  2. Melakukan pembinaan, supervise dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT

  • – Rumah Tangga Sasaran, termasuk pengelolaan Unit Pelaksana Program BLT – Rumah Tangga Sasaran di Kecamatan.

  3. Melakukan pendampingan dan membantu PT. Pos Indonesia pada saat pembagian dan pembayaran BLT – Rumah Tangga Sasaran.

  4. Memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang cacat, ibu hamil, dan lanjut usia serta Rumah Tangga Sasaran yang sakit).

  5. Membuat laporan pelaksanaan program BLT – Rumah Tangga Sasaran sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki.

  PT. Pos Indonesia dan BRI (Persero) Tbk., ditunjuk sebagai penyalur Dana Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran sesuai dengan keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 28/Huk/2008. PT. Pos Indonesia siap menyalurkan Dana Bantuan Langsung Tunai/BLT kepada seluruh Rumah Tangga Sasaran diseluruh wilayah Indonesia, termasuk pada komunitas terpencil dan penduduk yang tinggal pulau terluar. (Matias Siagian, 2012:176)

  Kelembagaan Tim Koordinasi Program BLT – Rumah Tangga Sasaran pada tingkat provinsi dan Kabupaten/kota merupakan optimalisasi fungsi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah. Tugas dan tanggung jawab Tim Koordinasi Program BLT – Rumah Tangga Sasaran bagi RTS itu sendiri adalah: 1.

  Merencanakan langkah – langkah strategis dan operasional pendistribusian dan penyaluran dana BLT – Rumah Tangga Sasaran kepada Rumah Tangga Sasaran tersebut.

  2. Mengidentifikasi dan melakukan kerjasama dengan mitra kerja untuk sosialisasi program BLT – Rumah Tangga Sasaran.

  3. Mengkoordinasikan jajaran/perangkat atau jaringan/mitra kerja pada tingkat Provinsi, Kabupaten/kota sampai dengan kecamatan desa/kelurahan pada tahap persiapan, pelaksanaan dan pengendalian Program BLT – Rumah Tangga Sasaran.

  4. Melakukan pembahasan dan membantu penyelesaian masalah (antara lain pada saat penetapan Rumah Tangga Sasaran, penyaluran dana BLT – Rumah Tangga Sasaran, dan lain – lain) sesuai dengan jenis pengaduan dan tingkat

  5. Menggalang tanggung jawab sosial dan partisipasi masyarakat (perguruan tinggi, dunia usaha, dan tokoh masyarakat) dalam menyukseskan pelaksanaan Program BLT – Rumah Tangga Sasaran.

  6. Monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Program BLT – RumahTangga Sasaran secara berjenjang sesuai dengan tugas dan kewenangan masing – masing anggota tim koordinasi.

  Guna memberikan pemahaman yang tepat dan mendorong keterlibatan masyarakat, dilakukan beberapa komunikasi publik dengan sasaran:

  1. Tergambarnya informasi tentang pengurangan subsidi BBM.

  2. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat.

  3. Terjadinya perubahan sikap agar masyarakat peduli dan mendukung kebijakan pemerintah.

  4. Berkembangnya keterlibatan masyarakat terhadap usaha penghematan, konversi energi dan kebijakan kompensasi kepada publik.

  5. Memfasilitasi usaha – usaha publik atau komunitas untuk mendukung kebijakan pemerintah/program yang memihak kepada rakyat miskin.

  Sedangkan pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/kota yaitu melaksanakan: 1. Koordinasi penyusunan rencana teknis pelaksanaan program pemberian

  Bantuan Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM.

  2. Koordinasi teknis pelaksanaan Program pemberian Bantuan Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan

  3. Melakukan evaluasi teknis pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai terhadap pendapatan Rumah Tangga Sasaran. (Matias Siagian, 2012:178)

2.3.2 Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)

  BLSM merupakan bantuan tunai langsung sementara untuk membantu mempertahankan daya beli Rumah Tangga Sasaran dan agar terlindungi dari dampak kenaikan harga akibat penyesuaian harga BBM. BLSM disalurkan untuk membantu setiap Rumah Tangga Sasaran dalam memenuhi kebutuhan hidup Rumah Tangga, seperti pembelian obat – obatan kesehatan, biaya pendidikan dan keperluan – keperluan lainnya. (Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi Program – Program Kompensasi Kebijakan Penyesuaian subsidi BBM, 2013:28)

  BLSM memang bukan solusi jangka panjang untuk mengurangi kemiskinan, namun merupakan solusi jangka pendek untuk menghindarkan masyarakat miskin menjual aset, berhenti sekolah, dan mengurangi konsumsi makanan yang bergizi. Evaluasi pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai yang dilakukan sebelumnya (tahun 2005 dan 2008) membuktikan bahwa program ini telah membantu Rumah Tangga Sasaran dalam menjaga daya beli setelah adanya kenaikan harga, dengan tetap mempertahankan kemampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan dan pendidikan.

