AMBISI MATARAM ISLAM UNTUK MENGUASAI BLAMBANGAN : MASA SULTAN AGUNG DAN AMENGKURAT I ABAD KE-17.

AMBISI MATARAM ISLAM UNTUK MENGUASAI BLAMBANGAN: MASA
SULTAN AGUNG DAN AMANGKURAT I ABAD KE-17

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:
Laila Mufidah
NIM: A82212145

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Ambisi Mataram Islam untuk Menguasai
Blambangan: Masa Sultan Agung dan Amangkurat I Abad ke-17”. Permasalahan

yang dibahas dalam skripsi ini meliputi, (1) bagaimana gambaran kepemerintahan
antara Sultan Agung dan Amangkurat I ? (2) mengapa Sultan Agung dan
Amangkurat I berupaya menaklukkan wilayah Blambangan? (3) bagaimana hasil
dari penaklukkan terhadap Blambangan oleh Sultan agung dan Amangkurat I ?.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini dengan metode Sejarah
(historis), Metode ini berfungsi untuk mendeskripsikan dan menganalisis
peristiwa masa lampau. Mengumpulkan jejak-jejak masa lalu yang dikenal
sebagai data sejarah atau kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menelusuri berbagai literatur. Kemudian melakukan kritik sumber yang didapat
untuk mendapatkan keabsahan sumber. Setelah itu melakukan interpretasi atau
penafsiran terhadab sumber. Tahap selanjutnya yaitu historiografi, Di dalam tahap
ini, aspek kronologis sangat penting. Penulisan dalam penelitian ini diuraikan
berdasarkan sistematika yang terdiri dari beberapa bab. Teori yang digunakan
dalam skripsi ini menggunakan teori konflik dan teori kekuasaan Karl Marx.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) pada masa
kepemerintahan Sultan Agung mencapai puncak kejayaan Mataram dan
memberlakukan politik ekspansi sehingga hampir seluruh pulau Jawa berhasil
dikuasainya. Sedangkan masa kepemerintahan Amangkurat I terjadi banyak
pemberontakan yang dikarenakan kepemimpinannya yang semena-mena dan
kurang memperhatikan kepentingan rakyat. (2) Keinginan Sultan Agung untuk

mempersatukan Pulau Jawa dan ingin mengislamisasikan Blambangan, sedangkan
Amangkurat I sebagai penerus Sultan Agung harus mempertahankan Blambangan
yang telah berhasil dikuasai Sultan Agung sebelumnya. (3) Meskipun
Blambangan sempat ditaklukkan sepenuhnya oleh Sultan Agung, namun pada
masa Amangkurat I pengganti Sultan Agung, Blambangan mampu bangkit dan
melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Pada masa Amangkurat I penyerangan
terhadap Blambangan adalah untuk mempertahankan wilayah Blambangan dari
kekuasaan Mataram akan tetapi, keadaan tersebut dimanfaatkan untuk pembalasan
dendam terhadap Wiraguna. Keadaan Blambangan sendiri masih mampu bangkit
dengan bantuan dari Bali.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xi digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRACT

This thesis titled “Islamic Mataram Kingdom Ambition to Blambangan:
Past the Great Sultan Agung and Amangkurat I 17Th Century”. Issues discussed
in this paper (1) how the image of governance between the great Sultan Agung
and Amangkurat I ? (2) why the great Sultan seeks conquer blambangan region?

