TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PARON SAWAH BERSYARAT DI DESA BANYUATES KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG MADURA.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PARON
SAWAH BERSYARAT DI DESA BANYUATES KECAMATAN
BANYUATES KABUPATEN SAMPANG MADURA

SKIRPSI

Oleh:
Misnawati
NIM. C02212025

Universitas Islam Negeri SunanAmpel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
SURABAYA
2016

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem
Paron Bersyarat Di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yaitu, Bagaimana Praktik Sistem Paron

Bersyarat Di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura Dan
Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Paron Bersyarat Di Desa Banyuates
Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara
(interview) dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian disusun dan dianalisis dengan
menggunakan pola pikir deduktif dengan teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian ini dapat menunjukkan bahwa akad paron yang terjadi di Desa
Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura ini melibatkan tiga pihak,
yaitu: Pemilik sawah, Pengelola Dan pemilik toko sebagai penyetok keperluan bahan pertanian.
Pemilik sawah memberikan sawahnya kepada petani untuk dikelola dengan syarat pencapaian
target dari hasil pertanian 20 karung perpetak sawah. Jika hasilnya melebihi target maka
hasilnya dibagi dua antara pemilik sawah dengan pengelola, sedangkan pengelola harus
membagi kembali seperempat dari hasil yang diperolehnya dengan pemilik toko. Kedua: Ada
dua akad dalam praktik Paron sawah bersyarat yang ada di Desa banyuates, yang pertama,
antara pihak pemilik sawah dengan pengelola, yaitu akad Mukhabārah karena biaya operasional
selama masa penanaman sampai masa panen ditanggung oleh pengelola. Kedua antara pengelola
dengan pemilik toko, yakni akad Syirkāh, karena pemilik toko memberikan modal kepada
pengelola berbentuk bahan pertanian, dan kedua akad ini sudah dianggap sah menurut hukum
Islam karena sudah memenuhi syarat dan rukun akad Mukhabārah dan Syirkāh

Adapun saran yang dapat diberikan hendaknya pemilik sawah memberikan hasil
kelebihan target sepenuhnya kepada pengelola sebagai bonus, karena pengelola telah bekerja
dengan baik dan karena semua kebutuhan pertanian pada masa penanaman sampai panen
ditanggung oleh pengelola dengan bekerjasama dengan pemilik toko pertanian.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM .......................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ..................................................... iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... viii
MOTTO .......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ........................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .................................................. 7
C. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
D. Kajian Pustaka ................................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................. 12
G. Definisi Operasional ....................................................................... 13
H. Metode Penelitian .......................................................................... 14
I. Sistematika Pembahasan ................................................................. 20
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG BAGI HASIL DALAM
ISLAM
A. Pengertian Kerja Sama .................................................................... 22
B. Macam-Macam Kerja Sama ............................................................ 22

BAB III PELAKSANAAN AKAD PARON SAWAH BERSYARAT DI
DESA

BANYUATES
KECAMATAN
BANYUATES
KABUPATEN SAMPANG MADURA

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

A. Gambaran Umum Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura .......................................................... 55
B. Mekanisme Akad Paron Dalam Kerja Sama Pertanian Di Desa
Banyuates ........................................................................................ 59
BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
SISTEM PARON
SAWAH BERSYARAT DI DESA
BANYUATES KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN
SAMPANG MADURA
A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Peraktek Terjadinya Akad
Paron Bersyarat Di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates

Kabupaten Sampang Madura .......................................................... 66
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Sistem Paron Bersyarat
Di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang .. 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 73
B. Saran ................................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia

merupakan


makhluk

sosial

yang

diciptakan

untuk

berinteraksi antara satu dengan yang lain. Dari interaksi sosial ini timbul
hubungan timbal balik yang akan tercapai sebuah tatanan hidup yang
kompleks dan memerlukan aturan hukum yang mengikat. Dalam Islam
hukum yang mengatur hubungan antar sesama manusia dikenal dengan istilah
hukum mu’āmalah.1
Pada dasarnya, sejak lahir manusia sudah memerlukan materi (harta)
sebagai bekal hidup karena manusia juga memerlukan pangan, sandang dan
juga papan untuk keberlangsungan hidup mereka yang merupakan kebutuhan
primer. Selain kebutuhan primer tersebut juga masih banyak kebutuhan

sekunder yang juga harus dipenuhi. Demi untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut, maka manusia harus bekerja. Namun, tanpa disadari
bahwa manusia juga mempunyai keterbatasan dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, manusia harus berusaha dengan jerih
payahnya dalam mendayagunakan dan memanfaatkan alam yang di
anugerahkan tuhan kepada hambanya dengan sebaik-baiknya. Salah satu
bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang ada yaitu salah satunya dengan
cara menggali kekayaan alam seperti exploitasi bumi untuk mendapatkan
1

Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), (Yogyakarta: UII
Press, 2004), 11-12.

