Evaluasi Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

(1)

EVALUASI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI DI

KELURAHAN MANGGA KECAMATAN MEDAN

TUNTUNGAN

Diajukan guna memenuhi salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar SarjanaSosial Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Oleh:

AGUNG PUTRA BANGSA

050902017

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : AGUNG PUTRA BANGSA BANGUN NIM : 050902017

ABSTRAK

Evaluasi Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

(Skripsi terdiri dari 6 bab, 98 halaman, 25 tabel, 4 lampiran serta 19 kepustakaan)

Program Bantuan Langsung Tunai ( BLT) merupakan salahs atu alternatif kebijakan dalam mengatasi kesmiskinan.Program BLT ini dilaksanakan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi yakni dampak dari kenaikan harga BBM agar keluarga miskin yang menerima bantuan dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dan menambah kesejahteran bagi mereka.

Penelitian ini dilaksanakan pada Kelurahaan Mangga Kecamatan Tuntungan. Penelitian ini adalah penelitian dengan tipe deskriptif. Adapun populasi penelitian ini adalah 5.442 KK, dengan sampel 98 orang, yang ditetapkan dengan rumus Taro Yamane. Data penelitian dikumpulkan melalui pembagian angket dan wawancara untuk memperbaiki dan melengkapi data yang diperoleh melalui pembagian angket.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diketahui bahwa secara umum program BLT telah dilaksanakan dengan baik.Sosialisasi program telah dilaksanakan dengan baik dan pada umumnya persyaratan bagi RTS telah diterapkan sebagaimana ketentuan yang berlaku.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat anugerahNya, penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik, meskipun penulis menyadari bahwa hasil dari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat waktu, kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, maka dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini dan tentunya mengharapkan koreksi dan saran dari segenap pembaca sekalian.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Evaluasi Program Bantuan

Langsung Tunai di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik.

2. Ibu Hairani Siregar, S.sos, M.Sp, selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan dorongan kepada penulis selama berkuliah.


(4)

3. Ibu Mastauli Siregar, S.sos, M.Si, selaku dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan serta saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama perkuliahan dan dengan segala jasa-jasanya. Semoga sehat selalu, Amin.

5. Kepada Kedua Orangtua saya, Bapak B.Bangun dan Mama tersayang N.

Surbakti, Karo, bapa uda, bibi, tulang, dan tante yang telah mendidik, memberikan motivasi, bantuan moril dan materil selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyelesaian skripsi ini. “sukses buat kita semua, Amin.”

6. Kepada Bapak Lurah Mangga Kecamatan Medan Tuntungan, maaf tidak

dapat menyebutkan nama satu – persatu, dan Terima Kasih untuk semua bantuannya. Semoga sehat-sehat selalu, Amin.

7. Buat teman-teman satu angkatan 2005, Dan buat kawan – kawan yang

belum selesai, “tetap semangat!!”

8. Buat teman-teman junior dan senior di IMIKS, bang Angga, Fajar Putra,

Iron, Arjun, Ramot, Baim, Rahmat, Rio, Dany. Kiel, semua yang memperjuangkan sidang januari 2011, dan kawan – kawan juniorku lainnya, salam RoCK’n RoLL.

9. Buat semua kawan-kawan di kota Medan, Terima kasih atas semua waktu,


(5)

10.Buat seseorang yang telah memberikan kasih sayang, motivasi dan dukungan yang tulus, “thank’s, I love u..” Terutama buat Grace Leliharni Damanik

11.Buat teman-teman yang tidak tersebutkan namanya yang sudah

mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan. Semoga ilmu yang kita miliki dapat kita pergunakan untuk keharuman dan kebanggaan almamater kita.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Medan, Desember 2010

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR BAGAN ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN. ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 8

2.1. Evaluasi ... 14

2.2. Pengertian Program ... 17

2.3. Bantuan Langsung Tunai ... 18


(7)

2.5. Kerangka Pemikiran ... 45

2.6.Bagan Kerangka Pemikiran ... 47

2.7. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 48

2.7.1. Defenisi Konsep ... 48

2.7.2. Defenisi Operasional ... 49

BAB III. METODE PENELITIAN. ... 50

3.1. Tipe Penelitian ... 50

3.2. Lokasi Penelitian ... 50

3.3. Populasi dan Sampel ... 50

3.3.1. Populasi ... 50

3.3.2. Sampel ... 51

3.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 51

3.5. Tehnik Analisa Data ... 52

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. ... 54

4.1. Latar Belakang Lembaga ... 57

4.2. Struktur Organisasi ... 58

4.3. Tugas ... 59

4.4. Visi dan Misi ... 60


(8)

BAB V. ANALISIS HASIL PENELITIAN. ... 66

5.1. Identitas / Karakteristik Responden ... 68 5.2. Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai ... 70

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 95 6.2. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA. ... 98


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : AGUNG PUTRA BANGSA BANGUN NIM : 050902017

ABSTRAK

Evaluasi Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

(Skripsi terdiri dari 6 bab, 98 halaman, 25 tabel, 4 lampiran serta 19 kepustakaan)

Program Bantuan Langsung Tunai ( BLT) merupakan salahs atu alternatif kebijakan dalam mengatasi kesmiskinan.Program BLT ini dilaksanakan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi yakni dampak dari kenaikan harga BBM agar keluarga miskin yang menerima bantuan dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya dan menambah kesejahteran bagi mereka.

Penelitian ini dilaksanakan pada Kelurahaan Mangga Kecamatan Tuntungan. Penelitian ini adalah penelitian dengan tipe deskriptif. Adapun populasi penelitian ini adalah 5.442 KK, dengan sampel 98 orang, yang ditetapkan dengan rumus Taro Yamane. Data penelitian dikumpulkan melalui pembagian angket dan wawancara untuk memperbaiki dan melengkapi data yang diperoleh melalui pembagian angket.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat diketahui bahwa secara umum program BLT telah dilaksanakan dengan baik.Sosialisasi program telah dilaksanakan dengan baik dan pada umumnya persyaratan bagi RTS telah diterapkan sebagaimana ketentuan yang berlaku.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Sejarah teori pembangunan memang diwarnai oleh sederetan upaya parsial untuk menerangkan penyebab kemiskinan sambil menawarkan resep penanggulangannya, meski seringkali dengan hasil yang minim. Upaya mengintegrasikan berbagai keterangan parsial tadi menjadi teori yang sifatnya universal, hingga kini belum berhasil diwujdkan dan rasanya tidak akan pernah terwujud. Hal yang sangat jelas diungkapkan oleh Franz Nuscheler : “ Tiada satu pun teori pembangunan bersifat universal dan berlaku bagi semua benua dan kelompok negara-negara. Underdevelopment adalah sebuah kondisi kompleks yang tidak mungkin dikemas dalam formula yang berlaku umum. Keterangan yang sifatnya mono casual tentang penyebab keterbelakangan, paling banter hanya mengungkapkan separuh kebenaran.”. Selain itu, satu hal lagi rasanya patut menjadi perhatian, kebijakan pembangunan dapat saja menolong mereka yang berada dalam situasi darurat, bahkan boleh jadi bisa mewujudkan oase ditengah padang pasir kemelaratan dengan syarat soluai yang ditawarkan harus berakar dalam sejarah dan budaya masyarakat itu sendiri. (Ivan A.Hadar :2004,hal.128)

Celah-celah peluang untuk melihat kaitan antara dua fenomena masalah sosial dalam kaitan timbal balik dengan pembangunan masyarkat dapat diidentifikasi melalui pemahaman pembangunan masyarakat sebagai suatu proses. Memang benar, bahwa pembangunan masyarkat pada umumnya dan


(11)

pembangunan masyarakat pada khususnya merupakan proses yang seolah-olah tanpa akhir. Apa yan dilakukan sekarang tidak dapat dilepaskan dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya bahkan juga dalam kaitannya dengan pertimbangan tentang prospek di masa mendatang. Pembangunan masyarakat bukan merupakan aktivitas yang dilakukan hari ini dan kemudian berhenti keesokan harinya, demikian juga dengan bukan merupakan kegiatan yang dilakukan sepotong-potong secara parsial. Lebih dari itu, pembangunan masyarakat merupakan proses yang berkesinambunga. (Soetomo:1995,hal. 110)

Kondisi perekonomian Indonesia sekarang ini mengalami masa keterpurukan yang ditandai dengan hancurnya sistem perekonomian yang telah dibangun selama ini serta bertambahnya jumlah penduduk miskin sebagai dampak krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1998. Berdasarkan data BPS tahun 1998 jumlah penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86%. Kemudian jumlah penduduk miskin ini berdasarkan data BPS tahun 2003 yakni 37,34 juta jiwa atau 17,42%. Sedangkan menurut data BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 bahwa jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebesar 1,33 juta orang atau sebesar 12,31 persen dari total jumlah penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk Sumatera Utara yang tergolong miskin hanya 1,23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Namun, karena terjadinya krisis moneter secara maksimal termasuk di Sumatera Utara, penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999 meningkat menjadi 16,74 persen dari total penduduk Di Sumatera Utara yaitu sebanyak 1,97 juta jiwa. Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin baik secara absolut maupun secara persentase,


(12)

yaitu menjadi 1,89 juta jiwa atau sekitar 15,89 persen. Sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau sekitar 14,93 persen. Kemudian pada tahun 2005 penduduk miskin turun menjadi 1,76 juta jiwa (14,28 %). Namun akibat dampak kenaikan BBM pada Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa (15,66%).

