BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencetakan Batu Bata Tradisional - Studi Kualitatif Faktor-faktor Timbulnya Gangguan Kesehatan Tenaga Kerja Pencetakan Batu Bata Tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencetakan Batu Bata Tradisional
Pencetakan batu bata adalah suatu proses pembuatan batu bata untuk bahan bangunan dalam hal ini masih dilakukan dengan cara tradisional dengan proses pekerjaannya yang diperoleh secara alami dan turun temurun dari nenek moyang.
Batu bata merupakan salah satu bahan bangunan yang banyak dipakai oleh masyarakat hingga saat ini. Pada umumnya proses pembuatan batu bata dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahap pencampuran bahan baku hingga menghasilkan campuran batu bata, tahap pencetakan campuran batu bata, tahap pengeringan dan tahap pembakaran. Hampir disetiap industri pembuat batu bata, keempat proses tersebut dilakukan dengan metoda yang sedikit berbeda baik dari jenis campurannya, cara pelaksanaannya maupun alat yang digunakan. Pada dasarnya industri-industri tersebut berupaya untuk menghasilkan batu bata dengan kualitas yang baik.
Campuran batu bata terdiri dari tanah liat yang dicampur air dan aci dengan komposisi yang telah ditentukan. Campuran tersebut kemudian dicetak, dikeringkan dan dibakar (Shantika, 2009).
2.2. Definisi Kesehatan Kerja
Definisi kesehatan kerja mengacu pada komisi Gabungan ILO/WHO dalam kesehatan kerja pada tahun 1950 yang disempurnakan pada sesi ke-12 tahun 1995.
Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan
9 fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya. Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; melindungi pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya, dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia kepada pekerjaannya (Kurniawidjaja, 2012).
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat setinggi- tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor- faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum (Suma’mur, 2009). Menurut Harrington dan Gill 2003, Kesehatan kerja merupakan promosi dan pemeliharaan kesejateraan fisik, mental dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya.
2.3. Tujuan Kesehatan Kerja
Menurut (Suma’mur 2009), tujuan kesehatan kerja adalah :
a) Melaksanakan promosi dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya.
b) Mencegah pekerja dari gangguan kesehatan akibat kondisi kerja.
c) Melindungi pekerja terhadap semua faktor risiko bahaya kesehatan. d) Menempatkan dan memelihara pekerja dalam lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisiologik dan psikologiknya yang secara singkat dapat dikatakan penyesuaian pekerjaan terhadap manusia dan setiap manusia dengan pekerjaannya. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Menurut (Kurniawidjaja, 2012), Fokus utama upaya kesehatan kerja mencapai tiga tujuan:
1. Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dan kapasitas kerjanya.
2. Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja kearah yang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab XII tentang Kesehatan Kerja pasal 164 menyebutkan:
1. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
2. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal.
3. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
4. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
5. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
6. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
7. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Sedangkan pada pasal 165 menyatakan bahwa: 1. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
2. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Depkes, 2009).
2.4. Kesehatan Tenaga Kerja
Meningkatnya peranan tenaga kerja dan disertai meningkatnya pemamfaatan teknologi diberbagai kegiatan sektor usaha yang mengakibatkan semakin tingginya risiko yang mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja sehingga diperlukan upaya perlindungan tenaga kerja melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Suma’mur (2009), Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya gangguan kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Orang sakit tidak boleh dipaksa bekerja, ia perlu pengobatan, perawatan dan istirahat. Jika dipaksa untuk bekerja, sangat besar kemungkinan orang sakit mengalami kecelakaan. Bukan hanya penyakit keras saja, gangguan kesehatan ringan pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau merasa sekedar hidung tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan. Sekalipun ringan, gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga kecelakaan terjadi.
2.5. Gangguan Kesehatan dan Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja (occupational disesase) merupakan penyakit yang timbul disebabkan oleh pekerjaan. Seorang pekerja sebelum bekerja dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kemudian bekerja di tempat kerja yang terdapat faktor penyebab (pemapar), cepat atau lambat dapat menderita penyakit akibat kerja. Faktor pemapar menentukan jenis penyakit akibat kerja yang diderita (Silaban, 2012). Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja (Widjasena,2012).
Kesehatan kerja menunjukan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Diah, 2004).
Menurut (Harianto, 2012), Walaupun gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja sangat sering ditemukan, tetapi kedua masalah tersebut umumnya kurang mendapat perhatian, karena: 1.
Hubungan antara penyakit dan pekerja sering kali tidak terdeteksi, baik oleh penderita sendiri atau bahkan oleh dokter yang memeriksanya.
Hal ini mungkin disebabkan : a.
