BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dukungan Guru - Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dukungan Guru

  Lingkungan sekolah merupakan salah satu pengaruh yang cukup kuat pada remaja. Pada umumnya orang tua menaruh harapan yang besar pada pendidikan di sekolah. Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder bagi remaja yang sudah bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya. Anak remaja yang umumnya sudah duduk dibangku SMA umumnya menghabiskan waktu sekitar 7 jam sehari disekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dilewatkan remaja disekolah. Tidak mengherankan jika pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi remaja. Karena selain rumah, sekolah adalah lingkungan kedua dimana remaja banyak melakukan berbagai aktivitas dan menjalin hubungan dengan teman-temannya (Sarwono, 2011).

  Lingkungan pergaulan antar teman pun besar pengaruhnya. Apalagi kalau sekolah itu berlokasi di pusat keramaian dimana terjadi titik singgung yang terus menerus setiap hari antara anak-anak yang akan ke sekolah atau mau pulang dari sekolah dengan berbagai manusia dan rangsangan sosial yang bermacam-macam coraknya. Misalnya tempat-tempat hiburan yang merupakan tempat perjudian atau pelacuran terselubung, pedagang kaki lima yang menawarkan VCD porno atau gedung-gedung bioskop yang memaparkan poster-poster setengah cabul. Akibatnya remaja tidak bersemangat lagi untuk sekolah dan akan terpengaruh oleh lingkungannya (Sarwono, 2011).

  Hurlock (2003) menyatakan bahwa sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial. Tetapi hanya sedikit remaja yang mampu menggunakan keterampilan dan konsep ini dalam situasi praktis. Sekolah dan pendidikan tinggi juga mencoba untuk membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai dewasa, namun bila nilai-nilai dewasa bertentangan dengan nilai-nilai teman sebaya maka remaja harus memilih bila mengharapkan dukungan teman-teman yang menentukan kehidupan sosial remaja.

  Guru merupakan pembentuk individu yang berperan dalam pendidikan karakter, konsep diri, sikap, pengetahuan dan religiusitas responden. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa kebebasan adalah isu hangat bagi remaja. Masalah muncul kemudian tentang pengembangan sikap dan masalah seksual. Banyak penelitian menemukan bahwa sikap seksual memiliki korelasi dengan perilaku seksual. Sebagian besar remaja mendapatkan pengetahuan reproduksi dari guru dan bukan dari orangtua mereka. Jadi, guru menjadi tokoh penting untuk berkontribusi memimpin pengembangan sikap dan perilaku seksual remaja. Meskipun tidak ada kurikulum khusus untuk pendidikan seks di SMP dan SMA, informasi seks dan reproduksi sehat dapat diperkenalkan dalam subjek Biologi sejak SMP dan SMA. Sementara itu, budaya dan nilai seks dapat diajarkan oleh guru agama. BKKBN (2010) menambahkan bahwa sebagian besar waktu remaja dihabiskan di sekolah, sehingga sekolah berpengaruh yang cukup kuat terhadap perkembangan masa remaja. Beratnya tuntutan pendidikan, orang tua, persaingan antar teman dan beban kurikulum dapat menimbulkan beban mental. Pendidikan menuntut mahasiswa untuk berprestasi dan menjadi juara pada semua mata pelajaran.

  Akibatnya para remaja itu tidak bisa menikmati kehidupan mereka di sekolah dengan rileks dan alami. Untuk itu diperlukan peran guru dalam mengoptimalkan perkembangan jiwa remaja.

2.2. Konsep Teman Sebaya

2.2.1. Definisi Teman Sebaya

  Kamus besar Bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya. Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Irwan Kawi, 2010). Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebayanya. Jadi dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga. Di dalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan konsep dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memerdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya (Depkes, 2012).

2.2.2. Karakteristik Berteman

  Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam Siregar, 2010) adalah sebagai berikut :

  1. Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman

  2. Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka

  3. Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan kesenangan individu

  4. Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik

  5. Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga melakukan hal yang demikian

  6. Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman

  7. Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu

  8. Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekatteman Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas.

2.2.3. Peran Teman Sebaya

  Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan- kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah: a. Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.

  b. Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.

  c. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris.Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Piaget dan Sullivan dalam Santrock, 2007).

2.2.4. Fungsi Pertemanan

  Menurut Gottman dan Parker dalam Santrock (2003), mengatakan bahwa ada enam fungsi perteman yaitu :

  1. Berteman (Companionship) Berteman akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas.

  2. Stimulasi Kompetensi (Stimulation Competition) Pada dasarnya, berteman akan memberi rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial. Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik.

  3. Dukungan Fisik (Physicial Support) Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah.

  2.2.5. Perkembangan Sosial

  Terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan perilaku dewasa merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak- anak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.

  2.2.6. Kuatnya Teman Sebaya

  Keinginan menjadi mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orangtua dan ketergantungan secara emosional pada orangtua. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, kebingungan peran dan lain-lain, seseorang menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orangtuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/aturan-aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, tampaknya remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orangtuanya, tetapi di sisi lain mereka masih tergantung kepada orangtuanya.

