Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2kp) Di Kecamatan Medan Maimun

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN

KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)

DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

TESIS

Oleh

INDAH GUSTINA

057024035/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN

KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)

DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Dalam Program Magister Studi Pembangunan Pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

INDAH GUSTINA

057024035/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP)

DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

TESIS

Dengan ini saya manyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2008


(4)

Judul Tesis : IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP) DI KECAMATAN MEDAN MAIMUN

Nama Mahasiswa : Indah Gustina Nomor Pokok : 057024035

Program Magister : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Drs. Zulkifli Lubis, MA) (Drs. Sudirman, MSP) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Drs. Subhilhar, MA, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(5)

Telah diuji pada

Tanggal 20 Februari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Zulkifli Lubis, MA Anggota : 1. Drs. Sudirman, MSP

2. Drs. Bengkel Ginting, M.Si 3. Drs. Irfan, M.Si


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya serta salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang memberikan kekuatan kepada penulis dapat menyelesaikan tesis dari perkuliahan Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) di Kecamatan Medan Maimun”.

Penulisan tesis merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan studi.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan partisipasi berbagai pihak, baik secara moril dan materil yang diberikan kepada penulis. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sangat kepada : 1. Terutama sekali ungkapan terima kasih penulis persembahkan kepada kedua

orangtua tercinta, Papa dan Mama yang sangat sabar mendukung penulis hingga dapat menyelesaikan studi ini. Kepada adik-adikku tersayang, Irvan dan Fitri agar lebih bersemangat mengejar pendidikan.

2. Bapak Drs. Subhilhar, MA, Ph.D selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si. selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA selaku Pembimbing I dan Bapak Drs. Sudirman, MSP selaku Pembimbing II atas kesabaran dan keikhlasannya dalam membimbing penulis menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si selaku Penguji I dan Bapak Drs. Irfan, M.Si selaku Penguji II yang telah memberikan saran-saran yang konstruktif bagi perbaikan tesis ini.


(7)

6. Bapak Drs. Shafwan Hadi Umry (mantan Kepala Balai Bahasa Medan) yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi pada Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Sahril, S.S. dan teman-teman Balai Bahasa Medan (Kak Eninta, Kak Desmita, Mas Kris, Bang Hasan, Bang Ucup “ajo”, Kak Nana dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya) atas dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.

8. Sahabat-sahabat terbaik sepanjang hidupku atas seluruh dukungan dan doa yang tulus kepadaku, Lili “The Great Teacher” (I miss you), Dina “My Advisor”, Wulida “The Workaholic”, Iin “The Funniest Mom”, Noni (semangat jeng, kamu bisa!!),…juga buat Dewi cs, Sinta, Yani, Jali, Kautsar, Maya, Wirda, Dewi, Mega (thank you so much).

9. Rekan-rekan Magister Studi Pembangunan Angkatan VIII yang telah

memberikan semangat kepada penulis (Justina, Kak Ade, Topan, semuanya deh..) Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif sehingga tesis ini lebih bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 20 Februari 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP ……… v

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……….... vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 8

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 8

1.4. Manfaat Penelitian ……… 8

1.5. Kerangka Pemikiran ……….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Implementasi ..……… 11

2.1.1. Pengertian Implementasi ……….. 11

2.1.2. Tahap-Tahap Implementasi Kebijakan ………. 17

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan ……….. 19


(9)

2.2. Pemberdayaan ……….. 24

2.3. Konsep Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) ………. 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ………. 39

3.2. Defenisi Konsep ……… 39

3.3. Defenisi Operasional ………. 40

3.4. Populasi dan Sampel ……….. 41

3.5. Teknik Pengumpulan Data ……… 42

3.6. Lokasi Penelitian ………... 43

3.7. Penentuan Skor ………. 43

3.8. Analisis Data ………. 44

3.8.1. Koefisien Korelasi Product Moment ……… 45

3.8.2. Koefisien Determinasi ……….. 46

3.9. Jadwal Penelitian ……… 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil Singkat Kantor Kecamatan Medan Maimun ……….. 48

4.1.1. Kondisi Umum Kelurahan Hamdan ………. 51

4.1.2. Kondisi Umum Kelurahan Kampung Baru ……….. 54

4.2. Pedoman Umum P2KP ……… 57

4.3 Implementasi P2KP di Kecamatan Medan Maimun ………... 78


(10)

4.4.1. Klasifikasi Data ……… 85

4.4.2. Analisis Data ……… 89

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ………. 94

5.2. Saran ……… 95


(11)

ABSTRAK

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) merupakan pola atau program dimana masyarakat diikutkan untuk memikirkan permasalahan kemiskinan, merencanakan, dan melaksanakan sekaligus mengawasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh kondisi lingkungan mereka sendiri. Dengan melibatkan dan memikirkan tentang masalah kemiskinan, diharapkan masyarakat sendiri secara tepat akan membantu mengatasi masalah tersebut. Dengan adanya kegiatan-kegiatan P2KP dilakukan merupakan proses pembelajaran kepada seluruh masyarakat Kelurahan Hamdan dan Kelurahan Kampung Baru di Kecamatan Medan Maimun untuk memahami potensi, masalah dan karakteristik masalah kemiskinan yang ada di masyarakat. Kegiatan P2KP juga dilakukan proses pembelajaran penerapan prinsip

bottom up dan perencanaan dari bawah/perencanaan partisipatif. Penerapan

perencanaan dari bawah ini akan digali dari pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas implementasi P2KP terhadap penurunan jumlah keluarga miskin dan daerah penerima program tersebut, mengetahui manfaat dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan P2KP di Kecamatan Medan Maimun. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah penulis dapat lebih mengembangkan kemampuan berfikir dalam menganalisa fenomena-fenomena yang terjadi dalam lingkup penanggulangan kemiskinan melalui penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian adalah bentuk penelitian eksplanasi dengan menggunakan teknik analisis data kuantitatif, yang menggunakan perhitungan statistik, yaitu koefisien korelasi product moment dan koefisien determinasi.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi product moment (r) bernilai 0,20092 dimana nilai r-tabel untuk n=164 yaitu 0,148. Sehingga dengan ketentuan bila rxy > r-tabel maka hipotesis alternatif diterima atau melalui perhitungan

koefisien determinasi diperoleh bahwa efektivitas implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) terhadap penurunan jumlah keluarga miskin di Kecamatan Medan Maimun memiliki tingkat efektivitas yang rendah hanya sebesar 4,0368%. Dimana hubungan ini diperoleh berdasarkan indikator-indikator yang diolah penulis meliputi efektivitas, pengembangan masyarakat, pengembangan ekonomi, perlindungan lingkungan dan kemiskinan, serta faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.


(12)

ABSTRACT

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) or Urban Poverty Project (UPP) is a model or a government program to involve the society on thinking poverty problems, planning, and implementing thus controlling some problems they have in their own circumtances. By involving, the society and thinking poverty problems, people are expected can solve poverty problems accurately by themselves. To implemented the P2KP activities means to give learning process for all people in Hamdan and Kampung Baru wards in Medan Maimum District to understanding their power, to find the problems and to know the characteristics of the poverty problems in those societies. The P2KP activities also give learning process by implementing bottom up principle and bottom up planning or participative planning. Bottom up implemented planning will start from implicating poverty handling programs using the society empowerment strategy.

The objectives of this research are to know the affectivities of P2KP implementation to the decreasing of the poverty family value and the accepted programs’ areas, to know the benefits of those programs and to understand the problems in implementing those programs in Medan Maimun District. The expected benefits in this research, writer can progress his/her thinking skills in analyzing the phenomena’s that happened in poverty handling areas by implicating some theories from the classroom. Explanation research model used in the method of this research by using quantitative data analysis, and using statistics, that is product moment correlation coefficient and determination coefficient.

Based on the finding analyzed data there are product moment correlation coefficient (r) is 0.20092 in which r-table value for n=164 is 0.148. If the rxy > r-table, so alternative hypotheses accepted. By counting the determination coefficient finds that the affectivity of P2KP implementation to the decreasing of the poverty family in Medan Maimun Distirict is in low grade, that is 4.0368%. This correlation found based on the indicators that writer used such as the affectivity, society empowerment, economic development, poverty and areas protection, then another factors are not include on this research.

Key words : Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) or Urban Poverty Project (UPP), Poverty.