Melihat berbagai media yang ada dapat dilihat bahwa proses pembangunan yang diharapkan Pemerintah ternyata tidak berjalan dengan lancar. Banyak kendala yang dihadapi oleh Pemerintah dalam proses pencapaiannya. Di tengah perjalanan menuju masa membangun Negara Indonesia dihadapi dengan permasalahan krisis perekonomian dunia. Dimana krisis perekonomian ini menyangkut pada masalah yang sangat vital yakni bahan bakar minyak yang disingkat dengan BBM. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga BBM pada bulan Maret rata-rata 29 persen dan Oktober tahun 2005 hingga mencapai 126% membuat masyarakat menjadi gelisah untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari. Dampak dari kebijakan tersebut dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang berada pada garis kemiskinan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009 pemerintah menargetkan pengurangan angka kemiskinan dari 18,2 persen tahun 2002 menjadi 8,2 persen tahun 2009. Adapun angka pengangguran terbuka diharapkan turun dari 8,1 persen tahun 2002 menjadi 6 persen tahun 2009. Dengan kenaikan harga pangan dan BBM, orang miskin berpotensi meningkat sebesar 15 persen, atau tambahan 19,01 juta jiwa lebih (sehingga total orang miskin mencapai 56,6 juta jiwa) pada tahun ini;sementara tambahan pengangguran terbuka baru bisa


(13)

mencapai 18,61 jiwa sehingga total pengangguran terbuka mencapai 29,94 juta jiwa.(Kompas: 19 Mei 2008: 06)

Sebagaimana diketahui, tujuan utama pembangunan masyarakat adalah peningkatan taraf hidup. Dengan demikian, kondisi yang menunjukkan adanya taraf hidup yang rendah merupakan sasaran utama usaha perbaikan dalam rangka pembangunan masyarakat tersebut. Kondisi kemiskinan dengan berbagai dimensi dan implikasinya merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang menuntut pemecahan. Pembangunan masyarakat diharapkan akan dapat tampil sebagai salah satu alternatif untuk melakukan upaya pemecahan masalah dan perbaikan kondisi tersebut. (Soetomo:1995,hal.116)

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang

ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan

ketidakberdayaan. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalil apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Kemiskinan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang terjadi terus menerus dan

kemiskinan sementara (transient poverty) yang ditandai dengan menurunnya

pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi krisis dan bencana alam.(Grafika:2001, hal.53)

Menyangkut hal di atas, dimana kenaikan harga BBM sangat berpengaruh pada semua lapisan masyarakat khususnya pada perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah atau masyarakat miskin maka pemerintah membuat program


(14)

yakni pemberian bantuan langsung tunai sebagai kompensasi dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak atau disingkat dengan BLT kepada penduduk miskin.

Namun demikian, rencana pembangunan pemerintah yang dibuat harus sejalan dengan apa yang terjadi di lapangan. Ternyata di tengah kondisi Indonesia yang mengalami krisis perekonomian yang berkaitan dengan dunia Internasional memaksa pemerintah untuk membuat kebijakan dengan menaikkan harga BBM sebanyak dua kali dalam setahun pada tahun 2005 setinggi 29 % dan 126 % pada bulan Maret dan Oktober.

Krisis harga minyak dunia menyebabkan naiknya harga minyak dunis hingga mencapai lebih dari 100 perbarel menciptakan dilema bagi pemerintah. Menurut Bambang Heru dalam tulisannya menyebutkan bahwa ada dua kelompok yang pro dan kontra terhadap naikknya harga BBM. Kelompok pertama adalah mereka yang menikmati pertumbuhan ekonomi dan agak tidak peduli dengan inflasi. Kelompok kedua, mereka yang berpenghasilan tidak tetap, bahkan tak menentu, sedikit tersentuh pertumbuhan ekonomi, dan rentan kenaikkan harga bahan bakar pokok. Jika dilakukuan voting kata Bambang maka yang menang adalah kelompok kedua. Namun, pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM dengan alasan pemerintah tidak sanggup mensubsidi BBM karena akan terjadi defisit pada APBN.

Walaupun keputusan kenaikkan harga BBM pada tahun 2005 yang secara otomatis diikuti oleh naikknya harga kebutuhan barang pokok membuat gelisah kelompok kedua yang dijelaskan diatas yang merupakan sebagian besar pada kelas menengah kebawah dan berada pada garis kemiskinan. Maka dari itu, seiring dengan naiknya harga BBM yang pastinya akan membawa dampak,


(15)

pemerintah membuat suatu program sebagai kompensasi dari kenaikkan harga BBM sebagai subsidi bagi masyarakat miskin. Persiapan kebijakan ini yang dinilai terlalu terburu-buru dan bersifat reaksioner ini dalam perjalannya mengalami berbagai hambatan. Program ini disebut dengan Bantuan Langsung Tunai.

Dana tunai atau bantuan langsung tunai tak bersyarat yang dilakukan pemerintah pada tahun 2005 diperuntukkan bagi masyarakat miskin agar tidak terlalu merasakan dampak dari kenaikkan harga BBM. Dasar pemerintah dalam membuat kebijakan program BLT ini adalah untuk membantu masyarakat miskin atau masyarakat yang berada pada kelompok kedua (menurut Bambang Heru) yang dengan pasti akan merasakan dampak dari kenaikkan harga BBM. Selain itu BLT diberlakukan sebagai kompensasi dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak kepada penduduk miskin. Tidak adanya lagi subsidi untuk BBM pada tahun 2005 dinilai pemerintah akan menambah jumlah APBN dan akan terjadi defisit kas negara. Maka dari itu BLT ini dicanangkan sebagai kompensasi bagi penduduk miskin.

Kriteria mereka yang berhak menerima BLT meliputi masyarakat sangat

miskin, miskin, dan mendekati miskin (near poor) berdasarkan definisi konsumsi

kalori atau pengeluaran. Jumlah mereka yang berhak mendapat BLT ini mencapai 62 juta orang (15,5 juta KK) atau 28 persen dari total jumlah penduduk. Oleh BPS, kriteria rumah tangga miskin ini dirinci lagi menjadi 14 variabel yang diperoleh dari hasil kajian selama bertahun-tahun.( Grafika:2001,hal.53)

Namun, meskipun yang near poor sudah di-cover, di lapangan jumlah orang yang mendaftar di posko ternyata terus membengkak. Euforia kemiskinan


(16)

membuat banyak orang mendadak merasa miskin atau jatuh miskin pasca kenaikan harga BBM. Membengkaknya jumlah orang miskin ada juga yang disebabkan oleh adanya petugas pendata atau aparat desa yang nakal, yang dengan sengaja memasukkan anggota keluarga atau kerabatnya yang sebenarnya tidak miskin. Apalagi, sebelum pencacahan dilakukan, sejumlah pejabat tinggi negara di media massa sudah berkoar-koar bahwa pemerintah akan memberikan bantuan Rp 2,5 juta bagi setiap rumah tangga miskin sebagai kompensasi kenaikan harga BBM dan Presiden sendiri sudah wanti-wanti jangan sampai ada satu rumah tangga miskin pun yang terlewat.( Sutan : 2007)

Selain faktor naiknya harga BBM yang berperan besar terhadap naiknya jumlah penduduk miskin sampai dua kali lipat untuk tahun 2005, faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan yang dilakukan, semuanya berorentasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah. Di samping itu, kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tersebut, banyak menemui kendala terutama pada tataran implementasinya.

Program BLT untuk pertama kalinya dilakukan pemerintah pada tahun 2005 dan sudah ada beberapa kajian yang dilakukan oleh beberapa orang peneliti dalam penerapannya. Menurut Budi Purnomo seorang alumnus Australian National University program BLT untuk keluarga miskin (gakin) rawan penyelewengan, mulai dari jual beli kartu kompensasi BBM hingga uang jasa dan biaya transportasi pengambilan subsidi yang membebani. Sejak dikucurkan terdapat orang-orang yang tak merasa malu mengaku miskin hanya karena


(17)

menginginkan BLT itu. Logikanya, seseorang enggan disebut miskin. Namun kini gakin populer karena mendapat BLT. Kenyataan bahwa berlomba-lombanya masyarakat mendapatkan status miskin, menunjukkan rasa malu individu hilang ketika hal itu dilakukan secara kolektif. Dinilainya lagi bahwa BLT Rp 300.000,- yang tak mungkin mencukupi belanja tiga bulan akibat meroketnya harga-harga, hanya merupakan proses penumpulan daya pikir dan memacu budaya instan, santai dan konsumtif masyarakat. Ini jelas bukan pengentasan kemiskinan, tapi proses pemiskinan mutlak yang diperparah oleh kecurangan dan ketidakadilan dari lembaga-lembaga terkait. Bahkan tak sedikit warga miskin yang mengeluh karena tidak didata sebagai gakin.

Menurut Andreas A.Yewangoe seorang peneliti tentang masalah sosial, BLT tahun 2005 kita menyaksikan Waginem (80), Wadiman (70), dan Kasipah (80) menghembuskan napas terakhir secara mengenaskan saat antre untuk mendapatkan dana bantuan langsung tunai. Selain itu seorang Ketua RT ditikam mati oleh massa yang tidak puas dengan cara pembayaran bantuan langsung tunai. Kita bisa menarik banyak sekali pelajaran dari peristiwa Waginem, Wadiman, dan Kasipah yang mengenaskan itu. Setidak-tidaknya kita sekarang menyadari apa yang disebut subsidi yang dialihkan itu tidak bisa dilaksanakan tanpa persiapan- persiapan memadai. Bahkan, bukan sekadar memadai, melainkan sebaik-baiknya. Ketika pemerintah memutuskan untuk mengalihkan subsidi BBM kepada kaum miskin, terpikirkah mereka betapa rumit pelaksanaannya apabila tidak diatur dengan baik sebelumnya?

Dari berbagai informasi kita mendengar, untuk menentukan kriteria miskin saja, tidaklah sederhana. Lalu terjadilah ironi ini, ketika yang


(18)

sungguh-sungguh miskin tidak didaftarkan sebagai orang miskin, sementara yang tidak miskin, tanpa malu-malu ikut antre memperebutkan jatah yang tidak diperuntukkan bagi mereka. Lebih mendalam dari itu, cara pembagian bantuan langsung yang terkesan tanpa persiapan matang itu, makin tidak mendidik masyarakat kita memecahkan persoalan secara strategis dan substansial. Sebaliknya hanyalah pemecahan parsial belaka. Kalau kita ingin menjadi bangsa besar yang disegani di mana-mana, maka kemampuan memecahkan masalah secara mendasar mestilah nyata dari sekarang.