  Remaja akan tetap meminta pertimbangan dari orangtuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja kepada orangtua. Ketergantungan pada teman sebaya lebih mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan relasi sosial atau penerimaan lingkungan (misalnya tingkah laku/kebiasaan sehari-hari, kesukaan, aktivitas yang dipilih, gaya bahasa dan lainnya). Namun, perilaku mengikuti kelompok akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya kematangan karena remaja semakin ingin menjadi individu yang mandiri dan unik serta lebih selektif dalam memilih sahabat. Tingkat konformitas remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan keamanan secara berlebihan, melibatkan emosi yang sangat kuat cenderung memengaruhi remaja menjadi malas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan dalam berinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang-orang tertentu saja, ada juga yang menjadi minder dan sulit berinteraksi dengan sebayanya. Sementara keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi kepada anak, cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikatkan diri pada lingkungan lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut (tanpa membedakan mana tingkah laku yang salah atau benar). Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yang tidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak ajakan dari teman sebayanya sehingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal-hal negatif. Perubahan dalam perilaku sosial ditunjukkan dengan :

a. Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar.

  b. Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin.

  c. Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain.

  d. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial.

  e. Berkurangnya prasangka dan diskriminasi, mereka cenderung tidak mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.

2.2.7. Aspek-aspek Kualitas Pertemanan

  Menurut Mappiare dalam Handayani, 2006 aspek-aspek kualitas pertemanan adalah sebagai berikut : a. Pengakuan dan Saling Menjaga

  Yaitu remaja diakui teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan saling memberi perhatian.

  b. Terjadinya Konflik Yaitu munculnya perbedaan atau perselisihan faham hal-hal yang membangkitkan kemarahan dan ketidakpercayaan.

  c. Pertemanan dan Rekreasi Yaitu menghabiskan waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah. d. Membantu dan Memberi Petunjuk Yaitu usaha seorang teman untuk membantu temannya yang lain dalam menyelesaikan tugas rutin yang menantang.

  e. Berbagi Pengalaman dan Perasaan Yaitu adanya saling keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman diantara remaja dan temannya.

  f. Pemecahan Konflik Yaitu munculnya perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar pemecahan masalah secara baik dan efisien.

2.3. Akseptabilitas

  Seseorang akan menggunakan suatu pelayanan atau program apabila mereka dapat menerima (acceptable) terhadap pelayanan yang diberikan. Menurut WHO (2004) akseptabilitas adalah orang

  • – orang yang membutuhkan layanan dan bersedia untuk mendaptkan layanan (yaitu memenuhi harapan mereka).Akseptabilitas didefinisikan debagai indikasi awal yang mengarah pada interaksi klien dan pemberi layanan (provider) Gilson & Schneider(2007). Terdapat tiga elemen penting akseptabilitas, yaitu :

  1. Kesesuaian antara profesional kesehatan (provider) dalam meletakan kepercayaan dan persepsi pasien tentang efektifitas pengobatan, Sejauh mana mereka (pasien) dari kontruksi kesehatan dan pengertian provider terhadap isu

  • – isu penyembuhan yang cocok bagi pasien.

  2. Interaksi antara provider dan pasien (dialog). Pasien diberikan kesempatan dan mampu untuk mendiskusikan perawatan yang mereka butuhkan tanpa menunjukan prasangka terhadap pasien.

  3. Organisasi pelayanan kesehatan menanggapi keinginan pasien terhadap pelayanan yang mereka inginkan contohnya pelayanan kesehatan seringkali hanya menekankan pada biaya daripada melayani kebutuhan pasien. Menurut WHO (2002) kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja disebabkan sikap dari penyedia pelayanan kesehatan yang kurang dapat diteriman oleh remaja (unacceptable). Pemanfaatan pelayanan akan meningkat jika ada perbaikan kualitas pelayanan.

  Menurut WHO dalam Sovd et al. (2006) tiga dimensi untuk menentukan kualitas pelayanan yaitu kesetaraan (equity), akses (accessibility) dan penerimaan (acceptability) Karakteristik yang berkaitan dengan kesetaraan (equity) termasuk didalamnya kebijakan dan prosedur yang tidak membatasi ketentuan pelayanan kesehatan, dan perlakuan sama pada setiap klien dan staf oleh penyedia layanan. Karakteristik yang terkait dengan akses adalah pelayanan kesehatan gratis atau terjangkau, jam klinik, dekat lokasi klinik dan dukungan dari masyarakat untuk layanan untuk penerimaan (acceptability) termasuk di dalamnya adalah kerahasiaan klien, klinik, menjamin privasi pasien, lingkungan klinik yang menarik, pemberian informasi yang memadai dan alokasi waktu yang cukup untuk klien.