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Jumlah Kepala Rumah Tangga di Kelurahan Hamdan dan

Kampung Baru ……….. 7 2. Mengukur Hubungan Variabel ... 39 3. Jumlah Pegawai di Kecamatan Maimun ... 49 4. Permasalahan Masyarakat Kelurahan Hamdan Kecamatan

Medan Maimun Kota Medan ... 52 5. Permasalahan Masyarakat Kelurahan Kampung Baru

Kecamatan Medan Maimun Kota Medan ………... 55

6. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Jawaban Responden untuk Variabel Efektivitas Implementasi Program Penanggulangan

Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) ... 85 7. Distribusi Frekuensi Klasifikasi Jawaban Responden untuk


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran ………... 10

2. Bagan Struktur Organisasi Kecamatan Medan Maimun ………. 49

3. Struktur BKM ……….. 69


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Izin Penelitian

2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian 3. Daftar Pedoman Wawancara

4. Hasil Tabulasi Data Penelitian 5. Tabel Nilai-Nilai r Product Moment

6. Capaian Pemanfaatan BLM-I Komponen Tridaya 7. Capaian Pemanfaatan BLM-II Komponen Tridaya


(16)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Indah Gustina, S.Sos.

NIM : 057024035

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 16 Agustus 1983

Alamat : Jalan H. Bachrum Jamil, S.H. / Turi No. 03/13

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

1. Indah Gustina, S.Sos. 2. Irvan Sulaiman, S.H. 3. Ifitriana Sibarani Nama orang tua

Bapak Ibu

:

Ir. H. Muhammad Natsir Sibarani, MM. Hj. Rahmawati Simanjuntak

Pendidikan : 1. TK Islam ‘Arafah 1 Medan (1988 – 1989)

2. SD Swasta Kesatria Medan (1989 - 1995) 3. SLTP Negeri 3 Medan (1995 - 1998) 4. SMU Negeri 5 Medan (1998 - 2001)

5. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Jurusan Administrasi Negara (2001 - 2005)

6. Mahasiswa Program S-2 MSP FISIP

Universitas Sumatera Utara (2006 - 2008)

Riwayat Pekerjaan : 1. Manager Pembiayaan Koperasi Syari’ah

BMT Ubudiyah Medan (2003-2005)

2. Anggota Pleno Pengurus PINBUK (Pusat

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) Perwakilan Sumatera Utara (2005 – 2006)


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan fenomena global yang sangat memprihatinkan, bagaimana tidak, dari tahun ke tahun masalah kemiskinan ini tidak kunjung surut bahkan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat serta menurunnya kondisi perekonomian negara Indonesia.

Kemiskinan merupakan masalah yang pada umumnya dihadapi hampir di semua negara-negara berkembang, terutama negara yang padat penduduknya seperti Indonesia. Dari seminar ke simposium, dari lokakarya ke semiloka, dari model top-down ke model bottom-up, dan variasinya program intervensi, pada akhirnya tetap menyisakan persoalan sepertinya tidak mampu menekan drastis angka kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah bersama yang harus ditanggulangi secara serius, kemiskinan bukanlah masalah pribadi, golongan bahkan pemerintah saja, akan tetapi hal ini merupakan masalah setiap kita warga negara Indonesia. Kepedulian dan kesadaran antar sesama warga diharapkan dapat membantu menekan tingkat kemiskinan di Indonesia.

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) hadir untuk melaksanakan amanah Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas mendesak untuk segera ditangani.


(18)

Upaya menanggulangi kemiskinan merupakan usaha yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu tertentu. Penanggulangan kemiskinan merupakan suatu proses yang tidak pernah boleh berhenti karena kemiskinan itu sendiri sangat dinamis. Dalam P2KP, masalah kemiskinan dipandang bukan suatu hal yang terjadi dengan sendirinya, melainkan karena sebagai akibat dari suatu kebijakan.

Masalah kemiskinan lebih cenderung merupakan suatu masalah kebijakan politik yang berkaitan dengan masalah kebijakan pembangunan pada umumnya (di segala bidang), baik di level atas maupun di level bawah. Dalam hal kebijakan pembangunan, tampak jelas lemahnya atau ketidakberdayaan posisi masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin atau lapis bawah (grass roots) dalam proses pengambilan keputusan.

Bagaimana program pembangunan atau penanggulangan kemiskinan dapat berhasil apabila kebijakan atau sasarannya salah. Sering terlihat kurangnya koordinasi antar program pembangunan, tetapi justru menunjukkan indikasi adanya ego sektoral antar instansi, sehingga program-program tersebut terkesan kurang saling mendukung.

Berbagai program-program intervensi tersebut, dalam kenyataannya cenderung kurang terkoordinasi dan berjalan sendiri-sendiri. Keterkaitan secara keseluruhan sangat lemah, sehingga terkadang memancing terjadinya kebingungan hingga friksi-friksi antar stakeholders di daerah. Kondisi ini bahkan dipicu dengan banyaknya program-program dengan jargon pemberdayaan masyarakat dan program sektoral pusat, yang “mem-by pass” (melompati dan tidak menganggap) peran penting


(19)

pemerintah daerah. Pada masa otonomi daerah, sangat ironis apabila masalah tersebut terjadi, karena di daerah otonomlah sebagai terminal titik koordinasi bertemunya aspirasi dari bawah dan kebijakan dari atas dipertemukan.

Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan. Sedangkan, P2KP sendiri sebagai program penanggulangan kemiskinan di perkotaan lebih mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan mendudukan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini dari masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti, akan tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri.

Sejak dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 mengenai program penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah melakukan intervensi percepatan penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Komponen intervensinya mencakup tiga hal yaitu bantuan modal, penyediaan prasarana/sarana, dan pendampingan masyarakat. Bantuan modal didistribusikan


(20)

sebesar 20 juta rupiah per kelurahan IDT. Merasa tidak cukup, dilengkapi dengan bantuan pembangunan infrastruktur pekelurahanan melalui Pembangunan Prasarana Pendukung Kelurahan Tertinggal (P3DT) dan Program Pembangunan Jalan Poros Kelurahan (P2JPD). Penyediaan tenaga pendampingan disediakan baik untuk IDT maupun P3DT. Ini saja tidak cukup. Oleh karena itu, dengan mulai berakhirnya masa 3 tahun IDT, dikembangkanlah program yang lebih besar untuk mempercepat peningkatan sosial-ekonomi masyarakat di kelurahan (melalui Program Pengembangan Kecamatan atau PPK) dan di perkotaan (melalui P2KP).

Bersamaan dengan itu, dengan pola mirip, dilaksanakanlah program-program lain seperti P2MPD atau Community and Local Government Support, Program dalam Rangka Menanggulangi Dampak Krisis Ekonomi atau PDMDKE, dan yang terakhir adalah Jaring Pengamanan Sosial atau JPS khusus sebagai upaya penanggulangan krisis dan mencegah kemiskinan yang makin membengkak angkanya.

Belajar dari pengalaman pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di masa lalu yang masih memberikan porsi yang sangat besar kepada birokrasi, maka digulirkan intervensi ekstrim Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang melompati jenjang birokrasi peran Pemda. Program ini merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia melalui pinjaman Loan

IDA credit yang merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan berbasis

pemberdayaan masyarakat di perkotaan. Intervensinya ditekankan pada penciptaan lapangan kerja dan penyediaan dana pinjaman bergulir serta pengembangan prasarana


(21)

dan sarana dasar lingkungan dengan penyediaan pendampingan pihak Konsultan Manajemen Wilayah dan Fasilitator Kelurahan (KMW dan Faskel).

Program ini memiliki beberapa tujuan, antara lain; pertama, P2KP adalah sebuah program pemberdayaan masyarakat. Utamanya ditujukan bagi masyarakat miskin di daerah perkotaan yang menerima dampak paling berat akibat krisis ekonomi. Dijelaskan pula bukan berarti masyarakat miskin pedesaan tidak diperhatikan. Tetapi masyarakat perkotaan menjadi skala prioritas utama program ini, karena mereka tidak memiliki pilihan lain selain sandaran ekonomi keluarganya.

Di sisi lain menurut pemahaman penulis, masyarakat miskin perkotaan karena kondisi dan pengaruh kepentingan tertentu, memiliki peluang besar untuk melakukan gerakan massa guna memperoleh hak-hak dasar mereka. Bahkan yang paling ekstrim sekalipun. Seperti pernah terjadi, terprovokasinya gerakan anarki dalam bentuk penjarahan dan pengrusakan oleh sebagian massa daerah perkotaan sebagai akibat kecemburuan sosial dan ekonomi. Sementara masyarakat pedesaan meskipun memiliki peluang yang sama, tetapi karakter kepribadian dan lingkungan mereka yang saling berbeda, kemungkinan melakukan gerakan massa relatif sangat kecil. Kecuali provokasi bernuansa SARA, yang dilakukan secara sistematis untuk suatu kepentingan politik.

