TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG MUKA
SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA
DI BANYUATES SAMPANG MADURA

SKRIPSI

Oleh:
Mualifah
NIM. C02211044

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
2016

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil dari penelitian yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Uang Muka Sewa Mobil Pada
Usaha Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura”

penelitian ini untuk menjawab dua pertanyaan yaitu, pertama
bagaimana praktek pembayaran uang muka sewa mobil pada usaha
transportasi maju jaya di banyuates sampang madura. Kedua
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran uang muka
sewa mobil pada usaha transportasi maju jaya di banyuates
sampang madura.
Penelitian ini menggunakan pola pikir induktif, artinya
penelitian ini membahas tentang pembayaran uang muka sewa
mobil pada usaha transportasi maju jaya di Banyuates Sampang
Madura secara umum kemudian dijelaskan bagaimana menjalankan
pembayaran uang muka sewa mobil pada usaha transportasi maju
jaya di banyuates sampang madura yang sesuai dengan hukum
syariat Islam dengan menggunakan akad ija>rah atau akad sewa
menyewa.
Hasil penelitian ditemukan bahwa prosedur yang berlaku di
transportasi maju jaya adalah bahwa setiap pihak yang akan
menyewa mobil diharuskan membayar uang muka sebesar 50% dari
harga sewa di awal akad yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Namun jika ternyata setelah memesan mobil dan menentukan hari,
pihak yang menyewa membatalkan akad, uang muka yang dibayar

di awal akad tidak kembali dan harus membayar denda sebesar 25%
dari harga sewa sebagai ganti rugi pemesanan tanpa persetujuan
kedua belah pihak oleh pemberi sewa tanpa sepengetahuan.
Dari data hasil penelitian disimpulkan bahwa pembayaran
uang muka sewa mobil pada usaha transportasi maju jaya di
Banyuates Sampang Madura dalam tinjauan hukum Islam
ditemukan adanya unsur riba dalam pelaksanaan akad ija>rah,
karena tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak dan yang
menyewa merasa dirugikan ketika mereka membatalkan akad, hal
ini sangat bertentangan dengan syariat hukum Islam. Oleh karena
itu, bagi perusahaan rental mobil diharapkan agar memperbaiki
prosedur yang diterapkan di perusahaannya serta menerapkan akad

ija>rah.

v

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM...................................................................................................i

PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................................iii
PENGESAHAN......................................................................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR TRANSLITERASI................................................................................xi
BAB I

PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah.............................................8
C. Rumusan Masalah.....................................................................9
D. Kajian Pustaka...........................................................................9
E. Tujuan Penelitian....................................................................13
F. Kegunaan Hasil Penelitian......................................................13
G. Definisi Operasional................................................................14
H. Metode Penelitian
I.


BAB II

........................................................14

Sistematika Pembahasan.........................................................19

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA MENYEWA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Sewa Menyewa.......................21
B. Rukun dan Syarat Sewa Menyewa.........................................23
C. Obyek Sewa Menyewa............................................................28
ix

D. Jenis Sewa Menyewa..............................................................29
E. Uang Muka Sewa Menyewa...................................................30
F. Jenis-Jenis Uang Muka Sewa Menyewa.................................33
G. Pengertian Sewa Menyewa Dengan Uang Muka....................34
BAB III

TEKNIS PEMBAYARAN UANG MUKA SEWA MOBIL PADA
USAHA TRANSPORTASI MAJU JAYA DI BANYUATES

SAMPANG MADURA..................................................................38
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................38
1. Sejarah Berdirinya.............................................................38
2. Struktur Organisasi............................................................40
B. Praktek Pembayaran Uang Muka Sewa Mobil Pada Usaha
Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura.......41
1. Praktek Sewa Menyewa Mobil..........................................41
2. Teknis Pembayaran Uang Muka Sewa Mobil...................44

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN UANG
MUKA SEWA MOBIL PADA USAHA TRANSPORTASI MAJU
JAYA DI BANYUATES SAMPANG MADURA....................
A. Pelaksanaan Sewa Mobil Pada Usaha Transportasi Maju Jaya
di Banyuates Sampang Madura..............................................51
B. Analisis Terhadap Akad Sewa Mobil Pada Usaha Transportasi
Maju Jaya di Banyuates Sampang
Madura.....................................................................................56
C. Penerapan Uang Muka Sewa Mobil Pada Usaha Transportasi

Maju Jaya di Banyuates Sampang
Madura.....................................................................................61

BAB V

PENUTUP......................................................................................65
A. Kesimpulan..............................................................................65
B. Saran .......................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA

x

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai jalan hidup yang utuh dan terpadu (a comprehensive way of

life) Islam memberikan panduan yang dinamis dan lugas terhadap semua

aspek kehidupan, termasuk sektor bisnis dan transaksi keuangan
Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan berusaha sebagai
upaya dan pencapaian rezeki. Allah telah menetapkan rezeki masing-masing
makhluk yang diciptakan dengan berusaha dan bekerja.
Dengan demikian apapun aktifitas manusia di dunia senantiasa
mengabadikan dirinya kepada Allah SWT. Sebagaimana firmannya dalam
surat az-Dzariyat Ayat 56
      
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.”1
Dalam aktifitas sehari-hari, kita banyak melakukan banyak aktifitas
muamalah yang terkadang jarang kita perhatikan kesyar’iannya lantaran
sudah menjadi kebiasaan umum di tengah-tengah masyarakat. Ketika
kebiasaan itu memang dibenarkan oleh syara’ maka tidak akan menjadi
masalah. Beda halnya ketika kebiasaan tersebut bertentangan dengan syara’

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: CV Diponegoro, 2010).,123.


