Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Fatimi

BAB I
PENDAHULUAN
Dinasti Fatimiyyah merupakan salah satu imperium besar sepanjang sejarah islam. Pada
awalnya, daulah ini hanya berupa dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan daulah
Abbasiyah. Mereka mampu memerintah lebih dua abad sebelum ditaklukkan oleh dinasti
Ayyubiyah dibawah kepemimpinan Salah al-Din al-Ayyubi. Fatimiyah adalah dinasti Syi’ah
yang dipimpin oleh 14 Khilafah atau Imam di Afrika Utara (909 – 1171). Dinasti ini
dibangun berdasarkan konsep Syi’ah keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah (anak Nabi
Muhammad saw). Kata fatimiyah dinisbatkan kepada Fatimah, karena pengikutnya
mengambil silsilah keturunan dari Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Dinasti Fatimiyah juga
disebut dengan Daulah Ubaidiyah yang dinisbatkan kepada pendiri dinasti yaitu Abu
Muhammad Ubaidillah al Mahdi (297-322).
Pada perkembangannya dinasti Fatimiyyah mampu membangun sistem pemerintahan yang
maju, ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan masih banyak lagi. Untuk itu disini akan
dijelaskan apa saja yang mengalami kemajuan pada masa pemerintahan dinasti Fatimiyyah.

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Fatimiyyah

Dinasti Fatimiyyah adalah sebuah dinasti yang didirikan oleh kaum Syiah
Isma’iliyyah. Dinasti ini terbentuk pada tanggal 21 Rabi’ al-Akhir 297 H(909 M) ketika
Ubaidullah

al-Mahdi,

pemimpin

Syiah

Isma’iliyyah

saat

itu

secara

resmi


memproklamasikan berdirinya Kerajaan Fatimiyyah di Raqqadah, sebuah daerah di
pinggiran kota Qairawan, al-Magrib al-Adna (Tunisia sekarang). Ubaidullah sendiri
dibaiat sebagai khalifah. Ia memerintah sampai tanggal 14 Rabi’al-Awwal 322 H(934 M).
Pada masa pemerintahan Ubaidullah al-Mahdi (297-322 H/909-934 M) kerajaan baru
tersebut telah berhasil menguasai sebagian al-Magrib al-Aqsa (Maroko, sekarang) dengan
menaklukan dinasti al-Adarusah (Banu Idris) disebelah barat, Aleksandria dan Delta Nil
disebalah utara, yang sebelumnya dikuasai dinasti al-Agalibah (Banu Aglab). Pada masa
pemerintahannya ibu kota dipindahkan dari Raqqadah ke al-Mahhdiyyah.
Sepeninggal Ubaidullah al-Mahdi, perluasan wilayah diteruskan oleh puteranya, Abu
al-Qasim Muhammad (Nizar), yang dikenal dengan gelar al-Qalam bi Amrillah. Selama
masa pemerintahannya (322-334 H/934-945 M), dinasti Fatimiyyah berhasil menguasai
Genoa dan pantai Calabria. Mesir dapat ditaklukan pada masa pemerintahan al-Mu’izz li
Dinillah, khalifah keempat (341-365 H/952-975 M). Pada tahun 385 H (969 M) al-Mu’izz
mengirim pasukan perangnya ke Mesir yang dipimpin oleh panglima perangnya, Jauhar
as-Siqili. Ekspedisi Jauhar as-Siqili berhasil baik, Mesir dapat ditaklukan. Untuk
mengembangkan daerah yang baru direbutnya dari dinasti Ikhsyidiyyah tersebut, Jauhar
mendirikan sebuah kota baru yang diberi nama al-Mansuriyyah. Peletakan batu pertama
pembangunannya dilakukan pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/awal Juli 969 M. Kemudian,
pada tahun 359 H(970 M) ia membangun mesjid al-Azhar yang belakangan menjadi
Universitas al-Azhar yang terkenal sampai sekarang.

Pada tahun 362 H(973 M), Khalifah Mu’izz memindahkan pusat pemerintahan dari
Magrib ke kota yang baru ini dan mengubah namanya menjadi al-Qahirah (Kairo). Sejak
itu, Dinasti Fatimiyyah mengukir sejarah dunia dengan kemajuan-kemajuan diberbagai
bidang dan membentuk Fatimiyyah Raya dengan wilayah yang sangat luas.