Kedua, program P2KP bukan sekedar program pemberdayaan ekonomi yang bersifat penyelamatan (rescue) atau pemulihan (recovery) yang berjangka pendek seperti program sejenis lainnya. Tetapi lebih merupakan pengentasan kemiskinan


(22)

secara utuh, simultan, berkelanjutan dan berjangka panjang. Di dalam implementasinya, lebih diutamakan pemberdayaan dan perkuatan kelembagaan di tingkat paling bawah (kelurahan) melalui pendekatan tribina (bina lingkungan, ekonomi dan sosial). Artinya, menurut pemahaman penulis, melalui program P2KP akan digali dan dibangun kembali akan budaya serta kelembagaan tradisional yang kental akan nuansa kebersamaan dan gotong royong. Sebuah tata kehidupan yang penuh dengan nuansa silih asah, silih asih dan silih asuh (saling mendidik, mengasihi, dan membantu).

Ketiga, melalui pemberdayaan dan perkuatan kelembagaan masyarakat diharapkan bisa dikembangkan suatu proses pengorganisasian yang aspiratif, terbuka, adil dan demokratis yang mewakili kelompok usaha dari masyarakat di wilayah sasaran program. Perwujudannya adalah pembentukan kelompok-kelompok keswadayaan masyarakat di tingkat kelurahan dan kelurahan sebagai wadah usaha bersama baik di bidang ekonomi, sosial maupun untuk kegiatan lainnya.

Keempat, sebagai stimulan, melalui program P2KP diupayakan dana pinjaman sebesar USD 100 juta (sekitar Rp 800 milyar) dari Bank Dunia guna membantu masyarakat miskin di daerah perkotaan yang tergabung di dalam organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dalam rangka memberdayakan kehidupan mereka baik di bidang ekonomi melalui pengembangan usaha kecil (small scale

bussiness), pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana lingkungan serta

penyelenggaraan pelatihan sumber daya manusia dan penciptaan lapangan kerja. Artinya, sekali lagi menurut pemahaman penulis, bantuan dan pinjaman bagi


(23)

masyarakat miskin bukanlah tujuan utama program P2KP. Dana hanyalah sekedar sarana untuk membangkitkan kesadaran masyarakat sasaran akan pentingnya membangun keberdayaan.

Kelurahan sasaran P2KP di Kecamatan Medan Maimun adalah Kelurahan Hamdan dan Kelurahan Kampung Baru, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Jumlah Kepala Rumah Tangga di Kelurahan Hamdan dan Kampung Baru

Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga No. Kelurahan

Laki-laki % Perempuan % Total

Jlh ART

1. Hamdan 212 69.74 92 30.26 304 586

2. Kampung Baru

541 73.31 197 26.69 738 3.507

(Sumber : BPM, 2007)

Kualitas lingkungan perumahan dan permukiman jauh dibawah standar, dan kelayakan mata pencarian yang tidak menentu. Kondisi ini diperlukan perbaikan di segala sektor kehidupan masyarakat. Hal ini ditunjang dengan kondisi masyarakat miskin Kelurahan Hamdan pada tahun 2006 dengan jumlah penduduk 9.624 jiwa, atau 279 rumah tangga miskin. Pada tahun yang sama, jumlah penduduk di Kelurahan Kampung Baru 23.342 jiwa atau 721 rumah tangga miskin.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang telah dilaksanakan di Kecamatan Medan Maimun.


(24)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kecamatan Medan Maimun.”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: a. Implementasi P2KP pada daerah penerima program tersebut.

b. Manfaat dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan P2KP di Kecamatan Medan Maimun.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori-teori dan konsep-konsep tentang efektivitas implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan kemiskinan. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun stakeholder lainnya terhadap implementasi P2KP pada keluarga miskin.


(25)

1.5. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian tersebut di atas untuk mempermudah pemahaman dalam fokus kajian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan P2KP di tingkat masyarakat dititikberatkan pada proses pembelajaran masyarakat. Sehingga pelaksanaan P2KP tidak hanya berorientasi pada output/produk atau dilandasi prinsip sekedar terlaksana semata, namun harus benar-benar memperhatikan dinamika proses, kesadaran kritis dan pelembagaan nilai-nilai universal serta proses perubahan perilaku/sikap masyarakat itu sendiri.

2. Penguatan kelembagaan oleh masyarakat yang merepresentasikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip universal sebagai pimpinan kolektif mereka dalam membangun kemandirian dan keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan.

3. Merencanakan/menentukan sendiri penanggulangan kemiskinan melalui PJM Pronangkis yang merupakan dokumen hasil proses pembelajaran perencanaan partisipatif masyarakat bersama perangkat kelurahan dan pihak terkait di kelurahan setempat yang mencerminkan prioritas-priorotas program yang disepakati bersama.

4. Peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan kegiatan P2KP tidak hanya terbatas pada peran monitoring, supporting, dan legitimator semata, melainkan juga peran-peran fasilitasi, koordinasi, supervisi dan turut implementasi dalam beberapa kegiatan.


(26)

PROGRAM P2KP

KEMITRAAN PEMDA DAN MASYARAKAT

PENERAPAN KONSEP TRIDAYA

DAYA PEMBANGUNAN

EKONOMI DAYA PEMBANGUNAN

LINGKUNGAN DAYA PEMBANGUNAN

SOSIAL

PENYUSUNAN PROGRAM (PJM & RENTA PRONANGKIS) PEMBENTUKAN

KELEMBAGAAN PERUBAHAN SIKAP/PERILAKU

MASYARAKAT


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Implementasi

2.1.1. Pengertian Implementasi

Dalam kamus Webster (Solichin Abdul Wahab, 1997:64) pengertian

implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementation"

(mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical

effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan

dampak/berakibat sesuatu).

Dalam studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dalam keseluruhan proses kebijakan.

Pengertian yang sangat sederhana tentang implementasi adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Charles O. Jones (1991), dimana implementasi diartikan sebagai "getting the job done" dan "doing it". Tetapi di balik kesederhanaan rumusan yang demikian berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan mudah. Namun pelaksanaannya, menurut


(28)

Jonse, menuntut adanya syarat yang antara lain: adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources, Lebih lanjut Jones merumuskan batasan implementasi sebagai proses penerimaan sumber daya tambahan, sehingga dapat mempertimbangkan apa yang harus dilakukan.

Van Meter dan Horn (1978:70) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai berikut: “Policy implementation encompasses those actions by public and private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions. “Definisi tersebut memberikan makna bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tindakan-tindakan ini, pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai perubahan, baik yang besar maupun yang kecil, yang diamanatkan oleh keputusan kebijakan.

Dengan mengacu pada pendapat tersebut, dapat diambil pengertian bahwa sumber-sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan, di dalamnya mencakup: manusia, dana, dan kemampuan organisasi; yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta (individu ataupun kelompok).

Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (dalam Solichin Abdul Wahab, 1997:65) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagaimana berikut:


(29)

“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian."

Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, nampak bahwa implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target group, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Banyak model dalam proses implementasi kebijakan yang dapat digunakan. Van Meter dan Horn dalam Samudra Wibowo et al. (1994), mengajukan model mengenai proses implementasi kebijakan (a model of the

policy implementation process). Dalam model implementasi kebijakan ini

terdapat enam variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dengan pelaksanaan. Van Meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan dengan prestasi kerja (performance). Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa


(30)

perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur implementasi.

Dengan memanfaatkan model-model tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini adalah hambatan-hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan dalam organisasi? Seberapa jauhkan tingkat efektifitas mekanisme-mekanisme kontrol pada setiap jenjang struktur? (Masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang paling rendah tingkatannya dalam organisasi yang bersangkutan). Seberapa petingkah rasa keterikatan masing-masing orang dalam organisasi? (Hal ini menyangkut masalah kepatuhan). Atas dasar pandangan seperti itu, Van Meter dan Van Horn kemudian berusaha untuk membuat tipologi kebijakan menurut :

a. Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan.

b. Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.

Hal ini dikemukakan berdasarkan pada kenyataan bahwa proses implementasi ini akan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu. Dalam artian bahwa implementasi kebanyakan akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan, terutama dari mereka yang mengoperasikan program di lapangan, relatif tinggi.