1

2

tapi karena dikenal umum di tengah-tengah masyarakat sehingga dianggap
tidak melanggar syara’.
Dalam memenuhi hajat hidupnya manusia dilarang merugikan pihak
lain dengan cara yang tidak wajar dan diserukan agar tetap memelihara

Ukhuwah Isla>miyah. Dalam aturan hukum Islam manusia telah dilarang
memakan harta sesama atau memakan harta yang diperoleh dengan jalan
batil.
Sewa-menyewa merupakan transaksi yang di syariatkan dalam arti
telah terdapat hukumnya yang jelas dalam Islam, yang berkenaan dengan
hukum taklifi, hukumnya boleh atau kebolehannya dapat ditemukan dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat alBaqarah ayat: 275
           

                


              

      

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali

3

(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”2
Maksudnya adalah bahwa orang-orang yang melakukan riba adalah
haram, karena allah telah melarang segala sesuatu yang menimbulkan riba

dan merugikan orang lain.
Dari penjelasan di atas, bahwa Allah SWT telah mengharamkan riba
dan menghalalkan sewa-menyewa. Orang yang memakan atau mengambil
riba jiwanya tidak tentram lantaran kemasukan syaitan, dan barang siapa
yang mengulangi mengambil riba setelah mereka mengetahui bahwa riba itu
haram, maka mereka akan menjadi penghuni neraka.
Dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia aspek sewamenyewa sangat penting perannya, dengan sewa-menyewa manusia dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan
sekunder. Termasuk bagian dari muamalah yang banyak dilakukan oleh
kaum Muslimin terutama negara kita, adalah uang muka dalam sewa
menyewa.3
Praktek sewa-menyewa di tengah-tengah masyarakat banyak sekali
jenis dan ragamnya selain itu juga menimbulkan persoalan-persoalan di
dalamnya baik yang menyangkut barang sewaan, akad, syarat-syarat dan halhal yang membatalkan sewa-menyewa. Dengan demikian apabila tidak ada
aturan hukum dan norma-norma yang tepat maka sudah barang tentu akan

2

Ibid.,-35.
M. Sulhan dan Ely Siswanto, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, (UIN Malang Press:

2008), 53.
3

4

menimbulkan bencana dan kerusakan dalam masyarakat. Menurut hukum
Islam sewa-menyewa adalah amal Ibadah yang sangat erat kaitannya dengan
tolong menolong karena bisa membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Sementara itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia juga mengatur pasal-pasal tentang sewa-menyewa yakni pada bab
ke tujuh pada pasal 1548 dijelaskan bahwa : “sewa-menyewa adalah suatu
persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang,
selama waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak
tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.” Selanjutnya pada pasal
1549 juga dijelaskan bahwa : “semua jenis barang, baik yang bergerak,
maupun yang bergerak dapat disewakan.4”
Dengan adanya aturan hukum Islam tentang sewa-menyewa,
termasuk dalam al-Qur’an ditambah dengan penjelasan-penjelasan dalam
sunnah Rasul dan hukum positif yaitu hukum perdata, maka seluruh aspek
sewa-menyewa ada aturan hukumnya. Dengan demikian setiap orang Islam
yang melakukan sewa-menyewa berkewajiban mentaati seluruh aturan
hukum yang ada.
Merupakan Sunnatullah bahwa manusia harus bermasyarakat, tolong
menolong antara satu dengan yang lainnya. Sebagai mahluk sosial manusia
menerima dan memberikan andil kepada orang lain dengan cara
bermuamalah untuk memenuhi hajat hidup dan mencapai kemajuan dalam
4

Subekti, R. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya Aramita, 1992).,318.

5

hidupnya.5 Seiring dengan perkembangan zaman semakin bertambah pula
hajat hidup manusia, untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Mulai dari
kebutuhan konsumsi, jasa, perawatan dan lain sebagainya. Semua kebutuhan
tersebut digarapkan dapat ditemukan dan dilayani secara cepat dan praktis.
Akad persewaan adalah akad yang tetap, artinya kedua belah pihak
yang melakukan akad ini tidak boleh menghentikan akadnya sekehendaknya,
kecuali setelah selesai atau habis waktunya menurut perjanjian yang telah
ditetapkaan. Namun dalam praktek sewa-menyewa secara kaplingan di
tengah-tengah masyarakat banyak sekali masalah dan lika-likunya. Oleh
karena itu untuk menjamin keselarasan dan keharmonisan dalam sewamenyewa secara kaplingan ini, agama Islam telah memberikan ketentuan
yang sebaik-baiknya menurut Islam, sewa-menyewa secara kaplingan
termasuk hukum yang berkaitan erat dengan perbuatan orang mukallaf.
Dalam realitasnya, perkembangan bisnis dewasa ini berubah ke halhal yang praktis salah satu diantaranya adalah jasa sewa mobil (yaitu
menggunakan sebuah mobil yang disewakan oleh pemilik mobil kepada
penyewa). Hal ini biasanya disebabkan oleh mahalnya harga beli kendaraan
roda empat atau mobil sehingga banyak orang yang tidak berani untuk
membelinya dikarenakan untuk kebutuhan yang lebih fundamental lagi.
Dengan adanya hubungan sewa menyewa ini, maka kedua belah
pihak telah terikat dalam satu perjanjian atau di dalam kajian fiqih muamalat
dikenal dengan istilah ija>rah yaitu akad atas suatu kemanfaatan dengan
5

Hamzah Yakub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, cet. III (Bandung: Diponegoro, 1999).,23.