2

B. Kemajuan Islam pada Masa Dinasti Fatimiyyah
Masa pemerintahan al-Aziz adalah masa kejayaan Fatimiyyah dengan wilayah
kekuasaaan yang sangat luas, membentang dari negara-negara Arab di timur sampai ke
pantai Lautan Atlantik di sebelah barat, dan dari Asia Kecil di sebelah utara sampai ke anNaubah di sebelah selatan. Sejak masa ini pula dinasti Fatimiyyah mengukir sejarah dunia
dengan berbagai kemajuan di segala bidang yang diantaranya :
1. Bidang Administrasi Pemerintahan
Bentuk pemerintahan pada masa Dinasti Fatimiyyah merupakan bentuk pemerintahan
sebagai pola baru dalam sejarah Mesir, dalam pelaksanaannya khalifah adalah Kepala
yang bersifat temporal dan spiritual dimana pengangkatan sekaligus pemecatan pejabat
tinggi dibawah kontrol Khalifah.
Administrasi kepemerintahan dinasti Fatimiyyah secara garis besar tidak berbeda
dengan administrasi dinasti Abbasiyah, sekalipun pada masa ini muncul beberapa jabatan
yang berbeda. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan keduniaan

maupun urusan spiritual. Ia berwenang mengangkat dan sekaligus menghentikan jabatanjabatan di bawahnya.
Demikian juga dengan kemajuan pemerintahan Fatimiyyah dalam bidang administrasi
negara lebih berdasarkan pada kecakapan daripada keturunan. Anggota cabang lain dalam
Islam,

seperti

Sunni,

sepertinya

diangkat

kedudukannya

dalam

pemerintahan

sebagaimana Syi'ah. Toleransi beragama dikembangkan kepada non-Muslim seperti

orang-orang Kristen dan Yahudi, yang mendapatkan kedudukan tinggi dalam
pemerintahan dengan berdasarkan pada kemampuan.
Kementerian negara (wazir) terbagi menjadi dua kelompok yaitu orang-orang “ahli
pedang” (militer) dan kelompok “orang-orang ahli pena” (sipil/ilmuwan). Pertama, dalam
kelompok Militer yang terdiri atas tiga jabatan pokok: (1) Amir yang terdiri pejabatpejabat tinggi militer dan pengawal khalifah, (2) Petugas keamanan, dan (3) Resimenresimen. Kedua kelompok sipil yang terdiri atas: (1) Qadhi (hakim dan direktur
percetakan uang), (2) Ketua dakwah yang memimpin Dar al-Hikam (pengkajian), (3)
Inspektur pasar (pengawasan pasar, jalan, timbangan, dan takaran), (4) Bendaharawan
negara (menangani Bait al-Mal), (5) Kepala urusan rumah tangga raja, (6) Petugas
pembaca al-Qur’an, dan (7) Sekertaris berbagai departemen. Selain pejabat pusat, disetiap
3

daerah terdapat pejabat setingkat gubernur yang diangkat oleh khalifah untuk mengelola
daerahnya. Administrasi pemerintahan dikelola oleh daerah setempat
Tidak jauh berbeda dengan peradaban yang terjadi pada zaman sekarang, bahwa
peradaban Islam pada masa lalu memberikan sumbangsih pemikiran tentang
pemerintahan. Dimana, seorang kepala negara dipimpin oleh presiden dan para pembantu
presiden adalah seorang menteri dan berikut para kepala daerah yang disebut dengan
gubernur dan masing-masing daerah berhak mengelola daerahnya masing-masing sesuai
dengan amanat undang-undang otonomi daerah.
Dalam hal kemiliteran, pusat-pusat armada laut dibangun di Alexandria, Damika,

