Laporan Akhir Praktikum Ilmu Bahan Makan
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
Oleh :
MOHAMAD ZAKI NUFUS
D0A0130069
KELOMPOK 8
LABORATORIUM BAHAN MAKANAN TERNAK
PROGRAM STUDI DIII PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
Oleh
MOHAMAD ZAKI NUFUS
D0A013069
Kelompok 8
Diterima dan disetujui
Pada tanggal:………………………
Koordinator Asisten
Asisten Pendamping
Akyas Manjaniq
D1E011216
Akyas Manjaniq
D1E011216
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR................................................................................................i
DAFTAR TABEL.....................................................................................................i
I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................................2
II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Nomenklatur Pakan Hijauan Dan Konsentert....................................................3
2.2 Pembuatan Silase Dan Jerami Amoniasi............................................................4
2.3 Pembuatan Tepung Hiajuan...............................................................................4
2.4 Evaluasi Silase Dan Jerami Amoniasi................................................................5
III METODE DAN CARA KERJA.........................................................................6
3.1 Metode...............................................................................................................6
3.1.1 Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan dan Pengenalan Alat.............................6
3.1.2 Pembuatan Silase Dan Amoniasi....................................................................6
3.1.3 Pembuatan Tepung Hijauan............................................................................6
3.2 Cara Kerja..........................................................................................................7
IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................10
4.1 Hasil.................................................................................................................10
4.2 Pembahasan......................................................................................................25
V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................37
5.1 KESIMPULAN................................................................................................37
5.2SARAN.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................38
LAMPIRAN...........................................................................................................41
2
DAFTAR GAMBAR
Jerami amoniasi......................................................................................................25
Silase rumput..........................................................................................................25
DAFTAR TABEL
Pengamatan Jerami Amoniasi................................................................................27
Pengamatan Silase Hijauan....................................................................................27
Uji Pengamatan Pelet.............................................................................................28
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Alam telah memberikan beragam bahan pakan baik yang konvensional
maupun yang baru dari hasil olahan industri pakan ataupun pangan. Dari berbagai
bahan pakan yang ada agar bahan pakan tersebut tidak dikembari oleh bahan
pakan yang lain untuk itu dilakukan pemberian nama bahan pakan ( nomenklature
) baik hijauan ataupun lainnya. Kesulitan dalam mengidentifikasi dengan cara
pemberian nama kepada setiap bahan makanan dan memberi kepastian bagi
standardisasi internasional dalam menentukan bahan makanan.
Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang
identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan
atas enam segi atau faset, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses
yang dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia
merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang
melimpah dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak.
Metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas pakan adalah uji fisik,
kimia, maupun uji mikroskopis. Secara umum sifat fisik bahan tergantung dari
jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik bahan yang
penting yaitu berat jenis, sudut tumpukan, daya ambang, luas permukaan spesifik,
kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan. Untuk mengetahui sifat
fisik suatu bahan maka perlu dilakukan uji fisik pada bahan tertentu. Sehingga,
mempermudah penanganan, dalam pengangkutan, mempermudah pengolahan,
menjaga hemoginitas dan stabilitas saat pencampuran.
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa
dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat
keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi
dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh
bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama
penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah
oksidasi vitamin. Lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1)
meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi
tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan
penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan
mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah "de-mixing" yaitu peruraian
kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan
kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan
pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.
I.2 Tujuan
Tujuan dari seluruh rangkaian acara praktikum ilmu bahan pakan adalah
sebagai berikut:
a. Praktikan dapat mengetahui dan memahami aturan pemberian nama bahan
pakan
b. Praktikan dapat mengetahui dan memahami fungsi dan kegunaan peralatan
laboratorium ilmu bahan pakan
c. Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan silase serta
evaluasinya
d. Praktikan dapat mengetahui cara pembuatan tepung hijauan dan konsentrat
e. Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan jerami amoniasi
serta evaluasinya
f. Praktikan dapat mengetahui cara pembuatan pelet dan evaluasinya.
I.3 Manfaat
a. Manfaat dari praktikum kali ini adalah agar praktikan dapat memanfaatkan
tanaman dan limbah pertanian disekitar sebagai bahan pakan ternak.
b. Mengetahui sudut tumpukan pada setiap bahan pakan.
c. Mengetahui berat jenis pada setiap bahan pakan.
d. Mengetahui daya ambang pada setiap bahan pakan
e. Mengetahui luas permukaan spesifik pada setiap bahan pakan yang
sebanding dengan berat bahan pakan tersebut.
2
II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Nomenklatur Pakan Hijauan Dan Konsentert
Bahan makanan ternak adalah suatu bahan yang dapat dimakan oleh hewan
yang mengandung energi dan zat gizi (atau keduanya) didalam makan tersebut
(Hartadi, 1990). Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap yaitu
segala sesuatu yang dapat dimakan hewan (ternak) yang mengandung unsur gizi
dan atau energi, yang tercerna sebagian atau seluruhnya dengan tanpa
mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Rahardjo, 2002).
Menurut Tillman (1993) umumnya makanan ternak mengandung sebagian
serat kasar misalnya hijauan kering yang dicerna lebih lambat dan lebih sedikit
dibandingkan dengan biji-bijian. Oleh karena itu, bahan makanan tersebut
digolongkan menjadi hijauan kasar. Bahan pakan ternak terdiri dari hijauan dan
konsentrat, serta dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu bahan
pakan konvensional dan bahan pakan inkonvensional. Bahan pakan konvensional
adalah bahan pakan yang lazim digunakan sebagai bahan pakan ternak, seperti
hijauan, leguminosa, butiran, dan feed additive. Sedangkan bahan pakan
inkonvensional adalah bahan pakan yang tidak lazim diberikan pada ternak,
seperti limbah industri kue dan roti, bulu, darah, dan kulit nanas.
Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tatanama bahan
pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiap bahan pakan.
Setiap pemberian tatanama bahan pakan atas enam faset. Cara pokok dalam
perlakuan umum yang sering dijumpai dalam laboratorium agar memperoleh hasil
analisa yang benar, antara lain dilakukan pengenalan mengenai alat-alat
laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji, 1997).
Nomenklatur merupakan proses pemberian nama atau penamaan suatu
bahan pakan baik hijauan maupun lainna berdasarkan ciri – ciri asal, bagian yang
merupakan karakteristik bahan pakan tersebut. Tujuan dari nomenklatur adalah
untuk mempermudah dalam penggunaan bahan pakan dan membedakan antara
bahan pakan yang satu dengan yang lain (Sutardi, 2003)
II.2
Pembuatan Silase Dan Jerami Amoniasi
Saat pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama: hijauan
yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol
jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Kedua : penambahan zat aditif
untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak
(manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan
kadar protein atau karbohidrat pada material pakan.
Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga : kadar air yang tinggi berpengaruh dalam
pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan
akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air
yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai
resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Murni,2008) .
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan
dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga
sampel sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel
makanan ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel
makanan disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989).
II.3
Pembuatan Tepung Hiajuan
Hijauan umumnya terdiri dari dari berbagai jenis rumput liar, limbah dan
hasil ikutan pertanian, rumput jenis unggul yang dibudidayakan dan berbagai jenis
leguminosa. Hijauan tersebut merupakan bahan pakan yang kandungan serat
kasarnya relatif tinggi. Pakan hijauan yang sudah tua mengandung serat kasar
yang tinggi. Hal ini menunjukkan hijauan yang tua tersebut kurang bermutu.
Hijauan yang bermutu baik adalah yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Kandungan protein leguminosa lebih dari 20%, sedangkan rumput kurang dari
10%. Oleh karena itu, kombinasi keduanya merupakan bahan pakan yang bermutu
(Parakkasi,1999).
Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan
dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar ialah rumput segar, leguminosa segar
4
dan silage. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja
dikeringkan (hay) ataupun jerami kering (AAK, 1983)
II.4
Evaluasi Silase Dan Jerami Amoniasi
Saat pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama: hijauan
yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol
jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Kedua : penambahan zat aditif
untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak
(manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan
kadar protein atau karbohidrat pada material pakan.
Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga : kadar air yang tinggi berpengaruh dalam
pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan
akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air
yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai
resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Murni,2008)
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan
dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga
sampel sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel
makanan ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel
makanan disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989).
Dari sampel bahan kering tadi lalu diekstraksi dengan dietil eter selama
beberapa jam, maka bahan yang didapat adalah lemak, dan eter akan menguap.
Setelah fase kedua dilalui, selanjutnya sampel dianalisis dengan alat Kjedahl.
Analisis ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan.
Analisis ini dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (protein kasar = N
%x6,25) (Hartadi, 1989). Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring,
dipakai untuk mendapatkan serat kasar. Endapan yang didapat ditambah 1,25%
larutan NaOH dan dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan dicuci,
dikeringkan dan ditimbang. Bagian ketiga dari sampel bahan kering ditambang
dan dibakar dengan krusibel dalam suhu 600oC selama beberapa jam (Tilman,
1989)
5
III METODE DAN CARA KERJA
III.1Metode
III.1.1 Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
III.1.1.1. Nomenklatur Hijauan
Bahan-bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah sataria
ancep, sataria lampung, rumput benggala,
jerami padi, rumput raja, jerami
jagung, daun pepaya, daun pisang, daun singkong, daun gamal, daun lamtoro,
kaliandra, daun waru, daun dadap, daun rami, rumput gajah.
III.1.1.2.
Nomenklatur Konsnetrat
Bahan – bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah milet,
dedak, tepung jagung, onggok, pollard, tepung limbah soun, CGM, CGF, tepung
ikan, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung udang, tepung kapur, tepung
cangkang udang, tepung kepala udang, tepung cangkang telur, urea, vitachicks,
mollases
III.1.1.3.
Penngenalan Alat
Alat - alat yang digunakan pada pengenalan adalah Backer glass, Glass
ukur, Erlenmeyer, Cawan porselin, Filler, Pipet seukuran, Pengaduk, SkapulaLabu
didih dan shocklet, Labu kjedhal, Corong, labu seukuran, Tabung reaksi, Rak
tabung reaksi, Cawan petri, Statif,Inkubator, Oven, Waterbath, Condensor,
Desikator, Hot plat, Autoclaf, Bombcalorimeter, Ohous, Destruktor, Pipet tetes,
Seperangkat alat destilasi, Pompa fakum,SWB ( sektor waterbath ).
III.1.2 Pembuatan Silase Dan Amoniasi
Alat yang digunakan untuk membuat silase dan amoniasi adalah pisau,
gunting, baskom, timbangan, toples, kantong plastik, lakban, tali rafia, label, alat
tulis. Bahan yang digunakan dalam pembuatan silase dan amoniasi adalah rumput
gajah, jerami padi, urea, dedak, mollases
III.1.3 Pembuatan Tepung Hijauan
Alat yang digunakan pada waktu praktikum pembuatan tepung hijauan
adalah penggilingan dan timbangan,dan bahannya menggunakan jerami padi dan
rumput alam
6
III.1.4 Evaluasi Silase Dan Jerami Amoniasi
Alat yang digunakan untuk membuat pellt adalah penggilingan,
timbangan, pemotong pellet dan menggunakan bahan tepung rumput alam, tepung
jerami padi, tepung tulang ikan, tepung tulang sapi.
III.1.5 Pembuatan Pellet dan Complite Feed Blok
Alat yang digunakan dalam evaluasi hasil silase dan amoniati adalah
penggiling,hardness sedangkan bahan yang digunakan adalah silase hijauan,
jerami amoniasi dan pellet.
III.2Cara Kerja
III.2.1
.Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
III.2.1.1.
Nomenklatur Hijauan
Hijauan disediakan/dipersiapkan
Hijauan disediakan/dipersiapkan
Hijauan digolongkan menurut jenisnya rumput, rambanan, dan limbah pertanian.
Catat asal mula, bagian ,proses, tingkat kedewasaan, defoliasi, sumber, grade.
Bahan pakan diambil fotonya.
III.2.1.2.
Nomenklatur Konsentrat
Konsentrat disediakan
Ditulis nama ilmiah(asal mula), bagian, proses, grade, sumber.
Bahan pakan diambil fotonya
III.2.1.3.
Penegnalan Alat
Alat – alat laboratorim disiapkan.
Alat – alat diamati dan ditulis fungsinya.
Alat – alat diambil f Alat – alat diambil.
III.2.2
Pembuatan Silase Dan Amoniasi
7
III.2.2.1.
Pembuatan Silase
Rumput gajah dikeringkan
Siapkan gunting/pisau dan toples
Potong rumput gajah
Masukkan kedalam toples sampai beratnya 125gr
Tutup toples dan harus kedap udara
Ditimbang dan Di campur dengan 1% mollases dan 4% dedak
Ditutup dan harus kedap udara
III.2.2.2.
Pembuatan Jerami Amoniasi
Jerami dikeringkan.
Siapkan gunting/Pisau dan siapkan karung plastik.
Potong jerami dan Timbang jerami sampai beratnya 357gr.
Percikkan/campur dengan 4% urea sampai merata dan air urea harus habis.
Masukkan jerami yang sudah dicampur urea kedalam kantong plastik
Tali kantong plastik yang sudah berisi jerami dengan tali pengikat.
Dalam mengikaat harus kedap dengan udara.
III.2.3
Evaluasi Hasi Amoniasi Jerami, Silase dan Pellet
III.2.3.1.
Pengamatan Secara Fisik
Siapkan sampel bahan pakan
Amati secara makroskopis seperti bau, warna, rasa, dan perabaan
Mencatat hasil dan ambil gambar/foto
III.2.3.2.
Pengamatan menggunakan mikroskop
Siapkan sampel bahan pakan
Amati dengan menggunakan mikroskop
Mencatat hasil.
8
III.2.3.3.
Pengamatan Secara Kimiawi
Siapkan sampel bahan pakan
Amati menggunakan analisis proksimat
Mencatat hasil.
III.2.4
Pembuatan Tepung Hijauan
siapkan daun lamtoro/daun bunga sepatu
dikeringkan dengan cahaya matahari selama 3-4 jam
ditimbang ulang
dikeringkan dengan oven selama ±24 jam
ditimbang ulang
digiling dengan mesin penggiling hingga bobot tepung 1 kg
rumus-rumus :
BK air dry=
A−B
× 100
A
BK Oven dry=
A−C
×100
A
Kadar air=100 −BK
III.2.5
Pembuatan Pellet
Siapkan alat dan formulasi bahan yang akan dibuat(giling halus).
Timbang bahan pakan sesuai formula dan campurkan secara merata.
Steam campuran pakan sampai gel keluar.
Masukan campuran bahan dalam alat pellet.
Potong pellet sesuai ukuran yang dikehendaki.
Keringkan pellet. Masukan pellet dalam wadah.
9
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
IV.1.1
Nomenklatur Pengenalan Alat, Konsentrat dan Hijauan
IV.1.1.1. Pengenalan Alat Alat Laboratorium
N
Nama
Fungsi
o
1
Alat
Backer
Mencampur larutan
Gambar
glass
2
Glass ukur
3
Erlenmeyer Menaruh/mencampur larutan
4
Cawan
Mengukur larutan
Menaruh sampel untuk dioven
porselin
5
Filler
Penyedot larutan
6
Pipet
Mengambil larutan
seukuran
7
Pengaduk
Untuk mengaduk campuran
8
Skapula
Untuk mengaduk dan mengambil sampel
10
9
Ladu didih
Untuk uji lemak
10
Shocklet
Untuk uji lemak
11
Labu
Menguji energi bruto
kjendhal
12
Corong
Mengalir larutan
13
Labu
Untuk mengukur larutan
14
seukuran
Tabung
Untuk mencampur larutan
reaksi
15
Rak tabung
Untuk menaruh tabung reaksi
reaksi
16
Cawan
Untuk menaruh sampel
petri
17
Pipet tetes
Untuk meneteskan larutan
18
Statif
Untuk menitrasi
19
Inkubator
Fermentasi dan pengembangbiakan media
11
21
Oven
Untuk mengeringkan sampel/alat
21
Waterbath
Pemanas
22
23
Condensor
Desikator
Pendingin/menangkap uap air
Menstabilkan suhu selama 15-20 menit
24
Hot plat
Untuk pemanas sampel
25
Autoclaf
Untuk seterilisasi alat
26
Bom
Menghitung energi bruto
calorimeter
27
Ohous
Untuk menimbang sampel
28
Destruktor
Uji protein kasar
29
Seperangka Memisahkan larutan berdasarkan titik didih
t alat
30
destilasi
Taanur
mengabukan pada suhu 6000C
12
31
Pompa
Mempercepat penyaringan sampel
32
fakum
SWB
Menyedot dan mengeluarkan
( shaker
waterbath )
Penjepit
33
IV.1.1.2.
Menjepit sampel/alat
Pengenalan Konsentrat
N
NAMA
ASAL
O
BAHAN
MULA
1
2
Milet
Dedak
Penisetum
gcaucau
Oryza
sativa
BAGIAN
Biji
PROSES
SUMBE
E
SK : 11
R
Dikeringka
– 15 %
n
PK :
Sisa
Kulit
GRAD
pengilingan
padi
GAMBAR
Energi
10,6 %
SK : 8,4
%
PK : 6
Energi
%
SK : 17
3
Tepung
jagung
Zea Mays
Biji
Dikering
- 20 %
giling
PK : 11
Energi
- 30 %
13
4
5
Onggok
Pollard
Tepung
6
Limbah
soun
Maniha
utilisi Ma
Triticum
saticum
Sisa
Umbi
tapioka
( Cron
Kulit
Gluten
Biji
saticum
gandum
Biji tanpa
lembaga
Meal )
CGF
8
( Cron
Gluten
Zea mays
Feed )
9
10
11
12
Tepung
Ikan
Fish meal
Bungkil
Cocos nuci
Kelapa
fera
Bungkil
Kedelai
Glicenimax
Tepung
Ciiescacea
Udang
e sp
PK : 3 –
Energi
4 %
pengilingan
gandum
Triticum
Zea mays
– 16 %
Sisa
CGM
7
pembuatan
SK : 14
Sisa
pengolahan
limbah soun
Sisa
pengolahan
bioetang
Biji
Sisa
dengan
pengolahan
lembaga
bioethanol
Seluruh
Dikeringka
Bagian
n
ikan
Di cincang
Daging
Sisa
buah
Pengolahan
kelapa
minyak
SK : 10
– 20 %
PK : <
18 %
SK : 4,5
%
PK : 42
Protein
%
SK : 5,7
%
PK : 49
Protein
%
SK : 9
%
PK : 49
Protein
%
SK : 12
%
PK : 20
Protein
%
Sisa
SK :
pengolahan
5,36 %
minyak
PK :
Seluruh
kedelai
Dikeringka
44,95 %
SK : -%
bagian
n
PK : 60
udang
digiling
%
Biji
Energi
Protein
Protein
14
SK :
0,95 %
PK :
13
Tepung
Kapur
CaCO3
Batu
Kering,
12,7%
Kapur
Giling
Ca : 40
Mineral
%
P : 42
Tepung
14
Cangkang
udang
Tepung
15
kepala
udang
%
SK :
Ciustaceae
Cangkan
Kering,
17,16 %
sp
g Udang
Giling
PK :
43,40 %
SK :
Ciustaceae
Kepala
Kering,
11,4 %
sp
udang
Giling
PK : 16
Urea
Urea
-
-
17
Vitachieks
-
-
-
Cangkan
Kering,
g telur
Giling
Tepung
cangkang
Gallur sp
telur
19
Molases
IV.1.1.3.
N
Nama
o
Bahan
Mineral
%
16
18
Mineral
Succharum
Batang
oficinae
tebu
SK : -%
Feed
PK :- %
aditif
SK :- %
PK : -%
Sisa
pengolahan
gula
Vitamin
SK :- %
PK : 7,6
Mineral
%
SK : 3,9
%
PK : 0,4
Energi
%
Pengenalan Hijauan
Asal Mula
Bagia
Pro
n
ses
Tingkat
Kedewasaa
n
Defollas
Sumbe
Grad
i
r
e
15
Gambar
SK :
Seg
Satari
1
a
ancep
Sateria
spacelata
14 –
ar,
Aerial
dila
Dewasa
yuk
35 – 40
hari
Energi
2
Sateria
lampu
spianoida
Aerial
35 – 40
hari
Energi
Panicum
bengg
Maximum
dila
Dewasa
yuk
35 – 40
hari
10 –
Energi
8%
SK :
Am
Aerial
onia
Dewasa
si
60 – 90
hari
Energi
5
ut
Gajah
Panicum
parpureum
ar /
Aerial
dila
Dewasa
yuk
40 – 60
hari
Energi
ut
Raja
Panicum
8%
SK :
purpureide
17 –
ar /
Aerial
dila
Dewasa
yuk
40 – 60
hari
Energi
Jeram
PK :
Dewasa
90 hari
Energi
14 %
SK :
Daun
Seg
i
dan
ar /
> 18
jagun
batang
dila
%
yuk
PK :
an
< 18
g
Zea mays
22 %
12 –
an
7
12 %
PK :
Seg
6
PK :
10 -
an
Rump
3,8 %
3,3 %
SK :
Seg
Rump
12 %
PK :
an
Oriza satifa
PK :
19 %
SK :
ar ,
Aerial
12 %
17 –
Seg
ut
i padi
Dewasa
an
ala
4
dila
yuk
Rump
Jeram
7–
ar,
ng
3
19 %
SK :
Seg
a
PK :
17 –
an
Satari
19 %
16
%
SK :
Daun
8
papay
9–
Dila
Musa papaya
Daun
a
yuk
Dewasa
-
Energi
an
9
Pisan
g
Musa
%
SK :
parasidiaca
9–
ar /
Daun
dila
Dewasa
12 %
-
PK :
yuk
3–4
an
Daun
10
11
singk
Daun
yuk
ong
an
Daun
Dila
Gama
%
SK :
Dila
Manikot utiliti
Glirisidu
Daun
l
yuk
PK :
3-4
Seg
Daun
12 %
Dewasa
-
Energi
1,0 %
PK :
1,6 %
SK :
8–
Dewasa
-
Protein
an
10 %
PK :
> 20
%
SK :
Daun
12
lamto
ro
Daun
Leucaena
dan
glauca
rantin
g
11,5
Dila
yuk
Dewasa
-
Protein
an
%
PK :
20,5
%
SK :
Daun
13
Kalia
ndra
Calorpisus
dan
rantin
g
9,87
Dila
yuk
an
Dewasa
-
Protein
%
PK :
22,4
%
17
SK :
14
Daun
Hispicks
Waru
eriliaceks
Daun
15
Dada
p
16
17
Dila
Daun
critririua
dan
litorpeimas
rantin
g
Behmerianifo
Rami
u
Daun
Morue
murbe
indicaoc
Dewasa
-
Energi
an
Daun
Daun
yuk
16 –
Daun
17 %
PK :
5%
SK :
Dila
yuk
16 –
Dewasa
-
Energi
17 %
an
PK :
Seg
5%
SK :
ar /
> 18
dila
Dewasa
-
Energi
%
yuk
PK :
an
Seg
48 %
Daun /
ar /
rantin
dila
g
yuk
an
SK :
Dewasa
-
%
PK :
%
18
IV.1.1.4.
IV.1.2
Pengenalan Alat Alat laboratorium
Pembuatan Silase Dan Pembuatan Amoniasi
IV.1.2.1. Pembuatan jerami amoniasi
-
Urea 3 %
-
Berat Jerami 217 gram
-
Urea=
3
x 217 gram=6,51 gram
100
Gambar 1 jerami amoniasi
IV.1.2.2. Pembuatan Silase
-
Dedak 5%
-
Berat rumput gajah 945 gram
-
Dedak =
45
x 945 gram=47,25 gram
100
Gambar 2silase rumput
IV.1.3
Luas permukaan Spesifik dan Daya Ambang
IV.1.3.1. Luas permukaan spesifik
-
LPS Kulit Durian =
luas 73
= =73 m2 /gram
berat 1
-
LPS Daun waru i =
Luas 37
= =37 m2 / gram
berat 1
IV.1.3.2. Daya Apung
-
Ketinggian 1 meter
-
Kulit durian 1 menit 32 detik
19
-
Daun Waru 1 menit 44 detik
Jarak
1
=
=0,69 m/dt
Daya ambang waru =
waktu 1.44
Jarak
1
=
=1,75 m/dt
Daya ambang durian =
waktu 1,32
IV.1.3.3. Uji Sudut Tumpuk
a.
Durian
-
b.
T = 8,9 D = 4
2. t 2 x 8,5
=
=0,847
Tan a =
d
21
Waru
-
T = 18 D = 22
-
Tan a =
2. t 2 x 10
=
=0,90
d
22
IV.1.3.4. Berat Jenis
-
Diketahui :
Berat glass ukur kosong 127 gram
Berat setelah di isi T. Daun waru 145 gram
Berat gelas ukur kosong 127 gram
Berat setelah di isi T.Kulit durian 151 gram
Jawab :
a. Tepung rumput alam ¿
¿
145−127
=0,18 gr /ml
100
b. Tepung rumput alam ¿
¿
Berat isi−Berat kosong
100
Berat isi−Berat kosong
100
151−127
=0,24 gr /ml
100
20
IV.1.4
Pembuatan Compled Feed Blok atau Pellet
Tabel 1.Pembuatan complate feed blok
No
Bahan Pakan
Jumlah
Kandungan nutrien
1
Kulit kacang
300 gram
Protein(Pk; 32,4 %)
2
Limbah sayur
200 gram
-
3
Soun
100 gram
Energi (Pk;37,5 %)
4
Ampas kecap
150 gram
-
5
Cangkang
telur itik
25 gram
Mineral(Kh;7,6%,Ca;36%)
6
Molases
25 gram
Energi
(abu;4,9%,Lk;16,6%,Sk:60%,BETN
; 26,1%, Pk ;32 %)
IV.1.5
Evaluasi Hasil Silase, Amoniasi Jerami dan Pembuatan wafer
IV.1.5.1. Hasil Pengamatan Silase dan Amoniasi
Tabel 2 Pengamatan Jerami Amoniasi
Pengamatan
Bau
Warna
Tekstur
PH
Keberadaan Jamur
Hasil
Amonia
Kecoklatan
Alot
7
Ada (sedikit)
Tabel 3 Pengamatan Silase Hijauan
Pengamatan
Bau
Warna
Tekstur
PH
Keberadaan Jamur
Hasil
Asam Segar
Hijau Kecoklatan
Remah
4
Ada (sedikit)
21
22
IV.1.5.2.
Tabel 4 Uji Pengamatan Pelet
Pengamatan
Warna
Tekstur
Hardness
Keberadaan Jamur
Hasil
Abu - abu
Keras
25 IBS
Berjamur
IV.1.5.3. Uji Durabuliti
Pelet Kasar=
IV.1.6
272
x 100 =90,66
300
Pembuatan Wafer
Persentase
Hasil Kelompok (Nilai)
Pengamatan
Bau
1
2
3
4
5
6
3
3
2
3
3
3
7
2
3
BS
3
Warna
3
3
3
2
2
3
Tekstur
2
2
2
3
3
2
TB
TB
S
BS
BS
BS
3
3
3
3
3
3
3
11
11
10
11
11
11
11
pH
Keberadaan
Jamur
Total
Bagian
Bau
Warna
Tekstur
pH
Jamur
–
4%
5%
4%
2%
–
7
Molases
1. 2%
2. 2%
3. 4. 1%
5. 2%
6. 2%
4. 4%
Nilai hasil kelompok
Persentase campuran silase dan jerami
8
amoniasi
yang
diamati
Dedak
Silase
Jerami
Amoniasi
Silase
Jerami
Amoniasi
3
3
Rumput Gajah (965 gr)
Jerami (251 gr)
3
2
Molases 4% (39 gr)
Urea 2% (5 gr)
2
3
6
7
3
3
Bagian
Nilai hasil kelompok
Persentase campuran silase dan jerami
8
amoniasi
yang
diamati
Silase
Total
Jerami
Amoniasi
17
Jerami
Silase
Amoniasi
17
Keterangan Penilaian :
Bau :
Warna :
3 = Asam tapi segar
3 = Hijau alami /
kekuningan
2 = Tidak asam / tidak busuk
2 = Hijau gelap /
kecoklatan
1 = Busuk
1 = Coklat / kehitaman
Tekstur :
Jamur :
3 = Padat
3 = Tidak ada / sedikit
2 = Agak lembek
2 = Cukup
1 = Lembek
1 = Banyak
pH Jerami :
pH Silase :
3 = 7-8 (baik)
3 = 3-4,2 (baik sekali)
2 = 5-6 (sedang)
1 = 4-5 (kurang baik)
2 = 4,2-4,5 (sedang)
1 = 4,5-4,8 (kurang
baik)
23
IV.2 Pembahasan
IV.2.1
Nomenklatur Hijauan, Konsentrat Dan Pengenalan Alat leb
Bahan pakan hijauan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman
dan dapat di makan ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak. Secara garis
besar bahan pakan hijauan di golongkan kedalam lima kelompok bahan pakan
yaitu, gramine (rumput rumputan ), cypceae ( teki tekian ), leguminosa (kacang
kacangan ), browse (ramban) dan limbah pertaniaan. Pada umumnya hijauan
seperti rerumputan dan dedauanan merupakan bahan pakan berserat ( Sutardi,
2012).
Berdasarkan hasil praktikum di peroleh data seperti pengelompokan
bahan pakan yaitu rerumputan, rambanan, kacang kacangan, dan limbah
pertanian. Pada hasil praktium sesuai dengan pendapat sutardi, 2012
mengatakan untuk kelompok graminae atau rumput sebangsa padi di
golongkan kedalam dua golongan yaitu rumput alam dan rumput potong atau
budidaya. Jenis rumput yang tumbuh bersifat heterogen, misalnya rumput teki.
Rumput alam merupakan salah satu hijauan pakan yang banyak di gunakan
sebagai pakan ternak ruminansisa.
Ketersediaan dan kandungan nutrisi sanagt dipengharui jenis. Ternak
dimana produksinya berlimpah dengan kualitas baik yaitu 7,8 % protein kasar
pada musim hujan, ke kemarau akan menurun drastis menjadi snagat rendah.
(rahadjo,2002). Sedangkan sesuai penjelasan dari asisten padasaat praktikum
berlangsung, hiajuan yang baik merupakan sumber protein asam amino
esensial, terutama leguminosa yang kaya akan protein zat zat meineral
terutama kalsium pada kacang kacangan. Zat zat vitamin seperti karoten, atau
vitamin D. Hiajuan dapat mengandung factor faktor repoduksi yan penting
untuk memperbaiki fertilisasi ( praickasi, 1983).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bahan pakan konsentrat yang
digunakan sebagai sumbere energy yaitu millet, dedak , tepung jagung,
onggok, pollard, dan tepung limbah soun. Menurut nugroho (2001)
mengatakan bahwa onsentrat sebagai bahan energy adalah semua nahan pakan
yang mengadung PK kurang dari 20 % bahan pakan tersebut banyak
mengadung karbohidrat/ gula yang dapat digunakan sebagai sumber energy.
24
Pertumbuhan ternak bisa dicapai dengan limbah industry pertanian,
termassuk dari proses pengolahan produ perkebunan ( Guntoro, 2008).
Berdasarkan hasil praktikum yang terletak dilakukan kandungan gizi dalam
konsentrat di bagi menjadi tiga yaitu konsentrat sebagai sumber energy, protein
dan ransum yang digunakan sebaiknya di tambahkan 1 % suplementasi 0,83
ml/ kg probiotik.
Penggunaan alat-alat laboratorium antara lain sebagai alat penimbangan,
pengukuran volume cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran dan
pengabuan serta penyaringan. Menurut Hartati (2002), Penimbangan
menggunakan timbangan, penyaringan menggunakan kertas saring, dan
corong, pengaturan volume cairan menggunakan gelas ukur, pipet ukur, pipet
volume, labu ukur dan buret. Pemijaran menggunakan tanur dan cara sederhana
pengeringan menggunakan oven.
Pemeliharaan bukan berarti alat disimpan dengan baik sehingga alatnya
selalu utuh, akan tetapi alat tetap dipergunakan dan agar tahan lama, tentunya
perlu dilakukan perawatan sehingga alat-alat tersebut tahan lama/awet. Jadi
yang dimaksud dengan pemeliharaan/perawatan alat-alat adalah:
1. Menyimpan pada tempat yang aman
2. Perawatan termasuk menjaga kebersihan
3. Penyusunan, penyimpanan alat-alat yang berbentuk set
IV.2.2
Pembuatan Jerami Amoniasi dan Silase Hijauan
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat
dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan
lain-lain, dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan
dalam suatu tempat yang kedap udara. Dalam tempat tersebut, bakteri anaerob
akan menggunakan gula pada bah an material dan akan terjadi proses
fermentasi dengan memproduksi asam-asam lemak terbang terutama asam
laktat dan sedikit asam asetat, propionat, dan butirat (Salim dkk., 2002).
Selama ensilase, sebagian protein bahan akan mengalami fermentasi
menjadi asam-asam amino, non protein nitrogen, dan amonia (Hernaman
dkk., 2007).
Pembuatan silase hijauan bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi
hijauan. Seperti yang diungkapkan oleh Salim (2002) bahwa, kurangnya
25
ketersediaan hijauan dan rendahnya kualitas jerami padi melatarbelakangi
peningkatan ketersediaan dan kualitas dengan cara pembuatan silase dan
amoniasi jerami. Silase
adalah
pakan
yang
telah
diawetkan
yang
diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari
industri pertanian dan lain-lain, dengan kandungan air pada tingkat
tertentu yang disimpan dalam suatu tempat yang kedap udara.
Hijauan yang digunkan untuk pembuatan silase pada saat praktikum yaitu
rumput gajah. Sebelum diproses menjadi silase, rumput gajah terlebih dahulu
mengalami pencacahan dan pengeringan. Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air yang ada dalam rumput gajah tersebut. Sebab,
tingginya kadar air pada bahan pakan akan menyebabkan adanya proses
pemanasan didalam silo sehingga menyebabkan silase beraroma sangat asam.
Hal ini juga diungkapkan oleh Brotonegoro (1978), pembuatan silase pada
hijauan harus mengandung kadar air sekitar 60% hingga 75%. Bila kadar air
tersebut melebihi ketentuan tersebut akan menghasilkan silase yang terlalu
asam sehingga kurang disukai ternak.
Ciri-ciri amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas amonia,
berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal, tekstur berubah menjadi lebih
lunak dan kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya,
tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan
sekitar 8 (Sumarsih, 2003). Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya
relative mahal, selain harganya relatif mahal juga memerlukan tangki khusus
yang tahan tekanan tinggi minimum (minimum 10 bar). Amoniasi mempunyai
beberapa keuntungan antara lain sederhana cara pengerjaannya dan tidak
berbahaya, lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH, cukup
efektif untuk menghilangkan aflatoksin khususnya pada jerami, meningkatkan
kandungan protein kasar dan tidak menimbulkan polusi dalam tanah (Siregar,
1996).
Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai
NH3, ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam poses
fermentasi, sehingga fungsi urea ialah tidak sebagai penambah nutrisi pakan
26
melainkan berfungsi sebagai katalisator dalam proses fermentasi (Zaman dan
Sutrisno, 2010).
IV.2.3
Pembuatan Tepung Hijauan dan konsentrat
Pertumbuhan ternak akan relatif lambat jika peternak hanya mengandalkan
pemberian hijauan. Optimalisasi pertumbuhan ternak bisa dicapai dengan
pemberian konsentrat yang bisa diperoleh dari limbah industri pertanian,
termasuk dari proses pengolahan produk perkebunan (Guntoro, 2008).
Berdasarkan kandungan gizinya, konsentrat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu, konsentrat sebagai sumber energi, protein dan mineral.
Konsentrat sebagai bahan energi adalah semua bahan pakan yang
mengandung PK kurang dari 20%. Bahan pakan tersebut banyak mengandung
karbohidrat/pati/gula yang dapat digunakan sebagai sumber energi hewan
monogastrik. Terdapat empat kelompok bahan pakan yang termasuk sumber
energi yaitu : cereal grain, milling by product, special product, buah-buahan
dan produk lainnya ( Sutardi, 2012 ).
Bagi ternak ruminansia, konsentrat termasuk pakan tambahan yang
berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan atau produksi. Sementara itu bagi
ternak monogastrik, konsentrat merupakan pakan utama. Semua cerelia
mengandung karbohidrat yang tinggi kecuali gabah. Kandungan lemak cerelia
bervariasi antara 3-8 %. Lemaknya mengandung asam lemak palmitat ( jenuh ),
asam oleat dan linoleat. Kandungan mineral Ca sebesar 0,03 % dan P sebesar
0,3 %.
Bahan pakan sumber energi dari jenis konsentrat sebagian besar
terdapat dalam bahan pakan asal tumbuh-tumbuhan atau nabati dengan
limbahnya, di antaranya jagung kuning, sorghum, pollard, millet, bekatul,
onggok, dan gandum. Bahan pakan sumber energi asal nabati ini umumnya
mempunyai kandungan serat kasar yang cukup tinggi (Rasyaf, 1994).
Khalil (1999) menjelaskan bahwa daya ambang merupakan waktu yang
dapat ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari suatu ketinggian
tertentu. Menurut Jaelani (2007), jika berat jenis tinggi maka akan
mempengaruhi nilai daya ambang yang tinggi pula. Hal ini berarti apabila
terjadi proses pencurahan bahan dari ketinggian tertentu maka waktu bahan
27
tersebut untuk mencapai dasar akan lebih cepat. Daya ambang yang terlalu
lama akan menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan
waktu yang lebih lama. Bahan pakan berupa tepung hijauan dengan ukuran
partikel halus mempunyai daya ambang sebesar 1,98 m/dt. Sedangkan tepung
hijauan dalam bentuk pelet memiliki daya ambang 10,9 m/dt. Dedak
merupakan jenis pakan yang berbentuk tepung dengan ukuran partikel halus.
Hasil praktikum daya ambang sebesar 0,25 m/dt. Jika dibandingkan dengan
literatur maka hasil praktikum daya ambang dedak lebih kecil. Jika daya
ambang suatu bahan kecil itu artinya bahan pakan tersebut dapat lebih cepat
mencapai dasar pada saat melakukan pencurahan.
Pengukuran sudut tumpukan atau angle of repose adalah dengan cara
menjatuhkan suatu sampel ke corong, kemudian ukur diameter dan tingginya.
Hasil pengukuran sudut tumpukan adalah 37,23° dengan tinggi bahan pakan
7,5 cm dan diameter 19,5 cm. Hal ini sesuai dengan Hartadi (1993), bahwa
pakan berbentuk halus mempunyai sudut tumpukan kurang dari 20, selain itu
besarnya sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, bentuk,
berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan. Ukuran bahan yang lebih
kecil maka akan membentuk sudut tumpukan yang semakin besar. Pakan
berbentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar 20-50°.
Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel
bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan berperan antara lain dalam
menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pada
pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan
dan kerapatan kepadatan tumpukan (Thomson, 1993).
Sudut Tumpukan (Angle of Response)
Nilai sudut tumpukkan pada ransum yang mudah
mengalir
yaitu
pada
kisaran
sudut
tumpukkan
30°-38°.
Ransum bentuk padat memiliki sudut tumpukkan berkisar
antara 20° dan 50°. Besarnya sudut tumpukkan sangat
dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan karakterisktik partikel,
kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukkan. Ukuran
partikel mempengaruhi sudut tumpukkan yaitu semakin kecil
28
ukuran partikel maka semakin tinggi sudut tumpukkannya
(Retnani, 2001).
Sudut
kemampuan
tumpukkan
mengalir
berfungsi
suatu
untuk
bahan
menentukan
efisiensi
pada
pengangkutan secara mekanik. Sudut tumpukkan merupakan
kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam
tumpukkan dimana makin tinggi tumpukkan maka kebebasan
partikel untuk bergerak semakin berkurang. Hasil sudut
tumpukkan adalah sudut yang diperoleh dari tinggi bidang
yang terbentuk dibagi dengan diameternya (Noordiyansyah,
2007).
Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh
ukuran, bentuk dan karakteristik partikel, kandungan, berat
jenis dan kepadatan tumpukan. Ukuran partikel mempengaruhi
sudut tumpukan, yaitu semakin kecil ukuran partikel maka
semakin tinggi sudut tumpukannya (Retnani, et al., 2011).
Praktikum mengenai sudut tumpukan (Angle of Response) diperoleh
hasil sudut tumpukan untuk daun waru 29,680 dan untuk kulit durian 45,570.
Hasil sudut tumpukan diperoleh dari tinggi bidang yang terbentuk dibagi
dengan diameternya. Pengamatan sudut tumpukan dilakukan sebanyak dua kali
dan setelah itu dihitung rata-ratanya. Hal ini sesuai dengan Mujnisa (2008),
bahwa pakan berbentuk halus mempunyai sudut tumpukan kurang dari 20,
selain itu besarnya sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan,
bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan.. Ketinggian
tumpukan bahan harus selalu berada dibawah corong.
Berat Jenis (Dersity)
Menghitung berat jenis adalah bobot bahan pakan
(gram) dibagi dengan volume. Perbedaan berat nilai berat
jenis
selain
dipengaruhi
oleh
perbedaan
karakteristik,
permukaan partikel, juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi
bahan.
Berat
jenis
berpengaruh
terhadap
homogenitas
29
penyebaran partikel sitabilitas suatu campuran bahan pakan
(Jaelani dan Firhami, 2007).
Berat jenis merupakan perbandingan antara massa
bahan terhadap volume dan memegang peranan penting
dalam
pelbagai
penyimpanan.
proses
Berat
pengolahan,
jenis
penanganan
mempengaruhi
dan
kerapatan
tumpukkan dengan daya imbang homogenitas dan stabilitas
kecepatan (Sutardi, 2002).
Menurut Axe (2005), apabila bahan mempunyai berat
jenis
partikel
yang
berbeda
jauh,
maka
cenderung
memisahsetelah mixing dan handling. Partikel yang lebih
padat atau rapat berpindah kebawah melewati partikel lain
yang lebih halus atau ringan. Semakin tinggi berat jenis, maka
akan semakin tinggi
kapasitas
ruang penyimpanan dan
memudahkan pengangkutan. Maka dari itu, berat konsentrat
harus didorong oleh berat dari hijauan pakan karena dapat
langsung dicerna oleh cairan rumen (microba).
Perbedaan nilai berat jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik
permukaan partikel, juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan. Hal ini sesuai
dengan pendapat (Khalil, 1999) yang menyatakan bahwa adanya variasi dalam
nilai berat jenis dipengaruhi partikel dan stabilitas suatu campuran pakan. Bahan
pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup besar, akan menghasilkan
campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali (Chung, 1995). Semakin besar
ukuran partikel sampel maka semakin berat jenisnya (Rahardjo, 2010).
Daya Ambang (Floating Rote)
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika
dijatuhkan dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu
dengan satuan m/detik. Semakin tinggi nilai daya ambang berarti waktu yang
digunakan untuk pencurahan dan pencampuran dedak semakin cepat. Hal ini
dipengaruhi oleh berat jenis, homogenitas, dan kandungan air dalam bahan
(Putri, 2010). Begitupun sebaliknya, daya ambang yang terlalu lama akan
30
menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang
lebih lama (Jaelani, 2007).
Cara kerja pada praktikum yang telah dilaksanakan, sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Jaelani (2007) yaitu daya ambang diukur dengan
cara menjatuhkan 10 gram (pada praktikum, sampel yang digunakan 1 gram)
partikel bahan pada ketinggian 3 meter (pada praktikum, tingginya 1 meter)
dari dasar lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang dibutuhkan
sampai mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tempat
jatuhnya bahan diberi alas dengan alumunium foil untuk memudahkan
pengamatan saat bahan jatuh. Diupayakan pengaruh udara agar diperkecil,
yaitu dengan menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk
(ventilasi, jendela, dan pintu).
Daya ambang dihitung dengan cara membagi jarak jatuh (meter) dengan lamanya
waktu yang dibutuhkan (detik). Daya ambang pada praktikum ini, diperoleh
dengan cara menjatuhkan bahan atau sampel dari nampan dengan ketinggian 1
meter dan dihitung waktunya dengan menggunakan stopwatch. Dengan
menggunakan rumus jarak dibagi waktu, maka diperoleh nilai daya ambang, yaitu
0,69 m/s untuk tepung daun waru dan 0,75 m/s untuk tepung kulit durian.
Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Rahardjo et al. (2004), menyatakan bahwa luas permukaan spesifik
merupakan suatu berat tertentu mempunyai luas permukaan tertentu pula.
Menurut Khalil (1997), luas permukaan spesifik adalah luas permukaan bahan
pakan pada berat tertentu. Peran luas permukaan spesifik untuk mengetahui
tingkat kehalusan dari bahan pakan tanpa diketahui distribusi ukuran kompos
partikel secara keseluruhan.
Uji fisik yang terakhir ialah uji luas permukaan spesifik (LPS) suatu
sampel bahan pakan. Sebelumnya bahan pakan ditimbang hingga 1 gr baik
untuk tepung kulit durian dan daun waru, lalu diratakan pada kertas milimeter
blok yang telah disiapkan. Hasil dari uji LPS oleh kelompok, didapatkan hasil
37 cm2/gr untuk tepung daun waru dan 73 cm2/gr untuk tepung kulit durian dan
hasil ini sangat berbeda jauh antara tepung kulit durian dan daun waru. Hal ini
31
berarti partikel yang semakin akan menutupi seluruh permukaan hingga
tertutup rapat. Kadar sampel yang semakin halus juga akan semakin
meningkatkan daya cerna oleh ternak. Dengan diketahui LPS suatu bahan
pakan berarti menunjukan seberapa halus bahan pakan tersebut atau dalam
bentuk apa bahan pakan tiap gramnya. Jika nilai LPSnya kecil dalam tiap
gramnya, maka sampel tersebut berbentuk butiran – butiran kasar atau kristal
(Raharjo, 2002), semakin halus kadar sampel, maka semakin baik daya
cernanya bagi ternak.
LPS sendiri merupakan luas permukaan spesifik suatu bahan pakan
dengan berat tertentu. Dengan mengukur LPS maka akan diketahui tingkat
kehalusan yang dimiliki oleh bahan tersebut. Hal ini sama dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Sutardi, et.al (2003) bahwa bahan pakan memiliki
tingkat kehalusan dan ukuran komposisi. LPS juga dapat bermanfaat dalam
pengefisenan bahan pakan, seperti yang diungkapkan oleh Jaelani (2007)
bahwa efisien suatu proses penganganan, pengolahan dan penyimpanan dalam
bahan pakan tidak hanya butuh nilai gizi dan unsur kimianya saja, melainkan
juga sifat fisik.
IV.2.4
Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami
Silase adalah awetan hijauan yang difermentasi. Sesuai dengan pendapat
Rukmana (2005) yang mengemukakan bahwa silase dapat didefinisikan
sebagai hijauan pakan segar yang disimpan dalam satu tempat yang kedap
udara (anaerob). Sedangkan menurut Nevy (2008) Evaluasi
fisik
silase
dilakukan saat botol dibuka seperti warna, aroma, tekstur dan pH.
Pengukuran pH sebelum dan sesudah proses pengawetan menggunakan pH
meter (elektroda). Jika silase memiliki warna yang terang yakni dari coklat
hingga coklat kemerahan. Hal ini mengindikasikan bahwa penguraian
hijauan pakan oleh mikroba anaerobik berlangsung optimal. Jika silase
berwarna coklat muda mengindikasikan bahwa penguraian dalam proses
pengawetan oleh mikroba anaerobik tidak optimal karena keterbatasan
unsur nutrien pada bahan silase (Munier, 2011). Bau harum keasaman seperti
bau tape merupakan ciri khas silase yang baik. Bau silase berasal dari asam
yang dihasilkan selama ensilase (Lado, 2007).
32
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan dan
leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase.
Menurut Aak (1985) pembuatan silase hanya memiliki dua prinsip yaitu;
Keadaan hampa udara
Prinsip ini dapat dilaksanakan dengan penyimpanan hijauan makanan
ternak yang dilakukan di didalam tempat yang tertutup rapat dan dengan
penimbunan hijauan yang dipadatkan.
Suasana asam
Untuk mencegah adanya organisme di dalam penyimpanan yang tidak
dikehendaki, karena organisme tersebut bisa mengakibatkan terjadinya
pembusukan yakni pembentukan asam butirat yang tidak dikehendaki maka
dapat diusahakan dengan penurunan pH di dalam silo secepat mungkin.
Sedangkan menurut Nevy (2008) prinsip utama pembuatan silase adalah
menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman, mengubah
karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap uadara,
menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk, dan mempercepat atau
keadaan hampa udara (anaerob).
Hijauan yang digunkan untuk pembuatan silase pada saat praktikum
yaitu rumput gajah. Sebelum diproses menjadi silase, rumput gajah terlebih
dahulu mengalami pencacahan dan pengeringan. Proses pengeringan ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada dalam rumput gajah tersebut.
Sebab, tingginya kadar air pada bahan pakan akan menyebabkan adanya proses
pemanasan didalam silo sehingga menyebabkan silase beraroma sangat asam.
Hal ini juga diungkapkan oleh Brotonegoro (1978), pembuatan silase pada
hijauan harus mengandung kadar air sekitar 60% hingga 75%. Bila kadar air
tersebut melebihi ketentuan tersebut akan menghasilkan silase yang terlalu
asam sehingga kurang disukai ternak.
Amoniasi jerami merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai
nutrisi yang ada pada jerami. Spserti yang dikatakan oleh Marjuki (2010)
bahwa, perlakuan urea amoniasi pada jerami padi bertujuan untuk
meningkatkan nilai nutrisi jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia
yang meliputi peningkatan kandungan protein, konsumsi dan daya cerna
33
sehingga dapat lebih efisien dimanfaatkan oleh ternak
dan dapat memasok
zat makanan khususnya energi lebih banyak pada ternak.
IV.2.5
Pembuatan Wafer
Wafer merupakan salah satu bentuk pakan yang berisi nutrisi yang
lengkap. Menurut Noviagama (2002), wafer ransum komplit adalah suatu
produk pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan sumber serat yaitu
hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan
nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan
tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu selama waktu tertentu.
Pada pembuatan wafer saat praktikum memiliki formulasi tertentu.
Formulasi tersebut terdiri atas konsentrat 300 gram dan silase hijauan 200
gram. Tujuan dari pembuatan wafer ini yaitu untuk memudahkan dalam
distribusi pakan kepada ternak maupun saat pengangkutan pakan, mengurangi
kadar air yang terkandung didalam bahan pakan, dan meningkatkan
palatabilitas.
Wafer yang dibuat pada saat praktikum memiliki tekstur yang kompak
dan sangat mudah hancur. Menurut Yuliana (2008), ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan saat pembuatan pakan yang berbentuk wafer. Hal-hal
tersebut diantaranya adalah:Kadar air, kadar air yang ada dalam bahan pakan
sangat berpengaruh terhadap kandungan nutrisi yang ada didalamnya.
Semakin tinggi kadar air bahan pakan, maka kandungan nutrien yang
ada didalamnya semakin berbanding terbalik. Selain berpengaruh terhadap
kandungan nutrisi yang ada dilamnya, kadar air juga berpengaruh dalam daya
simpan suatu bahan pakan. Nurhidayah (2005) menyatakan bahwa, toleransi
maksimal kadar air untuk bahan pakan pembuatan wafer sebanyak 14%.
ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
Oleh :
MOHAMAD ZAKI NUFUS
D0A0130069
KELOMPOK 8
LABORATORIUM BAHAN MAKANAN TERNAK
PROGRAM STUDI DIII PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ILMU BAHAN MAKANAN TERNAK
Oleh
MOHAMAD ZAKI NUFUS
D0A013069
Kelompok 8
Diterima dan disetujui
Pada tanggal:………………………
Koordinator Asisten
Asisten Pendamping
Akyas Manjaniq
D1E011216
Akyas Manjaniq
D1E011216
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR................................................................................................i
DAFTAR TABEL.....................................................................................................i
I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
1.3 Manfaat..............................................................................................................2
II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 Nomenklatur Pakan Hijauan Dan Konsentert....................................................3
2.2 Pembuatan Silase Dan Jerami Amoniasi............................................................4
2.3 Pembuatan Tepung Hiajuan...............................................................................4
2.4 Evaluasi Silase Dan Jerami Amoniasi................................................................5
III METODE DAN CARA KERJA.........................................................................6
3.1 Metode...............................................................................................................6
3.1.1 Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan dan Pengenalan Alat.............................6
3.1.2 Pembuatan Silase Dan Amoniasi....................................................................6
3.1.3 Pembuatan Tepung Hijauan............................................................................6
3.2 Cara Kerja..........................................................................................................7
IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................10
4.1 Hasil.................................................................................................................10
4.2 Pembahasan......................................................................................................25
V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................37
5.1 KESIMPULAN................................................................................................37
5.2SARAN.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................38
LAMPIRAN...........................................................................................................41
2
DAFTAR GAMBAR
Jerami amoniasi......................................................................................................25
Silase rumput..........................................................................................................25
DAFTAR TABEL
Pengamatan Jerami Amoniasi................................................................................27
Pengamatan Silase Hijauan....................................................................................27
Uji Pengamatan Pelet.............................................................................................28
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Alam telah memberikan beragam bahan pakan baik yang konvensional
maupun yang baru dari hasil olahan industri pakan ataupun pangan. Dari berbagai
bahan pakan yang ada agar bahan pakan tersebut tidak dikembari oleh bahan
pakan yang lain untuk itu dilakukan pemberian nama bahan pakan ( nomenklature
) baik hijauan ataupun lainnya. Kesulitan dalam mengidentifikasi dengan cara
pemberian nama kepada setiap bahan makanan dan memberi kepastian bagi
standardisasi internasional dalam menentukan bahan makanan.
Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang
identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan
atas enam segi atau faset, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses
yang dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia
merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang
melimpah dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak.
Metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas pakan adalah uji fisik,
kimia, maupun uji mikroskopis. Secara umum sifat fisik bahan tergantung dari
jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada 6 sifat fisik bahan yang
penting yaitu berat jenis, sudut tumpukan, daya ambang, luas permukaan spesifik,
kerapatan tumpukan, dan kerapatan pemadatan tumpukan. Untuk mengetahui sifat
fisik suatu bahan maka perlu dilakukan uji fisik pada bahan tertentu. Sehingga,
mempermudah penanganan, dalam pengangkutan, mempermudah pengolahan,
menjaga hemoginitas dan stabilitas saat pencampuran.
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa
dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat
keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi
dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh
bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama
penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah
oksidasi vitamin. Lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1)
meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi
tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan
penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan
mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah "de-mixing" yaitu peruraian
kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan
kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan
pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.
I.2 Tujuan
Tujuan dari seluruh rangkaian acara praktikum ilmu bahan pakan adalah
sebagai berikut:
a. Praktikan dapat mengetahui dan memahami aturan pemberian nama bahan
pakan
b. Praktikan dapat mengetahui dan memahami fungsi dan kegunaan peralatan
laboratorium ilmu bahan pakan
c. Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan silase serta
evaluasinya
d. Praktikan dapat mengetahui cara pembuatan tepung hijauan dan konsentrat
e. Praktikan dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan jerami amoniasi
serta evaluasinya
f. Praktikan dapat mengetahui cara pembuatan pelet dan evaluasinya.
I.3 Manfaat
a. Manfaat dari praktikum kali ini adalah agar praktikan dapat memanfaatkan
tanaman dan limbah pertanian disekitar sebagai bahan pakan ternak.
b. Mengetahui sudut tumpukan pada setiap bahan pakan.
c. Mengetahui berat jenis pada setiap bahan pakan.
d. Mengetahui daya ambang pada setiap bahan pakan
e. Mengetahui luas permukaan spesifik pada setiap bahan pakan yang
sebanding dengan berat bahan pakan tersebut.
2
II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Nomenklatur Pakan Hijauan Dan Konsentert
Bahan makanan ternak adalah suatu bahan yang dapat dimakan oleh hewan
yang mengandung energi dan zat gizi (atau keduanya) didalam makan tersebut
(Hartadi, 1990). Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap yaitu
segala sesuatu yang dapat dimakan hewan (ternak) yang mengandung unsur gizi
dan atau energi, yang tercerna sebagian atau seluruhnya dengan tanpa
mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Rahardjo, 2002).
Menurut Tillman (1993) umumnya makanan ternak mengandung sebagian
serat kasar misalnya hijauan kering yang dicerna lebih lambat dan lebih sedikit
dibandingkan dengan biji-bijian. Oleh karena itu, bahan makanan tersebut
digolongkan menjadi hijauan kasar. Bahan pakan ternak terdiri dari hijauan dan
konsentrat, serta dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu bahan
pakan konvensional dan bahan pakan inkonvensional. Bahan pakan konvensional
adalah bahan pakan yang lazim digunakan sebagai bahan pakan ternak, seperti
hijauan, leguminosa, butiran, dan feed additive. Sedangkan bahan pakan
inkonvensional adalah bahan pakan yang tidak lazim diberikan pada ternak,
seperti limbah industri kue dan roti, bulu, darah, dan kulit nanas.
Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tatanama bahan
pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiap bahan pakan.
Setiap pemberian tatanama bahan pakan atas enam faset. Cara pokok dalam
perlakuan umum yang sering dijumpai dalam laboratorium agar memperoleh hasil
analisa yang benar, antara lain dilakukan pengenalan mengenai alat-alat
laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji, 1997).
Nomenklatur merupakan proses pemberian nama atau penamaan suatu
bahan pakan baik hijauan maupun lainna berdasarkan ciri – ciri asal, bagian yang
merupakan karakteristik bahan pakan tersebut. Tujuan dari nomenklatur adalah
untuk mempermudah dalam penggunaan bahan pakan dan membedakan antara
bahan pakan yang satu dengan yang lain (Sutardi, 2003)
II.2
Pembuatan Silase Dan Jerami Amoniasi
Saat pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama: hijauan
yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol
jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Kedua : penambahan zat aditif
untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak
(manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan
kadar protein atau karbohidrat pada material pakan.
Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga : kadar air yang tinggi berpengaruh dalam
pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan
akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air
yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai
resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Murni,2008) .
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan
dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga
sampel sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel
makanan ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel
makanan disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989).
II.3
Pembuatan Tepung Hiajuan
Hijauan umumnya terdiri dari dari berbagai jenis rumput liar, limbah dan
hasil ikutan pertanian, rumput jenis unggul yang dibudidayakan dan berbagai jenis
leguminosa. Hijauan tersebut merupakan bahan pakan yang kandungan serat
kasarnya relatif tinggi. Pakan hijauan yang sudah tua mengandung serat kasar
yang tinggi. Hal ini menunjukkan hijauan yang tua tersebut kurang bermutu.
Hijauan yang bermutu baik adalah yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Kandungan protein leguminosa lebih dari 20%, sedangkan rumput kurang dari
10%. Oleh karena itu, kombinasi keduanya merupakan bahan pakan yang bermutu
(Parakkasi,1999).
Hijauan segar ialah makanan yang berasal dari hijauan yang diberikan
dalam bentuk segar. Termasuk hijauan segar ialah rumput segar, leguminosa segar
4
dan silage. Hijauan kering ialah makanan yang berasal dari hijauan yang sengaja
dikeringkan (hay) ataupun jerami kering (AAK, 1983)
II.4
Evaluasi Silase Dan Jerami Amoniasi
Saat pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama: hijauan
yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol
jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Kedua : penambahan zat aditif
untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak
(manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan
kadar protein atau karbohidrat pada material pakan.
Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga : kadar air yang tinggi berpengaruh dalam
pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan
akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air
yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai
resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Murni,2008)
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan
dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga
sampel sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel
makanan ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel
makanan disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989).
Dari sampel bahan kering tadi lalu diekstraksi dengan dietil eter selama
beberapa jam, maka bahan yang didapat adalah lemak, dan eter akan menguap.
Setelah fase kedua dilalui, selanjutnya sampel dianalisis dengan alat Kjedahl.
Analisis ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan.
Analisis ini dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (protein kasar = N
%x6,25) (Hartadi, 1989). Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring,
dipakai untuk mendapatkan serat kasar. Endapan yang didapat ditambah 1,25%
larutan NaOH dan dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan dicuci,
dikeringkan dan ditimbang. Bagian ketiga dari sampel bahan kering ditambang
dan dibakar dengan krusibel dalam suhu 600oC selama beberapa jam (Tilman,
1989)
5
III METODE DAN CARA KERJA
III.1Metode
III.1.1 Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
III.1.1.1. Nomenklatur Hijauan
Bahan-bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah sataria
ancep, sataria lampung, rumput benggala,
jerami padi, rumput raja, jerami
jagung, daun pepaya, daun pisang, daun singkong, daun gamal, daun lamtoro,
kaliandra, daun waru, daun dadap, daun rami, rumput gajah.
III.1.1.2.
Nomenklatur Konsnetrat
Bahan – bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah milet,
dedak, tepung jagung, onggok, pollard, tepung limbah soun, CGM, CGF, tepung
ikan, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung udang, tepung kapur, tepung
cangkang udang, tepung kepala udang, tepung cangkang telur, urea, vitachicks,
mollases
III.1.1.3.
Penngenalan Alat
Alat - alat yang digunakan pada pengenalan adalah Backer glass, Glass
ukur, Erlenmeyer, Cawan porselin, Filler, Pipet seukuran, Pengaduk, SkapulaLabu
didih dan shocklet, Labu kjedhal, Corong, labu seukuran, Tabung reaksi, Rak
tabung reaksi, Cawan petri, Statif,Inkubator, Oven, Waterbath, Condensor,
Desikator, Hot plat, Autoclaf, Bombcalorimeter, Ohous, Destruktor, Pipet tetes,
Seperangkat alat destilasi, Pompa fakum,SWB ( sektor waterbath ).
III.1.2 Pembuatan Silase Dan Amoniasi
Alat yang digunakan untuk membuat silase dan amoniasi adalah pisau,
gunting, baskom, timbangan, toples, kantong plastik, lakban, tali rafia, label, alat
tulis. Bahan yang digunakan dalam pembuatan silase dan amoniasi adalah rumput
gajah, jerami padi, urea, dedak, mollases
III.1.3 Pembuatan Tepung Hijauan
Alat yang digunakan pada waktu praktikum pembuatan tepung hijauan
adalah penggilingan dan timbangan,dan bahannya menggunakan jerami padi dan
rumput alam
6
III.1.4 Evaluasi Silase Dan Jerami Amoniasi
Alat yang digunakan untuk membuat pellt adalah penggilingan,
timbangan, pemotong pellet dan menggunakan bahan tepung rumput alam, tepung
jerami padi, tepung tulang ikan, tepung tulang sapi.
III.1.5 Pembuatan Pellet dan Complite Feed Blok
Alat yang digunakan dalam evaluasi hasil silase dan amoniati adalah
penggiling,hardness sedangkan bahan yang digunakan adalah silase hijauan,
jerami amoniasi dan pellet.
III.2Cara Kerja
III.2.1
.Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
III.2.1.1.
Nomenklatur Hijauan
Hijauan disediakan/dipersiapkan
Hijauan disediakan/dipersiapkan
Hijauan digolongkan menurut jenisnya rumput, rambanan, dan limbah pertanian.
Catat asal mula, bagian ,proses, tingkat kedewasaan, defoliasi, sumber, grade.
Bahan pakan diambil fotonya.
III.2.1.2.
Nomenklatur Konsentrat
Konsentrat disediakan
Ditulis nama ilmiah(asal mula), bagian, proses, grade, sumber.
Bahan pakan diambil fotonya
III.2.1.3.
Penegnalan Alat
Alat – alat laboratorim disiapkan.
Alat – alat diamati dan ditulis fungsinya.
Alat – alat diambil f Alat – alat diambil.
III.2.2
Pembuatan Silase Dan Amoniasi
7
III.2.2.1.
Pembuatan Silase
Rumput gajah dikeringkan
Siapkan gunting/pisau dan toples
Potong rumput gajah
Masukkan kedalam toples sampai beratnya 125gr
Tutup toples dan harus kedap udara
Ditimbang dan Di campur dengan 1% mollases dan 4% dedak
Ditutup dan harus kedap udara
III.2.2.2.
Pembuatan Jerami Amoniasi
Jerami dikeringkan.
Siapkan gunting/Pisau dan siapkan karung plastik.
Potong jerami dan Timbang jerami sampai beratnya 357gr.
Percikkan/campur dengan 4% urea sampai merata dan air urea harus habis.
Masukkan jerami yang sudah dicampur urea kedalam kantong plastik
Tali kantong plastik yang sudah berisi jerami dengan tali pengikat.
Dalam mengikaat harus kedap dengan udara.
III.2.3
Evaluasi Hasi Amoniasi Jerami, Silase dan Pellet
III.2.3.1.
Pengamatan Secara Fisik
Siapkan sampel bahan pakan
Amati secara makroskopis seperti bau, warna, rasa, dan perabaan
Mencatat hasil dan ambil gambar/foto
III.2.3.2.
Pengamatan menggunakan mikroskop
Siapkan sampel bahan pakan
Amati dengan menggunakan mikroskop
Mencatat hasil.
8
III.2.3.3.
Pengamatan Secara Kimiawi
Siapkan sampel bahan pakan
Amati menggunakan analisis proksimat
Mencatat hasil.
III.2.4
Pembuatan Tepung Hijauan
siapkan daun lamtoro/daun bunga sepatu
dikeringkan dengan cahaya matahari selama 3-4 jam
ditimbang ulang
dikeringkan dengan oven selama ±24 jam
ditimbang ulang
digiling dengan mesin penggiling hingga bobot tepung 1 kg
rumus-rumus :
BK air dry=
A−B
× 100
A
BK Oven dry=
A−C
×100
A
Kadar air=100 −BK
III.2.5
Pembuatan Pellet
Siapkan alat dan formulasi bahan yang akan dibuat(giling halus).
Timbang bahan pakan sesuai formula dan campurkan secara merata.
Steam campuran pakan sampai gel keluar.
Masukan campuran bahan dalam alat pellet.
Potong pellet sesuai ukuran yang dikehendaki.
Keringkan pellet. Masukan pellet dalam wadah.
9
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1
Hasil
IV.1.1
Nomenklatur Pengenalan Alat, Konsentrat dan Hijauan
IV.1.1.1. Pengenalan Alat Alat Laboratorium
N
Nama
Fungsi
o
1
Alat
Backer
Mencampur larutan
Gambar
glass
2
Glass ukur
3
Erlenmeyer Menaruh/mencampur larutan
4
Cawan
Mengukur larutan
Menaruh sampel untuk dioven
porselin
5
Filler
Penyedot larutan
6
Pipet
Mengambil larutan
seukuran
7
Pengaduk
Untuk mengaduk campuran
8
Skapula
Untuk mengaduk dan mengambil sampel
10
9
Ladu didih
Untuk uji lemak
10
Shocklet
Untuk uji lemak
11
Labu
Menguji energi bruto
kjendhal
12
Corong
Mengalir larutan
13
Labu
Untuk mengukur larutan
14
seukuran
Tabung
Untuk mencampur larutan
reaksi
15
Rak tabung
Untuk menaruh tabung reaksi
reaksi
16
Cawan
Untuk menaruh sampel
petri
17
Pipet tetes
Untuk meneteskan larutan
18
Statif
Untuk menitrasi
19
Inkubator
Fermentasi dan pengembangbiakan media
11
21
Oven
Untuk mengeringkan sampel/alat
21
Waterbath
Pemanas
22
23
Condensor
Desikator
Pendingin/menangkap uap air
Menstabilkan suhu selama 15-20 menit
24
Hot plat
Untuk pemanas sampel
25
Autoclaf
Untuk seterilisasi alat
26
Bom
Menghitung energi bruto
calorimeter
27
Ohous
Untuk menimbang sampel
28
Destruktor
Uji protein kasar
29
Seperangka Memisahkan larutan berdasarkan titik didih
t alat
30
destilasi
Taanur
mengabukan pada suhu 6000C
12
31
Pompa
Mempercepat penyaringan sampel
32
fakum
SWB
Menyedot dan mengeluarkan
( shaker
waterbath )
Penjepit
33
IV.1.1.2.
Menjepit sampel/alat
Pengenalan Konsentrat
N
NAMA
ASAL
O
BAHAN
MULA
1
2
Milet
Dedak
Penisetum
gcaucau
Oryza
sativa
BAGIAN
Biji
PROSES
SUMBE
E
SK : 11
R
Dikeringka
– 15 %
n
PK :
Sisa
Kulit
GRAD
pengilingan
padi
GAMBAR
Energi
10,6 %
SK : 8,4
%
PK : 6
Energi
%
SK : 17
3
Tepung
jagung
Zea Mays
Biji
Dikering
- 20 %
giling
PK : 11
Energi
- 30 %
13
4
5
Onggok
Pollard
Tepung
6
Limbah
soun
Maniha
utilisi Ma
Triticum
saticum
Sisa
Umbi
tapioka
( Cron
Kulit
Gluten
Biji
saticum
gandum
Biji tanpa
lembaga
Meal )
CGF
8
( Cron
Gluten
Zea mays
Feed )
9
10
11
12
Tepung
Ikan
Fish meal
Bungkil
Cocos nuci
Kelapa
fera
Bungkil
Kedelai
Glicenimax
Tepung
Ciiescacea
Udang
e sp
PK : 3 –
Energi
4 %
pengilingan
gandum
Triticum
Zea mays
– 16 %
Sisa
CGM
7
pembuatan
SK : 14
Sisa
pengolahan
limbah soun
Sisa
pengolahan
bioetang
Biji
Sisa
dengan
pengolahan
lembaga
bioethanol
Seluruh
Dikeringka
Bagian
n
ikan
Di cincang
Daging
Sisa
buah
Pengolahan
kelapa
minyak
SK : 10
– 20 %
PK : <
18 %
SK : 4,5
%
PK : 42
Protein
%
SK : 5,7
%
PK : 49
Protein
%
SK : 9
%
PK : 49
Protein
%
SK : 12
%
PK : 20
Protein
%
Sisa
SK :
pengolahan
5,36 %
minyak
PK :
Seluruh
kedelai
Dikeringka
44,95 %
SK : -%
bagian
n
PK : 60
udang
digiling
%
Biji
Energi
Protein
Protein
14
SK :
0,95 %
PK :
13
Tepung
Kapur
CaCO3
Batu
Kering,
12,7%
Kapur
Giling
Ca : 40
Mineral
%
P : 42
Tepung
14
Cangkang
udang
Tepung
15
kepala
udang
%
SK :
Ciustaceae
Cangkan
Kering,
17,16 %
sp
g Udang
Giling
PK :
43,40 %
SK :
Ciustaceae
Kepala
Kering,
11,4 %
sp
udang
Giling
PK : 16
Urea
Urea
-
-
17
Vitachieks
-
-
-
Cangkan
Kering,
g telur
Giling
Tepung
cangkang
Gallur sp
telur
19
Molases
IV.1.1.3.
N
Nama
o
Bahan
Mineral
%
16
18
Mineral
Succharum
Batang
oficinae
tebu
SK : -%
Feed
PK :- %
aditif
SK :- %
PK : -%
Sisa
pengolahan
gula
Vitamin
SK :- %
PK : 7,6
Mineral
%
SK : 3,9
%
PK : 0,4
Energi
%
Pengenalan Hijauan
Asal Mula
Bagia
Pro
n
ses
Tingkat
Kedewasaa
n
Defollas
Sumbe
Grad
i
r
e
15
Gambar
SK :
Seg
Satari
1
a
ancep
Sateria
spacelata
14 –
ar,
Aerial
dila
Dewasa
yuk
35 – 40
hari
Energi
2
Sateria
lampu
spianoida
Aerial
35 – 40
hari
Energi
Panicum
bengg
Maximum
dila
Dewasa
yuk
35 – 40
hari
10 –
Energi
8%
SK :
Am
Aerial
onia
Dewasa
si
60 – 90
hari
Energi
5
ut
Gajah
Panicum
parpureum
ar /
Aerial
dila
Dewasa
yuk
40 – 60
hari
Energi
ut
Raja
Panicum
8%
SK :
purpureide
17 –
ar /
Aerial
dila
Dewasa
yuk
40 – 60
hari
Energi
Jeram
PK :
Dewasa
90 hari
Energi
14 %
SK :
Daun
Seg
i
dan
ar /
> 18
jagun
batang
dila
%
yuk
PK :
an
< 18
g
Zea mays
22 %
12 –
an
7
12 %
PK :
Seg
6
PK :
10 -
an
Rump
3,8 %
3,3 %
SK :
Seg
Rump
12 %
PK :
an
Oriza satifa
PK :
19 %
SK :
ar ,
Aerial
12 %
17 –
Seg
ut
i padi
Dewasa
an
ala
4
dila
yuk
Rump
Jeram
7–
ar,
ng
3
19 %
SK :
Seg
a
PK :
17 –
an
Satari
19 %
16
%
SK :
Daun
8
papay
9–
Dila
Musa papaya
Daun
a
yuk
Dewasa
-
Energi
an
9
Pisan
g
Musa
%
SK :
parasidiaca
9–
ar /
Daun
dila
Dewasa
12 %
-
PK :
yuk
3–4
an
Daun
10
11
singk
Daun
yuk
ong
an
Daun
Dila
Gama
%
SK :
Dila
Manikot utiliti
Glirisidu
Daun
l
yuk
PK :
3-4
Seg
Daun
12 %
Dewasa
-
Energi
1,0 %
PK :
1,6 %
SK :
8–
Dewasa
-
Protein
an
10 %
PK :
> 20
%
SK :
Daun
12
lamto
ro
Daun
Leucaena
dan
glauca
rantin
g
11,5
Dila
yuk
Dewasa
-
Protein
an
%
PK :
20,5
%
SK :
Daun
13
Kalia
ndra
Calorpisus
dan
rantin
g
9,87
Dila
yuk
an
Dewasa
-
Protein
%
PK :
22,4
%
17
SK :
14
Daun
Hispicks
Waru
eriliaceks
Daun
15
Dada
p
16
17
Dila
Daun
critririua
dan
litorpeimas
rantin
g
Behmerianifo
Rami
u
Daun
Morue
murbe
indicaoc
Dewasa
-
Energi
an
Daun
Daun
yuk
16 –
Daun
17 %
PK :
5%
SK :
Dila
yuk
16 –
Dewasa
-
Energi
17 %
an
PK :
Seg
5%
SK :
ar /
> 18
dila
Dewasa
-
Energi
%
yuk
PK :
an
Seg
48 %
Daun /
ar /
rantin
dila
g
yuk
an
SK :
Dewasa
-
%
PK :
%
18
IV.1.1.4.
IV.1.2
Pengenalan Alat Alat laboratorium
Pembuatan Silase Dan Pembuatan Amoniasi
IV.1.2.1. Pembuatan jerami amoniasi
-
Urea 3 %
-
Berat Jerami 217 gram
-
Urea=
3
x 217 gram=6,51 gram
100
Gambar 1 jerami amoniasi
IV.1.2.2. Pembuatan Silase
-
Dedak 5%
-
Berat rumput gajah 945 gram
-
Dedak =
45
x 945 gram=47,25 gram
100
Gambar 2silase rumput
IV.1.3
Luas permukaan Spesifik dan Daya Ambang
IV.1.3.1. Luas permukaan spesifik
-
LPS Kulit Durian =
luas 73
= =73 m2 /gram
berat 1
-
LPS Daun waru i =
Luas 37
= =37 m2 / gram
berat 1
IV.1.3.2. Daya Apung
-
Ketinggian 1 meter
-
Kulit durian 1 menit 32 detik
19
-
Daun Waru 1 menit 44 detik
Jarak
1
=
=0,69 m/dt
Daya ambang waru =
waktu 1.44
Jarak
1
=
=1,75 m/dt
Daya ambang durian =
waktu 1,32
IV.1.3.3. Uji Sudut Tumpuk
a.
Durian
-
b.
T = 8,9 D = 4
2. t 2 x 8,5
=
=0,847
Tan a =
d
21
Waru
-
T = 18 D = 22
-
Tan a =
2. t 2 x 10
=
=0,90
d
22
IV.1.3.4. Berat Jenis
-
Diketahui :
Berat glass ukur kosong 127 gram
Berat setelah di isi T. Daun waru 145 gram
Berat gelas ukur kosong 127 gram
Berat setelah di isi T.Kulit durian 151 gram
Jawab :
a. Tepung rumput alam ¿
¿
145−127
=0,18 gr /ml
100
b. Tepung rumput alam ¿
¿
Berat isi−Berat kosong
100
Berat isi−Berat kosong
100
151−127
=0,24 gr /ml
100
20
IV.1.4
Pembuatan Compled Feed Blok atau Pellet
Tabel 1.Pembuatan complate feed blok
No
Bahan Pakan
Jumlah
Kandungan nutrien
1
Kulit kacang
300 gram
Protein(Pk; 32,4 %)
2
Limbah sayur
200 gram
-
3
Soun
100 gram
Energi (Pk;37,5 %)
4
Ampas kecap
150 gram
-
5
Cangkang
telur itik
25 gram
Mineral(Kh;7,6%,Ca;36%)
6
Molases
25 gram
Energi
(abu;4,9%,Lk;16,6%,Sk:60%,BETN
; 26,1%, Pk ;32 %)
IV.1.5
Evaluasi Hasil Silase, Amoniasi Jerami dan Pembuatan wafer
IV.1.5.1. Hasil Pengamatan Silase dan Amoniasi
Tabel 2 Pengamatan Jerami Amoniasi
Pengamatan
Bau
Warna
Tekstur
PH
Keberadaan Jamur
Hasil
Amonia
Kecoklatan
Alot
7
Ada (sedikit)
Tabel 3 Pengamatan Silase Hijauan
Pengamatan
Bau
Warna
Tekstur
PH
Keberadaan Jamur
Hasil
Asam Segar
Hijau Kecoklatan
Remah
4
Ada (sedikit)
21
22
IV.1.5.2.
Tabel 4 Uji Pengamatan Pelet
Pengamatan
Warna
Tekstur
Hardness
Keberadaan Jamur
Hasil
Abu - abu
Keras
25 IBS
Berjamur
IV.1.5.3. Uji Durabuliti
Pelet Kasar=
IV.1.6
272
x 100 =90,66
300
Pembuatan Wafer
Persentase
Hasil Kelompok (Nilai)
Pengamatan
Bau
1
2
3
4
5
6
3
3
2
3
3
3
7
2
3
BS
3
Warna
3
3
3
2
2
3
Tekstur
2
2
2
3
3
2
TB
TB
S
BS
BS
BS
3
3
3
3
3
3
3
11
11
10
11
11
11
11
pH
Keberadaan
Jamur
Total
Bagian
Bau
Warna
Tekstur
pH
Jamur
–
4%
5%
4%
2%
–
7
Molases
1. 2%
2. 2%
3. 4. 1%
5. 2%
6. 2%
4. 4%
Nilai hasil kelompok
Persentase campuran silase dan jerami
8
amoniasi
yang
diamati
Dedak
Silase
Jerami
Amoniasi
Silase
Jerami
Amoniasi
3
3
Rumput Gajah (965 gr)
Jerami (251 gr)
3
2
Molases 4% (39 gr)
Urea 2% (5 gr)
2
3
6
7
3
3
Bagian
Nilai hasil kelompok
Persentase campuran silase dan jerami
8
amoniasi
yang
diamati
Silase
Total
Jerami
Amoniasi
17
Jerami
Silase
Amoniasi
17
Keterangan Penilaian :
Bau :
Warna :
3 = Asam tapi segar
3 = Hijau alami /
kekuningan
2 = Tidak asam / tidak busuk
2 = Hijau gelap /
kecoklatan
1 = Busuk
1 = Coklat / kehitaman
Tekstur :
Jamur :
3 = Padat
3 = Tidak ada / sedikit
2 = Agak lembek
2 = Cukup
1 = Lembek
1 = Banyak
pH Jerami :
pH Silase :
3 = 7-8 (baik)
3 = 3-4,2 (baik sekali)
2 = 5-6 (sedang)
1 = 4-5 (kurang baik)
2 = 4,2-4,5 (sedang)
1 = 4,5-4,8 (kurang
baik)
23
IV.2 Pembahasan
IV.2.1
Nomenklatur Hijauan, Konsentrat Dan Pengenalan Alat leb
Bahan pakan hijauan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman
dan dapat di makan ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak. Secara garis
besar bahan pakan hijauan di golongkan kedalam lima kelompok bahan pakan
yaitu, gramine (rumput rumputan ), cypceae ( teki tekian ), leguminosa (kacang
kacangan ), browse (ramban) dan limbah pertaniaan. Pada umumnya hijauan
seperti rerumputan dan dedauanan merupakan bahan pakan berserat ( Sutardi,
2012).
Berdasarkan hasil praktikum di peroleh data seperti pengelompokan
bahan pakan yaitu rerumputan, rambanan, kacang kacangan, dan limbah
pertanian. Pada hasil praktium sesuai dengan pendapat sutardi, 2012
mengatakan untuk kelompok graminae atau rumput sebangsa padi di
golongkan kedalam dua golongan yaitu rumput alam dan rumput potong atau
budidaya. Jenis rumput yang tumbuh bersifat heterogen, misalnya rumput teki.
Rumput alam merupakan salah satu hijauan pakan yang banyak di gunakan
sebagai pakan ternak ruminansisa.
Ketersediaan dan kandungan nutrisi sanagt dipengharui jenis. Ternak
dimana produksinya berlimpah dengan kualitas baik yaitu 7,8 % protein kasar
pada musim hujan, ke kemarau akan menurun drastis menjadi snagat rendah.
(rahadjo,2002). Sedangkan sesuai penjelasan dari asisten padasaat praktikum
berlangsung, hiajuan yang baik merupakan sumber protein asam amino
esensial, terutama leguminosa yang kaya akan protein zat zat meineral
terutama kalsium pada kacang kacangan. Zat zat vitamin seperti karoten, atau
vitamin D. Hiajuan dapat mengandung factor faktor repoduksi yan penting
untuk memperbaiki fertilisasi ( praickasi, 1983).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bahan pakan konsentrat yang
digunakan sebagai sumbere energy yaitu millet, dedak , tepung jagung,
onggok, pollard, dan tepung limbah soun. Menurut nugroho (2001)
mengatakan bahwa onsentrat sebagai bahan energy adalah semua nahan pakan
yang mengadung PK kurang dari 20 % bahan pakan tersebut banyak
mengadung karbohidrat/ gula yang dapat digunakan sebagai sumber energy.
24
Pertumbuhan ternak bisa dicapai dengan limbah industry pertanian,
termassuk dari proses pengolahan produ perkebunan ( Guntoro, 2008).
Berdasarkan hasil praktikum yang terletak dilakukan kandungan gizi dalam
konsentrat di bagi menjadi tiga yaitu konsentrat sebagai sumber energy, protein
dan ransum yang digunakan sebaiknya di tambahkan 1 % suplementasi 0,83
ml/ kg probiotik.
Penggunaan alat-alat laboratorium antara lain sebagai alat penimbangan,
pengukuran volume cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran dan
pengabuan serta penyaringan. Menurut Hartati (2002), Penimbangan
menggunakan timbangan, penyaringan menggunakan kertas saring, dan
corong, pengaturan volume cairan menggunakan gelas ukur, pipet ukur, pipet
volume, labu ukur dan buret. Pemijaran menggunakan tanur dan cara sederhana
pengeringan menggunakan oven.
Pemeliharaan bukan berarti alat disimpan dengan baik sehingga alatnya
selalu utuh, akan tetapi alat tetap dipergunakan dan agar tahan lama, tentunya
perlu dilakukan perawatan sehingga alat-alat tersebut tahan lama/awet. Jadi
yang dimaksud dengan pemeliharaan/perawatan alat-alat adalah:
1. Menyimpan pada tempat yang aman
2. Perawatan termasuk menjaga kebersihan
3. Penyusunan, penyimpanan alat-alat yang berbentuk set
IV.2.2
Pembuatan Jerami Amoniasi dan Silase Hijauan
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat
dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan
lain-lain, dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan
dalam suatu tempat yang kedap udara. Dalam tempat tersebut, bakteri anaerob
akan menggunakan gula pada bah an material dan akan terjadi proses
fermentasi dengan memproduksi asam-asam lemak terbang terutama asam
laktat dan sedikit asam asetat, propionat, dan butirat (Salim dkk., 2002).
Selama ensilase, sebagian protein bahan akan mengalami fermentasi
menjadi asam-asam amino, non protein nitrogen, dan amonia (Hernaman
dkk., 2007).
Pembuatan silase hijauan bertujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi
hijauan. Seperti yang diungkapkan oleh Salim (2002) bahwa, kurangnya
25
ketersediaan hijauan dan rendahnya kualitas jerami padi melatarbelakangi
peningkatan ketersediaan dan kualitas dengan cara pembuatan silase dan
amoniasi jerami. Silase
adalah
pakan
yang
telah
diawetkan
yang
diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari
industri pertanian dan lain-lain, dengan kandungan air pada tingkat
tertentu yang disimpan dalam suatu tempat yang kedap udara.
Hijauan yang digunkan untuk pembuatan silase pada saat praktikum yaitu
rumput gajah. Sebelum diproses menjadi silase, rumput gajah terlebih dahulu
mengalami pencacahan dan pengeringan. Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air yang ada dalam rumput gajah tersebut. Sebab,
tingginya kadar air pada bahan pakan akan menyebabkan adanya proses
pemanasan didalam silo sehingga menyebabkan silase beraroma sangat asam.
Hal ini juga diungkapkan oleh Brotonegoro (1978), pembuatan silase pada
hijauan harus mengandung kadar air sekitar 60% hingga 75%. Bila kadar air
tersebut melebihi ketentuan tersebut akan menghasilkan silase yang terlalu
asam sehingga kurang disukai ternak.
Ciri-ciri amoniasi yang baik yaitu memiliki bau yang khas amonia,
berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal, tekstur berubah menjadi lebih
lunak dan kering. Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya,
tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan
sekitar 8 (Sumarsih, 2003). Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya
relative mahal, selain harganya relatif mahal juga memerlukan tangki khusus
yang tahan tekanan tinggi minimum (minimum 10 bar). Amoniasi mempunyai
beberapa keuntungan antara lain sederhana cara pengerjaannya dan tidak
berbahaya, lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH, cukup
efektif untuk menghilangkan aflatoksin khususnya pada jerami, meningkatkan
kandungan protein kasar dan tidak menimbulkan polusi dalam tanah (Siregar,
1996).
Fungsi urea pada proses pembuatan fermentasi adalah sebagai pensuplai
NH3, ini digunakan sebagai sumber energi bagi mikrobia dalam poses
fermentasi, sehingga fungsi urea ialah tidak sebagai penambah nutrisi pakan
26
melainkan berfungsi sebagai katalisator dalam proses fermentasi (Zaman dan
Sutrisno, 2010).
IV.2.3
Pembuatan Tepung Hijauan dan konsentrat
Pertumbuhan ternak akan relatif lambat jika peternak hanya mengandalkan
pemberian hijauan. Optimalisasi pertumbuhan ternak bisa dicapai dengan
pemberian konsentrat yang bisa diperoleh dari limbah industri pertanian,
termasuk dari proses pengolahan produk perkebunan (Guntoro, 2008).
Berdasarkan kandungan gizinya, konsentrat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu, konsentrat sebagai sumber energi, protein dan mineral.
Konsentrat sebagai bahan energi adalah semua bahan pakan yang
mengandung PK kurang dari 20%. Bahan pakan tersebut banyak mengandung
karbohidrat/pati/gula yang dapat digunakan sebagai sumber energi hewan
monogastrik. Terdapat empat kelompok bahan pakan yang termasuk sumber
energi yaitu : cereal grain, milling by product, special product, buah-buahan
dan produk lainnya ( Sutardi, 2012 ).
Bagi ternak ruminansia, konsentrat termasuk pakan tambahan yang
berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan atau produksi. Sementara itu bagi
ternak monogastrik, konsentrat merupakan pakan utama. Semua cerelia
mengandung karbohidrat yang tinggi kecuali gabah. Kandungan lemak cerelia
bervariasi antara 3-8 %. Lemaknya mengandung asam lemak palmitat ( jenuh ),
asam oleat dan linoleat. Kandungan mineral Ca sebesar 0,03 % dan P sebesar
0,3 %.
Bahan pakan sumber energi dari jenis konsentrat sebagian besar
terdapat dalam bahan pakan asal tumbuh-tumbuhan atau nabati dengan
limbahnya, di antaranya jagung kuning, sorghum, pollard, millet, bekatul,
onggok, dan gandum. Bahan pakan sumber energi asal nabati ini umumnya
mempunyai kandungan serat kasar yang cukup tinggi (Rasyaf, 1994).
Khalil (1999) menjelaskan bahwa daya ambang merupakan waktu yang
dapat ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari suatu ketinggian
tertentu. Menurut Jaelani (2007), jika berat jenis tinggi maka akan
mempengaruhi nilai daya ambang yang tinggi pula. Hal ini berarti apabila
terjadi proses pencurahan bahan dari ketinggian tertentu maka waktu bahan
27
tersebut untuk mencapai dasar akan lebih cepat. Daya ambang yang terlalu
lama akan menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan
waktu yang lebih lama. Bahan pakan berupa tepung hijauan dengan ukuran
partikel halus mempunyai daya ambang sebesar 1,98 m/dt. Sedangkan tepung
hijauan dalam bentuk pelet memiliki daya ambang 10,9 m/dt. Dedak
merupakan jenis pakan yang berbentuk tepung dengan ukuran partikel halus.
Hasil praktikum daya ambang sebesar 0,25 m/dt. Jika dibandingkan dengan
literatur maka hasil praktikum daya ambang dedak lebih kecil. Jika daya
ambang suatu bahan kecil itu artinya bahan pakan tersebut dapat lebih cepat
mencapai dasar pada saat melakukan pencurahan.
Pengukuran sudut tumpukan atau angle of repose adalah dengan cara
menjatuhkan suatu sampel ke corong, kemudian ukur diameter dan tingginya.
Hasil pengukuran sudut tumpukan adalah 37,23° dengan tinggi bahan pakan
7,5 cm dan diameter 19,5 cm. Hal ini sesuai dengan Hartadi (1993), bahwa
pakan berbentuk halus mempunyai sudut tumpukan kurang dari 20, selain itu
besarnya sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, bentuk,
berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan. Ukuran bahan yang lebih
kecil maka akan membentuk sudut tumpukan yang semakin besar. Pakan
berbentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar 20-50°.
Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel
bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan berperan antara lain dalam
menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pada
pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan
dan kerapatan kepadatan tumpukan (Thomson, 1993).