Adapun kasus yang lain menurut Dedi Muhtadi yakni Wage Utin (23), bapak muda warga kawasan Raden Saleh, Jakarta Pusat, uang Rp 300.000 dari bantuan langsung tunai atau BLT tidak langsung habis, tapi dibelikan baju untuk ketiga anaknya Rp 150.000. Setengahnya lagi dijadikan modal dagang minuman dan makanan ringan yang dikelola istrinya di pinggiran Sungai Ciliwung.Dari warung depan rumah itu istrinya mendapat Rp 10.000-Rp 15.000 setiap hari. Lumayan, hasil ini mengurangi jajan anak-anak, ujar karyawan Wartel bergaji Rp 400.000 ini. Walaupun hanya setengahnya, bantuan ini bergulir pada modal dagang keluarga. Namun, berapa orang dari 15,5 juta keluarga miskin yang menggunakan bantuan itu, seperti Wage, tidak diketahui karena tidak terprogram dan tak ada sistem monitoring. Menurutnya lagi program BLT yang dinilainya

program belas kasihan yang tidak kasihan ini tergolong unconditional cash

transfer, termasuk tak mendidik masyarakat untuk giat bekerja keras. Program ini membodohi masyarakat miskin dan membuat mereka malas. Program ini seperti uang kadeudeuh (yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jabar kepada anggota DPRD) atau money politic dari pemerintah. Seperti diungkapkan Menteri


(19)

Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), pemerintah sadar betul, kebijakan BBM bukan tidak ada dampak negatifnya. Empati yang amat besar justru ditujukan bagi rakyat miskin dan keberlangsungan ekonomi bangsa. Hal ini yang menyebabkan keputusan terasa lamban karena berbagai aspek dipertimbangkan dengan matang.

Harapan untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi masih dimungkinkan, sepanjang pemerintah mampu menciptakan terobosan melalui berbagai kebijakan ekonomi (perbaikan pada sektor bisnis, investasi dan perpajakan) dan kebijakan publik (perbaikan di bidang pelayanan, keamanan dan prasarana). Pengetahuan pemerintah mengenai potensi ekonomi daerah merupakan hal yang penting.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memilih Kelurahan Mangga sebagai tempat penelitian untuk melihat kebenaran dari pelaksanaan Program BLT tepat sasaran secara ilmiah dan manfaat BLT bagi penerima bantuan. Program BLT yang diterapkan Pemerintah menjadi latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian di daerah tersebut dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan”.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Evaluasi Pelaksanaan

Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan?”


(20)

3. Pembatasan Penelitian

Adapun pembatasan penelitian ini adalah program bantuan langsung tunai 2007 dan 2008 di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan.

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4.1. Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program BLT di Kelurahan

Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

2. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat di Kelurahan Mangga

Kecamatan Medan Tuntungan

3. Untuk Mengetahui manfaat pelaksanaan program BLT di Kelurahan

Mangga Kecamatan Medan Tuntungan

4.2. Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan

pemerintah dalam pembangunan yang berkaitan dengan kesejahteraan keluarga miskin.

2. Sebagai bahan referensi bagi para pengamat, peneliti, serta umum tentang

pelaksanaan, manfaat, hambatan-hambatan dalam program yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.


(21)

5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah terdiri dari enam bab seperti yang diuraikan berikut ini :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesa, defenisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, tehnik pengumpulan data dan tehnik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum tentang lokasi dimana penulis melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan bagaimana menganalisa data yang diperoleh dari penelitian.

BAB VI : PENUTUP


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan mengukur dan menilai. Mengukur lebih besifat kuantitatif, sedangkan menilai lebih bersifat kualitatif. Namun secara umum orang hanya mengidentikkan kegiatan evaluasi sama dengan menilai, karena aktifitas mengukur sudah termasuk didalamnya. Dan tak mungkin melakukan penilaian tanpa didahului oleh kegiatan pengukuran (Arikunto, 1989). Pengukuran dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil tes terhadap standar yang ditetapkan. Perbandingan yang telah diperoleh kemudian dikualitatifkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Viviane dan Gilbert de Lansheere dalam bukunya menyatakan bahwa evaluasi adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penentuannya bisa dilakukan salah satunya dengan cara pemberian tes kepada pembelajar. Terlihat disana bahwa acuan tes adalah tujuan pembelajaran.

Evaluasi merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran. Dia adalah salah satu alat untuk menentukan apakah suatu pembelajaran telah berhasil atau tidak. Evaluasi keterampilan berbahasa umumnya dilakukan dalam dua bentuk yaitu evaluasi secara tertulis (évaluation à l'écrit) dan evaluasi secara lisan (évaluation à l'oral).


(23)

2.1.2 Fungsi Evaluasi

Dalam proses pembelajaran, terdapat tiga fungsi besar evaluasi. Tagliante (1996) menyebutnya "Trois grands fonctions de l'évaluation." Tiga fungsi itu adalah:

1. fungsi pronostik,

2. fungsi diagnostik

3. fungsi sertifikasi.

Pertama, fungsi pronostik, yaitu tes awal proses pembelajaran untuk mengetahui kondisi obyektif dari pembelajar. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menentukan dimana posisi pembelajar, misalnya apakah dia termasuk pemula dalam sebuah materi atau dia sudah pantas menerima kelanjutan materi tersebut dalam pembelajaran yang dilaksanakan.

Fungsi pronostik juga berguna untuk memprediksi kompetensi lanjutan yang mungkin dapat dicapai oleh pembelajar. Artinya, dengan hasil tes yang ada, dapat direncanakan kompetensi apa yang dapat dikuasai pada tahap berikutnya. Menyamaratakan kemampuan pembelajar pada awal proses akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pembelajar itu. Selaku pembelajar, tiap individu berbeda-beda kemampuan dasarnya. Perbedaan itu harus dicermati dan diakomodir dengan memberikan perlakuann yang berbeda juga. Perbedaan itu meliputi pemberian materi lanjutan yang akan dibahas, penugasan, dan penghargaan. .

Penghargaan di sini lebih bersifat penguatan (réinforcement). Ini

berhubungan dengan kejiwaan. Penghargaan minimal yang bisa diberikan adalah dengan "ucapan selamat" atas usahanya untuk mengetahui sesuatu lebih cepat dari


(24)

orang lain. Dari segi proses dan pemilihan materi bahasan memang sedikit agak menyulitkan pengajar dalam mengelola kelas. Namun itu akan berakibat kondusifnya suasana kelas yang dapat mengarahkan pembelajarnya lebih berprestasi lagi. Akan tercipta situasi yang penuh dengan kompetisi sehat yang menjadi pemicu bagi setiap individu untuk tampil. Atmosfer akademik dalam suasana saling berkompetisi sangat berkontribusi terhadap hasilnya.

Memberi perlakuan yang sama berarti kurang menghargai kemampuan seseorang yang lebih dari yang lainnya. Bagi pengajar, menyamakan atau generalisasi ini akan mempermudah dia dalam bertugas. Namun efek yang bisa timbul adalah munculnya kebosanan dan rasa pesimis dari mereka yang memiliki kemampuan lebih.

Fungsi diagnostik, yaitu evaluasi yang menganalisis kemampuann pembelajar pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Fokusnya adalah membantu mereka bagaimana supaya mampu memiliki kompetensi sesuai dengan yang diharapkan. Evaluasi ini berlangsung sepanjang proses pembelajaran. Tujuan utamanya adalah membantu pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri.

Evaluasi diagnostik, memungkinkan seorang pengajar mempertahankan metode yang digunakan atau segera menggantinya. Fungsi ini dapat diwujudkan dalam bentuk tes formatif, yang mengevaluasi pembelajar pada setiap sub pokok bahasan, atau sub unit suatu pelajaran. Jadi, tes itu tidak hanya dilakukan sekali diakhir suatu periode pembelajaran, melainkan ada tes-tes pengontrol atau pendamping dari tes akhir. Bentuk dan pelaksanaannyapun tidak sekaku yang ada selama ini, seperti mid semester, tidak, tapi bisa lebih dinamis, yang sedemikian rupa bisa dirancang oleh pengajar.


(25)

Fungsi sertifikasi. Evaluasi saat ini berguna untuk menyatakan kedudukan atau peringkat seseorang dalam sebuah pembelajaran. Evaluasi dilaksanakan di akhir sebuah periode pembelajaran, umpama di akhir semester, program, paket, atau tingkat. Fungsi sertifikasi dalam evaluasi pembelajaran sama sekali tidak menggiring pembelajar untuk meningkatkan kemampuan akademisnya, karena dia dilaksanakan terakhir. Tujuannya hanya menyatakan status dan mendapatkan laporan hasil belajar atau sertifikat

2.2 Pengertian Program

Program adalah cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut.

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek, yang antara lain adalah:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai

2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian

tujuan itu

3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dengan prosedur yang harus

dilalui

4. Adanya perkiraan anggaran yang perlu atau dibutuhkan


(26)

Unsur keduanya yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan.

2.3 Bantuan Langsung Tunai

Program BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan oleh pemerintah dan mempunyai tujuan yang utamanya adalah untuk membantu masyarakat yang tergolong miskin, lebih tepatnya membantu rumah tangga yang tergolong miskin, karena dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri. BLT adalah program kompensasi jangka pendek dengan maksud, agar tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran, yaitu rumah tangga yang tergolong sangat miskin, miskin dan dekat dengan miskin (near poor), tidak menurun pada saat terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri. Dengan demikian walaupun program BLT bukan satu-satunya program yang berkenaan dengan pemecahan masalah kemiskinan, diharapkan dapat mendorong penanggulangan tingkat kemiskinan, khususnya saat terjadi kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok menuju keseimbangan yang baru.

Program BLT pertama kali dilaksanakan pada tanggal 10 September 2005, dimana pembahasan ini dilanjutkan pada taraf pelaksanaan melalui rapat koordinasi tingkat menteri pada tanggal 16 September 2005, yang memandang bahwa pelaksanaan BLT sudah siap dilaksanakan, maka berlangsunglah program ini pada bulan Oktober


(27)

sejumlah ketua rt mundur di bayumas dan purbalingga) diakses pada tanggal 21 Juni 2011 pukul 17.45.