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

minyak dan gas bumi, mengelolah tanah persawahan untuk pertanian, laut
untuk perikanan dan lain sebagainya.
Dalam dunia ini, manusia tidak bisa hidup menyendiri karena pada

hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan
satu sama lain untuk memenuhi kekurangannya, karena manusia diciptakan
Allah tidak ada yang sempurna. Ada yang kaya dan ada yang miskin, ada
yang kuat dan ada yang lemah, ada yang tinggi dan ada yang rendah, dan lain
sebagainya. Hal tersebut

diciptakan Allah

SWT. Tentunya untuk

memudahkan manusia untuk saling membantu dan bekerjasama dalam
memenuhi kekurangan masing- masing.2
Firman Allah dalam Al- Quran surah Al- Maidah ayat 2, sebagai
berikut:

َ‫ياَأي اَالَ ي َآ اَاَتحِ اَشعائِ َالَهَِ َاَالش َالْح ا َ َاَالْ َ َاَالْقائِ َ َا‬
َ ُ ِ ‫آ ِنَالْبيتَالْح ا َيبتغ َفضاًَ ِ َربِ ِ َ َرِض ا اًَ َإِ اَح ْت َفاصطا اَ َاَيج‬
َ‫ش َُق َأ َْص كُ َع َِالْ سجِ َِالْح ا َِأ َْتعت اَ َتعا اَع ىَالْبِ َِ َالتقْ ََ َا‬
ِ


‫تعا اَع ىَاْلإِثْ َِ َالْع ا َِ َاتقُ اَالَهَإِ ََالَهَش ي َالْعِقا‬

Artinya: “Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
syi’ar- syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan- bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang- binatang had-ya, dan
binatang- binatang qala-id, dan jangan (pula) mengganggu orangorang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan
keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah Haji. Maka bolehlah berburu, dan jangan sekali- kali kebencian
(mu) kepada sesuatu kaum. Karena mereka menghalang- halangi kamu
dari masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).
Dan tolong- menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebijakan dan
takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan

2

Sudarsono, Pokok- pokok Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), 462.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3


pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa- Nya”.3
Setiap

manusia

tidak

bisa

menyediakan

dan

mengadakan

keperluannya tanpa melibatkan orang lain. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara melakukan kerjasama, misalkan ada seseorang
mempunyai suatu barang tetapi orang yang lain tidak memiliki barang

tersebut, maka manusia harus saling berhubungan, saling melengkapi, saling
bertukar keperluan, jasa dan juga keahlian (ketrampilan).4
Manusia banyak yang mempunyai binatang ternak seperti kerbau,
sapi, kuda dan juga yang lainnya. Dia sanggup untuk berladang dan bertani
untuk mencukupi keperluan hidupnya, tetapi tidak memiliki tanah.
Sebaliknya, banyak diantara manusia mempunyai sawah, tanah, ladang, dan
lainnya, yang untuk ditanami (bertani), tetapi ia juga tidak memiliki binatang
untuk mengolah sawah dan ladangnya tersebut atau ia sendiri tidak mengolah
sawah dan mengerjakannya, sehingga banyak tanah yang dibiarkan dan tidak
dapat menghasilkan suatu apapun.5
Dari sekian banyaknya aspek kegiatan kerjasama yang ada dilingkup
masyarakat, maka timbullah berbagai macam akad yang berguna untuk
memudahkan manusia dalam menjalani kerjasama tersebut termasuk aturan
dalam masalah pengelolaan tanah, baik pengelolaan tanah secara bagi hasil

3

Departemen Agama RI, Mushaf Al- Quran dan Terjemah, (Jakarta: Al- Huda Kelompok Gema
Insani 2005), 62
4
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2003), 15.
5
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Bisnis dan Sosial, (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya,
2010), 281.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

ataupun pengelolaan tanah secara sewa-menyewa. Kerjasama ini mempunyai
peranan penting dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat karena mata pencaharian yang paling banyak dilakukan oleh
masyarakat Indonesia pada umumnya adalah bertani.
Kerjasama dengan cara bagi hasil merupakan salah satu kegiatan

mu’āmalah yang sering terjadi dikalangan masyarakat Indonesia, khususnya
dalam bidang pertanian. Kerjasama secara bagi hasil ataupun sewa menyewa
ini diperbolehkan dalam Islam baik terhadap barang bergerak ataupun barang
tidak bergerak seperti tanah.6
Dalam fiqh bahasan ini masuk pada bab mu’āmalah. Kerjasama dalam
pertanian dalam fiqh mu’āmalah dikenal dengan istilah Musāqah, Muzāra’ah
dan Mukhabārah sebagai wujud hubungan timbal balik saling tolongmenolong antar sesama. Musāqah, Muzāra’ah dan Mukhābarah merupakan
suatu kerja sama dalam pertanian dengan bentuk perjanjian yang adil untuk
sama- sama menguntungkan.7
Dalam hadis Nabi Saw dijelaskan pada suatu riwayat:

َ ‫ع َِابِ َع رضِىَاهَُع اَأ ََرس لَُاهَِصَىَالُهَع يهَِ َسّ َعا لَأ لَخيب َبشط‬
.‫ايخ جَ ِ اَ ِ َث َأ َ رع‬
Artinya: “Diriwayatkan oleh Umar R.A Rasulullah Saw pernah
memperkerjakan penduduk khaibar dengan (upah) sebagian dari pada
hasil buah- buahan atau tanaman yang mereka tanam”. (HR. Muslim)8
Dan Dari Abu Hurairah Radhiyallahu a'nhu, ia berkata:

6

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz III, (Jakarta: PT.Pena Pundi Aksana, 2009), 207.
Ibid., 426.
8
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1995), 269.