Ascaton, dan beberapa pelabuhan Syria. Masing-masing dikepalai seorang Admiral tinggi
Dari sekian banyak variasi dan bentuk ilmu militer peninggalan peradaban Islam,
salah satunya adalah munculnya fenomena tentara bayaran sebagai penopang utama
sebuah pemerintahan. Hal ini terjadi pada Kekhalifahan Fatimiyyah di Mesir.
Mereka terpaksa memakai tentara bayaran karena dinasti yang memusatkan
pemerintahannya di Mesir ini adalah penganut Syiah Ismailiyah. Padahal waktu itu
pengikut syiah adalah kelompok minoritas di Kota itu. Penduduk Mesir sebagian besar
menganut Islam sunni.
Jadi, tentara bayaran oleh Kekhalifahan Fatimiyyah dipakai sebagai jalan keluar untuk
melanggengkan kekuasaan karena warga Mesir memang tidak suka kepadanya. Selain itu,
legiun ini juga dipakai sebagai alat untuk membasmi berbagai pemberontakan.
Ada dua kelompok besar tentara bayaran milik Kekhalifahan Fatimiyyah. Pertama,
adalah resimen kulit hitam atau Zawila. Anggota legiun tentara ini direkrut dengan cara
membeli dari pasar budak yang pada saat itu banyak bermunculan di Afrika, terutama di
pusatnya yang berada di dekat Danau Chad. Kelompok tentara bayaran kedua adalah
divisi yang anggotanya berasal dari Eropa Sakalaba atau yang kerap dipanggil dengan
sebutan Bangsa Slav. Bangsa ini memang saat itu bernasib sangat malang. Sebagai
bangsa termiskin di Eropa Timur, mereka akhirnya harus menjadi budak untuk bertahan
hidup.
Dalam sistem politik pemerintahan, dinasti Fatimiyyah memiliki dua opsi, yaitu

politik dalam negeri dan luar negeri. Politik dalam negeri dinasti ini hanya memiliki satu
4

tujuan yakni berusaha mengajak masyarakat untuk memeluk mazhab Syi’ah Ismailiyah
dan menjadikan mazhab ini sebagai mazhab yang utama di negara Mesir dan wilayah
negeri yang berada di bawahnya. Dalam hal ini khalifah al-Aziz sangat menunjukkan
sikap baik terhadap orang Yahudi dan Nasrani sebagaimana ayahnya. Ia menikahi
perempuan Nasrani dan untuk itu Ia bertoleransi dalam pendirian gereja diwilayahnya.
Kemudian dalam bidang politik luar negeri dinasti ini tidak dapat diragukan lagi
dalam kepiwaiannya menjalin hubungan diplomasi dengan penguasa-penguasa lain
termasuk ekspansinya dalam menaklukkan wilayah lain sehingga memberikan nuansa
kekhawatiran terhadap dinasti Abbasyiah karena penguasaan atas wilayah ini akan
menaikkan derajat Fatimiyyah di wilayah Mesir, Syam, Palestina, dan Hijaz. Penguasaan
atas wilayah ini akan sangat memudahkan dalam menguasai wilayah Bagdad pada masa
itu, karena itu Khalifah Abbasyiah memancing Dinasti Buwaihi untuk memerangi Dinasti
Fatimiyyah yang pada akhirnya terjadi peperangan antara Buwaihi dan Fatimiyyah.
Demikian pula pada masa pemerintahan Muizz dan tiga orang pengganti pertamanya,
seni dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan besar. Al-Muizz melaksanakan tiga
kebijaksanaan besar yaitu pembaharuan dalam bidang administrasi, pembangunan
ekonomi, toleransi beragama. Kemudian dalam bidang ekonomi ia memberi gaji khusus

kepada tentara, personalia istana, dan pejabat pemerintahan lainnya begitu juga dengan
bidang agama, di Mesir diadakan empat lembaga peradilan dua untuk mazhab Syi’ah dan
dua untuk mazhab Sunni.
2. Penyebaran Faham Syi’ah
Kemajuan Dinasti Fatimiyyah bukan hanya terlihat dari segi pemerintahan akan tetapi
dalam bidang agama yaitu penyebaran faham Syi’ah. Dengan demikian segenap
pengetahuan negeri tersebut tentang Islam berdasarkan pemikiran Syi’ah. Pokok ajaran
terpentingnya adalah Ali diwasiatkan menjadi khalifah dan jabatan khalifah itu
dikhususkan kepada anak-anaknya dari isterinya Fatimah.
Demikian juga ketika Mu’izz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang
empat mazhab fikih: Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, sedangkan Muizz menganut
faham Syi’ah. dengan demikian Al-Mu’iz menganyomi dua kenyataan dengan
mengangkat hakim dari kalangan Sunni dan hakim dari kalangan Syi’ah akan tetapi
jabatan penting diserahkan kepada ulama Syi’ah dan Sunni hanya menduduki jabatan
rendahan. Pada tahun 379 M, semua jabatan diberbagai bidang baik politik, agama dan
5

