Tinjauan hukum Islam dan yuridis terhadap praktek kawin setor di Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura.

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN YURIDIS TERHADAP PRAKTEK
KAWIN SETTOR DI KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG
MADURA
SKRIPSI
Oleh:
Aldi Candra Madhani
NIM C71213109

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga
SURABAYA
2017

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Dan Yuridis Terhadap
Praktek Kawin Setor Di Kecamatan Omben Kabupaten Sampang Madura” ini
merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan bagaimana
Praktek Kawin Setor di Kecamata Omben Kabupaten Sampang dan Tinjaun Hukum
Islam dan Yuridis Terhadap Praktek Kawin Setor di Kecamatan Omben Kabupaten

Sampang Madura.
Data dalam penelitian ini dihimpun melalui studi lapangan, sedangkan teknik
yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumen yang datanya langsung
dari lapangan dan lainnya, kemudian data tersebut dianalisis yang selanjutnya
dilakukan analisis dengan menggunakan teknik deskriptif-analitis dengan disertai
pola pikir deduktif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwat adanya istilah Kawin setor di
Kecamatan Omben Kabupataen Sampang yaitu pertama, perkawinan yang dilakukan
secara hukum islam tanpa dihadiri oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Kedua,
Aparat desa menyerahkan formulir pelengkap dalam perkawinan disetorkan
(diserahkan) secara kolektif ke Kantor Urusan Agama (KUA) 30 hari setelah
pernikahan untuk memperoleh akta nikah. Ketiga, setelah penghulu / PPN
memeriksa berkas pemberitahuan kehendak nikah, penghulu mengklafikasi dengan
bermacam-macam rekayasa pencatatan, yakni kesemua laporan peristiwa pernikahan
tersebut dicatat sesuai dengan tanggal setor aparat desa tersebut. Mengenai aturan
tentang hukum pencatatan perkawinan dalam hukum islam tidak mengatur secara
jelas apakah perkawinan itu harus dicatat atau tidak, sedangkan dalam hukum
yuridis bahwa tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang
berlaku. Sebab-sebab adanya perbedaan hukum tersebut karena kurang memahami
tujuan pencatatan perkawinan. kenyataannya dalam masyarakat hal seperti ini

merupakan hambatan suksesnya pelaksanaan Undang-undang Perkawinan.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, untuk pengembangan hukum Islam yang
baik, disarankan agar: Pertama, kepada pemerintah dalam hal ini yaitu Pegawai
Pencatat Nikah seharus lebih tegas dalam mensosialisasikan peraturan perundang –
undangan perkawinan. Kedua, kepada para Kyai, tokoh masyarakat dan aparat
pemerintah agar lebih memberi peran dan fungsi kepada petugas Pegawai Pencatat
Nikah untuk melaksanakan tugasnya dan tidak mengintervensi terhadap kerja
mereka. Ketiga kepada masyarakat hendaknya lebih dewasa dalam menerima dan
memahami perunang-undangan tentang perkawinan sehingga kedepan tercatat sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PENGESAHAN ............................................................................................. iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TRANSLITERASI ....................................................................... ix
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 6
B. Identifikasi dan batasan Masalah ......................................... 6
1. Identifikasi Masalah ...................................................... 6
2. Batasan Masalah ............................................................. 7
C. Rumusan Masalah .................................................................. 7
D. Kajian Pustaka ....................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian..................................................... 10
G. Definisi Operasional ............................................................. 10
H. Metode Penelitian .................................................................. 11
1. Data yang Dikumpulkan ................................................ 11
2. Sumber Data .................................................................. 12
3. Teknik Pengumpulan Data ............................................ 12
4. Teknik Pengolahan Data ............................................... 13

5. Teknik Analisis Data ..................................................... 14
I. Sistematika Pembahasan ....................................................... 14
BAB II
PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM
ISLAM DAN YURIDIS DI INDONESIA .................................. 16
A. Menurut Hukum Islam .......................................................... 18
1. Al-Quran ........................................................................ 18
2. Kaidah Fiqh .................................................................... 21
B. Menurut Undang-undang Di Indonesia ................................. 23
1. Undang-undang No 22 Tahun 1946................................ 23
2. Undang-undang No 1 Tahun 1974.................................. 26
3. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 ........................ 28
4. Kompilasi Hukum Islam ................................................. 32
5. PMA No 11 Tahun @2007 Tentang Kepenghuluan ......... 33
BAB III PRAKTEK KAWIN SETOR ....................................................... 45
A. Kondisi Geografis ................................................................. 45
B. Kondisi Sosial ....................................................................... 46
C. Latar Belakang Kawin Setor ................................................. 51
xi