  Remaja akan memilih pelayanan kesehatan yang bersifat bersahabat. Adapaun indikator spesifik yang dikembangkan untuk mengukur pelayanan “ Youth-friendly

  “menurut Mmari dan Magnani (2003) antara lain : (1) sikap petugas (staf) dalam memberikan layanan kepada remaja; (2) apakah petugas (staf) menghormati privasi kerahasiaan klien remaja; (3) apakah remaja laki

  • – laki menerima dan menggunakan pelayanan kesehatan (4) apakah kebijakan mendukung tersedianya pelayanan kesehatan reproduksibagi remaja (5) apakah klinik kesehatan memberi informasi kepada masyarakat tentang pelayanan yang tersedia untuk remaja (6) apakah remaja menyambut pelayanan kesehatan tanpa memandanf status perkawinan dan umur (7) apakah remaja akan memandang bahwa petugas akan memberikan informasi yang mereka butuhkan.

  Untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang bersahabat bagi remaja perlu pelatihan bagi petugas sehingga mempunyai rasa menghormati privasi, menanamkan rasa percaya kepada remaja dan menciptakan lingkungan pelayanan yang nyaman. Dengan adanya pelayanan yang bersahabat,remaja akan merasakan kenyamanan, sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja meningkat.

  Masalah kesehatan reproduksi remaja memiliki karakteristik tersendiri, sehingga memerlukan pelayanan yang spesifik. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi bukan hanya datang dari remaja sendiri, tetapi juga dari petugas kesehatan dan masyarakat. Kemampuan tenaga kesehatan sangat penting untuk menyediakan pelayanan yang efektif kepada remaja (Kolencherry, 2004). Remaja butuh informasi yang realistis, akurat dan sesuai dengan kesehatan reproduksinya. Kebanyakan remaja sekarang belajar seksualitas dari teman sebaya, media dan informasi yang sering tidak akurat dan tidak lengkap. Orang tua sering tidak bersedia mendiskusikan seksualitas secara langsung dan terbuka kepada remaja. Masyarakat sering membatasi kebebasan remaja untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi untuk sendiri dengan norma

  • – norma yang berlaku di masyarakat.

  Selain dipengaruhi oleh klien / pasien sendiri akseptabilitas juga dipengaruhi oleh sosial budaya masyarakat yang ada disekitar. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja akan meningkat pemanfaatannya jika dapat diterima (accaptable) dan mendapat dukungan dari masyarakat (WHO, 2002). Perasaan tidak nyaman saat berkunjung ke pelayanan kesehatan reproduksi merupakan salah satu hambatan remaja untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan (Senderowitz, 1999). Dari penelitian Kolencherry (2004), bahwa hambatan remaja untuk mengakses pelayanan kesehatan reproduksi dipengaruhi oleh akseptabilitas sosial dan budaya yang ada di masyarakat sekitarnya.

  Upaya mencari perawatan, orang selalu mendengarkan nasehat dari orang lain dalam komunitas lokal mereka dimana nasehat ini berdasarkan kepercayaan kesehatan yang mereka anut, reputasi dan rumor dari penyedia layanan, kepercayaan terhadap teknologi kesehatan serta biaya dan kualitas yang dirasakan. Beberapa penelitian menunjukkan bukti bahwa hambatan dari akseptabilitas secara langsung mempengaruhi pemerataan layanan kesehatan.

  Menurut Kolencherry (2004), akseptabilitas adalah penerimaan masyarakat terhadap keberadaan pusat pelayanan kesehatan reproduksi, khususnya pelayanan yang diberikan kepada remaja. Pelayanan kesehatan yang diberikan remaja sering di nilai mambawa dampak negatif oleh masyarakat. Klien akan mencari dan memanfaatkan layanan kesehatan jika dapat diterima konteks sosial dan budaya yang dianutnya.

  PATH (2000), menyatakan bahwa masyarakat berpendapat cara efektif untuk mencegah kenakalan remaja adalah dengan menutup semua akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, disamping memperkuat nilai

  • – nilai agama dan moral dalam keluarga. Lebih lanjut dijelaskan, konsep yang benar tentang pemberian infomasi sebenarnya akan memberikan bekal pengetahuan pada remaja tentang sistem, fungsi dan proses reproduksi sehingga remaja dapat menjaga kesehatan reproduksinya dengan baik agar dapat menjalankan fungsi reproduksinya secara bertanggung jawab.

  Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja adalah masalah sistem pelayanan kesehatan (Berhane et al. 2005).

  Remaja mempunyai penilaian terhadap sistem pelayanan kesehatan yang akan mereka manfaatkan, Penilaian terhadap pemanfaatan pusat pelayanan kesehatan reproduksi.

  Masyarakat perlu memahami tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan antara orangtua dan masyarakat, serta pendekatan kepada tokoh agama untuk mendapatkan dukungan (WHO, 2002).

2.4. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja

  Seseorang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan jika mereka menyadari bahwa pelayanan kesehatan adalah suatu yang dibutuhkan. Jika remaja menyadari bahwa pelayanan kesehatan reproduksi adalah suatu hal yang dibutuhkan remaja akan memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi tersebut.