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

َ‫َصّىَاهَُع يهَِ سّ َاقْسِ َبي اَ بي َإِخ اِ اَالّخِيلَقالَاَفقالُ ا‬:ِّ ِ‫قالتِ َاْأَ صارَلِ ّب‬
َ ُ ْ‫َس ِع اَ أطع اَال‬:‫ت ْفُ اَالّ َِقالُ ا‬
ْ ُ ْ‫ش ك‬
Artinya :“Orang-orang Anshar berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam bagilah pohon kurma antara kami dan sahabat-sahabat
kami. Beliau menjawab, ‘Tidak.’ Maka mereka berkata, ‘Kalian yang
merawatnya dan kami bagi buahnya bersama kalian.’ Maka, mereka
menjawab, ‘Kami mendengar dan kami taat.9
Kedua hadis di atas menjelaskan bahwa bekerjasama bagi hasil antara
pemilik harta dan pengelola di perbolehkan. Karena dengan demikian kedua
belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan dengan terjadinya
kerjasama tersebut.
Sistem bagi hasil menjadi suatu yang penting manakala orang- orang
mempunyai tenaga kerja tetapi tidak mempunyai lahan, sementara yang lain
memiliki lahan tetapi tidak mempunyai modal dan tenaga kerja. Berdasarkan
keadaan seperti ini saling membantu dan bekerjasama, maka hanya sistem
bagi hasil yang merupakan cara efektif untuk menghasilkan lebih banyak
tanah yang dapat diolah sehingga menguntungkan kedua belah pihak.10
Banyuates adalah sebuah Desa yang merupakan bagian dari
Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang, di Desa tersebut

memiliki

banyak kegiatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti
nelayan, kuli bangunan dan petani. Namun pekerjaan yang paling dominan di
Desa Banyuates kecamatan Banyuates kabupaten sampang adalah bertani.

9

Zaini, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Paron Tanah Cato Bengkok” (Skripsi--,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, (Yogyakarta, 2014, 9.
10
Fazlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid II (Yogyakarta, PT. Dana Bakti Wakaf, 1995),
279.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Akan tetapi tidak semua masyarakat memiliki sawah, sehingga banyak
masyarakat yang melakukan kerjasama dalam mengelolah sawah milik
masyarakat yang lain dengan sistem paron.
Berdasarkan observasi penelitian pendahuluan (preliminary research),
kerjasama paron yang ada di Desa Banyuates ini melibatkan 3 pihak, yaitu
pihak pemilik sawah, pihak pengelolah sawah dan pihak pemilik toko
pertanian di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang.
Sistem paron yang ada di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang berbeda dengan yang sudah dijelaskan didalam hukum
Islam karena sistem paron yang ada di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang yakni sistem paron yang bersyarat, yaitu segala
kebutuhan pertanian dan biaya operasionalnya ditanggung oleh pengelola,
selain itu hasil pertanian tersebut harus mencapai 20 karung perpetak sawah,
jika hasil panen tersebut mencapai target atau lebih, pengelola akan
mendapatkan bagian setengah dari hasil panen yang diperoleh.11
Namun jika hasil panen tersebut tidak mencapai target yang
ditentukan, maka hasil panen tersebut akan diambil sendiri oleh pemilik
sawah. Hasil yang sudah dibagi dengan pemilik sawah nantinya juga akan
dibagi lagi dengan pemilik toko pertanian, hal ini karena pengelola sawah
memperoleh pupuknya bekerjasama dengan pemilik toko pertanian. Jadi

11

Mahrawi, Wawancara, 17 Juni 2016

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

apabila hasil panen tersebut tidak mencapai target maka pengelola sawah
tidak bisa memberi bagian kepada pemilik toko.12
Berangkat dari permasalahan di atas, maka penulis merasa perlu
meneliti praktik terjadinya kegiatan paron bersyarat yang ada di Desa
Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang tersebut.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah kemungkinan-kemungkinan cakupan yang dapat
muncul dalam penelitian dengan melakukan identifikasi dan inventarisasi
kemungkinan yang dapat diduga sebagai masalah.13Yaitu:
1. Praktik akad Mukhabārah di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura.
2. Pandangan hukum Islam terhadap kerjasama dalam bidang pertanian di
Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
3. Praktek terjadinya kerjasama sistem paron sawah yang ada di Desa
Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
4. Pentingnya kerjasama dalam upaya peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura.

12

Hotimah, Wawancara, 17 Juni 2016.
Tim Penyusun Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan
Skripsi Edisi Revisi IV, (Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012), 8.
13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

5. Pandangan Hukum Islam terhadap sistem paron bersyarat dalam praktik
kerjasama pertanian di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten
Sampang Madura.
Agar masalah ini tidak terlalu luas dan tepat pada sasaran yang
diharapkan, maka perlu adanya batasan-batasan masalah, yaitu:
1. Praktek terjadinya sistem paron sawah bersyarat di Desa Banyuates
Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
2. Pandangan Hukum Islam terhadap sistem paron sawah bersyarat di Desa
Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah di
atas, dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik sistem paron sawah bersyarat di Desa Banyuates
Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura?
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap praktik sistem paron sawah
bersyarat di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang
Madura?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga tidak
terjadi pengulangan atau bahkan duplikasi kajian/penelitian yang telah ada.14
14

