Aditya Purnomo 1815163151 Program Pendid (1)

Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia
Program Pendidikan Bagi Anak Autisme
Diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Apresiasi Bahasa dan
Sastra Indonesia

Oleh :
Aditya Purnomo (1815163151)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

1

Abstrak
Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara, tanpa ada
pengecualian. Pendidikan merupakan suatu wadah bagi setiap individu
dalam proses belajar, untuk mengembangkan IQ, EQ, SQ, maupun skill
serta potensi yang ada dalam dirinya. Belajar merupakan proses penting
dalam pembentukan kepribadian dan kedewasaan seseorang. Dalam

penjelasan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
dapat dipahami bahwa setiap anak berhak untuk meningkatkan segala
potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan. Akan tetapi tidak semua
anak terlahir dalam kondisi normal dan sempurna. Tidak sedikit kita jumpai
anak-anak yang lahir dengan kondisi yang kurang normal, yang memiliki
gangguan pada perkembangan fisik dan mentalnya. Anak Layanan Khusus
(ALK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa”
(ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan
khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan yang
lainnya. Anak Layanan Khusus yaitu; Anak yang mengalami penurunan
fungsi nilai / ketidak normalan (impairment) penglihatan (tunanetra), Anak
dengan impairment pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), Anak
dengan impairment perkembangan kemampuan (tunagrahita), Anak
dengan impairment kondisi fisik atau motorik (tunadaksa), Anak dengan
impairment perilaku maladjustment, Anak dengan impairment autism
(autism children), Anak dengan impairment hiperaktif (attention deficit
disorder with hyperactive), Anak dengan impairment belajar (learning
disability atau specific learning disability). Anak dengan impairment
kelainan perkembangan ganda (multihanddicapped and developmentally
disabled children).

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu
wadah bagi setiap individu dalam
proses belajar. Belajar merupakan
proses
penting
dalam
pembentukan kepribadian dan
kedewasaan seseorang. Dalam
penjelasan Undang-undang RI
nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas dapat dipahami bahwa
setiap
anak
berhak
untuk
meningkatkan segala potensi
yang ada dalam dirinya melalui
pendidikan. Akan tetapi tidak


semua anak terlahir dalam kondisi
normal dan sempurna. Tidak
sedikit kita jumpai anak-anak yang
lahir dengan kondisi yang kurang
normal, yang memiliki gangguan
pada perkembangan fisik dan
mentalnya. Anak Layanan Khusus
(ALK) merupakan istilah lain untuk
menggantikan kata “Anak Luar
Biasa” (ALB) yang menandakan
adanya kelainan khusus. Anak
Layanan Khusus mempunyai
karakteristik yang berbeda antara
satu dan yang lainnya. Disini
pemakalah akan terfokus pada

2

permasalahan pendidikan untuk
anak autisme.

Istilah Autistik berasal dari
“autos” yang berarti “diri sendiri”
dan “isme” yang berarti “aliran”.
Autis berarti suatu paham yang
tertarik atau hanya pada dunianya
sendiri.
Berikut
beberapa
pendapat
tentang
autisme
menurut ahli
Autistik merupakan gangguan
pervasif
yang
mencakup
gangguan-gangguan
dalam
komunikasi verbal dan non verbal,
interaksi sosial, perilaku, emosi,

dan pengulangan perilaku yang
terjadi dalam kontinum ringan
sampai parah (Sugiarto, dkk,
2004; Gunawidjaja, 2007).
Autistik merupakan gangguan
perkembangan pervasif pada
anak yang ditandai adanya
gangguan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi
sosial.
Gangguan
perkembangan pada fungsi otak
yang kompleks ini disertai dengan
kurangnya intelektual dan perilaku
dalam rentang dan keparahan
yang luas (Wong, 2009).
Autistik dapat terjadi pada
seluruh anak dari berbagai tingkat
sosial dan kultur. Hasil survei yang