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

D. Praktek Kawin Setor .............................................................. 53
E. Akibat Hukum Kawin Setor .................................................. 57
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN YURIDIS TERHADAP KAWIN
SETOR DI KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG
MADUR
.... .......................................... .................
59
A. Analisis Hukum Islam ........................................................... 59
B. Analisi Hukum Yuridis .......................................................... 64
BAB V
PENUTUP .................................................................................... 72
A. Kesimpulan ........................................................................... 72
B. Saran ..................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75
LAMPIRAN ................................................................................................... 77

xii


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,
karena ia akan memiliki dunia baru, membentuk keluarga sebagai unit terkecil
dari keluarga besar bangsa Indonesia yang religius dan kekeluargaan, maka
diperlukan partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan itu. 1 Menurut
Undang – Undang 1 Tahun 1974 perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seseorang laki-laki dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.2
Berdasarkan Firman Allah SWT Surah 30 ( ar-Rum) ayat 21 :
            
        

“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

1

Z. muttaqin, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah. ( Jakarta : Departemen Agama RI. 2003), 13

2

Zahri Hamid, Pokok-pokok Hukum Perkawinan dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia,
(Yogyakarta ; Bonacipta, 1967), 1.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2


(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”3 Dapat disimpukan firman Allah di
atas bahwa suatu perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga sakinah,

mawaddah wa rahmah maka dalam dalam firman Allah ini perkawinan adalah
pertemuan antara pria dan wanita menjadikan hidup keduanya menjadi tentram.
Perkawinan adalah ikatan janji antara laki-laki dan perempuan, dan juga
antara keluarga masing-masing mempelai. Dalam hukum Indonesia suatu
perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan sesuai hukum agama dan
hukum negara yang berlaku. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan pasal 2, berbunyi : “ Tiap-tiap perkawinan dicatatkan
menurut perundang undangan yang berlaku.”
Dalam Kompilasi Hukum Islam keharusan tentang pencatatan disebutkan
dalam pasal 4 yaitu : ‘perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan”. Dan pasal 5 yaitu: ‘(1) agar terjamin ketertiban perkawinan bagi
masyarakat islam setiap perkawinan harus dicatat, (2) pencatatan perkawinan
tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatatan Nikah sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 1954.”
Akibat dari penyimpangan dari pasal 5 di atas, disebutkan dalam pasal 6

ayat (2), yaitu: “perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai
pencatatan nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.” Hal tersebut diperkuat
3

Arif Fakhrudin, Alquran terjemah” Al-hidayah”, ( Tanggerang Selatan: PT Kalim,2011), 407

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

oleh pasal 7 ayat (1) yaitu: “perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta
nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah, ayat (2) dalam hal perkawinan
tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan isbat nikah di
pengadilan Agama”. 4
Pada mulanya Syariat Islam baik Al-Quran dan As-Sunnah tidak
mengatur secara kongkret tentang adanya pencatatan perkawinan. Ini berbeda
dengan muamalat ( mudayanah ) yang dilakukan tidak secara tunai untuk waktu
tertentu, diperintahkan untuk mencatatnya. Tuntutan perkembangan, dengan
berbagai pertimbangan kemaslahatan, hukum Perdata Islam di Indonesia perlu
mengaturnya guna kepentingan kepastian hukum di masyarakat.5

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada bab II pasal 2 disebutkan tentang
pencatatan perkawinan :
1.

Pencatatan perkawinan dari mereka yang telah melangsungkan perkawinan
menurut agama islam dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1945 tentang Pencatatan
Nikah, Talak, Dan Rujuk.

2.

Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan
menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama islam, dilakukan
oleh pegawai pencatat perkawinan pada kantor pencatat sipil sebagaimana

4

Wasman, dkk, Hukum Perkawinan di Indonesia ( Perbandingan fiqih dan hukum Positif), (
Yogyakarta : CV. Mitra Utama, 2011), 36.
5


Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta : PTRajaGrafindo persada, 2013),
91.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

dimaksud dalam berbagai perundang- undangan mengenai pencatatan
perkawinan.
3.

Dengan tidak mengurangi ketentuan- ketentuan yang khusus berlaku bagi
tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku,
tatacara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam
pasal 3 sampai pasal 9 Peraturan Pemerintah ini.
Ketentuan tentang pencatatan perkawinan dan percerain yang dibuat oleh

pemerintah untuk menjaga kemaslahatan rakyatnya terutama dalam bidang
perkawinan yang sejalan dengan tujuannya yaitu mewujudkan kelurga yang,
sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Pasal 2 UU No 1 Tahun 1974 berbunyi :pasal (1) “perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing dan kepercayaannya”
pasal (2)“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan-

undangan yang berlaku”.
Dalam pasal tersebut telah jelas bahwa perkawinan selain harus menurut
hukum agama dan kepercayaan masing-masing agama untuk mendapat
keabsahannya harus dicatat menurut peraturan yang diatur oleh pemerintah
supaya perkawinan itu mendapat legalisasi menurut perundang-undangan.
Berkenaan dengan kebijakan pemimpin (pemerintah), itu sejalan dengan
kaidah yang terkandung dalam kaidah fiqih Zayn al-Abidin Ibn Ibrahim Ibn
Nujaim al-Hanafi berkata :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