(3) how the outcome of conquest againts Blambangan by Sultan Agung and
Amangkurat I?.
The method used in this thesis with the historical method (historis), this
method serves to describe and analyze the events of the past. Collect traces of the
past are known as historical data or data collection activities conducted by
searching the literature. And then make criticsms source obtained to get the
validity of the source. After that make an interpretation or interpretation of source.
The next stage of historiography, in this stage the chronological aspect is very
important. Writing in this study are described based on the systematics which
consists of several chapters. Theories used in this thesis uses the theory of conflict
and power theory Karl Marx.
As a result of this study shows that, (1) in the governance of Sultan Agung
to reach the pinnacle of Mataram and imposed a political expansion that almost
the entire island of Java successfully mastered. While the governance Amangkurat
I a lot of the insurgency because of his leadership is arbitrary and paying less
attention to the interest of the people. (2) Sultan Agung desire to unite the island
of Java and want to convert Blambangan, while Amangkurat I as the succesor to
Sultan Agung must maintain Blambangan who have successfully mastered by
Sultan Agung. (3) Although Blambangan was conqured by Sultan Agung, but at
the time Amangkurat replacement Sultan Agung, Blambangan able to rise and

escape the power of Mataram. At the time of attack on Blambangan Amangkurat I
is to defend the tettitory Blambangan of power Mataram, but the state used to
revenge on Wiraguna. Blambangan state itself is still able to emerge with the help
of Bali.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xii digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................


iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ..................................................................

iv

MOTTO ..........................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ...........................................................................................

vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
ABSTRAK ......................................................................................................

xi

DAFTAR ISI ...................................................................................................


xiii

TRANSLITERASI ......................................................................................... xv

BAB I: PENDAHULUAN............................................................................

1

A. Latar Belakang ............................................................................

1

B. Rumusan Masalah .......................................................................

6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................

6


D. Kegunaan Penelitian ...................................................................

7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik .............................................

7

F. Penelitian Terdahulu ...................................................................

9

G. Metode Penelitian .......................................................................

10

H. Sistematika Bahasan ...................................................................

12


xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II: KERAJAAN MATARAM ISLAM ...............................................

14

A. Struktur Kerajaan Mataram Islam...............................................

14

B. Perkembangan Mataram Islam ...................................................

30

BAB III: MATARAM DALAM MEMPEREBUTKAN WILAYAH
BLAMBANGAN ............................................................................


34

A. Wilayah Blambangan ...............................................................

34

B. Hubungan Antara Mataram Islam dengan Blambangan ..........

36

C. Perebutan Wilayah Blambangan oleh Sultan Agung ...............

38

D. Perebutan Wilayah Blambangan oleh Amangkurat I ...............

42

BAB IV: HASIL AKHIR MATARAM DALAM MEMPEREBUTKAN
WILAYAH BLAMBANGAN .......................................................


47

A. Hasil Ekspedisi Mataram ke Blambangan ................................

47

B. Pasca Ekspedisi Mataram ke Wilayah Blambangan ................

48

C. Dampak Terhadap Kerajaan Mataram......................................

57

BAB V: PENUTUP .....................................................................................

60

A. Kesimpulan ...............................................................................


60

B. Saran .........................................................................................

62

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di
sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Di dalam sejarah Islam
kerajaan Mataram ini berperan penting dalam perjalanan kerajaan-kerajaan Islam
Nusantara. Hal ini ditunjukkan dengan semangat raja-raja Mataram untuk
memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah
kekuasaannya dengan keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan
kebudayaan yang bercorak Islam di Jawa.
Mataram Islam ini memberlakukan politik ekspansi ketika masa
kejayaannya di bawah kepemerintahan Sultan Agung.

Dalam pemerintahan

Sultan Agung hampir seluruh wilayah Jawa dapat dikuasai oleh Mataram
tekecuali wilayah Batavia dan Blambangan. Penyerangan Mataram terhadap
Batavia dilakukan dengan dua kali, namun kedua penyerangan tersebut gagal
dilakukan.
Setelah Mataram melakukan penyerangan ke wilayah Batavia, ambisi
Mataram lainnya yaitu untuk menguasai wilayah Blambangan. Dalam upayah
perluasan wilayah Mataram ke wilayah kerajaan Blambangan ini cukup susah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

