Program Jaga Mutu dan Evaluasi Sistem In
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN PROGRAM M STUDI ILMU KESEHATAN MASYAR RAKAT Maret 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan bermutu atau berkualitas sering dikaitkan dengan biaya. Secara umum pemikiran tentang kualitas sering dihubungkan dengan kelayakan, kemewahan, kecantikan, nilai uang, kebebasan dari rasa sakit dan ketidaknyamanan, usia harapan hidup yang panjang, rasa hormat, kebaikan.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan kesehatan, maka peningkatan mutu kinerja setiap tenaga kesehatan dan program terkait perlu dilakukan terus menerus. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilaksanakan.
Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana ,dalam ilmu administrasi kesehatan dikenal dengan nama program menjaga mutu pelayanan kesehatan (Quality Assurance Program). Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan , namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Seperti juga mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali.oleh karena itu,para petugas kesehatan harus tetap menjaga program mutu,termasuk program prospektif, konkuren dan retrospektif serta internal dan eksternal.
1.2 Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah yang terkait dalam makalah ini:
a. Apa yang dimaksud dengan program jaga mutu?
b. Bagaimana bentuk program jaga mutu dalam bidang kesehatan?
c. Siapa pelaksana penjagaan mutu?
d. Apa yang dimaksud dengan evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan?
e. Bagaimana ruang lingkup evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan?
f. Bagaimana teknik evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan?
g. Bagaimana langkah-langkah evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan?
1.3 Tujuan
Berikut tujuan dari rumusan masalah di atas:
a. Mengetahui program jaga mutu
b. Mengetahui bentuk program jaga mutu dalam bidang kesehatan
c. Mengetahui pelaksana penjagaan mutu
d. Mengetahui evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan
e. Mengetahui ruang lingkup evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan
f. Mengetahui teknik evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan
g. Mengetahui langkah-langkah sistem informasi manajemen kesehatan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Program Jaga Mutu
2.1.1 Pengertian
Program menjaga mutu adalah suatu upaya mengkaji secara periodik berbagai kondisi yang mempengaruhi pelayanan, melakukan pemantauan terhadap pelayanan, serta menelusuri keluaran yang dihasilkan, sedemikian rupa sehingga pelbagai kekurangan dan penyebab kekurangan dapat diketahui serta upaya perbaikan dapat dilakukan, kesemuanya untuk lebih menyempurnakan taraf kesehatan dan kesejahteraan. (Donabedian, 1980)
Sehingga program jaga mutu kesehatan adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan khususnya dalam bidang kesehatan.
2.1.2 Tujuan
a. Tujuan umum, program menjaga mutu adalah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan yang di selenggarakan.
b. Tujuan khusus, program menjaga mutu pelayanan dibagi menjadi lima yaitu:
1) Diketahui masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2) Diketahui penyebab munculnya masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
3) Tersusunnya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang di temukan.
4) Terselenggaranya upaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan.
5) Tersusunnya saran tidak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
2.1.3 Manfaat
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat direlesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
2.1.4 Syarat
Menurut Azrul Azwar (1994), Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas. Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan. Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan. Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak- pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti. Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.
2.1.5 Ruang Lingkup
a. Kegiatan persiapan, meliputi :
1) Menumbuhkan dan meningkatkan komitmen pimpinan institusi serta segenap penyelenggara pelayanan kesehatan terhadap mutu.
2) Membentuk satuan organisasi yang akan diserahkan tanggung jawab menyelengggarakan program menjaga mutu.
3) Menyelenggarakan pelatihan program menjaga mutu
4) Menetapkan batas-batas wewenang, tanggung jawab serta mekanisme kerja satuan organisasi program menjaga mutu
5) Menetapkan jenis dan ruang lingkup pelayanan kesehatan yang perlu diprioritaskan program menjaga mutu
6) Menetapkan serta memasyarakatkan standar dan indikator yang akan dipergunakan.
b. Kegiatan pelaksanaan, meliputi :
1) Menetapkan masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
2) Menetapkan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
3) Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu pelayanan kesehatan
4) Melaksanakan cara penyelesaian masalah mutu pelayanan kesehatan
5) Menilai hasil yang dicapai dari dilaksanakannya cara penyelesaian masalah mutu pelayanan kesehatan
6) Menyusun saran tindak lanjut untuk lebih memantapkan serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
2.1.6 Sasaran Program
a. Unsur lingkungan
b. Unsur masukan
c. Unsur proses
d. Unsur keluaran
Lingkungan : n: a. Kebi bijakan
b. Orga ganisasi
Output : Input :
Proses :
a. a. Aspek Medis
Tenaga
a. Tindakan
tindakan, Paramedis, Non n
(Anamnesis
Efek medis)
Pem. fisik
b. Dana samping,
Pem.
penunjang
c. Fasilitas Kematian)
Tindak lanjut)
b. Aspek non Medis
b. Tindakan non
(Pengetahuan, pasien
Medis: Informasi
kepuasan
Penyaringan Konseling
pasien
Gambar 2.1.1 Al Alur program jaga mutu yang terkait unsure lingkungan an, input, proses, output.