ِ ‫تَصر ف‬
‫ال َما ِم َعلَى الر ِعي ِة َمن و ط بِا ل َمصلَ َح ِة‬
َ
“Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat”6
Dengan adanya pencatatan perkawinan dengan status hukum yang jelas,
maka berbagai macam bentuk kemudharatan seperti ketidakpastian status bagi
wanita dan anak-anak akan dapat dihindari. Lebih jelas lagi menurut Abdul
Halim menempatkan pencatatan perkawinan sebagai syarat sah dapat dilakukan
dengan penerapan ijtihad insya’ ( ijtihad bentuk baru ) dengan menggunakan
kaidah :

ِِ
‫صا لِ ِح‬
َ ‫َد ر ء الم َفا سد م َقد م َعلَى َجلب ال َم‬
“ Menolak bahaya didahulukan atas mendatangkan kebaikan “.7
Pencatatan perkawinan merupakan sesuatu yang penting, pelaksanaan
peraturan pemerintah yang mengatur tentang pencatatan perkawinan merupakan
tuntutan dari perkembangan hukum dalam mewujudkan kemaslahatan umum.
Tatapi praktek pencatatan di desa Omben dan Sogiyan Kecamatan Omben
Kabupaten Sampang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur
tentang pencatatan perkawinan. Masyarakat desa Sogian mendaftarkan
perkawinannya dan mengisi formulir pelengkap ( N1- N4 ) pak Modin setempat
atau kepala desa (aparat desa ), kemudian pak mudin melaporkan dan meminta
tanda tangan ke kepala desa. ketika akad pernikahan berlangsung masyarakat
6

Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih, (Yogyakarta ; Raja Grafindo Persada, 2002), 95.

7

Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia studi kritis perkembangan Hukum Islam
dari fiqih UU No 1/1974 sampai KHI, ( Jakarta ; Kencana Prenada Media Group, 2004 ), 135.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

desa Omben dan Sogiyan hanya mengundang (memanggil ) kiyai tanpa
mengundang (memanggil ) pegawai pencatat nikah (PPN), menurut paham
mereka perkawinan dianggap cukup apabila rukun dan syaratnya telah dipenuhi.
Namun setelah 30 hari pernikahan pak mudin atau kepala desa setempat melapor
dan mendaftarkan secara kolektif perkawinan masyarakat desa Sogian ke Kantor
Urusan Agama (KUA).
Dari latar belakang dan urain diatas penyusun mencoba meneliti kasus agar
mengetahui lebih jauh mengenai kawin setor tersebut, dan hasil penelitian
tersebut dijadikan dalam bentuk skripsi dengan judul Tinjaunan Hukum Islam
dan Yuridis Terhadap Kawin Setor di Kec. Omben Kota Sampang.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, diperoleh
identifikasi msalah sebagai berikut :
a.

Praktek kawin setor di Kecamatan Omben Kabupaten
Sampang.

b. Pemahaman masyarakat kecamatan omben terhadap fungsi
akta nikah.
c. Tinjauan hukum islam dan yuridis terhadap adanya kasus
kawin Kecamatan Omben Kabupaten Sampang.
2. Batasan Masalah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Dari identifikasi masalah tersebut, yang akan dibahas dalam
skripsi tersebut ini terbatas hanya pada :
a. Praktek kawin setor di Kecamatan Omben Kabupaten
Sampang.
b. Tinjauan hukum islam dan yuridis terhadap praktek kawin
setor di Kecamatan Omben Kabupaten Sampang.
3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktek kawin setor di Kecamatan Omben
Kabupaten Sampang ?
2. Bagaimana tinjauan hukum islam dan yuridis terhadap
praktek kawin setor di Kecamatan Omben Kabupaten
Sampang ?
C. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
kontribusi keilmuan dalam penulisan skripsi ini, dan seberapa banyak
peneliti meneliti dan membahas permasalahan yang akan dikaji dalam
skripsi dengan tema yang hampir sama dengan skripsi ini. Beberapa
penelitian yang hampir sama dengan peneliti lakukan adalah sebagai
berikut:
1. Skripsi yang berjudul “ Pencatatan Nikah sebagai Sistem hukum
Indonesia Studi Perbandingan antara Fiqih dan UU No. 1 Tahun 1974
“ ditulis oleh Saiful Ridzal. Dalam skripsi ini dijelaskan seberapa