  Perilaku pencarian dan penggunaan sistem fasilitas kesehatan atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior). Perilaku ini adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dengan mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri. Hal ini dapat dilihat sebagai usaha

  • – usaha mengobati ke fasilitas
  • – fasilitas pelayanan kesehatan modern (puskesmas, perawat, dokter praktek, rumah sakit, dll) maupun pengobatan tradisional (Notoatmodjo, 2003).

  Gerungan (2004) menyatakan utilization atau pemanfaatan pelayanan kesehatan tergantung pada persepsi individu terhadap sakit yang diderita. Persepsi adalah kecakapan seseorang untuk melihat dan memahami perasaan

  • – perasaan, sikap
  • – sikap dan kebutuhan – kebutuhan. Persepsi terhadap sakit akan mempengaruhi perilaku aktual seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan.

  Perilaku pencarian kesehatan dipengaruhi oleh motivasi eksternal dan internal.Motivasi eksternal berupa sumber daya, keluarga dan rekan

  • – rekan. Sedangkan motivasi internal berupa kecacatan dan kematian yang dirasakan dari satu penyakit dan gejala yang tak berkurang
  • – kurang. Sebagian besar orang
akanmelakukan usaha pencarian kesakitan sesulit apapun untuk membebaskan diri dari gejala

  • – gejala yang dirasakan (Plowden& Miller, 2000). Menurut WHO (2004) keputusan individu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ditentukan oleh sifat masalah dan keadaan keluarga. Remaja dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi tidak hanya tergantung pada ketersedian fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi, tetapi juga tergantung pada kemauan remaja untuk mencari pelayanan kesehatan reproduksi tersebut. Pada umumnya remaja yang berkunjung ke klinik pelayanan kesehatan lebih banyak karena mengalami gangguan kesehatan secara umum dibandingkan dengan konseling kesehatan reproduksi.

  Pelayanan kesehatan reproduksi remaja oleh remaja akan meningkat penggunaannya jika dapat mengidentifikasi kebutuhan yang sesuai dengan remaja.

  Selain mengidentifikasi kebutuhan terhadap pelayanan, hal penting lainya adalah mutu pelayanan yang diberikan, karena baik atau tidaknya keluarga sangat dipengaruhi oleh proses yang akan mempengaruhin seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kembali (Azwar, 1996). Lebih lanjut dijelaskan mutu pelayanan kesehatan dipengaruhin tiga unsur yaitu unsur masukan yang terdiri dari tenaga, dana dan sarana. Unsur lingkungan yaitu kebijakan, organisasi dan manajemen. Unsur proses

  • – yaitu tindakan medis dan non medis (Azwar, 1996). Pelayanan kesehatan di negara negara berkembang tidak siap untuk memberikan perawatan yang sesuai karena kurangnya kesadaran terhadap kebutuhan remaja, minimnya pelatihan dan kapasitas dari penyedia layanan (Berhane et al., 2005).
Menurut Russell (2005) kepercayaan adalah pusat hubungan yang baik antara pengguna dan penyedia layanan kesehatan yang efektif mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan kesehatan karena ketidakpastian kondisi kesehatan pasien yang membutuhkan motivasi dan keputusan dari seorang dokter, kepercayaan memfasilitasi komunikasi dan fokus pada pasien yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Kepercayaan pasien terhadap penyedia layanan berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan.

  Menurut Bernane et al (2005) 72% remaja mengaku takut diketahui oleh orangtua atau orang

  • – orang yang merasa kenal sebagai penghalang utama untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi, sedangkan 68,8% karena perasaan malu untuk meminta pelayanan kesehatan reproduksi kepada petugas kesehatan. Hambatan psikososial dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja adalah perasaan cemas, malau dan bersalah dengan orang tua dan teman.

  Hasil penelitian Kamau (2006) di Kenya ditemukan bahwa akses pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja masih rendah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelayanan yang ramah remaja, pelayanan kesehatan di sekolah yang kurang memadai, kurangnyakesadaran remaja terhadap pencegahan masalah kesehatan, kurang jelas dan efektifnya kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi, persyaratan yang kaku bahwa jika ingin menggunakan layanan kesehatan reproduksi harus ada izin orangtua dan sikap dari penyedia layanan yang tidak profesional.

2.5. Remaja

  2.5.1. Pengertian Remaja

  Istilah adolescence mempunyai arti yang sangat luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1998). WHO (2002) menggambarkan, masa remaja merupakan suatu perubahan fisik dan emosional. Menurut Sarwono (2006) remaja adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan individu yang berada diantara masa anak - anak dan dewasa.

  2.5.2. Perkembangan Remaja

  Menurut Soetjiningsih (2007), dalam tubuh kembangnya menuju remaja , berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahap sebagai berikut :

  a. Masa remaja awal umur 11

  • – 13 tahun, pada tahap ini pada remaja telah tampak perubahan fisik, yaitu fisik mulai matang dan berkembang. Pada masa ini remaja mulai melakukan onani karena terangsang secara seksual akibat pematangan alami.

  b. Masa remaja pertengahan umur 14

  • – 16 tahun, remaja pada tahap ini telah mengalami pematangan fisik penuh, yaitu anak laki
  • – laki telah mengalami mimpi basah, sedangkan anak perempuan telah mengalami haid. Pada saat itu gairah seksual remaja sudah mencapai puncak, sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik.
c. Masa remaja lanjut 17

  • – 20 tahun, pada masa ini remaja sudah mengalami perkembangan fisik penuh seperti dewasa, mereka sudah mempunyai perilaku seksual yang jelas dan mereka sudah mengembangkannya dalam bentuk pacaran.