Standard dan tujuan kebijakan mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap pelaksanaan atau penyelenggaraan kebijakan. Disamping itu standard dan tujuan kebijakan juga berpengaruh tidak langsung terhadap disposisi para


(31)

pelaksana melalui aktivitas komunikasi antar organisasi. Jelasnya respon para pelaksana terhadap suatu kebijakan didasarkan pada persepsi dan interpretasi mereka terhadap tujuan kebijakan tersebut. Walaupun demikian, hal ini bukan berarti bahwa komunikasi yang baik akan menyeimbangkan disposisi yang baik atau positip diantara para pelaksana. Standard dan tujuan juga mempunyai dampak yang tidak langsung terhadap disposisi para pelaksana melalui aktivitas penguatan atau pengabsahan. Dalam hal ini para atasan dapat meneruskan hubungan para pelaksana dengan organisasi lain.

Hubungan antar sumber daya (resources) dengan kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam batas wilayah organisasi tertentu dapat dikemukakan bahwa tersedianya dana dan sumber lain dapat menimbulkan tuntutan dari warga masyarakat swasta, kelompok kepentingan yang terorganisir untuk ikut berperan dalam melaksanakan dan mensukseskan suatu kebijakan. Jelasnya prospek keuntungan pada suatu program kebijakan dapat menyebabkan kelompok lain untuk berperan serta secara maksimal dalam melaksanakan dan mensukseskan suatu program kebijakan.

Bagaimanapun juga dengan terbatasnya sumber daya yang tersedia, masyarakat suatu negara secara individual dan kelompok kepentingan yang terorganisir akan memilih untuk menolak suatu kebijakan karena keuntungan yang diperolehnya lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya operasional. Demikian juga dengan kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam batas wilayah


(32)

tertentu, mempengaruhi karakter-karakter agen-agen pihak pelaksana, disposisi para pelaksana dan penyelenggaraan atau pelaksanaan kebijakan itu sendiri.

Kondisi lingkungan diatas mempunyai efek penting terhadap kemauan dan kapasitas untuk mendukung struktur birokrasi yang telah mapan, kwalitas, dan keadaan agen pelaksana (implementor). Kondisi lapangan ini juga mempengaruhi disposisi implementor. Suatu program kebijakan akan didukung dan digerakkan oleh para warga pihak swasta, kelompok kepentingan yang terorganisir, hanya jika para implementor mau menerima tujuan, standars dan sasaran kebijakan tersebut. Sebaliknya suatu kebijakan tidak akan mendapat dukungan, jika kebijakan tersebut tidak memberikan keuntungan kepada mereka.

Disamping itu karakteristik para agen implementor dapat mempengaruhi disposisi mereka. Sifat jaringan komunikasi, derajat kontrol secara berjenjang dan tipe kepemimpinan dapat mempengaruhi identifikasi individual terhadap tujuan dan sasaran organisasi, dalam mana impelementasi kebijakan yang efektif sangat tergantung kepada orientasi dari para agen/kantor implementor kebijakan. Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa keberhasilan impelementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel atau faktor yang pada gilirannya akan mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan itu sendiri.

2.1.2. Tahap-tahap Implementasi Kebijakan

Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan.


(33)

M. Irfan Islamy (1997, 102-106) membagi tahap implementasi dalam dua bentuk, yaitu :

a. Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain.

b. Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai.

Dalam konteks ini kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin termasuk kebijakan yang bersifat non-self-executing, karena perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan tercapai.

Ahli lain, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (dalam Slichin Abdul Wahab, 1991, 36) mengemukakan sejumlah tahap implementasi sebagai berikut :

Tahap I : Terdiri atas kegiatan-kegiatan :

a. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas;

b. Menentukan standar pelaksanaan;

c. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan. Tahap II : Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan

struktur staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode; Tahap III : Merupakan kegiatan-kegiatan :

a. Menentukan jadwal; b. Melakukan pemantauan;


(34)

c. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program. Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai, dengan segera.

Jadi implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan penetapan waktu dan pengawasan, sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, (1991) Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada implementasi kebijakan negara.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Menurut George C. Edward III dalan Implementing Public Policy

(1980, 111) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi.


(35)

1). Faktor sumber daya (resources)

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.

Sumber-sumber penting dalam implementasi kebijakan yang dimaksud antara lain mencakup :

a. Staf yang harus mempunyai keahlian dan kemampuan untuk bisa melaksanakan tugas

b. Perintah

c. Anjuran atasan/pimpinan

Disamping itu, harus ada ketepatan atau kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang harus dimiliki dengan tugas yang akan dikerjakan.

Dana untuk membiayai operasionalisasi implementasi kebijakan tersebut, informasi yang relevan dan yang mencukupi tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan, dan kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar


(36)

para implementor tidak akan melakukan suatu kesalahan dalam bagaimana caranya mengimplementasikan kebijakan tersebut. Informasi yang demikian ini juga penting untuk menyadarkan orang-orang yang terlibat dalam implementasi, agar diantara mereka mau melaksanakan dan mematuhi apa yang menjadi tugas dan kewajibannya.

Kewenangan untuk menjamin atau meyakinkan bahwa kebijakan yang diimplementasikan adalah sesuai dengan yang mereka kehendaki, dan fasilitas/sarana yang digunakan untuk mengoperasionalisasikan implementasi suatu kebijakan yang meliputi : gedung, tanah, sarana dan prasarana yang kesemuanya akan memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. Kurang cukupnya sumber-sumber ini berarti ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tidak akan menjadi kuat, pelayanan tidak akan diberikan dan pengaturan yang rasional tidak dapat dikembangkan. 2). Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi bisa jadi masih belum efektif, karena ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada.


(37)

3). Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain (The Liang Gie, 1982). Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.

4). Faktor Disposisi (sikap)

Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk implementasi kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983) keberhasilan implementasi rencana dipengaruhi oleh otonomi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan kompleksitas dari rencana itu sendiri.


(38)

1. Adanya perundang-undangan atau instruksi pemerintah yang memberikan tanggung jawab tentang suatu kebijaksanaan yang jelas dan konsisten atau menentukan pedoman bagi penyelesaian berbagai konflik yang akan dicapai. 2. Dengan perundang-undangan tersebut dimungkinkan pendayagunaan suatu teori

yang tepat dapat menemukenali faktor-faktor utama dalam kaitan sebab akibat yang mempengaruhi tujuan kebijaksanaan yang hendak dicapai dan juga memberikan wewenang serta kendali yang strategis bagi pelaksanaan atas kelompok-kelompok sasaran untuk mencapai hasil yang diharapkan.

3. Perundang-undangan itu dapat membentuk proses implementasi sehingga dapat memaksimalkan kemungkinan keberhasilan keterlibatan pihak pelaksana dan kelompok sasaran.

4. Pemimpin badan/institusi pelaksana memiliki kapasitas kecakapan manajerial dan politis, rasa pengabdian dan tanggung jawab pada upaya pencapaian sasaran yang digariskan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

5. Program tersebut mendapat dukungan tokoh utama dari pihak legislatif atau eksekutif, sedangkan lembaga yudikatif bersifat netral.

6. Tingkat prioritas sasaran-sasaran yang hendak dicapai tidak berubah meskipun muculnya kebijakan publik yang saling bertentangan atau dengan terjadinya perubahan kondisi sosial ekonomi yang mengurangi kekuatan teori keterkaitan sebab akibat yang mendukung peraturan atau kekuatan dukungan politis (Mazmanian, 1983).


(39)

Dalam implementasi kebijakan, bukan saja masalah komunikasi, informasi, respon masyarakat tetapi juga pendanaan, waktu, jadwal kegiatan untuk mendukung tim/organisasi pelaksana dalam melaksanakan tugas yang dipercayakann kepadanya (Wahab, 1994).

Salah satu kendala yang menentukan efektivitas rencana program adalah lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan (development control). Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena pemerintah daerah seringkali tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral yang dibuat dan ditentukan oleh pusat. Selain itu juga karena rencana-rencana yang telah disusun bisa berubah total akibat adanya investasi berskala besar yang tidak diduga sebelumnya.

Sementara itu Devas dan Rakodi (1993) menyatakan bahwa betapapun baiknya suatu rencana, kebijaksanaan atau program, semua itu tidak akan efektif jika tidak didukung oleh sistem manajemen pengelolaan yang profesional. Ada dua aspek yang menentukan : (1) kemampuan kelembagaan (adminstrative capacity) dan (2) kemampuan politik (political will).