bagi Mataram, maka dari itu dalam skripsi ini dibahas dua periode, pertama pada
masa kepemimpinan Sultan Agung dan yang kedua pada masa kepemimpinan
Amangkurat I. Menurut beberapa literatur memang Kerajaan Blambangan ini
sempat ditaklukan oleh Sultan Agung akan tetapi kerajaan tersebut mampu untuk
bangkit kembali dari kekuasaan kerajaan Mataram.
Kerajaan Blambangan terletak di Timur kota Banyuwangi Jawa Timur.
Letak kerajaan ini berbatasan langsung dengan selat Bali. Tidak ada berita yang
pasti tentang kapan berdirinya kerajaan ini. Untuk melacak sejarah kemunculan
kerajaan Blambangan diakui cukup sulit dikarenakan minimnya data dan fakta
membuat para ilmuwan kesukaran untuk menentukan sejarah awal kerajaan ini.
Beberapa referensi menjelaskan bahwa sejarah kerajaan Blambangan ini
sendiri melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang, pusat-pusat pemerintahan
seringkali berpindah-pindah namun perpindahannya cenderung ke arah wilayah
Jawa Timur. Seperti yang kita sudah ketahui bahwa kerajaan Blambangan ini
berpusat di ujung paling timur pulau Jawa dianggap sebagai kerajaan bercorak
Hindu terakhir di Pulau Jawa. Di abad ke-16, satu-satunya kerajaan Islam yang
berarti di Jawa Timur adalah Pasuruan. Daerah lain masih dipimpin penguasa
yang beragama Hindu.
Blambangan yang terlihat begitu lemah, dengan gigih disokong oleh
orang Bali yang sering berperang, karena sangat sadar akan klaim lama Jawa

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

untuk menguasai pulau-pulau sekitarnya, dengan gigih melawan usaha Mataram
memperluas kekuasaannya atas negeri pantai di seberang Bali. Perlawanan
mereka terhadap dominasi politik Jawa membuat Bali terus mempertahankan
struktur sosial kuno mereka. Karena itu, Islam tidak mendapat banyak pengikut
di pulau itu.1
Keberadaan kerajaan Blambangan yang diperebutkan oleh Mataram disini
keberadaannya seringkali disebutkan dalam roman, tradisi oral, dan tulisan lokal
(babad). Blambangan ini diperebutkan oleh Mataram Islam dan Kerajaan Hindu
(Gegel, Buleleng, dan Mengwi) di Bali. Kerajaan-kerajaan di Bali ingin
menjadikan Blambangan sebagai “wilayah antara” untuk melawan ekspansi
Mataram Islam dan penyokong ekonomi Bali. Sedangkan Mataram Islam
menginginkannya sebagai bentuk kekuasaan penuh atas Pulau Jawa. Rakyat
Blambangan ini mempertahankan kepercayaan Shiwais mereka dan kadangkadang mereka disokong Bali yang juga berhasil bertahan dari dampak Islam.2
Disinilah terlihat bahwa Pasukan Mataram pun merasa kesulitan ketika
Blambangan di bawah bantuan Bali.
Kerajaan-kerajaan Bali seperti Mengwi dan Gelgel juga terus berusaha
merebut wilayah Blambangan. Memang sebelumnya yang sudah dipaparkan
diatas kerajaan-kerajaan Bali itu selalu memberikan bantuan kepada Blambangan
1