6

pengganti.6 Adapun jangka sewa ditentukan oleh penyewa atau ditetapkan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Persewaan mobil mempunyai peranan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia modern. Dengan biaya ringan ia sudah dapat
menggunakan kendaraan tersebut tanpa proses yang berbelit-belit. Proses
persewaan mobil di Transportasi Maju Jaya Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura yaitu setelah terjadinya transaksi (akad) antara
pihak penyewa jasa dengan pungusaha yang diungkapkan secara lisan dan
dalam bentuk nota. Dalam akad tersebut, pihak pengusaha tidak menentukan
uang muka bagi orang yang menyewa tetapi ada ketentuan lain, yaitu dengan
uang muka terendah Rp.25.000 (dua puluh lima ribu),-.
Jika penyewa dilihat tidak bersungguh-sungguh dalam menyewa
maka akan dikenai uang muka tinggi (sepertiga atau setengah dari uang sewa
mobil tersebut) berkisar antara Rp.100.000 (seratus ribu) .-. sampai
Rp.150.000 (seratus lima puluh ribu),-. Dalam prakteknya para penyewa
tidak dapat mengambil kembali uangnya yang sudah menjadi uang muka
tersebut apabila membatalkan perjanjian sewa mobil tersebut. Walaupun
tidak ada perjanjian dengan pihak pengusaha terlebih dahulu. Uang muka
yang terjadi di Transportasi Maju Jaya Banyuates Sampang Madura adalah
uang muka penangguhan saja dalam masa sewa sehari. Bukan dari akumulasi
total keseluruhan sewa mobil yang melewati masa pinjam sehari.

6

Syafe’i Rachmat, Fiqh Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan untuk Umum, cet. I
(Bandung: Pustaka Setia, 2001).,121.

7

Akan tetapi dalam peraktek ini jika penyewa tiba-tiba membatalkan
perjanjian sewa di tengah-tengah masa perjanjiannya maka dari pihak
pengusaha meminta uang ganti rugi lagi separuh dari harga sewa tersebut
meskipun sebelumnya belum ada perjanjian terlebih dahulu antara kedua
belah pihak.
Dalam peraktek ini kebanyakan masyarakat kecewa atas terjadinya
peraktek tersebut dikarenakan tidak ada perjanjian sebelumnya. Namun
masyarakat tidak bisa membantah terjadinya praktek dikarenakan juga
karena masyarakat tidak mengetahui peraturan dan praktek sewa-menyewa,
jadi masyarakat hanya bisa menerima dan memberi uang ganti rugi
sebagaimana yang diminta oleh pihak pengusaha.
Usaha persewaan tersebut sampai saat ini masih berjalan dengan baik
tanpa mengurangi kesuksesan pada usaha ini dan masyarakatpun masih
memakai jasa persewaan tersebut seperti biasanya.
Usaha persewaan transportasi dengan nama Transportasi Maju Jaya
didirikan pada tahun 2000. Usaha tersebut, pada awalnya merupakan bentuk
usaha di bidang jasa yang timbul dari transportasi mobil-mobil pribadi,
dalam rangka memberikan kemudahan bagi penyewa dengan menggunakan
secara bebas tanpa adanya intervensi para sopir kendaraan umum. Usaha
sewa mobil Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura ini
sangat menarik sekali untuk diteliti dikarenakan adanya system yang
diterapkan perusahaan yaitu adanya aturan yang mengesahkan hilangnya
uang muka sewa ketika ada pembatalan sewa tanpa adanya kesepakatan

8

terlebih dahulu dan meminta uang ganti rugi saat terjadi pembatalan sewa
dipertengahan perjanjian sewa-mnyewa.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi

masalah

menjelaskan

kemungkinan-kemungkinan

cakupan yang dapat muncul dalam penelitian dengan melakukan identifikasi
dan inventarisasi kemungkinan yang dapat diduga sebagai masalah. 7 Yaitu:
1. Praktek sewa menyewa yang terjadi pada usaha Transportasi Maju Jaya di
Banyuates Sampang Madura. yang diterapkan pihak perusahaan yaitu
adanya sistem yang diterapkan perusahaan yaitu adanya aturan yang
mengesahkan hilangnya uang muka sewa ketika ada pembatalan sewa dan
tambahan uang ganti rugi saat pembatan sewa-menyewa.
2. Praktek terjadinya uang muka dalam sistem sewa menyewa pada usaha
Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura.
3. Observasi terhadap uang muka dalam sewa menyewa pada usaha
Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura.
4. Pandangan hukum Islam terhadap uang muka dalam sewa menyewa pada
usaha Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura.
Agar masalah ini tidak terlalu luas dan tepat pada sasaran yang
diharapkan, maka perlu adanya batasan-batasan masalah, yaitu:
1. Praktek uang muka dalam sewa menyewa di Banyuates Sampang Madura.

7

Tim Penyusun Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
Skripsi Edisi Revisi IV, (Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012).,8.

9

2. Pandangan hukum Islam terhadap uang muka dalam sewa menyewa di
Banyuates Sampang Madura.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah di
atas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana teknis pembayaran uang muka di Transportasi Maju Jaya di
Banyuates Sampang Madura ?
2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap teknis pembayaran uang
muka di Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura tersebut
?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga tidak
terjadi pengulangan atau bahkan duplikasi kajian/penelitian yang telah ada.8
Pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan gambaran topik yang akan
diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, dengan harapan tidak ada pengulangan materi secara mutlak.
Setelah mengadakan penelaahan berbagai skripsi atau karya ilmiah di
kalangan mahasiswa yang membahas tentang sewa-menyewa cukup banyak,
namun dalam penelusuran awal sampai saat ini penulis belum menemukan

8

Ibid.,-9.

10

penelitian atau tulisan yang secara sepesifik mengkaji tentang uang muka
dalam sewa-menyewa.
Di samping itu ada beberapa judul yang terkait dengan judul penulis
diantaranya yaitu :
Pertama, Skripsi yang ditulis oleh Slamet Riyadi, dalam skripsi
berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Menyewa Tanah
Tegalan Yang Dikelola Kelompok Tani Di Desa Putat Kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo”. Skripsi ini membahas tentang sewa
menyewa tanah tegalan dalam tinjauan hukum Islam. kesimpulan dari skripsi
ini adalah bahwa sistem sewa menyewa tanah tegalan selama ini
dilaksanakan belum sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Sebab,
pelaksanaan sewa menyewa yang mereka laksanakan ada unsur paksaan. 9
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Insanul Kamil, dalam skripsi berjudul
“Kajian Hukum Islam Terhadap Jual beli Cabe Dengan sistem uang muka di
Desa Sumberejo kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo”. Skripsi ini
membahas tentang jual beli cabe dengan sistem uang muka dalam tinjauan
hukum Islam. kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa praktek jual beli cabe
dengan sistem uang muka di Desa Sumberejo Banyuputih ini diperbolehkan
menurut syari’at islam karena dalam jual beli tersebut ada manfaatnya yaitu
dengan adanya jual beli cabe dengan sistem uang muka diharapkan para

9

Slamet Riyadi, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Menyewa Tanah Tegalan Yang
Dikelola Kelompok Tani Di Desa Putat Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo”, (Skripsi
IAIN Sunan Ampel, 2010).,69.