Keberhasilan pelaksanaan suatu rencana dipengaruhi oleh banyak faktor/variabel baik dari dalam organisasi, birokrasi, struktur komunikasi dan informasi yang diterima (Goggin, et al, 1990).

2.2. Pemberdayaan

Secara umum pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memulihkan atau meningkatkan keberdayaan suatu komunitas untuk mampu berbuat


(40)

sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawab mereka sebagai komunitas manusia dan warga negara (Modul P2KP: 2006).

Shardlow (1998:32) dalam Adi (2003:54) melihat bahwa pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Pemberdayaan tergantung pada kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, karena kemiskinan mencerminkan ketiadaan pilihan bagi seseorang. Dasar pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain, memberdayakannya (The Commission Global Government dalam Kartasasmita: 1996)

Oleh karena itu, pemberdayaan bertujuan dua arah. Pertama, melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan. Kedua, memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Kedua-duanya harus ditempuh, dan menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan.

Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari upaya pembangunannya sendiri.


(41)

Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut pemihakan. Ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Karena dasarnya adalah kepercayaan kepada rakyat, maka program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yaitu supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan kamampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merancang, malaksanakan, mengelola dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.

Selanjutnya, menggunakan pendekatan kelompok karena warga masyarakat secara sendiri-sendiri yang kurang berdaya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Karena organisasi adalah satu sumber power yang penting, maka untuk pemberdayaan, pengorganisasian masyarakat ini menjadi penting sekali. Pendekatan kelompok juga adalah paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

Yang terpenting pula adalah pendampingan. Masyarakat miskin pada umumnya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, pendamping diperlukan untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki kesejahterannya. Pendampingan ini dalam konsep pemberdayaan sangat esensial, dan fungsinya adalah menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat sebagai fasilitator, komunikator, atau dinamisator, serta membantu


(42)

mencari cara pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Pendampingan sosial sangat menentukan kerberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Mengacu pada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya.

1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.

2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.

3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja.


(43)

4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan” yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.

2.3. Konsep Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa institusi kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan menguat bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan di daerah perkotaan. Upaya ini membutuhkan dana yang cukup besar sehingga IBRD/IDA perlu membantu (dalam hal ini memberi pinjaman) untuk mendanai program ini. Agar program terlaksana sesuai dengan tujuan yang diharapkan, pihak peminjam


(44)

menetapkan indikator kinerja bagi keberhasilan program seperti yang tercantum dalam dokumen “Loan Agreement” IBRD 4627/IDA 3535-IND.

P2KP meyakini bahwa pendekatan yang lebih efektif untuk mewujudkan proses perubahan perilaku masyarakat adalah melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran (edukasi) masyarakat dan penguatan kapasitas untuk mengedepankan peran pemerintah daerah dalam mengapresiasi dan mendukung kemandirian masyarakatnya.

Kedua substansi P2KP tersebut sangat penting sebagai upaya proses transformasi P2KP dari 'tataran proyek' menjadi 'tataran program' oleh masyarakat bersama pemerintah daerah setempat. Bagaimanapun harus disadari bahwa upaya dan pendekatan penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi perhatian pemerintah pusat, melainkan justru yang terpenting harus menjadi prioritas perhatian dan kebutuhan masyarakat bersama pemerintah daerah itu sendiri.

Substansi P2KP sebagai proses pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat dilakukan dengan terus menerus untuk menumbuhkembangkan kesadaran kritis masyarakat terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai landasan yang kokoh untuk membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Proses pembelajaran di tingkat masyarakat ini berlangsung selama masa Program P2KP maupun pasca Program P2KP oleh masyarakat sendiri dengan membangun dan melembagakan Komunitas Belajar Kelurahan (KBK).


(45)

Sedangkan substansi P2KP sebagai penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam rangka mengedepankan peran dan tanggungjawab pemerintah daerah, dilakukan melalui; pelibatan intensif Pemda pada pelaksanaan siklus kegiatan P2KP, penguatan peran dan fungsi Komite Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPK-D) agar mampu menyusun Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPK-D) dan PJM Pronangkis Kota/Kab berbasis program masyarakat (Pronangkis Kelurahan), serta melembagakan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP).

Semua pendekatan yang dilakukan P2KP di atas, ditujukan untuk mendorong proses percepatan terbangunnya landasan yang kokoh bagi terwujudnya kemandirian penanggulangan kemiskinan dan juga melembaganya pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Dengan demikian, pelaksanaan P2KP sebagai “gerakan bersama membangun kemandirian dan pembangunan berkelanjutan yang berbasis nilai-nilai universal” diyakini akan mampu membangun kesadaran kritis dan perubahan perilaku individu ke arah yang lebih baik. Perubahan perilaku individu yang secara kumulatif menimbulkan perubahan kolektif masyarakat inilah yang menjadi inti pendekatan TRIDAYA, yakni proses pemberdayaan masyarakat agar terbangun: daya sosial sehingga tercipta masyarakat efektif, daya ekonomi sehingga tercipta masyarakat produktif dan daya pembangunan sehingga tercipta masyarakat pembangunan yang peduli lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.


(46)

Prinsip-prinsip universal pembangunan berkelanjutan harus merupakan prinsip keseimbangan pembangunan, yang dalam konteks P2KP diterjemahkan sebagai sosial, ekonomi dan lingkungan yang tercakup dalam konsep Tridaya.

Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection); dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif. Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya.

Pengembangan Masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan P2KP harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/kegiatan setempat.

Pengembangan Ekonomi (Economic Development); dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah peningkatan kapasitas dan


(47)

keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur perlu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial.

Tujuan pelaksanaan P2KP adalah :

1. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya;

2. Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM);

3. Mengedepankan peran Pemerintah kota/kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengukuhan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat.

Dalam pelaksanaannya, P2KP memiliki sasaran sebagai subyek dalam kegiatannya, yaitu :


(48)

1. Masyarakat; warga kelurahan peserta P2KP dan BKM/lembaga masyarakat yang mengakar serta KSM.

2. Pemerintah Daerah dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD); perangkat pemerintah tingkat kota/kabupaten sampai dengan lurah yang terkait dengan P2KP dan anggota TKPKD.

3. Kelompok Peduli; perorangan/anggota asosiasi profesi, asosiasi usaha sejenis, perguruan tinggi, LSM, dan sebagainya yang peduli dengan kemiskinan.

4. Para pihak terkait; bank, notaris, auditor publik, media massa (radio, tv, dan sebagainya).

P2KP menekankan beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Transparansi. P2KP menekankan transparansi dan penyebarluasan informasi di semua tahapan program. Pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan harus dilaksanakan secara terbuka dan disebarluaskan kepada seluruh masyarakat. 2. Keberpihakan pada orang miskin. Setiap kegiatan ditujukan untuk meningkatkan

taraf hidup masyarakat, dengan mempertimbangkan dan melibatkan masyarakat kurang mampu dalam setiap tahap kegiatan.

3. Partisipasi/melibatkan masyarakat. Partisipasi masyarakat ditekankan, khususnya pada kelompok miskin dan perempuan. Partisipasi harus menyeluruh, melalui pengambilan keputusan atas kesepakatan seluruh masyarakat.

4. Kompetisi untuk dana. Harus ada kompetisi sehat antar kelurahan untuk mendapatkan dana P2KP.


(49)

5. Desentralisasi. P2KP memberikan wewenang kepada masyarakat untuk membuat keputusan mengenai jenis kegiatan yang mereka butuhkan atau inginkan, serta mengelolanya secara mandiri dan partisipatif.

P2KP bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan, sebagai berikut :

1. Diseminasi informasi dan sosialisasi tentang P2KP dilakukan dalam beberapa cara. Lokakarya yang dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan kelurahan untuk menyebarkan informasi dan mempopulerkan program. Di setiap kelurahan dilengkapi papan informasi sebagai salah satu media informasi bagi masyarakat. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait penyebaran informasi (media massa, NGO, akademisi, anggota dewan) menjadi bagian dalam kegiatan ini.

2. Proses perencanaan partisipatif di tingkat kelurahan dan kecamatan. Masyarakat memilih fasilitator kelurahan untuk mendampingi dalam proses sosialisasi dan perencanaan. Fasilitator kelurahan mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan untuk membahas kebutuhan dan prioritas pembangunan di kelurahan. Masyarakat kemudian menentukan pilihan terhadap jenis kegiatan pembangunan yang ingin didanai. P2KP menyediakan tenaga konsultan sosial dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten untuk membantu sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.