militer dipegang oleh Syi’ah, oleh karena itu sebagian pejabat Fatimiyyah yang Sunni
beralih ke Syi’ah supaya jabatannya meningkat dan disisi lain Mu’izz membangun
toleransi beragama sehingga pemeluk agama lain, seperti Kristen diperlakukan dengan

baik dan diantara mereka diangkat menjadi pejabat istana
3. Pembangunan Bidang Ekonomi
Di dalam pembangunan bidang ekonomi, sektor-sektor terpenting yang mendapat
perhatian dinasti Fatimiyyah adalah pertanian, perkebunan, kerajianan, dan perdagangan.
Dari keempat sektor tersebut, sektor pertanian mendapat perhatian yang lebih besar dan
pembinaan yang lebih serius karena sektor ini merupakan tulang punggung perekonomian
Mesir.
Pertanian di Mesir sangat tergantung kepada keadaan air Sungai Nil. Apabila debit air
sungai tersebut kurang maka lahan pertanian akan kekeringan dan jika lebih maka lahan
tersebut akan kebanjiran. Karena itu, penguasa Fatimiyyah melakukan pemantauan terus
menerus terhadap perkembangan debit air Sungai Nil ini. Di samping itu, mereka juga
meningkatkan pengawasan dan pemeliharaan waduk-waduk, tanggul-tanggul, dan
saluran-saluran air yang sudah ada.
Pada masa pemerintahan Fatimiyyah dikenal dua jenis tanggul yang disebut dengan
jusur sultaniyyah dan jusur baladiyyah. Jurus sultaniyyah ialah tanggul yang dibangun
oleh pemerintah untuk mengatur pemamfaatan air Sungai Nil, sendangkan jusur
baladiyyah dibangun oleh para petani atau pemilik lahan pertanian di kampung-kampung
atau di dusun-dusun.
Sumber-sumber pendapatan negara pada zaman Fatimiyyah antara lain adalah alkharaj (pajak atas tanah pertanian), al-iqta’ (pajak atas tanah produktif yang diberikan
kepada orang-orang tertentu, terutama kepada angkatan bersenjata), al-jizyah (pajak yang

dipungut dari ahl az-zimmah),zakat, al-mukus (pajak atas barang perniagaan, baik impor
maupun ekspor), al-ahbas (harta benda yang diwakafkan oleh anggota masyarakat dan
berada di dalam pengelolaan pemerintah), al-mawaris al-hasyriyyah (harta benda orang
yang wafat tanpa meninggalkan ahli waris), dan al-amwal al-masadirah (harta benda
orang-orang yang dijatuhi hukuman denda).
Dengan usaha yang gigih dari dinasti Fatimiyyah, perekoomian maju dan berkembang
pesat. Para khalifah dan pejabat negara, baik pusat maupun daerah, hidup didalam
kemewahan dan kekayaan yang melimpah ruah. Kehidupan masyarakatnya pun makmur
dan sejahtera.

6

4. Pembinaan dan Pengembangan Ilmu
Disamping kemajuan di bidang politik dan ekonomi, dinasti Fatimiyyah juga
memperoleh kemajuan besar di bidang pembinaan dan pengembangan ilmu. Kemajuan
tersebut dapat dilihat antara lain dari beberapa faktor. Pertama, banyaknya ulama dan
ilmuwan yang lahir dan populer di zaman tersebut. Kedua, banyaknya karya ilmiah yang
dihasilkan. Ketiga, berkembangnya berbagai cabang ilmu dan Kairo tumbuh menjadi
sebuah kota intelektual dan ilmu pengetahuan. Keempat, tersedianya koleksi buku yang
sangat banyak di perpustakaan. Kelima, perhatian besar beberapa khalifah Fatimiyyah