2.2 Bentuk dan Metode Program Jaga Mutu dalam Bidang Kesehatan
2.2.1 Bentuk Program Jaga Mutu dalam Bidang Kesehatan
Terdapat 3 bentuk ditinjau dari waktu pelayanan kesehatan, bentuk program jaga mutu dalam bidang kesehatan, yaitu: (Azrul Azwar, 1994)
a. Program menjaga Mutuprospektif , adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan. Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan
tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization), perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation). Prinsip-prinsip pokok program menjaga mutu
1) Standarisasi Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima. Standarisasi adalah upaya menentukan standar- standar tertentu yg harus dipenuhi. Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu ditetapkanlah standarisasi pelayanan kesehatan
2) Lisensi (Perizinan) Standarisasi perlu diikuti dengan perizinan untuk mencegah pelayanan yang tidak bermutu. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan yang telah memenuhi standar yang telah ditetapkan.
3) Sertifikasi Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan yang benar-benar telah dan atau tetap memenuhi persyaratan. Ditinjau serta diberikan secara berkala.
4) Akreditasi Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi. Dilakukan secara bertingkat, yakni sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan. Ditinjau serta diberikan secara berkala.
b. Program menjaga mutu konkruen Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang
diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan. Diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Perhatian utama pada standar proses, memantau dan menilai tindakan medis dan non medis yang dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu. Proram menjaga mutu ini paling sulit dilaksanakan, hal ini antara lain disebabkan karena ada faktor tenggang rasa antara sesama teman sejawat yang dinilai.
c. Program menjaga mutu retrospektif Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan, atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survei klien dan lain-lain. Diselenggarakan setelah selesainya pelayanan kesehatan. Perhatian utama pada standar keluaran. Jika penampilan tersebut di bawah standar yang telah ditetapkan maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu. Contoh program menjaga mutu
1) Review Rekam Medis Penampilan pelayanan dinilai dari rekam medis yang digunakan pada pelayanan kesehatan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
2) Review Jaringan Penampilan pelayanan kesehatan yang dinilai adalah dari jaringan yang diangkat pada tindakan pembedahan. Misalnya tindakan apendiktomi, jika gambaran patologi anatomi dari jaringan yang diangkat sesuai degan diagnosa yang ditegakkan, maka mutu pelayanannya baik.
3) Survei Klien Penampilan pelayanan dinilai dari pandangan pemakai jasa.
Terdapat 2 bentuk dalam program jaga mutu jika ditinjau dari cara pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh organisasi, yaitu :
a. Program menjaga mutu Internal Program Menjaga Mutu dilaksanakan oleh suatu organisasi yang dibentuk di dalam institusi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Sebaiknya keanggotaan organisasi pelaksana program menjaga mutu adalah mereka yang meyelenggarakan pelayanan kesehatan (dapat semuanya atau hanya perwakilan). Pembentukan organisasi sebaiknya pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1) Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.
2) Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based), jadi semacam Gugus Kendali Mutu, sebagaimana yang banyak dibentuk di dunia industri.
Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling bertanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri.
b. Program menjaga mutu Eksternal Dilaksanakan oleh suatu organisasi khusus yang dibentuk di luar institusi pelayanan kesehatan. Merupakan pelengkap program menjaga mutu internal, yang perannya lebih banyak bersifat lembaga pembanding. (Apabila terdapat perselisihan pendapat tentang hasil penilaian mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh program menjaga mutu internal). Jika dibandingkan antara program menjaga mutu internal dengan program menjaga mutu eksternal maka program menjaga mutu internal yang lebih baik, karena program menjaga mutu akan lebih mudah tercapai (penyelenggaranya terlibat langsung). Juga untuk dapat menyelenggarakan program menjaga mutu eksternal dibutuhkan sumber daya yg tidak sedikit (dalam banyak hal sulit dipenuhi).
Pada program menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit diterima.
1) Menetapkan Masalah Mutu. Masalah adalah sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan. Dengan demikian, masalah mutu layanan kesehatan adalah kesenjangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan dari berbagai dimensi mutu layanan kesehatan termasuk kepuasan pasien, kepuasan petugas kesehatan, dan kepatuhan petugas kesehatan dalam menggunakan standar layanan kesehatan sewaktu memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Masalah mutu layanan kesehatan dapat dikenali dengan berbagai cara antara lain :
a) Melalui pengamatan langsung terhadap petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan kesehatan.
b) Melalui wawancara terhadap pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
c) Dengan mendengar keluahan pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.
d) Dengan membaca serta memeriksa catatan dan laporan serta rekam medik.