  Menurut Hurlock (1998), remaja mempunyai ciri

  • – ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Dari beberapa ciri remaja, ada 4 perubahan yang hampir bersifat universal, yaitu : 1) meningginya emosi, 2) perubahan tubuh, minat dan peran, 3) perubahan nilai
  • – nilai, dan 4) sikap ambivalen. sikap ambivalen ditujukan remaja adalah keinginan dan tuntunan kebebasan, namun tidak mampu menanggung akibatnya.

2.5.3. Perkembangan Seksualitas Remaja

  Perkembangan seksualitas remaja berawal dari masa kanak

  • – kanak. Hanya saja, perubahan hormonal yang menyebabkan mulai berfungsinya alat reproduksi menyebabkan perkembangan seksualitas ketika masa remaja sangatlah khas. Meningkatnya produksi hormon yang terjadi saat remaja menimbulkan khayalan seksual yang umum dialamin remaja. Pada remaja laki
  • – laki perkembangan seksual masa remaja diawalin dengan keluarnya semens saat tidur atau yang lebih dikenal wet dream. Remaja pada saat ini juga mulai merasakan adanya sensasi tertentu saat mereka berdekatan dengan orang yang mereka senangi (Herdian siska &Wardhani, 2000).
Beberapa ciri penting perkembangan seksualitas remaja secara umum adalah :

  1. Masa remaja lanjut 17

  • – 20 tahun, pada masa ini remaja sudah mengalami perkembangan fisik penuh seperti dewasa, mereka sudah mempunyai perilaku seksual yang jelas dan mereka sudah mengembangkannya dalam bentuk pacaran.

  2. Minat terhadap lawan jenis makin kuat disertai keinginan kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenisnya.

  3. Minat terhadap kehidupan seksual (ingin tahu tentang perilaku seksual dan bagaimana melakukannya).

4. Remaja mulai mencari – cari informasi tentang kehidupan seksual orang dewasa.

  Bahkan juga muncul rasa ingin tahu dan keinginan bereksplorasi untuk melakukannya.

  5. Minat dalam keintiman secara fisik. Dengan adanya dorongan seksual dan ketertarikan terhadap lawan jenis. Perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

  • 2.6. Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR)

  Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) oleh BKKBN dibagi menjadi dua yaitu: Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK remaja) dan Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK Mahasiswa).

2.6.1. Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja)

  a) Pengantar Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-Remaja) adalah suatu wadah kegiatan program PKBR yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang Perencanaan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja serta kegiatan-kegiatanpenunjang lainnya. PIK remaja adalah nama generik. Untuk menampung kebutuhan programPKBR dan menarik minat remaja datang ke PIK remaja, nama generik ini dapat dikembangkan dengan nama-nama yang sesuai dengan kebutuhan program dan selera remaja setempat.

  b) Tujuan Umum Tujuan umum dari PIK remaja adalah untuk memberikan informasi

  PKBR, Pendewasaan Usia Perkawinan, Keterampilan Hidup (Life Skills), pelayanan konseling dan rujukan PKBR. Disamping itu, juga dikembangkan kegiatan-kegiatan lain yang khas dan sesuai minat dankebutuhan remaja untuk mencapai Tegar Remaja dalam rangka tegar Keluarga guna mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

  c) Ruang Lingkup Ruang lingkup PIK remaja meliputi aspek-aspek kegiatan pemberian informasi KRR,Pendewasaan Usia Perkawinan, Keterampilan Hidup (Life

  Skills ), pelayanan konseling, rujukan,pengembangan jaringan dan dukungan,

  serta kegiatan-kegiatan pendukung lainnya sesuai dengan ciri dan minat remaja. PIK remaja tidak mengikuti tingkatan wilayah administrasi seperti tingkat desa, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Artinya PIK remaja dapat melayani remajalainnya yang berada di luar lokasi wilayah administrasinya. PIK remaja dalam penyebutannya bisa dikaitkan dengan tempat dan institusi pembinanya seperti PIK remaja Sekolah, PIK remaja Masjid, PIK remaja Pesantren, dan lain-lain. Pengelola PIK remaja adalah pemuda/remaja yang pnya komitmen dan mengelola langsung PIK remaja serta telah mengikuti pelatihan dengan mempergunakan modul dan kurikulum standard yang telah disusun oleh BKKBN atau yang sejenis.

  d) Pengelola dan Pembina PIK remaja Pengelola PIK remaja terdiri dari ketua, bidang administrasi, bidang program dan kegiatan, pendidik sebaya, dan konselor sebaya. Pembina PIK remaja adalah seseorang yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap masalah-masalah remaja, memberikan dukungan dan aktif membina PIK remaja, baik yang berasal dari Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kepemudaan/remaja lainnya, seperti: 1) kepala desa/lurah, camat, bupati, walikota, pimpinan Pemerintah: SKPDKB.