Ibid.,9.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan gambaran topik yang akan
diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya, dengan harapan tidak ada pengulangan materi secara mutlak.
Dari beberapa literature yang telah penulis baca belum ada di antara
literature tersebut yang membahas secara rinci mengenai pengelolahan lahan
pertanian. Akan tetapi, ada beberapa karya tulis berupa skripsi yang telah
membahas paron maupun penyewaan lahan secara lebih mendalam dan di
analisis praktik yang ada di lapangan, skripsi tersebut antara lain:
Pertama, Skripsi yang ditulis oleh Fairuz Abadi, dalam skripsi
berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Konsep Paron Dalam Kerjasama
Penggemukan Sapi Di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten
Bangkalan”. Skripsi ini membahas tentang kerjasama paron penggemukan
sapi dalam tinjauan hukum Islam. kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa
sistem sistem paron yang ada Di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan selama ini dilaksanakan sudah sesuai dengan ketentuan
hukum Islam. Sebab, pelaksanaan kerjasama yang mereka laksanakan
berdasarkan kesepakatan bersama dan tidak ada unsur paksaan.15
Kedua, skripsi yang di tulis oleh Epi Yuliana, dalam skripsi yang
berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun
Karet Di Desa Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyu Asin Sumatera Selatan”
skripsi ini membahas tentang bagi hasil penggarapan perkebunan dalam

15

Fairuz Abadi A, “Analisis Hukum Islam Terhadap Konsep Paron Dalam Kerjasama
Penggemukan Sapi DiDesa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan” (Skripsi

UIN Sunan Ampel Surabaya 2015), 60.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

tinjauan hukum Islam. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa sistem bagi
hasil penggarapan perkebunan yang telah dilakukan oleh masyarakat Di Desa
Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyu Asin Sumatera Selatan tersebut
diperbolehkan karena telah sesuai dengan Hukum Islam karena kedua belah
pihak yang melakukan akad telah memenuhi syarat yang ada dan sesuai
dengan Hukum Islam.16
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Abu Yasid, dalam skripsi berjudul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Pemanfaatan Hewan Paron Di Desa
Gunung Sereng Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.” Skripsi ini
membahas tentang Pemanfaatan Hewan Paron dalam tinjauan hukum Islam.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa sistem Paron yang telah dilakukan
oleh masyarakat Di Desa Gunung Sereng Kecamatan Kwanyar Kabupaten
Bangkalan tersebut diperbolehkan karena tidak bertentangan dengan hukum
Islam karena kedua belah pihak yang melakukan akad telah sesuai dengan
akad yang disepakati dan sesuai dengan hukum Islam.17
Keempat, skripsi yang ditulis oleh M. Sya’roni, dalam skripsi berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembatalan Sewa Menyewa Lahan Tebu
di Desa Klampok Dusun Prodo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang”.
Skripsi ini membahas tentang pembatalan sewa menyewa lahan tebu dalam
tinjauan hukum Islam. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa pembatalan
16

Epi Yuliana,“ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Penggarapan Kebun Karet Di Desa
Bukit Selabu Kabupaten Musi Banyu Asin Sumatera Selatan ”, (Skripsi UIN Kalijaga Yogyakarta
2008), 62.
Abu Yasid, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemanfaatan Hewan Paron Di Desa Gunung
Sereng Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan ” (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya 2015),
70
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

sewa menyewa lahan tebu di Desa Klampok yang di lakukan oleh pihak
penyewa kepada pemilik tanah meminta pengembalian sisa uang sewa dan
ganti rugi tanaman yang sudah ditanam tidak sesuai dengan hukum Islam.18
Kelima, skripsi yang ditulis oleh Syahkrul Amil Mukminin, dalam
skripsi berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap paron Sapi Di Desa Ragang
Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan”. Skripsi ini membahas tentang
praktik Paron sapi dalam tinjauan hukum Islam. Kesimpulan dari skripsi ini
adalah bahwa sistem Paron yang telah dilakukan oleh masyarakat Di Desa
Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan tersebut diperbolehkan
karena tidak bertentangan dengan hukum Islam karena kedua belah pihak
yang melakukan akad telah memenuhi kewajiban dan persyaratan yang ada
dan sesuai dengan hukum Islam.19
Adapun penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda dengan
beberapa penenelitian terdahulu yang juga membahas tentang kerjasama bagi
hasil atau Paron. Dalam penelitian terdahulu di atas menjelaskan pokok
masalah yang memfokuskan tentang beberapa praktek sistem paron hewan
dan sewa lahan pertanian yang berbeda dengan penelitian yang akan di bahas.
Dalam penelitian ini nanti akan membahas tentang masalah sistem paron
bersyarat dalam bidang pertanian yang ada di Desa Banyuates Kecamatan
Banyuates Kabupaten Sampang.