BLT disalurkan tahun 2008 berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan BLT untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS). Program BLT ini dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Proses pembagian kartu dan vertifikasi awal rumah tangga sasaran oleh PT

POS, BPS dan aparat desa/kelurahan.

2. Proses vertifikasi menyeluruh

3. Penetapan direktori baru rumah tangga sasaran oleh BPS

4. Proses sosialisasi

5. Proses penyaluran dana

BLT adalah sejumlah uang tunai yang diberikan pemerintah kepada rumah tangga yang termasuk dalam kategori miskin, BLT dibagikan kepada Rumah Tangga Sasaran dalam kurun waktu pertiga bulan sebesar Rp 300.000. Adapun tujuan dari BLT adalah untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, serta mencegah penurunan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi dan juga

meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.

di bayumas dan purbalingga) diakses pada tanggal 21 Juni 2011 pukul 17.45.

Harapan pemerintah pada masyarakat penerima BLT adalah dapat dan mampu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebijakan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak ini juga dilanjutkan dengan kebijakan lain, seperti pemberdayaan melalui Program


(28)

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, sehingga skema perlindungan sosial bagi masyarakat miskin tetap mendorong keberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pada tahun 2005-2006 pemerintah melaksanakan skema Program Kompensasi Penghapusan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) meliputi:

1. Bidang pendidikan, untuk menyukseskan program wajib belajar 9 tahun

melalui pemberian Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (KBM)

2. Bidang kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

melalui sistem jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, yang meliputi layanan kesehatan dasar, layanan kesehatan rujukan dan pelayanan penunjang lainnya. Bidang infrastruktur di desa tertinggal (jalan, jembatan, air bersih, sanitasi, tambatan perahu, irigasi desa sederhana dan penyediaan listrik bagi daerah yang betul-betul memerlukan).

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara R.E Nainggolan mengemukakan sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 tentang Pelaksanaan BLT kepada rumah tangga miskin, maka terdapat beberapa hal penting yang perlu dipahami dan dipedomani, yaitu :

1. Badan Pusat Statistik Provinsi agar memperhatikan petunjuk Pelaksanaan Penetapan Rumah Tangga Sasaran Tahun 2008 yang


(29)

diterbitkan oleh BPS, agar tetap berkoordinasi dengan aparat pemerintah daerah dalam hal ini Lurah/Kepal Desa dan Camat.

2. PT Pos Indonesia Cabang Medan agar memperhatikan petunjuk Pendistribusian Kompensasi Bahan Bakar Minyak Tahun 2008 yang diterbitkan oleh PT Pos Indonesia, yang dalam pendistribusian ini diharapkan dapat bekerja sama dengan aparat Desa/Kelurahan dan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, yaitu Karang Taruna Siaga Bencana dan tokoh masyarakat.

3. Pemerintah Kota Medan, diharapkan melakukan koordinasi dengan Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Medan dan para Camat serta Lurah agar mendukung kelancaran pelaksanaan program BLT.

4. Kepada Bapak Kapolda Sumut, diminta untuk menghimbau seluruh jajarannya melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap sasaran penerima BLT atau Rumah Tangga Sasaran dan Badan Infokom Provinsi Sumatra Utara, agar mesosialisasikan program BLT Rumah Tangga Sasaran kepada seluruh masyarakat Sumatra Utara melalui media massa dan media elektronika.

5. Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, diharapkan melaksanakan monitoring dan evaluasi guna mengidentifikasi berbagai hal yang muncul dalam pelaksanaan BLT sehingga memberi kesempatan kepada pelaksanaan program untuk melakukan perbaikan yang diperlukan .

6. Guna mengetahui kesiapan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam Peluncuran Program BLT bagi rumah tangga sasaran, diminta kepada BPS Sumut, PT Pos Indonesia (Persero) Cabang Medan dan Kepala Dinas


(30)

Sosial Provinsi Sumatera Utara memaparkan persiapan pelaksanaan

peluncuran BLT Rumah TanggaSasaran

(http://wwwbainfokomsumut.go.id/open.php?id=391&db=artikel) diakses 10 oktober 2009, pukul 17.30 Wib).

Kepala Dinas SU mengatakan bahwa jumlah dana yang harus disalurkan adalah Rp. 26.142.600,- ke 21 Kecamatan dengan Rumah Tangga Sasaran (RTS) 87.142 KK. Penyaluran BLT ini juga akan dilanjutkan setelah 3 bulan tahap I selesai. Apapun Panduan Operasional Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Rumah Tangga Sasaran adalah sebagai berikut :

1. Petunjuk Pelaksanaan Pendapatan RTS tahun 2008 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

2. Petunjuk Pendistribusian Kartu Konpensasi diterbitkan oleh PT Pos Indonesia.

3. Petunjuk teknis tentang Pelaksanaan Penyaluran BLT Kepada Rumah Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak yang diterbitkan oleh Departemen sosial.

4. Petunjuk teknis pengendalian BLT di daerah kepada Rumah Tangga Sasaran yang diterbitkan oleh Departemen Dalam Negeri.

Sedangkan tahapan penyaluran dana BLT kepada Rumah Tangga Sasaran adalah sebagai berikut :

1. Penyiapan Data Rumah Tangga Sasaran Oleh BPS Pusat 2. Daftar nama dan alamat diolah dan disimpan oleh databesed

3. Nama dan alamat Rumah Tangga Sasaran diberikan ke PT. Pos Indonesia 4. PT. Pos Indonesia tidak diperkenankan melakukan perubahan data


(31)

5. PT. Pos Indonesia mencetak Kartu Kompensasi Bahan Bakar Minyak (KKB) sesuai data

6. KKB ditandatangani oleh Menteri Keuangan RI

7. Departemen sosial menempatkan dana BLT di Rekening Giro

Departemen Sosial di Kantor Cabang BRI dan memerintahkan BRI memindahbukukan dana BLT ke Rekening Giro Kantor Pos di Kantor Cabang BRI seluruh Indonesia

8. Kartu yang dicetak didistribusikan langsung kepada Rumah Tangga Sasaran

9. Pemegang kartu mendatangi lokasi kantor bayar/kantor pos yang ditunjuk sesuai informasi dalam kartu yang ditentukan kantor pos

10. Pembayaran dilakukan atas dasar kepemilikan kartu

11. PT. Pos Indonesia menyampaikan laporan bulanan ke Departemen Sosial Kepala BPS Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA, mengemukakan bahwa Pemerintah saat ini akan berupaya menurunkan jumlah penduduk miskindari 16,7% pada tehun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Strategi utama yang ditempuh pemerintah adalah dengan cara meningkatkan pendapatan penduduk, dan menurunkan beban hidup penduduk miskin. Bapak Drs Alimuddin Sidabalok MBA mengemukakan, bahwa penerimaan BLT dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kriteria, yaitu :

1. Secara konseptual, RTS adalah rumah tangga yang memenuhi minimal 9


(32)

2. RTS terdiri dari tiga kelompok, yaitu RTS sangat miskin (memenuhi 13-14 kriteria), RTS miskin (memenuhi 11-12 kriteria), dan RTS mendekati miskin (memenuhi 9-10 kriteria).

3. Pemenuhan kriteria/variable Rumah Tangga Sasaran pada batas kebutuhan dasar minimal yang dinyatakan dalam ukuran garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan

Pengelompokan rumah tangga sasaran berdasarkan pendapatan menurut beliau dapat dikelompokkan menjadi Rumah Tangga Tidak Miskin Rp. 120.000/jiwa/bulan , diakses 10 Mei 2011 pukul 18.00.) Dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui program BLT, BPS pun telah menetapkan 14 kriteria keluarga miskin seperti yang telah disosialisasikan oleh Departemen Komunikasi dan Informasi 2005, rumah tangga yang memiliki cirri rumah tangga miskin yang berhak adalah rumah tangga yang memiliki ciri-ciri seperti disajikan pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Kriteria Rumah Miskin No

. Variabel Kriteria Rumah Miskin

1 Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 meter per orang

2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal Bambu/Kayu berkualitas rendah

atau Kayu Murahan

3 Jenis dinding tempat tinggal Bambu/Rumbiah,Kayu berkualitas


(33)

4

Fasilitas tempat buang air besar

Tidak memiliki WC sendiri atau

WC umum digunakan secara

bersama-sama

5 Sumber penerangan rumah tangga Tidak menggunakan listrik

6 Sumber air minum Air sungai, air hujan

7 Bahan bakar untuk memasak

sehari-hari Kayu bakar, arang, minyak tanah

8 Konsumsi daging/susu ayam

perminggu Satu kali dalam satu minggu

9 Pembelian baju baru untuk setiap

ART dalam setahun Satu kali dalam satu tahun

10 Makanan untuk sehari dalam

setiap ART Satu atau dua kali dalam satu hari

11 Kemampuan untuk membayar ke puskesmas / poliklinik

Tidak mampu menanggulangi sendiri biaya berobat ke dokter, klinik atau puskesmas

12 Sumber penghasilan kepala rumah tangga

Petani dengan luas lahan 0,5 ha buruh tani perkebunan atau pekerja lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000/bulan

13 Pendidikan tertinggi kepala rumah

tangga keluarga

Tidak sekolah, tidak tamat SD, hanya tamat SD

14 Kepemilikan aset tabungan

Tidak mempunyai tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000, seperti sepeda motor

2.3.1 Tujuan Program BLT

Program BLT dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi RTS sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Tujuan BLT adalah:


(34)

1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar.

2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat

kesulitan ekonomi

3. Meningkatkan tanggungjawab sosial bersama (Depsos RI : 2008)

2.3.2 Sasaran Program BLT

Dasar hukum pelaksanaan program BLT adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 tentang Pelaksanaan Program BLT untuk rumah tangga sasaran. RTS adalah rumah tangga yang masuk dalam katagori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin sesuai dengan hasil pendataan BPS.

Ada 14 indikator identifikasi dari BPS kriteria rumah tangga miskin adalah :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal : Kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal : Tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal : Bambu/rumbia/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester.