11

petani bisa terus meningkatkan produksinya meskipun dengan modal yang
terbatas.10
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Afif Rahman, dalam skripsi berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa Menyewa Tanah Lahan
Pertanian di Desa Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik”. Skripsi
ini membahas tentang sewa menyewa tanah lahan pertanian dalam tinjauan
hukum Islam. kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa sewa menyewa tanah
lahan pertanian yang telah dilakukan oleh masyarakat di Desa Golokan
tersebut diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan hukum Islam
karena kedua belah pihak yang melakukan akad telah memenuhi yang ada
dan sesuai dengan hukum Islam.11
Keempat, skripsi yang ditulis oleh M. Sya’roni, dalam skripsi
berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembatalan Sewa Menyewa
Lahan Tebu di Desa Klampok Dusun Prodo Kecamatan Singosari Kabupaten
Malang”. Skripsi ini membahas tentang pembatalan sewa menyewa lahan
tebu dalam tinjauan hukum Islam. kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa
pembatalan sewa menyewa lahan tebu di Desa Klampok yang di lakukan
oleh pihak penyewa kepada pemilik tanah meminta pengembalian sisa uang

10

Insanul Kamil, “Kajian Hukum Islam Terhadap Jual beli Cai dengan sistem uang muka di Desa
Sumberejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo”, (Skripsi IAIN Sunan Ampel,

2013).,73.
11
Afif Rahman, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Sewa menyewa Tanah Lahan
Pertanian di Desa Golokan Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik”, (Skripsi IAIN Sunan Ampel,
2013).,69.

12

sewa dan ganti rugi tanaman yang sudah ditanam sudah bertentangan dengan
hukum Islam.12
Kelima, skripsi yang ditulis oleh Muflihatul Karimah, dalam skripsi
berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Sewa Menyewa Pohon
Untuk Makanan Ternak Di Desa Mayong Kecamatan Karangbinangun
Kabupaten Lamongan”. Skripsi ini membahas tentang praktik sewa
menyewa pohon untuk makanan ternak dalam tinjauan hukum islam.
kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa kedua pihak yang berakat dalam
praktik sewa menyewa pohon untuk makanan ternak adalah sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam syari’at Islam, karena kedua belah pihak tersebut
telah memenuhi persyaratan yang sesuai dengan hukum Islam tentang sewa
menyewa.13
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka setidaknya dapat diketahui
bahwa judul skripsi yang dikaji penulis memiliki pokok permasalahan yang
berbeda dengan beberapa judul yang telah di uraikan.
Perbedaan nya dengan penelitian yang dijelaskan penulis bahwa
dalam uraian di atas menjelaskan pokok masalah yang memfokuskan tentang
beberapa praktek uang muka dan sewa-menyewa yang berbeda dengan
penelitian yang akan di bahas.

12

M. Sya’roni, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembatalan Sewa Menyewa Lahan Tebu di
Desa Kelampok Dusun Prodo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang”, (Skripsi IAIN Sunan

Ampel, 2013).,63.
13
Muflihatul Karimah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Sewa Menyewa Pohon Untuk
Makanan Ternak Di Desa Mayong Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan”, (Skripsi
IAIN Sunan Ampel, 2013).,61.

13

Sedangkan dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pembahasan
pada uang muka dalam sewa menyewa di Banyuates Sampang Madura.
E. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui teknis pembayaran uang muka di Transportasi Maju
Jaya di Banyuates Sampang Madura.
2. Untuk mengetahui pandangn Hukum Islam terhadap teknis pembayaran
uang muka sewa menyewa (ija>rah) di Transportasi Maju Jaya Banyuates
Sampang Madura.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan di harapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran bagi semua orang secara umum, juga berharap mampu
mempunyai nilai-nilai dan makna sebagai berikut :
1. Aspek teoritis, dapat memberikan sumbangsih pengetahuan terhadap
pengembangan khazanah hukum Islam khususnya perihal praktek uang
muka dalam sewa menyewa.
2. Aspek praktis, dapat dijadikan bahan pedoman bagi penelitian selanjutnya
bila kebetulan ada titik singgung dengan masalah yang dibahas kali ini

14

dan semoga bisa berguna bagi penerapan suatu ilmu di lapangan atau di
masyarakat.

G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah penelitian dan memperjelas tentang “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Uang Muka Sewa Mobil Pada Usaha Transportasi
Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura” perlu adanya penulis
mendefinisikanpermasalahan yang ada pada skripsi ini agar tidak terjadi
kesalahpahaman pada pembahasan, sebagai berikut :
Hukum Islam

: peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan
kehidupan berdasarkan al- Qur’an dan hadist.

Sewa Menyewa

: memberikan suatu benda kepada orang lain untuk
mengambil manfaatnya dengan ketentuan orang yang
menerima benda itu memberikan imbalan sebagai bayaran
penggunaan manfaat barang yang dipergunakan.

Uang Muka

: uang yang dibayarkan terlebih dahulu yang belum
menyerahkan barangnya. Pembayaran ini sebagian dari
harga yang telah disepakati oleh pembeli kepada penjul
yang merupakan tanda bahwa perjanjian jual beli atau
sewa-menyewa yang diadakan telah mengikat.