diambil dari beberapa negara
menunjukkan bahwa 2-4 anak per
10.000
anak
berpeluang
menyandang autime dengan rasio
3 : 1 untuk anak laki-laki dan
perempuan. Dengan kata lain,

anak
laki-laki
lebih
rentan
menyandang
autisme
dibandingkan anak perempuan
(Wijayakusuma, 2004).
autistik merupakan gangguan
perkembangan
yang

mempengaruhi beberapa aspek
bagaimana anak melihat dunia
dan belajar dari pengalamannya.
Anak-anak dengan gangguan
autistik biasanya kurang dapat
merasakan kontak sosial. Mereka
cenderung
menyendiri
dan
menghindari kontak dengan orang
lain Yuwono (2009:15). Hal yang
sama dijelaskan oleh Sunu
(2012:7) autisme merupakan
salah satu bentuk gangguan
tumbuh
kembang,
berupa
sekumpulan gejala akibat adanya
kelainan syaraf tertentu yang
menyebabkan fungsi otak tidak

bekerja secara normal sehingga
mempengaruhi tumbuh kembang,
kemampuan komunikasi, dan
kemampuan
interaksi
sosial
seseorang.
Anak
autis
mempunyai tiga karakteristik yang
mendasar, yang biasa disebut
trias autis yakni mengalami
hambatan dalam berkomunikasi,
gangguan perilaku yang terbatas
serta kesulitan dalam interaksi
sosial.
Jadi anak autisme adalah anak
yang mengalami kelainan tumbuh
kembang yang ditandai dengan
tidak adanya kontak dengan

orang lain dan asyik dengan
dunianya sendiri. Mereka tidak tuli
dan tidak tunawicara, mereka juga

3

belum
tentu
berintelegensi
rendah. Adanya keterlambatan
dalam perolehan berbahasa dan
perilaku
bahasanya
yang
demikian
maka
dikatakan
bahasanya
”bahasa
planet”.

Selain itu anak autisme juga
mengalami gangguan komunikasi,
berperilaku
khusus,
dan
gangguan interaksi sosial dan
autisme dapat dikatakan sebagai
gangguan yang terjadi pada
fungsi otak manusia karena
terdapat kelainan syaraf tertentu,
sehingga
mengalami
penghambatan
dalam
berkomunikasi, kesulitan dalam
interaksi sosial, prilaku dan
autisme lebih banyak terjadi pada
anak laki – laki di bandingkan
anak
perempuan,

dengan
perbandingan 3 : 1 .
Secara pasti belum ditemukan
penyebab dari autisme tapi
berdasarkan kajian terhadap
berbagai literaturilmiah, dapat
diketahui bahwa faktor penyebab
gangguan autis adalah genetik
(keturunan),
virus
(seperti
toksoplasmosis, rubella, toxo,
herpes, candida, jamur) , nutrisi
yang buruk pada makanan, obatobatan, usia orang tua. pada
masa kehamilan yang dapat
menghambat pertumbuhan sel
otak yang menyebabkan fungsi
otak
bayi
yang
dikandung
terganggu
terutama
fungsi
pemahaman,komunikasi,
dan
interaksi. Berikut adalah faktor-

faktor yang diduga kuat sebagai
penyebab anak autisme :
1. Genetik
Ada
bukti
kuat
yang
menyatakan perubahan dalam
gen berkontribusi pada terjadinya
autisme.
Menurut
National
Institute of Health, keluarga yang
memiliki satu anak autisme
memiliki peluang 1-20 kali lebih
besar untuk melahirkan anak yang
juga autisme. Penelitian pada
anak kembar menemukan, jika
salah
satu
anak
autis,
kembarannya kemungkinan besar
memiliki gangguan yang sama.
Secara
umum
para
ahli
mengidentifikasi 20 gen yang
menyebabkan
gangguan
spektrum autisme. Gen tersebut
berperan
penting
dalam
perkembangan
otak,
pertumbuhan otak, dan cara selsel otak berkomunikasi.
2. Makanan
Nutrisi yang terkandung di
dalam makanan sangat penting
pada saat masa kehamilan,
Makanan yg terkena Paparan zat
berbahaya seperti logam berat
(Pb, Al, Hg, Cd), zat kimia
(pestisida, dll) dapat dihubungkan
dengan
terjadinya
autisme.
Beberapa
riset
menemukan,
bahan bahan makanan tersebut
akan mengganggu fungsi gen di
sistem saraf pusat. Menurut Dr
Alice Mao, profesor psikiatri,
logam dan zat kimia dalam
pestisida
berdampak
pada