4. Fasilitas tempat buang air besar : Tidak punya/bersama-sama dengan

rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga : Bukan listrik

6. Sumber air minum : Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari : Kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Konsumsi daging/susu/ayam per minggu : Tidak pernah/hanya satu kali


(35)

9. Pembelian pakaian baru untuk setiap art dalam setahun : Tidak pernah/satu stel dalam setahun.

10.Makanan dalam sehari untuk setiap art : Hanya satu kali makan/dua kali

makan sehari.

11.Kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik : Tidak

mampu membayar.

12.Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga : Petani dengan luas lahan

0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,-perbulan.

13.Pendidikan tertinggi kepala keluarga: Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya

tamat SD.

14.Pemilikan aset/tabungan: Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual

dengan nilai minimal Rp. 500.000,- setiap sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal, motor, atau barang modal lainnya (BPS : 2005)

2.3.3 Organisasi Pelaksana Penyaluran Dana BLT-RTS

Pelaksana Program BLT bagi RTS adalah Departemen Sosial selaku Kuasa Pengguna Anggaran dibantu oleh pihak-pihak terkait yang telah ditetapkan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran. Penyaluran BLT-RTS merupakan suatu bentuk kerjasama yang didasarkan pada fungsi dan tugas pokok, sehingga setiap lembaga bertanggung-jawab terhadap kelancaran bidang tugas masing-masing. Bentuk kerjasama dimaksudkan untuk mempercepat


(36)

proses penyaluran dana BLT-RTS kepada kelompok sasaran sehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal.

Untuk meningkatkan sinergi pelayanan secara maksimal, maka masingmasing lembaga saling berkoordinasi dan dalam pelaksanaan Program BLT difasilitasi penyediaan Unit Pelaksana Program BLT (UPP-BLT) dari tingkat pusat sampai dengan kecamatan. Tugas pokok dan tanggung jawab dari instansi dapat dilihat dari Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Program BLT untuk RTS yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Departemen Sosial

Departemen Sosial memiliki kewajiban untuk menyiapkan dana berdasarkan daftar nominative dan menyampaikan surat perintah kepada PT Pos Indonesia untuk membayarkan dana BLT untuk rumah tangga sasaran. Kerjasama dengan PT Pos Indonesia (Persero) dan PT BRI (Persero) Tbk untuk menyalurkan dana tersebut sesuai dengan daftar nomative penerima BLT yang disampaikan oleh BPS. Untuk kejelasan bagaimana proses penyalurannya, Departemen Sosial berkewajiban untuk membuat dan menyusun petunjuk teknis penyaluran BLT bersama dengan Bapenas, Menko Kesra, Depdagri, BPS, PT Pos Indonesia (Persero) dan PT BRI (persero) Tbk. Sebagai pertanggungjawaban terhadap pemerintah, Departemen Sosial berkewajiban membuat laporan pelaksanaan kepada Presiden RI tentang pelaksanaan penyaluran BLT (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

2. PT. Pos Indonesia (Persero)

Adapun kewajiban dari PT.Pos Indonesia untuk program BLT dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak adalah


(37)

menyiapkan rekening Giro Utama di Bank Rakyat cabang Jakarta Veteran yang berfungsi untuk menampung dana BLT dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Departemen Sosial yang akan disalurkan kepada rekening giro Kantor Pos. Mencetak dan menyalurkan KKB (Kartu Kompensasi BBM) ke KPRK (Kantor Pos Pemeriksa) seluruh Indonesia berdasarkan daftar nominative, selanjutrnya KPRK menyalurkan KKB kepada RTS bekerjasama dengan aparat desa setempat, TKSM (Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat) dan aparat keamanan bila diperlukan.

Dalam hal ini PT.Pos Indonesia melaporkan realisasi penyaluran KKB kepada Departemen Sosial dan selanjutnya menyampaikan rencana penyaluran dana BLT. Mencetak KKB baru untuk RTS pengganti yang telah ditetapkan melalui musyawarah rembug desa dan telah dilegalisir oleh Kades/Lurah. Membayarkan dana BLT-RTS sesuai dengan daftar nomativ dan realisasi penyaluran KKB. Pembayaran dana BLT-RTS dilakukan atas dasar KKB pemilik RTS dengan menunjukkan identitas atau bukti diri yang sah. Menyediakan fasilitas kotak pos pengaduan pelaksanaan pembayaran dana BLT. Membuat laporan pelaksanaan Program BLT-RTS sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki kepada Mentri Sosial (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

3. Bank Rakyat Indonesia

Bank Rakyat Indonesia memiliki peran untuk menyiapkan dana BLT atas permintaan PT.Pos Indonesia. BRI juga membebaskan biaya administrasi pembukaan rekening dan membebaskan atas kewajiban setoran pertama dalam


(38)

pembukuan giro di kencana BRI Jakrta Veteran dan Kencana BRI seluruh Indonesia. Demi kelancaran dalam proses penyaluran dan segala administrasi dana BLT, BRI memberikan kemudahan kepada PT Pos Indonesia untuk memindahbukukan dana dari rekening giro Kantor Pos seluruh Indonesia. Sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawab, BRI juga menyampaikan laporan keuangan mutasi rekening giro utama dari giro Kantor Pos melalui layanan Cash Management BRI (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

4. Badan Pusat Statistik

BPS memiliki peran dan kewajiban untuk menyediakan data RTS penerima BLT yang dikatagorikan rumah tangga sangat miskin, rumah tangga miskin, rumah tangga hampir miskin. Kegiatan untuk menyediakan data tersebut dilakukan dengan updating lapangan, verifikasi dan evaluasi RTS oleh petugas BPS dan mitra serentak di seluruh Indonesia dan sebagai bentuk tanggungjawab atas proses menyediakan data, BPS juga memiliki kewajiban untuk membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

5. Dinas Sosial Provinsi

Dinas Sosial Provinsi memiliki kewajiban antara lain:

a) Mengelola Unit Pelaksana BLT pada tingkat provinsi dan struktur

pelaksanaanya.

b) Melakukan pembinaan, supervisi dan pengawasan terhadap pelaksanaan

BLT, termasuk pengelolaan Unit Pelaksana Program BLT ditingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan.


(39)

c) Mengkoordinasi Dinas Sosial Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendampingan terhadap PT Pos pada saat pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

d) Menberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang

cacat, ibu hamil, lanjut usia dan juga RTS yang sakit)

e) Sebagai tanggungjawab Dinas Sosial Provinsi harus membuat laporan

pelaksanaan Program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

6. Dinas Sosial Kabupaten/Kota

Adapun kewajiban Dinas Sosial Kabupaten/Kota antara lain adalah :

a) Mengelola Unit Pelaksana BLT pada tingkat Kabupaten/Kota dan struktur

pelaksanaanya. Dimana ketua pengelola UPP-BLT adalah kepala dinas sosial yang bertugas secara intensif selam proses pelaksanaan Program BLT.

b) Melakukan pembinaan, supervisi dan pengawasan terhadap pelaksanaan

BLT, ditingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan.

c) Memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang


(40)

d) Sebagai tanggungjawab Dinas Sosial Kabupaten/Kota harus membuat laporan pelaksanaan Program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).

7. Tingkat Kecamatan (Camat)

a) Mengelola Unit Pelaksana Program BLT pada tingkat kecamatan.

b) Memantau mitra kerja pada tingkat kecamatan dan Desa serta keseluruhan

yang terlibat secara efektif dalam pendistribusian Kartu BLT dan

penyaluran dana BLT serta pengendalian dan pengamanan di lapangan.

c) Menyelenggarakan pelaksanaan pertemuan-pertemuan koordinasi

dengan seluruh mitra pada tingkat kecamatan.

d) Menginformasikan (sosialisasi) Program BLT kepada RTS dan

mendukung sosialisasi kepada masyarakat umum.

e) Memantau petugas Pos pada saat distribusi Kartu BLT kepada RTS.

f) Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat

pembagian Kartu dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

g) Membuat laporan pelaksanaan program BLT sesuai dengan tugas dan

kewenangan yang dimiliki secara berjenjang kepada pihak-pihak terkait termasuk Kepala Dinas Sosial Kabupaten/Kota (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).


(41)

a) Memantau petugas Pos pada saat pengecekan daftar penerima BLT dan mendistribusikan kartu kepada RTS.

b) Bersama dengan petugas Pos menentukan pengganti RTS yang

pindah, meninggal (tanpa ahli waris) maka melalui rembug desa/kelurahan yang dihadiri oleh kepala desa/lurah, badan permusyawaratan desa/kelurahan, RT, RW tempat tinggal RTS yang diganti, tokoh agama, tokoh masyarakat dan karang taruna.

c) Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat

pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.

d) Mengupayakan penyelesaian masalah yang terjadi (antara lain pada

saat penetapan RTS, distribusi kartu, penyaluran dan BLT) sesuai dengan jenis pengaduan dan tingkat kewenangannya (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008)

2.3.4 Proses Mekanisme dan Tahapan Penyaluran Dana BLT untuk RTS Secara umum tahapan yang dilaksanakan dalam penyaluran dana BLT adalah :

a) Sosialisasi Program BLT, dilaksanakan oleh Departemen Komunikasi

dan Informatika Departemen Sosial, bersama dengan Kementrian/Lembaga di pusat bersama-sama Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, aparat Kecamatan dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat, Karang Taruna, Kader Taruna Siaga Bencana (TAGANA), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), tokoh agama dan tokoh masyarakat.