Gejala penyakit yang timbul sangat mirip dengan penyakit umum, misalnya penyakit asma, ekzema, kanker kandung kemih, aborsi spontan, dan sinusitis.
b.
Masa laten penyakit akibat kerja biasanya sangat lama, misalnya pada pneumokoniosis dan kanker akibat kerja memerlukan waktu untuk bermanifestasi lebih dari 10 tahun.
2. Keengganan para penderita penyakit akibat kerja untuk melaporkan penyakitnya karena takut diberhentikan.
Trauma mekanik ditimbulkan oleh pelepasan energi (mekanik, listrik, suhu) yang tak terkontrol pada tubuh pekerja. Misalnya, jatuh ketinggian, terpeleset, terpotong/terbentur/terjepit mesin yang sedang bergerak, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain. Umumnya, trauma mekanik lebih banyak terjadi pada pekerja laki-laki, terutama pada pekerja pertambangan, industri pengecoran logam, perkayuan, konstruksi, pergudangan, dan transportasi.
Kanker akibat kerja antara lain leukemia, terutama mesotelitik akut dan limfositik kronik pada pekerja yang terpajan benzena atau yang berhubungan dengan radiasi sinar radioaktif; mesotelioma dan kanker paru akibat terpajan oleh asbes; kanker lidah pada pekerja lapangan akibat terpajan sinar matahari; kanker kandung kemih pada pekerja yang berhubungan dengan proses dan penggunaan zat pewarna derivat benzena (industri cat, tekstil, kabel, pekerja salon, tukang listrik); kanker kelenjar getah bening; kanker hati akibat terpajan oleh vinil klorida (bahan mentah PVC).
Pekerja yang bekerja pada indrustri pengolahan daging, pemotongan hewan dan petani berisiko untuk tertular penyakit infeksi yang umumnya terjadi pada binatang, misalnya bruselosi, demam Q, dan leptospirosis. Sedangkan para pekerja kesehatan beresiko untuk tertular beberapa jenis infeksi virus seperti HIV dan hepatitis B. pekerja kantor dapat terjangkit penyakit Legionair.
Infertilisasi dapat disebabkan oleh pajanan beberapa zat kimia seperti merkuri, pestisida pada wanita hamil. Abortus spontan dapat terjadi akibat pajanan gas anestesi, timah hitam, dan Kadmium. Beberapa zat kimia seperti pestisida, logam berat, dan beberapa pelarut organik dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada beberapa sistem tubuh. Misalnya, beberapa pelarut organik dapat menyebabkan gangguan pada kulit, sistem saraf, sistem hemopoietik dan hati, timah hitam dapat menyebabkan gangguan sistem saraf, sistem reproduksi, sistem hemopoietik, dan ginjal.
Pada tahun 1983 Naosh mempublikasikan 10 jenis gangguan kesehatan di tempat kerja yang diprioritaskan berdasarkan frekuensi, gradasi, dan strategi pencegahan gangguan kesehatan akibat kerja. Hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip ilmu kedokteran kerja. Berikut ini adalah 10 jenis gangguan kesehatan di tempat kerja yang diprioritaskan (Harianto, 2012): 1.
Penyakit paru akibat kerja 2. Penyakit musculoskeletal 3. Kanker akibat kerja (selain kanker paru) 4. Akibat kecelakaan kerja yang berat, seperti amputasi, patah tulang, kebutaan, kematian akibat penyakit pembuluh darah jantung pada pekerja
5. Penyakit hipertensi koroner, misalnya infark jantung ringan yang akut 6.
Penyakit Reproduksi 7. Penyakit Neurotoksis 8. Tuli akibat kerja 9. Penyakit kulit akibat kerja
10. Penyakit jiwa akibat kerja
2.6. Faktor-faktor Kesehatan Kerja
2.6.1. Faktor Fisik
Menurut (Suma’mur, 2009), Faktor yang mempengaruhi beban kerja yaitu:
a) Tugas-tugas yang bersifat fisik: beban yang diangkat/diangkut, sikap kerja, alat dan sarana kerja, kondisi/medan kerja, dan lainnya.
b) Tugas yang bersifat psikis: tingkat kesulitan, tanggung jawab dan lainnya.
c) Organisasi kerja: lamanya waktu kerja, kerja bergilir, sistem pengupahan, sistem kerja, istirahat, sistem pelimpahan tugas/wewenang.
Menurut (Suma’mur 2009), segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi:
1. Lamanya seseorang mampu kerja secara baik pada umumnya 6-8 jam, dalam seminggu seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam.