18

M. Sya’roni, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembatalan Sewa Menyewa Lahan Tebu di
Desa Kelampok Dusun Prodo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang ”, (Skripsi IAIN Sunan

Ampel, 2013), 63.
19
Syahrul Amil Mukminin, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sapi Di Desa Ragang Kecamatan
Waru Kabupaten Pamekasan” (Skripsi UIN Sunan Ampel Surabya 2015), 69.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

E. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui praktek pelaksanaan sistem paron sawah bersyarat di
Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
2. Untuk mengetahui pandangn Hukum Islam terhadap praktek pelaksanaan
sistem paron sawah bersyarat di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran bagi semua orang secara umum, juga berharap mampu
mempunyai nilai-nilai dan makna sebagai berikut :
1. Aspek teoritis
Dengan adanya penelitian ini penulis berharap semoga

dapat

mengembangkan dan memberikan sumbangsih pengetahuan terhadap
pengembangan khazanah hukum Islam khususnya perihal praktek
kerjasama paron pertanian yang di dalam istilah Islam dikenal dengan

Musāqah, Muzāra’ah dan Mukhabārah.
2. Aspek praktis
Penulis berharap semoga dapat dijadikan bahan pedoman bagi
penelitian selanjutnya bila kebetulan ada titik singgung dengan masalah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

yang dibahas kali ini dan semoga bisa berguna bagi penerapan suatu ilmu
di lapangan atau di masyarakat.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah penelitian dan memperjelas tentang “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Praktik Sistem Paron Sawah Bersyarat Di Desa
Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura” perlu adanya
penulis mendefinisikan permasalahan yang ada pada skripsi ini agar tidak
terjadi kesalahpahaman pada pembahasan, sebagai berikut:
Hukum Islam

: Seperangkat aturan dan larangan tentang tingkah
laku manusia dalam bidang muāmalah yang sesuai
dengan aturan Al- qur’an, dan hadist, yang
berkaitan dengan Mukhabārah.

Paron Sawah Bersyarat: Kesepakatan antara pemilik modal (sawah) dengan
pengelola (petani) untuk merawat atau mengelola
lahan pertanian yang kemudian keuntungan yang
terdapat di dalamnya dibagi menjadi dua secara
merata dengan syarat hasil dari pengelolahan
pertanian tersebut mencapai target yang ditentukan
oleh pemilik sawah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

H. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, yakni penelitian yang tidak menggunakan angka dalam
mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya.20
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura.
2. Data
Data merupakan rekaman, gambaran atau keterangan suatu hal
atau fakta. Apabila data tersebut diolah, maka ia akan menjadi suatu
informasi. Didalam penelitian, fungsi data sangat penting karena dengan
data inilah suatu masalah atau topik dalam penelitian dapat dipecahkan
atau dijawab.21 Data di dalam penelitian merupakan faktor yang sangat
penting, karena sumber data akan menyangkut kualitas dari hasil
penelitian.22
Dalam proses pengumpulan data penelitian kualitatif, manusia
berfungsi sebagai instrument utama penelitian. Meskipun demikian, pada
saat pelaksanaannya peneliti dibantu oleh pedoman pengumpulan data
seperti wawancara, observasi dan sebagainya. Pedoman ini membantu
penulis melakukan pengumpulan data secara efisien. Pedoman penelitian

20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2006), 12.
21
Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), 145.
22
Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), 79.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

kualitatif disusun secara sistematis melalui prosedur tertentu dan
bertujuan untuk meningkatkan mutu data yang diperoleh.23
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a. Informasi tentang Praktik sistem paron sawah bersyarat di Desa
Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang.
b. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Sistem Paron Sawah
Bersyarat di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten
Sampang Madura tersebut.
3. Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu sumber data sekunder dan
sumber data primer. Sumber data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari subjek penelitian. Sedangkan sumber data sekunder adalah
data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek
penelitian yang bersifat publik.24

23

Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
(Yogyakarta: Nuha Medika, 2013), 58.
24
Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif…, 79.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

a. Sumber data primer:
1) Pemilik lahan atau pemilik sawah di Desa Banyuates Kecamatan
Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
2) Pengelola sawah di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura.
3) Masyarakat yang ada di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates
Kabupaten Sampang Madura.
b. Sumber data sekunder :
1) Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum

Perdata Islam)
2) Sudarsono, Pokok- pokok Hukum Islam
3) Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (sebuah teori, konsep dan

aplikasi).
4) M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam.
5) Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Bisnis dan Sosial.
6) Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz III.
7) Paron adalah bahasa Madura yang memiliki arti membagi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan terhadap fenomena yang terjadi
di luar yang ditulis secara sistematis. Dalam hal ini penulis akan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

melakukan observasi di Desa Banyuates Kecamatan Banyutas
Kabupaten Sampang guna mengetahui secara langsung kegiatan yang
dilakukan oleh pelaku kerjasama paron tersebut.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu proses Tanya jawab atau dialog
secara lisan antara pewawancara (interviewer) dengan responden atau
orang yang di wawancara (interview) dengan tujuan untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.25 Maka dari itu
penulis akan melakukan wawancara kepada pemillik sawah,
pengelola, pemilik toko dan masyarakat di Desa Banyuates
Kecamatan Banyutas Kabupaten Sampang untuk mendapatkan data
yang diinginkan oleh penulis.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan cara
memperoleh data dari karya ilmiah, media massa, teks book, dan
masih banyak lagi untuk menambah atau mendukung sumber
informasi atau data yang diperlukan dalam penelitian ini untuk
memperkuat aspek validitas data yang dihasilkan.26
d. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder
yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Dokumentasi adalah setiap
25

Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2014), 40.
26
Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho, Panduan Praktis Penelitian Kualitatif (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2014), 61.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

bahan tertulis ataupun film, gambar dan foto-foto yang dipersiapkan
karena adanya permintaan seorang peneliti.27
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah data berhasil diperoleh dari lapangan maupun penulisan,
maka penulis akan melakukan pengolahan data dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah penulis selesai
menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena
kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadangkala belum
memenuhi harapan peneliti, diantaranya kurang atau terlewatkan,
tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu,
keadaan tersebut harus diperbaiki melalui tahap editing ini.28
b. Organizing adalah kegiatan menyusun data yang telah didapatkan
ketika penulis melakukan pencarian data yang diperlukan dalam
penelitian ini dalam kerangka paparan yang sudah dibuat atau
direncanakan secara sistematis dengan rumusan masalah masalah
yang ada.29
c. Penemuan Hasil adalah kegiatan melakukan analisis data yang sudah
diperoleh peneliti dari kegiatan penelitian di lapangan guna
memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang ada di

27

Ibid., 62.
Burhan bungin, Metodologi Penelitian Sosial format-format kuantitatif dan kualitatif
(Surabaya: Airlangga University Pers, 2001), 182.
29
Usman Rianse dan Abdi, Metodologi Penelitian: Sosial dan Ekonomi Teori dan Aplikasi
(Bandung: CV. Alfabeta, 2009), 245.
28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

lapangan dan akhirnya merupakan suatu jawaban dari rumusan
masalah yang peneliti tulis.30
6. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber
dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam
lalu di analisis. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh
diri sendiri maupun orang lain.31
Setelah berhasil mengumpulkan data, yaitu Informasi tentang
Praktik sistem paron sawah bersyarat dan pandangan hukum Islam
terhadap Praktik Sistem Paron Sawah Bersyarat Yang ada di Desa
Banyuates

Kecamatan

Banyuates

Kabupaten

Sampang

Madura.

Kemudian akan dianalisis menggunakan analisis deskriptif yaitu analisis
yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan orang
yang diinterview serta mengamati keadaan yang ada dengan metode yang
sudah ditentukan sebelumnya. Tujuan dari metode ini adalah untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan subjek atau objek
penelitian secara sistematis pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang terlihat. Kemudian data tersebut akan diolah dan dianalisis dengan
30
31

Ibid., 246.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (mixed methods) (Bandung: Alfabeta, 2014), 333.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

pola pikir deduktif yakni menggunakan pola pikir yang berpijak pada
teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan
berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus.32 Pola pikir ini berpijak
pada teori-teori akad Mukhabārah dan hukum Islam kemudian dikaitkan
dengan fakta di lapangan tentang sistem paron sawah bersyarat di Desa
Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang Madura.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam rangka mempermudah pemahaman dan pembahasan terhadap
permasalah yang diangkat, maka pembahasannya disusun secara sistematis,
sesuai tata urutan dari permasalahan yang ada:

Bab pertama, merupakan pendahuluan dijelaskan tentang latar
belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab kedua, penulis menjelaskan secara teoritis mengenai tinjauan
umum kerja sama dalam ruang lingkup lahan pertanian dalam hukum Islam
dalam bab ini meliputi definisi dan dasar hukum kerjasama lahan pertanian
rukun dan syarat kerjasama lahan pertanian, obyek kerjasama lahan pertanian
macam-macam kerjasama lahan pertanian.
Bab ketiga, membahas hasil penelitian mengenai praktik tejadinya
sistem paron bersyarat dan Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Sistem

Paron Bersyarat di Desa Banyuates Kecamatan Banyuates Kabupaten
32

Sutrisno Hadi,Metedologi Research, (Yogyakarta: Gajah Mada University,1975), 16.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Sampang Madura. Dalam bab ini meliputi: pemilik sawah, pengelola, pemilik
toko pertanian dan tokoh masyarakat Desa Banyuates. Kemudian dijelaskan
bagaimana praktek sistem paron sawah bersyarat yang menjadi inti
permasalahan ini.
Bab keempat, membahas analisis Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Praktik Sistem Paron Sawah Bersyarat di Desa Banyuates Kecamatan
Banyuates Kabupaten Sampang Madura. Dalam bab ini meliputi:
pelaksanaan kerjasama atau paron, analisis terhadap akad dan penerapan
syarat dalam kegiatan tersebut.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang memuat tentang
kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG KERJASAMA (MU’ƖMALAH) DALAM
ISLAM
A. Pengertian Kerjasama (Mu’Ɨmalah)
kerjasama merupakan istilah yang sering digunakan oleh orang- orang
dalam melakukan usaha bersama untuk mencari keuntungan yang akan
diperoleh berdasarkan kesepakatan antara dua belah pihak yang mengikatkan
dirinya dalam suatu perjanjian.33
B. Macam- Macam Kerjasama (Mu’Ɨmalah)
1. Mushārakah (Syirkāh)
a. Definisi Syirkāh

Syirkāh adalah suatu akad tentang perjanjian atau lebih untuk
bekerjasama dalam suatu kegiatan usaha, dimana modal dan
keuntungan dimiliki oleh dan dibagi besrsama kepada pihak yang
berserikat.34
b. Dasar hukum Syirkāh

Syirkāh merupakan akad yang diperbolehkan berdasarkan Al-qur’an,
Hadis dan Ijma’35. Dasar dari alqur’an antara lain:

‫ي‬. ‫اي ع ُِ ايا ِح ِي قِ ي ي‬

‫يع يبع يِإ يا ِ ي‬

‫إِ يكِراًي ِ ياْ ط ي غِ يبع‬
٤‫ض‬

33

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_sama, 1- 08- 2016.
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah 2010), 341.
35
Ibid.
34

22
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh; dan amat sedikitlah mereka ini”. (QS. ShāQd: 24)36
c. Macam- Macam Syirkāh
1) Syirkāh Al-amlāk adalah kepemilikan oleh dua orang atau
lebih terhadap suatu barang tanpa melakukan akad Syirkāh.37

Al-amlāk atau Syirkah milik ini terbagi menjadi dua bagian:
a) Syirkāh ikhtiyāriyah, yaitu suatu bentuk kepemilikan
bersama yang timbul karena perbuatan orang-orang
yang berserikat.
b) Syirkāh jabāriyah, yaitu suatu bentuk kepemilikan
bersama yang timbul bukan karena perbuatan orangorang yang berserikat, melainkan harus terpaksa
diterima oleh mereka.
2) Syirkāh ‘Uqud adalah suatu ungkapan tentang akad yang
terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu di dalam
modal dan keuntungannya. Berdasarkan penelitian para ulama
fikih terdahulu terhadap dalil-dalil syar’i, bahwa di dalam
Islam Syirkāh ‘Uqud terbagi menjadi lima macam:38
a) syirkah al-‘inân. Yaitu penggabungan harta atau modal
dua orang atau lebih dalam modal, termasuk kerugian.

Departemen Agama RI, Mushaf Al- Quran dan Terjemah, (Jakarta: Al- Huda Kelompok Gema
Insani 2005), 223.
37
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh..., 341.
36

38

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Dengan demikian dalam Syirkāh ‘inân seorang persero
tidak

tidak

keuntungan

dibenarkan
saja,

hanya

sedangkan

bersekutu

dalam

dalam

kerugian

ia

dibebaskan.
Dalam Syirkāh ‘inân tidak disyaratkan adanya
persamaan dalam modal, tasarruf (tindakan hukum),
dan keuntungan serta kerugian. Dengan demikian
modal yang diberikan kedua belah pihak boleh sama
dan boleh berbeda39
b) Syirkāh Mufawwadah
Syirkāh

yang

kedua

ini

dinamakan

Syirkāh

Mufawwadah karena karena didalamnya terdapat unsur
persamaan modal, keuntungan, melakukan tasarruf dan
lain-lainnya.
c) Syirkāh Wujuh adalah suatu kerjasama antara dua orang
atau lebih untuk membeli suatu barang, tanpa
menggunakan

modal.

Mereka

berpegang

pada

penampilan dan kepercayaan para pedagang terhadap
mereka. Dengan demikian transaksi yang dilakukan

39

Muhammad Abdurrahman Sadique, Essentials of Musyarakah and Mudharabah: Islamic Texts
on Theory of Partnership, Edisi. 1, (Internasional Islamic University Malaysia: IIUM Press, 2009),
26.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

adalah dengan cara berutang dengan erjanjian tanpa
pekerjaan dan tanpa harta (modal).40
d) Syirkāh abdān adalah suatu bentuk kerjasama antara
dua orang atau lebih untuk mengerjakan suatu
pekerjaan bersama-sama, dan upah kerjanya dibagi
antara mereka sesuai kesepakatan bersama.
d. Syarat- syarat Syirkāh
Syarat- syarat Syirkāh ‘Uqud
a) Yang menjadi objek Syirkāh harus bisa diwakilkan.
b) Pembagian keuntungan harus jelas.
c) Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki bersama
secara keseluruhan.
e. Syarat- syarat Syirkāh amwāl
a) Modal harus berupa moodal yang ada.
b) Modal harus berharga secara mutlak.41

2. Al- Muḍārabah
Muḍārabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara
pemilik modal dengan seseorang yang pakar dalam berdagang, didalam
fiqh Islam disebut dengan Mudḍārabah.42

3. Al- Ijārah

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh..., 350.
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh..., 354.
42
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000). 175.
40
41

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Ijārah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa, kontrak,
atau menjual jasa perhotelan dan lain- lain.43

43

Ibid., 228.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

4. Al-Musāqah.
a. Pengertian Al-Musāqah.

Musāqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah
dimana pengelolah hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan sebagai imbalan, pengelolah berhak atas nisbah tertentu
dari hasil panen.44
Secara bahasa adalah bentuk mashdar al-mufā’ala dari asal
kata “as- Saqyu “. Ulama’ madinah menyebutnya dengan nama al-

mu’āmalah, bentuk mashdar mufā’ala lebih diutamakan untuk
digunakan, karena unsur yang dominan di dalam aqad Al-Musāqah
adalah as- Saqyu, (penyiraman/pengairan).45
Menurut etimologi Al-Musāqah adalah salah satu bentuk
penyiraman. Orang madinah menyebutnya dengan istilah mu’āmalah.
Akan tetapi istilah yang lebih dikenal adalah Musāqah. Sedangkan
menurut para jumhur ulama’ Musāqah adalah menyerahkan pohon
yang telah atau belum ditanam dengan sebidang tanah kepada
seseorang yang menanam dan merawat tanah tersebut (seperti
menyiram dan sebagainya hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan
bagian yang disepakati dari buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya
adalah untuk pemiliknya.46