terhadap pembinaan dan pengembangan ilmu.
a. Ulama dan Ilmuwan
Ulama yang terkenal di zaman tersebut antara lain ialah Abu Hanifah an-Nu’man bin
Abdullah bin Muhammad bin Mansur bin Ahmad bin Hayyun at-Tamimi al-Magrib
(wafat 363 H/973 M), dari kalangan Syiah, dan Abu Bakr Muhammad an-Ni’ali alMaliki (wafat 380 H/990 M) dari kalangan Malikiah. Ilmuwan populer di antaranya
adalah Abu al-Hasan ‘Ali bin Abu Sa’id ‘Abd ar-Rahman bin Ahmad bin Yunus
(wafat 400 H/1009 M), astronom Mesir terbesar yang berhasil menemukan pendulum
dan ukuran waktu dengan ayunannya, dan Muhammad bin al-Hasan bin al-Haisam
(wafat +430 H/1039 M), ahli optika yang terkenal dengan karya besarnya, Kitab alManazir. Kitab aslinya telah hilang, namun sempat diterjemahkan oleh Risner ke
dalam bahasa Latin dan dipublikasikan pada tahun 1572 M. Ibn Haisam inilah yang
membetulkan kekeliruan orang-orang Yunani tentang sifat penglihatan. Untuk
pertama kali ia membuktikan bahwa sinar cahaya datang dari obyek luar ke mata,
bukan dari mata lalu mengenai obyek di luar. Ia menyimpulkan bahwa retina adalah
tempat penglihatan dan membuktikan bahwa kesan-kesan yang diperoleh mata
dibawa ke otak melalui syaraf-syaraf mata itu.
Dinasti Fatimiyyah juga memiliki beberapa orang ahli sejarah dengan beberapa karya
besar, di antaranya Abu al-Hasan Ali bin Muhammad asy-Syabusyti (wafat 388 H/998
M), Izz al-Mulk Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Isma’il bin Abd al-Aziz alHurani atau lebih dikenal dengan nama al-Musabbihi (wafat 420 H/1029 M). Tokoh
terakhir ini adalah sejarawan besar yang karya-karyanya banyak dikutip oleh ahli-ahli
sejarah sesudahnya, seperti Ibn Khallikan (wafat 681 H/1282 M), an-Nuwairi (wafat
732 H/1331 M), al-Asqalani (wafat 852 H/1448 M). Dibidang kedokteran, namanama terkenal diantaranya ialah Muhammad bin Ahmad bin Sa’id at Tamimi (wafat
370 H/980 M) yang ahli di bidang pencampuran ramuan obat dari tumbuhan7

tumbuhan, Abu al-Fath Mansur bin Sahlan bin Muqasysyar (wafat pada masa
pemerintahan al-Hakim bi Amrillah 386-411 H/996-1020 M), dan Abu al-Hasan ‘Ali
bin Ridwan (wafat 460 H/1067 M).
Dinasti Fatimiyyah juga kaya dengan para juru dakwah Isma’iliyyah yang tidak hanya
ahli di bidang agama tetapi juga ahli di bidang filsafat seperti Abu Hatim Ahmad bin
Hamdan bin Ahmad al-Warasnani yang lebih dikenal dengan nama Abu Hatim arRazi (wafat 322 H/934 M), Abu Ahmad an-Nasafi (wafat 321 H/933 M), Ja’far bin
Mansur al-Yamani (wafat 363 H/973 M), dan Abu Ya’qub as-Sijistani (wafat 331
H/942 M).
b. Perkembangan Berbagai Cabang Ilmu
Dengan banyaknya ulama dan ilmuan yang lahir dimasa pemerinthan Fatimiyyah
maka berbagai cabang ilmu pun berkembang pesat. Halakah pengajian tersebar
dimana-mana, baik di mesjid-mesjid maupun di rumah-rumah. Pusat-pusat pengkajian
dan pengembangan ilmu tersebar di berbagai kota seperti di Kairo, Fustat,
Iskandariyyah, Tinnis, Aswan dan Qus. Di antara kota-kota tersebut, Kairo
merupakan kota yang paaling ramai dengan berbagai kegiatan keilmuan sehingga kota
yang didirakan oleh Jauhar as-Siqili ini tidak hanya menjadi ibu kota dan pusat
pemerintahan Fatimiyyah, tetapi juga tumbuh menjadi pusat intelektual dan ilmu
pengetahuan yang baru di dunia Islam. Didalam perkembangan selanjutnya Kairo
menjadi salah satu pusat perdaban dan kebudayaan Islam yang besar di samping
Bagdad, Damaskus, dan Kordova.
c. Koleksi Buku
Gambaran dari kemajuan dinasti Fatimiyyah di bidang ilmu ini dapat dilihat pula dari
banyaknya koleksi buku yang tersedia di perpustakaan-perpustakaan. Menurut alMaqrizi, di perpustakaan istana al-Qasr asy-Syarqi al-Kabir terdapat 40 tempat
penympanan buku, diantaranya satu tempat berisi 18.000 buku tentang al-‘ulum alqadimah (ilmu-ilmu klasik) yang dimaksud al-‘ulum al-qadimah, menurut Ahmad
Amin, ialah ilmu-ilmu seperti filsafat, pengobatan, ketuhanan, dan sejenisnya.
Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai jumlah buku yang ada di perpustakaan
ini. Abu al-Mahasin mengatakan jumlahnya 2.000.000 jilid, Ibn Wasil menybutkan
hanya 120.000 jilid, Ibn Abi Tayy mengatakan, 200.000 jilid, Ibn at-Tuwair
menyebutkan 600.000 jilid, sedangkan menurut ‘Imad ad-Dan al-Asfahani, jumlahnya
2.000.000 jilid