Bernard H.M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia (Jakarta: KPG(Kepustakaan Populer Gramedia),
2008), 146.
2
Ibid., 166.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

saat peperangan melawan VOC maupun melawan kerajaan-kerajaan Islam.
Kemudian suatu ketika kerajaan Blambangan ini menginginkan kerja sama
dengan kerajaan Mataram, yang bertujuan agar memutuskan hubungan
Blambangan dengan Bali dengan jalan Islamisasi Blambangan. Disini mulailah
pihak Mataram menempatkan orang-orang Islam untuk dijadikan raja
Blambangan dengan harapan proses Islamisasi berlangsung lebih cepat.
Ketika Sultan Agung wafat, dia belum bisa menuntaskan secara sempurna
penaklukan atas Blambangan. Kemudian setelah wafatnya Sultan Agung pada
tahun 1645 kemudian tahta kerajaan digantikan oleh Susuhunan Amangkurat I
atau yang dikenal dengan Amangkurat Tegalwangi (Tegalarum) yang merupakan
putranya. Susuhunan Amangkurat I ini memerintah pada tahun 1646-1677 M.
Dalam pemerintahannya Amangkurat I ini melakukan beberapa program pokok
diantaranya yaitu mensentralisasikan administrasi dan keuangan, serta menumpas
semua perlawananan.
Kemudian raja tersebut terkenal sebagai Mangkurat yang berarti
memangku kerajaan. Tetapi tidak ada petunjuk yang jelas bahwa nama ini pernah
dipakai dalam hidupnya. Baru dalam Babad Tanah Jawi, yang dalam perempat
ketiga abad ke-18 mendapat bentuknya yang definitif, ia di beri nama demikian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Dalam sebuah tulisan kompeni tidak lama sebelum tahun 1700 sesekali ia disebut
sebagai susuhan Amangkurat Senapati Ingalaga.3
Di masa pemerintahan Amangkurat I ini banyak terjadi pemberontakan
selama masa pemerintahannya. Pada awal-awal pemerintahan Tegalwangi ini
terlihat memiliki rasa benci tehadap Tumenggung Wiraguna serta menggantikan
abdi-abdinya yang lebih tua dengan yang lebih muda. Tumenggung sendiri
menganggap tindakan ini sebagai suatu anugrah dari raja, akan teapi
padakenyatannya raja menggrogoti kekuasaan tumenggung dengan melemparkan
keluar penasehat penasehatnya yang terbaik, kemudian pada tahun 1647 raja
memperoleh sebuah kesempatan untuk melaksanakan rencananya yang sudah
lama terpendam dalam dirinya.
Ketika Blambangan diserbu oleh orang-orang Bali, sejumlah orang Jawa
terbunuh. Sunan yang berpura-pura marah besar memutuskan untuk pergi sendiri
kesana, tetapi abdi-abdinya yang terdekat yang tahu tentang rencananya itu,
mencegah dan mengusulkan supaya mengirimkan Tumenggung Wiraguna saja.
Uraian pendek mengenai ekspedisi ke bagian Timur Jawa dan meninggalnya
Tumenggung Wiraguna itu disusul oleh berita yang dilakukannya adalah
tindakan balas dendam terhadap Tumenggung.
Dari gambaran yang telah dipaparkan diatas menimbulkan beberapa
pertanyaan bagi penulis misalnya apakah wilayah Blambangan memang benar3

H.J De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I (Jakarta: PT Pustaka Gading, 1987), 9.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

benar bisa ditaklukkan oleh Mataram. Kerena memang dari beberapa buku
meskipun menyatakan Blambangan telah dikuasai oleh Mataram akan tetapi
wilayah Blambangan ini mampu bangkit kembali dari kekuasaan Mataram, dan
hal tersebut tidak terjadi sekali saja tapi beberapa kali seperti itu. Hingga sampai
benar-benar ditaklukkan masanya begitu panjang maka dari itu penulis
membatasi pembahasan dari masa Sultan Agung sampai Amangkurat I saja.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka ada beberapa permasalahan yang akan
ditekankan pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana gambaran kepemerintahan antara Sultan Agung dan Amangkurat I
?
2. Mengapa Sultan Agung dan Amangkurat I berupaya menaklukan wilayah
Blambangan ?
3. Bagaimana hasil dari penaklukan terhadap wilayah Blambangan oleh Sultan
Agung dan Amangkurat I ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dalam penelitian ada beberapa
tujuan yang dicapai yaitu :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

1. Untuk mengkaji dan menggali tentang sejarah Kerajaan Mataram Islam
2. Mencari tahu bagaimana proses Raja Mataram Islam khususnya Sultan
Agung dan Amangkurat I dalam menguasai wilayah Blambangan yang
bukan non Islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak dari penyerangan Mataram ke
wilayah Blambangan bagi kerajaan Mataram maupun wilayah Blambangan
itu sendiri.

D. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai tambahan bacaan dan literatur untuk para pembaca penelitian ini.
2. Sebagai

ilmu

pengetahuan

yang

menerangkan

tentang

bagaimana

penyerangan Mataram untuk memperebutkan wilayah Blambangan masa
Sultan Agung maupun Amangkurat I.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Dalam Skripsi ini pembahasan lebih menggunakan pada pendekatan
historis, yang mana pendekatan historis tersebut adalah memandang suatu
peristiwa yang berhubungan dengan masa lampau.4 Dengan pendekatan ini
penulis mengharapkan dapat mengungkap secara jelas tentang latar balakang
sejarah Kerajaan Islam Mataram dan perjuangan raja Mataram dalam

4

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah(Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1993), 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

mempersatukan wilayah Pulau Jawa. Salah satu contoh perjuangan Sultan Agung
dalam melakukan politik ekspansinya dalam usaha mempersatukan wilayah
Pulau jawa.
Selain pendekatan historis tersebut, dalam penelitian ini, penulis juga
akan mengacu pada pendekatan teori konflik karena sejarah yang sedang
berlangsung pada waktu itu menggambarkan perselisihan antara dua golongan
yang menginginkan kekuasaan atas daerah Blambangan tersebut. Dimana dalam
permasalahan ini, keinginan Mataram yang ingin memperluas kekuasaanya ke
daerah Blambangan tersebut yang pada saat itu juga sedang di perebutkan oleh
kerajaan Hindu(Gegel, Buleleng, Bali). Dengan pendekatan tersebut diharapkan
mampu menjelaskan bagaimana gejala-gejala atau sebab akibat yang relevan
dengan waktu, tempat, dan peristiwa yang terjadi.
Di dalam pembahasan ini juga menggunakan teori kekuasaan Karl Marx.
Dalam teori Marx ini ada beberapa hal yang penting. Pertama, bahwa peran
ekonomi dan peran kekuasaan yang penting karena kepentingan mereka sangat
ditentukan oleh kedudukan mereka masing-masing. Kedua, kelas atas tidak
menginginkan adanya perubahan karena kelas atas sudah mantap dan mapan
dengan dengan harta yang dimiliki, sehingga kelas atas secara langsung tetap
mempertahankan statusnya sebagai kelas atas. Sebaliknya, kelas bawah sangat
menginginklan perubahan karena meraka tertindas dan perubahan atau revolusi
merupakan jalan satu-satunya agar mereka bisa lebih maju. Ketiga, kelas bawah
yang sudah lama tertindas mempunyai keinginan untuk menaklukan kelas atas,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

sebaliknya kelas atas akan tetap mempertahankan peran kekuasaannya sebagai
kelas atas. Karena itu, perubahan sosial akan hanya dapat tercapai dengan jalan
revolusi.
Maka itu lah, mengapa marxisme menententang semua usaha untuk
perdamaian kelas atas dan kelas bawah yang saling bertentangan karena usaha
perdamaian kelas atas dan kelas bawah hanya akan menguntungkan kelas atas
dan memberhentikan usaha kelas bawah untuk membebaskan diri dari
penindasan.

