Usaha Batu Bata Di Desa Sidodadi Batu 8 Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang (1970-1998)

(1)

USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8 KECAMATAN

PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG (1970-1998)

Skripsi Sarjana Dikerjakan O

L E H

NAMA : NOVITA RATNA SARI NIM : 080706021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SEJARAH MEDAN


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8 KECAMATAN

PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG (1970-1998)

Yang diajukan oleh :

Nama : NOVITA RATNA SARI NIM : 080706021

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum tanggal:

NIP. 196409221989031001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum tanggal:

NIP. 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8 KECAMATAN

PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG (1970-1998)

Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh

Nama : NOVITA RATNA SARI

NIM : 080706021

Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen Disetujui Oleh:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001

Medan,


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Sarjana Oleh Dekan dan Panitia Ujian PENGESAHAN :

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 195110131976031001 Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum (………)

2. Dra. Nurhabsyah, Msi (………)

3. Drs. Samsul Tarigan (………)

4. Drs. Timbun Ritonga (………)


(6)

KATA PENGANTAR

Sejarah secara sempit adalah sebuah peristiwa manusia yang bersumber dari realisasi diri, kebebasan dan keputusan daya rohani. Sedangkan secara luas, sejarah adalah setiap peristiwa (kejadian). Sejarah adalah catatan peristiwa masa lampau, studi tentang sebab dan akibat. Sejarah kita adalah cerita hidup kita. Peristiwa yang terjadi baru dapat dikatakan sebagai sejarah apabila di dalamnya telah terdapat setidaknya tiga aspek yaitu, manusia sebagai pelaku, tempat terjadinya, serta waktu terjadinya peristiwa tersebut. Peristiwa sejarah memang tidak dapat terulang kembali. Maka, perlu dilakukan perekonstruksian terhadap kehidupan manusia yang terjadi di masa lalu melalui penelitian dengan metode sejarah. Walaupun peristiwa tersebut tidak dapat ditampilkan atau direkonstruksikan seutuhnya karena keterbatasan sumber dan cakupan waktu, namun paling tidak peristiwa yang terjadi di masa lalu, dapat dijadikan pelajaran untuk masa sekarang dan pedoman bertindak untuk masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini penulis melakukan penelitian mengenai sejarah sosial ekonomi. Lebih spesifik lagi penulis melakukan penelitian mengenai sebuah usaha batu bata pada sebuah desa yang mempengaruhi sosial ekonomi masyarakat desa tersebut. Hasil penelitian sejarah tersebut akhirnya dituangkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul “ Usaha Batu Bata Di Desa Sidodadi Batu 8 Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang (1970-1998)”. Skripsi ini membahas bagaimana kemunculan sebuah usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang, perkembangan, serta dampak usaha batu bata ini terhadap kehidupan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8.

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Program Studi Ilmu Sejarah untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Sejarah di Fakultas


(7)

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak berjalan lancar, banyak hambatan yang dilalui oleh penulis terutama dalam hal pengumpulan data dan literatur pendukung lainnya, baik di lokasi penelitian atau perpustakaan. Oleh karena itu penulis menyadari di dalam hasil penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan maupun kesalahan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan hasil penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memperkaya bahan bacaan serta tambahan literatur bagi penelitian lanjutan atau penilitian yang lain.

Medan, Februari 2014.

Penulis.


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW atas nikmat kehidupan, kesehatan, dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. Atas izin dari Allah SWT penulis dapat menjalani pendidikan sebagai mahasiswa di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya dan akhirnya bisa menyelesaikan studi sarjana di Universitas Sumatera Utara meskipun harus melalui banyak cobaan dan rintangan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Ayahanda Alm.Rahmad dan Ibunda Nazli Pari Purna, untuk segala doa dan pengorbanan yang sangat mulia, telah menjaga, merawat, dan mendidik penulis sampai penulis menikah. Terimakasih yang besar penulis haturkan terutama kepada Alm. Ayahanda Tercinta, Rahmad yang telah berpulang ke pangkuan Ilahi Rabbi. Beliau adalah orang yang paling memotivasi penulis untuk menyelesaikan studi sarjana di Universitas Sumatera Utara. Penulis mempersembahkan gelar sarjana ini kepada beliau untuk segala pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis dari kecil hingga penulis tumbuh dewasa dan akhirnya menikah. Semoga Ayahanda bahagia di sisi Nya.

Kepada suami dan anak yang penulis sangat cintai, Indra Wijaya dan Ridho Alfi Wijaya, penulis mengucapkan terimakasih untuk segala dukungan doa dan kebersamaan di keluarga kecil kita. Kebersamaan keluarga yang harmonis dan dukungan penuh suami menambah semangat penulis untuk menyelesaikan studi walau harus melalui banyak rintangan dan cobaan. Semoga Ridho Allah SWT selalu menyertai keluarga kecil kita.

Penulisan skripsi ini juga dapat diselesaikan juga atas bantuan, dukungan, bimbingan, dan arahan, serta saran dan masukan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :


(9)

1. Universitas Sumatera Utara, tempat penulis menyelesaikan studinya.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum, selaku Pimpinan Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, sekaligus dosen pembimbing skripsi penulis. Beliau banyak berjasa dalam hal memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk perhatian, dukungan dan ketersediaan waktunya untuk bimbingan, memberikan saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Budi Agustono, M.Hum, selaku dosen wali penulis selama perkuliahan di Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh dosen yang pernah memberikan ilmunya pada penulis, di antaranya: Bapak Drs. Wara Sinuhaji, M.Hum.; Bapak Drs. Sentosa Tarigan, M.SP.; Bapak Drs. J. Fachruddin Daulay; Bapak Drs. Samsul Tarigan; Bapak Dr. Suprayitno, M.Hum.;( Alm) Bapak Drs. Bebas Surbakti; Bapak Drs. Timbun Ritonga.; Ibu Dra. Peninna Simanjuntak, M.S.; Ibu Dra. Haswita, M.SP.; Ibu Dra. Ratna, M.S.; Ibu Dra. Lila Pelita Hati, M.Si.; Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U.; Ibu Dra. Farida Hanum, M.SP.; Ibu Dra. Nurhamidah, M,A; Ibu Dra. S.P. Dewi Murni, M.A.; (Alm) Bapak Drs. Indera, M.Hum; serta staf pengajar dari departemen/jurusan lain yang juga mengajar di Departemen Sejarah.

7. Seluruh informan yang telah memberikan informasi dalam penelitian ini, terutama kepada seluruh pengusaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8.


(10)

8. Kepala Desa Sidodadi Batu 8 beserta seluruh staf yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk melihat dan mengambil data-data mengenai Desa Sidodadi Batu 8.

9. Seluruh teman mahasiswa Departemen Sejarah angkatan 2008 yang tetap saling memberikan semangat dan dorongan di tengah kesibukan masing-masing dalam mengerjakan proposal dan skripsi.

Terima kasih untuk semua pihak yang belum disebutkan, yang telah membantu penulisan skripsi ini. Penulis tidak dapat membalas secara langsung budi baik yang telah diberikan, kiranya Tuhan memberikan yang terbaik untuk semuanya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Tertanda,


(11)

ABSTRAK

Usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 muncul di desa ini pada sekitar tahun 1970-an. Teknologi pengolahan batu bata di desa ini diperkenalkan oleh penduduk pendatang yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Kemunculan usaha k batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ini kemudian dapat mengatasi permasalahan perekonomian yang melanda masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 sebelum munculnya usaha batu bata di desa ini. Usaha batu bata terus mengalami perkembangan yang pesat pada Desa Sidodadi Batu 8 karena jenis tanah yang cocok untuk bahan baku pembuatan batu bata, yakni tanah galong.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan latar belakang munculnya usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8, perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 tahun dari tahun 1970 sampai 1998, serta dampak dari usaha batu bata terhadap desa dan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan Heuristik (pengumpulan data atau sumber informasi), Kritik (pengujian sumber informasi), Interpretasi (penafsiran atau penyimpulan data) dan Historiografi (penulisan dalam bentuk skripsi).

Usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 telah memberikan konstribusi bagi desa dan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, untuk Desa Sidodadi Batu 8, usaha batu bata sedikit banyak telah membantu pembangunan sarana dan prasarana desa untuk masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, usaha batu bata berhasil menaikkan taraf kehidupan masyarakat desa ke arah yang lebih baik, termasuk didalamnya untuk segi perekonomian dan pendidikan.


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.4. Tinjauan Pustaka ... 8

1.5. Metode Penelitian ... 10

BAB II DESA SIDODADI BATU 8 SEBELUM MUNCULNYA USAHA BATU BATA 2.1. Letak Geografis ... 14

2.2. Penduduk ... 18

2.3. Keadaan Sosial Ekonomi ... 23

BAB III MUNCULNYA USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8 KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG 3.1. Latar Belakang Munculnya Usaha Batu Bata Di Desa Sidodadi Batu 8. 3.1.1. Kemiskinan Dan Kurangnya Lapangan Kerja…………. ... 30

3.1.2. Rendahnya Tingkat Pendidikan……… .. 34


(13)

BAB IV PERKEMBANGAN USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU DELAPAN KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 1970-1998

4. 1. Sistem Produksi Batu Bata ... 41

4.1.1. Input Produksi ... 41

4.1.1.1. Modal Finansial ... 42

4.1.1.2. Bahan Baku ... 45

4.1.1.3. Alat-alat Produksi ... 47

4.1.1.4. Tenaga Kerja ... 50

4.1.2. Sistem (Teknologi) Pengolahan ... 52

4.1.2.1. Pengangkutan Bahan Baku ... 53

4.1.2.2. Pencetakan ... 55

4.1.2.3. Pembakaran ... 58

4.1.2.4. Penjemuran ... 59

4.1.3. Output Produksi ... 61

4.1.3.1. Kuantitas ... 61

4.1.3.2. Kualitas ... 64

4.2. Pemasaran ... 66

4.2.1. Distributor ... 68

4.2.2. Transportasi ... 70

4.2.3. Harga ... 72

4.2.4. Kewirausahaan ... 73

BAB V PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA BATU BATA TERHADAP DESA SIDODADI BATU DELAPAN KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG


(14)

5.1. Ekologi ... 76

5.2 . Perekonomian ... 78

5.3. Sarana dan prasarana ... 82

5.4. Komersialisasi dan Kesempatan Kerja ... 83

5.5. Polarisasi Kekayaan ... 87

BAB VI KESIMPULAN ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 96

DAFTAR INFORMAN ... 98


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 20

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur ... 21

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama ... 22


(16)

ABSTRAK

Usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 muncul di desa ini pada sekitar tahun 1970-an. Teknologi pengolahan batu bata di desa ini diperkenalkan oleh penduduk pendatang yang berasal dari daerah Sumatera Barat. Kemunculan usaha k batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ini kemudian dapat mengatasi permasalahan perekonomian yang melanda masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 sebelum munculnya usaha batu bata di desa ini. Usaha batu bata terus mengalami perkembangan yang pesat pada Desa Sidodadi Batu 8 karena jenis tanah yang cocok untuk bahan baku pembuatan batu bata, yakni tanah galong.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan latar belakang munculnya usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8, perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 tahun dari tahun 1970 sampai 1998, serta dampak dari usaha batu bata terhadap desa dan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan tahapan Heuristik (pengumpulan data atau sumber informasi), Kritik (pengujian sumber informasi), Interpretasi (penafsiran atau penyimpulan data) dan Historiografi (penulisan dalam bentuk skripsi).

Usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 telah memberikan konstribusi bagi desa dan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, untuk Desa Sidodadi Batu 8, usaha batu bata sedikit banyak telah membantu pembangunan sarana dan prasarana desa untuk masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, usaha batu bata berhasil menaikkan taraf kehidupan masyarakat desa ke arah yang lebih baik, termasuk didalamnya untuk segi perekonomian dan pendidikan.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Desa Sidodadi Batu 8 adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang, yang menurut keterangan yang diperoleh dari beberapa warga masyarakat bahwa Desa Sidodadi Batu 8 terbentuk dari lahan suguhan eks garapan perkebunan PTP IX Pagar Merbau. Tanah eks PTP IX pada waktu itu kondisi tanahnya kurang subur untuk ditanami tembakau. Setelah diadakan penelitian, tanah yang ditempati warga pada waktu itu dalam keadaan kurang subur maka bertukarlah fungsi dari lahan tersebut bekas lahan suguhan PTP IX dijadikan pemukiman warga yang pada waktu itu terdiri dari kurang lebih 26 KK atau kurang lebih 75 jiwa dengan luas wilayah kurang lebih 28 Hektar. Peristiwa alih fungsi lahan tersebut terjadi sekitar tahun 1943. Oleh karena desa ini merupakan bekas lahan garapan PTP IX Pagar Merbau, maka masyarakat yang berdomisili di dalam desa ini sebahagian besar ialah mantan buruh pada PTP IX Pagar Merbau.

Mata pencaharian penduduk Desa Sidodadi Batu 8 pada awal desa ini dibuka adalah buruh perkebunan. Sebahagian penduduk lain bekerja sebagai supir, dan bercocok tanam, seperti menanam padi dan palawija. Hasil yang diperoleh hanya untuk kebutuhan konsumsi saja, dalam hal ini mereka hanya mengusahakan perekonomian yang subsisten. Usaha pertanian tetap diusahakan oleh masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, tetapi karena ketidaktersediaan lahan, maka usaha pertanian di desa ini tidak begitu berkembang.


(18)

Perekonomian Desa Sidodadi Batu 8 memburuk setelah terjadi bencana banjir tahun 1954, sebahagian lahan tidak dapat ditanami, dan pertanian rusak. Keadaan ekonomi yang buruk terus berlangsung sampai tahun 1972, pada tahun ini situasi ekonomi Desa Sidodadi Batu 8 terus memburuk, dimana pada tahun ini warga Desa Sidodadi Batu 8, khususnya para petani terkena musibah, yaitu bencana hama wereng yang mengakibatkan gagal panen dan terpaksa warga memakan beras jagung sebagai pengganti nasi.

Kondisi kehidupan pada tahun 1972 menggambarkan bahwa masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 mengalami permasalahan ekonomi, yakni kemiskinan. Kondisi ini mengharuskan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 untuk segera mengatasi permasalahan perekonomian yang mereka hadapi.

Permasalahan perekonomian tersebut akhirnya dapat teratasi dengan kemunculan usaha batu bata di desa ini oleh penduduk pendatang yang berasal dari daerah Sumatera Barat pada sekitar tahun 1970 an. Usaha batu bata yang dirintis oleh penduduk pendatang ini mencapai keberhasilan dan terus berkembang.

Keberhasilan usaha batu bata yang diperoleh penduduk pendatang menumbuhkan minat masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 untuk mengikuti jejak penduduk pendatang tersebut. Pada mulanya mereka hanya ikut bekerja sebagai buruh, lama kelamaan setelah mengerti, mereka mengolah tanahnya sendiri.

Usaha batu bata di desa ini pada mulanya adalah usaha rakyat yang hanya digunakan untuk membantu memenuhi kehidupan sehari-hari, tetapi karena permintaan akan batu bata yang meningkat maka terjadi komersialisasi pada usaha batu bata. Usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 terus mengalami perkembangan.


(19)

Perkembangan usaha batu bata yang terus berkembang pada desa ini dikarenakakan faktor utama, yakni tanah yang sesuai dengan usaha kerajinan batubata, yaitu tanah galong.

Faktor pendukung lain ialah pembangunan yang berkelanjutan di daerah perkotaan sekitar Desa Sidodadi Batu 8, banyak memberikan peluang bagi banyak orang. Apalagi ditunjang pendapatan yang semakin meningkat ,sehingga memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan utama properti seperti batu bata.

Faktor lain yang juga secara tidak langsung dapat mengembangkan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8, yaitu lokasi Desa Sidodadi Batu 8 yang tidak begitu jauh sehingga mudah dijangkau oleh pemasaran usaha batu bata ini.

Perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 yang semakin pesat membuat usaha ini menjadi mata pencaharian utama di Desa Sidodadi Batu 8. Pada tahun 1980-an hampir seluruh kepala keluarga mengandalkan usaha batu bata sebagai mata pencaharian sehari-hari. Selama kurun waktu 1970 – 1998 tidak dapat ditentukan jumlah pengusaha batu bata secara pasti, hal ini dikarenakan hampir setiap tanah kosong di samping atau di belakang rumah selalu ada tempat pembakaran batu bata.

Perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 sedikit banyaknya merubah kondisi kehidupan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8. Perubahan kehidupan yang dimaksud ditandai dengan peningkatan pendapatan serta kemampuan mereka menaikkan taraf hidup di tengah kehidupan bermasyarakat termasuk dalam hal pendidikan. Perkembangan usaha batu bata juga sedikitnya memberikan konstribusi yang baik terhadap Desa Sidodadi Batu 8, terutama dalam pembangunan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 menuju ke arah yang lebih baik. Seperti halnya perbaikan jalan beraspal yang


(20)

berlubang memudahkan transportasi untuk pengangkutan hasil produksi batu bata usaha milik masyarakat Desa Sidodadi Batu 8. Hal ini secara tidak langsung dapat mendukung kelancaran usaha dari masyarakat Desa Sidodadi Batu 8.

Dalam kurun waktu 1970-1998, usaha batu bata di desa ini mengalami perkembangan yang cukup berarti, usaha batu bata yang diperkenalkan penduduk pendatang di Desa Sidodadi Batu 8 ini pada awalnya hanya berkembang menjadi mata pencaharian utama berskala rumah tangga. Seiring perkembangan zaman, teknologi dalam pengolahan batu bata juga mengalami perkembangan dari teknologi pengolahan konvensional sampai pada pengolahan dengan menggunakan mesin. Kemajuan dalam sistem pengolahan batu bata merupakan faktor perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 tumbuh menjadi usaha rakyat yang lebih maju. Kemajuan teknologi dalam pengolahan batu bata memungkinkan sebuah usaha ini dapat memproduksi atau menyediakan batu bata dalam jumlah besar sesuai permintaan konsumen. Pengetahuan akan perkembangan teknologi pengolahan batu bata diperoleh setelah membaiknya taraf hidup masyarakat Desa Sidodadi Batu 8, termasuk dalam hal pendidikan. Perkembangan pendidikan memperluas pengetahuan masyarakat untuk lebih mengembangkan usaha batu bata sehingga usaha batu bata di desa ini mengalami perkembangan dalam kurun waktu 1970-1998.

Sesuai dengan kondisi yang diuraikan, tulisan ini membahas mengenai USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU DELAPAN KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG (1970-1998) .


(21)

Cakupan spasial kajian ini bersifat lokal, yaitu Desa Sidodadi Batu Delapan Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.Penulisan tingkat lokal dalam sejarah adalah penulisan kesan masa lalu dari kelompok masyarakat yang pada tempat atau geografis terbatas.1

Cakupan temporalnya dibatasi pada tahun 1970-1998. Tahun 1970 dimulai sebagai sebagai awal penelitian karena telah berdiri kilang batu bata terbesar di desa ini oleh penduduk pendatang yang berasal dari daerah Sumatera Barat dengan menggunakan tenaga kerja penduduk desa setempat, hal ini menunjukkan usaha batu bata mulai tumbuh dan berkembang, usaha ini kemudian mengalihkan mata pencaharian penduduk desa ini dari perekonomian subsisten menjadi pengrajin batu bata karena pada tahun 1972 warga Desa Sidodadi Batu Delapan khususnya pada para petani terkena musibah, yaitu bencana hama wereng yang mengakibatkan gagal panen, sehingga warga terpaksa makan beras jagung sebagai pengganti nasi.

2

Tahun 1998 diambil sebagai batas akhir penelitian karena terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan kelesuan pada usaha batu bata pada desa ini, dan setelah terjadi pemulihan ekonomi pasca krisis moneter usaha batu bata ini mulai berkembang kembali, bahkan semakin maju dengan penggunaan teknologi mesin, sehingga dapat memproduksi batu bata dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan dampak positif bagi masyarakat Desa Sidodadi, karena berkembangnya usaha batu bata ini dapat menyerap tenaga kerja pada Desa Sidodadi Batu 8. Tetapi penulis tidak mengkaji di luar batasan akhir tahun penelitian.

1

Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1977), hlm. 15.

2

Perangkat Desa Sidodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang,Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Tahun 2010-2014 (2010), hlm.13.


(22)

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan sebuah landasan penelitian yang berguna untuk mengetahui hal-hal apa saja yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah penelitian. Akar permasalahan merupakan aspek yang penting karena di dalamnya terdapat berbagai konsep yang akan diteliti oleh peneliti. Maka sesuai dengan judul “ USAHA BATU BATA DESA SIDODADI BATU 8 KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG (1970-1998)”

dibuatlah suatu batasan pokok masalah penelitian yang dirangkum dalam beberapa pertanyaan, yaitu:

1. Bagaimana latar belakang usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu Delapan Kecamatan

Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu Delapan Kecamatan

Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang sejak tahun 1970-1998?

3. Bagaimana pengaruh usaha batu bata pada masyarakat Desa Sidodadi Batu Delapan

Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Melalui berbagai rumusan masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah hal-hal apa saja yang menjadi tujuan penelitian serta manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah:


(23)

1. Untuk mendeskripsikan latar belakang usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu Delapan

Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mendeskripsikan perkembangan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu Delapan

Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang sejak tahun 1970-1998.

3. Untuk mendeskripsikan pengaruh usaha batu bata pada masyarakat Desa Sidodadi Batu

Delapan Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.

Selain tujuan penelitian, juga dapat diperoleh berbagai manfaat penelitian, di antaranya adalah:

1. Penelitian ini akan memperkaya pengetahuan penulis dan masyarakat umum tentang perkembangan usaha batu bata pada Desa Sidodadi Batu 8 Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.

2. Penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat dan aparatur Desa Sidodadi Batu 8 pada khususnya serta bagi masyarakat luas pada umumnya sehingga dapat mengetahui perkembangan usaha batu bata di desa ini secara jelas, dan dapat mendukung terhadap usaha kerajinan ini.

3. Memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai manfaat digalakkan sektor industri rumah tangga di desa dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat kearah yang lebih maju.

4. Penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama.


(24)

1.4. Tinjauan Pustaka.

Tinjauan pustaka adalah pintu gerbang pengantar dalam melakukan penelitian ini dalam menelusuri kajian yang akan diteliti. Sebagai gambaran teori, tinjauan pustaka menjadi penasihat bagi perjalanan awal penelitian. Untuk itu, beberapa referensi penulis pergunakan di antaranya:

Usaha batu bata di Desa Sidodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang memang belum pernah dikaji secara khusus oleh peneliti, tetapi telah ada penelitian sebelumnya pada desa tetangga, yakni skripsi yang ditulis oleh Sri Elliati(1985) dengan judul Kehidupan Masyarakat Pengusaha Batu Bata di Desa Jati Rejo 1974-1984, menjelaskan mengenai latar belakang kemunculan usaha batu bata pada desa-desa yang ada pada Kecamatan Pagar Merbau, literatur ini penulis gunakan untuk memperoleh data-data tambahan mengenai awal kemunculaan usaha batu bata dan melanjutkan penelitian mengenai perkembangan usaha batu bata sampai tahun 1998. Penelitian yang sama mengenai usaha batu bata pernah diteliti pada daerah lain, Lita Zahara(2002) dalam skripsinya yang berjudul Kehidupan Masyarakat Pengusaha Batubata di Kelurahan Kisaran Barat (1985-2000),menjelaskan mengenai perkembangan usaha batubata di Kelurahan Kisaran Barat terkait kepada sosial ekonomi masyarakat Kelurahan setempat. Kedua skripsi ini membicarakan mengenai usaha batu bata dan pengaruhnya kepada sosial ekonomi pengusaha dan masyarakat tempat usaha batu bata itu berada, tetapi penelitian saya yang juga mengenai usaha batu bata lebih fokus memaparkan mengenai usaha batu bata yang mempengaruhi desa dimana usaha ini berada. Mubyarto (2000) dalam suntingan mengenai Semiloka Gugus Nusa Tenggara dengan judul buku Pemulihan Ekonomi Rakyat Menuju Kemandirian Masyarakat Desa menuangkan berbagai cara pembangunan desa dalam rangka memperbaiki perekonomian di desa-desa tertinggal. Sajogyo Pudjiwati (1999) dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Pedesaan (Kumpulan Bacaan, Jilid 1) menuangkan definisi desa dan


(25)

cirri-ciri masyarakat desa, bahwasanya desa memiliki ciri-ciri kehidupan yang jauh tertinggal dari peradaban masyarakat yang tinggal di perkotaan. Dumairi dan Syahrul Hadi Prabowo (1983) dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Di Indonesia, menjelaskan mengenai berbagai macam masalah perekonomian terutama pada daerah pedesaan ialah kemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaan, maka dari itu untuk memicu pertumbuhan dan perkembangan perekonomian masyarakat desa harus menciptakan sektor perekonomian nonagraris padat karya yang akan banyak menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja. Beddu Amang (1995) dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Rakyat, Usaha Kecil dan Koperasi, menjelaskan mengenai pemahaman tentang industrialisasi pedesaan, sektor industi merupakan roda penggerak perekonomian di masa menadatang. Industrialisasi adalah suatu proses perubahan dari masyarakat industri. Dalam hal industrialisasi pedesaan, motor penggeraknya tetap bermula dari ciri ekonomi kawasan bersangkutan. Untuk itu perlu memberi batasan mengenai industrialisasi pedesaan, motor penggeraknya tetap bermula dari ciri ekonomi kawasan bersangkutan. Untuk itu perlu memberi batasan mengenai industrialisasi pedesaan sebagai berikut, (1) berlokasi di pedasaan,(2) terintegrasi vertical ke bawah, (3) mempunyai kaitan input-output dengan industri lainnya, (4)dimiliki oleh penduduk desa, (5) padat tenaga kerja, (6), mempunyai tenaga kerja penduduk desa, dan (7) menggunakan bahan baku yang berbasis sumber daya alam setempat. Hanya dengan industrialisasi bermuatan desa , penduduk setempat dapat menikmati nilai tambah, selain itu industrialisasi pedesaan hendaknya berperan dalam pertumbuhan ekonomi desa.


(26)

1.5. Metode Penelitian

Untuk mengetahui dan penjelasan mengenai adanya segala sesuatu yang berhubungan dengan pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian yang disebut metode penelitian . Jenis penelitian yang digunakan yang dilakukan ialah penelitian Deskriftif Naratif. Oleh karena penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif naratif dalam disiplin Ilmu Sejarah maka dalam penelitian ini memakai metode sejarah, yaitu:

Heuristik yaitu proses pengumpulan data dan menemukan sumber berupa dokumen-dokumen tertulis dan lisan dari peristiwa masa lampau sebagai sumber sejarah.

Adapun sumber sejarah tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah , Arsip Kecamatan Pagar Merbau mengenai data statistik yang memberikan gambaran tentang keadaan sosial dan ekonomi di Kecamatan Pagar Merbau, Arsip Desa Sidodadi Batu Delapan yang terdapat pada kantor desa, data-data statistik Kabupaten Deli Serdang dan Kecamatan Pagar Merbau yang ada pada Badan Pusat Statistik Deli Serdang. Metode yang dilakukan dalam mengumpulkan sumber tertulis adalah studi pustaka dilakukan sebelum ke lapangan untuk mengumpulkan sumber sekunder yang relevan dengan masalah yang dikaji, studi pustaka didapat pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Studi arsip dilakukan untuk mengumpulkan sumber primer tertulis yang ada di Kantor Kecamatan Pagar Merbau, Kantor Desa Sidodadi Batu Delapan , Biro Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang.

Selain pengumpulan sumber tertulis, dilakukan juga pengumpulan sumber lisan. Metode ini dilaksanakan melalui wawancara terhadap sejumlah saksi sejarah di daerah penelitian meliputi tokoh-tokoh masyarakat, pejabat instansi yang mengetahui seluk-beluk peristiwa dan beberapa penduduk di Desa Sidodadi Batu 8 yang menjadi saksi awal perkembangan


(27)

usaha batu bata, disesuaikan dengan klasifikasi umur. Metode sejarah lisan berguna untuk mengungkapkan keterangan-keterangan penting yang tidak ditemukan dalam sumber tertulis. Desa-desa kita tidak banyak yang menyimpan dokumen tua, kekurangan itu tentu harus diisi oleh sejarah lisan.3

b. Kritik Sumber, merupakan tahap kedua setelah sumber-sumber yang diperlukan terpenuhi. Kritik ekstern dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui keotentikan atau keaslian bahan dan tulisan dalam sumber tertulis. Kritik intern diperlukan untuk menilai isi sumber yang dikehendaki untuk mendapatkan kredibilitas sumber. Beberapa sumber yang penulis peroleh dan dilakukannya kritik sumber diperoleh beberapa sumber yang teruji keotentikannya, sebagian diantaranya melalui kritik intern dan penelusuran sumber melalui wawancara dapat diketahui kebenaran isi sumber yang penulis kehendaki.

c. Sintesa atau interpretasi yaitu tahapan untuk menafsirkan fakta serta membandingkannya untuk diceritakan kembali. Sumber yang telah diseleksi selanjutnya dilakukan tahapan sintesa untuk mengurutkan dan merangkaikan fakta-fakta serta mencari hubungan sebab-akibat.

d. Historiografi atau Penulisan Sejarah yaitu proses mensintesakan fakta atau proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan yang bersifat historis secara kritis analitis dan bersifat ilmiah berdasarkan fakta yang diperoleh. Dengan demikian perkembangan yang terjadi pada masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 dapat terungkap secara kronologis

3


(28)

BAB II

DESA SIDODADI BATU 8 SEBELUM MUNCULNYA USAHA BATU BATA

2.1. Letak Geografis

Desa Sidodadi Batu 8 adalah salah satu desa yang berada pada Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.4 Terletak 1 km dari ibukota Kecamatan Pagar Merbau, 4 km dari ibukota Kabupaten Lubuk Pakam, dan 34 km dari ibukota Provinsi Sumatera Utara.5

Desa Sidodadi Batu 8 terbentuk mulai tahun 1945 yang pada waktu itu masih berada pada kawasan / wilayah Kecamatan Lubuk Pakam setelah pada tahun 1983 terbentuklah Kecamatan Pagar Merbau, maka Desa Sidodadi Batu 8 bergabung pada Kecamatan Pagar Merbau sampai sekarang.

Desa ini berdampingan dengan desa-desa lain yang berada pada Kecamatan Pagar Merbau. Tepatnya terletak pada tepi jalan lintas di antara Kecamatan Lubuk Pakam menuju Kecamatan Galang, Kecamatan Dolok masihul, dan Kota Madya Tebing Tinggi.

6

Letak Desa Sidodadi Batu 8 memanjang dari Timur ke Barat dan bentuknya tidak jauh berbeda yaitu memanjang mengikuti jalan desa sepanjang 1100 m. Batas-batas wilayahnya adalah,

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukamulia Kecamatan Pagar Merbau.

4

BPS Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan Pagar Merbau Dalam Angka (2012),hlm. 4.

5

Ibid, hlm. 5.

6


(29)

• Sebelah Timur berbatasan dengan jalan raya Lubuk Pakam menuju Galang atau dengan PTPN II Pagar Merbau .

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jati Rejo Kecamatan Pagar Merbau. • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukamulia Kecamatan Pagar Merbau. Letak dan bentuk desa ini tidak jauh berbeda dengan desa-desa tetangga yang bersebelahan dengan desa ini. Terutama untuk Desa Jati Rejo, kesamaan letak dan bentuk sangat jelas terlihat dimana bila kita mengunjungi Desa Jati Rejo ataupun desa Sidodadi Batu 8 ini dengan sekali lintas saja kita telah bisa melihat seluruh desa beserta isinya, karena hampir keseluruhan bangunan rumah mereka letaknya di sepanjang jalan desa tersebut sampai ke perbatasan di sebelah barat. Seakan-akan desa tersebut sengaja di bagi dua oleh letak jalan desa-desa ini, tetapi kenyataannya tidak seperti itu dan keadaan ini terjadi secara kebetulan saja.7

Kesamaan bentuk kedua desa ini yaitu memanjang mengikuti jalan desa dan letaknya berdampingan. Maka apabila kita melintasi jalan raya yang menghubungkan Kota Lubuk Pakam dengan Kota Galang, desa-desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Pagar Merbau terletak pada sepanjang kawasan yang dinamakan Batu Delapan8

Kawasan yang dinamakan Batu Delapan ini merupakan nama tempat yang diberikan untuk desa-desa yang ada pada Kecamatan Pagar Merbau, dimana letak dan bentuknya berderet dan memanjang pada jalan lintas antara Kota Lubuk Pakam menuju Kota Galang.

, 4 km dari kota Lubuk Pakam.

Desa Sidodadi Batu 8 terbagi atas dua lorong, masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 lazim menyebut lorong-lorong ini dengan sebutan Lorong I dan Lorong II. Tetapi sejak awal tahun

7

Sri Elliati (1985), Kehidupan Masyarakat Pengusaha Batu Bata Di Desa Jati Rejo 1974-1984, hlm.15, Skripsi S-1 Sejarah USU, Medan: Tidak Diterbitkan.

8


(30)

1984, penggunaan istilah lorong ini telah diganti oleh pemerintah menjadi Dusun. Pada tahun 1945 yang notabene sebagai awal dibukanya desa ini, masyarakat ataupun penduduk yang berdomisili masih sedikit, maka desa ini hanya terdiri dari satu lorong saja, yakni Lorong I. Pada lorong inilah sebahagian besar penduduk Desa Sidodadi Batu 8 berdomisili.

Untuk lorong I Desa Sidodadi Batu 8 terdapat juga satu tambahan wilayah yang muncul tidak lama setelah desa ini dibuka yakni sebuah Gang yang muncul karena perpecahan jalan dinamakan Gang Buntu ataupun Gang Sempit, dimana pada waktu yang bersamaan setelah muncul Gang ini masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 mengalami perkembangan jumlah penduduk sehingga Gang ini kemudian dilebarkan dan jalannya telah dibuka. Selanjutnya Gang ini berkembang menjadi Lorong II yang merupakan bahagian dari Desa Sidodadi Batu 8 dan memudahkan jalur transportasi di desa ini.

Jarak waktu antara pembukaan kedua lorong ataupun dusun di Desa Sidodadi Batu 8 ini tidaklah begitu lama seperti yang diutarakan di atas, yakni hanya berbeda dalam bulan tetapi tidak berbeda dalam tahun, yakni pada tahun 1945.