2) Inventarisasi masalah mutu layanan kesehatan dasar Inventarisassi masalah mutu layanan kesehatan dasar akan dilakukan oleh kelompok. Jaminan mutu layanan kesehatan melalui curah pendapat atau teknik kelompok nominal. Setiap anggota kelompok diminta mengemukakan sebanyak mungkin masalah mutu layanan kesehatan. Setelah terkumpul, masalah mutu tersebut harus diseleksi untuk membedakan mana yang benar-benar masalah mutu atau bukan. Seleksi dilakukan melalui klarifikasi dan konfirmasi terhadap masalah yang terkumpul.
Klarifikasi di sini ditujukan untuk menghilangkan atau memperjelas masalah yang belum atau tidak jelas dan untuk menghindari terjadinya masalah mutu layanan kesehatan yang tumpang tindih. Konfirmasi maksudnya adalah terdapatnya dukungan data untuk setiap masalah yang telah diklarifikasikan sebagai bukti bahwa masalah mutu layanan kesehatan memang ada. Setelah dilakukan klarifikasi dan konfirmasi, maka yang bukan masalah mutu akan disingkirkan, sementara masalah mutu yang tersisa akan ditentukan prioritasnya. Masalah mutu yang baik dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mencari pengalaman dalam memecahkan masalah mutu layanan kesehatan.
Karakteristik masalah mutu semacam ini antara lain:
1. Mudah dikenali, karena biasanya dapat dipecahkan dengan mudah dan cepat.
2. Masalah mutu layanan kesehatan, yang menurut petugas layanan penting.
3. Masalah mutu layanan kesehatan yang mempunyai hubungan emosional dengan petugas layanan. Program Menjaga Mutu Eksternal (External Quality Assurance Program
Menjaga Mutu Eksternal adalah kegiatan program menjaga mutu diselenggarakan oleh suatu organisasi khususnya yang dibentuk diluar institusi kesehatan seperti halnya professionl standar review organization (PSRO) di Amerika Serikat atau di Indonesia. Tim penjaga mutu pelayanan kontrasepsi mantap provinsi yang dikoordinir oleh perkumpulan kontrasepsi mantap Indonesia (PKMI) untuk memantau, menilai serta membantu meningkatkan mutu pelayanan vasektomi dan tubektomi yang diselenggarakan oleh Puskesmas atau RS yang berada di profinsi tersebut.
Pada bentuk yang kedua ini, tanggung jawab yang dimilikinya tidak terbatas pada suatu intruksi kesehatan saja, melainkan untuk semua intruksi kesehatan yang berada diwilayah kerjanya. jika dibandingkan kedua bentuk program menjaga mutu ini, segeralah mudah dipahami bahwa bentuk yang pertama dinilai lebih baik, karena tujuan program menjaga mutu akan lebih mudah dicapai.
Apalagi jika para pelaksananya adalah mereka yang terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan. Disamping untuk dapt menyelenggarakan program menjaga mutu eksternal, sering dibutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, dalam banyak hal masih sulit dipenuhi.
Karena itulah program menjaga mutu eksternal lazimnya merupakan pelengkap program menjaga mutu internal, yang peranannya lebih banyak bersipat lembaga pembanding. Dalam arti apabila terdapat perselisihan pendapat tentang hasil penilain mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh program menjaga mutu internal (biasanya dari klien) dirujuk keprogram menjaga mutu eksternal atau sering pula ditemukan pada program asuransi kesehatan, yakni untuk menilai mutu pelayanan yang di selenggarakan oleh institusi kesehatan yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada peserta program asuransi kesehatan yang menjadi tanggungannya.
2.2.2 Metode
Metode yang dapat digunakan meliputi :
a. Audit Adalah pengawasan yang dilakukan terhadap masukan, proses, lingkungan dan keluaran apakah dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan konkuren atau retrospektif, dengan menggunakan data yang ada (rutin) atau mengumpulkan data baru. Dapat dilakukan secara rutin atau merupakan suatu studi khusus.
b. Review Merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
c. Survey Dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.
d. Observasi Dilaksanakan terhadap asuhan pasien, meliputi observasi terhadap status fisik dan perilaku pasien.