  2) Pimpinan LSM : pimpinan kelompok-kelompok organisasi masyarakat (seperti: pengurus masjid, partor, pendeta, pedande, bukisu) dan pimpinan kelompok dan organisasi pemuda.

  3) Pimpinan media massa (surat kabar, majalah, radio, dan TV)

  4) Rektor/dekan, kepala SLTP, kepala SLTA, pimpinan pondok pesantren, komite sekolah.

  5) Orang tua, melalui Bina Keluarga Remaja (BKR), majelis taklim, program PKK.

  6) Pimpinan kelompok sebaya melalui program karang taruna, pramuka, remaja 7) Masjid/gereja/vihara.

2.6.2. Tahapan Pengembangan dan Pengelolaan PIK Remaja

  PIK remaja dikembangkan melalui 3 (tiga) tahapan yaitu tahap TUMBUH, TEGAK, dan TEGAR. Proses pengembangan dan pengelolaan masing-masing tahapan tersebut didasarkan pada 1)Materi dan Isi Pesan (assets) yang diberikan; 2) Ciri Kegiatan yang dilakukan; 3)Dukungan dan Jaringan (resources) yang dimiliki. Adapun ciri-ciri setiap tahapan sebagai berikut:

  1) PIK remaja tahap TUMBUH

  a. Materi dan Isi Pesan (assets) yang diberikan:  TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan  Pendalaman materi TRIAD KRR dan pendewasaan usia perkawinan  Pemahaman tentang Hak-Hak Reproduksi

  b. Kegiatan yang dilakukan:  Kegiatan dilakukan di tempat PIK remaja

   Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) dalam lokasi PIK remaja berada, misalnyapenyuluhan individu dan kelompok  Menggunakan media cetak  Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan formulir

  (terlampir)

  c. Dukungan dan Jaringan (resources) yang dimiliki:  Ruang khusus  Memiliki papan nama, ukuran minimal 60 cm x 90 cm, dan dipasang ditempat yang  mudah dilihat oleh khalayak  Struktur pengurus paling tidak memiliki: Pembina, Ketua, Bidang Administrasi,

   Bidang Program/Kegiatan, PS dab KS  Dua orang Pendidik Sebaya yang dapat diakses  Lokasi PIK remaja yang mudah diakses dan disukai oleh remaja 2) PIK remaja tahap TEGAK

  a. Materi dan Isi Pesan (assets) yang diberikan:  TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan 

  Pendalaman materi TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan  Pemahaman tentang Hak-Hak Reproduksi  Keterampilan hidup (Life Skills)

   Keterampilan advokasi

  b. Kegiatan yang dilakukan:  Kegiatan yang dilakukan di dalam dan di luar PIK remaja  Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) di dalam lokasi PIK remaja berada,misalnya penyuluhan individu dan kelompok  Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) di luar PIK remaja antara lain:  Sosialisasi dan Dialog Interaktif melalui Radio/TV  Press Gathering  Pemberian Informasi PKBR dan KRR oleh Pendidik Sebaya kepada remaja sepertidi pasar, jalanan, sekolah, Masjid, Gereja, Vihara, Banjar, dan lain-lain.

   Seminar PKBR  Road Show PKBR ke sekolah, Masjid, Gereja, Vihara, Banjar, dan lain-lain.

   Promosi PIK remaja melalui TV, Radio, Majalah, Surat Kabar.  Pemberian informasi PKBR dalam momentum strategis (Pentas seni,

  Hari-haribesar nasional dan daerah, Hari keluarga Nasional, Hari Remaja, Hari AntiNarkoba, hari AIDS, Kemah Bhakti Pramuka, dan Gerakan Penghijauan).

   Diskusi anti kekerasan dalam rumah tangga

   Sosialisasi PKBR bagi calon pengantin  Penyampaian informasi PKBR melalui Mobil Unit Penerangan  Melakukan konseling PKBR melalui SMS, Telepon, Tatap Muka, dan

  Surat-menyurat  Menggunakan media cetak dan elektronik  Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai formulir (terlampir)  Melakukan advokasi dan promosi PIK remaja untuk mengembangkan jaringanpelayanan  Melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik minat remaja untuk datang ke PIKRemaja, antara lain:Pendampingan kepada remaja penyalahguna napza, hamil, di luar nikah, dan HIVpositif  Bedah film  Pelatihan penyiapan karir, contoh: membuat lamaran pekerjaan, kursus bahasaingris, browsing internet, dan lain-lain.