3. Seleksi proyek di tingkat kelurahan dan kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat kelurahan dan kecamatan untuk memutuskan usulan yang


(50)

akan didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. Forum antar kelurahan terdiri dari wakil-wakil dari kelurahan yang akan membuat keputusan akhir mengenai proyek yang akan didanai. Pilihan proyek adalah open menu untuk semua investasi produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan.

4. Masyarakat melaksanakan proyek mereka. Dalam pertemuan masyarakat memilih anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di kelurahan-kelurahan yang terdanai. Fasilitator teknis P2KP mendampingi TPK dalam mendisain prasarana, penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja umumnya berasal dari kelurahan penerima manfaat.

5. Akuntabilitas dan laporan perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan dua kali dalam pertemuan terbuka di kelurahan, yaitu sebelum proyek mencairkan dana tahap berikutnya. Pada pertemuan akhir, TPK akan melakukan serah terima proyek kepada masyarakat, kelurahan dan Tim Pemelihara kegiatan.

Untuk mengelola P2KP, pemerintah Indonesia menunjuk Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) sebagai instansi pelaksana

(executing agency). Sementara itu, untuk membantu pengelolaan P2KP secara

nasional, dibentuk Tim Koordinasi P2KP (TK-P2KP) yang terdiri dari Bappenas, Depdagri, Depkeu dan Dep. Kimpraswil, mulai dari tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan. Di tingkat Kecamatan, Kepala Seksi PMD bertindak


(51)

sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) P2KP lokal atau disebut Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PjOK).

P2KP bekerja di wilayah beresiko tinggi dan sangat penting untuk mempertahankan kontrol yang ketat dan sistem pemantauan untuk memastikan bahwa dana yang disediakan telah dipergunakan dengan sebagaimana mestinya. P2KP menerapkan sistem pengawasan sebagai berikut :

1. Pemantauan partisipatif oleh masyarakat. Pemantauan yang paling efektif adalah yang dilakukan oleh penerima manfaat dari program, yaitu memilih langsung badan pemantau untuk melihat pelaksanaan dan keuangan proyek. Anggota dari komite pemantau ini akan melakukan pengecekan terhadap harga, penawaran, pasokan barang, manfaat bagi masyarakat, pembukuan dan status kemajuan pengerjaan prasarana. Tim pelaksana kegiatan ini juga berkewajiban untuk melaporkan kemajuan dan keuangan proyek sebanyak dua kali kepada masyarakat dalam “musyawarah pertanggungjawaban”. P2KP mewajibkan agar semua informasi yang terkait dengan proyek diumumkan pada papan informasi yang terdapat di kelurahan.

2. Pemantauan oleh pemerintah. Dana P2KP merupakan dana publik, sehingga pemerintah memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa kegiatan P2KP telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku dan dana tersebut juga telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Semua jajaran pemerintah yang terlibat dalam P2KP (DPRD, Tim Koordinasi Provinsi dan Kabupaten, Bupati, Camat, PjOK) memiliki tanggung jawab untuk memantau pelaksanaan P2KP.


(52)

3. Pemantauan oleh konsultan. Pemantauan proyek juga merupakan tanggung jwab bersama konsultan dan fasilitator P2KP. Konsultan di tingkat nasional, regional, kabupaten, kecamatan dan fasilitator kelurahan semuanya berbagi tanggung jawab untuk memantau kegiatan P2KP. Para konsultan melakukan kunjungan rutin ke lokasi proyek untuk memberikan pendampingan teknis dan supervisi.

4. Mekanisme penanganan pengaduan dan masalah. Masyarakat dapat secara langsung menyampaikan pertanyaan atau keluhan kepada fasilitator P2KP, staf pemerintah, LSM atau mengirimkan keluhannya langsung ke kotak pos khusus. P2KP membentuk unit penanganan pengaduan di tingkat pusat dan regional untuk mencatat dan menindaklanjuti pertanyaan dan pengaduan masyarakat.

5. Pemantauan independen oleh masyarakat madani. Kelompok masyarakat seperti LSM dan jurnalis turut melakukan pemantauan independen terhadap P2KP. PPK mengontrak beberapa LSM yang terpilih dan cakap di setiap provinsi untuk melakukan pemantauan rutin terhadap P2KP dan melaporkan perkembangan kemajuan proyek setiap bulan. Jurnalis juga diundang untuk memantau dan memberitakan serta menyiarkan berita mengenai temuan-temuan mereka di lapangan.

6. Kajian keuangan dan audit. Tiga pihak yang secara rutin melakukan pemeriksaan dan audit P2KP :

a. BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), lembaga audit milik pemerintah. Setiap tahun BPKP mengaudit 5% sampel kegiatan P2KP. Di


(53)

tahun 2004, BPKP melakukan audit di 22 provinsi, 62 kabupaten, 190 kecamatan dan 593 kelurahan.

b. Unit Pelatihan dan Supervisi Keuangan NMC. P2KP mempunyai 7 (tujuh) orang staf khusus untuk melakukan supervisi dan pelatihan keuangan. Unit ini melakukan pemeriksaan keuangan dan yang terpenting adalah memberikan on

the job training bagi Unit Pengelola Keuangan (UPK), Tim Pelaksana

Kegiatan (TPK) dan kelompok pemanfaat pinjaman ekonomi. Audit keuangan yang dilakukan oleh BPKP dan NMC mencakup 30% dari seluruh kecamatan P2KP.

c. Misi Supervisi Bank Dunia. Bank Dunia bersama-sama dengan NMC dan pemerintah melakukan misi supervisi tiap setengah tahun. Misi tersebut sangat membantu dalam mengidentifikasi isu-isu manajemen dan berguna untuk mengevaluasi kemajuan program di tingkat pusat maupun di lapangan. Bank Dunia juga mengontrak perusahaan audit independen untuk mengaudit semua proyek Bank Dunia termasuk P2KP.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Penelitian Eksplanasi (Explanatory Research), yaitu untuk menguji hubungan antara variabel yang dihipotesiskan atau untuk mengetahui apakah sesuatu variabel berasosiasi ataukah tidak dengan variabel lainnya (Faisal, 2000 : 21). Dan untuk memperkuat hipotesis tersebut, akan dianalisis secara kuantitatif, sehingga diharapkan dapat menjelaskan hubungan dan pengaruh suatu gejala dengan gejala lain.

3.2. Defenisi Konsep

Untuk memberikan batasan yang jelas tentang penelitian ini, penulis mendefenisikan konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Efektivitas implementasi suatu program/kegiatan dapat dilihat dalam bentuk komunikasi yang dibangun, pemberian informasi, tanggapan/respon masyarakat


(55)

terhadap program/kegiatan tersebut, waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program/kegiatan dan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program/kegiatan. 2. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan

program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal.

3.3. Definisi Operasional

Untuk mengukur hubungan antar variabel, maka penulis merinci indikator-indikator dari setiap variabel sebagai berikut:

Tabel 2. Mengukur Hubungan Variabel

Variabel Dimensi Indikator

Implementasi Diseminasi a. Komunikasi

b. Informasi

c. Respon masyarakat

d. Waktu pelaksanaan kegiatan e. Dana

Program

Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)

1. Pengembangan Masyarakat

Masyarakat efektif :

a. Peningkatan akses pelayanan sosial - Pelayanan kesehatan bagi keluarga

miskin

- Peningkatan mutu pendidikan bagi keluarga miskin


(56)

2. Pengembangan Ekonomi

3. Perlindungan Lingkungan

b. Pemenuhan keteresediaan pangan

yang bermutu dan terjangkau.

c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia.

d. Peningkatan pemanfaatan sumber daya alam

Masyarakat produktif : a. Penyaluran kredit

UKM/koperasi/perbankan.

b. Peningkatan keterampilan melalui

pelatihan-pelatihan.

c. Pengembangan peluang usaha. d. Terbukanya kesempatan kerja Masyarakat pembangunan :

a. Terpenuhinya kebutuhan perumahan.

b. Keadaan sanitasi yang layak dan

sehat.

c. Perbaikan lingkungan pemukiman

kumuh.

d. Partisipasi masyarakat miskin dalam keseluruhan proses pembangunan

3.4. Populasi dan Sampel

Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh keluarga penerima program P2KP di Kecamatan Medan Maimun yang berjumlah 1.637 orang. Adapun jumlah populasi sebanyak 1.637 orang yang terdiri dari 839 orang di Kelurahan Hamdan dan 798 orang di kelurahan Kampung Baru.