2. Hubungan di antara waktu pekerja dan istirahat.
Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang (pagi, siang, sore) dan malam. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja (Kepmenkes, 2010). Menurut Harrington dan Gill (2003), Secara garis besar faktor dan lingkungan kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja adalah: a. Faktor fisik
1. Suara/kebisingan
2. Suhu/iklim: suhu panas, suhu,dingin a) Sumber panas: Matahari, Tanur, dapur, genset, boiler, Lighting. d) Kelembaban udara yang baik: 65-95%
e) Dampak iklim yang buruk
b) Tekanan panas dipengaruhi oleh: sumber panas, radiasi matahari, panas tubuh, kecepatan udara, kelembaban udara c) Suhu nyaman: 24- 26 °C, perbedaan suhu diluar dan di dalam tidak boleh lebih dari 5 °C.
- Prickly heat/ heat rash/ mikaria rubra yaitu timbulnya bintik-bintik merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi kelenjar keringat.
- Heat cramps yaitu timbulnya kelainan seperti otot kejang dan sakit, terutama otot anggota badan atas dan bawah.
- Heat Exhaustion yaitu tubuh kehilangan cairan dan elektrolit.
- Heat Stroke yaitu heat stress yang paling berat, mengakibatkan thermoregulatory terganggu, jantung berdebar, nafas pendek dan cepat, tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu berkeringat, suhu badan tinggi, hilang kesadaran.
b. Penyakit akibat kerja karena faktor fisik Tuli akibat kerja dapat diakibatkan tempat kerja yang terlalu bising. Radiasi ionisasi pada pekerja yang menggunakan unsur radioaktif (pekerja tambang uranium, pajanan gas radon pada penggalian terowongan, operator pusat tenaga nuklir, radiologis) akan mengakibatkan gangguan sistem hemopoietik, sistem saluran pencernaan, dan sistem saraf. Radiasi Nonionisasi pada pekerja lapangan yang banyak terpajan sinar ultraviolet (sinar matahari) dan sinar inframerah (pada pengelasan dan industri pengecoran logam) mengakibatkan gangguan kesehatan akibat efek panas yang ditimbulkan oleh sinar tersebut. Heat strees terutama banyak terjadi pada pekerja yang bekerja di tempat yang panas, misalnya pengecoran logam, penyakit ini dapat terjadi pula pada pekerja fisik yang memakai baju kerja terbuat dari palstik untuk mencegah pajanan zat kimia sehingga penguapan keringat terganggu.
Hand arm vibration syndrome dapat terjadi pada para pekerja yang mengunakan
peralatan genggam yang menimbulkan vibrasi, masalnya cakram penggosok, gergaji listrik, bor angin, dan penumbuk beton listrik.
2.6.2. Faktor Kimia
Mengingat banyaknya perbedaan jenis debu, fume dan kabut, reaksi biologis yang disebabkan oleh pemajanan terhadap salah satu dari mereka akan tergantung dari jenisnya. Suatu reaksi dapat termasuk salah satu dari hal-hal sebagai berikut:
Penyakit paru-paru yang disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap suatu - penimbunan partikel di dalam paru-paru, penyakit ini termasuk fibrosis, bronchitis, asma dan kanker.
Systemic reaction yang di sebabkan oleh karena darah mengabsorbsi partikel -
bahan kimia anorganik yang beracun dari unsur-unsur seperti timah hitam, mangan, kadmium, dan merkuri serta senyawa-senyawa organik tertentu.
Demam oleh karena uap logam di hasilkan dari menghirup uap logam yang - sangat halus yang di pancarkan dari uap logam seng , magnesium. Tembaga atau dengan oksida-oksida logam tersebut, penghirupan terhadap almunium, antimony, kadmium , tembaga , besi dan mangan , nikel, selenium, perak dan timah putih telah banyak di laporkan menyebabkan demam oleh uap logam.
Reaksi alergi dan reaksi sensitisasi yang di sebabkan oleh kerena menghirup atau - kontak kulit terhadap bahan seperti partikel dan organik dari gandum dan biji- bijian dan partikel-partikel bahan kimia organik maupun anorganik. Peradangan oleh bakteri dan jamur yang di hasilkan dari menghirup partikel- - partikel yang mengandung organisme yang masih aktif , seperti bulu atau partikel bulu binatang yang mengandung spora anthrax atau kulit kayu atau partikel- partikel biji – bijian yang mengandung jamur parasit.
Iritasi hidung dan tenggorokan dapat di sebabkan oleh asam, basa atau debu dan - kabut lain yang memiliki sifat iritasi beberapa partikel seperti debu kromat yang dapat larut, dapat menyebabkan terjadinya ulcerasi/borok baik pada lubang hidung/Nasal maupun kanker paru.