4

mereka yang punya bakat
autisme.
3. Obat-obatan
Bayi yang terpapar obatobatan tertentu ketika dalam
kandungan memiliki risiko lebih
besar mengalami autisme. Obatobatan tersebut termasuk valproic
dan thalidomide. Obat thalidomide
sendiri di Amerika sudah dilarang
beredar
karena
banyaknya
laporan bayi yang lahir cacat.
Namun, obat ini kini diresepkan
untuk mengatasi gangguan kulit
dan terapi kanker. Sementara itu,
valproic acid adalah obat yang
dipakai untuk penderita gangguan
mood dan bipolar disorder.
4. Usia orangtua
Makin tua usia orangtua saat
memiliki anak, makin tinggi risiko
si anak menderita autisme.
Penelitian yang dipublikasikan
tahun
2010
menemukan,
perempuan usia 40 tahun memiliki
risiko 50 persen memiliki anak
autisme dibandingkan dengan
perempuan berusia 20-29 tahun.
"Memang belum diketahui dengan
pasti hubungan usia orangtua
dengan autisme. Namun, hal ini
diduga karena terjadinya faktor
mutasi gen," kata Alycia Halladay,
Direktur Riset Studi Lingkungan
Autism Speaks.
5. Perkembangan otak yang tidak
baik akibat virus
Area tertentu di otak, termasuk
serebal korteks dan cerebellum
yang bertanggung jawab pada
konsentrasi, pergerakan dan
pengaturan
mood,
berkaitan

dengan
autisme.
Ketidakseimbangan
neurotransmiter, seperti dopamin
dan serotonin, di otak juga
dihubungkan dengan autisme.
Dari beberapa penyebab yang
telah di paparkan diatas, dapat di
ambil
kesimpulan
bahwa
penyebab dari autisme yang
pertama ada faktor genetik,
karena genetik adalah turunan
dari kedua orangtuanya. Yang
kedua ada faktor makanan,
dimana bahan makanan yang
terkena logam berbahaya dan zat
kimia
yang berlebih dapat
memicu autisme pada manusia
yang memiliki bakat autisme.
Yang ketiga ada faktor obatobatan,
obat-obatan
yang
berbahaya yang di komsumi
ketika ibu sedang hamil dapat
mempengaruhi
perkembangan
janin tersebut. Yang ke empat ada
faktor usia, dimana perempuan
yang hamil saat berusia diatas 40
tahun lebih berisiko memiliki anak
dengan
gangguan
autisme
dibandingkan perempuan usia
dibawah 40 tahun. Yang ke lima
otak
manusia,
yaitu
Ketidakseimbangan
neurotransmiter, seperti dopamin
dan serotonin yang disebabkan
oleh virus
Dalam bidang psikologi dikenal
beberapa penyebab autisme
sebagai berikut.
(1) Refrigerator Mother Buten
(2004)
menjelaskan autisme dari
sudut
pandang
psikologis