   Lintas alam/out bound  Bimbingan blajar siswa SLTP/SLTA  Pendataan remaja yang mengalami risiko TRIAD (Kehamilan tidak diinginkan,penyalahgunaan Napza dan HIV positif)  Studi banding

   Kegiatan ekonomi produktif (peternakan, pertanian, menjahit, warung gaul dansembako, rental komputer, pemberian les privat kepada remaja setempat,pembuatan pin, salon, dll)  Kegiatan olah raga (jalan santai, gerak jalan, voli, basket, senam) dan kesenian (musik, drama, paduan suara, teater)  Presentasi pengalaman kegiatan PKBR pada PIK remaja yang baru dibentuk  Aneka lomba (pidato, drum band, band, lukis, karaoke, karikatur, seni aslami,cerdas cermat, dan bedah kasus)  Kajian Islam versi pemuda

   Pemberian penghargaan kepada Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya  Jambore PIK remaja

   Pelayanan pemeriksaan gigi atau konsultasi kecantikan  Integrasi kegiatan PIK remaja dengan peertemuan rutin pramuka  Integrasi kegiatan PIK remaja dengan pelayanan dasar kesehatan

  c. Dukungan dan Jaringan (resources) yang dimiliki:  Ruang sekretariat dan ruang pertemuan  Struktur pengurus paling tidak memiliki Pembina, Ketua, Bidang Administrasi, BidangProgram dan Kegiatan, PS, KS  Memiliki papan nama, ukuran minimal 60cm x 90 cm dan dipasang di tempat yangmudah dilihat oleh khalayak

   Empat orang Pendidik sebaya yang dapat diakses  Lokasi mudah diakses dan disukai remaja  Dua orang Konselor Sebaya yang dapat diakses

   Jaringan mitra kerja dengan pelayanan medis dan non medis 3) PIK remaja Tahap TEGAR

  a. Materi dan Isi Pesan (assets) yang diberikan:  TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan  Pendalaman materi TRIAD KRR dan Pendewasaan Usia Perkawinan  Pemahaman tentang Hak-Hak Reproduksi  Keterampilan hidup (Life Skills)  Keterampilan advokasi

  b. Kegiatan yang dilakukan:  Kegiatan yang dilakukan di dalam dan di luar PIK remaja  Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) di dalam lokasi PIK remaja berada,misalnya penyuluhan individu dan kelompok  Bentuk aktifitas bersifat penyadaran (KIE) di luar PIK remaja antara lain:Sosialisasi dan Dialog Interaktif program PKBR melalui Radio/TV  Press Gathering 

  Pemberian Informasi PKBR dan KRR oleh Pendidik Sebaya kepada remaja sepertidi pasar, jalanan, sekolah, Masjid, Gereja, Vihara, Banjar, dan lain-lain.

   Seminar PKBR  Road Show PKBR ke sekolah, Masjid, Gereja, Vihara, Banjar, dan lain-lain.

   Promosi PIK remaja melalui TV, Radio, Majalah, Surat Kabar.  Pemberian informasi PKBR dalam momentum strategis (Pentas seni,

  Hari-haribesar nasional dan daerah, Hari keluarga Nasional, Hari Remaja, Hari AntiNarkoba, hari AIDS, Kemah Bhakti Pramuka, dan Gerakan Penghijauan).Diskusi anti kekerasan dalam rumah tangga

   Sosialisasi PKBR bagi calon pengantin  Penyampaian informasi PKBR melalui Mobil Unit Penerangan  Melakukan konseling PKBR melalui SMS, Telepon, Tatap Muka, dan

  Surat-menyurat

   Menggunakan media cetak dan elektronik  Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai formulir (terlampir)  Melakukan advokasi dan promosi PIK remaja untuk mengembangkan jaringanpelayanan

   Melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik minat remaja untuk datang ke PIKRemaja, antara lain: Pendampingan kepada remaja penyalahguna napza, hamil, di luar nikah, dan HIVpositif  Bedah film

   Pelatihan penyiapan karir, contoh: membuat lamaran pekerjaan, kursus bahasa ingris, browsing internet, dan lain-lain.

   Lintas alam/out bound  Bimbingan blajar siswa SLTP/SLTA  Pendataan remaja yang mengalami risiko TRIAD (Kehamilan tidak diingnkan, penyalahgunaan Napza dan HIV positif)  Studi banding  Kegiatan ekonomi produktif (peternakan, pertanian, menjahit, warung gaul dan sembako, rental komputer, pemberian les privat kepada remaja setempat,pembuatan pin, salon, dll)  Kegiatan olah raga (jalan santai, gerak jalan, voli, basket, senam) dan kesenian (musik, drama, paduan suara, teater)

   Presentasi pengalaman kegiatan PKBR pada PIK remaja yang baru dibentuk

   Aneka lomba (pidato, drum band, band, lukis, karaoke, karikatur, seni aslami,cerdas cermat, dan bedah kasus)

   Kajian Islam versi pemuda  Pemberian penghargaan kepada Pendidik Sebaya dan Konselor Sebaya 

  Jambore PIK remaja  Pelayanan pemeriksaan gigi atau konsultasi kecantikan  Integrasi kegiatan PIK remaja dengan peertemuan rutin pramuka