Kerusakan Jaringan Tubuh Bagian dalam dapat terjadi akibat menghirup bahan - radioaktif seperti radium dan juga menghirup partikel isotop yang lain yang di pancarkan dengan kecepatan tinggi dari proses radiasi mengion. (Soeripto. 2008).
Penyakit kulit juga merupakan penyakit akibat kerja yang sangat sering ditemukan, biasanya disebabkan oleh zat kimia, seperti asma/basa kuat, pelarut lemak, logam yang dapat mengakibatkan iritasi, alergi atau luka bakar, mekanik, misalnya akibat gesekan atau tekanan pada kulit, fisik, misalnya akibat lingkungan kerja yang terlalu panas dan infeksi (Harianto, 2010).
2.6.2.1. Debu
Debu adalah partikel padat yang di pancarkan /dihasilkan oleh proses alami atau proses mekanis seperti pemecahan, penghalusan, penggilingan, pukulan ataupun peledakan, pemotongan serta penghancuran bahan. Udara yang kita hirup dalam pernafasan mengandung partikel-partikel dalam bentuk debu, dan sebagian dari debu tersebut akan di tahan /tinggal di dalam paru.
Menghirup debu terlalu banyak dapat mengakibatkan terjadi pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah istilah dari bahasa Greek yang berarti paru-paru yang berdebu. Debu juga dapat masuk ke udara melalui cara pengisian bahan-bahan kimia kering kedalam kantong seperti pengisian talk, semen, pupuk, asbes, atau kegiatan- kegiatan pengeboran dengan mesin pengebor, mesin penghalus, pembersih karat dengan cara menenbakkan pasir kepada plat-plat baja yang berkarat (proces sand
blasting). Akibat dari benturan antara pasir dengan baja, maka pasir dan karat pecah
menjadi debu masuk ke udara.Debu umumnya ukuran partikelnya termasuk dalam kisaran yang sangat luas yaitu mulai dari ukuran yang sangat kecil sampai yang ukurannya Cukup besar (mulai dari ukuran partikel yang tidak terlihat dengan mata telanjang sampai ukuran yang dapat terlihat) (Soeripto, 2008).
2.6.2.2. Panas
Ada dua macam sumber panas yang sangat penting untuk para tenaga kerja yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas:
- Tubuh manusia akan selalu menghasilkan panas selama masih hidup. Proses yang menghasilkan panas di dalam tubuh ini di sebut proses metabolisme. Panas metabolisme meningkat , apabila beban kerja (aktivitas kerja) meningkat. Dalam Rangka menjaga kelangsungan hidup , maka suhu tubuh harus di pelihara agar tetap konstan (37°C). Kenyataan bahwa tubuh hanya memiliki kemampuan yang sangat terbatas (sedikit) dalam menimbun (menyimpan) panas yang dihasilkan dari metabolisme yang terbanyak (yang di hasilkan) harus di buang atau dikeluarkan dari dalam tubuh ke udara sekitarnya (udara lingkungan tempat kerja).
Panas Metabolisme.
- Hal ini sangat penting untuk dua alasan: a.
Panas dari luar tubuh (datang dari lingkungan tempat kerja).
Panas dari lingkungan tempat kerja secara nyata dapat menambah beban panas kepada tubuh.
b.
Bahwa faktor-faktor panas lingkungan tempat kerja termasuk suhu udara, kecepatan gerak udara , kelembaban udara dan panas radiasi (baik radiasi dari tubuh/dapur maupun radiasi matahari). Ini semua menentukan kecepatan (kemampuan) panas ke udara lingkungan tempat kerja.
- Panas terutama dapat di pancarkan (dihamburkan) dari tubuh kesekitarnya dengan cara konduksi , konvensi dan penguapan keringan serta radiasi. Dalam hal ini darah memainkan peranan yang sangat penting , yaitu : darah membawa panas dari
Cara-cara Tubuh Kehilangan Panas. dalam tubuh ke kulit, dimana panas dapat di hamburkan kesekitarnya. Kecepatan panas yang di hamburkan (dipindah) ini teragantung kepada keadaan lingkungan . panas dapat dipindahkan dari tubuh ketempat kerja dengan cara konduksi, konveksi, radiasi, penguapan dan respirasi. Sebaliknya panas dapat di pindahkan dari lingkungan ke tubuh dengan radiasi dan/atau konveksi.
Konduksi, adalah: perpindahan panas dari partikel yang satu ke partikel yang lain
yang saling berhubungan dalam keadaan tetap (tidak bergerak).Misalnya perpindahan panas dari kulit ke udara . dalam kondisi sebagaimana di sebutkan , agar perpindahan panas dapat berlangsung (terjadi) , maka suhu udara harus lebih dingin dari suhu kulit.