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

penting pencatatan nikah dalam kehidpan berumah tangga dalam
konteks negara, juga tentang perbedaan konsep persyaratan di dalam
akad nikah antara hukum positif ( UU No. 1 Tahun 1974 ) dan hukum
Islam ( Fiqih ) dari segi kekuatan hukumnya. Perbedaan dengan
skripsi penyusun adalah Objek yang dikaji dalam memahami tentang
hukum pencatatannya dan fungsi dalam pencatatann tersebut.8
2. Skripsi Rahmat Jatmiko yang berjudul “ Isbat Nikah Masal Tahun
2011 Di Pengadilan Agama Wonosari ( Studi Terhadap Alasan Dan
Dasar Hukum Hakim Atas Penetapan Isbat Nikah )” dalam skripsi
tersebut yang menjadi pokok masalahnya adalah terkait alasan dan
dasar hukum yang digunakan Hakim Pengadilan agama wonosari dan
mengabulkan permohonan isbat nikah yang di daftarkan secara masal .
Perbedaan dengan skripsi penyusun adalah tentang Objek yang dikaji
dalam

memahami tentang

hukum

pencatatannya dan fungsi

pencatatan tersebut.9
3. Skripsi Maman Badruzzaman, yang berjudul “ Eksistensi Isbat Nikah
Massal dalam Meminimalisir Terjadinya Pernikahan Tanpa Akta
Nikah (Studi kasus di KUA Kecamatan Karangtempel kabupaten
Indramayu tahun 2008-2012), yang menjadi masalah dalam karya

8

Saiful Ridzal, “ Pencatatan Nikah Sebagai Sistem Hukum Indonesia : Studi Perbandingan
Antara Fiqih dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan “, Skripsi IAIN
Sunan Kalijaga, Fakultas Syariah, 2004, hal 6.
9

Rahmat Jatmiko, “ Isbat Nikah Masal Tahun 2011 di Pengadilan agama wonosari ( Studi
terhadap Alasan dan Dasar Hukum Hakim atas Penetapan Isbat Nikah ) “, Skripsi Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

ilmiah tersebut adalah terkait landasan hukum Isbat Nikah. Terkait
tentang bagaimana keberhasilan isbat nikah dalam mengurangi
terjadinya pernikahan tanpa akta nikah, . Perbedaan dengan skripsi
penyusun adalah tentang Objek yang dikaji dalam memahami tentang
hukum pencatatannya dan fungsi pencatatan tersebut.10
D. Tujuan Penelitian
Agar tidak menyimpang dari rumusan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini lakukan untuk :
1. Mengetahui prosedur dan praktek Kawin Setor di Desa Sogian
Kacamatan Omben Kabupaten Sampang.
2. Untuk mengetahui Bagaimana Tinjauan hukum Islam dan
Yuridis terhadap praktek kawin setor di Desa Sogian
Kecamatan Omben Kabupaten Sampang.
E. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
baru dan bermanfaat bagi disiplin ilmu secara umum, dan sekurangkurangnya dapat digunakan untuk dua aspek yaitu :
1. Aspek Teoritis

10

Maman Badruzzaman, “Efektifitas Isbat Nikah Massal Dalam meminimalisir Terjadinya
Pernikahan Tanpa Akta Nikah Studi Kasus di KUA Kecamatan karangtempel Kabupaten
Indramayu”, Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2013.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Dari sisi teoritis, penulis berharap dengan adanya penelitian ini
secara umum dapat memberikan sumbangan ilmu pengatahuan
khususnya dibidang hukum keluarga, serta wawasan terhadap
pentingnya pencatatan nikah.
2. Aspek Praktis
Dalam prosedur prakteknya, dapat dijadikan tambahan ilmu
pengetahuan sehingga calon pengantin dapat menikah di depan
Pegawai Pencatat Nikah dan bukan bawah tangan.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesesalapahaman dan kekeliruan dalam
memahami istilah dalam skripsi ini, maka perlu dijelaskan/ditegaskan
Istilah judul tersebut. Adapun istilah yang perlu penulis tegaskan adalah
sebagai berikut :
1. Hukum islam di sini adalah aturan hukum Islam tentang pencatatan
perkawinan dari Al-Quran, dan kaidah fiqih.
2. Yuridis di sini adalah hukum yang diakui pemerintah yaitu UU No 1
Tahun 1974 dan Peraturan yang memuat masalah pencatatan perkawinan.
Dalam hal ini pencatatan perkawinan bukan bagian dari rukun dan syarat
sahnya perkawinan melainkan masuk dalam persyaratan adminstratif
sehingga sangat penting dan bepengaruh dalam kehidupan masyarakat.
Karena melalui pencatatan perkawinan tersebut akan menjadi bukti

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

autentik tentang telah dilangsungkan sebuah perkawinan yang sah yang
diakui negara.
3. Kawin setor adaalah perkawinan yang dilakukan secara hukum islam dan
pencatatan perkawinannya yaitu mengisi formulir pelengkap ( N1- N4 )
ke pak Modin setempat atau kepala desa (aparat desa ), kemudian pak
mudin melaporkan dan meminta tanda tangan ke kepala desa. ketika akad
pernikahan berlangsung masyarakat desa sogian hanya mengundang
(memanggil ) kiyai tanpa mengundang (memanggil ) pegawai pencatat
nikah (PPN)tanpa dihadiri oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dan
formulir pelengkap dalam perkawinan disetorkan (diserahkan) secara
kolektif ke Kantor Urusan Agama (KUA) 30 hari setelah pernikahan
untuk memperoleh akta nikah.
G. Metode Penelitian
Agar dalam Penyusunan dapat tersusun secara sistematis, maka
perlu dijelaskan metode penelitan sebagai berikut :
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain :
a. Data tentang faktor adanya kawin setor di desa Sogian
b. Data lain dengan meminta keterangan dari Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) di KUA Kecamatan Omben terkait
masalah kawin setor di desa Sogian.
2. Sumber Data