H. Metode Penelitian

15

Metode penelitian adalah mengemukakan secara teknis tentang
metode-metode yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitiannya.
Dengan kata lain, metode penelitian adalah ilmu tentang alat-alat untuk
penelitian.14
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Trapang Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura. Berdasarkan rumusan masalah seperti yang
dikemukakan diatas, maka data yang dihimpun meliputi data tentang
praktek uang muka dalam sewa mobil pada usaha Transportasi Maju Jaya
di Banyuates Sampang Madura.
2. Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penulisan ini dikumpulkan dari sumbersumber data sebagai berikut :
a. Sumber Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang dibutuhkan untuk
memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan obyek
penelitian.15 Dalam hal ini data diperoleh peneliti dengan cara
melakukan pengamatan dan wawancara. Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara
langsung dengan pimpinan usaha Transportasi Maju Jaya di
Banyuates Sampang Madura.

14
15

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1992)., 15.
Restu Kartiko Widi, Asas-asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha llmu, 2010).,236.

16

17

b. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang dibutuhkan
untuk mendukung sumber primer.16 Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data yang sudah tertulis
meliputi:
1) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (sebuah teori, konsep

dan

aplikasi).
2) Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tentang hukum
perdata syariah.
3) Saleh al-Fauzan, Fiqh Sehari-hari (sebuah teori tentang hukum
syariah).
4) Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang penulis
teliti di Perusahaan Transportasi Maju Jaya

di Banyuates

Sampang Madura.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematis dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan.17
a. Observasi
yaitu dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap fenomena-fenomena yang berhubungan dengan
pelaksanaan sewa menyewa (ija>rah) kendaraan mobil di Transportasi
Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura.
16
17

Ibid.,-250.
Moh. Nazir, Metodologi Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009).,174.

18

b. Wawancara
Teknik pengumpulan peneliti untuk mendapatkan keteranganketerangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka
dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada peneliti.
Wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang
memperoleh melalui observasi.18
Wawancara yang terkait dengan sewa-menyewa mobil di
Transportasi Maju Jaya. Dalam penelitian ini penulis melakukan
wawancara dengan pihak pemilik perusahaan.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan dapat dikumpulkan, selanjutnya
dilakukan pengolahan data melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Organizing: mengatur dan menyusun data-data tersebut sedemikian
rupa sehingga menghasilkan bahan untuk menyusun laporan skripsi.
b. Editing: memilih dan menyelesaikan data tersebut dari berbagai segi
yaitu kesesuaian, keseleraan, kelengkapan, keaslian, kejelasan dan
keseragaman dengan permasalahan.
c. Analizing:

yaitu

melakukan

analisis

tinjauan

terhadap

hasil

perorganisasian data tentang uang muka dalam sewa-menyewa
dengan menggunakan kaidah, teori, dan dalil, sampai diperoleh
kesimpulan

akhir

sebagai

jawaban

dari

permasalahn

yang

dipertanyakan.
18

Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara,
1999).,64

19

5. Teknik Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan metode deskriptif dengan metode deduktif.
a. Metode deskriptif yaitu metode yang berusaha menggambarkan objek
sesuai dengan apa adanya, bersifat pemaparan dan bertujuan untuk
memperoleh gambaran lengkap tentang suatu keadaan yang diteliti. 19
b. Pola pikir deduktif yaitu berangkat dari pengetahuan yang sifatnya
umum dan bertolak pada pengetahuan umum itu kita hendak menilai
suatu kejadian yang khusus yakni mengemukakan pelaksanaan uang
muka sewa-menyewa menurut hukum Islam dan hukum positif,
kemudian dijadikan sebagai dasar untuk melihat dan mengumpulkan
kenyataan di masyarakat.
6. Pendekatan Penelitian
Dalam kajian dan pembahasan ini, digunakan normatif yakni
mengkaji masalah yang diteliti dengan berdasarkan kepada norma yang
diajarkan dan pendapat Ulama serta sarjana-sarjana muslim yang terdapat
dalam buku-buku.
7. Analisis
Yaitu cara menganalisa data yang berangkat dari fakta yang bersifat
khusus, peristiwa-peristiwa kongkrit kemudian ditarik kesimpulan yang
bersifat umum, penyusun memulai dengan cara kejadian-kejadian
kongkrit dalam praktek sewa menyewa di Transportasi Maju Jaya di
19

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004).,50.

20

Banyuates Sampang Madura yang menggunakan uang muka, yang
didalamnya tidak dikembalikannya uang muka apabila terjadi pembatalan
walaupun tidak ada perjanjian terlebih dahulu.
I.

Sistematika Pembahasan
Dalam rangka mempermudah pemahaman dan pembahasan terhadap
permasalah yang diangkat, maka pembahasannya disusun secara sistematis,
sesuai tata urutan dari permasalahan yang ada.:

Bab pertama, merupakan pendahuluan dijelaskan tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab kedua, penulis menjelaskan secara teoritis mengenai tinjauan
umum sewa menyewa dalam hukum Islam. dalam bab ini meliputi definisi
dan dasar hukum sewa-menyewa, rukun dan syarat sewa-menyewa, obyek
sewa-menyewa, jenis sewa-menyewa, uang muka, jenis-jenis uang muka,
pengertian sewa-menyewa dengan uang muka.
Bab ketiga, membahas judul yang mencakup hasil penelitian
mengenai tinjauan hukum Islam terhadap uang muka sewa mobil pada usaha
Transportasi Maju Jaya di Banyuates Sampang Madura. Dalam bab ini
meliputi: struktur organisasi, perkembangan unit usaha dan selanjutnya
dijelaskan bagaimana praktek sewa-menyewa mobil yang menjadi inti
permasalahan ini.