Konveksi, adalah: sirkulasi udara di atas kulit, yang hasilnya adalah peningkatkan
kegiatan pendinginan, sebagai contoh: penggunaan kipas angin secara terus menerus (kontinu) akan menggerakan udara dingin yang lain kearah kulit dan mendorong (memindahkan) udara yang telah hangat oleh pengaruh kulit, ini adalah cara yang umum untuk mendinginkan tubuh. Angin dingin atau angin sepoi-sepoi juga mempunyai pengaruh mendinginkan tubuh, sama seperti prinsip-prinsip konduksi/konveksi, gerakan udara (kecepatan gerak udara) yang lebih cepat mempunyai pengaruh mendinginkan yang lebih besar. Dengan demikian dapat dilihat bahwa bahwa keduanya baik suhu udara maupun kecepatan gerak udara merupakan faktor penentu seberapa banyak (besar) pendinginan dapat di capai konduksi-konveksi. Suhu udara yang lebih rendah, lebih besar jumlah panas konduksi yang dipindahkan (hilang). Lebih tinggi kecepatan udara (cepat gerak udara), lebih besar jumlah panas konveksi yang hilang.
Penguapan, adalah: cara pendinginan tubuh yang dilakukan dengan menguapkan
keringat yang ada di permukaan kulit. kecepatan penguapan untuk mendinginkan tubuh ini umumnya menjadi lebih besar oleh karena dipercepat dengan konveksi atau cepat gerak udara yang melintas kulit. Apabila ke lembaban udara rendah, sejumlah besar penguapan dapat terjadi (absorbsi uap air ke dalam udara menjadi besar) dan mempercepat pendinginan, namun apabila kelembaban atau kandungan uap air di udara tinggi, maka penguapan yang terjadi sangat sedikit, sehingga pendinginan berjalan lambat. Oleh karena itu pada hari-hari panas dan udara lembab menghasilkan (mengakibatkan) tekanan panas lebih besar dari pada hari-hari panas dengan udara kering. Dengan jenis pendinginan seperti itu, suhu udara , kelembaban udara dan cepat gerak udara merupakan faktor-faktor yang kritis.
Radiasi, adalah: perpindahan panas dari benda yang panas kesuatu benda yang
lebih dingin yang ada disekitarnya dalam suatu lingkungan tempat kerja (Soeripto, 2008).
2.6.3. Faktor Biologi
Faktor biologis penyebab penyakit akibat kerja banyak ragamnya, yaitu virus, bakteria, riketsia, protozoa, jamur, cacing, kutu, pinjal, malahan mungkin pula tumbuhan atau hewan besar atau bahan dari padanya.
Penyakit virus misalnya penyakit kuku dan mulut dapat pindah dari ternak menulari pekerja dalam perusahaan peternakan. Atau misal lain vaksinia (vaccinia) dapat di derita oleh pemerah susu sapi yang tidak kebal oleh karena belum mendapat suntikan vaksin terlebih dahulu sebelum bekerja di peternakan. Bakteri seperti antraks sering menghinggapi pekerja pejagalan, penyamakan kulit, atau pengeringan tulang dan pengolahan bahan dari hewan lainya. Demikian pula penyakit kuda, yang disebabkan bakteri pfeiferella mallei dapat menulari manusia. Atau seorang pekerja mungkin sekali di hinggapi penyakit Weil, apabila ia bekerja di tempat yang tikusnya menderita penyakit tersebut. Pemelihara burung merpati ada kemungkinan menderita penyakit psitakosis (psitaccosis) yang di sebabkan oleh riketsia (jasad renik yang berukuran sedikit lebih besar dari virus). Oleh karena profesinya seorang dokter atau perawat tidak mustahil ketularan penyakit yang berasal dari penderita yang diobati dan dirawatnya, seperti tifes perut, difteri, gonorea (gonorrhoea), angina oleh karena streptokokkus, atau efek primer penyakit sifilis yang menghinggapi dokter dan ditularkan kepadanya melalui suatu luka pada jari atau di tangan langsung menjadi stadium kedua penyakit sifilis demikian dikenal sebagai syphilis d'emblee, atau syphilis honoris causa. Juga ketika hebat-hebatnya wabah penyakit pes merajalela pada masa silam, tidak sedikit dokter dan petugas kesehatan lainnya yang menjadi korban penyakit tersebut.