Penduduk setempat membuka lorong ini mulai dari yang terdekat dari pasar hitam di sebelah timur dan terus memanjang ke sebelah barat dan sekaligus membuat jalan desa. Hanya saja pada pertama kali lorong-lorong desa ini dikembangkan , rumah-rumah penduduk masih jarang dan seiring waktu berjalan pemukiman terus bertambah dan semakin padat. Di antara penduduk ada yang hanya memiliki lahan untuk perumahan saja, sedangkan untuk usaha batu bata mereka mengusahakan tanah sewa kepada yang memiliki tanah lebih luas.

Luas wilayah Desa Sidodadi Batu 8 adalah 28 Ha dimana 43 % berupa wilayah pemukiman warga, dan 17 % merupakan daratan yang digunakan sebagai lahan sawah dan


(31)

ladang sampai tahun 1954, tetapi pada tahun 1970 lebih dari 17 % daratan ini berubah fungsi menjadi lahan yang dipergunakan sebagai kegiatan usaha batu bata, sedangkan 40% lagi merupakan lahan tidur yang tidak bisa dipergunakan untuk usaha karena keadaan lahannya yang berbentuk kolam-kolam yang sangat dalam semenjak tahun 1990.

Iklim atau cuaca di Desa Sidodadi Batu 8 kecamatan Pagar merbau memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau sesuai dengan iklim Indonesia yakni tropis.

2.2. Penduduk

Desa Sidodadi Batu 8 terbentuk dari lahan suguhan eks garapan perkebunan PTPN IX Pagar Merbau. Tanah PTPN IX pada waktu itu kondisi tanahnya kurang subur untuk ditanami tembakau. Setelah diadakan penelitian tanah yang ditempati warga pada waktu itu dalam keadaan subur maka bertukarlah fungsi dari lahan tersebut bekas lahan suguhan PTPN IX dijadikan pemukiman warga yang pada waktu itu terdiri dari kurang lebih 26 kepala keluarga atau kurang lebih 75 jiwa dengan luas wilayah kurang lebih 28 Ha. Peristiwa alih fungsi atau tukar lahan tersebut terjadi sekitar tahun 1943.9

Tanah di Desa Sidodadi Batu 8 ini dahulunya adalah tanah perkebunan milik Belanda, yang kemudian dihutankan oleh pihak perkebunan dengan komoditi utama pohon Jati karena hasil produksi tembakau tidak memuaskan . Pohon jati ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai bangsal tembakau di Perkebunan Pagar Merbau tersebut, terbukti dengan terdapatnya sebuah gedung yang merupakan gudang penyimpan tembakau di Desa Sidodadi Batu 8 dan jalur

9


(32)

kereta api yang menghubungkan Pagar Merbau ke Bangun Purba yang juga menunjukkan adanya transportasi perkebunan untuk mengangkut hasil produksi milik Belanda. Setelah Indonesia merdeka, perkebunan ini dinasionalisasi menjadi milik Negara yakni PTPN IX Pagar Merbau.

Tanah di Desa Sidodadi Batu 8 ini tidak dimiliki dengan cara jual beli, tetapi tanah ini sengaja ditinggalkan begitu saja oleh pihak perkebunan PTPN IX Pagar Merbau dan dialih fungsikan menjadi pemukiman untuk buruh- buruh perkebunan dan masyarakat di sekitar wilayah ini.

Selain penduduk asli Desa Sidodadi Batu 8 ini yang merupakan bekas buruh PTPN IX Pagar Merbau , penduduk Desa Sidodadi Batu 8 juga berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda. Mayoritas penduduknya yang paling dominan merupakan campuran Putra Jawa yang lahir di Provinsi Sumatera Utara. Sebahagian penduduk merupakan penduduk yang bermigrasi dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur . Ada juga yang berasal dari daerah Sumatera Barat/ Padang.

Masyarakat yang bermigrasi ke desa ini memiliki berbagai motivasi, selain mencari pemukiman yang lebih jarang juga karena ingin memperbaiki keadaan ekonomi mereka.

Desa Sidodadi Batu 8 mempunyai jumlah penduduk, 1209 jiwa pada tahun 1998, yang terdiri dari dusun I 700 jiwa, dusun II 509 jiwa. Jumlah penduduk tersebut dapat diperinci menurut jenis kelamin, kelompok umur, dan agama yang dianut.


(33)

Tabel I

Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah

1 Laki-laki 600

2 Perempuan 609

Jumlah 1209

Sumber: Kantor Kepala Desa Sidodadi Batu 8 Tahun 1998

Keadaan penduduk di Desa Sidodadi Batu 8 mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan jumlah keseluruhan penduduk yang terakhir pada awal desa ini dibuka yakni hanya terdiri dari 26 KK ( Kepala Keluarga ) atau kurang lebih 75 jiwa dengan luas wilayah hanya kurang lebih 28 Hektar pada saat terjadi alih fungsi atau tukar lahan perkebunan menjadi daerah pemukiman sekitar tahuin 1943.

Penduduk Desa Sidodadi Batu 8 yang pertama kali berdomisili di desa ini ialah suku Jawa. Mereka telah ada sejak desa ini dibuka atau mulai dialih fungsikan tanah perkebunan PTPN IX Pagar Merbau menjadi daerah pemukiman. Mereka merupakan eks buruh PTPN IX Pagar Merbau sekitar Tahun 1943-1945. Mayoritas penduduk desa ini memang adalah suku Jawa. Selain dari penduduk asli yang merupakan mantan buruh PTPN IX Pagar Merbau, penduduk lain suku Jawa juga datang dari daerah lain yakni dari daerah Batang Kuis pada tahun 1970, penduduk yang berasal dari daerah ini dan ada juga yang berasal dari daerah Medan yang sengaja ingin membuat pemukiman di desa ini dengan kemauan sendiri di Desa Sidodadi Batu 8 dan berkebetulan telah membeli dan memiliki tanah di desa ini. Selain keinginan bermukim pada tempat yang lebih jarang sebahagian dari mereka mengusahan usaha batu bata. Suku Minang dan Mandailing datang di sekitar tahun 1970-an dengan alasan yang tidak jauh berbeda.


(34)

Pendatang yang berasal dari daerah Sumatera Barat ini juga memilih untuk bermukim pada desa ini dikarenakan ingin memulai usaha batubata yang cocok diusahakan karena jenis tanah yang sesuai dengan jenis usaha batu bata. Orang yang pertama kali memulai usaha batu bata pada desa ini ialah penduduk suku Minang yang berasal dari Sumatera Barat.

Selanjutnya distribusi penduduk berdasarkan golongan umur dapat dilihat pada tabel berikut ini,

Tabel 2

Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur Jumlah

1. 0-4 tahun 112 jiwa

2. 5-7 tahun 200 jiwa

3. 8-14 tahun 212 jiwa

4. 15-24 tahun 235 jiwa

5. 25-54 tahun 350 jiwa

6. 55 tahun ke atas 100 jiwa

Jumlah 1209 jiwa


(35)

Demikian pula distribusi penduduk berdasarkan agama yang dianut oleh penduduk Desa Sidodadi Batu 8, adalah seperti di bawah ini.

Tabel 3

Distribusi Penduduk Menurut Agama yang dianut

No Agama Yang Dianut Jumlah

1 Islam 1209

2 Kristen Prostestan -

3 Kristen Katolik -

4 Hindu -

5 Budha -

Sumber : Kantor Kepala Desa Sidodadi Batu 8 Tahun 1998.

Melihat kepada tabel 4, ternyata 100% ataupun seluruh penduduk Desa Sidodadi Batu 8 adalah beragama Islam. Hai ini disebabkan karena penduduk yang berada pada Desa Sidodadi batu 8 ini adalah suku-suku yang beragama Islama seperti Jawa dan suku-suku lain yang kebanyakan identik beragama Islam seperti Minang dan Mandailing.

Suku mayoritas pada desa ini ialah suku Jawa yang pada provinsi Sumatera Utara ini semua suku Jawa sudah barang tentu menganut agama Islam. Tidak seperti pada Pulau Jawa, dimana suku Jawa tidak selalu identik dengan menganut agama Islam, tetapi ada juga yang menganut agama Kristen Katolik, Budha.


(36)

2.3. Keadaan Sosial Ekonomi

Penduduk Desa Sidodadi Batu 8 berasal dari berbagai daerah yang berbeda- beda . Mayoritas penduduknya yang paling dominan merupakan campuran putera Jawa kelahiran Sumatera yang sebagian lagi berasal dari asli Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sum atera Utara, sehingga tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan kearifan lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak dibukanya Desa Sidodadi Batu 8 ini dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-benturan antar kelompok masyarakat di desa ini.

Desa Sidodadi Batu 8 merupakan daerah bekas perkebunan jati milik PTPN IX Pagar Merbau, maka penduduk asli daerah ini juga kebanyakan atau sebahagian besar merupakan buruh-buruh perkebunan milik PTPN IX Pagar Merbau.

Sejak tanah di desa ini melalui poroses alih fungsi menjadi pemukiman pada tahun 1943, masyarakat setempat mulai membuka lahan jati atau perkebunan jati untuk mulai ditanami dengan tanaman padi dan palawija, dalam artian sejak perkebunan jati dialihfungsikan menjadi pemukiman, masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 mulai mengusahakan pertanian sebagai penunjang kehidupan perekonomian mereka. Tetapi masih ada juga sebahagian masyarakat lagi yang masih bekerja di Perkebunan Pagar Merbau.

Selama proses alih fungsi perkebunan tersebut , sebahagian dari karyawan atau buruh perkebunan di kebun Pagar Merbau ini mencari tambahan mereka hanya mengerjakan tanahnya yang di perkebunan saja. Oleh pihak perkebunan sebagian daerah kebunnya diperbolehkan ditanami satu kali panen padi, setelah panen tembakau, lalu pihak perkebunan menanami


(37)

kembali dengan tembakau, setelah sampai waktu panen maka buruh boleh menanaminya kembali dengan padi. Hal ini terus dilaksanakan sebahagian buruh di Desa Sidodadi Batu 8.

Terjadinya proses alih fungsi tanah kebun menjadi pemukiman adalah karena sebahagian penduduk menanam lahan pohon jati dengan tanaman palawija. Pada awalnya mereka hanya mencoba membuka lahan jati ini dengan bercocok tanam saja, tetapi lama kelamaan mereka mulai mendirikan bangunan untuk tempat tinggal. Maka bagi buruh perkebunan yang telah membuka hutan jati tersebut kebanyakan telah memiliki tanah dan memiliki rumah di wilayah ini walau dengan bentuk yang sangat sederhana. Mereka tetap bekerja sebagai buruh di perkebunan, hanya saja sebagian rumah mereka sudah pindah ke Desa Sidodadi Batu 8. Keadaan ini terus berlangsung sampai pihak perkebunan merubah tanamannya yang semula tembakau menjadi kelapa sawit. Pihak perkebunan mengambil inisiatif untuk memindahkan sebagian karyawannya ke cabang-cabang PTP IX Kebun yang lainnya, karena pekerjaan untuk memburuh tidak sebanyak pada musim kebun tembakau lagi.