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

a. Sumber data primer
Yaitu sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara
dengan Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Omben, kepala desa dan beberapa pasangan
masyarakat Desa Sogian.
b. Sumber data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari buku-buku dan tulisan
yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi
pembahasan dalam skripsi ini tentang pencatatan nikah.
3. Teknik pengumpulan data
a. Observasi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti
untuk mendeskripsikan kegiatan yang terjadi tentang
peristiwa yang bersangkutan.
b. Wawancara
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui secara
lisan untuk mendapatkan keterangan, tanya jawab secara
lisan antara 2 orang atau lebih secara langsung. Dalam hal
ini penyusun mencari data dengan cara memberikan
pertanyaan secara langsung melalui tatap muka dengan
Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Omben dan warga desa Sogian
c. Dokumentasi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari dokumendokumen atau hasil tulisan seperti buku dan lainnya. yaitu
data yang diperoleh dari beberapa hasil tulisan dan buku
yang dijadikan refrensi oleh penyusun.
4. Tehnik pengolahan Data
Sumber data penelitian ini adalah studi lapangan, maka
teknik yang digunakan adalah observasi, wawancara,

dan

dokumen yang datanya langsung dari lapangan dan lainnya,
kemudian data tersebut dianalisis dan disimpulkan sebagai
berikut:
a. Editing ( Pemeriksaan data ), yaitu kegiatan memeriksa
atau meneliti daya yang diperoleh untuk menjamin apakah
data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan atau
tidak. Sehingga mendapat kejelasan antara data satu
dengan data lainnya.
b. Organizing, yaitu mengatur serta menyusun data secara
sistematis yang telah melewati proses Editing sehingga
menjadi sebuah kesatuan yang teratur.
c. Analysing, yaitu menganalisis data yang sudah disusun dan
diolah dengan menggunakan teori yang sudah ditentukan.
5. Teknik Analisis data

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Hasil data yang telah tersusun akan dianalisi dengan
menggunakan metode penelitian : Deskriptif,verifikatif dengan
pola pikir deduktif yaitu teknik analisa yang menggambarkan
data apa adanya dan berangkat dari variabel yang bersifat
umum, dalam hal ini teori hukum Islam dan yuridis. Kemudia
diverifikatifkan kepada variabel yang bersifat khusus dalam
hal ini praktek kawin setor.
G. Sistematika Pembahasan.
Untuk memudahkan penulisan, dan pemahaman dalam proposal
ini, maka perlu sistematika pembahasan sebagai gambaran umum
mengenai isi dalam proposal ini. Adapun sistematika pembahasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab pertama, pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi hasil operasional,
metode penelitian serta sistematika pembahasan.
Bab kedua, dalam bab ini terdiri dari dua sub bab, yang pertama
menjelaskan mengenai hukum pencatatan perkawinan menurut Hukum
Islam yang terdapat dlam Al-Quran dan Kaidah Fiqh dan fungsi
mencatatkan perkawinan dan akibat tidak mencatatkan perkawinan, Sub
kedua, landasan teori memuat dasar yang berisi tentang aturan pencatatan
perkawinan

dalam hukum yuridis antara lain Undang-undang No 22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Tahun 1946, Undang-undang 1 Tahun 1974, PP No 9 Tahun 1975 dan
PMA No 11 Tahun 2007.
Bab ketiga, berisi tentang praktek kawin setor di kecamatan
Omben kabupaten Sampang. Yang akan dibagi menjadi lima sub bagian.
Sub bagian pertama mengenai pemaparan tentang kondisi geografis,
kemudian sub kedua tentang sosial ke agamaan, pendidikan dan ekonomi
dan sub ketiga latar belakang terjadinya kawin setor, sub keempat,
praktek kawin setor,