Penyebab penyakit yang tergolong kepada protozoa antara lain adalah parasit plasmodium malaria. Untuk negara yang bebas penyakit malaria, apabila seorang pelaut dari negara tersebut menderitanya oleh karena pelayaran ke negara yang masih berjangkit malaria, penyakit itu dianggap sebagai sakit akibat kerja. Demikian pula penyakit tidur di Afrika, untuk tenaga kerja dari negara lain yang di kirim ke sana merupakan penyakit akibat kerja. Sporotrikhosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur pada kuku sering diderita oleh pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah, atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan dan kaki di dalam air seperti misalnya pekerja yang pekerjaanya mencuci pakaian. Candida albicans biasanya tumbuh di tempat - tempat yang kadar gulanya tinggi, sehingga pekerjaan seperti yang terdapat di perusahaan roti atau pembuat manisan sering menimbulkan penyakit infeksi oleh jamur tersebut.
Jenis cacing yang berbahaya terutama bagi pekerja tambang dan perkebunan adalah ankilostomiasis (cacing tambang), yang disebabkan oleh ancylostoma
duodenale dan necator americanus. Seperti penyebab faktor biologis lainnya,
penyakit cacing pun mungkin didapat di negara atau daerah lain, oleh karena penugasan melakukan pekerjaan. Kutu dan pinjal sering terdapat di tempat kerja dan biasanya menjadi sebab kelainan kulit. Terkenal kutu alang-alang atau kutu padi (suma’mur, 2009).
2.6.4. Faktor Fisiologi dan Ergonomi
Menurut (Suma’mur, 2009), Ilmu faal yang dikhususkan untuk manusia yang bekerja disebut ilmu faal kerja atau fisiologi kerja. Secara fisiologis, bekerja adalah hasil kerja sama dalam koordinasi yang sebaik-baiknya dari saraf pusat dan perifer, panca indera (mata, telinga, peraba, perasa,dan lain-lain), serta otot dan rangka (kedua yang terakhir ini adalah pelaku utama perbuatan). Bekerja mungkin dikelompokkan menjadi kerja otak (mental) dan kerja otot (fisik).
Dalam faal kerja, perhatian utama difokuskan kepada kerja fisik atau otot. Untuk bekerja pertukaran zat dalam organ tubuh yang diperlukan sebagai sumber energi dan transportasi sisa metabolisme yang harus dibuang luar biasa penting peran peredaran darah dan dari susunan saraf serta otot-otot dan rangka (muskulo-skeletal) dan juga organ-organ lainnya. Selain jantung dan sistem peredaran darah, paru dan alat pernafasan lainnya, sistem gastro-intestinal (mulut, egofagus, usus, hati, dan lainnya) juga memainkan fungsi masing-masing dalam mendukung dan menunjang kelancaran berlangsungnya aktivitas dan rangkaian kegiatan dilakukannya pekerjaan. Untuk kelangsungan pelaksanaan pekerjaan, semua organ terkait dan juga seluruh sistem yang beroperasi fisiologis dalam tubuh harus berada pada kondisi optimal (bila mungkin prima).
Mula-mula koordinasi antara susunan saraf pusat, indera, otot, dan organ- organ tubuh tidak mudah diwujudkan dan pada stadium tersebut untuk berlangsungnya koordinasi yang baik diperlukan upaya yang cukup intensif. Kenyataan ini terlihat pada tenaga kerja baru yang mulai bekerja dan sedang menjalani latihan keterampilan atau permagangan. Tidak jarang ditemukan keadaan betapa seseorang tenaga kerja yang tidak terlatih menghadapi kesulitan untuk bekerja dengan benar, sekalipun prosedur kerja sebenarnya sangat sederhana. Melalui pendidikan dan pelatihan koordinasi yang baik dapat dibina dan diciptakan; pelatihan keterampilan yang tepat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan termasuk gerakan yang dilakukan berlangsung sebagai suatu refleks, sehingga bekerja merupakan proses yang berlangsung secara otomatis dengan penuh kemudahan serta pencapaian kualitas hasil kerja yang baik.
Semakin pendek waktu yang diperlukan bagi siklus yang bersifat refleks dalam bekerja atau kian cepatnya otomatisnya pekerjaan dilakukan menunjukkan semakin baiknya koordinasi berfungsinya organ-organ tubuh dalam memberikan dukungan kepada pelaksanaan kerja serta merupakan peluang bagi pencapaian hasil kerja yang baik sebagai konsekuensi semakin baiknya keterampilan tenaga kerja.
Untuk pekerjaan fisik, otot adalah bagian tubuh terpenting bagi pelaksanaan aktivitas kerja. Otot bekerja dengan mekanisme kontraksi (mengerut) dan melemas.
Kekuatan bekerjanya suatu otot ditentukan oleh jumlah dan kualitas serat yang menyusunnya, daya kontraksi dan cepatnya berkontraksi serta melemas. Pada waktu otot kontraksi (mengerut), darah yang berada antara serat-serat otot atau di luar pembuluh darah otot terjepit sehingga peredaran darah terhambat, jadi juga pertukaran zat terganggu dan hal demikian menjadi salah satu penyebab dari timbulnya kelahan otot.