Bagi buruh yang telah memiliki rumah di Desa Sidodadi Batu 8, mereka tidak mau ikut dipindahkan oleh perkebunan. Sangsi bagi buruh yang demikian adalah diberhentikan pihak perkebunan sebagai buruh, tanpa mendapat pensiun, karena belum saatnya harus pensiun.Tetapi ada juga sebagian dari karyawan ini kerjanya tidak dipindahkan ke tempat lain. Setelah mereka mereka memiliki rumah di desa ini, mereka sendiri bermohon untuk pindah ke Desa Sidodadi Batu 8 dan terus menetap sampai sekarang. Setelah adanya pemindahan ini maka banyaklah di antara mereka yang datang atau pindah ke Desa Sidodadi Batu 8, sehingga pada tahun 1950,


(38)

keadaan desa ini menjadi ramai. Hal serupa juga terjadi pada desa-desa tetangga di kawasan Kecamatan Pagar Merbau.10

Sesuai dengan proses terbentuknya desa ini karena proses alihfungsi tanah kebun menjadi pemukiman dan mayoritas penduduknya adalah suku Jawa maka desa ini dinamai dengan bahasa Jawa yakni SIDODADI yang dalam Bahasa Jawanya ``sidodadi`` itu berarti makanya jadi,,atau jadi,,atau juga terjadi. Masyarakat setempat memiliki pandangan bahwasanya desa ini terjadi karena proses alih fuangsi tanah kebun menjadi tempat pemukiman. Penambahan kata-kata Batu Delapan karena desa ini merupakan desa yang terdapat pada kawasan Batu Delapan, dimana kawasan ini merupakan kawasan tempat desa-desa yang terdapat di Kecamatan Pagar Merbau yang letaknya berderet-deret memanjang dari Kota Lubuk Pakam menuju Kota Galang.

Sejak awal dibukanya Desa Sidodadi Batu 8 dapat disimpulkan bahwa penduduk desa ini mata pencahariannya ialah buruh perkebunan dan sebahagian mencoba pula menanami tanaman padi dari bagian tanah mereka dengan hasil yang tidak memadai hanya untuk kebutuhan pangan saja. Sekitar tahun 1970, pihak perkebunan PTP IX Pagar Merbau mencoba untuk mengambil kembali tanah di Desa Sidodadi Batu 8 dan sekaligus mau dijadikan kebun kelapa sawit. Keadaan ini sempat membuat situasi keamanan di desa ini menjadi tidak baik, karena lahan ini telah bertahun-tahun diusahakan dan ditempati rakyat. Persoalan ini kemudian dapat teratasi di sekitar tahun 1970 juga oleh Pemerintah Daerah setempat dan dengan segera mendapat jalan keluarnya , dan pada tahun 1974 telah dikeluarkan surat yang sah dari Pemerintah Daerah tentang kepemilikan tanah yang sah untuk warga Desa Sidodadi Batu 8 ini sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan.

10


(39)

Selain sebagai buruh, masayarakat terus mengusahakan pertanian cukup sandang pangan pada desa ini dengan hasil yang sangat minim yakni mereka hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka saja bahkan cenderung kekurangan. Upah menjadi buruh dirasakan sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sebahagian masyarakat juga memiliki hewan ternak rumahan seperti ayam, itik, dan bebek.

Kondisi perekonomian yang kurang baik, menyebabkan sebahagian besar penduduk Desa Sidodadi Batu 8 pada tahun 1950 hanya memiliki sepeda sebagai alat transportasi mereka. Dahulu alat transportasi sepeda harus memiliki lampu dan plat polisi sederhana untuk menunjang keamanan lalu lintas. Jikalau seseorang mengendarai sepeda tidak memiliki lampu maka akan ditangkap oleh petugas kepolisian di Kecamatan Pagar Merbau.

Pada tahun 1954, perekonomian masayarakat Desa Sidodadi Batu 8 semakin terpuruk dengan adanya bencana alam banjir yang melanda di beberapa desa di Kecamatan Pagar Merbau, termasuk Desa Sidodadi Batu 8 akibat pecahnya benteng sungai ular yang menyebabkan pertanian di desa ini menjadi hancur dan lahan di desa ini menjadi tidak memadai dan tidak subur untuk ditanami lahan pertanian lagi, akibatnya perekonomian masyarakat Desa Sidodadi semakin parah.

Di tengah kemerosotan perekonomian masyarat Desa Sidodadi Batu 8, pada tahun 1955 di bangunlah sebuah surau ( mesjid berukuran kecil) dengan nama Mesjid Sirajul Huda di daerah dusun I Desa Sidodadi Pagar Merbau dengan kondisi darurat. Hal ini menunjukkkan tingkat keimanan ataupun religius masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 sangat besar, Di tengah situasi kelemahan ekonomi, masyarakat tetap berusaha memenuhi kebutuhan rohani mereka dengan


(40)

membangun sebuah surau dalam rangka lebih mendekatkan diri lagi kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Perekonomian di Desa Sidodadi Batu 8 tidak juga membaik, hanya berjalan biasa-biasa saja sehingga dalam bidang pendidikan di desa ini juga tidak terlalu baik. Kebanyakan mereka hanya menamatkan pendidikannya sampai tingkat Sekolah Dasar atau paling tinggi hanya tingkat Sekolah Lanjutan Pertama. Sekitar tahun 1957 sampai pada tahun 1958 oleh pemerintah daerah dibangun sebuah Sekolah Dasar di desa ini yakni SD Negri No. 101911 Sidodadi.

Situasi ekonomi yang tidak terlalu baik berlanjut sampai dengan tahun 1965, dimana pada tahun ini terjadi tragedi pecahnya Pergerakan G 30 S PKI yang mengakibatkan desa menjadi tambah kacau, walaupun pada desa ini masyarakatnya tidak ada yang terlibat dengan gerakan tersebut. Sebahagian masyarakat banyak mengalami ketakutan dan trauma terhadap proses pembersihan atau penangkapan anggota PKI oleh mantan Presiden Soeharto pada waktu itu. Setiap hari masyarakat menyaksikan truk Brigade Mobil mengangkut tahanan politik G30 S PKI melewati desa mereka untuk dieksekusi di sekitar daerah Jaharun. Masyarakat sekitar banyak menyebutnya dengan Jalan Pandu.

Pada tahun 1965 masih sedikit masyarakat yang memiliki alat-alat elektronik, seperti televisi. Hanya sekitar dua orang penduduk yang memiliki televisi , media untuk mengetahui apa yang terjadi di luar daerah mereka. Mereka yang memiliki televisi adalah orang yang tingkat ekonominya sudah cukup baik. Televisi ketika itu dibeli dari Medan, karena belum ada toko yang menjual televisi di daerah Lubuk Pakam. Oleh karena itu, maka masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 jika ingin menonton televisi, mereka berbondong-bondong datang ke warga yang telah


(41)

memiliki televisi tersebut. Acara yang sering ditonton oleh mereka ialah acara berita yang disiarkan oleh TVRI.

Pada tahun 1971 dibangunlah Kantor Kepala Desa Sidodadi Batu 8 secara sangat sederhana dengan Kepala Desa yang pertama ialah Bapak Rasimin, warga asli Desa Sidodadi Batu 8.

Pada tahun 1972, warga Desa Sidodadi Batu 8, khususnya para petani terkena musibah, yaitu bencana hama wereng yang mengakibatkan gagal panen dan terpaksa warga makan beras jagung sebagai pengganti nasi. Hal ini menunjukkan kondisi perekonomian masyarakat desa ini semakin terpuruk. Penduduk asli desa ini pada dasarnya tidak memiliki keahlian khusus ataupun usaha alternatif lain untuk mencari jalan keluar dari permasalahan perekonomian mereka. Keadaan ini dibuktikan dengan mata pencaharian mereka yang sangat statis dimana sebahagian besar dari mereka hanyalah buruh, supir atau petani padi dan palawija yang subsisten. Sehingga pada tahun-tahun ini, dimana perekonomian masyarakat Desa Sidodadi yang semakin terpuruk, tingkat kriminalitas juga semakin tinggi. Banyak terjadi pencurian hewan-hewan ternak oleh pengangguran yang didominasi oleh penduduk dengan tingkat usia produktif bekerja. Tingkat kriminalitas yang tinggi ditambah dengan tingkat pendidikan yang juga relatif rendah adalah akibat dari kemiskinan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 yang merupakan masalah perekonomian yang melanda masyarakat desa ini pada waktu itu dan tidak dapat diatasi oleh mereka.


(42)

BAB III

MUNCULNYA USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8 KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG

3.1. Latar Belakang Munculnya Usaha Batu Bata Di Desa Sidodadi Batu 8.

3.1.1. Kemiskinan dan Kurangnya lapangan Kerja.

Sebelum dimulai usaha batu bata pada Desa Sidodadi Batu 8, desa ini dilanda kemerosotan ekonomi yang cukup parah. Desa ini sebahagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh perkebunan PTP IX Pagar Merbau dan mengusahakan pertanian cukup sandang pangan yang belum dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mencapai kesejahteraan hidup yang baik.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadi kemiskinan ataupun kemerosotan ekonomi di desa ini, yaitu, gaji masyarakat desa sebagai buruh perkebunan yang kurang memadai, tidak adanya keahlian masyarakat untuk mengusahakan mata pencaharian lain untuk memperbaiki perekonomian mereka. Pertanian yang mereka usahakan sebagai mata pencaharian sampingan masih belum memadai dan cenderung mengarah kepada pertanian subsisten. Sebuah pertanian akan berhasil bila ditunjang dengan adanya perairan (irigasi), dan lahan yang kuantitas dan kualitasnya cukup baik dan memadai. Sedangkan pertanian di Desa Sidodadi Batu 8 mengalami permasalahan yakni pada tahun 1954 terjadi bencana banjir yang menyebabkan sejumlah pertanian hancur. Pertanian juga tidak begitu berkembang ditunjang dengan faktor lahan yang kurang memadai untuk mengusahakan pertanian yang maju.


(43)

Seperti yang kita ketahui pada masa Kolonial Belanda banyak terjadi masalah kemiskinan di daerah pedesaan, dan pertanian juga masih belum maju dan berkembang. Dalam rangka memahami masalah kemiskinan di pedesaan pada masa kini penyorotan masalah yang sama pada masa lalu mungkin perlu. Kemiskinan di pedesaan pada masa kolonial terjadi pada masa cultur stelsel (sistem tanam paksa) sebagai kebijakan pemerintah yang banyak membawa kemiskinan dan kesengsaraan penduduk dan juga pada masa liberal pada akhirnya juga menimbulkan kecaman dan kritik yang sama karena menimbulkan akibat yang sama. Kebijakan untuk membuka daerah-daerah pedesaan yang dijalani kebijakan tanam paksa oleh penanaman modal swasta Belanda secara besar-besaran sesudah tahun 1870, oleh para penganjurnya diharapkan akan dapat meningkatkan kemakmuran penduduk Indonesia, tetapi pada kenyataannya meleset.11

Banyak hal mendukung ketimpangan ekonomi pada waktu itu. Pesatnya perkembangan perkebunan besar telah menyebabkan produksi tanaman ekspor meningkat secara mantap. Tetapi di lain pihak angka kenaikan produksi bahan pangan bahkan menunjukkan lebih rendah daripada angka kenaikan penduduk.

Dapat dikatakan bahwa menurunnya kesejahteraan penduiduk desa di Indonesia pada periode tersebut pada dasarnya disebabkan beberapa faktor, pertama, pertumbuhan penduduk yang pesat tidak seimbang dengan kenaikan produksi pangan. Kedua, sistem tanam paksa yang menyebabkan kerugian penduduk pedesaan. Ketiga, penghasilan pada pedesaan banyak dipakai untuk keperluan negeri penjajah.

11

Mubyarto, Growth and Equity in Indonesia Agricultural Development (Yayasan Agro Ekonomika, 1982) Bab 7: Hlm.224.


(44)

Salah satu faktor kemiskinan pada masa kolonial yang dialami Indonesia hampir mirip dengan apa yang terjadi pada Desa Sidodadi Batu 8 sebelum awal dibukanya usaha batu bata, yakni pertumbuhan penduduk yang semakin berkembang tidak seimbang dengan pendapatan masyarakat ataupun produksi pangan terhadap pertanian yang mereka usahakan.