dan sub kelima akibat hukum. Pada bab ini

penyusun akan memaparkan hasil dari wawanncara dengan Pegawai
Pencatat Nikah dan warga desa Sogian dan Omben Kecamatan Omben
Kabupaten Sampang.
Bab ke Empat, analisis hukum islam dan yuridis terhadap kawin
setor kecamatan omben kabupaten Sampang madura dan pengaruhnya
dalam kehidupan rumah tangga. Sehingga dapat diketahui bagaimana
hukum islam dan yuridis menyikapi masalah ini.
Bab kelima, adalah penutup yang berisi berupa kesimpulan dari
seluruh pembahasan skripsi ini, sebagai jawaban terhadap rumusan
masalah serta saran-saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM
ISLAM DAN YURIDIS DI INDONESIA
1. Pengertian
Perkawinan dalam bahasa Arab disebut dengan al-nikah yang
bermakna al-wathi’ dan al-dammu aw al-tadakhul. Terkadang juga disebut
dengan al-dammu wa al-ja’u, atau ibarat ‘an al’-wath’ wa al-aqad yang
bermakna bersetubuh berkumpul dan akad.1 Perkawinan yang dalam istilah
agama disebut “Nikah” ialah : melakukan suatu akad atau perjanjian untuk
mengikat diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan
keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagian hidup
berkeluarga rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang
diridhoi Allah.
Secara

terminologis

perkawinan

(nikah)

yaitu

akad

yang

membolehkan terjadinya istima’ (persetubuhan) dengan seorang wanita,
selama seorang wanita tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik
dengan sebab keturunan atau seperti sebab sesusuan.
Menurut Dr. Ahmad Ghandur, seperti yang disadur oleh Prof. Dr.
Amir Syarifuddin, nikah yaitu akad yang menimbulkan kebolehan bergaul
antara laki-laki dan perempuan dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam
1

Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia studi kritis perkembangan Hukum Islam
dari fiqih UU No 1/1974 sampai KHI, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2004 ), 38.

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara timbal balik hakhak dankewajiban-kewajiban.2
Undang-undang perkawinan, dalam pasal 1 merumuskan pengertian
perkawinan sebagai berikut :

“ Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dengan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.3
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal (2) : “ Perkawinan menurut hukum

islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan Ibadah”.4
2. Dasar Hukum Perkawinan
Dasar

perkawinan

meurut

ajaran

Islam,

yang

pertama

adalah

melaksanakan Sunnatullah seperti tercantum dalam Al-Quran :
         
         

Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hambahamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
2

Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011), 4.
Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang perkawinan Undang-undang N0
1 Tahun 1974 tentang perkawinan ,( Yogyakarta : Liberty,1982),9.
4
Wahyu Widiana, Kompilasi hukum Islam Di Indonesia,(Jakarta : Departemen Agama Islam R.I,
2001),14.
3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)
lagi Maha mengetahui”. (QS : An Nur 32 )
Dan yang kedua adalah untuk mengamalkan sunah Rasulullah
sebagaimana disebut dalam Hadist Nabi :

ِ
ِ
‫س ِم ِِِ – روا اخا رى و مسلم‬
َ ‫ا لنِ َكا ح سن ِِ َو َمن َر غ‬
َ ‫ب َعن سنِ فَلَي‬
“perkawinan adalah peraturanku, barang siapa yang benci peraturanku
bukanlah ia termasuk umatku” (Bukhiri dan Muslim)5
A. Hukum Pencatatan Perkawinan Menurut Hukum Islam
1. Pencatatan Perkawinan dalam Al- Quran
Pada mulanya syariat Islam baik Al-Qur’an atau al-Sunnah tidak
mengatur secara konkret tentang adanya pencatatan perkawinan. Ini berbeda
dengan muamalat (mudayanah) yang dilakukan tidak secara tunai untuk waktu
tertentu, diperintahkan untuk mencatatnya. Tuntutan perkembangan, dengan
berbagai pertimbangan kemaslahatan, hukum perdata Islam di Indonesia perlu
mengaturnya guna kepentingan kepastian hukum di dalam masyarakat.6
Ayat atau sunnah tidak mengatur tentang adanya pencatatan, namun jika
kita melihat dalam surat al-Baqarah ayat 282 yang menjadi dasar hukum hutang
piutang atau dikenal dengan ayat mudayanah dapat ditarik sebagai dasar
pencatatan dengan istinbath berupa qias, berikut ayatnya :

5

Taufiq Kamil, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta : Direktorat jendral Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji Departemen Agama RI,2002),5.
6
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 91.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

             
               

                  
               
           

                

                
              

                 

  
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang
yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah
kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada
tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu),
kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan
di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu
lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah
suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Dari ayat ini menunjukkan anjuran, bahkan sebagian ulama anjuran ini
bersifat kewajiban untuk mencatat utang piutang dan mendatangkan saksi
dihadapan pihak ketiga yang dipercaya. Selain itu, ayat ini juga menekankan
perlunya menulis utang walaupun hanya sedikit, disertai dengan jumlah dan
ketetapan waktunya. bertujuan untuk menghindarkan terjadinya sengketa
dikemudian hari.7
Dengan melihat surat Al- Baqarah ayat 282 dari ayat ini menunjukkan
anjuran, bahkan sebagian ulama anjuran ini bersifat kewajiban untuk mencatat
utang piutang dan mendatangkan saksi dihadapan pihak ketiga yang dapat
dipercaya. Dengan ayat ini dapat ditarik istinbath dengan qias (aulawi) yaitu
sesuatu yang tidak ditegaskan lebih ulama hukumnya daripada yang ditegaskan,
dengan qiyas (aulawi) bahwa jika perjanjian yang berhubungan dengan harta saja
dianjurkan untuk dicatatkan diatas hitam dan putih, bagaimana dengan
perkawinan, sebagai ikatan lahir bathin antara laki-laki dan perempuan yang
disebut dalam al qur’an sebagai mitsaqon ghalidza dengan tujuan membina
keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.8
7