  Sasaran program BLSM adalah 15,5 juta Rumah Tangga dengan tingkat sosial ekonomi terendah yang terdapat dalam Basis Data Terpadu (BDT) hasil PPLS 2011. Besaran BLSM adalah sebesar Rp150.000/bulan selama empat bulan. mempertahankan daya beli ketika terjadi kenaikan harga akibat kenaikan harga BBM.

Tabel 2.3 Anggaran Program BLSM

  KETERANGAN RAPBN – P 2013 Rumah Tangga Sasaran 15.530.897 Nilai Bantuan/Bulan (Rp) 150.000 Durasi (Bulan)

  4 TOTAL (Rp Miliar) 11.648,2 Sumber:http.bappenas.go.id

  Penyaluran BLSM dibagi menjadi 2 (dua) kali penyaluran dengan jadwal sebagai berikut:

  1. Pembayaran pertama pada bulan Juni/Juli 2013 sebesar Rp450.000.

  2. Pembayaran kedua pada bulan September 2013 sebesar Rp300.000.

  Mekanisme Penyaluran BLSM disalurkan ke seluruh Indonesia secara bertahap setelah pengumuman penyesuaian harga BBM. Penerima BLSM diwajibkan membawa KPS (Kartu Perlindungan Sosial) dan dokumen pendukung ke kantor pos terdekat untuk dapat mengambil bantuan tunai.

  Untuk menghindari antrian yang berlebihan, lokasi dan jadwal pembayaran ditentukan oleh kantor pos dan pemerintah daerah setempat. Pada hari yang dijadwalkan, RTS dapat mengambil bantuan di kantor pos terdekat. Untuk daerah terpencil, dimana tidak terdapat kantor pos, PT. Pos Indonesia akan mendatangi daerah tersebut untuk membuka loket khusus.

  Apabila Kepala Rumah Tangga yang namanya tertera di KPS tidak dapat mengambil sendiri bantuan BLSM (misalnya karena sakit), maka dapat dilakukan dengan menyertakan surat kuasa dan bukti pendukung tambahan (KK atau Surat Keterangan Domisili) sebagai bukti bahwa yang mewakili adalah bagian dari Rumah Tangga yang sama.

  Adapun mekanisme Penyaluran BLSM adalah sebagai berikut:

  1

  2

  3

  4 Rumah Tangga RTS membawa Petugas PT.Pos RTS memperoleh

  Sasaran menerima KPS dan Kartu Indonesia manfaat Program Kartu Identitas sesuai mencocokkan data BLSM sesuai

  Perlindungan dengan jadwal pembayaran dengan jumlah Sosial yang yang telah dengan KPS dan yang ditentukan didistribusikan ditentukan ke identitas melalui PT Pos kantor Pos pendukungnya

  Pembayaran

  www.bappenas.go.id

2.3.2.1 Kartu Perlindungan Sosial

  Kartu Perlindungan Sosial (KPS) adalah kartu yang diterbitkan oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan BLSM. KPS memuat informasi Nama Kepala Rumah Tangga, Nama Pasangan Kepala Rumah Tangga, Nama Anggota Rumah Tangga Lain, Alamat Rumah Tangga, Nomor Kartu Keluarga, dilengkapi dengan kode batang (barcode) beserta nomor identitas KPS yang unik. Bagian depan bertuliskan Kartu Perlindungan Sosial dengan logo Garuda, dan masa berlaku kartu. (Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi Program – Program Kompensasi Kebijakan Penyesuaian subsidi BBM, 2013:44)

Gambar 2.1 Tampilan Kartu Perlindungan Sosial

  Manfaat Bagi Rumah Tangga Pemegang Kartu: 1.

  Kartu Perlindungan Sosial digunakan sebagai penanda Rumah Tangga Sasaran.

  2. Kartu Perlindungan Sosial digunakan untuk mendapatkan manfaat P4S dan BLSM.

  Syarat dan Ketentuan: Adapun syarat dan ketentuan dari penggunaan KPS tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Kepala Rumah Tangga sebagai pemegang Kartu tersebut, beserta seluruh Anggota Rumah Tangganya berhak menerima Program Perlindungan Sosial.

  2. Kartu tersebut ditunjukkan pada saat pengambilan manfaat Program Perlindungan Sosial. Ketidaksesuaian nomor Kartu Keluarga asli dengan nomor KK yang ada di KPS, tidak menghapuskan hak Rumah Tangga atas manfaat program.