2.3 Pelaksana Jaga Mutu
Adalah Orang yg bertanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu, sehingga semua kegiatannya dapat dilaksanakan . Bentuk pelaksana program menjaga mutu ada 3 macam:
a. Perseorangan, pada waktu menyelenggarakan pelayanan, setiap pelaksana pelayanan kesehatan dapat melaksanakan program menjaga mutu.
b. Kelompok, umumnya kemampuan individu terbatas , serta sifat pelayanan makin lama makin kompleks, untuk itu dibentuklah organisasi khusus (kelompok) yang melaksanakan program menjaga mutu.
c. Para Ahli, dihimpun dalam organisasi untuk melaksanakan program menjaga mutu. Para ahli ini tidak terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan.
d. Tim penjaga mutu, untuk keberhasilan program menjaga mutu, sebaiknya anggota Tim adalah Orang yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri. Untuk dapat membentuk tim ada beberapa langkah yg harus dilakukan:
a) Melakukan inventarisasi jenis pelayanan kesehatan yg diselenggarakan. Catatlah jenis pelayanan yg pokok saja.
b) Melakukan inventarisasi tenaga pelaksana yg terlibat dalam pelayanan kesehatan pokok
c) Menghimpun tenaga pelaksana yg paling bertanggung jawab serta peranannya yg paling penting untuk jadi tim penjaga mutu. Tim paling banyak 12 orang.
d) Memilih sekurang-kurangnya seorang ketua dan seorang sekretaris yg akan memimpin tim, sisanya duduk sebagai anggota tim.
e) Menetapkan batas-batas wewenang dan tanggung jawab tim secara keseluruhan serta batas-batas wewenang dan tanggung jawab orang perorang yg duduk dalam tim
f) Mengumumkan batas-batas wewenang, tanggung jawab dan keberadaan tim kepada semua pihak yg ada dalam institusi kesehatan Wewenang dan tanggungjawab Tim penjaga mutu:
a) Menetapkan standar dan indikator mutu pelayanan kesehatan yang akan digunakan
b) Memasyarakatkan standar dan indikator mutu pelayanan tersebut, kalau perlu melakukan program pendidikan dan pelatihan khusus.
c) Menetapkan masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan serta faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab.
d) Mendapatkan informasi tentang pelaksanaan pelayanan yang diselenggarakan, kalau perlu melakukan pemeriksaann sendiri secara langsung
e) Menyusun saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan dan kalau perlu melaksanakan sendiri saran-saran perbaikan tersebut e) Menyusun saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan dan kalau perlu melaksanakan sendiri saran-saran perbaikan tersebut
g) Menilai pelaksanaan saran-saran perbaikan yg diajukan serta menyusun saran- saran tindak lanjutnya.
h) Menyarankan sistem insentif dan disinsentif sehubungan dengan pelaksanaan program menjaga mutu pelayanan kesehatan yg diselenggarakan
2.4 Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan
2.4.1 Pengertian Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran.
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.
Evaluasi juga didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah didapatkan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh
(Umar, 2002) yang berguna untuk merumuskan alternatif keputusan di masa yang akan datang.
Pengertian dari program kesehatan masyarakat adalah kumpulan proyek-proyek di bidang kesehatan baik yang berjangka panjang maupun berjangka pendek. Jadi dapat disimpulkan bahwa evaluasi sistem informasi manajemen kesehatan adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu program kesehatan masyarakat telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah didapatkan dari program kesehatan masyarakat yang telah dilaksanakan bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh yang berguna untuk merumuskan alternatif keputusan di masa yang akan datang.
2.4.2 Prinsip Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan
Prinsip- prinsip evaluasi (Reinke, 1987) Sistem Informasi Manajemen Kesehatan:
1. Sebagai kunci pengambilan keputusan yang lebih baik, evaluasi harus melihat kedepan dan berorientasi pada tindakan.
2. Evaluasi bersifat menyeluruh dan dinamis, menaruh perhatian pada kebijakan pengujian dan alternatif-alternatif rencana, mengawasi kemajuan dalam proses penerapan dan memberi penilaian sumatif kepada hasil akhir.
3. Evaluasi dilandasi prinsip manajemen berdasar tujuan dan dimulai dengan pernyataan yang jelas mengenai pengaruh-pengaruh yang harus dicapai pada populasi mana dan dalam jangka waktu kapan.
4. Strategi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan harus diperiksa ketepatan dan kesesuaiannya.
5. Ketepatan waktu dan tempat laporan-laporan eevaluatif harus disesuaikan dengan kebutuhan akan keputusan yang tepat waktu.
6. Karena evaluasi bersifat membandingkan, evaluasi bergantung pada indikator- indikator yang menggambarkan tingkat dan rasio yang tepat, daripada tingkat- tingkat penyelesaian yang tepat
7. Penilaian-penilaian harus membedakan antara hasil yang merupakan pusat perhatian pengendalian keputusan dan keluaran yang timmbul sebagai akibat ketidakpastian dan kesempatan.
8. Efisiensi, efektivitas, dan keadilan harus didefinisikan dengan jelas.
2.4.3 Tujuan Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan
Tujuan Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan (Husna, 2012):
a. Memberikan masukan bagi perencanaan program kesehatan masyarakat.
b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program kesehatan masyarakat.
c. Memberikan masukan bagi yang mengambil keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program kesehatan masyarakat.
d. Memberikan masukan yang berkenaan dengan factor pendukung dan penghambat program kesehatan masyarakat.
e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervise dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program kesehatan masyarakat.