Maka dari itu, kerutan yang selalu diselingi pelemasan, sebagaimana biasanya disebut kontraksi otot dinamis, sangat tepat di pakai sebagai prinsip pelaksanaan bekerjanya otot pada setiap pekerjaan yang berkaitan dengan dilaksanakanya kegiatan dan proses pekerjaan. Contoh pekerjaan atau kegiatannya yang dilakukan dengan kontraksi otot dinamis dalam bekerja, selalu diikuti dengan terjadinya kelelahan, yang memerlukan istirahat untuk pemulihan. Atas dasar kenyataan itu, waktu istirahat dalam bekerja atau sesudah melakukan pekerjaan sangat penting. Kelelahan otot secara fisik antara lain merupakan akibat dari efek zat sisa metabolisme seperti asam laktat, CO 2' atau lainnya.
Peralatan kerja dan mesin perlu diserasikan dengan ukuran tubuh tenaga kerja untuk tujuan meraih hasil kerja yang secara kualitatif dan kuantitatif memuaskan serta tenaga kerja merasakan kemudahan dalam melakukan pekerjaannya. Atas landasan konsep demikian berkembang ilmu yang disebut antropometri, yaitu ilmu tentang ukuran tubuh dan segmen-segmennya, baik dalam keadaan statis maupun dinamis yang sangat besar manfaatnya bagi keperluan pelaksanaan pekerjaan dengan tujuan agar tenaga kerja sehat dan produktif bekerja. Ukuran tubuh demikian antara lain : 1.
Berdiri: Tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang depa, dan panjang lengan ;
2. Duduk: Tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, tinggi lutut, jarak lekuk lutut-garis punggung, jarak lekuk lutut-telapak kaki.
Selain ukuran postur dan segmen tubuh demikian, masih banyak ukuran antropomentris segmen tubuh yang perlu diketahui dengan pengukuran untuk digunakan dalam upaya penyesuaian faktor manusia dengan mesin dan peralatan serta perlengkapan kerja dan juga guna menetapkan cara kerja yang serasi dengan faktor manusia (Suma’mur, 2009).
Pelepasan energi mekanik yang berulang-ulang atau akibat posisi kerja yang kurang ergonomis untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan gangguan musculoskeletal, seperti repetitive strain injury, nyeri pinggang bagian bawah, dan hand arm vibration syndrome (Harrianto, 2012).
2.6.5. Faktor Psikososial
Manusia dalam pekerjaannya bukan robot yang bekerja tanpa perasaan, pikiran dan kehidupan sosial. Manusia adalah mahluk yang paling kompleks.
Manusia memiliki rasa suka dan benci. Manusia mempunyai kehendak, kemauan, angan-angan dan cita-cita. Manusia memiliki dorongan-dorongan hidup. Selain itu, manusia mempunyai pikiran dan pertimbangan yang menentukan sikap, pendirian dan perbuatannya. Juga manusia mempunyai pergaulan hidup, baik di rumahnya atau tempat kerjanya, maupun dalam masyarakat luas sekitarnya. Maka demikian pula seorang pekerja dan juga pengusaha memiliki pula perasaan, pikiran dan kehidupan sosial seperti itu. Kesemua hal tersebut menyebabkan pengaruh sangat dominan terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaan dan melakukan pekerjaannya atau pengusaha dalam usaha dan menjalankan usahanya.
Kehendak, kemauan, dan cita-cita seorang pekerja berpengaruh pula pada pekerjaannya. Mungkin pekerjaannya yang sekarang itu sama sekali bukan kehendak atau cita-citanya, sehingga yang bersangkutan bekerja sekadarnya. Atau siapa tahu pekerjaan yang dikerjakan itu sama sekali bertentangan dengan kehendak atau cita- citanya, melainkan hanya karena keadaan memaksanya untuk melakukan pekerjaan tersebut. Atau siapa tahu pula justru pekerjaan itu berlawanan dengan hati nurani dan rasa harga dirinya (human dignity). Mengerjakan suatu pekerjaan yang benar-benar menjadi iclaman akan disertai semangat kerja penuh, motivasi kerja tinggi, kegairahan kerja, kebanggaan akan prestasi kerja dan penuh tanggung jawab serta dedikasi.
