BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

  Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang. Pada tahun 2007 jumlah remaja usia 10

  • – 24 tahun sekitar 64 juta atau 28,64% dari jumlah penduduk Indonesia (Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000
  • – 2025, BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005). Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara seksual, kegiatan seksual menempatkan remaja tantangan risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi.

  Jumlah remaja yang besar ini diiringi dengan kompleksnya permasalahan pada masa transisi remaja. Peningkatan dorongan seksual dan perubahan alamiah pada remaja sering menimbulkan masalah serius. Sikap permisif, eksperimentasi seksual dan kurangnya informasi yang akurat menimbulkan ancaman kesehatan seksual remaja dan perilaku seksual berisiko. Hal ini ditunjukkan dengan setiap tahun kira - kira 15 juta remaja berusia 15 - 19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual (PMS). Lebih lanjut dijelaskan secara global, 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15 - 24 tahun. Risiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, misalnya tuntutan untuk kawin muda dan hubungan

  1 seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup yang popular.

  Permasalahan ini merupakan isu-isu dalam kesehatan reproduksi remaja (seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA) yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang siswa yang berada pada usia remaja, karena selain tidak sesuai dengan perkembangan juga termasuk melanggar aturan-aturan dan norma penanganan khusus dari pemerintah dan memerlukan perhatian dari semua pihak. Pada saat ini seharusnya kaum pendidik, orangtua, dan guru bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual yang dapat merusak kesehatan reproduksi remaja. Seiring dengan perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada remaja ditingkatkan agar remaja mengerti cara menjaga kesehatan reproduksi dengan baik.

  Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah dalam hal ini BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana) telah melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas generasi muda Indonesia melalui pembangunan Kependudukan dan KB, salah satunya dengan membuat sebuah program. Adapun program yang dilaksanakan adalah Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja (PKBR), yaitu suatu program untuk memfasilitasi remaja belajar memahami dan mempraktekkan perilaku hidup sehat dan berakhlak guna mencapai tegar remaja.

  Tegar remaja adalah sosok remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko yang dihadapi remaja dalam kesehatan reproduksi yaitu Seksualitas, NAPZA, HIV dan

  AIDS, menunda usia pernikahan, mempunyai perencanaan kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera serta menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagiteman sebayanya. Sasaran program PKBR adalah remaja usia 10- 24 tahun dan mahasiswa yang belum menikah.

  Kegiatan program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) dilaksanakan melalui wadah Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK remaja), yaitu suatu wadah kegiatan program PKBR yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang Perencanaan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. PIK remaja dapat dibentuk di berbagai basis seperti Organisasi Pemuda, LSM, Organisasi Keagamaan, Sekolah umum/agama dan Perguruan Tinggi.

  Meliyandri (2008) dalam penelitian yang dilakukan terhadap remaja SMU yang mengikuti PIK remaja di Daerah Bantul, menyatakan bahwa ada pengaruh program PIK remaja terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja. Menurut Ricketts dan Bruce (2006) karena prevalensi perilaku remaja terhadap kesehatan yang berisiko dan pengetahuan isu-isu kesehatan yang melibatkan remaja, maka difokuskan di sekolah sebagai pusat penyampaian informasi yang logis. Sekolah diharapkan bisa memberikan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai masalah kesehatan reproduksi, sehingga akhirnya para remaja menjadi lebih akrab untuk mengakses informasi dari sekolah. Menurut McKay (2004) program-program berbasis sekolah adalah pendekatan yang esensial untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak muda.

  Salah satu diantara sasaran strategis yang ada dalam visi BKKBN adalah setiap kecamatan memiliki Pusat Informasi Konseling, saat ini jumlah Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK remaja) yang ada diseluruh Indonesia adalah sebanyak 2.773 unit, yang didirikan di sekolah - sekolah sebanyak 55%, di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 15% dan 35% yang didirikan di Karang Taruna. (BKKBN, 2010)

  Purwatiningsih (2001) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi dibutuhkan oleh remaja untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual dan salah satu akibat dari ketidaktahuan remaja tentang informasi kesehatan reproduksi remaja.

  Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual (Soetjiningsih, 2007). Lebih lanjut dijelaskan kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain : adat istiadat, budaya, agama dan kurangnya informasi dari sumber yang benar serta kurangnya dukungan sosial baik dari keluarga maupun dari lingkungan sekitar. Kurangnya pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remajadan keluarganya. Untuk itu keberadaan pusat pelayanan kesehatan reproduksi yang khusus melayani remaja sangat diperlukan.

  Menurut WHO (2004) akseptabilitas adalah orang-orang yang membutuhkan layanan dan bersedia untuk mendapatkan layanan (yaitu memenuhi harapan mereka). Keputusan individu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ditentukan oleh sifat masalah dan keadaan keluarga. Remaja dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi tidak hanya tergantung pada ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi, tetapi juga tergantung pada kemauan remaja untuk mencari pelayanan kesehatan reproduksi tersebut. Pada umumnya remaja yang berkunjung ke klinik pelayanan kesehatan lebih banyak karena mengalami gangguan kesehatan secara umum dibandingkan dengan konseling kesehatan reproduksi.