Sedangkan sampel yang menjadi bagian dari objek penelitian ditetapkan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel random sederhana, dengan merujuk pada pendapat Suharsimi Arikunto (1996:104) yang mengatakan, apabila


(57)

populasi kurang dari 100 orang, maka diambil seluruhnya. Namun bila jumlah populasinya lebih dari 100 orang, maka sampel diambil sebesar 10% - 15%, 20% - 25%, atau lebih.

Dengan demikian, besar sampel penelitian dengan mengacu kepada pendapat Arikunto adalah 10% dari 1.637 yaitu sebesar 164 orang.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara mengenai seluk-beluk P2KP dan memahami kondisi masyarakat yang ikut dalam program ini;

2. Kuisioner (Questionaire), yaitu berupa rangkaian atau kumpulan pertanyaan yang disusun secara sistematis dalam sebuah daftar pertanyaan, kemudian dikirim kepada responden untuk diisi. Selanjutnya angket/kuisioner dikembalikan kepada peneliti;

3. Observasi, yaitu menghimpun data penelitian melalui pengamatan peneliti dengan cara penggunaan panca indera. Teknik observasi yang digunakan adalah dengan mengamati perubahan mimik wajah responden saat dilakukannya wawancara; dan


(58)

4. Studi dokumentasi dengan mempelajari buku dan/atau literatur, hasil-hasil penelitian, catatan tertulis dan sebagainya yang relevan dengan tujuan penelitian studi kasus ini.

3.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Maimun, Medan.

3.7. Penentuan Skor

Melalui berbagai pertanyaan yang diajukan kepada responden maka akan ditentukan skor dari setiap jawaban sehingga menjadi data yang kuantitatif. Setiap alternatif jawaban akan diberi skor yang berbeda. Penentuan skor didasarkan pada skala ordinal. Adapun penentuan skor dari setiap pertanyaan dengan alternatif jawaban yang berbeda, yaitu :

- Untuk alternatif jawaban “a” diberi skor tertinggi = 3

- Untuk alternatif jawaban “b” diberi skor sedang = 2

- Untuk alternatif jawaban “c” diberi skor terendah = 1

Jawaban responden akan dikategorikan ke dalam beberapa kategori menurut alternatif jawaban. Kategori tersebut diperoleh melalui interval.


(59)

Rumus untuk mencari interval adalah sebagai berikut : 66 , 0 3 1 3 = − = − = bilangan Banyak terendah Skor tertinggi Skor Interval

Dengan interval 0,66 maka kategori jawaban responden dapat diklasifikasikan dengan urutan sebagai berikut :

1,00 s/d 1,66 : termasuk kategori sangat rendah 1,67 s/d 2,33 : termasuk kategori sedang 2,34 s/d 3,00 : termasuk kategori tinggi

3.8. Analisis Data

Penulis menggunakan analisis data kuantitatif, yaitu analisis yang digunakan untuk menguji hubungan atau pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain dengan menggunakan perhitungan statistik.

Dalam penelitian ini, penulis bersikap netral sehingga tidak mempengaruhi data. Untuk itu penulis hanya melihat, bertanya, mendengar, mencatat, merekam, dan memperhatikan lalu berusaha menjabarkan atau menginterpretasikan data tersebut untuk dianalisis sehingga dapat memberikan kesimpulan setelah dilakukan pengecekan ulang atas data tersebut.

Setiap kembali dari lapangan, data yang tercatat di field note dipindahkan sekaligus mengklasifikasikannya ke dalam tema atau kategori tertentu. Ada


(60)

kemungkinan dalam pengklasifikasian ini terungkap pula yang masih diperlukan, untuk itu dapat dicatat agar penelitian berikutnya data yang diperlukan dapat terjaring.

3.8.1. Koefisien Korelasi Product Moment

Metode pengujian ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel bebas (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) terhadap variabel terikat (Kemiskinan).

Koefisien Korelasi Product Moment dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut: ) ) ( ( ) ) ( ( ) ( ) ( ) ( 2 2 2 2

∑ ∑

− = y y n x x n y x xy n rxy Keterangan :

rxy : koefisien korelasi

x : variabel bebas

y : variabel terikat

n : jumlah sampel/responden

Hasil perhitungan akan memperlihatkan 3 kemungkinan yaitu :

1. Koefisien korelasi (rxy) bernilai positif, artinya kenaikan salah satu variabel


(61)

2. Koefisien korelasi (rxy) bernilai negatif, artinya kenaikan salah satu variabel

diikuti dengan turunnya variabel yang lain. Dalam hal ini terjadi korelasi berlawanan.

3. Koefisien korelasi (rxy) bernilai 0, artinya salah satu variabel tetap meskipun

variabel yang lain mengalami perubahan. Dalah hal ini kedua variabel tidak ada asosiasi atau dengan kata lain kedua variabel tidak mempunyai hubungan.

Untuk mengetahui besar kecilnya hubungan yang ada tersebut, maka digunakan penafsiran sebagai berikut :

Antara 0,00 s/d 0,19 : hubungan sangat rendah Antara 0,20 s/d 0,39 : hubungan rendah Antara 0,40 s/d 0,59 : hubungan sedang Antara 0,60 s/d 0,79 : hubungan tinggi

Antara 0,80 s/d 1,00 :hubungan sangat tinggi (Sugiyono, 2002 : 149).

3.8.2. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar (persentase) pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

D = (r2) x 100%

Keterangan :

D : koefisien determinasi


(62)

3.9. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dijadwalkan selama 3 (tiga) bulan, dimulai dari Oktober 2007 dan diharapkan selesai pada Desember 2007.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Singkat Kantor Kecamatan Medan Maimun

Kecamatan Medan Maimun merupakan bagian dari wilayah pemerintah daerah Kota Medan. Kecamatan Medan Maimun terletak di wilayah Selatan Kota Medan dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Polonia Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat

Kecamatan Medan Maimun dengan luas wilayahnya334,50 Ha.

Kecamatan Medan Maimun dengan penduduknya berjumlah : 65.387 Jiwa (Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemko Medan, 2007).

Kecamatan Medan Maimun terdiri dari 6 kelurahan, yaitu : 1. Kelurahan Sukaraja

2. Kelurahan Aur 3. Kelurahan Jati 4. Kelurahan Hamdan 5. Kelurahan Sei Mati 6. Kelurahan Kampung Baru


(64)

Visi Kecamatan Medan Maimun : “terwujudnya pelayanan prima kepada masyarakat di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta keamanan, kebersihan dan keindahan”.

Misi Kecamatan Medan Maimun adalah :

1. Meningkatkan kualitas jasa pelayanan kepada masyarakat kelurahan. 2. Meningkatkan prasarana dan sarana pelayanan kepada masyarakat. 3. Meningkatkan sumber daya pemberi jasa pelayanan kepada masyarakat.

4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam manejemen pembangunan

kelurahan.

5. Meningkatkan kebersihan dan keindahan lingkungan. Tupoksi Kecamatan Medan Maimun adalah :

1. Melaksanakan pelimpahan sebagian kewenangan Pemerintah Daerah; 2. Menyelenggarakan pelayanan Pemerintahan Kecamatan;

3. Menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan;

4. Memantau dan mengendalikan program kerja Kelurahan; 5. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Daerah.

Struktur Organisasi Kecamatan Medan Maimun untuk keadaan bulan November 2007 sebagai berikut :


(65)

Tabel 3. Jumlah Pegawai di Kecamatan Medan Maimun

No. Nama Pegawai Golongan Jabatan

1. Arfan Harahap, S.Sos. III/c Camat

2. Surianto A.W, BA III/c Kasi Trantib

3. Makbul Lubis, BA III/c Kasi Pemerintahan

4. Rahmawati III/c Kasi PMK

5. Dra. Nurlisa III/c Kasi Pelayanan Umum

6. H. Effendi Harahap III/c Kasi Kesos

7. Sukarsih, BA III/c Staf

8. Nurhayati III/b Staf

9. Anni Kholila III/a Staf

10. Jahmada Siregar III/a Staf

11. Sabbit Lutfah III/a Staf

12. Sri Retnowati R II/a Staf

13. Chairuddin II/c Staf

14. Dahlan II/d Staf

15. Sofian Siregar II/d Staf

16. Nilawati Purba PHL Staf

17. Winda, SH PHL Staf

CAMAT DINAS/ INSTANSI SEKCAM KASI PELAYANAN UMUM KASI KESOS KASI PMK KASI TRANTIB KASI PEMERINTAHAN


(66)

4.1.1. Kondisi Umum Kelurahan Hamdan

Kelurahan Hamdan merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara yang luasnya mencapai 52.2 Ha yang berbatasan dengan:

1. Sebelah utara : Kecamatan Medan Polonia 2. Sebelah selatan : Kelurahan Kampung Baru 3. Sebelah barat : Kelurahan Aur

4. Sebelah timur : Kelurahan Jati

Kelurahan Hamdan merupakan bagian integral dari Pemerintah Kota Medan yang wilayah administratifnya meliputi 10 lingkungan.