  3. Kartu tersebut tidak dapat dipindahtangankan.

4. Kartu tersebut harus disimpan dengan baik, kehilangan atau kerusakan kartu menjadi tanggung jawab pemegang kartu.

  Adapun jumlah total Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang menerima Bantuan Langsung Sementara (BLSM) di Indonesia yaitu mencapai 15.530.897 RTS dengan Realisasi Pembayaran Nasional BLSM Tahap I 2013 (Per 19 Juli 2013). Alokasi Dana BLSM untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri yaitu mencapai Rp223.866.000.000 yang diberikan kepada 746.220 RTS. Dari jumlah tersebut diantaranya terdapat 8.222 RTS khusus untuk Kecamatan Medan Belawan. (Warta anggaran majalah keuangan sektor publik, 2013:23)

2.4 Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tunggun M Naipospos (2012) tentang Evaluasi Dampak Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Toba Samosir menyimpulkan bahwa dari analisis compare means, uji statistic (paired sample t – test) pada kesembilan variabel kemiskinan, yang menjawab rumusan masalah yang ada, serta berdasarkan hasil uji hipotesis penulis tersebut menyimpulkan bahwa program BLT mampu membantu keluarga miskin dalam pemenuhan kebutuhan pokok sehingga berdampak positif bagi pengentasan kemiskinan walaupun pengaruhnya kecil. Hal tersebut dilihat dari hasil dari tabulasi jawaban responden atas kesembilan variabel kemiskinan yang dimana variabel yang paling besar dipengaruhi oleh BLT adalah variabel kemampuan membeli seperti membeli

  Penelitian terdahulu yang dilakukan Sutan Tolang Lubis (2007) tentang Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan menyimpulkan bahwa dari segi efektivitas, program BLT belum berhasil mencapai tujuan seperti apa yang diharapkan pemerintah yaitu meringankan beban pengeluaran rumah tangga miskin/RTS. Hal tersebut dilihat dari segi kecukupan pemberian BLT yang sebesar Rp100.000/bulan yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan Rumah Tangga Sasaran yang sulit untuk dijangkau. Dari segi pemerataan, peneliti tersebut menyimpulkan bahwa BLT masih belum merata diterima rumah tangga yang layak. Mayoritas penerima program adalah keluarga/rumah tangga miskin, namun di satu pihak masih banyak keluarga/rumah tangga miskin tidak menjadi penerima (undercoverage) BLT tersebut, melainkan ditemukannya beberapa rumah tangga mampu yang menjadi penerima BLT tersebut.

  Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hasbi Iqbal (2008) tentang Implementasi kebijakan program Bantuan Langsung Tunai tahun 2008 di Kabupaten Kudus menyebutkan bahwa Pelaksanaan program BLT oleh petugas di Kabupaten Kudus dinilai berjalan dengan baik, lancar dan tertib. Tahapan pelaksanaan program BLT di Kabupaten Kudus tersebut dimulai dari pelaksanaan sosialisasi, pelaksanaan verifikasi data daftar nama nominasi RTS, pembagian kartu BLT, pencairan dana BLT, dan terakhir pembuatan laporan pelaksanaan.

  Namun adanya situasi politik di masyarakat justru terbagi menjadi dua kubu, yaitu adanya penolakan dan pendukung pelaksanaan program BLT. Penolakan tersebut yang tidak tepat sasaran, (2) BLT mendidik masyarakat menjadi sifat pemalas dan jiwa pengemis, (3) BLT menimbulkan konflik di masyarakat, terutama yang tidak menerima dana BLT karena faktor kecemburuan, dan (4) adanya anggapan bahwa lebih baik dana BLT digunakan untuk membangun infrastruktur dan perluasan lapangan kerja.

  Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agung Putra Bangsa (2011) tentang Evaluasi Program BLT di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan menyimpulkan bahwa dari segi Sosialisasi, sebagai salah satu tahap dalam pelaksanaan program BLT dikatakan tergolong baik, hal ini ditinjau peneliti dari segi peranan aparat kelurahan sebagai sumber informasi pertama tentang program BLT bagi masyarakat khusus RTS maupun dari segi pengetahuan RTS tentang tujuan program BLT tersebut. Namun peneliti menyimpulkan kembali, walaupun RTS bersedia dan menerima dana BLT, namun mayoritas dari mereka justru tidak setuju terhadap bentuk program BLT, karena mereka lebih menginginkan alternatif lain dalam rangka mengatasi kemiskinan atau peningkatan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan seperti melalui penciptaan/pemberian lapangan kerja dan penyedian fasilitas hidup seperti sumber air bersih maupun penerangan yang diberikan secara gratis.

  Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ferawati Paulina Sagala (2009) tentang Efektifitas Program BLT di Nagori Kahean Kecamatan Dolok Batu Nanggar menyimpulkan, bahwa tujuan Program Bantuan Langsung Tunai di Nagori Kahean dapat dikatakan sudah tercapai dengan baik. Dimana dengan masyarakat tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan mempertahankan tingkat kesejahteraannya. Bantuan Langsung Tunai juga dapat meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Bantuan Langsung Tunai dimanfaatkan oleh Rumah Tangga Sasaran untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari terutama kebutuhan pangan dan pendidikan. Ada juga sebagian masyarakat yang memanfaatkan Bantuan Langsung Tunai untuk membayar hutang. Namun Peneliti tersebut melihat Program Bantuan Langsung Tunai memberikan efek ketergantungan bagi Rumah Tangga Sasaran. Hal ini dapat dilihat dari jawaban Rumah Tangga Sasaran yang berharap BLT akan terus diberikan kepada mereka.

2.5 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, kemiskinan merupakan masalah yang masih terus dihadapi oleh setiap bangsa termasuk Indonesia.