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja masih rendah. Masih rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja di Indonesia, antara lain disebabkan oleh 1) fasilitas kesehatan yang tersedia kurang lengkap, 2) sikap petugas kesehatan yang tidak bersahabat dan kurangnya keterampilan yang dimiliki, 3) prosedur dan peraturan yang berlaku tidak sesuai dengan harapan remaja dan 4) remaja memiliki pengetahuan dan informasi tentang kesehatan reproduksi yang masih kurang (WHO, 2004).

  Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI, 2001) dalam penelitiannya tentang kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang dilakukan perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, pada umumnya remaja menyatakan sangat membutuhkan PIK remaja yaitu sebesar 94,55 % dari jumlah seluruh responden 2.479 orang, namun hanya sedikit responden yang menyatakan pernah menggunakan PIK remaja yaitu 23,42 %. Kurangnya informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau seringkali menjadi masalah bagi kelompok remaja. Jaminan kerahasiaan dan sikap petugas kesehatan reproduksi yang seolah menyalahkan remaja semakin membatasi akses terhadap PIK remaja (PATH, 2000).

  Kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja disebabkan sikap dari penyedia pelayanan kesehatan yang kurang dapat diterima oleh remaja serta kurangnya dukungan dari lingkungan sosial seperti keluarga, teman sebaya, Guru dan saudara, sehingga dapat mempengaruhi penerimaan dan pemanfaatan layanan kesehatan reproduksi bagi remaja. Benimof dalam Al-Mighwar (2006) menegaskan bahwa kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata remaja yang menyiapkan tempat remaja menguji dirinya sendiri dan orang lain. Keberadaan teman sebaya dalam kehidupan remaja merupakan keharusan, untuk itu seorang remaja harus mendapatkan penerimaan yang baik untuk memperoleh dukungan dari kelompok teman sebayanya, melalui berkumpul dengan teman sebaya yang memiliki kesamaan dalam berbagai hal tertentu, remaja dapat mengubah kebiasan-kebiasan hidupnya dan dapat mencoba berbagai hal yang baru serta saling mendukung satu sama lain (Cairns dan Neckerman, 1988).

  Teman sebaya merupakan sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi dari orang lain merupakan pengaruh yang penting bagi rasa percaya diri remaja (Santrock, 2003). Hubungan pribadi yang berkualitas memberikan stabilitas, kepercayaan, dan perhatian, dapat meningkatkan rasa kepemilikan, harga diri dan penerimaan diri siswa, serta memberikan suasana yang positif untuk pembelajaran. Dukungan interpersonal yang positif dari teman sebaya, pengaruh keluarga, dan proses pembelajaran yang baik dapat meminimalisir faktor- faktor penyebab kegagalan prestasi siswa seperti keyakinan negatif tentang kompetensi dalam mata pelajaran tertentu serta kecemasan yang tinggi dalam menghadapi tes (Santrock, 2007).

  Di masa remaja, kelompok teman sebaya memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan remaja baik secara emosional maupun secara social. kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral, tempat bereksperimen, dan setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang tua. Di lain pihak, Robinson mengemukakan bahwa keterlibatan remaja dengan teman sebayanya, selain menjadi sumber dukungan emosional yang penting sepanjang transisi masa remaja, namun sekaligus dapat menjadi sumber tekanan bagi remaja. Lingkungan teman sebaya menjadi penting bagi remaja karena merupakan tempat pertama untuk menjalani aktivitas bersama dan bekerja sama dengan berpedoman pada nilai - nilai yang dibuat oleh kelompok sebaya. Zulkifli (2012) menjelaskan bahwa salah satu ciri remaja adalah terikat oleh kelompok sebayanya. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa remaja memiliki kebutuhan kuat untuk menjalin hubungan pertemanan. Siswa yang telah memasuki masa remaja pada umumnya lebih tertarik untuk melakukan hubungan sosial dengan teman sebaya dari pada dengan keluarga karena terdapat dorongan bagi remaja untuk menyamakan diri dengan anggota kelompok sebayanya. Dorongan tersebut dikarenakan dalam suatu kelompok sebaya, para remaja merasa lebih dihargai, dianggap, dan dimengerti oleh anggota kelompoknya.

  Jumlah PIK remaja yang telah dikembangkan di Propinsi Sumatera Utara sebanyak 107 unit (BKKBN 2008). Sementara itu target Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota medan bahwa idealnya setiap SMA memiliki PIK remaja di sekolah, namun dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Tanjung Balai didapatkan bahwa di Kota Tanjung Balai hanya terdapat 3 buah PIK remaja yang terbentuk di Karang Taruna sebanyak 2 unit dan hanya 1 yang terdapat di sekolah.