44

Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 242.
Zuhaili Wahbah, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 582.
46
Saleh Al- Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2005), 476.
45

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

1) Dasar Hukum Musāqah
Telah berkata Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain bin
Abu Thalib R.a. bahwa Rasulullah SAW telah menjadikan penduduk

Khaibar sebagai pengelolah dan dan pemelihara atas dasar bagi hasil.
Hal ini lanjutkan oleh Abu Bakar Umar, Ali serta keluarga- keluarga
mereka sampai hari ini dengan rasio sepertiga dan seperempat. Semua
telah

di

lakukan

oleh

Khulafa’

al

Rasyidin

pada

zaman

pemerintahannya dan semua pihak yang telah mengetahuinya, akan
tetapi tidak seorangpun yang meyanggahnya. Berarti ini adalah ijma’

sukuti (konsensus dari umat).
Ibnu

Umar

berkata

bahwa

Rasulullah

SAW

pernah

memberikan tanah dan tanaman kurma di khaibar kepada yahudi
khaibar untuk dipelihara dengan menggunakan peralatan dan dana
mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu
dari hasil panen.47

47

Ibid., 243.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

2) Rukun Musaqah
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang menjadi rukun
dalam akad Musāqah adalah ija>b dari pemilik tanah perkebunan,
qabul dari pengelolah, dan pekerjaan dari penggarap.48 Adapun
jumhur ulama’ fiqh yang terdiri dari ulama’ Malikiyah, Syafi’
iyah, dan Hanabilah berpendirian bahwa rukun Musāqah ada lima,
yaitu:
a) Dua orang/ pihak yang melakukan transaksi.
b) Tanah yang dijadikan objek Musāqah.
c) Jenis usaha yang akan dilakukan pengelolah.
d) Ketentuan mengenai pembagian hasil Musāqah.
e) Sighat} (ungkapan) ija>b dan qabu>l.49
3) Syarat Musāqah
Adapun syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh masingmasing rukun sebagai berikut:
a) Kedua belah pihak yang melakukan transaksi musaqah harus
orang yang cakap bertindak hukum, yakni dewasa (akil baligh)
dan berakal.
b) Objek Musāqah yaitu harus terdiri dari pepohonan yang
mempunyai buah. Dalam menentukan objek Musāqah ini
terdapat perbedaan pendapat ulama’ fiqh. Menurut Ulama’

48
49

Nasrun Haroen, Fiqh..., 284.
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

Hanafiyah, yang boleh menjadi objek Musāqah adalah
pepohonan yang berbua seperti kurma, anggur, dan terong.
Akan tetapi, ulama’ Hanafiyah mutaakhirin menyatakan,

Musāqah juga pada pepohonan yang tidak mempunyai buah,
jika

itu

dibutuhkan

masyarakat.

Ulama

Malikiyah,

menyatakan bahwa yang menjadi objek Musāqah adalah
tanaman keras dan palawija, seperti kurma, terong, apel, dan
anggur dengan syarat bahwa: akad Musāqah itu dilakukan
sebelum buah itu layak dipanen, tenggang waktu yang
ditentukan jelas, akadnya dilakukan setelah tanaman itu
tumbuh, dan pemilik perkebunan tidak mampu untuk
mengolah dan memelihara tanaman itu.50
c) Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada pengelolah setelah
akad berlangsung untuk dikelolah, tanpa campur tangan
pemilik tanah.
d) Hasil (buah) yang dihasilkan dari kebun itu merupakan hak
mereka bersama, sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat,
baik dibagi dua, dibagi tiga dan sebagainya. Menurut pendapat
As- Syafi’i yang terkuat, sah melakukan Musāqah pada kebun
yang telah mulai berbuah, tapi buahnya belum bisa dipastikan
akan baik (belum matang).

50

Abdul Rahma Ghazali, Fiqh Mu’amalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012). 110.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

e) Lamanya perjanjian itu harus jelas, karena transaksi ini hampir
sama dengan transaksi sewa menyewa, agar terhindar dari
ketidakpastian. Akan tetapi menurut Abu Yusuf dan
Muhammad Ibn Al- Hasan As- Syaibani (dua tokoh
Hanafiyah), bahwa penetapan jangka waktu itu bukanlah
merupakan suatu keharusan dalam Musāqah, tapi dipahami
sebagai suatu cara yang terbaik, karena musim buah suatu
tanaman dapat dimaklumi sesuai dengan kebiasaan yang ada.
Kalaupun ada kekeliruan dalam memperkirakan musim
berbuah suatu tanaman, itu hanya sedikit. Lebih jauh Ulama’
Hanafiyah berpendapat bahwa penentuan waktu dianggap
kurang baik. Bahkan tidak ditentukan waktunya dipandang
sebagai suatu kebaikan (istihsan) bagi masyarakat yang
melakukan perjanjian Musāqah, karena boleh jadi masa
berbuah sebuah tanaman berbeda setiap tahunnya.51
4) Perbedaan Musāqah dengan Muzāra’ah
Ulama’ Hanafiyah menyatakan bahwa ada perbedaan
mendasar antara Musāqah dengan Muzāra’ah. Perbedaan yang
dimaksud antara lain:52
a) Jik