21

Bab keempat, membahas analisis tinjauan hukum islam terhadap
penerapan uang muka dalam sewa mobil pada usaha Transportasi Maju Jaya
di Banyuates Sampang Madura. Dalam bab ini meliputi: pelaksanaan sewa
menyewa, analisis terhadap akad, dan penerapan uang muka.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang memuat tentang
kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA-MENYEWA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Sewa Menyewa
sewa-menyewa atau yang dikenal dengan ija>rah adalah perjanjian
sewa-menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa. Atau ija>rah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau
upah-mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa atau imbalan jasa.20 Menurut Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, ija>rah
adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri.21
Berangkat dari definisi di atas disimpulkan bahwa pada dasarnya

ija>rah memiliki pengertian umum yaitu meliputi upah atas pemanfaatan
suatu benda/ imbalan suatu kegiatan/ upah karena melakukan suatu aktivitas.
Berdasarkan pada definisi di atas juga dapat disimpulkan bahwa sewamenyewa sebenarnya termasuk dalam jual beli, yakni penyewa membeli
manfaat/ kerja. Sewa-menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan arti (

‫ ) اإجا‬yang arti menurut bahasanya adalah sewa.22 Al- ija>rah semakna
dengan kira’ ( ‫أ‬

‫ ) ا‬yang artinya sewa tanah.23

20

Abdul Ghafur Anshari, Reksa Dana Syariah, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 25.
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: Tazkiyah
institut, 1999), hlm. 155.
22
Ahmad Warsun al Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, cet. XIV (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997).,91.
23
Ibid.,-1205.
21

22

23

Ahmad Azhar Basyir mendefinisikan ija>rah yaitu suatu perjanjian
tentang pemakaian dan pemungutan hasil/ manfaat suatu benda, binatang
atau tenaga manusia.24 Menurut bahasa, ija>rah berarti upah, sewa, jasa, atau
imbalan.25 Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, sewa adalah memberikan
pinjaman sesuatu dengan memungut uang sewa.26
Berangkat dari rumusan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
sewa-menyewa merupakan:
-

Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya
pemilik barang) dengan pihak penyewa.

-

Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada penyewa
untuk sepenuhnya dinikmati.

-

Penikmatan berlangsung untuk jangka waktu tertentu dengan
pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula.
Berangkat dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan sewa-menyewa adalah suatu perjanjian timbal balik
yaitu memiliki/ mengambil suatu benda/pekerjaan dengan member imbalan.
Dasar hukum sewa-menyewa adalah firman Allah QS. al-

Baqarah/2:233 yang artinya sebagai berikut: “Dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut ...”

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, ija>rah, Syirkah, cet. XI (Bandung alMu’arif, 1997).,24.
25
Abdul Aziz, Dahlan dkk, Ensklipedi Hukum Islam Jilid 2, (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve,
2005).,660.
26
W.J.S, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976).,937.
24

24

Ayat di atas menjadi dasar hukum adanya sistem sewa dalam Hukum
Islam, seperti yang diungkapkan dalam ayat bahwa seseorang itu boleh
menyewa orang lain untuk menyusui anaknya, tentu saja ayat ini akan
berlaku umum terhadap segala bentuk sewa-menyewa.27
Selain itu Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayat oleh Imam
Bukhari Muslim yang artinya sebagai berikut:
Dalam pembahasan ilmu fiqih sewa dan upah disebut ija>rah, adapun
sewa ialah imbalan atau ganti rugi manfaat yang diterima dari suatu barang
milik pihak lain. Sewa disebut juga al- ija>rah al-‘ain yang berkaitan dengan
benda atau barang yang jelas wujud dan manfaatnya, misalnya menyewa
rumah, kendaraan, dan sebagainya. Sedangkan upah ialah imbalan bagi
manfaat yang diterima dari jasa atau pekerjaan lain. Upah disebut juga ija>rah
pengakuan yang berkaitan dengan memberikan jasa melalui pekerjaan atau
keahliannya meskipun jasa tersebut tidak dirasakan secara langsung saat itu.

B.

Rukun dan Syarat Sewa Menyewa
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ija>rah adalah ijab dan qabul dari
dua belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun

ija>rah ada empat, yaitu28:
‘A>qid (ada orang yang berakad)

1.

Masing-masing dari muta’a>qida>n harus memenuhi syarat yaitu:
27

Cet. I,
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
hlm. 43.
28
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, cet. 1. Edisi 1 (Jakarta Utara: PT Raja Grafindi Persada,
1993).,29.

25

a. Harus ahli dalam menjalankan akad, tidak boleh gila atau orang yang

hijr (dilarang mengelola uangnya).
b. Harus atas kehendaknya sendiri, karena kata-kata orang yang dipaksa
itu tidak berpengaruh sama skali terhadap terjadinya akad atau
pembatalan kontrak.
2.

Si>gh}at} akad
Secara etimologis perjanjian yang dalam Bahasa Arab diistilahkan
dengan Mu’ahadzah Ittifa’, ‘aqad atau kontrak.29 Akad adalah suatu
perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syara’ yang
menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada obyek. Akad adalah suatu
perbuatan kesepakatan antara seseorang atau beberapa orang yang lain
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seorang atau lebih
mengikat diri pada yang lain. Akad sewa-menyewa adalah bentuk
pernyataan antara kedua pihak dalam minindaklanjuti suatu perjanjian
dengan memperjelas tata cara transaksi sewa-menyewa. Sigh}at} yang sah
apabila terjadi dalam satu majlis, ijab dan qabul tidak ada pemisah.

Ijab adalah pernyataan yang keluar lebih dahulu dari pihak yang
melakukan transaksi dan menunjukkan keinginan melakukan transaksi.

Qabul adalah pernyataan terakhir keluar dari pihak kedua yang
menunjukkan kerelaan menerima pernyataan pertama. Ijab dan qabul

29

Chairuman Passaribu, dkk, Hukum Perjanjian Dalam Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 1996).,1.

26

dapat dilakukan secara lisan, tulisan atau isyarat yang memberikan
pengertian atau berupa perbuatan yang menjadi kebiasaan ijab-qabul.30

Qabul harus sudah terlaksana sebelum terjadinya sesuatu yang
mengarah kepada pembatalan akad. Hendaknya ijab dan qabul itu
memakai kalimat yang biasa terpakai.
3.