5

disebabkan oleh pengasuhan ibu
yang tidak hangat.
(2) Mindblindness
Theory
(BaronCohen, 2005) / Mentalizing
(Frith, 2003)
Berdasarkan
pengamatan
terhadap anak-anak autisme, tiga
kelompok gangguan tingkah laku
yang tampak pada mereka
(interaksi sosial, komunikasi, dan
imajinasi)
disebabkan
oleh
kerusakan pada kemampuan
dasar manusia untuk “membaca
pikiran”.
Jadi kesimpulan mengenai
beberapa penyebab autisme
dalam bidang psikologi yang telah
di paparkan diatas yaitu. Yang
pertama disebabkan oleh pola
asuh ibu yang kurang meberikan
rasa hangat (kasih sayang,
perhatian, dll) sehingga membuat
anak
menarik
dirinya
dari
kehidupan sosial dan sibuk
dengan dunianya sendiri sehingga
mengalamai keruskan emosional
(ego). Yang keuda disebabkan
oleh kerusakan pada kemampuan
dasar manusia untuk “membaca
pikiran”. Pada anak-anak normal,
sejak usia empat tahun umumnya
mereka sudah mengerti bahwa
semua orang memiliki pikiran dan
perasaan
yang
akan
mengarahkan
tingkah
laku,
Sebaliknya, anak-anak autisme
memiliki
kesulitan
untuk
mengetahui pikiran dan perasaan
orang lain yang berakibat mereka
tidak mampu memprediksi tingkah
laku orang tersebut.

ISI
Dalam UU RI No.20 tahun
2003,
disebutkan
bahwa
pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalaian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan
yang
diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara. Selanjutnya dalam pasal
5 disebutkan bahwa: Setiap warga
Negara mempunyai hak yang
sama
untuk
memperoleh
pendidikan yang bermutu (ayat 1);
Warga Negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental
dan/atau
social
berhak
memperoleh pendidikan khusus
(ayat 2); Warga Negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan
bakat
istimewa
berhak
memperoleh pendidikan khusus
(ayat 3). Jadi berdasarkan
Undang-undang tersebut dapat
dipahami bahwa setiap anak
berhak
untuk
meningkatkan
segala potensi yang ada dalam
dirinya melalui pendidikan tanpa
terkecuali
(termasuk
Anak
Layanan Khusus).
Dalam program pendidikan
bagi anak autisme, idealnya
mencakup
berbagai
aspek,
termasuk terapi, karena terapi
bagi anak autisme mempunyai
tujuan
mengurangi
masalah
perilaku,
meningkatkan

6

kemampuan dan perkembangan
belajar
anak
dalam
hal
penguasaan
bahasa
dan
membantu anak autisme agar
mampu
bersosialisasi
serta
beradaptasi
di
lingkungan
sosialnya. Tujuan ini dapat
tercapai dengan baik melalui
suatu program pendidikan dan
pengajaran yang menyeluruh
(holistik) dan bersifat individual, di
mana anak autisme diberikan
pendidikan khusus dan diberikan
terapi sehingga menjadi satu
kesatuan komponen yang penting
dalam program pendidikan bagi
anak autisme. Melalui terapi
secara
rutin
dan
terpadu,
diharapkan apa yang menjadi
kekurangan
anak
secara
bertahap akan dapat terpenuhi.
terapi tersebut akan membantu
“menyembuhkan” anak autisme
dengan cara menekan gejalagejala yang dialami menjadi tidak
ketara lagi, sehingga anak mampu
hidup dan berbaur secara normal
dalam masyarakat.
Tingkatan Autisme
Berdasarkan tingkat kecerdasan
(IQ), autisme dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu (Pusponegoro dan
Solek, 2007):
1. Low Functioning (IQ rendah).
Apabila penderitanya masuk
ke dalam kategori low functioning
(IQ rendah), maka di kemudian
hari hampir dipastikan penderita

ini tidak dapat diharapkan untuk
hidup mandiri, sepanjang hidup
penderita memerlukan bantuan
orang lain.
2. Medium
sedang).