8

Perbedaan informasi di atas menunjukan bahwa jumlah sesungguhnya buku yang ada
diperpustakaan istana ini sulit diduga karena data akurat tentang itu tidak ditemukan.
Yang jelas jumlah buku itu sangat banyak. Untuk ukuran di zaman tersebut yang
belum ada mesin cetak seperti sekarang, jumlah buku yang tersedia di perpustakaan
ini termasuk luar biasa, apalagi buku-buku itu tidak hanya berisi satu cabang ilmu,
tetapi juga berbagai cabang, termasuk ilmu fikih dari seluruh mahzab.
d. Perhatian Terhadap Pembinnaan dan Pengembangan Ilmu
Faktor utama yang membawa keberhasilan dinasti Fatimiyyah memperoleh kemajuan
di bidang ilmu ialah perhatian yang besar dari para khalifah dan pejabat dinasti
tersebut terhadap bidang ini. Perhatian itu digambarkan oleh Syed Ameer Ali antara
lain dengan mengatakan, “Mereka membangun sekolah-sekolah tinggi, perpustakaanperpustakaan umum dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan
buku yang banyak dan alat-alat ilmu pasti. Di dalamnya bekerja sejumlah guru besar
dan para asistenya. Masyarakat umum bebas memasuki perpustakaan tersebut dan
memamfaatkan perbendaharaannya. Alat-alat tulispun diberikan secara cuma-cuma.
Khalifah-khlaifah juga sering mengadakan seminar-seminar yang dihadiri oleh para
guru besar dari berbagai akademi. Mereka dibagi ke dalam beberapa seksi seperti
ilmu mantik, ilmu pasti, ilmu hukum dan kedokteran”.
Pembangunan Dar al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) atau Dar al-’Ilm (rumah ilmu)
yang didirikan oleh al-Hakim pada tahun 1005 sebagai pusat pembelajaran dan
penyebaran

syi’ah

ekstrem.

Untuk

membangun

institusi

ini

al-Hakim

menggelontorlan dana 257 dinar yang digunakan untuk menyalin berbagai naskah,
memperbaiki buku dan pemeliharaan. Kurikulumnya meliputi kajian tentag ilmu
keislaman, astronomi dan kedokteran. Meskipun pada tahun 1119 ditutup oleh alMalik al-Afdhal karena dianggap menyebarkan ajaran bid’ah.
Kehadiran perguruan tinggi Islam terbesar didunia Al-Azhar di Kairo Mesir
merupakan salah satu bukti nyata khazanah islam Syiah (Fatimiyah). Pasalnya, AlAzhar berasal dari sebuah masjid bernama Al-Azhar yang dibangun Panglima Besar
Dinasti Fatimiyah, Jauhar As-Shaqaly, 359 H sebagai tempat ibadah semata. Baru
setelah enam tahun berfungsi sebagai tempat ibadah didirikanlah bangun tempat
kegiatan belajar dan majelis ilmu pengetahuan bermazhab Syi’ah Ismailiyah.