‘Ujrah (upah)
Yang dibuat akad yaitu: ada uang untuk membayar (upah) dan ada
barang yang dimanfaatkan.
Adapun syarat-syarat nya yaitu:
a.

Sudah jelas/ sudah diketahui jumlahnya. Karena ija>rah adalah akad
timbal balik dan tidak sah dengan upah yang belum diketahui.

b.

Pegawai khusus seperti seorang hakim tidak boleh mengambil
uang dari pekerjaannya, karena dia sudah mendapatkan gaji dari
sewanya.

c.

Uang sewa harus diserahkan dengan penerimaan barang yang
disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya
juga harus lengkap.

4.

Manfaat
syarat sahnya manfaat yang mengharuskan adanya upah yaitu:
a.

hendaknya manfaat itu bisa ditaksir atau dihargai seperti menyewa
hewan untuk dinaiki, Atau menyewa rumah sebagai tempat tinggal.

Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, (Yogyakarta: Magistra
Insania Press, 2004).,78.
30

27

b.

Hendaknya manfaat itu bisa dimanfaatkan oleh orang yang
menyewa.

c.

Hendaknya manfaat itu menuntut keseriusan dan tidak main-main,
bahkan jika perlu membutuhkan uang untuk keberhasilannya.
Adapun syarat-syarat al- ija>rah sebagaimana yang ditulis Nasrun

Haroen sebagai berikut: 31
1.

Yang terkait dengan dua orang yang berakad. Menurut ulama
Syafi’iyah dan Hanabalah disyaratkan telah balig dan berakal. Oleh
sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak
kecil dan orang gila ijarahnya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah
dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak
harus mencapai usia balig. Oleh karenanya, anak yang baru mumayyiz
pun boleh melakukan akad al- ija>rah, hanya pengesahannya perlu
persetujuan walinya.

2.

Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaanya melakukan
akad al- ija>rah. Apabila salah seorang di antaranya terpaksa melakukan
akad ini, maka akad al- ija>rah nya tidak sah. Hal ini sesuai dengan
firman Allah Q.S. An-Nisa: 29, yang artinya: “wahai orang-orang yang

beriman, janganlah kamu saling memakan harta kamu dengan cara
yang bathil kecuali melalui suatu perniagaan yang berlaku suka sama
suka”

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), hlm. 232-235.
Dibandingkan dengan Sayyid Sabiq, Op. Cit., hlm. 181-182.
31

28

3.

Manfaat yang menjadi objek al- ija>rah harus diketahui, sehingga tidak
muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi
objek tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat
dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa
lama manfaat itu di tangan penyewanya.

4.

Objek al- ija>rah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung
dan tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, para ulama fiqh sepakat, bahwa
tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan
dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Misalnya, seseorang menyewa
rumah, maka rumah itu dapat langsung diambil kuncinya dan dapat
langsung boleh ia manfaatkan.

5.

Objek al- ija>rah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu,
para ulama fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang
untuk menyantet orang lain, menyewa seseorang untuk membunuh
orang lain, demikian juga tidak boleh menyewakan rumah untuk
dijadikan tempat-tempat maksiat.

6.

Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa, misalnya
menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa atau
menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa.
Para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa akad sewa-menyewa
seperti ini tidak sah, karena shalat dan haji merupakan kewajiban
penyewa itu sendiri.

29

7.

Objek al- ija>rah itu merupakan suatu yang bisa disewakan seperti
rumah, kendaraan, dan alat-alat perkantoran. Oleh sebab itu tidak
boleh dilakukan akad sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang
akan dimanfaatkan penyewa sebagai sarana penjemur pakaian. Karena
pada dasarnya akad untuk sebatang pohon bukan dimaksudkan seperti
itu.

8.

Upah atau sewa dalam al- ija>rah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang
memiliki nilai ekonomi.

C. Obyek Sewa Menyewa
Obyek sewa-menyewa adalah benda yang menyebabkan perjanjian
sewa-menyewa terjadi. Obyek akad meliputi jasa dan upah. Perjanjian sewamenyewa dianggap sah jika jasa yang menjadi obyek sewa menyewa
memenuhi syarat yang ditetapkan, yaitu: 32
a. Kondisi barang bersih.
Kondisi barang bersih berarti bahwa barang yang dipersewakan bukan
benda bernajis atau benda yang diharamkan.
b. Dapat dimanfaatkan.
Itu berarti pemanfaatan benda bukan untuk kebutuhan konsumsi tapi nilai
benda tidak berkurang (permanen).

32

Ibid.,-226-228.

30

c. Milik orang yang melakukan akad.
Milik orang yang melakukan akad berarti bahwa orang yang melakukan
perjanjian sewa-menyewa atas sesuatu barang adalah pemilik sah atau
mendapat izin pemilik barang tersebut.
d. Mampu menyerahkan.
Mampu menyerahkan berarti bahwa pihak yang menyewakan dapat
menyerahkan barang yang dijadikan obyek sewa-menyewa sesuai dengan
bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang
kepada penyewa.
e. Mengetahui.
Mengetahui diartikan melihat sendiri keadaan barang baik tampilan
maupun kekurangan yang ada. Pembayaran kedua pihak harus mengetahui
tentang jumlah pembayaran maupun jangka waktu pembayaran.
f. Barang yang diakadkan ada di tangan.
Perjanjian sewa-menyewa atas suatu barang yang belum di tangan (tidak
berada dalam penguasaan pihak yang mempersewakan) adalah dilarang
sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sesuai
perjanjian.

D. Jenis Sewa Menyewa
Ulama fiqh membagi ija>rah menjadi dua bagian:
1.

ija>rah al-a’yan: terjadi sewa-menyewa tentang benda/binatang dimana
orang yang menyewakan mendapatkan imbalan dari penyewa.

31

2.

ija>rah al-a’mal: terjadi sewa-menyewa tentang pekerjaan/buruh dimana
pihak penyewa memberikan upah kepada pihak yang menyewakan.