   Integrasi kegiatan PIK remaja dengan pelayanan dasar kesehatan

  c. Dukungan dan Jaringan (resources) yang dimiliki:  Ruang sekretariat dan ruang pertemuan  Struktur pengurus paling tidak memiliki Pembina, Ketua, Bidang Administrasi, BidangProgram dan Kegiatan, PS, KS  Memiliki papan nama, ukuran minimal 60cm x 90 cm dan dipasang di tempat yangmudah dilihat oleh khalayak  Empat orang Pendidik sebaya yang dapat diakses  Lokasi mudah diakses dan disukai remaja  Jaringan mitra kerja dengan pelayanan medis dan non medis  Empat orang Konselor Sebaya yang dapat diakses  Memiliki hotline/SMS konseling  Memiliki perpustakaan sendiri  Jaringan dengan:  Kelompok Remaja Sebaya 

  Orang tua  Guru-guru sekolah

   PIK remaja lain, dan lain-lain  Organisasi induk pembina PIK remaja Menurut Sarwono (2006) sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder.

  Anak remaja yang sudah duduk dibangku SLTP atau SLTA umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari setiap hari dilewatkan disekolah, sehingga pengaruh sekolah terhadap perkembangan jiwa remaja cukup besar. Lebih lanjut dijelaskan, sehingga pengaruh sekolah tentunya diharapkan positif terhadap perkembangan jiwa remaja, karena sekolah adalah lembaga pendidikan.

  Menurut PATH (2000) pemberian informasi yang tepat dan relevan tentang kesehatan reproduksi, merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan dan konseling yang berbasis diklinik merupakan hal yang penting. Demikian pula program yang berbasis disekolah. Hal yang sama dikemukakan oleh yusuf (2008) bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelek, emosional, maupun sosial.

2.7. Landasan Teori

  Gerungan (2004) menyatakan utilization atau pemanfaatan pelayanan kesehatan tergantung dari persepsi individu terhadap sakit yang diderita. Seseorang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan apabila dibutuhkan. Menurut Kroeger menyatakan bahwa untuk tujuan perbaikan pelayanan, maka dari sekian variabel yang ada perlu memfokuskan perhatian pada variabel tertentu sehingga variabel yang penting untuk penggunaan pelayanan kesehatan dapat diketahui. Metode ini menggambarkan penggunaan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh persepsi terhadap keuntungan dari tindakan pencarian pengobatan dan persepsi atas hambatan untuk melakukan tindakan. Kedua macam persepsi ini dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel, yaitu :

  1. Karakteristik dari individu dan keluarga yang dikelompokkan sebagai predisposing factors

  2. Karakteristik dari penyakit dan pandangan terhadap penyakit itu

  3. Persepsi terhadap sistem pelayanan kesehatan misalnya Sikap individu pada pelayanan kesehatan, seperti penerimaan terhadap suatu informasi, kepercayaan pada keuntungan pengobatan atau tindakan kesehatan, kepercayaan pada kualitas pelayanan kesehatan.

  Perilaku pencarian kesehatan dipengaruhi oleh motivasi eksternal dan internal. Motivasi eksternal berupa sumber daya, keluarga dan Guru dan Teman sebaya. Sedangkan motivasi internal berupa kecacatan dan kematian yang dirasakan dari satu penyakit dan gejala yang tak berkurang

  • – kurang.Sebagian besar orang akan melakukan usaha pencarian kesakitan sesulit apapun untuk membebaskan diri dari gejala-gejala yang dirasakan ( Plowden& Miller , 2000 ).

  Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan kesehatan akan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pelanggan yang puas akan membuka peluang hubungan yang harmonis antara pemberi jasa dan konsumen, memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang, loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi promosi dari mulut ke mulut (word of mouth ) yang menguntungkan pemberi jasa. Menurut Anderson dan Newman (1973) pemanfaatan pelayanan kesehatan dipegaruhi oleh tiga faktor yaitu :

  1. Predisposing factors (faktor predisposisi), karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda

  • – beda. Hal ini disebabkan karena adanya cirri
  • – cirri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok a.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Dukungan Guru dan Teman Sebaya terhadap Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kota Tanjung Balai

3 72 174

Pengaruh Dukungan Orang Tua dan Teman Sebaya terhadap Perkembangan Pemulihan Penyalahgunaan Narkotika pada Remaja di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

1 69 138

Pengaruh Literasi Informasi terhadap Efektivitas Belajar Siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Medan

58 280 116

Pengaruh Gaji Terhadap Komitmen Guru Honor Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Josua Medan

2 33 51

Kontribusi Dukungan Orangtua, Teman Sebaya, dan Guru Bimbingan dan Konseling terhadap Minat Siswa pada Jurusan yang Ditempati di SMA

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Remaja 2.1.1. Definisi Remaja - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 2 49

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi 2.1.1 Kesehatan Reproduksi Remaja - Perbandingan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di Madrasah Aliyah Negeri Meulaboh 1 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Meulaboh Kabupaten Aceh Bara

2 49 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stroke 2.1.1. Definisi Stroke - Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan

0 0 35

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi - Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kelengkapan Pemberian Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Kota Medan Tahun 2013

1 30 22