Setelah tanah perkebunan dialihfungsi menjadi pemukiman, jumlah penduduk kian bertambah dengan adanya perkawinan ataupun migrasi penduduk dari daerah lain di dalam desa tersebut, tetapi mata pencaharian masyarakat yang hanya sebagai buruh, supir, atau pertanian yang cukup sandang pangan tidak mencukupi kebutuhan hidup masyarakat yang jumlahnya terus bertambah. Kemerosotan ekonomi ini ditambah dengan adanya bencana banjir tahun 1954 menyebabkan pertanian hancur. Tidak ada bantuan pemerintah yang berarti ketika itu untuk memperbaiki situasi pertanian di desa ini. Sesuai dengan catatan di Kantor Kepala Desa Sidodadi Batu 8, baru pada tahun 1993 ada bantuan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan di daerah pedesaan yakni program IDT sesuai dengan INPRES No.5/ 1993. Sebelum tahun 1993, tidak ada bantuan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan di desa ini, sampai pada tahun1972 warga Desa Sidodadi, khususnya kepada para petani terkena musibah, yaitu bencana hama wereng yang mengakibatkan gagal panen dan terpaksa warga makan beras jagung sebagai pengganti nasi.

Situasi dimana masyarakat tidak dapat lagi memproduksi beras atau tidak bisa mengkonsumsi beras , maka dapat disimpulkan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka sehingga dapat dikatakan masyarakat desa ini mengalami kemiskinan. Sesuai dengan ukuran yang digunakan Sajogyo dalam menentukan kadar kemiskinan, yaitu didasarkan pada pendapatan yang kurang dari 20 kg beras perbulan. Demikian juga dapat digunakan pembedaan ukuran garis kemiskinan di pedesaan: miskin ( yaitu


(45)

dengan pendapatan 320 kg beras per kepala per tahun: sangat miskin ( 180 kg per kepala per tahun).12

Keadaan dimana masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 tidak dapat lagi mengkonsumsi dan menghasilkan beras dalam batas kecukupan berlangsung sampai dibukanya usaha batu bata di desa ini.

Pada kasus kemiskinan yang terjadi di Desa Sidodadi batu 8 pada tahun 1972, warga desa bukan lagi tidak dapat sekedar memproduksi beras untuk ukuran 20 kg perbulan untuk satu keluarga, tetapi warga desa terpaksa makan beras dicampur jagung karena kesulitan untuk memproduksi beras.

13

Ketidak adanya kemampuan ataupun keahlian untuk menciptakan mata pencaharian baru seiring dengan pertambahan jumlah penduduk menyebabkan banyaknya pengangguran karena kurangnya lapangan pekerjaan.

Kebanyakan dari penduduk desa yang tidak memiliki keahlian pada bidang pertanian memilih untuk menjadi seseorang yang menganggur dan bekerja serabutan. Hal ini menyebabkan situasi keamanan desa yang tidak kondusif. Banyak diantara mereka yang menganggur melakukan kejahatan seperti mencuri hewan-hewan ternak di dalam ataupun di luar Desa Sidodadi Batu 8.14

Situasi perekonomian yang terpuruk memunculkan keinginan masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 untuk mencari jalan agar perekonomian mereka membaik dengan jalan memunculkan usaha yang baru untuk merubah kehidupan mereka.

3.1.2. Rendahnya Tingkat Pendidikan.

12

Ibid, hlm.225.. 13

Wawancara dengan Jumadi (mantan pengusaha batu bata), tanggal 25 Agustus 2013.

14


(46)

Kemiskinan yang terjadi pada desa Sidodadi Batu 8 menyebabkan terjadi rendahnya tingkat pendidikan pada masyarakat Sidodadi Batu 8. Ketiadaan dana untuk desa ataupun masayarakat desa, membuat desa tidak dapat mengadakan sarana pendidikan yang baik di Desa Sidodadi Batu 8. Begitu juga bagi masyarakat desa, dengan perekonomian cukup sandang pangan saja tidak begitu memikirkan untuk hal pendidikan. Kebanyakan dari mereka pada awal desa ini di buka sampai pada tahun 1970-an menamatkan pendidikan hanya sampai pada Sekolah Dasar.

Daripada memikirkan mengenai pendidikan, masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 lebih memikirkan bagaimana caranya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sekolah tidak terlalu diprioritskan. Kebanyakan dari mereka dengan perekonomian yang kurang baik, hanya memikirkan kebutuhan yang harus dipenuhi saat itu dalam rangka melangsungkan kehidupan mereka.15

Dari mulai desa ini di buka sampai tahun 1970, hanya satu sekolah yang di bangun pada desa ini, yaitu SD. Negri No. 101911 Sidodadi.

Kegiatan pendidikan dilangsungkan sangat sederhana, mengenai seragam dan peralatan sekolah pada waktu itu juga sangat apa adanya. Murid- murid SD pada desa ini tidak menggunakan seragam dan sepatu, tetapi hanya menggunakan pakaian sederhana dan tidak menggunakan alas kaki. Adapun yang menggunakan alas kaki hanya alas kaki yang sederhana.

Setelah menamatkan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar, kebanyakan anak-anak pada Desa Sidodadi Batu 8 tidak melanjutkan pendidikan untuk tahap Sekolah Lanjutan Pertama apalagi untuk tingkat Sekolah Menengah Atas, selain karena ketiadaan dana untuk melanjutkan

15


(47)

pendidikan, kesulitan transportasi untuk menuju Sekolah Lanjutan yang ada di luar desa mereka juga merupakan faktor yang menyebabkan mereka tidak melanjutkan pendidikan. Kesulitan- kesulitan ini menimbulkan minimnya harapan mereka untuk memperoleh pendidikan yang tinggi. Jangankan untuk memeperoleh pendidikan yang tinggi, untuk memenuhi wajib belajar sembilan tahun saja juga sulit untuk diraih.

Anak-anak di Desa Sidodadi Batu 8 yang telah menamatkan pendidikannya pada tingkat Sekolah Dasar lebih memilih untuk membantu perekonomian keluarga sebagai tenaga tambahan pada usaha pertanian yang diusahakan keluarga, sekedar untuk membantu menambah kebutuhan kehidupan sehari-hari mereka.

Rendahnya tingkat pendidikan pada Desa Sidodadi Batu 8 membuat sempitnya pemikiran pada masyarakat Desa Sidodadi Batu 8. Situasi perekonomian yang sulit dan menyengsarakan kehidupan mereka seharusnya segera diperbaiki, tetapi mereka hanya berusaha bertahan hidup sebisa mungkin dengan apa yang telah disediakan oleh alam. Mereka tidak dapat berpikir bagaimana untuk memberdayakan Sumber Daya Alam yang telah tersedia oleh alam. Sementara alam tidak selamanya dapat menyediakan kebutuhan hidup masyarakat. Dengan demikian masyarakat harus berbuat untuk mengatasi keadaan yang melanda kehidupan mereka, mereka seharusnya sebisa mungkin memanfaatkan Sumber Daya tersebut, tetapi karena tingkat pendidikan yang rendah, masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 tidak berfikir seperti itu. Mereka hanya berfikir sederhana untuk hanya memenuhi kebutuhan hidup mereka pada waktu itu.16

16


(48)

3.2. Perkembangan Teknologi Produksi Batubata

Usaha batu bata pada Desa Sidodadi Batu 8 mulai ada sejak tahun 1970- an. Usaha ini diprakarsai oleh seorang pendatang yang merantau ke desa ini. Beliau berasal dari daerah Sumatera Barat. Beliau bernama Asnawi. Beliau yang pertama kali merintis usaha batu bata di desa ini. Beliau datang ke desa ini pada tahun 1974.

Usaha batu bata sangat cocok dengan jenis tanah yang ada di Desa Sidodadi Batu 8, karena tanahnya adalah tanah galong.

Asnawi memulai usaha batu bata ini dengan teknologi yang masih sangat sederhana yakni dengan teknologi cetak tangan. Beliau melihat adanya peluang untuk usaha batu bata ini karena kecocokan tanahnya. Beliau mulai membuat coen (pijakan tanah) dengan pijakan kaki manusia( di lakukan sendiri, memijak tanah dengan kaki).Teknik pencetakan dengan cetakan tangan satu blok, yakni cetak dibuat dari kayu dan hanya dapat memproduksi satu blok batu saja, begitu juga dengan pembakaran dan penjemuran dilakukan masih dengan teknologi yang sangat sederhana.

Walaupun usaha batu bata yang dirintis oleh Asnawi masih mempergunakan teknik yang sangat sederhana, usaha ini cukup menjanjikan dan dapat memperoleh penghasilan yang lebih dibanding hanya sekedar menjadi buruh ataupun bekerja serabutan yang selama ini menjadi mata pencaharian masyarakat Desa Sidodadi Batu 8.

Teknologi usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 semakin berkembang dengan kedatangan penduduk yang berasal dari daerah Batang Kuis, beliau bernama Harjo. Beliau juga melihat peluang yang baik untuk usaha batu bata di desa ini. Pada sekitar tahun yang sama yakni 1976, hanya berselang sekitar dua tahun , beliau mengembangkan teknologi pengolahan


(49)

kerajinan batu bata masih dengan teknik cetak tangan, tetapi untuk membuat coen (pijakan tanah) dengan menggunakan tenaga kerbau. Dengan menggunakan tenaga kerbau beliau dapat memproduksi batu bata dalam waktu yang lebih cepat dan jumlah yang lebih banyak per harinya.

Seiring dengan perkembangan atupun kemajuan pembangunan pada daerah luar ataupun daerah perkotaan, permintaan akan barang material seperti batu bata secara otomatis meningkat pesat, sedangkan jumlah produksi sedikit. Jumlah produksi batu bata yang belum seimbang dengan permintaan akan batu bata, menyebabkan harga batu bata meningkat pada waktu itu.

Tingginya harga batu bata membuat penghasilan pengusaha batu bata juga meningkat. Hal ini menumbuhkan keinginan penduduk Desa Sidodadi Batu 8 untuk meniru ataupun mencontoh Asnawi dan Harjo untuk belajar membuat usaha batu bata di lahan mereka masing-masing.

Tingginya permintaan akan bahan material, dalam hal ini batu bata, menuntut agar produksi batu bata harus banyak. Pada awalnya, Asnawi dan Harjo membuka usaha batu bata ini hanya untuk usaha rumah tangga saja, tetapi kemudian karena tingginya permintaan akan produksi batu bata, membuat mereka membutuhkan tenaga kerja untuk memproduksi batu bata dalam jumlah yang besar dalam rangka mengembangkan usaha mereka.

Tenaga kerja diperoleh dari penduduk setempat. Bekerja menjadi buruh batu bata membuat masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 mendapatkan keahlian dalam proses pembuatan batu bata.

Keadaan tanah yang cocok, yakni tanah galong, dan kuantitas Sumber Daya Tanah yang masih banyak ketika itu menyebabkan setiap kepala keluarga pada desa Sidodadi Batu 8 tersebut


(50)

mulai mengusahakan usaha batu bata di desa mereka untuk mendapatkan taraf kehidupan yang lebih baik.

Usaha batu bata yang mulai berkembang di desa ini memecah kebuntuan terhadap persoalan perekonomian yang selama ini mereka alami. Dengan adanya usaha batu bata ini membuat penduduk Desa Sidodadi Batu 8 perlahan mulai dapat keluar dari permasalahan ekonomi yang selama ini dialami.