E. Uang Muka
Uang muka (Down of Payment) dalam bahasa Arab adalah al-'urbu>n (
‫ ) ا ع ب‬. kata ini memiliki padanan kata al-urba>n ( ‫) اأ با‬. Al-urba>n dan al-

'urbu>n secara bahasa artinya, kata jadi transaksi dalam jual beli. Uang muka
adalah sejumlah uang yang dibayarkan terlebih dahulu sebagai tanda jadi
pembelian; panjar; persekot.33
Panjar atau panjer dalam kamus hukum adalah suatu pemberian uang
atau barang dari penjual atau penyewa sebagai tanda jadi atau pengikat yang
menyatakan bahwa pembelian itu jadi dilaksanakan dan jika ternyata
pembeli membatalkan maka panjar itu tidak dapat diminta kembali. 34 Panjar
diartikan sebagai hal yang dijadikan perjanjian dalam jual beli.35
Secara terminologi Panjar berarti sejumlah uang yang dibayarkan
dimuka oleh pembeli barang kepada penjual. Jika akad dilanjutkan maka
uang muka masuk dalam harga pembayaran. Jika tidak jadi maka menjadi
milik penjual. Panjar adalah kompensasi dari penjual yang menunggu selama
beberapa waktu.36

33

Dagum Save. M, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Edisi kedua, cet. V, (Jakarta: LPKN,
1997).,1161.
34
J.C.T. Simorangkir, Dkk, Kamus Hukum. Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007).,120.
35
Shalah ash-Shawi dan Abdullah al-Muslih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam. (Jakarta: Darul
Haq, 2004).,131.
36
Ibid.,-131-132.

32

Dalam pelaksanaan sewa-menyewa tidak menutup kemungkinan
adanya penggunaan uang muka; persekot; panjar (Down of Payment) atau
yang dikenal dengan membayar uang sebagai tanda jadi atau pengikat yang
menyatakan bahwa pembeli itu jadi dilaksanakan. Sering menjadi perdebatan
di masyarakat keberadaan uang muka antara pendapat yang memperbolehkan
dengan

opini

yang

dianggap

melarang

keras

karena

merupakan

perkembangan pelaksanaan riba.
Ada sebagian masyarakat yang tidak peduli dengan konflik
pemberlakuan uang muka dalam aktivitas bermuamalah, termasuk sewamenyewa.
Adapun terminologisnya yaitu sejumlah uang yang dibayarkan
dimuka oleh seseorang pembeli atau penyewa barang kepada si penjual. Bila
akad itu mereka lanjutkan, maka uang muka itu dimasukkan ke dalam harga
pembayaran. Kalau tidak jadi, maka menjadi milik si penjual.37
Bentuk jual-beli atau sewa-menyewa ini dapat diberi gambaran
sebagai berikut: Sejumlah uang yang dibayarkan dimuka oleh seseorang
pembeli barang kepada si penjual. Bila transaksi itu mereka lanjutkan,
maka uang muka itu dimasukkan ke dalam harga pembayaran. Kalau
tidak jadi, maka menjadi milik si penjual.
Atau

seorang

penyewa

menyerahkan

sejumlah

uang

dan

menyatakan, “Apabila saya ambil barang tersebut maka ini adalah bagian

37

Abdullah al-Mushlih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam/ Abdullah al-Mushlih, shalah AshShawi; murajaah, tim Darul Haq; penerjemah, Abu Umar Basyir, Jakarta: Darul Haq, 2004., hal
133.

33

dari nilai harga, dan bila tidak jadi saya ambil maka uang muka tersebut
untukmu. Atau seorang penyewa barang dan menyerahkan satu dirham
atau lebih kepada penjualnya, dengan ketentuan apabila si penyewa
mengambil barang tersebut maka uang panjar tersebut dihitung
pembayaran, dan bila gagal maka itu milik pemilik sewa.
Imam Malik dalam al- Muwata mendefinisikan al-'urbu>n: ketika
seorang lelaki membeli atau menyewa kendaraan dan mengatakan kepada si
penjual atau penyewa : “saya memberimu satu dinar/dirham dengan syarat
kalau saya mengambil barang yang di jual atau di sewa, berapa pun jumlah
yang telah saya bayarkan kepada mu, terhitung sebagai bagian dari harga
yang saya bayar, seandainya saya tidak jadi meneruskan transaksi ini, maka,
sejumlah uang yang sudah saya bayarkan kepadamu menjadi hakmu tanpa
adanya kewajiban apa pun dari pihakmu kepada saya”.
Dari penjelasan Imam Malik tersebut dapat kita ketahui bahwa al-

'urbu>n tidak hanya digunakan pada transaksi jual-beli, namun dapat
dilakukan juga pada transaksi sewa-menyewa.
Oleh karena itu ada beberapa aspeks yang dapat kita pahami dari
beberapa definisi al-'urbu>n di atas, antara lain:
1.

Al-'urbu>n dibayarkan sebagai tanda hak yang diberikan kepada pembeli
untuk masa tunggu, apakah akan melanjutkan atau membatalkan
kontrak/akad.

2.

Masa tunggu ini tidak ditentukan batas waktunya.

34

3.

Uang muka di anggap sebagai, pembayaran sebagian dari harga barang
apabila pembeli ingin melanjutkan akadnya. Kalau tidak, si penjual
boleh mengambil uang muka tersebut.

4.

Skala dari urbun sangatlah luas dan tidak hanya dilakukan pada akad
jual beli saja.

F. Jenis-Jenis Uang Muka
1.

Uang muka yang diberikan oleh pembeli kepada si penjual atau pemilik
barang yang akan dikontrakkan, di mana apabila pembeli atau
pengontrak melanjutkan transaksinya, uang muka tersebut adalah bagian
dari pada harga jual. Kalau si pembeli tidak ingin melanjutkan transaksi
tersebut maka, uang mukanya harus dikembalikan lagi kepada si
pembeli. Semua Ulama setuju den