8

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2004), 602

Yusar,” Pencatatan Perkawianan sebuah Tinjauan Yuridis menurut hukum Islam dan
undang-undang no 1 tahun 1974”, https://asy79aulia.wordpress.com/2012/12/28/pencatatan-

perkawinan-sebuah-tinjauan-yuridis-menurut-hukum-islam-dan-undang-undang-nomor-1-tahun1974/,” 15 maret 2017”.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

2. Kaidah Fiqih Pencatatan Perkawinan
Sejalan dengan perkembangan zaman dengan dinamika yang terus
berubah maka banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi. Pergesaran kultur
lisan (oral) kepada kultur tulis sebagai ciri masyarakat modern, menutut
dijadikannya akta, surat sebagai bukti autentik. Saksi hidup tidak bisa lagi
diandalkan tidak saja karena bisa hilang dengan sebab kematian, manusia dapat
juga mengalami kelupaan dan kesilapan. Atas dasar ini diperlukan sebuah bukti
yang abadi itulah yang disebut dengan akta.
Dengan demikian salah satu bentuk pembaruan hukum kekeluargan Islam
adalah dimuatnya pencatatan perkawinan sebagai salah satu ketentuan
perkawinan yang harus dipenuhi. Dikatakan pembaruan hukum Islam karena
masalah tersebut tidak ditemukan didalam kitab-kitab fiqih ataupun fatwa-fatwa
ulama.9
Dengan memahami apa yang termuat dalam penjelasan umum dapat
dikatakan bahwa pencatatan perkawinan bertujuan untuk menjadikan peristiwaperistiwa itu menjadi jelas dan baik bagi yang bersangkutan maupun pihak lain
karena dapat dibaca dalam suatu surat resmi dan termuat pula dalam suatu daftar
yang khusus disediakan untuk itu. Sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan
bilamana perlu dan dapat dipakai sebagai alat bukti otentik, dan dengan surat
bukti itu dapatlah dbenarkan atau dicegah suatu perbuatan yang lain.10

9

Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia...,121-122.
Ny. Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang perkawinan Undang-undang N0

10

1 Tahun 1974 tentang perkawinan...,65.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Dengan adanya pencatatan perkawinan dengan status hukum yang jelas,
maka berbagai macam bentuk kemudharatan seperti ketidakpastian status bagi
wanita dan anak-anak akan dapat dihindari. Lebih jelas lagi menurut Abdul
Halim menempatkan pencatatan perkawinan sebagai syarat sah dapat dilakukan
dengan penerapan ijtihad insya’ ( ijtihad bentuk baru ) dengan menggunakan
kaidah :

ِِ
‫صا لِ ِح‬
َ ‫َد ر ء الم َفا سد م َقد م َعلَى َجلب ال َم‬
“ Menolak bahaya didahulukan atas mendatangkan kebaikan”.11
Dengan pertimbangan ini, maka persyaratan yuridis formal seperti
kewajiban mencatatkan perkawinan yang dibuat oleh Pemerintah dalam Undang
Perkawinan untuk kepentingan bersama tujuannya untuk menjaga kemaslahatan
rakyatnya adalah perbuatan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam,
bahkan hal tersebut sangat dianjurkan karena akan membawa manfaat kepada
semua pihak terutama kepada kedua mempelai dan keturunannya kelak.
Berkenaan dengan kebijakan pemimpin (pemerintah), itu sejalan dengan
kaidah yang terkandung dalam kaidah fiqih Zayn al-Abidin Ibn Ibrahim Ibn
Nujaim al-Hanafi berkata :

ِ ‫تَصر ف‬
‫ال َما م َعلَى الر ِعي ِة َمن و ط بِا ل َمصلَ َحة‬
َ
“Kebijakan (pemimpin) atas rakyat bergantung pada maslahat”.12

11
12

Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia s...,135.
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqih, (Yogyakarta ; Raja Grafindo Persada, 2002), 95

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Sehubungan dengan itu dan demi kemaslahatan mereka yang beragama
Islam maka keharusan mencatat perkawinan menurut Peraturan perundangundangan yang berlaku karena sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Hukum Islam.
B. Hukum

Pencatatan

Perkawinan

menurut

Undang-undang

di

Indonesia.
Ketentuan

Undang-undang

Perkawinan,

tentang

aturan

Pencatatan

Perkawinan antara lain Undang-undang No 22 Tahun 1946, Undang-undang 1
Tahun 1974, PP No 9 Tahun 1975 dan PMA No 11 Tahun 2007 yang dibuat oleh
Pemerintah untuk kepentingan bersama tujuannya untuk menjaga kemaslahatan
rakyatnya.