Usaha batu bata di desa ini pada mulanya adalah usaha yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Tetapi lama kelamaan usaha ini menjadi meningkat dan demikian juga terhadap hasil produksinya, sehingga usaha batu bata ini terus berkembang.

Perkembangan usaha batu bata ini kemudian selain menjadikan sebagai mata pencaharian utama, juga sebagai usaha yang turun temurun dilakukan pada generasi selanjutnya di desa ini sebagai usaha keluarga dengan anak dan istri sebagai tenaga kerja untuk memproduksi batu bata.

Dalam tahun-tahun selanjutnya usah batu bata mulai menjadi mata pencaharian utama di Desa Sidodadi Batu 8 . Masyarakat Desa Sidodadi Batu 8 pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah mengusahakan batu bata. Sebahagian kecil masih ada juga bekerja pada bidang pekerjaan lain, seperti supir, buruh pabrik, atau tukang rumah. Mereka yang memilih tidak membuka usaha batu bata dikarenakan karena pekerjaan ini tidak sesuai dengan kepandaian yang mereka miliki, dan tidak adanya keinginan untuk medapatkan pengetahuan mengenai teknologi pembuatan batu bata.


(51)

Tabel 4

Daftar Awal Usaha Batubata

No Nama Kepala Keluarga Mulai Usaha Status

1 Asnawi 1974 Perintis

2 Harjo 1976 Perintis

3 Basiran 1980 Memulai

4 Wiriadi 1982 Memulai

5 Mahmad 1995 Penerus

6 Paiman 1980 Memulai

7 Sofyan 1995 Penerus

8 Safarudin 1996 Penerus

Sumber : Data Lapangan Tahun 2013

Tabel di atas menunjukkan gambaran mengenai alur perkembangan teknologi pengolahan batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 yang dirintis oleh penduduk pendatang dari luar Desa Sidodadi Batu 8. Mereka mengembangkan teknologi pengolahan batu bata di desa ini, hingga usaha batu bata berkembang menjadi usaha keluarga di Desa Sidodadi Batu 8 ini. Teknologi pengolahan batu bata berkembang di secara turun temurun menjadi mata pencaharian utama di desa ini. Mereka yang pada awalnya bekerja sebagai buruh batu bata pada usaha yang dikembangkan para perintis kemudian mencoba memulai usaha ini untuk memperbaiki perekonomian mereka. Mereka yang disebut memulai. Usaha ini dikembangkan secara turun temurun kepada anak mereka yang telah bekeluarga, mereka yang meneruskan usaha keluarga di sebut penerus.


(52)

BAB IV

PERKEMBANGAN USAHA BATU BATA DI DESA SIDODADI BATU 8

KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 1970-1998

4.1. Sistem Produksi Batu Bata

Sisitem produksi ataupun proses produksi adalah kegiatan atau usaha dengan tujuan menghasilkan barang. Sistem produksi batubata berarti proses atau kegiatan dengan tujuan menghasilkan barang yaitu batu bata.17 Maka dalam bab ini akan memaparkan mengenai

perkembangan proses produksi batu bata yang mencakup modal, sistem pengolahan, sampai kepada hasil produksi batu bata dari tahun 1970-1998 di Desa Sidodadi Batu 8.

4.1.1. Input Produksi

Yang termasuk ke dalam input produksi ialah segala sesuatu yang berupa modal dasar untuk kemudian dapat diolah dan membantu proses pengolahan bahan baku menjadi barang produksi. Input produksi dalam usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 adalah mencakup modal keuangan, bahan baku, alat-alat produksi, dan tenaga kerja yang kemudian dapat diolah dan membantu proses pengolahan dalam rangka menghasilkan produksi batu bata di Desa Sidodadi Batu 8.

17

Ita Zahara (2002), Kehidupan Masyarakat Pengusaha Batubata di Kelurahan Kisaran Barat 1985-2000 , hlm. 28 Skripsi S-1 Sejarah, Medan: Tidak Diterbitkan.


(53)

4.1.1.1. Modal Finansial

Dalam melakukan sebuah kegiatan atau usaha dengan tujuan untuk menghasilkan barang yang disebut proses produksi diperlukan sarana pendukung yang berfungsi untuk memepercepat dan memperlancar proses tersebut. Salah satu dari sarana pendukung tersebut dikenal dengan istilah modal, maka suatu kegiatan atau usaha baru dapat dilaksanakan karena para pengusaha menggunakan modal untuk membeli berbagai alat dan bahan baku yang akan digunakan untuk

proses produksi tersebut.

Para pengrajin usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 memperoleh modal dengan tiga cara. Pertama, modal diperoleh dari agen, yakni meminjam dengan agen atau yang disebut dengan sistem ijon. Sistem ijon ialah merupakan sistem kontrak dimana para pengusaha batu bata dapat meminjam modal terlebih dahulu kepada para tengkulak (orang yang memiliki modal), lalu kemudian menjual batu bata dengan harga yang telah ditentukan oleh tengkulak, tentu harganya akan lebih murah jika dibandingkan bila si pengrajin menjual kepada konsumen langsung. Selain harga ditentukan, misalnya harga pasaran Rp 200,00 jika dijual kepada tengkulak harga jatuh sampai Rp 150,00 , kemudian pengusaha batu bata harus membayar pinjaman kepada tengkulak.

Dari awal usaha batu bata ini dibuka oleh pengusaha batu bata yang penduduk pendatang sekitar tahun 1970-an, mereka juga menggunakan sistem ijon sebagai modal awal mereka karena tidak adanya bantuan dari pihak lain. Sistem ini terus berlangsung sampai tahun 1998 walaupun kurang menguntungkan bagi pengusaha batu bata.

Pada awalnya agen atau ijon adalah warga Indonesia suku Tiong Hoa yang berasal dari kota Lubuk Pakam atau Medan, tetapi semenjak tahun 1998 mereka tidak mau lagi menjadi


(54)

agen, karena merugi tidak dibayar oleh kilang batubata. Kemudian ijon digantikan oleh warga-warga pribumi yang mampu di sekitar wilayah Desa Sidodadi Batu 8.

Kedua, modal berasal dari dana pribadi, dana pribadi mulai digunakan sejak tahun 1998, dimana pada pengusaha batu bata yang telah mapan di desa ini menggunakan tabungannnya untuk memulai usaha batu bata dengan modal keuangan sendiri dan tidak bergantung lagi dari ijon warga keturunan Tiong Hoa yang berasal dari daerah Lubuk Pakam atau Medan. Biasanya pengusaha yang memakai modal keuangan sendiri ini hanya beberapa orang saja, kebanyakan mereka juga menjadi agen bagi para pengusaha batu bata yang lebih kecil, dalam artian usaha batu bata keluarga.

Ketiga, modal diperoleh dengan cara meminjam pada Lembaga Keuangan dalam bentuk perkreditan. Kebijaksanaan pemberian kredit dari pemerintah sudah dijalankan sejak 4 Desember 1973.18

Kredit yang dapat diajukan ialah Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Sistem modal keuangan dengan meminjam kepada Lembaga Keuangan mulai diusahakan oleh para pengusaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 juga pada tahun 1998, dimana sebahagian masyrakat Desa Sidodadi Batu 8 telah mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, dimana mereka telah memahami mengenai modal financial yang bisa diperoleh dari Lembaga Keuangan pada setiap usaha yang ada telah dibuat . Kredit diberikan untuk semua pengusaha dengan ekonomi yang cenderung lemah. Tujuan pemberian kredit agar para pengusaha batu bata dapat meningkatkan produksinya dan usaha batu bata keluarga dapat lebih maju dan dapat bersaing dengan usaha batu bata yang lebih besar dengan teknologi yang lebih canggih.

18

Bank Indonesia , Apa, Siapa, Bagaimana : Kredit Investasi Kecil ; Kredit Modal Kerja Permanen, 1980.hlm.12.


(55)

Surat Izin Usaha. Sebahagian dari mereka yang memperoleh modal keuangan dari Lembaga Keuangan adalah pengusaha batubata dengan skala produksi yang cukup besar. Bagi pengusaha batubata dengan skala rumah tangga kebanyakan tidak memiliki Surat Izin Usaha dan tidak memenuhi kriteria survey Bank untuk mendapat pinjaman usaha, maka bagi pengusaha batu bata berskala rumah tangga usaha yang dijalaninya kebanyakan cenderung statis dan tidak begitu berkembang. Mereka mengusahakan batu bata sekedar sebagai mata pencaharian dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan usaha yang dilakukan dekat dengan domisili mereka.

4.1.1.2. Bahan Baku

Untuk menghasilkan batu bata maka diperlukan bahan baku ( row material) yang merupakan bahan dasar untuk diolah dan diproses menjadi batu bata. Dalam usaha batu bata bahan baku utamanya di Desa Sidodadi Batu 8 ini ialah tanah galong, yakni tanah yang sangat sesuai untuk usaha batu bata.

Bahan baku batu bata yang berupa tanah galong adalah jenis tanah yang merupakan bahan baku yang paling proporsional untuk pembuatan batu bata. Tanah galong merupakan tanah dengan tekstur tanah yang sangat liat, dan tidak terlalu banyak pasir (tidak bercampur pasir ).

Pada awal mula dibuka usaha batu bata di desa ini oleh warga pendatang pada tahun 1970-an, bahan baku yang digunakan ialah benar-benar tanah asli Desa Sidodadi Batu 8 yakni tanah galong.

Bahan baku tanah galong terus dipakai oleh para pengusaha batu bata di desa ini baik oleh pengusaha skala besar ataupun pengusaha skala rumah tangga. Jika dirasakan kualitas tanah mulai tidak terlalu bagus, yaitu sudah mulai bercampur pasir, maka para pengusaha mencampur


(56)

tanah galong dengan tanah merah, walaupun tanah merah tersebut harus mereka beli dari daerah luar.

Penggunaan tanah galong yang terus menerus oleh pengusaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8, membuat persediaan Sumber Daya Tanah mulai berkurang di desa ini, sekitar tahun 1980, tanah mulai menipis terbukti dari adanya sebagian cekungan sebagai akibat dari penggalian tanah untuk bahan baku pengolahan batu bata. Untuk mengatasi keadaan ini, para pengusaha batu bata mulai memasok tanah merah dari daerah lain sebagai campuran untuk memproduksi batu bata agar mereka tetap dapat memproduksi batu bata dengan menghemat penggunaan tanah galong, tanah asli Desa Sidodadi Batu 8.

Pada sekitar tahun 1990-an, cekungan-cekungan bekas penggalian tanah galong di desa ini semakin bertambah banyak. Hasilnya, para pengusaha batu bata di desa ini tidak bisa lagi memperoleh tanah galong untuk dicampur dengan tanah merah, persediaan Sumber Daya Tanah di desa ini tidak memungkinkan lagi untuk diolah. Para pengusaha batu bata kemudian memasok tanah dari luar desa mereka, tanah yang digunakan ialah tanah-tanah perkebunan di sekitar Desa Sidodadi Batu 8. Kebanyakan pasokan tanah didapat dari daerah perkebunan sekitar Dolok Masihul. Harga setiap satu truk tanah yang dipasok dari luar desa sekitar Rp 420.000,00.

Hasil produksi yang dihasilkan dari batu bata yang bahan bakunya berasal dari tanah galong, dengan batu bata dari tanah liat yang dicampur dengan tanah merah sangat jauh berbeda. Batu bata yang dihasilkan dari bahan baku tanah galong jelas lebih kuat dari pada batu bata yang dihasilkan dari tanah yang dicampur dengan tanah merah atau tanah yang di pasok dari luar desa. Biasanya produk yang dihasilkan sangat rapuh dan mudah hancur. Tetapi karena permintaan


(57)

yang meningkat untuk batu bata di sekitar desa ini, maka kualitas batu tidak mempengaruhi permintaan akan batu bata.