(42)

b) Penyiapan data RTS dilaksanakan oleh BPS Pusat. Daftar nama dan alamat yang telah tersedia disimpan dalam sistem database BPS, Departemen Sosial dan PT Pos Indonesia.

c) Pengiriman data berdasarkan nama dan alamat RTS dari BPS ke PT Pos

Indonesia.

d) Pencetakan KKB berdasarkan data yang diterima oleh PT Pos Indonesia.

e) Penandatanganan KKB oleh Menteri Keuangan RI.

f) Pengiriman KKB ke kantor Pos seluruh Indonesia.

g) Pengecekan kelayakan daftar RTS di tingkat desa/kelurahan.

h) Pembagian KKB kepada RTS oleh petugas Pos dibantu aparat

desa/kelurahan,tenaga kesejahteraan masyarakat, serta aparat keamanan setempat jika diperlukan.

i) Pencairan BLT kepada RTS berdasarkan KKB dikantor Pos atau di

lokasi pembayaran yang telah ditentukan untuk daerah-daerah yang terpencil/sulit menjangkau Kantor Pos. Terhadap kartu penerima dilakukan pencocokan dengan daftar penerima (dapem) yang kemudian dilakukan dikenal sebagai kartu duplikat.

j) Pembayaran terhadap penerima KKB dilakukan untuk Juni s/d Agustus

sebesar Rp.300.000,- dan periode September s/d Desember sebesar Rp.400.000,-. Penjadwalan pembayaran pada setiap periode menjadi kewenangan dari PT Pos Indonesia.

k) Jika kondisi penerima KKB tidak memiliki identitas sebagai


(43)

pembayaran dilakukan dengan verivikasi bukti diri yang sah (KTP,SIM, Kartu Keluarga, Surat Keterangan dari kelurahan).

l) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BLT oleh tim terpadu.

m) Laporan bulanan oleh PT Pos Indonesia kepada Departemen Sosial

(Petunjuk Teknis Penyaluran BLT untuk RTS dalam rangka Kompensasi Pengurangan Subsudi BBM Depsos RI, 2008).

Adapun mekanisme dan tahapan administrasi diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerjasama antar Depsos, PT Pos Indonesia dan PT BRI, serta Peraturan Dirjen Perbendaharaan. Penerima BLT adalah orang yang telah ditetapkan pemerintah untuk menerima BLT sesuai dengan data. Penerima diwakili oleh kepala keluarga dalam menerima Kartu Kompensasi BBM dari BPS Kota/Kabupaten.

Kartu Kompensasi BBM disebut dengan kartu asli adalah berisikan data penerima dan dua buah carik (kupon). Carik (kupon) adalah lembar yang dapat ditukarkan oleh pemilik kartu dengan senilai uang yang tertulis didalamnya. Kartu asli dianggap sebagai barang berharga, sehingga penyalahgunaan, kehilangan ataupun kerusakan kartu asli menjadi tanggung jawab penerima dan tidak dapat diganti.

2.4 Kemiskinan

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok. Pada masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu problema sosial karena sikap yang membenci kemiskinan. Seseorang bukan


(44)

merasa miskin karena kekurangan makan, pakaian atau perumahan tetapi, karena harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada. Hal ini terlihat dikota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta. Seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi atau mobil. Lama kelamaan bendabenda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial ekonomi seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya (Soekanto, 1990 : 407).

Asumsi yang banyak dipakai menyebutkan bahwa orang Indonesia miskin karena pendidikan rendah, akses ke sumber daya ekonomi terbatas, dan kurangnya modal. Asumsi-asumsi ini pada spektrum tertentu ada benarnya. Dengan tingkat survival yang mereka capai, akan banyak ditentukan oleh spektrum bahwa manusia hidup yang lebih luas yaitu nilai-nilai dan struktur organisasi sosial dimana mereka ada didalamnya. Seseorang itu menjadi miskin juga tidak terpisahkan dari sistem sosial yang berlaku yang telah membentuk budaya kemiskinan.

Budaya kemiskinan yang dimaksud adalah sesuatu cara hidup dan cara pandang yang lemah dan gampang puas, yang dialami serta yang dilakukan bersama-sama oleh orang miskin. Jarang sekali mendapat tempat dalam suatu diskursus perencanaan penanggulangan kemiskinan. Demensi ini sengaja mengada-ngada dan produk analisasi yang sengaja oleh para ilmuan Barat mungkin untuk sekedar menjelek-jelekkan orang Indonesia (Dyayadi, 144 : 2008). Penggolongan tiga tipe orang miskin berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap bulan. Ketiga tipe-tipe tersebut adalah :


(45)

Orang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320-480 Kg/orang/tahun. Jumlah ini dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gr protein/orang/hari).

2. Sangat miskin.

Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni240-320 kg/orang/tahun.

3. Termiskin.

Orang termiskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras antar 180-240 kg/orang/tahun (Sajogyo, et.all, 1980 : 43 ).

Konsep kemiskinan yang dipakai dalam menganalisa rumah tangga miskin penerima BLT, antara lain kemiskinan absolut, kemiskinan struktural, dan kemiskinan buatan.

1. Kemiskinan Absolut

Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efesien. Orang yang dalam kondisi ini dikatagorikan dalam jenis kemiskinan absolut. Kemiskinan sangat ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi akan mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan terutama untuk orang bekerja. Garis batas minimum kebutuhan hidup ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori perkapita pertahun.

2. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural lebih menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin karena struktur masyarakat yang timpang, tidak


(46)

menguntungkan bagi golongan yang lemah. Mereka tetap miskin atau menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada sistem dan struktur masyarakat yang berlaku (Johanes, 2000:24).

3. Kemiskinan buatan.

Terjadi karena kelembagaan-kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata (White, dalam Alfian, et.all, 1980 : 43). Dilihat dari pengertiannya, konsep kemiskinan buatan dapat identik dengan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita suatu golongan masyarakat, dimana karena struktur sosial masyarakat tersebut, mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Soemardjan, dalam Alfian, et.all, 1980 : 5).

Dalam pengertian sistem, struktur dan institusi yang ada dalam masyarakat menyebabkan suatu kelompok menjadi miskin karena struktur tersebut telah menghambat mereka dalam penguasaan sumber daya serta berbagai peluang (Soetomo, 2008 : 325).

Lima karakteristik kemiskinan, antara lain adalah :

a) Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

b) Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi

dengan kekuatan sendiri.


(47)

d) Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

e) Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan

atau pendidikan yang memadai (Emil Salim, dalam Supriatna, 2000 : 124).

2.4.1 Faktor Penyebab Kemiskinan

Menurut BPS, penyebab utama kenaikan jumlah orang miskin karena adanya kebijakan kenaikan harga BBM yang dinilai over dosis secara rata-rata 126 % pada bulan Oktober 2005. Selain itu, harga beras yang terus meroket mencekik leher rakyat. F. Rahardi menulis dalam tajuk, “Ketika Orang Miskin Dipersalahkan”, bahwa Indonesia adalah negara yang jauh lebih kaya dari Thailand, Singapura, Malaysia apalagi Vietnam. Memang penduduk Indonesia lebih banyak, tetapi jelas tidak sebanyak RRC. Bedanya pemerintah negeri kita tidak bisa membuat rakyatnya produktif hingga menjadi makmur. Dalih bahwa penduduk Singapura

dan Thailand sedikit sehingga mudah diurus menjadi mentah karena RRC yang berpenduduk lebih dari 1,4 milyar (sedangkan menurut BPS 2006, penduduk Indonesia “hanya” 220 juta jiwa), namun ternyata RRC bisa mendorong rakyatnya menjadi produktif dan makmur hanya dalam waktu 20 tahun saja (Kompas, 20 September 2006)

Produktivitas dan kreativitas sangat penting dalam upaya pemberantas kemiskinan penduduk kota. Secara khusus penyebab kemiskinan adalah :


(48)

a) Rendahnya tingkat pendidikan : rendahya taraf pendidikan menyebabkan kemampuan pengembangan diri menjadi terbatas sehingga lapangan kerja menjadi sempit

b) Rendahnya tingkat kesehatan : tingkat kesehatan dan tingkat gizi yang

rendah menyebabkan daya tahan fisik, daya pikir serta prakarsa menjadi rendah pula, dengan demikian produktivitas menjadi berkurang.

c) Terbatasnya lapangan kerja : Selama lapangan kerja atau kegiatan usaha

masih ada, maka harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan masih dapat dilakukan, sebaliknya dengan sempitnya lapangan kerja akan menimbulkan kemiskinan; dan

d) Kondisi yang terisolasi, proses jual beli hasil produksi dari dan ke daerah sekitar tidak akan terjadi jika tidak ada sarana fisik sebagai penghubung sebagai jalan dan alat transportasi. Hal ini berakibat perekonomian di daerah tersebut akan berkembang (Rahardi, dalam Dyayadi, 2008 : 145).

Sebuah opini dengan judul “Islam dan strategi penanggulangan kemiskinan“ menyebutkan beberapa penyebab kemiskinan antara lain adalah pertama kemiskinan natural, seperti alam yang tandus, kering dan sebagainya. Kedua kemiskinan kultural, karena perilaku malas, tidak mau bekerja dan mudah menyerah dan yang ketiga adalah kemiskinan struktural, karena berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah pada masyarakat miskin. Kebijakan tersebut dalam bidang ekonomi, pendidikan dan sebagainya (Hafidhuddin, dalam Tabloid Jumat, 1 Juni 2007).


(49)

Ada juga opini dengan judul “Super Miskin” yang mengatakan bahwa rezim ekonomi sekarang sebenarnya sudah 40 tahun berkuasa dan hasilnya adalah peningkatan kemiskinan rakyat dan kerusakan alam Indonesia serta penambahan saldo utang luar negeri. Padahal kita tahu tidak ada satu negara pun di dunia yang terbebas dari kemiskinan karena utang luar negeri, yang terjadi justru sebaliknya. Kalau berani jujur, Indonesia justru sudah lama diperkosa untuk menyelamatkan lembaga internasional seperti Bank Dunia dengan tetap setia menjadi nasbahnya. Dengan kata lain, Indonesia yang miskin telah lama mensubsidi Bank Dunia (Fuad Bawazir, dalam Republika, 16 April 2007).