F. Penelitian Terdahulu
Sudah ada penelitian terdahulu yang membahas mengenai Mataram Islam
ini diantaranya yaitu:
1. Buku dari H. J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram (Politik Ekspansi
Sultan Agung) dari judul asli De Regering van Sultan Agung, Vorst van
Mataram, 1613-1645, en Die van Zijn Voorganger Panembahan Seda-ing
Krapjak, 1601-1613 (Jakarta: PT Pustaka Grafitipers, 1958). Buku ini lebih
mengutamakan ulasan tentang perpolitikan Kerajaan Mataram yang dimulai
dari

masa

pemerintahan

Panembahan

Seda

Ing

Krapyak

sampai

pemerintahan Sultan Agung.
2. Skripsi karya Liska Utami (mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2006) yang berjudul “Wawasan Politik dan Tipe Kepemimpinan Sultan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Agung Sebagai Raja Mataram Tahun 1613 M sampai 1646 M”. Skripsi
tersebut menjelaskan tentang Sultan Agung sebagai raja Mataram yang
memiliki peran dalam berbagai bidang seperti bidang politik, sosial, budaya,
keagamaan, politik, dan bidang ekonomi. Berbeda dengan penelitian ini,
penelitian ini lebih menekankan kepemimpinan raja Mataram dalam
perluasan wilayahnya.
3. Skripsi karya Siti Ma’rifah (mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014)
yang berjudul “ Perlawanan Sultan Agung Terhadap VOC 1628-1629”.

G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan metode
penelitian sejarah. Metode ini berfungsi untuk mendeskripsikan dan menganalisis
peristiwa masa lampau. Terdapat beberapa tahap yang harus dilalui dalam
metode penelitian sejarah diantaranya yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi,
dan historiografi.
Heuristik adalah mengumpulkan jejak-jejak masa lalu yang dikenal
sebagai data sejarah atau kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menelusuri berbagai literatur.5 Dengan begitu didalam pengumpulan sumber
peneliti mengumpulkan sumber sumber literatur yang ada hubungannya dengan
pembahasan Mataram dalam memperebutkan wilayah Blambangan. Diantaranya
5

Imam Bernardib, Arti dan Metode Sejarah Pendidikaan (Yogyakarta: FIP IKIP, 1982), 55.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

yaitu peneliti mengambil dari Babad Tanah Jawi karangan W. L. Olthof, Babad
Blambangan karangan Winarsih Partaningrat Arifin, Babad Sultan Agung
karangan Soenarko H Poespita. Penulis juga menggunakan sumber arsip Babad
Mataram versi digital yang berbahasa campuran Jawa dan Belanda, maka dari itu
peneliti harus memahami isi yang terkandung dari babad tersebut agar dapat
mengetahui alur yang terjadi pada kejadian penyerangan Mataram tersebut.
Sumber-sumber yang sudah diperoleh kemudian diuji validilitas dan
kredibilitasnya melalui tahap kritik internal dan eksternal. Kritik internal ini
bertujuan untuk melihat dan meneliti kebenaran isi sumber yang meliputi kritik
terhadap isi, bahasa, situasi, gaya maupun ide. Kritik tersebut dilakukan dengan
cara menelaah dan membandingkan antara data satu dengan data yang lainnya
sehingga memperoleh data yang kredibel dan akurat. Adapun kritik eksternal
yang bertujuan untuk mengetahui keaslian sumber yang meliputi penelitian
terhadap bentuk sumber, tanggal, waktu pembuatan, dan identitas pembuat
sumber. Kemudian dalam interpretasi, penulis menghubungkan antara berbagai
fakta sejarah dengan sumber-sumber yang ada setelah melewati dua fase kiritik
yaitu baik kritik internal maupun kritik eksternal. Penelitian sejarah tersebut
diteliti berdasarkan teori-teori yang sesuai dengan objek kajian, yaitu dengan
menggunakan teori konflik yang bisa menunjukkan gejala-gejala sosial yang
menyebabkan penyerangan Mataram tersebut.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Tahap setelah Interpretasi yaitu historiografi. Historiografi merupakan
cara penulisan. Pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan.6 Di dalam tahap ini, aspek kronologis sangat penting. Penulisan dalam
penelitian ini diuraikan berdasarkan sistematika yang terdiri dari beberapa bab.
Penulis akan mengaitkan data-data yang penulis peroleh dengan pembahasan
dalam judul skripsi ini. Untuk menganalisis sumber-sumber sejarah yang penulis
peroleh tersebut adalah dengan menyusun dan mendaftar sumber sejarah yang
diperoleh, selanjutnya penulis menganalisis sumber-sumber tersebut sesuai
dengan judul skripsi.

