412 sektor umkm diklasifikasi menjadi 6 klaster usaha 97

Sektor UMKM diklasifikasi menjadi 6 klaster usaha
Written by Artikel
Tuesday, 24 August 2010 09:02 -

JAKARTA Pemerintah membutuhkan sedikitnya Rp359,19 triliun untuk menggerakkan sektor riil
yang melingkupi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan terbagi dalam enam
klaster.
Jumlah pelaku usaha terbesar berasal dari klaster pertama dan kedua yang didominasi oleh
kategori usaha skala mikro sebanyak 35,49 juta pelaku dan 15,21 juta unit. Total pelakunya
mencapai 50,70 juta unit.
Agus Muharram, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, mengemukakan
kedua klaster ini masing-masing membutuhkan pembiayaan Rp212,93 triiun dan Rp91,26 triliun
sehingga total nilainya mencapai Rp304,19 triliun.
"Kondisi usaha mikro klaster pertama adalah belum layak usaha serta belum bankable,
sehingga memiliki risiko tinggi dalam pengembalian modal," ujarnya, akhir pekan lalu.
Menurut Agus, karena usaha klaster pertama belum memiliki usaha yang layak maupun
bankable, biaya pemberdayaan kelompok ini menjadi terbesar dibandingkan dengan lima
klaster lainnya, termasuk klaster kedua yang masih masuk skala usaha mikro.
Klaster kedua terdiri dari pelaku usaha mikro yang sudah mempunyai usaha yang layak tetapi
belum bankable. "Kelompok ini dinilai memiliki rendah risiko untuk mengembalikan modal kerja
yang diberikan."

Besarnya tuntutan pembiayaan pelaku sektor riil setiap tahun, mendorong Kementerian
Koperasi dan UKM mencari masukan dan solusi terbaik melalui dana APBD* yang dimiliki
setiap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
Menurut Asisten Deputi Urusan Asuransi dan Jasa Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM,
Tamim
Saefuddin, berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2008 Pasal 21 menyebutkan
pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan pembiayaan bagi UMK.
"Selama ini pembiayaan selalu terpusat dari APBN, melalui program dana bergulir sampai
bantuan sosial. Kami ingin tahu bagaimana pemprov maupun pemda menyediakan pembiayaan
untuk UMK. Soalnya bentuk sangat beragam, dan selayaknya dicari yang paling tepat."
Permudah akses
Sementara itu, Pemkot Solo mempermudah akses pembiayaan dan permodalan UKMK ke
perbankan yang selama ini menjadi kendala.
Joko Widodo, Wali Kota Solo mengatakan fasilitasi itu dilakukan bagi ratusan UMK yang telah
dilokalisasi di beberapa area di kota itu. Misalnya, lokasi pemasaran barang antik di Windujenar

1/2

Sektor UMKM diklasifikasi menjadi 6 klaster usaha
Written by Artikel

Tuesday, 24 August 2010 09:02 -

maupun di pasar malam Ngarsapura.
"Fasilitasi yang kami berikan dalam bentuk perizinan usaha melalui surat keputusan wali kota,"
katanya akhir pekan lalu.
Perizinan ini sangat membantu mereka, untuk mempermudah akses permodalan ke perbankan,
karena selama ini salah satu syarat yang ditetapkan bank adalah keabsahan izin usaha mereka
yang tidak bisa dibuktikan.
Di Ngarsapura Night Market misalnya, Pemkot Solo telah menetapkan sekitar 348 UKM secara
gratis menempati lokasi usaha yang ditata teratur.
Pasar malam ini dikembangkan dengan meniru pola pemberdayaan yang dilakukan Taiwan
bagi UMK-nya. Fasilitasi serupa juga diberikan terhadap ratusan pedagang barang antik di
Windujena.
UMK yang diberi prioritas menggunakan fasilitas lokasi tesebut, hanya mereka yang
memasarkan produk-produk lokal. Hal ini dilakukan untuk menghindari semakin derasnya
produk impor ke pasar Indonsia yang akan merugikan UMK Indonesia.
Oleh karena Pemkot Solo sangat selektif menetapkan atau menentukan UMK yang hendak
memanfaatkan lokasi tersebut menjadi sarana pemasaran berbagai produk. Terutama,
terhadap produk kebutuhan rumah tangga.
Dengan fasilitasi tersebut, paling tidak, kata Joko Widodo, satu permasalahan besar yang

selama ini menghantui pelaku UMK, yakni akses pembiayaan ke perbankan, sudah bisa diatasi.
"Sebab, izin usaha bisa menjadi agunan untuk perbankan."
Untuk memberi fasilitas permodalan, Pemkot Solo tidak memadai, karena APBD per tahun
hanya Rp700 juta.
Sumber : Bisnis Indonesia

2/2