Manusia memiliki pikiran dan pertimbangan. Salah satu pikiran yang selalu menggangu adalah pikiran yang berakar kepada kekhawatiran. khawatir kalau pekerjaan pada suatu waktu tidak akan ada lagi, oleh karena perusahaan bangkrut. Khawatir kalau dipecat dari pekerjaan. Khawatir berbuat salah. Dan aneka kekhawatiran lainnya. Kekhawatiran ini sering meningkat menjadi tegangan pikiran yang mengakibatkan pekerja yang bersangkutan menjadi sakit.
Selain itu, suatu kekhawatiran kadang-kadang di selimuti dengan perbuatan yang seolah-olah di maksud untuk meniadakan kekhawatiran tersebut; misalnya seorang pekerja marah kepada atasannya oleh karena ia merasakan ketidakadilan perlakuan atasannya, kemarahannya dipendamnya, namun dalam pikiran ia benar- benar khawatir kalau atasannya mengetahui tentang kemarahannya kepada atasannya. Untuk menghidari diri dari kemungkinan atasannya mengetahui kemarahannya dan juga untuk menghilangkan kekhawatiran yang menggangu pikiran itu pekerja dimaksud sering tidak masuk kerja yang sesungguhnya perbuatan demikian dimaksudkan guna menutupi kekhawatirannya dan menghindari atasannya mengetahui tentang kemarahannya.
Seorang pekerja adalah anggota atau pimpinan dari satu keluarga dan sekurang-kurangnya anggota pula dari masyarakat tempat pergaulan hidupnya.
Kehidupan kekeluargaan sangat mempengaruhi pekerja dalam pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Jika seorang pekerja berselisih dengan istrinya sebelum ia pergi bekerja. setidak-tidaknya kesan perselisihan tadi masih dibawanya ke tempat kerja, bahkan mungkin ia menjadi cepat sekali marah pada hari-hari tersebut. Tekanan hidup yang berat bagi keluarga pekerja tercermin pula dalam pekerjaannya, misalnya dalam bentuk pelambatan kerja atau perusakan alat. Suatu pekerjaan penuh risiko hanya boleh dikerjakan oleh seseorang yang kehidupan keluarganya memungkinkan perasaan dan pikiran stabil-mantap sehingga risiko pekerjaan dapat diatasi dan dilalui dengan mulus dan selamat. Demikian pula kehidupan dalam masyarakat memperlihatkan pengaruh yang cukup berarti kepada perilaku pekerja yang bersangkutan. Umumnya dapat dikatakan bahwa seorang pekerja yang baik mempunyai pergaulan hidup yang baik pula. Sebaliknya lingkungan hidup yang penuh kekerasan menyebabkan seseorang bertingkah laku keras dan kasar.
Faktor-faktor di lingkungan kerja yang menyebabkan para pekerja tertekan jiwanya dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja, kecenderungan terjadinya kecelakaan kerja, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, atau bahkan dapat menimbulkan terjadinya penyakit jiwa, seperti neorosis dan psikosis (Harianto, 2012).
2.7. Pengendalian Faktor Kesehatan Kerja
Bagi pekerja di pencetakan batu bata, cara yang paling baik untuk menghindari bahaya kesehatan kerja adalah dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) mengurangi kontak dengan sumber infeksi dan ini dapat di lakukan dengan usaha kesehatan pribadi dan usaha perlindungan diri dalam bekerja.
2.8. Landasan Teori Penelitian
Menurut (Suma’mur 2009), faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai berikut:
1. Faktor fisik, seperti: a.
Suara, yang bisa menyebabkan tuli akibat kerja.
b.
Radiasi sinar-sinar Rotgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit saluran darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan katarak (cataract) pada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi sebab konjuntivitis foto elektrika (conjunctivitis photoelectrica).
c.
Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stoke (pukulan panas), kejang panas (heat cramps), atau hiperpireksia (hyperpyrexia), sedangkan suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite.
d.
Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson desease).
e.
Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.
2. Faktor kimiawi, yaitu: a.
Debu yang menyebabkan pneumoconiosis, diantaranya silicosis, asbetosis dan lainnya.
b.
Uap yang diataranya menyebabkan demam uap logam (Metal fume fever), dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida.
2,
Gas misalnya keracunan oleh CO d.
2
c. H S dan lainnya.Larutan zat kimia yang misalnya menyebakan iritasi kepada kulit.
e.
Awan atau kabut misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan lainnya yang menimbulkan keracunan.
3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.
4. Faktor fisiologi (ergonomis), yaitu antara lain kesalahan kontruksi mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.
5. Faktor mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit psikosomatis.
2.9. Konsep Penelitian
Bahaya: Faktor Fisik
- Gangguan Kesehatan Faktor Kimia -
Tenaga Kerja Faktor Biologi
- Faktor Fisiologi dan Ergonomi -
- Faktor Psikososial