Functioning

(IQ

Apabila penderita masuk ke
dalam
kategori
medium
functioning (IQ sedang), maka di
kemudian hari masih bisa hidup
bermasyarakat dan penderita ini
masih bisa masuk sekolah khusus
yang memang dibuat untuk anak
penderita
autis.
c.
High
Functioning (IQ tinggi). Apabila
penderitanya masuk ke dalam
kategori high functioning (IQ
tinggi), maka di kemudian hari
bisa hidup mandiri bahkan
mungkin
sukses
dalam
pekerjaannya, dapat juga hidup
berkeluarga.
Menurut Childhood Autism Rating
Scale (CARS), autisme dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu
(Mujiyanti, 2011):
1. Autis Ringan. Pada kondisi ini
anak autisme masih menunjukkan
adanya kontak mata walaupun
tidak berlangsung lama. Anak
autisme ini dapat memberikan
sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresiekspresi muka, dan dalam
berkomunikasi dua arah meskipun
terjadinya hanya sesekali.
2. Autis Sedang. Pada kondisi ini
anak autisme masih menunjukkan
7

sedikit kontak mata namun tidak
memberikan
respon
ketika
namanya dipanggil. Tindakan
agresif atau hiperaktif, menyakiti
diri sendiri, acuh, dan gangguan
motorik yang stereopik cenderung
agak sulit untuk dikendalikan
tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autis Berat. Anak autismme
yang berada pada kategori ini
menunjukkan tindakan-tindakan
yang sangat tidak terkendali.
Biasanya anak autisme memukulmukulkan kepalanya ke tembok
secara berulang-ulang dan terus
menerus tanpa henti. Ketika orang
tua berusaha mencegah, namun
anak tidak memberikan respon
dan tetap melakukannya, bahkan
dalam kondisi berada di pelukan
orang tuanya, anak autisme tetap
memukul-mukulkan
kepalanya.
Anak baru berhenti setelah
merasa
kelelahan
kemudian
langsung tertidur.
BERBAGAI JENIS TERAPI
Terapi yang diajarkan
terpadu mencakup

secara

(1) terapi medikamentosa (terapi
dalam obat-obatan),
(2) terapi wicara (membantu anak
melancarkan
otot-otot
mulut
sehingga
membantu
anak
berbicara lebih baik)
(3) Terapi perilaku
(4) Terapi okupasi (terapi untuk
melatih motorik halus anak agar
meningkatkan
kemandirian

individu pada aktivitas kehidupan
sehari-hari)
(5) terapi musik (Musik klasik
dapat menstimulasi gelombang
otak yang digunakan agar otak
mudah
memasuki
kondisi
konsentrasi dan fokus yang
optimal, Bagi anak autisme musik
klasik juga dapat membantu
memberikan ketenangan dan
membuat anak merasa nyaman
dalam melakukan aktifitasnya
sehari-hari),
(6) terapi diet GLUTEN FREE
CASEIN FREE (menjaga pola
makan dan pantangan makan dari
sumber makanan/minuman yang
mengandung kasein dan gluten).
Keberhasilan
proses
pendidikan dan terapi bagi anak
autisme sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti : usia anak
pada waktu mulai dididik dan
diterapi, berat ringannya derajat
autisnya, tingkat kecerdasan
anak, dan intensitas terapi.
Pada ranah pendidikan, anak
autisme yang telah diterapi
dengan baik dan memperlihatkan
keberhasilan
yang
menggembirakan, anak tersebut
dapat dikatakan sembuh dari
gejala autistiknya Ini terlihat bila
anak tersebut sudah dapat
mengendalikan
perilakunya
sehingga tampak berperilaku
normal,
berkomunikasi
dan
berbicara
normal,
serta
mempunyai wawasan akademik
yang cukup sesuai anak usianya.