4.1.1.3. Alat-alat Produksi

Dalam suatu kegiatan produksi, istilah alat produksi ditujukan terhadap seperangkat alat-alat yang digunakan untuk menghasilkan barang produksi.

Pada umumnya alat-alat yang digunakan untuk memproduksi batu bata ialah, cangkul, sekop, beko, alat cetak, dan plastik penutup.

Pada awal usaha kerajinan batu bata ini dimulai oleh penduduk pendatang pada tahun 1970-an, alat yang digunakan untuk mengangkut yaitu belum mengenal sekop atupun beko. Alat angkut yang pertama kali dipakai oleh masyarakat desa ini dinamakan plengki, yaitu alat angkut yang dibuat sendiri dari kayu. Seiring perkembangan zaman, masyarakat mulai mengenal beko ataupun sekop untuk pengangkutan tanah, kemudian pengusaha batu bata mulai menggunakan alat ini untuk mengangkut tanah dengan jumlah yang lebih banyak daripada menggunakan plengki.

Dalam hal pemijakan tanah untuk tanah coen, pada awal usaha ini dibuka pada tahun 1970-an, perintis usaha ini memijak tanah dengan kaki sendiri. Setelah usaha batu bata mulai berkembang di desa ini, para pengusaha batu bata kemudian menggunakan tenaga kerbau untuk memijak tanah, agar waktu pemijakan relatif lebih cepat. Dengan menggunakan tenaga kerbau dapat memakan waktu dua hari dan produksi yang dihasilkan hanya sekitar satu truk batu bata.


(58)

Pada tahun 1980, pengusaha mulai menggunakan jetor untuk membuat tanah pijakan (tanah coen). Penggunaan Jetor lebih mempersingkat waktu produksi, dimana dalam membuat tanah pijakan hanya membutuhkan waktu satu sampai dua jam saja untuk ukuran produksi satu truk batu bata.

Pada awal usaha batu bata ini dikembangkan di Desa Sidodadi Batu 8 sekitar tahun 1970- an, alat-alat produksi yang digunakan adalah alat produksi tradisional yang masih sangat sederhana seperti plengki, kerbau, alat pembakaran yang sederhana juga alat cetak yang terbuat dari kayu yang hanya bisa mencetak 1 blok batu bata.

Setelah usaha batu bata ini berkembang menjadi mata pencaharian utama masyarakat Desa yang Sidodadi Batu 8 sebagai usaha keluarga, alat-alat yang digunakan mulai berkembang sedikit demi sedikit, seperti telah menggunakan sekop, beko, jetor, dan alat cetak batu yang bisa menghasilkan lima blok batubata. Alat-alat produksi untuk menunjang usaha batu bata keluarga mulai berkembang walaupun masih dengan teknologi yang sederhana.

Pada tahun 1995, usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 mengenal mesin untuk memproduksi batu bata. Pada saat itu itu kilang yang menggunakan mesin hanya satu kilang saja. Penggunaan mesin mempermudah pengusaha batu bata memproduksi batu bata dalam jumlah yang banyak. Usaha batu bata yang telah mempergunakan teknologi mesin memakai alat-alat untuk memproduksi batu bata sebagai berikut :

1. Mesin pencetak batu bata yang berfungsi sebagai pengaduk tanah merah agar menjadi liat sampai dengan tercetaknya batu bata.

2. Mesin domping, mesin domping berfungsi sebagai penggerak mesin pencetak batu bata.


(59)

3. Gerobak kayu

4. Gerobak Arco

5. Cangkul

6. Sekop

Perbedaan hasil dari batu bata yang dikerjakan dengan tangan dengan batu bata yang dikerjakan dengan mesin terletak pada kerapiannya. Usaha batu bata yang diproduksi dengan mesin dapat memproduksi 6000-12000 batu bata perhari, sedangkan usaha kerajinan batu bata tradisional dengan cetakan blok hanya dapat menghasilkan 400-800 batu bata perharinya. Perbedaan harga tentu ada antara batu bata cetak tangan dengan batu bata hasil produksi mesin, dimana harga batu bata hasil produksi mesin lebih mahal dibanding batu bata hasil cetak blok.

Beberapa tahun kemudian, dari tahun 1995 sampai tahun 1998 telah berdiri enam kilang batu bata mesin di Desa Sidodadi Batu 8, disamping usaha kerajinan batu bata keluarga dengan teknologi konvensional masih tetap ada.

4.1.1.4. Tenaga Kerja

Hal yang juga penting dalam proses produksi adalah adanya tenaga kerja. Dalam kegiatan proses pembuatan batu bata tenaga kerja adalah penggerak bagi berlangsungnya proses produksi menghasilkan barang.

Seluruh bahan baku untuk menghasilkan barang harus diolah dan diproses oleh para tenaga kerja. Mekanisme usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 ini yang sudah dapat


(60)

dikatakan sebagai Industri Rakyat Kecil Menengah tidak akan pernah berjalan jika tidak ada tenaga kerja.

Pada awal usaha batu bata ini mulai diusahakan pada tahun 1970, usaha ini merupakan usaha kecil yang merupakan usaha dengan skala rumah tangga. Pekerja ataupun tenaga kerjanya berasal dari anggota keluarga sendiri. Misalnya orang tua/ suami yang mengolah bahan baku tanah galong tersebut, maka istri yang mencetak, sedangkan anaknya bertugas untuk menjemur batu bata yang telah selesai dicetak. Selanjutnya anak-anak yang bertugas menyusun batu bata dan menjemur batu bata kemudian menutup dengan plastik jika telah kering.

Untuk tahapan selanjutnya, yakni pembakaran biasanya dilakukan secara bersamaan oleh satu keluarga, tetapi apabila tidak memungkinkan, maka akan memerlukan tenaga kerja satu orang saja untuk membantu proses pembakaran batu bata tersebut.

Tenaga kerja yang diperlukan dalam usaha batu bata ini pada umumnya ialah pria. Terutama dalam proses pengangkutan tanah, pengangkutan batu bata yang sudah dicetak, juga terutama dalam proses pembakaran batu bata. Sedangkan tenaga kerja wanita hanya untuk proses pencetakan batu bata saja, jika usaha batu bata tersebut tidak menggunakan mesin dalam proses pencetakan batu batanya.

Jumlah tenaga kerja pada usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 pada sekitar tahun 1970-1980, hanya berjumlah dua sampai tiga orang saja. Pada saat itu usaha batu bata hanya sebatas usaha rumah tangga. Teknologi pengolahan batu bata juga masih menggunakan teknologi manual.

Setelah tahun 1990-an, tepatnya tahun 1995 teknologi produksi batu bata mulai berkembang. Kilang-kilang batu bata di desa ini sudah mulai menggunakan mesin untuk


(61)

memproduksi batu bata. Tenaga kerja yang diperlukan juga semakin banyak, karena jumlah produksi yang dihasilkan juga semakin banyak per harinya. Dalam satu kilang batu bata mesin membutuhkan 10-17 orang lebih.

Kisaran umur para tenaga kerja usaha kerajinan batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 antara 16-40 tahun. Para pekerja dengan usia muda biasanya didominasi pemuda yang masih bersekolah ataupun belum bekeluarga. Mereka menggunakan gaji yang mereka terima untuk memenuhi kebutuhan sekolah, sedangkan pekerja dengan kisaran umur 25 tahun ke atas biasanya telah menikah dan menggunakan gaji mereka untuk tambahan kebutuhan hidup sehari-hari. Pada tenaga kerja dengan usia muda biasanya didominasi oleh para laki-laki.Tenaga kerja wanita didominasi oleh para ibu rumah tangga sebagai mata pencaharian sampingan untuk membantu perekonomian keluarga.

Upah antara pekerja wanita dengan pekerja pria berbeda. Tenaga kerja pria yang kerjanya cenderung lebih berat daripada tenaga kerja wanita yakni dari proses pengolahan bahan baku, menjemur sampai menyusun hasil produksi batu bata yang sudah kering tersebut sampai batu bata yang telah selesai dibakar mendapat upah antara Rp 16.000,00 sampai 20.000,00 perhari. Tenaga kerja perempuan yang kebanyakan merupakan ibu rumah tangga yang hanya bekerja menyusun batu bata hasil cetak mesin mendapat upah Rp 6000,00 sampai Rp 12.000,00 perhari.19

19


(62)

4.1.2. Sistem ( Teknologi) Pengolahan

Dalam kegiatan ekonomi, proses produksi ataupun proses pengolahan adalah proses ataupun teknik untuk menghasilkan sebuah barang produksi. Sebuah barang yang dihasilkan dari proses produksi atau teknologi pengolahan tentu saja akan memiliki nilai konsumsi . Untuk mengetahui nilai konsumsi maka harus terlebih dahulu mempelajari bagaimana proses teknologi pengolahan barang tersebut. Dalam hal ini proses pengolahan batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 dimulai dari pengangkutan bahan baku, pencetakan, pembakaran, dan penjemuran.

4.1.2.1. Pengangkutan Bahan Baku

Dalam memproduksi batu bata, bahan baku untuk diolah menjadi bahan jadi batu bata harus diangkut ke lokasi produksi (lahan pengolahan). Proses pengangkutan usaha batu bata di Desa Sidodadi Batu 8 mengalami banyak perkembangan dari awal usaha ini dikembangkan sampai tahun 1998.

Pada awal usah batu bata ini mulai dibuka oleh warga pendatang di Desa Sidodadi Batu 8 pada tahun 1970 an, bahan baku yang digunakan untuk memproduksi batu bata di desa ini berasal dari tanah asli Desa Sidodadi Batu 8, yakni tanah galong. Tanah Galong merupakan tanah yang sangat baik untuk menghasilkan batu bata berkualitas tinggi.

Tanah galong yang merupakan tanah asli di desa ini untuk pengangkutannya sangat sederhana. Setelah digali, tanah diangkut dengan menggunakan alat tradisional yang dinamakan plengki, dimana plengki tersebut hanya dapat mengangkat bahan baku tanah sesuai dengan kemampuan ataupun tenaga si pengangkut. Plengki dibuat sendiri dengan bahan dasar kayu.


(1)

Pekerjaan : ibu rumah tangga dan buruh batu bata

Alamat : dusun 2 Desa Sidodadi Batu 8 Kecamatan Pagar Merbau 19. Nama : Sarni

Umur : 40 tahun

Pekerjaan : ibu rumah tangga dan buruh batu bata

Alamat : dusun 1 Desa Sidodadi Batu 8 Kecamatan Pagar Merbau 20. Nama : Bejo

Umur : 29 tahun Pekerjaan : buruh batu bata


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Desa Sidodadi Batu 8

DESA SUKAMULIA

JL.SUKAHULU

LUBUK PAKAM

GALANG DESA JATI REJO

J L N G A L A N G L U B U K P A K A M


(3)

KETERANGAN : BATAS DESA :

MASJID :

MUSHOLLA :

PUSTU :

EKS REL KRETE API :

JALAN DESA :

SUNGAI :

KANTOR KEPALA DESA :

SDN :


(4)

Lampiran 2. Foto Bangsal Pembakaran Batu Bata di Desa Sidodadi Batu 8

Lampiran 3. Foto Penjemuran Batu Bata di Area Bebas Dengan Tutup Plastik.


(5)

Lampiran 4. Foto Alat pembakar Batu Bata (Merang Sawit )


(6)

Lampiran 6. Foto Cekungan Bekas Eksploitasi Tanah Di Desa Sidodadi Batu 8

Lampiran 7. Foto Alat Pembakar Batu Bata Berupa Kayu