2.4.4 Komponen dan Indikator Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan
Menurut Tayibnafis (2000), Ada beberapa komponen tertentu yang selalu ditemukan dalam setiap perencanaan evaluasi, yaitu tujuan dan metode evaluasi.
a. Tujuan Evaluasi Memahami tujuan evaluasi adalah salah satu wawasan paling penting yang harus dimiliki seorang evaluator. Apapun bentuk dan pendekatan evaluasi, penentuan tujuan evaluasi akan selalu berkenaan dengan apa yang diharapkan dari pelaksanaan suatu evaluasi, yaitu output (misalnya; produk pembelajaran, dokumentasi siswa/guru, dsb.) dan outcome (misalnya; efektivitas/efisiensi pembelajaran siswa, perubahan sikap siswa, perubahan kinerja dan sikap guru, perubahan kelembagaan, posisi di dunia pendidikan dan dunia kerja, dsb).
b. Metode Evaluasi Penentuan modal evaluasi sangat berkaitan dengan berbagai pendekatan evaluasi. Evaluator hendaknya memahami berbagai pendekatan dalam evaluasi, kekuatan dan kelemahan setiap pendekatan. Berikut ini adalah pendekatan-pendekatan utama dalam evaluasi:
1) Pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang fokusnya adalah menentukan tujuan dan sasaran dan pencapainnya.
2) Pendekatan yang berorientasi pada manajemen, yang fokus utamanya adalah pada identifikasi dan pemenuhan kebutuhan informasi bagi para pembuat keputusan manajerial.
3) Pendekatan yang berorientasi pada klien, yaitu yang masalah utamanya adalah mengembangkan informasi evaluasi dalam ―produk-produkǁ pendidikan, untuk digunakan oleh pengguna pendidikan dalam memilih kurikulum (misalnya kurikulum berbasis kompetensi), produk-produk pembelajaran, dan sebagainya.
4) Pendekatan yang berorientasi pada para ahli, yang sangat bergantung pada penerapan langsung dari para profesional dalam menilai kualitas pendidikan.
5) Pendekatan yang berorientasi pada lawan atau pesaing, yaitu sebagai kontra atau penyeimbang dari pendekatan yang berorientasi pada para ahli pada umumnya (pro dan kontra).
6) Pendekatan naturalistik yang berorientasi pada partisipan, yaitu bahwa keterlibatan partisipan merupakan penentu utama dalam nilai-nilai, kriteria, kebutuhan, dan sifat data untuk evaluasi.
Sedangkan menurut Menurut Wolter W. Holland, Komponen utama evaluasi meliputi:
a. Kesesuaian yang berkaitan dengan alasan atau maksud mengadakan program, rencana kegiatan, pelayanan atau unit-unit
b. Tinjauan terhadap kemajuan program
c. Daya guna dan hasil guna program
d. Dampak pelaksanaan program
Komponen program meliputi:
a. Sasaran: suatu situasi atau kondisi seseorang atau lingkungan dimana personil program bertanggung jawab untuk mencapai seperti yang diinginkan.
b. Kegiatan: pekerjaan yang ditampilkan oleh personil dan peralatan program dalam pencapaian sasaran.
c. Sumber daya: segala sesuatu yang mendukung keterlaksanaan suatu program, baik berupa sumber daya manusia ataupun sumber daya alam. Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komponen evaluasi terdiri dari
tujuan, metode, sasaran, kegiatan dan sumberdaya evaluasi. Dalam WHO, indikator didefinisikan sebagai variabel yang membantu untuk mengukur perubahan. Indikator adalah variabel yang dapat membantu mengukur perubahan-perubahan. Variabel adalah alat bantu evaluasi yang dapat mengukur perubahan secara langsung atau tak langsung. Misalnya, kalau tujuan dari program adalah untul melatih sejumlah tertentu tenaga kesehatan tiap tahun, maka suatu indikator langsung untuk mengevaluasi boleh jadia berupa jumlah tenaga kesehatan yang betul-betul dilatih setiap tahunnya. Contoh lain jika uang dievaluasi adalah hasil suatu program untuk memperbaiki tingkat kesehatan golongan anak-anak, mungkin perlu untuk mengukur setiap perbaikan dengan menggunakan beberapa indikator yang secara tak langsung dapat mengukur adanya perubahan pada tingkat kesehatan mereka, misalnya status gizi yang digambarkan dengan berat badan terhadap tinggi badan, angka kecukupan imunisasi, kesanggupan belajar, angka kematian menurrut golongan umur, angka kesakitan, jenis penyakit tertentu, dan angka penderita cacat golongan anak-anak. (Notoadmodjo, 2006)
Indikator harus valid, objektif, sensitif dan spesifik. Dalam memilih indikator harus diperhitungkan sejauh mana indikator tersebut sah, bisa dipercaya, sensitif dan spesifik. Validitas (keabsahan) mempunyai arti bahwa indikator tersebut betul-betul mengukur hal-hal yang ingin diukur. Indikator ini dapat digunakan untuk mengambarkan keadaan kondisi atau status kesehatan yang sebenarnya. Reliabilitas (dapat dipercaya) mempunyai arti bahwa biarpun indikator digunakan oleh orang yang berlainan, pada waktu yang berlainan, hasilnya akan tetap sama. Kepekaan Indikator harus valid, objektif, sensitif dan spesifik. Dalam memilih indikator harus diperhitungkan sejauh mana indikator tersebut sah, bisa dipercaya, sensitif dan spesifik. Validitas (keabsahan) mempunyai arti bahwa indikator tersebut betul-betul mengukur hal-hal yang ingin diukur. Indikator ini dapat digunakan untuk mengambarkan keadaan kondisi atau status kesehatan yang sebenarnya. Reliabilitas (dapat dipercaya) mempunyai arti bahwa biarpun indikator digunakan oleh orang yang berlainan, pada waktu yang berlainan, hasilnya akan tetap sama. Kepekaan
1) Indikator yang berkaitan dengan status kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup dan itu berarti mengukur pelayanan kesehatan. Sebagai indikator survival yang utama untuk mengukur sistem kesehatan masyarakat seperti ditetapkan WHO 1981 ; Untuk mencapau health for all by year 2000, adalah angka kematian bayi maximum 50 per 1000 bayi lahir hidup dan angka harapan hidup waktu lahir minimal adalah 60 tahun atau lebih. Indikator survival selain itu adalah indikator kualitas hidup, disini tentu saja tidak hanya indikator kesehatan namun juga indikator kesehatan lainnya berupa indikator pertumbuhan badan, idnikator status gizi, dan yang spesifik adalah angka kesakitan dan kematian bayi dan anak.
2) Indikator non kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup seperti: indikator sosial ekonomi, pendidikan, budaya, lingkungan hidup dan perumahan, status kesehatan wanita. Kulaitas hidup bersifat multi sektoral dan menjadi masalah serta diselesaikan secara multi sektoral. Dengan demikian evaluasi, juga multisektoral.
Contoh indikator program kesehatan (Notoadmodjo, 2006):
1) Indikator kebijakan kesehatan:
a. Komitmen politis pada tingkat tinggi terhadap kesehatan bagi semua.
b. Alokasi sumber daya yang cukup untuk layaan kesehatan dasar.
c. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam mencapai kesehatan bagi semua
d. Penyusunan stautu kerangka organisasi dan manajerial yang sesuai dengan strategi nasional untuk kesehatan bagi semua.
e. Manifestasi praktis dari komitmen politik internasional untuk kesehatan bagi semua.
2) Indikator status kesehatan
a. Persentase bayi-bayi yang di lahirkan dengan berat badan pada waktu lahir paling sedikit 2500 g.
b. Prosentase anak yang berat badannya menurut umur dengan norma-norma tertentu.
c. Indikator-indikator perkembangan psikososial anak-anak.
d. Angka kematian bayi.
e. Angka kematian anak.
f. Angka kematian anak di bawah umur 5 tahun.
g. Harapan hidup pada umur tertentu.
h. Angka kematian ibu.
i. Angka kematian menurut jenis penyakit.
3) Indikator sistem manajemen kesehatan Indikator input atau indikator masukan seperti tersedianya sumber daya tenaga kesehatan, tersedianya anggaran kesehatan, perlengkapan, obat-obatan yang diperlukan, dan tersedianya metode pengobatan, pemberantasan penyakit, standart opening procedure klinis dan sebagainya.
Indikator proses dipandang dari sudut manajemen yang diperlukan adalah pelaksanaan dari
manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan perantauan, pengendalian dan penilaian. Secara khusus dalam proses pelayanan kesehatan berkaitan dengan upaya peningkatan mutu asuhan kesehatan quality assurance yaitu menjaga mutu, kepatuhan terhadap standar operasional pelayanan medis (SOP).
pada fungsi-fungsi
Indikator output (hasil program) merupakan ukuran-ukuran khusus bagi outup program seperti jumlah puskesmas yang berhasil dibangun, jumlah kader gizi yang terlatih, jumlah anak yang diimuniasasi, jumlah MCK yang dibangun, panjang pipa air yang berhasi dipasang san sebagainya. Jumlah orang yang diobati atau kunjungan yang mendapat pelayanan kesehatan.
Indikator outcomes (dampak jangka pendek) adalah ukuran-ukuran dari berbagai dampak program seperti meningkatnya derajak kesehatan anak balita, menurunnya angka kesakitan.