8

Pada saat ini anak sebaiknya
mulai diperkenalkan untuk masuk
ke dalam kelompok anak-anak
normal, sehingga ia (yang sangat
bagus dalam meniru/imitating)
dapat mempunyai figur/role model
anak normal dan meniru tingkah
laku anak normal seusianya.
BERIKUT
ADALAH
MODEL
PELAYANAN PENDIDIKAN BAGI
ANAK AUTISME YANG ADA DI
INDONESIA
Pendidikan untuk anak autisme
usia sekolah bisa dilakukan di
berbagai penempatan. Berbagai
model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi
anak autisme yang telah diterapi
memerlukan layanan khusus
termasuk anak autisme yang telah
diterapi secara terpadu atau
struktur. Kelas transisi sedapat
mungkin berada di sekolah
reguler, sehingga pada saat
tertentu anak dapat bersosialisasi
dengan anak lain. Kelas transisi
merupakan kelas persiapan dan
pengenalan pengajaran dengan
acuan kurikulum SD dengan
dimodifikasi sesuai kebutuhan
anak.
Kelas transisi ditujukan untuk
anak autisme dalam rangka kelas
persiapan dan pengenalan akan
pengajaran dengan kurikulum
sekolah biasa, tetapi melalui tata
cara pengajaran untuk anak
autisme ( kelas kecil dengan
jumlah guru besar, dengan alat
visual/gambar/kartu,
instruksi

yang jelas, padat dan konsisten,
dsb).
2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh
sekolah reguler yang sudah siap
memberikan layanan bagi anak
autisme. Untuk dapat membuka
program ini sekolah harus
memenuhi persyaratan antara
lain:
1. Guru terkait telah siap
menerima anak autisme
2. Tersedia ruang khusus
(resourse room) untuk
penanganan individual
3. Tersedia guru pembimbing
khusus
dan
guru
pendamping.
4. Dalam
satu
kelas
sebaiknya tidak lebih dari 2
(dua) anak autisme.
5. Dan
lain-lain
yang
dianggap perlu.
3. Pragram Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu
dilaksanakan disekolah reguler.
Dalam kasus/ waktu tertentu,
anak-anak autisme dilayani di
kelas khusus untuk remedial atau
layanan lain yang diperlukan.
Keberadaan anak autisme di
kelas khusus bisa sebagian waktu
atau sepanjang hari tergantung
kemampuan anak.
Tujuan kelas terpadu adalah:
(1)
belajar
secara
intensif
pelajaran yang tertinggal di kelas
reguler, sehingga dapat mengejar
ketinggalan dari teman-teman

9

sekelasnya.
Prasyarat
yang
diperlukan dalam hal ini
(a) diperlukan guru SD dan terapis
sebagai pendamping, sesuai
dengan keperluan anak didik
(terapis perilaku, terapis bicara,
terapis okupasi dsb);
(b) kurikulum masing-masing
anak dibuat melalui pengkajian
oleh satu team dari berbagai
bidang ilmu (psikolog, pedagog,
speech patologist, terapis, guru
dan orang tua/relawan);
(c) Kelas ini berada dalam satu
lingkungan sekolah reguler untuk
memudahkan proses transisi
dilakukan (misal mulai latihan
bergabung dengan kelas reguler
pada saat olahraga atau istirahat
atau prakarya dsb).
4. Sekolah Khusus Autistik
Sekolah ini diperuntukkan
khusus bagi anak autisme
terutama
yang
tidak
memungkinkan dapat mengikuti
pendidikan di sekolah reguler.
Anak di sekolah ini sangat sulit
untuk
dapat
berkonsentrasi
dengan adanya distraksi sekeliling
mereka. Pendidikan di sekolah
difokuskan
pada
program
fungsional seperti bina diri, bakat,
dan minat yang sesuai dengan
potensi mereka.
5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi
anak autisme yang tidak mampu
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan hak
setiap warga Negara, tanpa ada