a. Undang-undang No 2 Tahun 1946 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
Rujuk
Adapun ketentuan Pencatatan Nikah dalam Undang-undang N0 2 Tahun
1946 dikemukakan dalam Pasal 1 sampai dengan pasal 3, dijelaskan bahwa :
Pasal 1
1) Nikah yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut nikah,
diawasi oleh pegawai pencatat nikah yang diangkat oleh Menteri Agama
atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan
menurut agama Islam, selanjutnya disebut talak dan rujuk, diberitahukan
kepada pegawai pencatat nikah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

2) Yang berhak melakukan pengawasan atas nikah dan menerima
pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya pegawai yang diangkat
oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya.
3) Bila pegawai itu tidak ada atau berhalangan, maka pekerjaan itu
dilakukan oleh orang yang ditunjuk sebagai wakilnya oleh kepala Jawatan
Agama Daerah.
4) Seorang yang nikah, menjatuhkan talak atau merujuk, diwajibkan
membayar biaya pencatatan yang banyaknya ditetapkan oleh Menteri
Agama. Dari mereka yang dapat menunjukkan surat keterangan tidak
mampu dari kepala desanya (kelurahannya) tidak dipungut biaya. Surat
keterangan ini diberikan dengan percuma. Biaya pencatatan nikah, talak
dan rujuk dimasukkan di dalam Kas Negeri menurut aturan yang
ditetapkan oleh Menteri Agama.
5) Tempat kedudukan dan wilayah (ressort) pegawai pencacat nikah
ditetapkan oleh kepala Jawatan Agama Daerah.
6) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai pencatat nikah diumumkan
oleh kepala Jawatan Agama Daerah dengan cara yang sebaik-baiknya.
Pasal 2.
1) Pegawai pencatat nikah dan orang yang tersebut pada ayat (3) pasal 1
membuat catatan tentang segala nikah yang dilakukan di bawah
pengawasannya dan tentang talak dan rujuk yang diberitahukan
kepadanya; catatan yang dimaksudkan pada pasal 1 dimasukkan di dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

buku pendaftaran masing-masing yang sengaja diadakan untuk hal itu,
dan contohnya masing-masing ditetapkan oleh Menteri Agama.
2) Dengan tidak mengurangi peraturan pada ayat (4) pasal 45 peraturan
meterai 1921 (zegelverordening 1921), maka mereka itu wajib
memberikan petikan dari pada buku- pendaftaran yang tersebut di atas ini
kepada yang berkepentingan dengan percuma tentang nikah yang
dilakukan di bawah pengawasannya atau talak dan rujuk yang
dibukukannya dan mencatat jumlah uang yang dibayar kepadanya pada
surat petikan itu.
3) Orang yang diwajibkan memegang buku pendaftaran yang tersebut pada
ayat (1) pasal ini serta membuat petikan dari buku-pendaftaran yang
dimaksudkan pada ayat (2) di atas ini, maka dalam hal melakukan
pekerjaan itu dipandang sebagai pegawai umum (openbaar ambtenaar).
Pasal 3.
1) Barang siapa yang melakukan akad nikah atau nikah dengan seorang
perempuan tidak di bawah pengawasan pegawai yang dimaksudkan pada
ayat (2) pasal 1 atau wakilnya, dihukum denda sebanyak-banyaknya R
50,- (Lima puluh rupiah).
2) Barang siapa yang menjalankan pekerjaan tersebut pada ayat (2) pasal 1
dengan tidak ada haknya, dihukum kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda sebanyak-banyaknya R 100,-(seratus rupiah).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

b. Perspektif UU No 1 Tahun 1974
Di dalam UU No 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) dinyatakan bahwa :

“Tiap-tiap perkawinan dicatatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku”.
Ini adalah satu-satunya ayat yang mengatur tentang pencatatan
perkawinan. Didalam penjelasannya tidak ada uraian yang lebih rinci kecuali
yang dimuat di dalam PP No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang
perkawinan pasal 3 ada dinyatakan :
(1) “setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan

kehendaknya kepada pegawai pencatatat di tempat perkawinan akan
berlangsung.
(2) “pemberitahuan tersebut pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10

hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.
(3) “pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan

sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh camat (atas nama Bupati
Kepala Daerah)
Dengan demikian pencatatan perkawinan ini walaupun didalam UUP
hanya diatur oleh satu ayat, namun sebenarnya masalah pencatatan ini dominan.
Ini tampak dengan jelas menyangkut tata cara perkawinan itu sendiri yang
kesemuanya berhubungan dengan pencatatan. Tidaklah berlebihan jika ada
sementara pakar hukum yang menempatkannya sebagai syarat administratif yang
juga menentukan sah tidaknya sebuah perkawinan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat 1 Undang-undang perkawinan maka
perkawinan dianggap sah apabila dilaks