Indikator impact (dampak jangka panjang) seperti angka kematian bayi, angka kematian ibu, meningkatnya status gizi anak dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut sering kali tidak dibedakan antara dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
2.4.5 Jenis Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan
Perbedaan antara jenis-jenis evaluasi itu sebagian besar hanya terletak pada frekuensi dan waktu pelaksanaannya. Contoh, evaluasi proses adalah evaluasi yang paling sering dilakukan, sedangkan evaluasi dampak adalah evaluasi yang paling jarang dilakukan. Evaluasi isi berfokus pada efek langsung pengajaran pada jangka waktu yang lebih lama. Pelaksanaan evaluasi proses memerlukan lebih sedikit sarana dibandingkan evaluasi dampak, yang memerlukan sangat banyak sarana dalam pelaksanaannya.( Bastable, 1999) Sedangkan menurut Azrul Azwar (1996), jenis evaluasi antara lain:
1. Evaluasi formatif yaitu suatu bentuk evaluasi yang dilaksanakan pada tahap pengembangan program dan sebelum program dimulai. Evaluasi yang dilakukan di sini adalah pada saat merencanakan suatu program. Tujuan utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah tersebut. Penilaian yang bermaksud mengukur kesesuaian program dengan masalah dan atau kebutuhan masyarakat ini dering disebut dengan studi penjajakan kebutuhan (need assesment study)
2. Evaluasi proses atau evaluasi promotif yaitu suatu proses evaluasi yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan structural dari pada program. Evaluasi yang dilakukan di sini adalah pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuan utamanya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan 2. Evaluasi proses atau evaluasi promotif yaitu suatu proses evaluasi yang memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan structural dari pada program. Evaluasi yang dilakukan di sini adalah pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuan utamanya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan
3. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang memberikan pernyataan efektifitas suatu program selama kurun waktu tertentu dan evaluasi ini menilai sesudah program tersebut berjalan. Penilaian yang dilakukan disini adalah pada saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utamanya dapat dibedakan menjadi dua yaitu mengukur keluaran (output) serta mengukur dampak (impact) yang dihasilkan.
4. Evaluasi dampak yaitu suatu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan target sasaran.
5. Evaluasi hasil adalah evaluasi yang menilai perubahan-peerubahan atau perbaikan dalam morbiditas, mortalitas atau indicator status kesehatan lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu.
2.5 Ruang Lingkup Evaluasi Sistem Informasi Manajemen Kesehatan
Sesuai dengan luasnya pengertian kesehatan, maka ruang lingkup penilaian yakni hal-hal yang akan dinilai dari suatu program kesehatan amat luas. Beberapa ahli memberikan pedoman sebagai berikut, yakni (Azwar: 1996):
1) Deniston Deninston menyebuutkan bahwa hal-hal yang dapat dinilai dari suatu program kesehatan dibedakan menjadi 4 macam, yakni:
a. Kelayakan program Penilaian dilakukan disini ialah terhadap program secara keseluruhan. Program dinilai layak (appropriateness) jika program tersebut telah dapat dilaksanakan dengan hasil yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
b. Kecukupan program Sama halnya dengan kelayakan, maka penilaian yang dilakukan disini adalah juga terhadap program secara keseluruhan. Suatu program dinilai cukup (adequancy) jika program tersebut telah dapat dilaksanakan dengan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan b. Kecukupan program Sama halnya dengan kelayakan, maka penilaian yang dilakukan disini adalah juga terhadap program secara keseluruhan. Suatu program dinilai cukup (adequancy) jika program tersebut telah dapat dilaksanakan dengan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
d. Efisiensi Sama halnya dengan efektifitas, maka penilaian juga dilakukan terhadap program secara keseluruhan. Suatu program dinilai efisien (efficiency) jika program tersebut dilaksanakan dengan hasil yang dapat menyelesaikan masalah dan juga pada waktu pelaksanaannya tidak memerlakukan sumber daya yang besar.
2) George James Sama halnya dengan Demiston, maka George James juga membedakan ruang lingkup penilaian suatu program kesehatan atas empat macam. Dua ruang lingkup penilaian adalah sama, sedangkan dua lainnya berbeda. Rincian selengkapnya adalah sebagai berikut:
a. Upaya Program Penilaian yang dilakukan di sini adalah terhadap upaya yang dilaksanakan oleh program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika upaya (effort) yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, maka program tersebut dari sudut upaya mendapat penilaian yang baik.
b. Penampilan Program Penilaian yang dilakkan di sini adalah terhadap penampilan program (performance) yang dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Jika penampilan tersebut yakni hasil yang dicapai dinilai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, maka program tersebut dari sudut penampilannya mendapat penilaian yang baik.
c. Ketepatan Penampilan Program Penilaian yang dilakkan di sini ialah terhadap penampilan program (adequacy of performance) yang dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Jika hasil yang dicapai dinilai dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka program tersebut dari sudut ketepatan penampilannya mendapat penilaian yang baik.
d. Efisiensi Program Penilaian yang dilakkan di sini ialah terhadap penampilan program yang dibandingkan tidak hanya terhadap tujuan dan atau masalah, tetapi juga terhadap penggunaan sumberdaya (efficiency). Jika hasil yang dicapai dinilai dapat mencapai tujuan, berhasil mengatasi masalah serta penggunaan sumberdayanya terbatas, maka program tersebut dari sudut efisiensi mendapat penilaian yang baik.