mengikuti pendidikan di sekolah
khusus karena keterbatasannya.
Anak-anak autistik yang non
verbal, retardasi mental atau
mengalami
gangguan
serius
motorik dan auditorinya dapat
mengikuti program sekolah di
rumah. Program dilaksanakan di
rumah dengan mendatangkan
guru pembimbing atau terapis
atas kerjasama sekolah, orangtua
dan masyarakat.
6. Panti (griya) Rehabilitasi
Autistik.
Anak
autisme
yang
kemampuannya sangat rendah,
gangguannya sangat berat dapat
mengikuti program di panti (griya)
rehabilitasi
autistik.
Program
dipanti rehabilitasi lebih terfokus
pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan
komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas
sesuai
minat,
bakat
dan
potensinya.
Dari beberapa model layanan
pendidikan yang ada di indonesia
di atas, yang sudah banyak di
adakan adalah Kelas transisi,
sekolah khusus autistik dan panti
rehabilitas

pengecualian.
Pendidikan
merupakan suatu wadah bagi
setiap individu dalam proses

10

belajar, untuk mengembangkan
IQ, EQ, SQ, maupun skill serta
potensi yang ada dalam dirinya.
Belajar merupakan proses penting
dalam pembentukan kepribadian
dan kedewasaan seseorang.
Dalam
penjelasan
Undangundang RI nomor 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas dapat dipahami
bahwa setiap anak berhak untuk
meningkatkan segala potensi
yang ada dalam dirinya melalui
pendidikan.
Bagi anak yang mengalami
autistik juga berhak mendapatkan
Daftar Pustaka
Wahyu, Ratna Widuri. 2013.
Penaganan Kemampuan Interaksi
Sosial Anak Autis. Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya
Ahmadi, Abu. 1988. Pskologi
sosial. Surabaya : Bina Ilmu

program pendidikan yang layak,
Dalam program pendidikan bagi
anak autisme, berupa terapi dan
pendidikan yang kurikulumnya
tepat
atau
sesuai
dengan
kemampuan
masing-masing
tingkatan anak autisme. Dalam
melaksanakan
program
pendidikan bagi anak autisme,
peranan orangtua dari anak
tersebut juga diperlukan, seperti
menjaga pola komunikasi yang
baik dan orang tua rutin dalam
membimbing anaknya dalam
melaksanakan terapi.

Sulistyo, Desi Wardani. 2009.
STRATEGI COPING ORANG
TUA MENGHADAPI ANAK AUTIS
Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala
Psikologi Vol. 11, No. 1, Mei 2009.
Surakarta
:
Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Peeters, Theo. 2009. Panduan
Autisme Terlengkap. Jakarta :
Dian Rakyat

Indirawati,
Emma.
(2006).
Hubungan Antara Kematangan
Beragama
dengan
Kecenderungan Strategi Koping
Jurnal
Psikologi
Indirawati,
Emma. (2006). Hubungan Antara
Kematangan Beragama dengan
Kecenderungan Strategi Koping.
Jurnal
Psikologi
Universitas
Diponegoro. Vol 3. no: 2.69-92.
Semarang
:
Universitas
Diponegoro.

Pendit, I.N.R dan Sudarta, Tata.
2004. Psychology Of Service.
Yogyakarta: Graha Ilmu

Firdaus, K. (2004). Distress dan
Perilaku Koping pada Perawat
RSU. Skripsi (tidak diterbitkan).

Delphie, Bandi. 2009. Pendidikan
Anak Autistik. Sleman : KTSP
Handojo. 2006. Autisma. Jakarta :
Bhuana Ilmu Populer
Patilima, Hamid. 2005. Metodelogi
Penelitian Kualitatif. Bandung :
Alfabeta

11

Surakarta:
UMS.