Dilihat dari data kependudukan, jumlah penduduk Kelurahan Hamdan secara keseluruhan adalah 9.759 jiwa yang terdiri dari 4.779 jiwa penduduk laki-laki dan 4.980 jiwa penduduk perempuan. Sedangkan jumlah keluarga Pra-KS adalah 304 KK.

Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun yang sebagian besar bermata pencaharian pokok sebagai pegawai dan berjualan (wiraswasta) secara umum cukup baik. (Dokumen PJM Pronangkis Kelurahan Hamdan)

Sesuai dengan hasil FGD (Focus Group Discussion/Diskusi Kelompok Terarah) tentang persoalan kemiskinan yang dilakukan dari tingkat lingkungan dan kelurahan, maka didapatlah kriteria dan ciri kemiskinan menurut warga Kelurahan Hamdan adalah sebagai berikut :


(67)

a. Pendapatan per bulan berkisar antara Rp 300.000 – Rp 800.000, b. Pekerjaan tidak menentu,

c. Rumah/tempat tinggal tidak layak huni,

d. Tidak memiliki rumah sendiri (numpang/ngontrak), e. Pendidikan rendah,

f. Pola makan 2 x sehari dengan gizi yang tidak cukup,

g. Janda tua, penyandang cacat, kaum jompo dan anak yatim/piatu terlantar.

Ada beberapa permasalahan yang teridentifikasi berdasarkan hasil pemetaan swadaya yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang difasilitasi oleh Tim Pemetaan Swadaya sebagai berikut :


(68)

Tabel 4. Permasalahan Masyarakat Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Kota Medan

NO IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

I. Permasalahan Lingkungan

1. Beberapa saluran pembuangan air tidak lancar sehingga menimbulkan penyakit menular dan demam berdarah.

2. Beberapa lingkungan belum memiliki sumber air bersih. Masyarakat memanfaatkan sumber air sungai untuk mandi, cuci, dan lain-lain sehingga kesehatan masyarakat sangat buruk.

3. Lampu jalan antar lingkungan dan gang tidak berfungsi sehingga menghambat aktivitas masyarakat.

4. Lima puluh rumah KK miskin dalam kondisi rusak berat sehingga tidak layak huni.

5. Kondisi jalan lingkungan, antar gang/pinggiran sungai dalam kondisi rusak berat. Apabila hujan turun, jalan berlumpur, becek dan menimbulkan penyakit kulit di masyarakat.

6. Terdapat bangunan sekolah yang dalam kondisi rusak, bocor, dan lain-lain. 7. Masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai tidak memiliki MCK umum.

II Permasalahan Ekonomi

1. Penghasilan rendah, sehingga tidak cukup memenuhi kebutuhan sekolah anak, makan dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

2. Banyak usaha katering, warung, kedai yang tidak berkembang. 3. Tidak ada modal yang cukup.

4. Sulit untuk mengajukan kredit karena banyak syaratnya dan bunga tinggi. 5. Masyarakat belum memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai dalam

mengelola usahanya.

III. Permasalahan Sosial

1. Beberapa orang dari masyarakat kelurahan, terdapat enam orang yang cacat dalam usia yang produktif.

2. Banyak orangtua jompo dan kaum janda yang kurang terurus.

3. Banyak anak-anak yang terancam putus sekolah karena ketidakmampuan orangtua dalam membiayai sekolah.

4. Banyak anak-anak yatim piatu yang kurang terurus dan tidak ada yang menanggungjawabi.


(1)

9. Apakah anda pernah mendapatkan bantuan pangan dari kegiatan P2KP? a. Pernah

b. Tidak pernah c. Tidak tahu

10.Apakah anda pernah mendapatkan informasi tentang pengembangan pendidikan gizi keluarga?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

11.Apakah anda pernah menerima bantuan makanan tambahan/makanan pendamping ASI dari kegiatan P2KP?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

12.Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya dalam bidang kesehatan dan pendidikan?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

13.Apakah anda mendapatkan kemudahan dalam mengakses pemanfaatan sumber daya alam di lingkungan sekitar anda?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu


(2)

III. Pengembangan Ekonomi

1. Apakah anda pernah mendapatkan informasi tentang kredit UKM/koperasi/perbankan dari kegiatan P2KP?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

2. Apakah anda mendapatkan kemudahan dalam mengakses penyaluran kredit UKM/koperasi/perbankan?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

3. Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan peningkatan keterampilan usaha? a. Pernah

b. Tidak pernah c. Tidak tahu

4. Apakah anda pernah mendapatkan pengembangan kemampuan dan perlindungan terhadap usaha kecil?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

5. Apakah anda pernah mendapat dukungan pengembangan usaha kerja produktif? a. Pernah

b. Tidak pernah c. Tidak tahu

6. Bagaimanakah penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha kecil di lingkungan anda?

a. Memadai b. Tidak memadai c. Tidak tahu

7. Apakah anda diberikan kemudahan perijinan dalam pengembangan usaha kecil? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu


(3)

8. Apakah anda diberikan kemudahan dalam mengakses kesempatan kerja? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

IV. Perlindungan Lingkungan

1. Menurut anda, apakah pembangunan perumahan di lingkungan anda memadai? a. Sudah memadai

b. Belum memadai c. Tidak tahu

2. Bagaimanakah penyediaan prasarana dan sarana dasar (air bersih, MCK, drainase) pemukiman di lingkungan anda?

a. Sudah memadai b. Belum memadai c. Tidak tahu

3. Bagaimanakah keadaan sanitasi di lingkungan tempat tinggal anda? a. Baik

b. Buruk c. Tidak tahu

4. Bila anda menjawab baik, apakah keadaan sanitasi di lingkungan anda dapat dikatakan layak dan sehat?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

5. Apakah pernah dilaksanakan perbaikan pemukiman kumuh di lingkungan anda? a. Pernah

b. Tidak pernah c. Tidak tahu

6. Apakah anda diberikan kemudahan dalam mengakses proses perijinan dan pengakuan hak atas bangunan perumahan?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu


(4)

7. Apakah anda pernah mendapatkan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap lingkungan tempat tinggal anda?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

8. Apakah anda mendapatkan kemudahan dalam mengakses informasi pembangunan kota?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

9. Apakah informasi pembangunan kota yang anda terima/dapat mudah dimengerti? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

10.Apakah anda turut terlibat dalam proses pembangunan kota ? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu


(5)

V. KELUARGA MISKIN

1. Apakah anda pernah dilibatkan dalam pembahasan permasalahan kemiskinan di lingkungan tempat tinggal anda?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

2. Apakah sebelumnya anda pernah mendapatkan bantuan modal dari program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di lingkungan anda ?

a. Pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

3. Menurut anda, apakah bantuan program penanggulangan kemiskinan sangat membantu kehidupan anda ?

a. Ya, sangat membantu b. Tidak membantu c. Tidak tahu

4. Apakah anda mempunyai keinginan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan ini ? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

5. Menurut anda, apakah penghasilan/pendapatan yang anda peroleh saat ini dapat mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari-hari ?

a. Ya

b. Tidak cukup c. Tidak tahu

6. Apakah anda memiliki modal untuk membuka/menjalankan suatu usaha ? a. Ya, ada

b. Kurang mencukupi c. Tidak ada

7. Apakah anda diberikan kemudahan untuk menjalankan usaha oleh pemerintah daerah setempat ?

a. Ya

b. Selalu dipersulit c. Tidak tahu


(6)

8. Apakah anda pernah mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu ? a. Pernah

b. Tidak pernah c. Tidak tahu

9. Apakah anda pernah mendapatkan pelayanan pendidikan dasar yang bermutu ? a. Pernah

b. Tidak pernah c. Tidak tahu

10.Apakah anda memiliki benda-benda fisik yang diperlukan sebagai modal hidup ? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

11.Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas diri ?

a. Ya, pernah b. Tidak pernah c. Tidak tahu

12.Apakah anda memiliki jaminan sosial yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup ?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

13.Apakah anda memiliki sumber-sumber lingkungan seperti air baku, lapangan hijau, pohon-pohon sebagai modal hidup ?

a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu