DAUN TANAMAN DIGITALIS SEBAGAI OBAT JANT
DAUN TANAMAN DIGITALIS SEBAGAI OBAT JANTUNG
( DIGOKSIN )
I.
Deskripsi tanaman
1. DIGITALIS PURPUREA
A. Nama Tumbuhan
1. Nama Ilmiah
purpurea
2. Sinonim
foxglove
3. Nama Lokal
4. Familia
Scropulariaceae
5. Ordo
: Digitalis
: Common
: Digitalis
:
: Solanales
B. Ciri Umum
1. Habitus
2. Batang
3. Percabangan
4. Daun
a. Jenis Daun
b. Filotaksis
c. Bentuk & Ukuran
: Herba
:: Simpodial
: Tunggal
:: Bulat telur
memanjang
5. Margo folii
6. Basis folii
7. Apex folii
8. Permukaan daun
a. Warna :
atas
bawah
b.Tekstur :
atas
(berbulu halus)
bawah
9. Nervatio
10. Stipule
11. Catatan tambahan
bunga belum tumbuh
C. Bunga
1. Bentuk bunga
: Lonceng tubuler
2. Jumlah & warna sepal
: (4-6) Hijau
(p=10-35cm, l=5-12cm)
: Crenatus
: Obtusus
: Obtusus
: Hijau muda
: hijau pucat
: Kasar
: kasar
: Penninervis
:: Dalam kondisi
3. Jumlah & warna petal
: ( 4) Merah muda, Ungu, Putih, di bagian dalam terdapat
bintik-bintik hitam
4. Jumlah Stamen
:4
5. Kedudukan Ovarium
: Tenggelam (inferus)
6. Infloresensi
: Rasemosa- tandan
7. Braktea/ Brakteola
:8. Rumus Bunga
:D. Buah
1. Tipe buah
2. Bentuk & Ukuran
3. Warna
E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
:: kerucut, kotak, beruang dua, tiap ruang berisi biji
:-
Lain-lain
Getah & Warna getah
:Bau (aromatik dll)
:Sulur
:Duri
:Umbi
:Rhizoma
: Tunggang, warna coklat muda
DIGITALIS LANATA
Nama Lain
: Daun digitalis lanata
Nama Tanaman Asal
: Digitalis lanata (Ehrh.)
Familia
: Scrophulariaceae
Zat berkhasiat Utama/Isi
:
Glukosida-glikosida terdiri dari 5 golongan
:
a. Digitoksigenina
: Ianatosid A
b. Gitoksigenina
: Ianatosid B
c. Digoksigenina
: Digoksina
d. Diginatigenina
: Diginatika
e. Gitaloksigenina
: Gitaloksina
Penggunaan
: Isolasi glukosida terutama Digoksina
Pemerian
: Bau lemah, rasa hangat pahit
Bagian yang digunakan
: Daun
Sediaan
: Digoxinum (FI), Digoxini Compressi (FI)
Perbedaan Digitalis Purpurea dan Digitalis Lanata :
Diditalis Purpurea
Daun berambut
Bentuk daun bulat telur memanjan
sampai bulat telur melebar
Tepi daun bergerigi atau beringgit tidak
beraturan, kadang bergerigi, pucuk dan
daun agak runcing,
pangkal daun dekuren/telinga
Digitalis Lanata
Setengah bagian bawah daun berambut
Bentuk daun sundip bulat memanjang
Bagian bawah rata dan samar-samar
berombak bergerigi kea rah ujung
daun
II.
ZAT AKTIF TANAMAN
Kandungan senyawa kimia dari daun digitalis berupa glikoksida / digoksin/
digitoksin. Kandungan lainnya berupa alkaloida, saponin, flavonoida, dan polifenol.
A. Glikoksida
Disini akan dijelaskan pembagian glikoksida (glikosida) menurut aglikon. Aglikon
dari glikosida terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi. Senyawa-senyawa tersebut
meliputi senyawa-senyawa alkoholik dan fenolik, isotiosianat, nitril sianogenetik,
turunan antrasen, flavonoid dan steroid. Meskipun demikian glikosida tanaman yang
pada waktu ini banyak digunakan secara medisinal kebanyakan mempunyai aglikon
steroid, flavonoid atau antrasen. Ini tidak berarti bahwa glikosida lain tidak penting,
hanya yang digunakan untuk pengobatan lebih sedikit.
1) Klasifikasi Glikosida
Ketika bahan kimia alami dari kelompok aglycone digunakan sebagai dasar
pengaturan, dimana penggolongannya sebagai berikut:
a. GLIKOSIDA SAPONIN
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Glikosida
saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid. Saponin adalah
segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai
sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membui bila
dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan
bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga
bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat
racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai
racun ikan. Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut
sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi
keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin.
Menurut SOBOTKA :
1. Saponin merupakan turunan dari hidrokarbon yang jenuh dari siklopentano
perhidrofenantren
2. Juga dapat merupakan turunan yang tak jenuh dari siklopentano
perhidrofenantren. Struktur kimiawi
Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya),
saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid.
Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal
usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.
Glikosida saponin dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan pada struktur bahan kimia dari
aglycone (sapogenin). Saponin pada hidrolisis
menghasilkan suatu aglycone yang dikenal sebagai "sapogenin".
Biosintesis glukosida saponin
Berdasarkan struktur dari aglikon maka glikosida dan saponin dapat dibagi 2
golongan yaitu saponin netral yang berasal dari steroid dengan rantai samping
spiroketal dan saponin asam yang mempunyai struktur triterpenoid. Biosintesa
saponin triterpenoid lebih kurang diketahui bila dibandingkan dengan saponin
steroid tetapi dapat dikatakan bahwa keduanya mempunyai tidak tolak yang sama
yaitu yang berasal dari asetat dan mevalonat. Rantai samping terbentuk sesudah
terbentuknya squalen. Sebagian terjadi inti steroid spiroketal dan yang lain
membentuk triterpenoid pentasiklik. Gugus gulanya dapat berdiri 1 – 55 gula dan
dalam beberapa hal aglikon tak diikat dengan gula tetapi dengan asam uronat.
GLIKOSIDA STEROID
Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid
disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik
terhadap otot jantung.
Struktur Kimiawi
Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam
empedu yaitu bagian
gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan bagian aglikonnya berupa
steroid yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe kardenolida dan tipe bufadienolida. Tipe
kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan rantai
samping terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak jenuh dan alfa-beta
menempel pada atom C nomor 17 bentuk beta.
Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari kardenolida dengan atom C-24
dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6- anggota tidak jenuh ganda yang
menempel pada atom C nomor 17.
Biosintesa Glikosida Jantung Aglikon dari glikosida jantung adalah steroid yaitu
turunan dari siklo-pentenofenantren yang mengandung lingkaran lakton yang tidak
jenuh pada atom C-17. Seperti sudah kita ketahui biosintesis dari senyawa steroid
pada umumnya didasarkan atas biosintesa dari senyawa kolesterol. Meskipun tidak
semua senyawa steroid memerlukan kolesterol sebagai prekursor (pra zat)
pembentukannya, paling tidak pembentukan kolesterol ini dianggap sebagai
mekanisme biosintesa senyawa steroid pada umumnya.
GLIKOSIDA ANTRAKUINON
Beberapa jenis obat pencahar yang berasal dari tanaman mengandung glikosida
sebagai isi aktifnya. Glikosida-glikosida yang terdapat di dalam obat pencahar
tersebut mengandung turunan antrasen atau antrakinon sebagai aglikonnya.
Simplisia yang mengandung glikosida ini antara lain Rhamni purshianae Cortex,
Rhamni Frangulae Cortex, Aloe, Rhei Radix, dan Sennae Folium. Kecuali itu Chrysa
robin dan Cochineal (Coccus cacti) juga mengandung turunan antrakinon, akan
tetapi tidak digunakan sebagai obat pencahar karena daya iritasinya terlalu keras
(Chrysarobin) sehingga hanya digunakan sebagai obat luar atau hanya digunakan
sebagai zat warna (Cochineal, Coccus Cacti). Tanaman-tanaman seperti kelembak,
aloe, sena, dan kaskara telah lama dikenal sebagai obat alami kelompok
purgativum meskipun pada saat itu kandungan kimiawinya belum diketahui dengan
jelas.
Belakangan, ternyata ada persamaan kandungan kimiawi antara obat purgativum
dengan beberapa bahan pewarna alami. Senyawa yang pertama ditemukan adalah
sena dari tipe antrakuinon, baik dalam keadaan bebas maupun sebagai glikosida.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa produk alam juga mengandung turunan
antrakuinon yang tereduksi, misalnya oksantron, antranol, dan antron. Termasuk
juga produk lain seperti senyawa yang terbentuk dari dua molekul antron, yaitu
diantron. Senyawa-senyawa ini dapat dalam keadaan bebas (tidak terikat dengan
senyawa gula dalam bentuk glikosida) dapat pula dalam bentuk glikosida dimana
turunan antrakinon tersebut berfungsi sebagai aglikon.
Struktur Kimiawi
Sama halnya dengan sifat glikosida lainnya, glikosida antrakuinon juga mudah
terhidrolisis. Bentuk uraiannya adalah aglikon dihidroksi antrakuinon, trihidroksi
antrakuinon, atau tetrahidroksi antrakuinon.
Biosintesa Senyawa Antrakinon
Biosintesa senyawa antrakinon diselidiki di dalam mikroorganisme. Dan disimpulkan
bahwa biosintesa pada tumbuhan tinggi terjadi melalui proses yang serupa, salah
satu contoh yang sederhana ialah pembentukan turunan antrakinon dari asam
asetat yang diberi label dalam Peniccilium islandicum, jenis Penicillium yang dikenal
menghasilkan bermacam-macam turunan antrakinon.
Terjadinya proses biosintesa emodin atau senyawa antrakinon lainnya dapat diikuti
dengan memberi label (tanda) pada asam asetat, yang dimaksud dengan memberi
label adalah menggunakan senyawa yang sebagian unsure- unsurnya diberi muatan
radio aktif dengan menggunakan isotopnya yang radioaktif.
GLIKOSIDA SIANOPORA
Glikosida sianopora adalah glikosida yang pada ketika dihidrolisis akan terurai
menjadi bagianbagiannya dan menghasilkan asam sianida (HCN). Biosintesa Glikosida Sianopor
Aglikon- aglikon
yang merupakan turunan dari asam amino C6 – C3 seperti fenilalanin dan tirosin.
Biosintesa senyawa ini adalah melalui “Shikimic Acid Pathway”.
Setelah terbentuk asam shikimat dapat mengalami fosforilasi dan bereaksi dengan
asam fosfoenolpiruvat membentuk asam profenat, yang selanjutnya melalui asam
fenilpiruvat menjadi fenilalanin.
GLIKOSIDA ISOTIOSIANAT
Banyak biji dari beberapa tanaman keluarga Crucifera mengandung glikosida yang
aglikonnya adalah isotiosianat. Aglikon ini merupakan turunan alifatik atau
aromatik. Senyawa- senyawa yang penting secara farmasi dari glikosida ini adalah
sinigrin (Brassica nigra = black mustard), sinalbin (Sinapis alba = white mustard)
dan glukonapin (rape seed).
Biosintesa Glikosida Isotiosianat Aglikon dari glikosida isotiosianat dapat merupakan
senyawa alifatik atau turunan aromatik. Penelitian dengan radio isotop telah
menunjukkan bahwa aglikon yang berupa senyawa alifatik biosintesanya dapat
melalui “Acetate Pathway”sedang yang aromatic melalui “Shikimic Acel Pathwey”.
GLIKOSIDA FLAVONOL
Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flavonoid. Glikosida ini
merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya di dalam tanaman. Di alam
dikenal adanya sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan
pigmen kuning yang tersebar luas diseluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin,
kuersitrin, ataupun sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin, diosmin
dan naringenin) merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal. Biosintesa
Glikosida Flavonoid Aglikon dan glikosida flavonol dan falvanoid lainnya adalah
contoh senyawa yang di dalam system biologis pembentukannya dapat melalui
kedua cara pembentukan senyawa aromatis, yaitu dengan kondensasi asam asetat
dan melalui shikimic Acid Pathway.
GLIKOSIDA ALKOHOL
Glikosida alkohol ditunjukkan oleh aglikonnya yang selalu memiliki gugus hidroksi.
Senyawa yang termasuk glikosida alcohol adalah salisin. Salisin adalah glikosida
yang diperoleh dari beberapa spesies Salix dan Populus. Biosintesa Glikosida
Alkohol Biosintesa glikosida alkohol, aldehid, lakton dan fenol dapat digambarkan
sebagai berikut :
GLIKOSIDA ALDEHIDA
Salinigrin yang terkandung dalam Salix discolor terdiri dari glukosa yang diikat oleh
m- hidroksibenzaldehida sehingga merupakan glikosida yang aglikonnya suatu
aldehida.
GLIKOSIDA LAKTON
Meskipun kumarin tersebar luas dalam tanaman, tetapi glikosida yang mengandung
kumarin (glikosida lakton) sangat jarang ditemukan. Beberapa glikosida dari
turunan hidroksi kumarin ditemukan dalam bahan tanaman seperti skimin dan Star
anise Jepang, aeskulin dalam korteks horse chestnut, daphin dalam mezereum,
fraksin dan limettin.
GLIKOSIDA FENOL
Beberap aglikon dari glikosida alami mempunyai kandungan bercirikan senyawa
fenol. Arbutin yang terkandung dalam uva ursi dan tanaman Ericaceae lain
menghasilkan hidrokuinon sebagai aglikonnya. Hesperidin dalam buah jeruk juga
dapat digolongkan sebagai glikosida fenol. Uva ursi adalah daun kering dari
Arctostaphylos uva ursi (Famili Ericaceae). Tanaman ini merupakan semak yang
selalu hijau merupakan tanaman asli dari Eropa, Asia, Amerika Serikat dan Kanada.
FUNGSI GLIKOSIDA
Secara umum arti penting glikosida bagi manusia adalah untuk sarana pengobatan
dalam arti luas yang beberapa diantaranya adalah sebagai obat jantung, pencahar,
pengiritasi lokal, analgetikum dan penurunan tegangan permukaan. Fungsi glikosida
:
1. Fungsi glikosida sebagai cadangan gula temporer
2. Proses pembentukan glikosida merupakan proses detoksikasi
3. Glikosida sebagai pengatur tekanan turgor
4. Proses glikosidasi untuk menjaga diri terhadap pengaruh luar yang mengganggu
5. Glikosida sebagai petunjuk sistematik Penggunaan glikosida dimana beberapa
diantara glikosida merupakan obat yang sangat penting, misalnya yang berkhasiat
kardiotonik, yaitu glikosida dari Digitalis, Strophanthus, Colchicum, Conyallaria,
Apocynum dan sebagainya yang berkhasiat laksatifa/pencahar seperti Senna, Aloe,
Rheum, Cascara Sagrada dan Frangula yang mengandung glikosida turunan
antrakinon emodin. Selanjutnya sinigrin, suatu glikosida dari Sinapis nigra,
mengandung alilisotiosianat suatu iritansia lokal. Gaulterin adalah glikosida dari
gaulteria yang dapat menghasilkan metal salisilat sebagai analgesik.
B. SAPONIN
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada
tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan
membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan
asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit,
yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas (Burger
et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun
“Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan
menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida
struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut
dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin,
diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim
(Robinson,1995).
Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan
karena kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul
karena adanya penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan
tegangan permukaan disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin =
sapo) yang dapat mengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini
biasanya memiliki dua bagian yang tidak sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan
tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa disebut saponin. Saponin berbeda
struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenis glikosida.
Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon
(senyawa bahan aalam lainya). Saponin umumnya berasa pahit dan dapat
membentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk
beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009). Saponin merupakan glikosida yang
memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti
steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin.
Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul
karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin.
Masing-masing senyawa ini banyak dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009).
Tumbuhan yang mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari
Keluarga Caryophyllaceae. Senywa saponin juga ditemui pada famili sapindaceae,
curcurbitaceae, dan araliaceae.
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagianbagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan
karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolism tumbuh-tumbuhan
kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.
1. Sifat-sifat Saponin :
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris
yang mendekati
Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan
(Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan
karbohidrat (heksosa, pentose, dan Saccharic acid) (Kim Nio,1989).
2. Klasifikasi Saponin
Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin steroid
dan saponin triterpenoid.
a) Saponin steroid
Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.
Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai
sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan
penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi
dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses
biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid
yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering
disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat
terhadap jantung.
Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus),
Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup
dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti
nyeri dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).
b) Saponin Tritetpenoid
Saponin tritetpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.
Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan
suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan.
Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).
Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat pada
tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai
sebagai antibiotik (Anonim, 2009).
3.
Biosintesis Saponin
Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin denga
steroid maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang
diperoleh dari asetil CoA . Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk
senyawa squalen yang merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan Dari
dua farnesil piroposfat. Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi
pada atom C nomor 3 sehingga terbentuk OH, setelah itu terjadi pembentukan
epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai menjadi lanosterol yang
merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin, 1986). Sedangkan
perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk cincin
keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom
karbon
4.
Macam – Macam Saponin
Macam-macam saponin berbeda sekali komponen kimianya, yaitu berbeda pada
aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya sehingga tumbuhan-tumbuhan
tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan seperti :
a. Quilage saponin, Campuran dari 3 atau 4 saponin
b. Alfafa saponin, Campuran dari paling sedikit 5 saponin
c. Soy Bean saponin, terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dengan sapogenin atau
karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya.
Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bessiltioglikosida. Bila
dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan
bensitiosianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik
tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan (seperti : Kacang
tanah,kacang kedelai), dan juga macam-macam kol (Kim Nio,1989).
Saponin dalam bentuk gugus triterpenoid dan glikosida adalah steroid umum
dalam produk tumbuh-tumbuhan. Berupa efek biologi telah dianggap dari saponin.
Penelitian yang efektif telah dilakukan pada membrane permeable, sebagai
pertanahan tubuh (sistim imun), antikangker, sifat antikolesterol dari saponin.
Saponin juga telah terbukti secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan,
konsumsi makanan dan reproduksi pada hewan percobaan. Beragam senyawa
struktur saponin juga telah diamati untuk membunuh protozoa, moluska,
antioksidan, merusak pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan mineral
dalam usus. Menyebabkan hipoglikemia dan bertindak sebagai anti jamur dan anti
virus (Yoshiki et al,1998). Peran Fisiologi saponin pada tananman belum sepenuhnya
di pahami meskipun ada sejumlah publikasi menggambarkan identifikasi saponin
dan beberapa efek pada sel hewan, jamur dan bakteri. Hanya sedikit yang diketahui
fungsi saponin untuk tumbuhan itu sendiri. Banyak saponin diketahui antimikroba
untuk menghambat jamur dan untuk melindungi tanaman dari serangga. Saponin
dianggap sebagai dari sistim pertahanan tanaman dan dengan demikiandimasukan
dalam kelompok besar mol pelindung pada sel tumbuhan (Morrisey &
Osboun,1999). Cara identifikasi saponin, timbang 500 mg serbuk simplisia masukan
kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panans, dinginkan kemudian kocok
kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil tidak kurang dari 10
menit sehingga 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak
hilang, menunjukan bahwa dalam simplisia tersebut mengandung saponin.
A. SENYAWA ALKALOID
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid
terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan
pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom
karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa
alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan
juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh–
tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan
alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat
tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid mempunyai efek fisiologis.
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat dan
berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Ada
juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian
besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat
farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai
obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik
lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji
dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan
di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang
kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid.
Alkaloid tidak mempunyai nama yang sistematik, sehingga nama dinyatakan
dengan nama trivial misalnya kodein, morfin, heroin, kinin, kofein, nikotin. Sistem
klasifikasi alkaloid yang banyak diterima adalah pembagian alkaloid menjadi 3
golongan yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Suatu cara
mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan jenis cincin heterosiklik
nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Jenisnya yaitu pirolidin,
piperidin, kuinolin, isokuinolin, indol, piridin dan sebagainya.
Gambar II.1 Struktur jenis–jenis alkaloid
Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas
biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid
larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter,
kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik
polar.
I.
Klasifikasi alkaloid
Klasifikasi alkaloid diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam
struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan
hubungannya dengan asam amino. Berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan
hubungannya dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
a. True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis
yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis,
turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam
tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang
tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid
kuartener yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin
dan serotonin.
b. Proto alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina yang
sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di dalam cincin
heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa, istilah biologycal
amine sering digunakan untuk alkaloid ini.
c. Pseudo alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan
umumnya bersifat basa.
B. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru,
dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali
alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C-
dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida,
dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan
dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan
khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya Menurut Markham (1988).
flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom karbon,
dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6-C3-C6 .
Kerangka flavonoid :
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu:
1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
2.
3.
Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata
flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam
tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman,
dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin
1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin
heterosiklik yang baru (cincin C)
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin
heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola
yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar
flavonoid berciri mempunyai piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan
salah satu dari cincin benzene. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid
diberikan dibawah:
Di antara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti diatas berbagai jenis
dibedakan tahanan oksidasi dan keragaman pada rantai C3
C. POLYPHENOL
Saat ini Polyphenol merupakan salah satu produk anti oksidan yang sangat
kuat dan ampuh dalam menangkal radikal bebas. Senyawa ini juga memiliki
kemampuan sebagai anti Aging (Anti Penuaan Dini). Berbagai studi dan penelitian
membuktikan bahwa radikal bebas adalah penyebab utama dari penyakit-penakit
degeneratif seperti : Kanker, Kolesterol, Diabetes, Jantung maupun Stroke.
Dengan demikian, Polyphenol begitu diperlukan dalam mencegah ataupun
menanggulangi penyakit-penyakit tersebut diatas.
Journal of Cellular Biochemistry mempublikasikan bahwa polyphenol
tergolong dalam anti oksidant jenis bioflavonold yang memiliki kekuatan 100 kali
lebih efektif dari vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E. Senyawa ini
mampu menetralisir radikal bebas yang menjadi penyebab kanker payudara,
menurunkan resiko kanker lambung, paru-paru, usus besar, hati dan pancreas serta
membantu menurunk tingkat kadar gula dalam darah. Polyphenol efektif
mengurangi penumpukan kolesterol jahat (LDL) di dalam darah, karena anti oksidan
mampu mencegah oksidasi kolesterol dalam pembuluh arteri yang menyebabkan
pembekuan trombosit abnormal penyebab terjadinya serangan jantung dan stroke.
Sebuah study oleh para peneliti Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam
American Journal of Epidemiologi menyatakan bahwa mereka yang minum
sedikitnya dua cangkir teh yang mengandung polyphenol setiap hari, ternyata 68%
lebih rendah kemungkinan terkena kanker usus.
Manfaat & Khasiat Polypenol :
- sebagai anti oksidant yang yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas.
- Mampu meredam perkembangan aktifasi sel kanker hingga 50%.
- Untukmengobati asam urat, eksim, migraine, demam, asthma, dll.
- Mencegah penakit degenaratif seperti : kanker, klesterol, jantung maupun stroke.
- Mampu menurunkan kadar gula dalam plasma darah sehingga baik diminum bagi
penderita diabetes.
- Memiliki kemampuan anti aging (anti penuaan dini)
II.
Daun Digitalis Dimanfaatkan Sebagai Obat Jantung
A. Komposisi kimia dari Digitalis
Tanah bagian dari tanaman mengandung glikosida steroid (digitoksin, Βacetildigitoksin, digitonin, gatoksin, gitonin), dan juga sejumlah glikosida purpurea,
yang dalam proses pengeringan dan penyimpanan ungu foxgloves berubah menjadi
dasar (sekunder) glikosida. Selain itu, tanaman mengandung jumlah asam organik,
Saponin, flavonoid, Kolin dan senyawa lain.
B. Sifat-sifat farmakologis digitalis
Glikosida Digitalis ungu adalah perlawanan terbesar dalam tubuh dari glikosida
jantung lainnya dalam aplikasi rumah, Karena molekul mereka tidak biasa untuk
anyaman asing gula- digitoksozy. Misalnya, Ketika aplikasi domestic digitoksika
kardiotropika efek adalah hanya 2-4 h.Glikosida Digitalis ungu untuk mempercepat
pengembangan pasien tidak perlu baik cardiotropic aktivitas spesifik untuk
memperlambat glikozidam jantung. Selain itu, Jika tindakan cardiotonic glikosida
jantung grup strophanthus terus 24-30 h, digitoksina, jangka masa ini adalah 2-3
minggu.
Meskipun penyerapan lambat dari saluran gastrointestinal, glikosida menelan
tanaman secara bertahap terakumulasi dalam tubuh dan memiliki tingkat tinggi
penumpukan. Misalnya, kecepatan proses inactivating dan menghapus digitoksina
begitu kecil, yang paruhnya (pengurangan konsentrasi dalam plasma darah di 50
%) adalah 160 tapi. Durasi tindakan dan kemampuan untuk penumpukan digitoksin
menempati tempat pertama antara semua glikosida jantung dikenal: diikuti oleh
digoksin, celanidistrofantin.
Gejala yang khas dari glikosida jantung ungu khususnya, digitoksina dan
gitoksina, efek langsung pada jantung. Tindakan ini adalah akibat akumulasi
sebelumnya zat-zat dalam jaringan hati dan sensitivitas tinggi otot jantung ke grup
ini senyawa obat. Biotransformasi glikosida tanaman terjadi terutama di hati dan
ditandai oleh progresif pembelahan molekul pada peralatan dan aglikony (geniny),
dan digitoksin di hati. Glikosida tanaman sebagian dialokasikan memori, tapi
terutama di usus, 7-15 % digitoksina lagi diserap ke dalam darah, menciptakan
penumpukan obat dan kemungkinan keracunan. Digitoksin sebenarnya belum
mengalokasikan memori.
C. Aktivitas farmakologis spesifik dari glikosida
Digitalis didefinisikan oleh prinsip-prinsip individu dan common tindakan
glikosida jantung pada tubuh. Hal ini ditandai dengan aspek-aspek utama berikut :
Efek langsung dari metabolisme jaringan otot jantung (positif, inotrope); Diastolik
aksi (negatif chronotropic), dilakukan oleh peraturan pusat, Inhibitive efek pada
sistem konduktif hati, secara khusus, inisiasi bundel atrioventrikular.
Properti farmakologi yang paling penting dari glikosida jantung, khususnya
Foxglove ungu, harus mempertimbangkan untuk menjadi sangat efektif dalam hal
patologis model gagal jantung. Di bawah pengaruh glikosida jantung mengurangi
resistensi pembuluh, meningkatkan aliran darah ke
proses oksigenasi jaringan, suplai darah otot jantung meningkatkan karena
normalisasi parameter hemodinamik secara keseluruhan.
Standardisasi biologis utama glikosida jantung- ungu Foxglove dilakukan pada
berbagai jenis hewan laboratorium. Aktivitas biologis dalam Standardisasi
digitoksina katak adalah 8000- 10
ES LTD, pada kucing-2300-2400 CUD. Efek toksik pada hewan dalam percobaan
dibawah tindakan glikosida tanaman terkait dengan overdosis dan dengan
kemampuan penumpukan mereka tinggi, dengan sindrom kardial dan ekstrakardial.
Binatang yang muncul arrythmia, aritmia, blok atrioventrikular lengkap, Flicker
ventrikel jantung, pelanggaran saluran cerna (muntah, diare) dan CNS.
D. Penerapan Foxglove ungu dalam pengobatan
Bentuk-bentuk Kedokteran ungu Foxglove, serta tumbuh-tumbuhan medis,
dengan glikosida jantung, digunakan pada gagal jantung kronis, kejahatan dan
penyakit lainnya pada sistem kardiovaskular, dikombinasikan dengan fibrilasi
atrium.
Praktis yang sangat penting adalah penggunaan obat naperstanki ungu
ketika kejahatan hati dengan gejala stagnasi, Ketika jantung tidak mampu
mengatasi beban fisiologis. Pasien
meningkatkan tekanan vena, jantung dilantalis, meningkatkan ukuran hati, secara
signifikan mengurangi output urin, Ada telah cukup bengkak.
Terapi dosis obat memimpin untuk mengembalikan kegiatan fisiologis normal
jantung. Efektivitas pengobatan adalah untuk mengurangi ukuran jantung,
mengurangi vena tekanan dan meningkatkan urin. Pasien menghilang
pembengkakan, menormalkan fungsi hati dan dimensi. Karena normalisasi
parameter hemodinamik secara keseluruhan, rekonstruksi sirkulasi darah dalam
jaringan dan respirasi jaringan normal pada pasien dengan secara signifikan
mengurangi sesak napas dan
menghilang sinus hidung.
Durasi janji obat naperstanki periode pemulihan yang ditentukan oleh
sirkulasi dan detak jantung yang normal, normalisasi diuresis, hilangnya
pembengkakan dan sebuah sesuai pengurangan indeks massa tubuh pasien,
meningkatkan tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Obat-obatan digitalis
biasanya diresepkan untuk jangka panjang (bulan). Selama pengobatan, hal ini
diperlukan untuk hati-hati memantau kinerja sistem kardiovaskular dan kondisi
umum pasien. Bila digunakan dengan benar, obat-obatan harus tidak diamati efek
samping, Namun, harus memperhitungkan kemungkinan individu sensitivitas
pasien.
E.
Efek samping digitalis
Dalam overdosis digitalis ungu atau terlalu lama aplikasi dosis terapi
mungkin, keracunan parah, Berdasarkan tindakan selektif glikosida jantung pada
jantung. Gejala utama keracunan dengan glikosida jantung: tajam perlambatan
nadi. Kadang-kadang overdosis ditandai mual, muntah, dan penurunan urin. Kapan
beracun fenomena menunjukkan penggunaan kalium klorida, atropin, kafein,
unithiol.
F.
Kontraindikasi untuk penggunaan digitalis :
Koroner insufisiensi (terutama pada sklerosis koroner pembuluh jantung),
infark miokard akut, pada etiologi dinyatakan, blok atrioventrikular lengkap,
Endokarditis aktif dan revmocardit (risiko terjadinya emboli). Digitalis tidak
ditampilkan ketika gagal jantung kompensasi.
Digitalis persiapan hati-hati harus ditunjuk dalam lesi aorta (terutama stenosis),
disertai dengan
gigih bradikardia.
Daun digitalis memiliki kandungan Glikosida Jantung, dan glikosida yang terkandung
dimanfaatkan oleh perusahaan besar farmasi sebagai obat jantung. Kita akan
membahas dahulu tentang glikosida jantung.
1. Glikosida Jantung
Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman yang kemudian
diketahui berisi
digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal
jantung.
Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata. Digoksin
digunakan
terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi)
jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini
juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis
abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan Therapeutic Window
sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum
Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit.
Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan
yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma
harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik.
Efek samping pada pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat:
bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah
dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga
terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria)mungkin
terjadi.
Stabilitas dan Sifat dari Glikosida
Jantung Glikosida steroid merupakan glikosida dengan aglikon steroid. Glikosida
jantung / cardiac
gycocide / sterol glycocide/ digitaloida adalah glikosida yang mempunyai daya kerja
yang kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Daya kerja glikosida steroid yaitu:
menambah kontraksi sistemik, berakibat pada pengosongan ventrikel menjadi lebih
sempurna, akibat selanjutnya lamanya kontraksi systole dipersingkat, sehingga
jantung dapat beristirahat lebih panjang di antara dua kontraksi. Aglikon steroid
atau genin terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan bufadienolida.
Yang umum dalam alam adalah tipe kardenolida yang merupakan steroida C23
dengan rantai samping yang terdiri dari lingkaran lakton lima anggota yang tidak
jenuh α-β dan menempel pada C nomor 17 bentuk β. Tipe bufadienolida adalah
homolog C24 dari kardenolida dan mempunyai rantai simpang lingkaran lakton
enam anggota tidak jenuh ganda menempel pada C
nomor 17. Nama bufadienolida berasal dari nama genus untuk katak Bufo, karena
prototipe dari senyawa bufalin diisolasikan dari kulit katak. Aspek kimiawi yang luar
biasa dari kardenolida dan
bufadienolida adalah bahwa hubungan lingkaran C/D mempunyai konfigurasi. Agar
daya kerja terhadap jantung optimum, ternyata bahwa aglikon harus mempunyai
lingkaran lakotn tidak jenuh α-β dan β menempel pada posisi 1 dari steroida dan
hubungan-hubungan A/ B dan C/D harus mempunyai konfigurasi sis. Bila glikosida
dipecah aglikon masih mempunyai kegiatan terhadap jantung, tetapi bagian gula
dari glikosida yang menyebabkan dapat larutnya glikosida sangat penting untuk
absorbsi dan penyebaran glikosida dalam tubuh. Subtitusi oksigen pada inti steroida
juga mempengaruh penyebaran glikosida dalam tubuh.
Substitusi oksigen pada inti steroida juga mempengaruhi penyebaran dan
metabolisme glikosida. Pada umumnya makin banyak gugus hidroksi pada molekul
lebih cepat waktu mulainya bekerja dan
selanjutnya lebih cepat dikeluarkan dari tubuh.
Struktur dan daya kerja dari glikosida jantung mepunyai hubungan yang sangat
erat, pergantian tempat dari gugus hidroksi atau aalnya perubahan kecil dalam
molekul akan, mengubah bahkan melenyapkan sama sekali sifat kardioaktifnya. Ciri
khas untuk aglikon dan kardioaktif adalah adanya gugus hidroksi yang menempel
pada posisi 3 dan 14 dari inti steroida. Setiap glikosida jantung mempunyai bagian
gula yang terdiri dari satu, dua, tiga, atau empat
gugus gula pentosa atau heksosa, tetapi gula yang di ujung biasanya adalah
glukosa. Gugus OH dari
aglikon yang btereaksi pada pembentukan glikosida adalah yang terdapat pada
posisi 3. Monosakarida yang biasa terdapat pada glikosida yang umum digunakan
dalam pengobatan adalah D-glukosa, D- Digitoksosa, D-Simarosa, L-Ramnosa, Darabinosa.
Hidrolisis asam yang lama dari glikosida jantung akan menyebabkan terpecahnya
glikosida tersebut menjadi gula dan aglikon. Sedang hidrolisis yang terjadi karena
enzim yang terdapat dalam banyak tanaman glikosida jantung memecah glikosida
menjadi suatu gula bebas dan suatu glikosida sekunder yang menandung lebih
sedikit gula. Adanya enzim-enzim ini memungkinkan dipelajarinya secara terperinci
susuanan dari glikosida jantung. Seringkali enzim- enzim tersebut terikat sangat
erat di dalam protoplasma sel (desmoenzim). Bila tidak diperhatikan secara cermat,
selama pengeringan dan penyimpanan banyak obat jantung, maka enzim tadi akan
memecah gula dan glukosa yang biasanya terdapat di ujung hingga dari heterosida
yang asli akan terjadi senyawa yang kurang kompleks. Misalnya dari ekstrak gubal
strofanti dapat diahrapkan akan terdapat senyawa kardioaktif seperti: strofantidin,
simarin, k- strofantin dan k-strofantosida.
Kecuali dengan hidrolisa, glikosida jantung dapat pula rusak dengan cara yang lain.
Lingkaran lakton di dalamnya mudah terbuka dengan adanya alkali, yang akan
membentuk garam dari asam
aldehid. Sekali terbuka, lingkaran tersebut tidak dapat dibentuk kembali menjadi
lakton yang asli
(cardenolide); sekarang karboksil tadi membentuk lakton dengan suatu hidroksil di
bagian lain dari aglikon tersebut menghasilkan isogenin, cardanolide, yang secara
fisiologi tidak aktif. Inilah sebabnya mengapa adanya alkali kuat menghancurkan
aktivitas dari glikosida jantung. Gugus hidroksil tersier (yaitu pada kedudukan 14
dari digitoksigenin) mudah terpisah sebagai air pada suhu yang tinggi memebentuk
anhidrogenin, misalnya anhidro digitoksigenin.
Jadi selama pengeringan, penyimpanan dan ekstraksi mungkin dan memang terjadi
bermacan-macam perubahan dari obat jantung. Glikosida jantung juga terhidrolisis
sebagian oeh asam lambung tetepi tidak cukup cepat hingga tidak mengacaukan
pengobatan. Karena panas dapat
menghancurkan enzim, maka dapat diharapkan bahwa obat jantung yang
diawetkan dengan panas (heat- stabilized) kualitasnya akan tahan lama, tetapi
penggunaan panas dapat mengubah sebagian dari glikosida yang asli.
Kelarutan dari glikosida jantung berbeda cukup besar sesuai dengan kadar gula
dalam molekul.
Pada umumnya makin besar jumlah gugus gula yang terdapat dalam molekul,
makin besar kelarutannya dalam air, tetapi makin kecil kelarutannya dalam
kloroform.
Alkohol dapat melarutkan kedua macam glikosida baik glikosida asli maupun
glikosida sekunder dan juga aglikon, karena itu nampaknya alkohol merupakan
pelarut yang
cocok untuk zat kardioaktif (cardiac principles). Glikosida jantung tidak larut dalam
petroleum eter dan dalam eter, dan pelarut tersebut digunakan untuk
menghilangkan lemak biji strofanti sebelum
diekstraksi dengan alkohol. Infusa air satu persen daun digitalis mengandung
hampir seluruh jumlah
heterosida aktif yang terdapat dalam obat. Hal ini mungkin disebabkan karena obat
tersebut disamping mengandung glikosida jantung juga mengandung saponin yang
berperan sebagai emulgator (emulsifier) untuk glikosida sekunder.
A.
Efek Farmakologi
a) Farmakodinamik/Farmakokinetik :
· Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit
· Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam
· Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan Absorpsi : melalui difusi pasif pada
usus halus bagian atas, makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami
penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi.
B. Distribusi :
Fungsi ginjal normal : 6-7 L/ kg
Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg
Anak-anak : 16 L/kg
Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal
Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%
Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui
reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan
adanya gagal jantung kongestif
Bioavailabilitas:
T½ eliminasi (half-life elimination) berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung
T½ eliminasi (half-life elimination): parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit:
digoxigenin: 4
jam ; monodigitoxoside : 3 – 12 jam
Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam
Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah )
Konsentrasi serum digoksin : o Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia :
0,8-2 ng/ml
Dewasa : < 0,5 ng/ml, kemungkinan menunjukkan underdigitalization, kecuali jika
terdapat hal- hal khusus Toksik > 2,5 ng/ml
C. Kontraindikasi
Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular
arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff- Parkinson-White Syndrome ; takikardia
ventricular atau fibrilasi ; hypertropic obstructive cardiomyopathy.
D. Efek Samping
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual ,
muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek,
mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia
intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.
E.
Identifikasi Kimiawi
1. Reaksi Legal
Glikosida jantung kecuali scillaren, memberikan reaksi legal. Heterosida atau
ekstrak murni dari obat gubal dilarukan dalam piridina. Bila natrium hidroksida dan
natrium nitropurusida ditambahkan secara berturutan, akan terjadi warna merah
darah.
2. Reaksi Keller –Killiani
Glikosida dilarutkan dalam asam asetat glasial yang mengandung jejak/
rumutan/trace feri klorida. Asam sulfat pekat yang mengandung sejumlah feri
klorida yang sama diteteskan pada dasar tabung reaksi dengan suatu pipet. Suatu
warna yang jelas akan terjadi pada batas antara dua reagen,
yang secaraperlahan-lahan menyebar ke dalam lapisan asam asetat. Reaksi ini
menunjukkan adanya gula deoksi. Glikosida dari oleander dan squill memberikan
warna merah, sedang gliolosida dari adonis, apocymun dan digitalis memberikan
warna hijau kebiruan.
3. Reaksi Sterol dan Liebermann
Kepada larutan glikosida dalam asam asetat glasial diatmbahkan satu tetes asam
sulfat pekat. Pergantian warna terjadi dari rosa melaui merah, violet dan biru ke
hijau. Warna-warna tersebut sedikit berbeda untuk satu senyawa dengan senyawa
yang lain. Reaksi ini disebabkan oleh bagian steroida dari molekul dan karakteristik
untuk aglikon dari tipe scillarenin. Asam sulfat 80% digunakan sebagai alat untuk
identifikasi biji strophanti. Biji strophanthus kombe memberikan warna hijau dengan
reagen ini, sedang kebanyakan pemalsunya (S.courtmanni dan S. gratus )
memberikan warna merah.
F. Tanaman Lain Yang Mengandung Glikosida Jantung
Di dalam tanaman, glikosida jantung terdapat dalam tumbuhan digitalis. Digitalis
(USP = United State of Pharmacopoeia sejak tahun 1820 sampai sekarang) adalah
serbuk daun Digitalis purpurea Linne atau D. lanata (family Scrophulariaceae) yang
telah dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 600 C. Berupa serbuk halus atau serbuk
sangat halus. Untuk menyesuaikan kadar, bisa diencerkan dengan bahan pengisi
lain, seperti laktosa, amilum, atau dengan daun digitalis yang telah diketahui
kadarnya lebih tinggi atau lebih rendah. Dimana potensinya diperhitungkan
terhadap satuan USP unit. Diketahui bahwa 1 USP unit setara dengan tidak kurang
dari 100 mg serbuk daun digitalis kering. Nama digitalis berasal dari istilah Latin
digitus yang berarti jempol. Ini menggambarkan bentuk bunga, Digitalis purpurea
yang seperti jempol.
Daun digitalis mengandung berbagai glikosida jantung, diantaranya digitoksin (0,20,4 %), digitalin, gitalin, gitoksin, dan digitonin. Daun-daunnya juga mengandung
minyak atsiri yang tersusun dari stearoptena, digitalosmin (yang memberi bau khas
padaku serta menimbulkan rasa tajam), asam antirinat, digitoflavon, inositol, dan
pektin.
Secara umum digitalis adalah tanaman yang berpotensi keras dan berbahaya bagi
manusia karena aksi langsung menuju ke jantung. Dosis yang terlalu besar akan
memberikan gejala keracunan berupa hilangnya selera makan (anorexia), mual
(nausea), ludah membanjir keluar (salivation), muntah (vomiting) diare, kepala
pening (headache), mengantuk (drowsiness), bingung (disorientation), gangguan
konsentrasi (delirium), menghadapi bayangan fatamorgana (hallucination), bahkan
kematian.
Kegunaannya sendiri adalah sebagai kardiotonikum. Efek penggunaan terutama
ditimbulkan oleh bagian aglikon digitalis. Mekanisme kardiotonikum adalah
meningkatkan tonus otot jantung yang mengakibatkan pengosongan otot jantung
lebih sempurna dan curah jantung meningkat.
DIGOKSIN
Digoksin merupakan glikosida jantung yang berasal dari digitalis lanata yang
memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung).
Selain itu, digoksin juga mempunyai efek tak langsung terhadap aktivitas syaraf
otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.
NAMA DAN STRUKTUR KIMIA
Digoksin (digoxin) adalah salah satu jenis glikosida jantung yang diekstraksi dari
tanaman
foxglove , Digitalis lanata. Digoksin memiliki rumus molekul C 41H64 O 14 dengan
bobot
molekul 780,938 g/mol. Rumus struktur digoksin adalah sebagai berikut:
4-[(3 S,5 R ,8 R ,9 S ,10 S ,12 R ,13 S ,14 S )-3- [(2 S ,4 S,5 R ,6 R )-5-[(2 S ,4 S ,5 R ,
6 R )-5- [(2 S ,4 S,5 R ,6 R )-4,5-dihydroxy-6-methyl-oxan-2- yl]oxy-4-hydroxy-6methyl-oxan-2-yl]oxy-4hydroxy-6-methyl-oxan-2-yl]oxy-12,14-dihydroxy-10,13-dimethyl1,2,3,4,5,6,7,8
( DIGOKSIN )
I.
Deskripsi tanaman
1. DIGITALIS PURPUREA
A. Nama Tumbuhan
1. Nama Ilmiah
purpurea
2. Sinonim
foxglove
3. Nama Lokal
4. Familia
Scropulariaceae
5. Ordo
: Digitalis
: Common
: Digitalis
:
: Solanales
B. Ciri Umum
1. Habitus
2. Batang
3. Percabangan
4. Daun
a. Jenis Daun
b. Filotaksis
c. Bentuk & Ukuran
: Herba
:: Simpodial
: Tunggal
:: Bulat telur
memanjang
5. Margo folii
6. Basis folii
7. Apex folii
8. Permukaan daun
a. Warna :
atas
bawah
b.Tekstur :
atas
(berbulu halus)
bawah
9. Nervatio
10. Stipule
11. Catatan tambahan
bunga belum tumbuh
C. Bunga
1. Bentuk bunga
: Lonceng tubuler
2. Jumlah & warna sepal
: (4-6) Hijau
(p=10-35cm, l=5-12cm)
: Crenatus
: Obtusus
: Obtusus
: Hijau muda
: hijau pucat
: Kasar
: kasar
: Penninervis
:: Dalam kondisi
3. Jumlah & warna petal
: ( 4) Merah muda, Ungu, Putih, di bagian dalam terdapat
bintik-bintik hitam
4. Jumlah Stamen
:4
5. Kedudukan Ovarium
: Tenggelam (inferus)
6. Infloresensi
: Rasemosa- tandan
7. Braktea/ Brakteola
:8. Rumus Bunga
:D. Buah
1. Tipe buah
2. Bentuk & Ukuran
3. Warna
E.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
:: kerucut, kotak, beruang dua, tiap ruang berisi biji
:-
Lain-lain
Getah & Warna getah
:Bau (aromatik dll)
:Sulur
:Duri
:Umbi
:Rhizoma
: Tunggang, warna coklat muda
DIGITALIS LANATA
Nama Lain
: Daun digitalis lanata
Nama Tanaman Asal
: Digitalis lanata (Ehrh.)
Familia
: Scrophulariaceae
Zat berkhasiat Utama/Isi
:
Glukosida-glikosida terdiri dari 5 golongan
:
a. Digitoksigenina
: Ianatosid A
b. Gitoksigenina
: Ianatosid B
c. Digoksigenina
: Digoksina
d. Diginatigenina
: Diginatika
e. Gitaloksigenina
: Gitaloksina
Penggunaan
: Isolasi glukosida terutama Digoksina
Pemerian
: Bau lemah, rasa hangat pahit
Bagian yang digunakan
: Daun
Sediaan
: Digoxinum (FI), Digoxini Compressi (FI)
Perbedaan Digitalis Purpurea dan Digitalis Lanata :
Diditalis Purpurea
Daun berambut
Bentuk daun bulat telur memanjan
sampai bulat telur melebar
Tepi daun bergerigi atau beringgit tidak
beraturan, kadang bergerigi, pucuk dan
daun agak runcing,
pangkal daun dekuren/telinga
Digitalis Lanata
Setengah bagian bawah daun berambut
Bentuk daun sundip bulat memanjang
Bagian bawah rata dan samar-samar
berombak bergerigi kea rah ujung
daun
II.
ZAT AKTIF TANAMAN
Kandungan senyawa kimia dari daun digitalis berupa glikoksida / digoksin/
digitoksin. Kandungan lainnya berupa alkaloida, saponin, flavonoida, dan polifenol.
A. Glikoksida
Disini akan dijelaskan pembagian glikoksida (glikosida) menurut aglikon. Aglikon
dari glikosida terdiri dari banyak jenis senyawa kimiawi. Senyawa-senyawa tersebut
meliputi senyawa-senyawa alkoholik dan fenolik, isotiosianat, nitril sianogenetik,
turunan antrasen, flavonoid dan steroid. Meskipun demikian glikosida tanaman yang
pada waktu ini banyak digunakan secara medisinal kebanyakan mempunyai aglikon
steroid, flavonoid atau antrasen. Ini tidak berarti bahwa glikosida lain tidak penting,
hanya yang digunakan untuk pengobatan lebih sedikit.
1) Klasifikasi Glikosida
Ketika bahan kimia alami dari kelompok aglycone digunakan sebagai dasar
pengaturan, dimana penggolongannya sebagai berikut:
a. GLIKOSIDA SAPONIN
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Glikosida
saponin bisa berupa saponin steroid maupun saponin triterpenoid. Saponin adalah
segolongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur steroid dan mempunyai
sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam air dan membui bila
dikocok. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan
bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin juga
bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat
racun bagi hewan berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai
racun ikan. Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan aglikon yang disebut
sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi
sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut. Saponin yang berpotensi
keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin.
Menurut SOBOTKA :
1. Saponin merupakan turunan dari hidrokarbon yang jenuh dari siklopentano
perhidrofenantren
2. Juga dapat merupakan turunan yang tak jenuh dari siklopentano
perhidrofenantren. Struktur kimiawi
Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya),
saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid.
Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal
usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.
Glikosida saponin dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan pada struktur bahan kimia dari
aglycone (sapogenin). Saponin pada hidrolisis
menghasilkan suatu aglycone yang dikenal sebagai "sapogenin".
Biosintesis glukosida saponin
Berdasarkan struktur dari aglikon maka glikosida dan saponin dapat dibagi 2
golongan yaitu saponin netral yang berasal dari steroid dengan rantai samping
spiroketal dan saponin asam yang mempunyai struktur triterpenoid. Biosintesa
saponin triterpenoid lebih kurang diketahui bila dibandingkan dengan saponin
steroid tetapi dapat dikatakan bahwa keduanya mempunyai tidak tolak yang sama
yaitu yang berasal dari asetat dan mevalonat. Rantai samping terbentuk sesudah
terbentuknya squalen. Sebagian terjadi inti steroid spiroketal dan yang lain
membentuk triterpenoid pentasiklik. Gugus gulanya dapat berdiri 1 – 55 gula dan
dalam beberapa hal aglikon tak diikat dengan gula tetapi dengan asam uronat.
GLIKOSIDA STEROID
Glikosida steroid adalah glikosida yang aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid
disebut juga glikosida jantung karena memiliki daya kerja kuat dan spesifik
terhadap otot jantung.
Struktur Kimiawi
Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam
empedu yaitu bagian
gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan bagian aglikonnya berupa
steroid yang terdiri dari dua tipe yaitu tipe kardenolida dan tipe bufadienolida. Tipe
kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan rantai
samping terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak jenuh dan alfa-beta
menempel pada atom C nomor 17 bentuk beta.
Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari kardenolida dengan atom C-24
dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6- anggota tidak jenuh ganda yang
menempel pada atom C nomor 17.
Biosintesa Glikosida Jantung Aglikon dari glikosida jantung adalah steroid yaitu
turunan dari siklo-pentenofenantren yang mengandung lingkaran lakton yang tidak
jenuh pada atom C-17. Seperti sudah kita ketahui biosintesis dari senyawa steroid
pada umumnya didasarkan atas biosintesa dari senyawa kolesterol. Meskipun tidak
semua senyawa steroid memerlukan kolesterol sebagai prekursor (pra zat)
pembentukannya, paling tidak pembentukan kolesterol ini dianggap sebagai
mekanisme biosintesa senyawa steroid pada umumnya.
GLIKOSIDA ANTRAKUINON
Beberapa jenis obat pencahar yang berasal dari tanaman mengandung glikosida
sebagai isi aktifnya. Glikosida-glikosida yang terdapat di dalam obat pencahar
tersebut mengandung turunan antrasen atau antrakinon sebagai aglikonnya.
Simplisia yang mengandung glikosida ini antara lain Rhamni purshianae Cortex,
Rhamni Frangulae Cortex, Aloe, Rhei Radix, dan Sennae Folium. Kecuali itu Chrysa
robin dan Cochineal (Coccus cacti) juga mengandung turunan antrakinon, akan
tetapi tidak digunakan sebagai obat pencahar karena daya iritasinya terlalu keras
(Chrysarobin) sehingga hanya digunakan sebagai obat luar atau hanya digunakan
sebagai zat warna (Cochineal, Coccus Cacti). Tanaman-tanaman seperti kelembak,
aloe, sena, dan kaskara telah lama dikenal sebagai obat alami kelompok
purgativum meskipun pada saat itu kandungan kimiawinya belum diketahui dengan
jelas.
Belakangan, ternyata ada persamaan kandungan kimiawi antara obat purgativum
dengan beberapa bahan pewarna alami. Senyawa yang pertama ditemukan adalah
sena dari tipe antrakuinon, baik dalam keadaan bebas maupun sebagai glikosida.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa produk alam juga mengandung turunan
antrakuinon yang tereduksi, misalnya oksantron, antranol, dan antron. Termasuk
juga produk lain seperti senyawa yang terbentuk dari dua molekul antron, yaitu
diantron. Senyawa-senyawa ini dapat dalam keadaan bebas (tidak terikat dengan
senyawa gula dalam bentuk glikosida) dapat pula dalam bentuk glikosida dimana
turunan antrakinon tersebut berfungsi sebagai aglikon.
Struktur Kimiawi
Sama halnya dengan sifat glikosida lainnya, glikosida antrakuinon juga mudah
terhidrolisis. Bentuk uraiannya adalah aglikon dihidroksi antrakuinon, trihidroksi
antrakuinon, atau tetrahidroksi antrakuinon.
Biosintesa Senyawa Antrakinon
Biosintesa senyawa antrakinon diselidiki di dalam mikroorganisme. Dan disimpulkan
bahwa biosintesa pada tumbuhan tinggi terjadi melalui proses yang serupa, salah
satu contoh yang sederhana ialah pembentukan turunan antrakinon dari asam
asetat yang diberi label dalam Peniccilium islandicum, jenis Penicillium yang dikenal
menghasilkan bermacam-macam turunan antrakinon.
Terjadinya proses biosintesa emodin atau senyawa antrakinon lainnya dapat diikuti
dengan memberi label (tanda) pada asam asetat, yang dimaksud dengan memberi
label adalah menggunakan senyawa yang sebagian unsure- unsurnya diberi muatan
radio aktif dengan menggunakan isotopnya yang radioaktif.
GLIKOSIDA SIANOPORA
Glikosida sianopora adalah glikosida yang pada ketika dihidrolisis akan terurai
menjadi bagianbagiannya dan menghasilkan asam sianida (HCN). Biosintesa Glikosida Sianopor
Aglikon- aglikon
yang merupakan turunan dari asam amino C6 – C3 seperti fenilalanin dan tirosin.
Biosintesa senyawa ini adalah melalui “Shikimic Acid Pathway”.
Setelah terbentuk asam shikimat dapat mengalami fosforilasi dan bereaksi dengan
asam fosfoenolpiruvat membentuk asam profenat, yang selanjutnya melalui asam
fenilpiruvat menjadi fenilalanin.
GLIKOSIDA ISOTIOSIANAT
Banyak biji dari beberapa tanaman keluarga Crucifera mengandung glikosida yang
aglikonnya adalah isotiosianat. Aglikon ini merupakan turunan alifatik atau
aromatik. Senyawa- senyawa yang penting secara farmasi dari glikosida ini adalah
sinigrin (Brassica nigra = black mustard), sinalbin (Sinapis alba = white mustard)
dan glukonapin (rape seed).
Biosintesa Glikosida Isotiosianat Aglikon dari glikosida isotiosianat dapat merupakan
senyawa alifatik atau turunan aromatik. Penelitian dengan radio isotop telah
menunjukkan bahwa aglikon yang berupa senyawa alifatik biosintesanya dapat
melalui “Acetate Pathway”sedang yang aromatic melalui “Shikimic Acel Pathwey”.
GLIKOSIDA FLAVONOL
Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flavonoid. Glikosida ini
merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya di dalam tanaman. Di alam
dikenal adanya sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan
pigmen kuning yang tersebar luas diseluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin,
kuersitrin, ataupun sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin, diosmin
dan naringenin) merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal. Biosintesa
Glikosida Flavonoid Aglikon dan glikosida flavonol dan falvanoid lainnya adalah
contoh senyawa yang di dalam system biologis pembentukannya dapat melalui
kedua cara pembentukan senyawa aromatis, yaitu dengan kondensasi asam asetat
dan melalui shikimic Acid Pathway.
GLIKOSIDA ALKOHOL
Glikosida alkohol ditunjukkan oleh aglikonnya yang selalu memiliki gugus hidroksi.
Senyawa yang termasuk glikosida alcohol adalah salisin. Salisin adalah glikosida
yang diperoleh dari beberapa spesies Salix dan Populus. Biosintesa Glikosida
Alkohol Biosintesa glikosida alkohol, aldehid, lakton dan fenol dapat digambarkan
sebagai berikut :
GLIKOSIDA ALDEHIDA
Salinigrin yang terkandung dalam Salix discolor terdiri dari glukosa yang diikat oleh
m- hidroksibenzaldehida sehingga merupakan glikosida yang aglikonnya suatu
aldehida.
GLIKOSIDA LAKTON
Meskipun kumarin tersebar luas dalam tanaman, tetapi glikosida yang mengandung
kumarin (glikosida lakton) sangat jarang ditemukan. Beberapa glikosida dari
turunan hidroksi kumarin ditemukan dalam bahan tanaman seperti skimin dan Star
anise Jepang, aeskulin dalam korteks horse chestnut, daphin dalam mezereum,
fraksin dan limettin.
GLIKOSIDA FENOL
Beberap aglikon dari glikosida alami mempunyai kandungan bercirikan senyawa
fenol. Arbutin yang terkandung dalam uva ursi dan tanaman Ericaceae lain
menghasilkan hidrokuinon sebagai aglikonnya. Hesperidin dalam buah jeruk juga
dapat digolongkan sebagai glikosida fenol. Uva ursi adalah daun kering dari
Arctostaphylos uva ursi (Famili Ericaceae). Tanaman ini merupakan semak yang
selalu hijau merupakan tanaman asli dari Eropa, Asia, Amerika Serikat dan Kanada.
FUNGSI GLIKOSIDA
Secara umum arti penting glikosida bagi manusia adalah untuk sarana pengobatan
dalam arti luas yang beberapa diantaranya adalah sebagai obat jantung, pencahar,
pengiritasi lokal, analgetikum dan penurunan tegangan permukaan. Fungsi glikosida
:
1. Fungsi glikosida sebagai cadangan gula temporer
2. Proses pembentukan glikosida merupakan proses detoksikasi
3. Glikosida sebagai pengatur tekanan turgor
4. Proses glikosidasi untuk menjaga diri terhadap pengaruh luar yang mengganggu
5. Glikosida sebagai petunjuk sistematik Penggunaan glikosida dimana beberapa
diantara glikosida merupakan obat yang sangat penting, misalnya yang berkhasiat
kardiotonik, yaitu glikosida dari Digitalis, Strophanthus, Colchicum, Conyallaria,
Apocynum dan sebagainya yang berkhasiat laksatifa/pencahar seperti Senna, Aloe,
Rheum, Cascara Sagrada dan Frangula yang mengandung glikosida turunan
antrakinon emodin. Selanjutnya sinigrin, suatu glikosida dari Sinapis nigra,
mengandung alilisotiosianat suatu iritansia lokal. Gaulterin adalah glikosida dari
gaulteria yang dapat menghasilkan metal salisilat sebagai analgesik.
B. SAPONIN
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada
tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan
membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan
asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit,
yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas (Burger
et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun
“Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan
menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida
struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut
dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin,
diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim
(Robinson,1995).
Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan
karena kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul
karena adanya penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan
tegangan permukaan disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin =
sapo) yang dapat mengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini
biasanya memiliki dua bagian yang tidak sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan
tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa disebut saponin. Saponin berbeda
struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenis glikosida.
Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon
(senyawa bahan aalam lainya). Saponin umumnya berasa pahit dan dapat
membentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk
beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009). Saponin merupakan glikosida yang
memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti
steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin.
Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul
karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin.
Masing-masing senyawa ini banyak dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009).
Tumbuhan yang mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari
Keluarga Caryophyllaceae. Senywa saponin juga ditemui pada famili sapindaceae,
curcurbitaceae, dan araliaceae.
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagianbagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan
karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolism tumbuh-tumbuhan
kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.
1. Sifat-sifat Saponin :
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris
yang mendekati
Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan
(Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan
karbohidrat (heksosa, pentose, dan Saccharic acid) (Kim Nio,1989).
2. Klasifikasi Saponin
Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin steroid
dan saponin triterpenoid.
a) Saponin steroid
Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat.
Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai
sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan
penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi
dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses
biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid
yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering
disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat
terhadap jantung.
Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus),
Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup
dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti
nyeri dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).
b) Saponin Tritetpenoid
Saponin tritetpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.
Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan
suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan.
Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).
Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat pada
tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai
sebagai antibiotik (Anonim, 2009).
3.
Biosintesis Saponin
Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin denga
steroid maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang
diperoleh dari asetil CoA . Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk
senyawa squalen yang merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan Dari
dua farnesil piroposfat. Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi
pada atom C nomor 3 sehingga terbentuk OH, setelah itu terjadi pembentukan
epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai menjadi lanosterol yang
merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin, 1986). Sedangkan
perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk cincin
keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom
karbon
4.
Macam – Macam Saponin
Macam-macam saponin berbeda sekali komponen kimianya, yaitu berbeda pada
aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya sehingga tumbuhan-tumbuhan
tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan seperti :
a. Quilage saponin, Campuran dari 3 atau 4 saponin
b. Alfafa saponin, Campuran dari paling sedikit 5 saponin
c. Soy Bean saponin, terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dengan sapogenin atau
karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya.
Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bessiltioglikosida. Bila
dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan
bensitiosianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik
tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan (seperti : Kacang
tanah,kacang kedelai), dan juga macam-macam kol (Kim Nio,1989).
Saponin dalam bentuk gugus triterpenoid dan glikosida adalah steroid umum
dalam produk tumbuh-tumbuhan. Berupa efek biologi telah dianggap dari saponin.
Penelitian yang efektif telah dilakukan pada membrane permeable, sebagai
pertanahan tubuh (sistim imun), antikangker, sifat antikolesterol dari saponin.
Saponin juga telah terbukti secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan,
konsumsi makanan dan reproduksi pada hewan percobaan. Beragam senyawa
struktur saponin juga telah diamati untuk membunuh protozoa, moluska,
antioksidan, merusak pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan mineral
dalam usus. Menyebabkan hipoglikemia dan bertindak sebagai anti jamur dan anti
virus (Yoshiki et al,1998). Peran Fisiologi saponin pada tananman belum sepenuhnya
di pahami meskipun ada sejumlah publikasi menggambarkan identifikasi saponin
dan beberapa efek pada sel hewan, jamur dan bakteri. Hanya sedikit yang diketahui
fungsi saponin untuk tumbuhan itu sendiri. Banyak saponin diketahui antimikroba
untuk menghambat jamur dan untuk melindungi tanaman dari serangga. Saponin
dianggap sebagai dari sistim pertahanan tanaman dan dengan demikiandimasukan
dalam kelompok besar mol pelindung pada sel tumbuhan (Morrisey &
Osboun,1999). Cara identifikasi saponin, timbang 500 mg serbuk simplisia masukan
kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panans, dinginkan kemudian kocok
kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil tidak kurang dari 10
menit sehingga 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak
hilang, menunjukan bahwa dalam simplisia tersebut mengandung saponin.
A. SENYAWA ALKALOID
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan
tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid
terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan
pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom
karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa
alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan
juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh–
tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan
alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat
tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid mempunyai efek fisiologis.
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat dan
berbentuk kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Ada
juga alkaloid yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian
besar alkaloid mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat
farmakologi. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai
obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik
lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji
dengan hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan
di alam bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang
kesemuanya itu tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid.
Alkaloid tidak mempunyai nama yang sistematik, sehingga nama dinyatakan
dengan nama trivial misalnya kodein, morfin, heroin, kinin, kofein, nikotin. Sistem
klasifikasi alkaloid yang banyak diterima adalah pembagian alkaloid menjadi 3
golongan yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Suatu cara
mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan jenis cincin heterosiklik
nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Jenisnya yaitu pirolidin,
piperidin, kuinolin, isokuinolin, indol, piridin dan sebagainya.
Gambar II.1 Struktur jenis–jenis alkaloid
Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas
biasanya tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid
larut), tetapi mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter,
kloroform). Dalam bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik
polar.
I.
Klasifikasi alkaloid
Klasifikasi alkaloid diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam
struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan
hubungannya dengan asam amino. Berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan
hubungannya dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
a. True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis
yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis,
turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam
tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang
tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid
kuartener yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin
dan serotonin.
b. Proto alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina yang
sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di dalam cincin
heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa, istilah biologycal
amine sering digunakan untuk alkaloid ini.
c. Pseudo alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan
umumnya bersifat basa.
B. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru,
dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali
alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C-
dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida,
dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan
dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan
khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya Menurut Markham (1988).
flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom karbon,
dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6-C3-C6 .
Kerangka flavonoid :
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu:
1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
2.
3.
Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata
flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam
tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman,
dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin
1,3-diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin
heterosiklik yang baru (cincin C)
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin
heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola
yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar
flavonoid berciri mempunyai piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan
salah satu dari cincin benzene. Sistem penomoran untuk turunan flavonoid
diberikan dibawah:
Di antara flavonoid khas yang mempunyai kerangka seperti diatas berbagai jenis
dibedakan tahanan oksidasi dan keragaman pada rantai C3
C. POLYPHENOL
Saat ini Polyphenol merupakan salah satu produk anti oksidan yang sangat
kuat dan ampuh dalam menangkal radikal bebas. Senyawa ini juga memiliki
kemampuan sebagai anti Aging (Anti Penuaan Dini). Berbagai studi dan penelitian
membuktikan bahwa radikal bebas adalah penyebab utama dari penyakit-penakit
degeneratif seperti : Kanker, Kolesterol, Diabetes, Jantung maupun Stroke.
Dengan demikian, Polyphenol begitu diperlukan dalam mencegah ataupun
menanggulangi penyakit-penyakit tersebut diatas.
Journal of Cellular Biochemistry mempublikasikan bahwa polyphenol
tergolong dalam anti oksidant jenis bioflavonold yang memiliki kekuatan 100 kali
lebih efektif dari vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E. Senyawa ini
mampu menetralisir radikal bebas yang menjadi penyebab kanker payudara,
menurunkan resiko kanker lambung, paru-paru, usus besar, hati dan pancreas serta
membantu menurunk tingkat kadar gula dalam darah. Polyphenol efektif
mengurangi penumpukan kolesterol jahat (LDL) di dalam darah, karena anti oksidan
mampu mencegah oksidasi kolesterol dalam pembuluh arteri yang menyebabkan
pembekuan trombosit abnormal penyebab terjadinya serangan jantung dan stroke.
Sebuah study oleh para peneliti Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam
American Journal of Epidemiologi menyatakan bahwa mereka yang minum
sedikitnya dua cangkir teh yang mengandung polyphenol setiap hari, ternyata 68%
lebih rendah kemungkinan terkena kanker usus.
Manfaat & Khasiat Polypenol :
- sebagai anti oksidant yang yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas.
- Mampu meredam perkembangan aktifasi sel kanker hingga 50%.
- Untukmengobati asam urat, eksim, migraine, demam, asthma, dll.
- Mencegah penakit degenaratif seperti : kanker, klesterol, jantung maupun stroke.
- Mampu menurunkan kadar gula dalam plasma darah sehingga baik diminum bagi
penderita diabetes.
- Memiliki kemampuan anti aging (anti penuaan dini)
II.
Daun Digitalis Dimanfaatkan Sebagai Obat Jantung
A. Komposisi kimia dari Digitalis
Tanah bagian dari tanaman mengandung glikosida steroid (digitoksin, Βacetildigitoksin, digitonin, gatoksin, gitonin), dan juga sejumlah glikosida purpurea,
yang dalam proses pengeringan dan penyimpanan ungu foxgloves berubah menjadi
dasar (sekunder) glikosida. Selain itu, tanaman mengandung jumlah asam organik,
Saponin, flavonoid, Kolin dan senyawa lain.
B. Sifat-sifat farmakologis digitalis
Glikosida Digitalis ungu adalah perlawanan terbesar dalam tubuh dari glikosida
jantung lainnya dalam aplikasi rumah, Karena molekul mereka tidak biasa untuk
anyaman asing gula- digitoksozy. Misalnya, Ketika aplikasi domestic digitoksika
kardiotropika efek adalah hanya 2-4 h.Glikosida Digitalis ungu untuk mempercepat
pengembangan pasien tidak perlu baik cardiotropic aktivitas spesifik untuk
memperlambat glikozidam jantung. Selain itu, Jika tindakan cardiotonic glikosida
jantung grup strophanthus terus 24-30 h, digitoksina, jangka masa ini adalah 2-3
minggu.
Meskipun penyerapan lambat dari saluran gastrointestinal, glikosida menelan
tanaman secara bertahap terakumulasi dalam tubuh dan memiliki tingkat tinggi
penumpukan. Misalnya, kecepatan proses inactivating dan menghapus digitoksina
begitu kecil, yang paruhnya (pengurangan konsentrasi dalam plasma darah di 50
%) adalah 160 tapi. Durasi tindakan dan kemampuan untuk penumpukan digitoksin
menempati tempat pertama antara semua glikosida jantung dikenal: diikuti oleh
digoksin, celanidistrofantin.
Gejala yang khas dari glikosida jantung ungu khususnya, digitoksina dan
gitoksina, efek langsung pada jantung. Tindakan ini adalah akibat akumulasi
sebelumnya zat-zat dalam jaringan hati dan sensitivitas tinggi otot jantung ke grup
ini senyawa obat. Biotransformasi glikosida tanaman terjadi terutama di hati dan
ditandai oleh progresif pembelahan molekul pada peralatan dan aglikony (geniny),
dan digitoksin di hati. Glikosida tanaman sebagian dialokasikan memori, tapi
terutama di usus, 7-15 % digitoksina lagi diserap ke dalam darah, menciptakan
penumpukan obat dan kemungkinan keracunan. Digitoksin sebenarnya belum
mengalokasikan memori.
C. Aktivitas farmakologis spesifik dari glikosida
Digitalis didefinisikan oleh prinsip-prinsip individu dan common tindakan
glikosida jantung pada tubuh. Hal ini ditandai dengan aspek-aspek utama berikut :
Efek langsung dari metabolisme jaringan otot jantung (positif, inotrope); Diastolik
aksi (negatif chronotropic), dilakukan oleh peraturan pusat, Inhibitive efek pada
sistem konduktif hati, secara khusus, inisiasi bundel atrioventrikular.
Properti farmakologi yang paling penting dari glikosida jantung, khususnya
Foxglove ungu, harus mempertimbangkan untuk menjadi sangat efektif dalam hal
patologis model gagal jantung. Di bawah pengaruh glikosida jantung mengurangi
resistensi pembuluh, meningkatkan aliran darah ke
proses oksigenasi jaringan, suplai darah otot jantung meningkatkan karena
normalisasi parameter hemodinamik secara keseluruhan.
Standardisasi biologis utama glikosida jantung- ungu Foxglove dilakukan pada
berbagai jenis hewan laboratorium. Aktivitas biologis dalam Standardisasi
digitoksina katak adalah 8000- 10
ES LTD, pada kucing-2300-2400 CUD. Efek toksik pada hewan dalam percobaan
dibawah tindakan glikosida tanaman terkait dengan overdosis dan dengan
kemampuan penumpukan mereka tinggi, dengan sindrom kardial dan ekstrakardial.
Binatang yang muncul arrythmia, aritmia, blok atrioventrikular lengkap, Flicker
ventrikel jantung, pelanggaran saluran cerna (muntah, diare) dan CNS.
D. Penerapan Foxglove ungu dalam pengobatan
Bentuk-bentuk Kedokteran ungu Foxglove, serta tumbuh-tumbuhan medis,
dengan glikosida jantung, digunakan pada gagal jantung kronis, kejahatan dan
penyakit lainnya pada sistem kardiovaskular, dikombinasikan dengan fibrilasi
atrium.
Praktis yang sangat penting adalah penggunaan obat naperstanki ungu
ketika kejahatan hati dengan gejala stagnasi, Ketika jantung tidak mampu
mengatasi beban fisiologis. Pasien
meningkatkan tekanan vena, jantung dilantalis, meningkatkan ukuran hati, secara
signifikan mengurangi output urin, Ada telah cukup bengkak.
Terapi dosis obat memimpin untuk mengembalikan kegiatan fisiologis normal
jantung. Efektivitas pengobatan adalah untuk mengurangi ukuran jantung,
mengurangi vena tekanan dan meningkatkan urin. Pasien menghilang
pembengkakan, menormalkan fungsi hati dan dimensi. Karena normalisasi
parameter hemodinamik secara keseluruhan, rekonstruksi sirkulasi darah dalam
jaringan dan respirasi jaringan normal pada pasien dengan secara signifikan
mengurangi sesak napas dan
menghilang sinus hidung.
Durasi janji obat naperstanki periode pemulihan yang ditentukan oleh
sirkulasi dan detak jantung yang normal, normalisasi diuresis, hilangnya
pembengkakan dan sebuah sesuai pengurangan indeks massa tubuh pasien,
meningkatkan tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Obat-obatan digitalis
biasanya diresepkan untuk jangka panjang (bulan). Selama pengobatan, hal ini
diperlukan untuk hati-hati memantau kinerja sistem kardiovaskular dan kondisi
umum pasien. Bila digunakan dengan benar, obat-obatan harus tidak diamati efek
samping, Namun, harus memperhitungkan kemungkinan individu sensitivitas
pasien.
E.
Efek samping digitalis
Dalam overdosis digitalis ungu atau terlalu lama aplikasi dosis terapi
mungkin, keracunan parah, Berdasarkan tindakan selektif glikosida jantung pada
jantung. Gejala utama keracunan dengan glikosida jantung: tajam perlambatan
nadi. Kadang-kadang overdosis ditandai mual, muntah, dan penurunan urin. Kapan
beracun fenomena menunjukkan penggunaan kalium klorida, atropin, kafein,
unithiol.
F.
Kontraindikasi untuk penggunaan digitalis :
Koroner insufisiensi (terutama pada sklerosis koroner pembuluh jantung),
infark miokard akut, pada etiologi dinyatakan, blok atrioventrikular lengkap,
Endokarditis aktif dan revmocardit (risiko terjadinya emboli). Digitalis tidak
ditampilkan ketika gagal jantung kompensasi.
Digitalis persiapan hati-hati harus ditunjuk dalam lesi aorta (terutama stenosis),
disertai dengan
gigih bradikardia.
Daun digitalis memiliki kandungan Glikosida Jantung, dan glikosida yang terkandung
dimanfaatkan oleh perusahaan besar farmasi sebagai obat jantung. Kita akan
membahas dahulu tentang glikosida jantung.
1. Glikosida Jantung
Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman yang kemudian
diketahui berisi
digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai inotropik positif pada gagal
jantung.
Digoksin adalah suatu obat yang diperoleh dari tumbuhan Digitalis lanata. Digoksin
digunakan
terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi)
jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure (CHF). Obat ini
juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa dysrhythmias ( jenis
abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan Therapeutic Window
sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum
Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit.
Artinya rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan
yang dapat menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma
harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik.
Efek samping pada pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat:
bingung, tidak nafsu makan, disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah
dan gangguan ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga
terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria)mungkin
terjadi.
Stabilitas dan Sifat dari Glikosida
Jantung Glikosida steroid merupakan glikosida dengan aglikon steroid. Glikosida
jantung / cardiac
gycocide / sterol glycocide/ digitaloida adalah glikosida yang mempunyai daya kerja
yang kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Daya kerja glikosida steroid yaitu:
menambah kontraksi sistemik, berakibat pada pengosongan ventrikel menjadi lebih
sempurna, akibat selanjutnya lamanya kontraksi systole dipersingkat, sehingga
jantung dapat beristirahat lebih panjang di antara dua kontraksi. Aglikon steroid
atau genin terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan bufadienolida.
Yang umum dalam alam adalah tipe kardenolida yang merupakan steroida C23
dengan rantai samping yang terdiri dari lingkaran lakton lima anggota yang tidak
jenuh α-β dan menempel pada C nomor 17 bentuk β. Tipe bufadienolida adalah
homolog C24 dari kardenolida dan mempunyai rantai simpang lingkaran lakton
enam anggota tidak jenuh ganda menempel pada C
nomor 17. Nama bufadienolida berasal dari nama genus untuk katak Bufo, karena
prototipe dari senyawa bufalin diisolasikan dari kulit katak. Aspek kimiawi yang luar
biasa dari kardenolida dan
bufadienolida adalah bahwa hubungan lingkaran C/D mempunyai konfigurasi. Agar
daya kerja terhadap jantung optimum, ternyata bahwa aglikon harus mempunyai
lingkaran lakotn tidak jenuh α-β dan β menempel pada posisi 1 dari steroida dan
hubungan-hubungan A/ B dan C/D harus mempunyai konfigurasi sis. Bila glikosida
dipecah aglikon masih mempunyai kegiatan terhadap jantung, tetapi bagian gula
dari glikosida yang menyebabkan dapat larutnya glikosida sangat penting untuk
absorbsi dan penyebaran glikosida dalam tubuh. Subtitusi oksigen pada inti steroida
juga mempengaruh penyebaran glikosida dalam tubuh.
Substitusi oksigen pada inti steroida juga mempengaruhi penyebaran dan
metabolisme glikosida. Pada umumnya makin banyak gugus hidroksi pada molekul
lebih cepat waktu mulainya bekerja dan
selanjutnya lebih cepat dikeluarkan dari tubuh.
Struktur dan daya kerja dari glikosida jantung mepunyai hubungan yang sangat
erat, pergantian tempat dari gugus hidroksi atau aalnya perubahan kecil dalam
molekul akan, mengubah bahkan melenyapkan sama sekali sifat kardioaktifnya. Ciri
khas untuk aglikon dan kardioaktif adalah adanya gugus hidroksi yang menempel
pada posisi 3 dan 14 dari inti steroida. Setiap glikosida jantung mempunyai bagian
gula yang terdiri dari satu, dua, tiga, atau empat
gugus gula pentosa atau heksosa, tetapi gula yang di ujung biasanya adalah
glukosa. Gugus OH dari
aglikon yang btereaksi pada pembentukan glikosida adalah yang terdapat pada
posisi 3. Monosakarida yang biasa terdapat pada glikosida yang umum digunakan
dalam pengobatan adalah D-glukosa, D- Digitoksosa, D-Simarosa, L-Ramnosa, Darabinosa.
Hidrolisis asam yang lama dari glikosida jantung akan menyebabkan terpecahnya
glikosida tersebut menjadi gula dan aglikon. Sedang hidrolisis yang terjadi karena
enzim yang terdapat dalam banyak tanaman glikosida jantung memecah glikosida
menjadi suatu gula bebas dan suatu glikosida sekunder yang menandung lebih
sedikit gula. Adanya enzim-enzim ini memungkinkan dipelajarinya secara terperinci
susuanan dari glikosida jantung. Seringkali enzim- enzim tersebut terikat sangat
erat di dalam protoplasma sel (desmoenzim). Bila tidak diperhatikan secara cermat,
selama pengeringan dan penyimpanan banyak obat jantung, maka enzim tadi akan
memecah gula dan glukosa yang biasanya terdapat di ujung hingga dari heterosida
yang asli akan terjadi senyawa yang kurang kompleks. Misalnya dari ekstrak gubal
strofanti dapat diahrapkan akan terdapat senyawa kardioaktif seperti: strofantidin,
simarin, k- strofantin dan k-strofantosida.
Kecuali dengan hidrolisa, glikosida jantung dapat pula rusak dengan cara yang lain.
Lingkaran lakton di dalamnya mudah terbuka dengan adanya alkali, yang akan
membentuk garam dari asam
aldehid. Sekali terbuka, lingkaran tersebut tidak dapat dibentuk kembali menjadi
lakton yang asli
(cardenolide); sekarang karboksil tadi membentuk lakton dengan suatu hidroksil di
bagian lain dari aglikon tersebut menghasilkan isogenin, cardanolide, yang secara
fisiologi tidak aktif. Inilah sebabnya mengapa adanya alkali kuat menghancurkan
aktivitas dari glikosida jantung. Gugus hidroksil tersier (yaitu pada kedudukan 14
dari digitoksigenin) mudah terpisah sebagai air pada suhu yang tinggi memebentuk
anhidrogenin, misalnya anhidro digitoksigenin.
Jadi selama pengeringan, penyimpanan dan ekstraksi mungkin dan memang terjadi
bermacan-macam perubahan dari obat jantung. Glikosida jantung juga terhidrolisis
sebagian oeh asam lambung tetepi tidak cukup cepat hingga tidak mengacaukan
pengobatan. Karena panas dapat
menghancurkan enzim, maka dapat diharapkan bahwa obat jantung yang
diawetkan dengan panas (heat- stabilized) kualitasnya akan tahan lama, tetapi
penggunaan panas dapat mengubah sebagian dari glikosida yang asli.
Kelarutan dari glikosida jantung berbeda cukup besar sesuai dengan kadar gula
dalam molekul.
Pada umumnya makin besar jumlah gugus gula yang terdapat dalam molekul,
makin besar kelarutannya dalam air, tetapi makin kecil kelarutannya dalam
kloroform.
Alkohol dapat melarutkan kedua macam glikosida baik glikosida asli maupun
glikosida sekunder dan juga aglikon, karena itu nampaknya alkohol merupakan
pelarut yang
cocok untuk zat kardioaktif (cardiac principles). Glikosida jantung tidak larut dalam
petroleum eter dan dalam eter, dan pelarut tersebut digunakan untuk
menghilangkan lemak biji strofanti sebelum
diekstraksi dengan alkohol. Infusa air satu persen daun digitalis mengandung
hampir seluruh jumlah
heterosida aktif yang terdapat dalam obat. Hal ini mungkin disebabkan karena obat
tersebut disamping mengandung glikosida jantung juga mengandung saponin yang
berperan sebagai emulgator (emulsifier) untuk glikosida sekunder.
A.
Efek Farmakologi
a) Farmakodinamik/Farmakokinetik :
· Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit
· Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam
· Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan Absorpsi : melalui difusi pasif pada
usus halus bagian atas, makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami
penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi.
B. Distribusi :
Fungsi ginjal normal : 6-7 L/ kg
Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg
Anak-anak : 16 L/kg
Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal
Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%
Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui
reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan
adanya gagal jantung kongestif
Bioavailabilitas:
T½ eliminasi (half-life elimination) berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung
T½ eliminasi (half-life elimination): parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit:
digoxigenin: 4
jam ; monodigitoxoside : 3 – 12 jam
Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam
Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah )
Konsentrasi serum digoksin : o Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia :
0,8-2 ng/ml
Dewasa : < 0,5 ng/ml, kemungkinan menunjukkan underdigitalization, kecuali jika
terdapat hal- hal khusus Toksik > 2,5 ng/ml
C. Kontraindikasi
Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular
arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff- Parkinson-White Syndrome ; takikardia
ventricular atau fibrilasi ; hypertropic obstructive cardiomyopathy.
D. Efek Samping
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual ,
muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek,
mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia
intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang , trombositopenia.
E.
Identifikasi Kimiawi
1. Reaksi Legal
Glikosida jantung kecuali scillaren, memberikan reaksi legal. Heterosida atau
ekstrak murni dari obat gubal dilarukan dalam piridina. Bila natrium hidroksida dan
natrium nitropurusida ditambahkan secara berturutan, akan terjadi warna merah
darah.
2. Reaksi Keller –Killiani
Glikosida dilarutkan dalam asam asetat glasial yang mengandung jejak/
rumutan/trace feri klorida. Asam sulfat pekat yang mengandung sejumlah feri
klorida yang sama diteteskan pada dasar tabung reaksi dengan suatu pipet. Suatu
warna yang jelas akan terjadi pada batas antara dua reagen,
yang secaraperlahan-lahan menyebar ke dalam lapisan asam asetat. Reaksi ini
menunjukkan adanya gula deoksi. Glikosida dari oleander dan squill memberikan
warna merah, sedang gliolosida dari adonis, apocymun dan digitalis memberikan
warna hijau kebiruan.
3. Reaksi Sterol dan Liebermann
Kepada larutan glikosida dalam asam asetat glasial diatmbahkan satu tetes asam
sulfat pekat. Pergantian warna terjadi dari rosa melaui merah, violet dan biru ke
hijau. Warna-warna tersebut sedikit berbeda untuk satu senyawa dengan senyawa
yang lain. Reaksi ini disebabkan oleh bagian steroida dari molekul dan karakteristik
untuk aglikon dari tipe scillarenin. Asam sulfat 80% digunakan sebagai alat untuk
identifikasi biji strophanti. Biji strophanthus kombe memberikan warna hijau dengan
reagen ini, sedang kebanyakan pemalsunya (S.courtmanni dan S. gratus )
memberikan warna merah.
F. Tanaman Lain Yang Mengandung Glikosida Jantung
Di dalam tanaman, glikosida jantung terdapat dalam tumbuhan digitalis. Digitalis
(USP = United State of Pharmacopoeia sejak tahun 1820 sampai sekarang) adalah
serbuk daun Digitalis purpurea Linne atau D. lanata (family Scrophulariaceae) yang
telah dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 600 C. Berupa serbuk halus atau serbuk
sangat halus. Untuk menyesuaikan kadar, bisa diencerkan dengan bahan pengisi
lain, seperti laktosa, amilum, atau dengan daun digitalis yang telah diketahui
kadarnya lebih tinggi atau lebih rendah. Dimana potensinya diperhitungkan
terhadap satuan USP unit. Diketahui bahwa 1 USP unit setara dengan tidak kurang
dari 100 mg serbuk daun digitalis kering. Nama digitalis berasal dari istilah Latin
digitus yang berarti jempol. Ini menggambarkan bentuk bunga, Digitalis purpurea
yang seperti jempol.
Daun digitalis mengandung berbagai glikosida jantung, diantaranya digitoksin (0,20,4 %), digitalin, gitalin, gitoksin, dan digitonin. Daun-daunnya juga mengandung
minyak atsiri yang tersusun dari stearoptena, digitalosmin (yang memberi bau khas
padaku serta menimbulkan rasa tajam), asam antirinat, digitoflavon, inositol, dan
pektin.
Secara umum digitalis adalah tanaman yang berpotensi keras dan berbahaya bagi
manusia karena aksi langsung menuju ke jantung. Dosis yang terlalu besar akan
memberikan gejala keracunan berupa hilangnya selera makan (anorexia), mual
(nausea), ludah membanjir keluar (salivation), muntah (vomiting) diare, kepala
pening (headache), mengantuk (drowsiness), bingung (disorientation), gangguan
konsentrasi (delirium), menghadapi bayangan fatamorgana (hallucination), bahkan
kematian.
Kegunaannya sendiri adalah sebagai kardiotonikum. Efek penggunaan terutama
ditimbulkan oleh bagian aglikon digitalis. Mekanisme kardiotonikum adalah
meningkatkan tonus otot jantung yang mengakibatkan pengosongan otot jantung
lebih sempurna dan curah jantung meningkat.
DIGOKSIN
Digoksin merupakan glikosida jantung yang berasal dari digitalis lanata yang
memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung).
Selain itu, digoksin juga mempunyai efek tak langsung terhadap aktivitas syaraf
otonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.
NAMA DAN STRUKTUR KIMIA
Digoksin (digoxin) adalah salah satu jenis glikosida jantung yang diekstraksi dari
tanaman
foxglove , Digitalis lanata. Digoksin memiliki rumus molekul C 41H64 O 14 dengan
bobot
molekul 780,938 g/mol. Rumus struktur digoksin adalah sebagai berikut:
4-[(3 S,5 R ,8 R ,9 S ,10 S ,12 R ,13 S ,14 S )-3- [(2 S ,4 S,5 R ,6 R )-5-[(2 S ,4 S ,5 R ,
6 R )-5- [(2 S ,4 S,5 R ,6 R )-4,5-dihydroxy-6-methyl-oxan-2- yl]oxy-4-hydroxy-6methyl-oxan-2-yl]oxy-4hydroxy-6-methyl-oxan-2-yl]oxy-12,14-dihydroxy-10,13-dimethyl1,2,3,4,5,6,7,8