  SMA Negeri 2 Kota Tanjung Balai merupakan satu-satunya sekolah yang sudah memiliki PIK remaja, namun berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru dan konselor yang bertugas di sekolah tersebut didapatkan informasi bahwa hanya 50% siswa di sekolah tersebut yang telah memanfaatkan pusat pelayanan informasi tersebut, hal ini tidak berjalan sesuai dengan tujuan programnya sehingga walaupun telah memiliki PIK remaja tapi hanya sebagian kecil yang memanfaatkan fasilitas tersebut, kemudian data yang diperoleh dari sekolah tersebut juga menyatakan bahwa sebagian besar siswa takut untuk datang dan berkonsultasi ke pusat informasi karena takut diketahui orang tuanya dan teman-teman yang dekat dengan mereka, sebagian besar merasa malu dan canggung untuk mendaptkan informasi di tempat tersebut dikarenakan mereka merasa lebih nyaman mendapatkan atau mencari informasi tersebut dari media internet dan majalah, mereka khawatir jika mereka datang untuk memanfaatkan pusat informasi tersebut, petugas akan menyebarkan identitas serta cerita yang mereka konsultasikan kepada petugas, hal ini yang membuat siswa sulit menerima program tersebut, sehingga karena mereka tidak menerima akhirnya mereka tidak mau memanfaatkan PIK remaja yang ada di sekolah mereka.

  Data yang didapatkan dari Petugas BPPKB Kota Tanjung Balai bahwa sejak tahun 2010 terjadi peningkatan angka kejadian menikah di usia muda dikarenakan hamil sehingga menyebabkan remaja putus sekolah sebanyak 15 % kemudian angka kejadian remaja terkena penyakit menular seksual meningkat 5% sejak tahun 2008, hal ini menunjukkan bahwa remaja membutuhkan pelayanan kesehatan reproduksi yang mampu menampung masalah yang dihadapi oleh remaja, membutuhkan informasi seputar kesehatan reproduksi untuk mencegah dampak dari ketidaktahuan remaja serta keegoisan remaja tersebut.

  Berhane et al (2005) melakukan penelitian di Addis yang bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja dari segi aksestabilitas, akseptabilitas dan keterjangkauan. Hasil penelitian ini adalah hambatan remaja untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yaitu perasaan malu dan takut diketahui oleh orang yang mereka kenal. Remaja lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan fisik dibandingkan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi.

  Kamau (2006) melakukan penelitian di Kenya yang bertujuan untuk mengetahui faktor

  • – faktor yang mempengaruhi akses dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan reproduksi, Penelitian ini menunjukan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi disebabkan karena tenaga kesehatan reproduksi remaja yang kurang ahli, Provider tidak ramah, kesadaran remaja kurang, dan pelayanan kesehatan terhadap remaja dibatasi oleh syarat atas persetujuan orangtua.

  Dukungan yang sangat kurang terhadap ketersediaan layanan kesehatan dan remaja yang tidak menanggapi layanan kesehatan reproduksi pada sistem kesehatan masyarakat, remaja mencari bantuan dari teman

  • – teman dan media yang dengan transparan memberikan informasi tanpa penjelasan yang mudah di terima dan dipahami oleh remaja membuat remaja tidakingin lagi membicarakan masalah kesehatan dengan siapapun. Kesimpulannya pelayanan kesehatan bagi remaja tidak memadai dan ketersediaan pelayanan kesehatan tidak disampaikan dengan cara yang dapat diterima.

  1.2. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dukungan guru dan teman sebaya terhadap akseptabilitas dan pemanfaatan PIK remaja pada siswa SMA di Kota Tanjung Balai.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan guru dan teman sebaya terhadap akseptabilitas dan pemanfaatan PIK remaja.

  1.4.Hipotesis

  Ada Pengaruh dukungan guru dan teman sebaya terhadap akseptabilitas dan pemanfaatan PIK remaja.

  1.5. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat: 1. Memberi masukan kepada SMA Negeri 2 Kota Tanjung Balai dalam mengembangkan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja.

  2. Memberi masukan kepada guru dan teman tentang pentingnya keberadaan pusat pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang dapat membantu remaja mengatasi masalah-masalah kesehatan reproduksi dengan benar dan tepat.

  3. Memberi masukan pada siswa/i SMA Negeri 2 untuk lebih memanfaatkan dan mengakses program pelayanan kesehatan reproduksi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

3 72 174

Pengaruh Kegiatan Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Percut Sei Tuan Sampali

6 118 95

Pengaruh Literasi Informasi terhadap Efektivitas Belajar Siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Medan

58 280 116

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Modifikasi Motor Di Kalangan Remaja Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Karanganyar

1 1 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tamb

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh 1 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pernikahan Dini pada Remaja Aceh di Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Rumah Sakit Ibu dan Anak

0 5 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dukungan Guru - Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

0 0 36