Fakultas

Psikologi

Bektiningsih,
Kurniana
.
PROGRAM
TERAPI
ANAK
AUTIS
DI
SLB
NEGERI
SEMARANG . Semarang :
Universitas Negeri Semarang
Widihastuti, Setiati. (2007). Pola
pendidikan
anak
autis.
Yogyakarta CV. Datamedia.
Tobing, Lumban. S.M. (2001).
Anak dengan mental terbelakang.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Nuri Firdausiyah dan Wiwik
Widajati. TERAPI MUSIK KLASIK
TERHADAP
PERILAKU
HIPERAKTIF
PADA
ANAK
AUTIS. Surabaya : UNESA
Djohan. 2006. Terapi Musik.
Yogyakarta:
Galangpress
(Anggota IKAPI)
Fauzia Wardani, Yurike, dkk.
2009. Apa dan Bagaimana
Autisme, Terapi Medis dan
Alternatif.
Jakatra:
Lembaga
Penerbit FE UI

Depdiknas. (2002). Pedoman
pelayanan pendidikan bagi anak
autistik. Jakarta: Depdiknas.

Nuraini,
Fauziah
Kurdi.
STRATEGI
DAN
TEKNIK
PEMBELAJARAN PADA ANAK
DENGAN AUTISME. Palembang :
Universitas Sriwijaya

Baron-Cohen, S dan Bolton, P.
(1996). Autism the facts. New
York: Oxfort University Press.

Dikdasmen Depdiknas, 2004.

Connor, Patrick, E.(1994). Study
guide management organization.
2nd Edition. Atlanta: Honghton
Mifflin Co.

Frith, U. 2003. Autism. Explaining
the enigma. 2nd ed. Carlton :
Blackwell Publishing. Ginanjar,
A.S. 2009. Penanganan terpadu
bagi anak autis. Majalah Ilmu
Kesehatan Com

Dawson, G dan Castelloe, F.
(1985). Autism. New York : Wiley
and Sons
Maulana, Mirza. (2007). Anak
autis. mendidik anak autis dan
gangguan mental lain menuju
anak
cerdas
dan
sehat.
Yogyakarta : AR. Russ Media
Group.

Lindsley, O.R. 2008. The four
operant freedom. in Effective
Practices for Children
With
Autism,
Educational
and
Behavioral Support Interventions.
New York: Oxford University
Press, Inc.
Rydeen, K. 2001. Integration of
Sensorimotor
and
Neurodevelopmental Approaches.

12

Dalam R.A. Huebner (Ed). Autism.
A Sensorimotor Approach to
Management. Gaithersburg: An
Aspen
Publication.
Vintage
Books.
Salim, Sitriah Utina. 2014.
PENDIDIKAN
ANAK
BERKEBUTUHAN
KHUSUS.
Gorontalo : IAIN Sultan Amai
Gorontalo
E, Kosasih.
2012
Berkebutuhan
Bandung:Yrama Widya

. Anak
Khusus.

https://lifestyle.kompas.com/read/
2011/01/11/09501535/Lima.Fakto
r.Penyebab.Autisme
(Diakses
Pada tanggal 1 mei 2018, jam
18.20)
http://nationalgeographic.co.id/be
rita/2015/07/pembangunansekolah-khusus-anak-autisme-diindonesia (Diakses pada tanggal
30 april 2018 jam 13.10)
Prasetyono. 2008. Serba-Serbi
Anak Autis. Jogjakarta: DIVA
press.
Santrock, John (2009), Psikologi
Pendidikan,
Educational
Psychology, Jakarta, Salemba
Humanika
Chaplin, J.P, (2006), Kamus
Lengkap
Psikologi,
Jakarta,
RajaGrafindo Persada

13

Dokumen yang terkait

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN PROGRAM ACARA CHATZONE(Studi Terhadap Manajemen Program Acara di Stasiun Televisi Lokal Agropolitan Televisi Kota Batu)

0 39 2

Gambaran Persepsi Petugas Kesehatan dan Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Pada Pelaksanaan Program Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Calon Pengantin Wanita di Kota Tangerang Selatan

0 24 95

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Sistem Informasi Penjualan Dan Pembelian Di Bengkel Aditya Motor

34 117 131

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80