Sudut Tumpukan (Angle of Response)
Nilai sudut tumpukkan pada ransum yang mudah
mengalir
yaitu
pada
kisaran
sudut
tumpukkan
30°-38°.
Ransum bentuk padat memiliki sudut tumpukkan berkisar
antara 20° dan 50°. Besarnya sudut tumpukkan sangat
dipengaruhi oleh ukuran, bentuk dan karakterisktik partikel,
kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukkan. Ukuran
partikel mempengaruhi sudut tumpukkan yaitu semakin kecil
28
ukuran partikel maka semakin tinggi sudut tumpukkannya
(Retnani, 2001).
Sudut
kemampuan
tumpukkan
mengalir
berfungsi
suatu
untuk
bahan
menentukan
efisiensi
pada
pengangkutan secara mekanik. Sudut tumpukkan merupakan
kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam
tumpukkan dimana makin tinggi tumpukkan maka kebebasan
partikel untuk bergerak semakin berkurang. Hasil sudut
tumpukkan adalah sudut yang diperoleh dari tinggi bidang
yang terbentuk dibagi dengan diameternya (Noordiyansyah,
2007).
Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh
ukuran, bentuk dan karakteristik partikel, kandungan, berat
jenis dan kepadatan tumpukan. Ukuran partikel mempengaruhi
sudut tumpukan, yaitu semakin kecil ukuran partikel maka
semakin tinggi sudut tumpukannya (Retnani, et al., 2011).
Praktikum mengenai sudut tumpukan (Angle of Response) diperoleh
hasil sudut tumpukan untuk daun waru 29,680 dan untuk kulit durian 45,570.
Hasil sudut tumpukan diperoleh dari tinggi bidang yang terbentuk dibagi
dengan diameternya. Pengamatan sudut tumpukan dilakukan sebanyak dua kali
dan setelah itu dihitung rata-ratanya. Hal ini sesuai dengan Mujnisa (2008),
bahwa pakan berbentuk halus mempunyai sudut tumpukan kurang dari 20,
selain itu besarnya sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan,
bentuk, berat jenis, kerapatan tumpukan dan kadar air bahan.. Ketinggian
tumpukan bahan harus selalu berada dibawah corong.
Berat Jenis (Dersity)
Menghitung berat jenis adalah bobot bahan pakan
(gram) dibagi dengan volume. Perbedaan berat nilai berat
jenis
selain
dipengaruhi
oleh
perbedaan
karakteristik,
permukaan partikel, juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi
bahan.
Berat
jenis
berpengaruh
terhadap
homogenitas
29
penyebaran partikel sitabilitas suatu campuran bahan pakan
(Jaelani dan Firhami, 2007).
Berat jenis merupakan perbandingan antara massa
bahan terhadap volume dan memegang peranan penting
dalam
pelbagai
penyimpanan.
proses
Berat
pengolahan,
jenis
penanganan
mempengaruhi
dan
kerapatan
tumpukkan dengan daya imbang homogenitas dan stabilitas
kecepatan (Sutardi, 2002).
Menurut Axe (2005), apabila bahan mempunyai berat
jenis
partikel
yang
berbeda
jauh,
maka
cenderung
memisahsetelah mixing dan handling. Partikel yang lebih
padat atau rapat berpindah kebawah melewati partikel lain
yang lebih halus atau ringan. Semakin tinggi berat jenis, maka
akan semakin tinggi
kapasitas
ruang penyimpanan dan
memudahkan pengangkutan. Maka dari itu, berat konsentrat
harus didorong oleh berat dari hijauan pakan karena dapat
langsung dicerna oleh cairan rumen (microba).
Perbedaan nilai berat jenis selain dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik
permukaan partikel, juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan. Hal ini sesuai
dengan pendapat (Khalil, 1999) yang menyatakan bahwa adanya variasi dalam
nilai berat jenis dipengaruhi partikel dan stabilitas suatu campuran pakan. Bahan
pakan yang memiliki perbedaan berat jenis cukup besar, akan menghasilkan
campuran tidak stabil dan mudah terpisah kembali (Chung, 1995). Semakin besar
ukuran partikel sampel maka semakin berat jenisnya (Rahardjo, 2010).
Daya Ambang (Floating Rote)
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika
dijatuhkan dari atas ke bawah pada bidang datar selama jangka waktu tertentu
dengan satuan m/detik. Semakin tinggi nilai daya ambang berarti waktu yang
digunakan untuk pencurahan dan pencampuran dedak semakin cepat. Hal ini
dipengaruhi oleh berat jenis, homogenitas, dan kandungan air dalam bahan
(Putri, 2010). Begitupun sebaliknya, daya ambang yang terlalu lama akan
30
menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang
lebih lama (Jaelani, 2007).
Cara kerja pada praktikum yang telah dilaksanakan, sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Jaelani (2007) yaitu daya ambang diukur dengan
cara menjatuhkan 10 gram (pada praktikum, sampel yang digunakan 1 gram)
partikel bahan pada ketinggian 3 meter (pada praktikum, tingginya 1 meter)
dari dasar lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang dibutuhkan
sampai mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tempat
jatuhnya bahan diberi alas dengan alumunium foil untuk memudahkan
pengamatan saat bahan jatuh. Diupayakan pengaruh udara agar diperkecil,
yaitu dengan menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk
(ventilasi, jendela, dan pintu).
Daya ambang dihitung dengan cara membagi jarak jatuh (meter) dengan lamanya
waktu yang dibutuhkan (detik). Daya ambang pada praktikum ini, diperoleh
dengan cara menjatuhkan bahan atau sampel dari nampan dengan ketinggian 1
meter dan dihitung waktunya dengan menggunakan stopwatch. Dengan
menggunakan rumus jarak dibagi waktu, maka diperoleh nilai daya ambang, yaitu
0,69 m/s untuk tepung daun waru dan 0,75 m/s untuk tepung kulit durian.
Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Rahardjo et al. (2004), menyatakan bahwa luas permukaan spesifik
merupakan suatu berat tertentu mempunyai luas permukaan tertentu pula.
Menurut Khalil (1997), luas permukaan spesifik adalah luas permukaan bahan
pakan pada berat tertentu. Peran luas permukaan spesifik untuk mengetahui
tingkat kehalusan dari bahan pakan tanpa diketahui distribusi ukuran kompos
partikel secara keseluruhan.
Uji fisik yang terakhir ialah uji luas permukaan spesifik (LPS) suatu
sampel bahan pakan. Sebelumnya bahan pakan ditimbang hingga 1 gr baik
untuk tepung kulit durian dan daun waru, lalu diratakan pada kertas milimeter
blok yang telah disiapkan. Hasil dari uji LPS oleh kelompok, didapatkan hasil
37 cm2/gr untuk tepung daun waru dan 73 cm2/gr untuk tepung kulit durian dan
hasil ini sangat berbeda jauh antara tepung kulit durian dan daun waru. Hal ini
31
berarti partikel yang semakin akan menutupi seluruh permukaan hingga
tertutup rapat. Kadar sampel yang semakin halus juga akan semakin
meningkatkan daya cerna oleh ternak. Dengan diketahui LPS suatu bahan
pakan berarti menunjukan seberapa halus bahan pakan tersebut atau dalam
bentuk apa bahan pakan tiap gramnya. Jika nilai LPSnya kecil dalam tiap
gramnya, maka sampel tersebut berbentuk butiran – butiran kasar atau kristal
(Raharjo, 2002), semakin halus kadar sampel, maka semakin baik daya
cernanya bagi ternak.
LPS sendiri merupakan luas permukaan spesifik suatu bahan pakan
dengan berat tertentu. Dengan mengukur LPS maka akan diketahui tingkat
kehalusan yang dimiliki oleh bahan tersebut. Hal ini sama dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Sutardi, et.al (2003) bahwa bahan pakan memiliki
tingkat kehalusan dan ukuran komposisi. LPS juga dapat bermanfaat dalam
pengefisenan bahan pakan, seperti yang diungkapkan oleh Jaelani (2007)
bahwa efisien suatu proses penganganan, pengolahan dan penyimpanan dalam
bahan pakan tidak hanya butuh nilai gizi dan unsur kimianya saja, melainkan
juga sifat fisik.
IV.2.4
Evaluasi Silase dan Amoniasi Jerami
Silase adalah awetan hijauan yang difermentasi. Sesuai dengan pendapat
Rukmana (2005) yang mengemukakan bahwa silase dapat didefinisikan
sebagai hijauan pakan segar yang disimpan dalam satu tempat yang kedap
udara (anaerob). Sedangkan menurut Nevy (2008) Evaluasi
fisik
silase
dilakukan saat botol dibuka seperti warna, aroma, tekstur dan pH.
Pengukuran pH sebelum dan sesudah proses pengawetan menggunakan pH
meter (elektroda). Jika silase memiliki warna yang terang yakni dari coklat
hingga coklat kemerahan. Hal ini mengindikasikan bahwa penguraian
hijauan pakan oleh mikroba anaerobik berlangsung optimal. Jika silase
berwarna coklat muda mengindikasikan bahwa penguraian dalam proses
pengawetan oleh mikroba anaerobik tidak optimal karena keterbatasan
unsur nutrien pada bahan silase (Munier, 2011). Bau harum keasaman seperti
bau tape merupakan ciri khas silase yang baik. Bau silase berasal dari asam
yang dihasilkan selama ensilase (Lado, 2007).
32
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan dan
leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase.
Menurut Aak (1985) pembuatan silase hanya memiliki dua prinsip yaitu;
Keadaan hampa udara
Prinsip ini dapat dilaksanakan dengan penyimpanan hijauan makanan
ternak yang dilakukan di didalam tempat yang tertutup rapat dan dengan
penimbunan hijauan yang dipadatkan.
Suasana asam
Untuk mencegah adanya organisme di dalam penyimpanan yang tidak
dikehendaki, karena organisme tersebut bisa mengakibatkan terjadinya
pembusukan yakni pembentukan asam butirat yang tidak dikehendaki maka
dapat diusahakan dengan penurunan pH di dalam silo secepat mungkin.
Sedangkan menurut Nevy (2008) prinsip utama pembuatan silase adalah
menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman, mengubah
karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap uadara,
menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk, dan mempercepat atau
keadaan hampa udara (anaerob).
Hijauan yang digunkan untuk pembuatan silase pada saat praktikum
yaitu rumput gajah. Sebelum diproses menjadi silase, rumput gajah terlebih
dahulu mengalami pencacahan dan pengeringan. Proses pengeringan ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada dalam rumput gajah tersebut.
Sebab, tingginya kadar air pada bahan pakan akan menyebabkan adanya proses
pemanasan didalam silo sehingga menyebabkan silase beraroma sangat asam.
Hal ini juga diungkapkan oleh Brotonegoro (1978), pembuatan silase pada
hijauan harus mengandung kadar air sekitar 60% hingga 75%. Bila kadar air
tersebut melebihi ketentuan tersebut akan menghasilkan silase yang terlalu
asam sehingga kurang disukai ternak.
Amoniasi jerami merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai
nutrisi yang ada pada jerami. Spserti yang dikatakan oleh Marjuki (2010)
bahwa, perlakuan urea amoniasi pada jerami padi bertujuan untuk
meningkatkan nilai nutrisi jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia
yang meliputi peningkatan kandungan protein, konsumsi dan daya cerna
33
sehingga dapat lebih efisien dimanfaatkan oleh ternak
dan dapat memasok
zat makanan khususnya energi lebih banyak pada ternak.
IV.2.5
Pembuatan Wafer
Wafer merupakan salah satu bentuk pakan yang berisi nutrisi yang
lengkap. Menurut Noviagama (2002), wafer ransum komplit adalah suatu
produk pengolahan pakan ternak yang terdiri dari pakan sumber serat yaitu
hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang disusun berdasarkan kebutuhan
nutrisi ternak dan dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan
tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu selama waktu tertentu.
Pada pembuatan wafer saat praktikum memiliki formulasi tertentu.
Formulasi tersebut terdiri atas konsentrat 300 gram dan silase hijauan 200
gram. Tujuan dari pembuatan wafer ini yaitu untuk memudahkan dalam
distribusi pakan kepada ternak maupun saat pengangkutan pakan, mengurangi
kadar air yang terkandung didalam bahan pakan, dan meningkatkan
palatabilitas.
Wafer yang dibuat pada saat praktikum memiliki tekstur yang kompak
dan sangat mudah hancur. Menurut Yuliana (2008), ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan saat pembuatan pakan yang berbentuk wafer. Hal-hal
tersebut diantaranya adalah:Kadar air, kadar air yang ada dalam bahan pakan
sangat berpengaruh terhadap kandungan nutrisi yang ada didalamnya.
Semakin tinggi kadar air bahan pakan, maka kandungan nutrien yang
ada didalamnya semakin berbanding terbalik. Selain berpengaruh terhadap
kandungan nutrisi yang ada dilamnya, kadar air juga berpengaruh dalam daya
simpan suatu bahan pakan. Nurhidayah (2005) menyatakan bahwa, toleransi
maksimal kadar air untuk bahan pakan pembuatan wafer sebanyak 14%.