3) Milton R. Roemer Milton R. Roemer membedakan ruang lingkup penilaian suatu program kesehatan atas enam macam yaitu:
a. Status Kesehatan yang dihasilkan Di sini penilaian yang dilakukan terhadap tingkat kesehatan (health status outcomes) yang dihasilkan dari dilaksanakannya suatu program kesehatan. Mudah dipahami bahwa penilaian ini sulit dilakukan, karena berbagai faktor lainnya yang sebenarnya turut mempengaruhi status kesehatan seseotrang atau masyarakat, harus turut diperhitungkan.
b. Kualitas pelayanan yang diselenggarakan Penilaian yang dilakukan di sini ialah erhadap kualitas pelayanan (estimated quality of services) oleh suatu program. Penilaian dilakukan dengan membandingkannya terhadap suatu tolak ukur ataupu kriteria yang telah ditetapkan (minimum medical standard). Suatu program kesehatan dianggap baik, jika kualitas pelayanan telah sesuai dengan standar minimal pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan. Tolak ukur dan ataupun kriteria yang digunakan sebaga perbandingan banyak macamnya. Misalnya angka kesembuhan, lama rata-rata hari perawatan dan ataupun obat yang diberikan terhadap penderita.
c. Kuantitas pelayanan yang dihasilkan Dasar penilaian ini ialah adanya perbedaan pelayanan yang diselenggaraka (quantity of services provided) . Misalnya pelayanan pencegahan lebih baik dari pada pelayanan pengobatan. Jadi jika suatu program kesehatan lebih banyak menekankan pelayanan pencegahan, maka program tersebut dianggap lebih baik c. Kuantitas pelayanan yang dihasilkan Dasar penilaian ini ialah adanya perbedaan pelayanan yang diselenggaraka (quantity of services provided) . Misalnya pelayanan pencegahan lebih baik dari pada pelayanan pengobatan. Jadi jika suatu program kesehatan lebih banyak menekankan pelayanan pencegahan, maka program tersebut dianggap lebih baik
d. Sikap masyarakat terhadap perogram kesehatan Program kesehatan juga dapat dinilai dari sikap masyarakat (attitude of recipients) yang memanfaatkan pogram kesehatan tersebut. Penilalian yang seperti ini bersifat subjektif dan karena itu hasilnya sulit dipercaya.
e. Sumberdaya yang tersedia Penilaian yang dilakukan di sini ialah terhadap sumber daya yang tersedia (resources made of available) , baik terhadap sumber dana, tenaga dan ataupun sumber sarana. Jika sumber tersebut tersedia secara memadai, maka program tersebut dinilai cukup baik.
f. Biaya yang dipergunakan Penilaian yang dilakukan di sini adalah terhadap biaya (cost of the program) yang digunakan oleh program. Dasar penilaian adalah melakukan perbandingan antara input dengan output. Jika perbedaannya terlalu besar, maka program tersebut dinilai tidak baik. Biasanya penilaian keenam macam ruang lingkup ini dilakukan untuk dua waktu yang berbeda (sebelum dan sesudah program) dan ataupun pada dua daerah kerja yang berbeda (study area and control area). Perbandingan dilakukan antara kedua data yang diperoleh.
4) Blum Sama halnya dengan Roemer, Blum juga membedakan ruang lingkup penilaian atas enam macam hanya saja perinciannya agak berbeda yakni:
a) Pelaksanaan program Pertanyan pokok yang akan dijawab pada penilaian tentang pelaksanaan program ialah apakah program tersebut terlaksana atau tidak, bagaimana pelaksanaannya serta fakror-faktor penopang dan penghambat apakah yang ditemukan pada pelaksanaan program. Pada peilaian tentang pelaksanaan program ini, tidak terlal dipersoalkan masalah efektivitas dan ataupun efisiensi program.
b) Pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan Pertanyaan pokok yang akan dijawab pada penilaian tentang pemenuhan kriteria program ialah apakah dalam pelaksanaan program, semua ketentuan yang telah ditetapkan terpenuhi atau tidak. Ketentuan dan ataupun kriteria yang dimaksutkan disini adalah seperti yang tercantum dalam rencana kerja progrm yang dimaksut.
c) Efektifitas program Peniliaan tentang efektivitas program menunjuk pada keberhasilan pogram dalam mencapai tujuan dan ataupun mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.