9

5. Kemajuan dalam Bidang Sosial dan Kebudayaan
Kemajuan dalam bidang sosial masa dinasti Fatimiyyah perhatiannya terhadap
kesejahteraan masyarakat sangat tinggi terbukti dengan dibangunnya perguruan tinggi,
rumah-rumah sakit, pemondokan khalifah menghiasi kota baru di Kairo di samping itu
pula tempat pemandian umum dan pasar-pasar di bangun dan dipenuhi oleh berbagai
penduduk dari seluruh negeri.
Para khalifah sangat dermawan dan memperhatikan warga non Muslim, di bawah
pemerintahannya non muslim diperlakukan dengan baik, apalagi pada masa pemerintahan
al-Aziz, Ia adalah salah seorang khalifah Fatimiyyah yang sangat menghargai nonMuslim.
Kemudian orang Sunni pun menikmati kebebasan beragama yang dilaksanakan
khalifah-khalifah sehingga banyak da’i-da’i Sunni yang belajar di Al-Azhar walaupun
dalam masa pemerintahannya bersungguh-sungguh mensyi’arkan orang Mesir, akan
tetapi mereka tidak melakukan pemaksaan kapada orang Sunni untuk mengikuti aliran
Syi’ah itulah salah satu bentuk kebijakan pemerintahan yang dilakukan dinasti
Fatimiyyah yang pengaruhnya sangat besar terhadap kemakmuran dan kehidupan sosial
yang aman tentram.
Sebenarnya pranata sosial yang berlaku pada masa dinasti Fatimiyyah di Mesir ini
mengikuti pranata-pranata yang berlaku bagi tiga khalifah sebelumnya dan dilandaskan
pada aturan-aturan agama.
Dalam bidang kebudayaan, yang bisa kita saksikan sampai saat ini adalah beberapa
bangunan masjid yang mencirikan arsitektur khas Islam dengan menampilkan tiang-tiang
khas yang didesain dengan kaligrafi bergaya kufi serta terdapat pintu-pintu gerbang besar
yang masih bertahan sampai sekarang yaitu: bab zawillah, bab al-Nasr dan bab al-Futuh
dan juga pintu-pintu gerbang yang sangat besar di Mesir yang dibangun oleh arsitekarsitek Edessa dengan rancangan ala Bizantium. Termasuk produk budaya masa Dinasti
Fatimiyah yang masih bisa kita lihat di museum Arab di Kairo adalah papan-papan yang
diukir beberapa makhluk hidup seperti rusa yang diserang monster, kelinci yang diterkam
elang dan beberapa pasang burung yang saling berhadapan, koleksi perunggu yang
kebanyakan berupa cermin dan pedupaan serta patung perunggu grifin dengan tinggi 40
cm. yang sekarang berada Pisa

10

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Dinasti Fatimiyyah telah banyak memberikan kontribusi pemikiran terhadap
peradaban Islam baik dalam sistem pemerintahan maupun dalam bidang ilmu
pengetahuan, kemajuan ini mencapai puncaknya pada zaman al-Aziz yang
bijaksana. Adapun kemajuan tersebut terlihat dari berbagai bidang dintaranya;
Kemajuan dalam bidang administrasi pemerintahan, yang merupakan bentuk
pemerintahan pada masa dinasti Fatimiyyah merupakan bentuk pemerintahan
sebagai pola baru dalam sejarah Mesir, dalam pelaksanaanya khalifah adalah
kepala yang bersifat temporal dan spiritual dimana pengangkatan sekaligus
pemecatan pejabat tinggi dibawah kontrol khalifah. Dinasti Fatimiyyah memiliki
dua opsi politik yaitu dalam negeri dan politik luar negeri.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Fatimiyah mencapai kondisi
yang sangat mengagumkan, hal ini disebabkan dengan berkembangnya
penterjemahan dan penerbitan sumber-sumber pengetahuan dari bahasa asing
seperti bahasa Yunani, Persia dan India kedalam bahasa Arab. Dan pada masa itu
juga lahir tokoh-tokoh cendekiawan yang sekaligus menelurkan ilmu pengetahuan
dan menulis hasil temuannya tersebut, sehingga mewariskan khazanah-khazanah
ilmu pengetahuan, seni dan sastra kepada generasi Islam khususnya hingga
sekarang. Berdirinya kokoh Universitas Al-Azhar Kairo Mesir merupakan salah
satu bukti nyata khazanah Islam Syiah (Fatimiyyah). Pasalnya, al-Azhar berasal
dari sebuah masjid bernama al-Azhar yang dibangun Panglima Besar Dinasti
Fatimiyyah, Jauhar As-Shaqaly, 359 H sebagai tempat ibadah semata. Baru
setelah enam tahun berfungsi sebagai tempat ibadah didirikanlah bangunan tempat
kegiatan belajar dan majelis ilmu pengetahuan bermazhab Syi’ah Isma’iliyah.

11

DAFTAR PUSTAKA
Anshary, Ahmad Hafiz. Khilafah Fatimiyyah, Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang
http://www.hasrof.com/2013/12/peradaban-islam-pada-masa-dinasti.html
https://www.academia.edu/7339416/DINASTI_FATIMIYYAH_909-1171_

12

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65