H. Sistematika Pembahasan
Berikut ini merupakan suatu sistematika pembahasan yang terdiri dari
empat bab. Yang mana sistematika pembahasan ini merupakan kesatuan yang
utuh, sehingga dapat memudahkan bagi penulis sendiri dalam melakukan
penulisan skripsi ini, dan memberikan kemudahan bagi pembaca untuk lebih
paham pada skripsi ini. Maka berikut ini akan dijelaskan oleh penulis sistematika
pembahasan dengan susunan sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan
keramngka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika
bahasan.Melalui bab ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum tentang
6

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Ombak, 2011), 116-117.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

seluruh rangkaian penulisan penelitian sebagai dasar atau pijakan untuk
pambahasan pada bab selanjutnya.
Bab II menjelaskan tentang gambaran umum Kerajaan Mataram dari
pemerintahanya hingga perkembangannya.
Bab III Menguraikan tentang bagaimana cara yang dilakukan antara
Sultan Agung dan Amangkurat I untuk memperebutkan wilayah Blambangan
tersebut dan beberapa kendala yang dihadapi oleh raja Mataram baik Sultan
Agung maupun Amangkurat I.
Bab IV menjelaskan tentang bagaimana hasil akhir dari penaklukkan
wilayah Blambangan.
Bab V akan diuraikan kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi ini dari bab
satu sampai bab empat, di samping kesimpulan dalam bab ini juga akan diisi
dengan saran-saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KERAJAAN MATARAM ISLAM

A. Struktur Kerajaan Mataram Islam
1. Wilayah
Jauh sebelum menjadi kerajaan, wilayah ini merupakan hutan yang
bertumbuhan tropis di atas puing-puing Istana tua Mataram Hindu. Wilayah
ini sampai pada akhir abad ke-16 M merupakan bawahan Pajang setelah di
babat kembali oleh seorang panglima Pajang Ki Ageng Pemanahan.
Wilayah ini dianugrahkan oleh Sultan Pajang kepada Ki Ageng
Pemanahan beserta putranya yaitu Senapati, atas jasa mereka dalam ikut
serta melumpuhkan Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan.1
Ki Ageng Pemanahan yang lebih dikenal dengan nama Kiai Gede
Mataram adalah perintis Kerajaan Mataram. Dialah yang dalam waktu
singkat menjadikan daerahnya sangat maju. Kiai ageng Pemanahan ini tidak
sempat menikmati hasil usahanya, karena dia meninggal pada tahun 1575.
Akan tetapi, anaknya yang bernama Sutawijaya yang dikenal dengan
Senapati melanjutkan usahanya dengan giat.2

1

Akhwan Mukarrom, Kerajaan-kerajaan Islam Indonesia (Surabaya: Jauhar, 2010), 39.
Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (Yogyakarta: Kelompok Penerbit Pinus
Pustaka, 2006), 84.