2.4.2 Penanggulangan Kemiskinan

Strategi pembangunan masyarakat dalam menangani kemiskinan akan sangat dipengaruhi oleh pendekatan dalam memahami latar belakang dan sumber masalahnya. Apabila kemiskinan dilihat sebagai akibat dari cacat dan kelemahan individual, maka strategi yang digunakan untuk pemecahannya akan lebih ditekankan pada usaha untuk mengubah aspek manusia sebagai individu atau warga masyarakat. Dalam hal ini upaya pembangunan masyarakat akan lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas manusianya sehingga akan dapat berfungsi lebih efektif dalam upaya peningkatan taraf hidupnya. Dengan peningkatan kualitas ini akan memungkinkan peningkatan kemampuan dalam mengantisipasi berbagai peluang ekonomi yang muncul disamping peningkatan kemampuan dan produktivitas kerja (Soetomo, 2008:327)

Apabila kemiskinan dianggap merupakan akibat dari kelemahan struktural dan sistem, maka strategi penanganan kemiskinan lebih dititikberatkan pada


(50)

perubahan sistem dan perubahan struktural. Melalui serangkaian perubahan ini diharapkan akan dapat terwujud adanya distribusi penguasaan sumber daya yang lebih baik. Di samping itu, perubahan struktural juga dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan lapisan miskin sehingga akan memberi peluang yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam posisi tawar. Kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural diatasi melalui berbagai perubahan struktural, perubahan kelembagaan dan perubahan dalam berbagai bentuk hubungan sosial ekonomi (Soetomo, 2008:327).

Empat bentuk partisipasi lapisan miskin dalam program pengentasan kemiskinan khususnya melalui suatu model yang disebut Community Action Programs (CAP):

1. Merupakan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pada

kebijakan program yang akan dijalankan. Dengan keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, diharapkan kepentingan dan permasalahan lapisan miskin akan dapat tercermin dalam program yang dibuat.

2. Partisipasi dalam perkembangan program. Dasar pemikirannya adalah

sebagai kelompok sasaran, lapisan miskin akan berkedudukan sebagai

konsumen program. Oleh sebab itu, agar program yang ditawarkan

betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan persoalan kelompok

sasaran, maka mereka perlu didengar pendapat dan sarannya terutama tentang kebutuhan dan kepentingan serta aspirasinya yang betul-betul riil.


(51)

3. Lebih menekankan pada keterlibatan dalam gerakan sosial, bentuk ini berangkali paling radikal dan kontroversial dibandingkan bentuk yang lain. Dalam hal ini lapisan miskin dilihat sebagi pihak yang tidak berdaya .

4. Biasanya dinilai sebagai bentuk yang paling tidak kontroversial,

berupa keterlibatan lapisan miskin didalam berbagai pekerjaan. Dasar pertimbangannya adalah bahwa mereka menjadi miskin karena terbatasnya alternatif bagi mereka untuk dapat melakukan pekerjaan guna meningkatkan pendapatan (Kramer, dalam Soetomo, 1969:4).

Keempat bentuk tersebut adalah sekedar alternatif yang ditawarkan Kramer. Alternatif mana yang dipilih akan sangat ditentukan oleh kondisi permasalahan kemiskinan yang dihadapi. Umumnya strategi penanganan kemiskinan yang bersifar nasional diusahakan menggunakan pendekatan yang komprehensif dan berusaha mengakomodasi penanganan berbagai sumber masalahnya. Berkaitan dengan hal ini, terlepas dari bagaimana implementasi penanggulangan kemiskinan secara nasional di Indonesia, menggunakan 5 strategi utama antara lain :

1. Perluasan kesempatan kepada kelompok miskin dalam pemenuhan

hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.

2. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat guna lebih memungkinkan

partisipasi kelompok miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.

3. Peningkatan kapasitas untuk mengembangkan kemampuan dasar dan

kemampuan berusaha kelompok miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.


(52)

4. Perlindungan sosial dan rasa aman terutama bagi kelompok rentan.

5. Penataan kemitraan global untuk menata ulang hubungan dan

kerjasama dengan lembaga internasional guna mendukung pelaksanaan strategi pertama sampai keempat (Komite Penanggulangan Kemiskinan : 2005)

Melihat pengalaman pelaksanaan berbagai program penanganan kemiskinan yang sudah dilakukan selama ini, pendekatan yang komprehensif memang sangat diperlukan. Pendekatan komprehensif tersebut meliputi penanganan masalah kemiskinan yang bukan hanya didekati secara darurat melalui model jaring pengaman tetapi juga yang bersifat institusional dan berkelanjutan, bukan hanya yang bersifat karitatif melainkan juga yang berdampak pengembangan kapasitas, bukan hanya pemberdayaan ekonomi melainkan juga pemberdayaan sosial dan politik. Kurang berhasilnya berbagai program penanganan kemiskinan disebabkan karena program-program tersebut terlalu berorientasi pada pemberdayaan ekonomi, bersifat sektoral dan cakupan yang terbatas. Pemberdayaan ekonomi bukannya tidak penting, akan tetapi semestinya ditempatkan sebagai sarana menuju peningkatan kualitas hidup dalam pengertian yang lebih luas (Hikmat, dalam Soetomo, 339 : 2008)

Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satu upaya menanggulangi rakyat miskin dan pengangguran, pemerintah telah meluncurkan BLT. Pemerintah mengklaim program BLT akan membantu menurunkan angka kemiskinan hingga 8,2% pada tahun 2009.


(53)

Pemerintah menaikkan harga dasar BBM, mengakibatkan harga kebutuhan pokok meningkat dan bagi masyarakat miskin dapat mengakibatkan daya beli mereka semakin menurun, karena mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Pemerintah memandang perlu mereviu kebijakan tentang subsidi BBM, sehingga subsidi yang selama ini dinikmati juga oleh golongan masyarakat mampu dialihkan untuk golongan masyarakat miskin.

Adapun salah satu program tersebut adalah dengan penyaluran BLT kepada rumah tangga miskin di Indonesia, sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2005. Dalam pelaksanaan, BLT disalurkan ke berbagai provinsi di Indonesia dan salah satunya adalah Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan. Program BLT di Kelurahan Mangga pada tahap awal adalah sosialisasi kepada masyarakat kemudian penyiapan data RTS, pencetakan kartu kompensasi BBM (KKB) dan dana diberikan kepada RTS sebesar Rp. 100.000,- perbulan selama 7 bulan, dengan rincian diberikan Rp. 300.000.-/3 bulan (Juni-Agustus) dan Rp. 400.000,-/4 bulan (September-Desember) tahun 2007-2008.

Manfaat BLT bagi rumah tangga sasaran di Kelurahan Mangga dalam rangka kompensasi subsidi BBM adalah agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar, mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi. Penentuan RTS penerima BLT ada 14 indikator identifikasi dari BPS, secara garis besar antara lain kualitas menu makanan, kesehatan keluarga, pendidikan dan fasilitas tempat tinggal (BPS : 2005)

Organisasi pelaksana Program BLT adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, Departemen Sosial, PT Pos Indonesia, BRI, BPS, camat dan kepala desa.


(54)

Sebagai bukti kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan program BLT adalah melalui Depsos segera merespon dan memproses apabila terdapat keluhan ataupun permasalahan pelaksanaan BLT yang ditampung melalui PT Pos dan Dinas Sosial.

2.6 Bagan Kerangka Pemikiran

Keberhasilan Pelaksanaan Program :

1. Peningkatan taraf pemenuhan kebutuhan pokok 2. Peningkatan kesejahteraan keluarga miskin

Program Bantuan Langsung Tunai

1. Sosialisasi BLT

2. Penyiapan Data Rumah Tangga Sasaran

(RTS)

3. Pencetakan Kartu Kompensasi BBM (KKB)

4. Pencairan BLT – RTS sebesar Rp.300.000,-

/3 bulan

Tujuan Pelaksanaan Program 1.Terpenuhinya kebutuhan pokok darik keluarga miskin dari dampak kenaikkan harga BBM 2. Adanya kesejahteraan bagi keluarga miskin


(55)

2.5 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.5.1 Defenisi Konsep

E.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau idividu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989 : 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif pencapaian hasil yang direncanakan sebelumnya. Dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang dilakukan di depan.

2. Program adalah suatu cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan

adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah dioperasionalkan.

3. Program BLT adalah program kompensasi jangka pendek yang dikeluarkan

pemerintah dengan tujuan utamanya yaitu, untuk membantu masyarakat yang tergolong miskin, karena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak dalam negeri.


(56)

2.5.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur (Singarimbun, 1989 : 49). Bertujuan untuk memudahkan dalam melaksanakan penelitian dilapangan, maka perlu operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan dan bertujuan untuk menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang dapat diuji dan diketahui kebenarannya.

Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan

Tuntungan.

2. Sosialisasi Program BLT.

3. Penerapan syarat menjadi RTS atau penerima BLT,meliputi

a. Fasilitas tempat tinggal

b. Fasilitas rumah yang digunakan

c. Mata pencaharian

d. Pemenuhan kebutuhan keluarga

e. Kepemilikan aset


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Dimana saya akan menggambarkan atau melukiskan subjek ataupun objek yang diamati dan tentu saja yang sesuai dengan fakta-fakta yang terlihat di lapangan selama saya melakukan penelitian. Akan dipaparkan juga di dalamnya tentang hasil atau data-data yang telah diamati atau yang telah diteliti.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena lokasi penelitian merupakan daerah tempat peneliti bertempat tinggal, sehingga akan lebih mudah bagi peneliti mendapatkan data baik dari masyarakat maupun dari instansi yang terkait dengan penelitian nantinya. Selain itu akan lebih mudah pula berinteraksi dengan masyarakat sehingga akan mempermudah dalam hal memperoleh data dari responden.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua warga Kelurahan Mangga yang terdaftar dan tercatat sebagai warga Kelurahan Mangga yaitu sebanyak 5.442 KK


(58)

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunkan cara tertentu. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuesioner, penulis menggunakan rumus Taro Yamane, sebagai berikut :

n = N N* d2 + 1

Keterangan : n= Jumlah sampel N= jumlah populasi

D : Presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90%

Dari rumus diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : n =

5442*0.01+1 5442_____

n = ___ 55,42

5442______

n = 98,19

Maka jumlah sampelnya adalah 98 orang

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan informasi adalah sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menelaah buku, majalah, surat kabar atau tulisan lain untuk memperkuat pertimbangan teoritis yang relevan dengan masalah yang akan diteliti.


(59)

Yaitu teknik pengumpulan data diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung di lokasi penelitian untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui:

a) Kuesioner yaitu mengumpulkan data dan informasi yang relevan

melalui daftar pertanyaan, diajukan kepada 40 responden berdasarkan angket dan berpedoman pada defenisi operasional.

b) Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan

secara langsung dan bertatap muka dengan responden dan 4 orang petugas BLT. Bertujuan untuk melengkapi data dari kuesioner yang telah diajukan seperti tokoh masyarakat setempat, Kepala Lurah dan Ketua RT.

c) Observasi yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu,

dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran peneliti. Metode dilaksanakan dengan jalan mengamati gerak dan tingkah laku penerima BLT, mengamati kondisi tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Dipergunakan untuk menyesuaikan keterangan yang diberikan dengan situasi yang sebenarnya.

3.5 Teknik Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun, dianalisa dan disajikan untuk memperoleh gambaran sistematis tentang kondisi dan situasi yang ada dan juga yang sesuai dengan metode penelitian yang dipilih. Data-data tersebut diolah


(60)

dan dieksplorasi secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.


(61)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4. 1 Keadaan Geografi Kelurahan 4. 1. 1 Situasi Kelurahan Mangga

Kelurahan Mangga terletak atau termasuk dalam wilayah Kecamatan Medan Tuntungan. Kelurahan ini adalah pemukiman padat penduduk yang dimana pada saat ini sangat sulit untuk mencari lahan kosong.

Tanahnya subur dan juga sangat dijaga kehijauannya. Maksudnya adalah bahwa di Kelurahan Mangga terdapat banyak sekali tanaman hijau yang selalu diusahakan agar tetap terjaga kesegarannya. Hal ini dimaksudkan agar pemukiman yang padat penduduk ini tidak terlihat gersang, tetapi juga tetap terlihat segar walaupun daerahnya sangat padat akan perumahan dan jumlah penduduknya besar.

4. 1.2 Luas Wilayah Kelurahan

Luas wilayah Kelurahan Mangga ini adalah sekitar 286Ha. Yang seluruhnya terdiri dari dataran dan tidak ada perbukitan atau pegunungan. Dan sebanyak 95Ha adalah pemukiman KPR-BTN dan sebanyak 88Ha adalah pemukiman umum.


(62)

4. 1. 3 Batas Wilayah

Kelurahan Mangga termasuk dalam wilayah Kecamatan Medan Tuntungan. Kelurahan Mangga ini berbatasan dengan :

− Sebelah utara berbatasan dengan Sempakata

− Sebelah selatan berbatasan dengan Simalingkar A

− Sebelah barat berbatasan dengan Simpang Selayang

− Dan yang di sebelah timur berbatasan dengan Kuala Bekala dan Simalingkar B

4. 2 Demografi Kelurahan Mangga

4. 2. 1 Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga

Jumlah penduduk Kelurahan Mangga adalah sebanyak 27.273 jiwa. Yang diantaranya bila diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin maka terdiri dari 13.377 jiwa laki-laki dan sisanya sebanyak 13.896 jiwa perempuan. Dan dengan jumlah 5.442 Kepala Keluarga.

Adapun klasifikasi penduduk Kelurahan Mangga berdasarkan golongan usia dan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.


(63)

Tabel 4.1

Klasifikasi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin

No

Golongan umur Jenis kelamin jumlah

Laki-laki Perempuan

1 Batita 928 954 1882

2 Balita 427 548 975

3 7-12 Tahun 765 789 1554

4 13- 15 Tahun 1020 1104 2124

5 16-18 Tahun 1311 1393 2704

6 19-25 Tahun 1321 1112 2433

7 26-35 Tahun 2127 2416 4543

8 36-45 Tahun 1923 2097 4020

9 46-50 Tahun 1611 1563 3174

10 51-60 Tahun 1169 1076 2245

11 61-75 Tahun 627 663 1290

12 Lebih dari 75 Tahun 148 181 329

Jumlah 13377 13896 27273


(1)

Tabel 5.26

Kontribusi Dana BLT Bagi Kehidupan Keluarga

No Jumlah Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Sangat membantu Membantu

Kurang membantu

17 54 27

17,34 55,10 27,56

Jumlah 98 100

Sumber : Data Primer, Kuesioner 2011

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.26 dapat diketahui bahwa 54 atau 55,10% responden menyatakan bahwa dana BLT membantu bagi kehidupan keluarga mereka. Jumlah ini di ikuti oleh responden yang menyatakan bahwa dana BLT kurang membantu, yakni 27 orang atau 27,56%. Hanya 17 orang atau 17,34% responden yang menyatakan program BLT sangat membantu keluarga mereka. Tentu jawaban responden menggambarkan kondisi prikologis yang dikatikan dengan kondisi social ekonomi keluarga. Namun dari jawaban tersebut menggambarkan bahwa kontribusi dana BLT terhadap kehidupan keluarga responden tidak istemewa. Hal ini dapat dikemukakan bahwa hanya 17 orang atau 17,34% responden yang menyatakan bahwa dana BLT yang mereka terima sangat membantu kehidupan ekonomi mereka. Padahal sebagai uang tunai yang diperoleh tanpa bekerja. Mestinya diresponi secara luar biasa. Mungkin saja karena jumlahnya tidak signifikan dengan kebutuhan keluarga.


(2)

Tabel 5.27

Setujutidaknya atas Bentuk “Uang” program BLT

No Jumlah Frekuensi Persentase (%)

1 2

Setuju Tidak Setuju

34 64

34,69 65,31

Jumlah 98 100

Sumber : Data Primer, Kuesioner 2011

Data yang disajikan pada tabel 5.27 memberikan informasi kepada kita bahwa mayoritas responden yakni 64 atau 65,31% menyatakan tidak setuju atas program BLT yang dilakukan dengan pemberian uang tunai kepada masyarakat. Hanya 34 atau 34,69% dari mereka yang menyatakan setuju atas bentuk program BLT. Sekilas terdapat kontradiksi pada aspek psikologis responden, dimana disatu pihak mereka menyatakan tidak setuju, sedangkan dilain pihak mereka justru menerima dana bantuan BLT tersebut.


(3)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah diuraikan pada Bab V penulis merumuskan kesimpulan hasil penelitian ini, dimana secara umum pelaksanaan program BLT di kelurahan Mangga Kecamatan Medan Tuntungan secara umum dapat dinyatakan tergolong. Lebih rinci lagi, hasil peneltian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sosialisasi, sebagai salah satu tahap dalam pelaksanaan program BLT tergolong baik, hal ini ditinjau dari segi peranan aparat kelurahan sebagai sumber informasi pertama tentang program BLT bagi masyarakat khusus RTS maupun dari segi pengetahuan RTS tentang tujuan program BLT.

2. Secara umum petugas telah menegakkan ketentuan dalam penerapan persyaratan bagi RTS, kecuali dalam sumber air ini minum dan jenis penerangan, dimana unsur pemenuhan persyaratan lain yang agak sulit dipenuhi adalah frekuensi makan dan jenis, namun karena syarat yang harus dipenuhi RTS cukup 9 dari 14, maka secara umum persyaratan tersebut telah dipenuhii.

3. Sehubungan dengan ternyata pemerintahan tidak melaksanakannya secara tepat waktu, dalam arti ada penundaan, sedangkan dari segi keutuhan dana yang dicairkan, petugas telah melaksanakan ketentuan dengan baik, dalam arti tidak terjadi pemotongan jumlah dana BLT yang dicairkan.


(4)

masyarakat tergolong membantu.

5. Walaupun RTS bersedia dan telah menerima dana BLT, namun mayoritas dari mereka justru tidak setuju terhadap bentuk program BLT, mereka lebih menginginkanalternatif lain dalam rangka mengatasi kemiskinan atau peningkatan kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan seperti melalui penciptaan/pemberian lapangan kerja dan penyedian fasilitas hidup seperti sumber air bersih maupun penerangan yang diberikan secara gratis.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpuilan yang diperoleh sebagai hasil penelitian sebagaimana telah disajikan sebelummnya, berikut ini penulis merumuskan saran sebagai saran sebagai berikut :

1. Jika program BLT masih dilanjutkan di masa mendatang, pemerintah perlu menyesuaikan persyaratan yang harus dipenuhi sebagai RTS program BLT dengan kondisi perkotaan , dan membedakannya dengan perdesaan, karena kondisi lingkungan dan tuntutan hidup juga berbeda .

2. Pemerintah perlu memelihara kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah sehubungan dengan pelaksaanaan program BLT dengan cara tidak menunda pencarian dana BLT seperti yang terjadi.

3. Pemerintahan secara terus- menerus memperkaya strategi dalam mengatasi masalah kemiskinan, seperti dengan menyediakan lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat agar masyarakat memiliki jaminan memperoleh


(5)

pendapatan, juga membantu mereka dalam mendapatkan fasilitas hidup seperti air bersih maupun alat penerangan secara cuma-cuma atau bersubsidi dengan persentase yang tinggi


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1978. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka.

Jones, Thomas. 1994.. Human Helping, in Journal of Corporate Social Performance and Policy. Vol. 8, Connectient: JAI Press, Greenwich: 29-30.

Nawawi, Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Sosial, Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, 1992

Nurdin, Fadhi. 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial, Bandung:Angkasa, Prasetyo, Eka. 2005. Orang Miskin Tanpa Subsidi, Yogyakarta. Resist Book. Singarimbun, Masri. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3S.

Suharto, Edi. 2005. Pekerjaan Sosial Industri, CSR yang Efektif, Alfabeta, Bandung. Suharto, Edi. 2006. Kebijakan Sosial, Makalah Seminar. Bandung.

Suharto, Edi. 2008. Paradigma Ilmu Kesejahteraan Sosial, Makalah Seminar. Bandung.

Suharto, Edi. 2004. Permasalahan Kemiskinan di Perkotaan. Makalah Seminar. Bandung.

Suyanto, Bagong. 1995. Kemiskinan dan Kebijakan Pembangunan. Jakarta. Aditya Media.

Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi Keimplementasian Kebijakan Negara, Jakarta. Bumi Aksara.

Sumber-sumber lainnya

diakses tanggal 21 september

2011)%

bantuan-langsung-tunai-blt-plus/diakses tgl 21 September 2011)

http://www.antara.co.id/arc.2011/10/22/trauma-blt-2005-sejumlah-ketua-rt-mundur-dibayumas-dan-purbalingga. diakses tanggal 10 September 2011.