2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Pada tahun 1586 dia mengangkat dirinya sebagai raja Mataram. Pada
saat dia menjadi raja Mataram, Senopati baru menguasai beberapa wilayah
diantaranya yaitu Mataram, Kedu, Banyumas. Ketika pada saat dia
meninggal Jawa Tengah dan sebagian wilayah Jawa Timur sudah dapat
ditaklukan.
Panembahan Senopati memperluas wilayahnya ke arah timur. Yang
menjadi sasaran pertama ialah Surabaya, karena Adipati Surabaya paling
kuat dan mempunyai banyak bawahan. Senopati bergerak ke arah timur
melalui Blora dan berhenti di Japan. Pangeran Surabaya mengumpulkan
semua para bupati bawahannya, yaitu bupati Tuban, Sedayu, Lamongan,
Gresik, Lumajang Kertasana, Malang, Pasuruan, Kediri, Blitar, Pringgabaya,
Lasem, Madura, Sumenep, Pekacangan, dan Praguna demi persiapan
menghadapi Panembahan Senopati. Akan tetapi Pangeran Surabaya dapat
ditaklukan, kemudian setelah itu panembahan Senopati bergerak ke Madiun.
Kemudian wilayah Pasuruan, Kediri, dan Panaraga takluk kepada Mataram.
Di daerah sebelah timur hanya Blambangan, Panarukan, dan Bali yang
masih merdeka dari kekuasaan Mataram. Lainnya tanduk kepada kekuasaan
Senopati. Demikianlah kesultanan Mataram berkat keperwiraan Panembahan
Senopati menjadi besar. Kesultanan Mataram yang begitu luas wilayahnya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

ini merupakan negara pertanian. Kesultanan Mataram ini tetap merupakan
negara pertanian, tidak dapat menjadi negara maritim.3
Setelah Senopati wafat, pada tahun 1601 dia digantikan oleh putranya,
yaitu Mas Jolang yang hanya sempat mempertahankan daerah-daerah yang
telah ditundukkan oleh ayahnya, sebab daerah-daerah tersebut selalu
memberontak.
Jawa baru dapat dikuasai Mataram pada saat Mataram dipegang oleh
Sultan Agung (Raden Mas Rangsang), dia memerintah dari tahun 16131645.
Jika para pendahulunya mengambil ibu kotanya di Kotagede, maka
Sultan Agung mengambil ibu kotanya di kera/ Karta. Konon, dipindahnya
keraton ke sebelah selatan karena dekat pantai selatan.
Dalam pemerintahannya, Sultan Agung menerapkan politik ekspansi
sehingga bukan hanya Jawa saja yang ingin dikuasainya, melainkan wilayah
Nusantara. Pada masa Sultan Agung ini untuk pencapaiannya hampir seluruh
Pulau Jawa berhasil dikuasai olehnya. Hingga pada saat Sultan Agung wafat
wilayah kekuasaannya adalah seluruh Pulau Jawa terkecuali wilayah
Batavia, Panarukan dan Blambangan.

3

Asvi Warman Adam, Runtuhnya Kerajaan Hindhu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Nusantara (Yogyakarta: PT. LK:S Pelangi Aksara, 2005), 259.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

2. Pemerintahan Mataram Islam
a. Awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam
Pada awalnya berbicara tentang kerajaan Mataram ini diawali
dengan keterlibatan Sultan Hadiwijaya, Sultan Hadiwijaya yaitu raja
dari kerajaan Pajang. Dalam usahanya untuk menegakkan kekuasaan
Pajang, Arya Panangsang yang merupakan putra Sinuwunn Sekar Seda
Lepen yang tak rela tahta Demak diambil Sultan Hadiwijaya. Sultan
Hadiwijayapun merasa tidak mudah untuk mengalahkannya, dan Sultan
Hadiwijaya tetap membuat strategi

yaitu

dengan mengadakan

sayembara, siapa saja yang dapat mengalahkan Penangsang tersebut
akan mendapatkan hadiah, tanah Pati dan Mataram.
Dalam sayembara tersebut akhirnya Panangsang dapat dikalahkan
oleh Danang Sutawijaya, putra Pemanahan. Karena kesuksesan ini
merupakan strategi Pemanahan dan Penjawi, maka Sultan Hadiwijaya
menganggap kemenangan Danang Sutawijaya tersebut adalah juga
kemenangan Pemanahan dan Penjawi. Maka Sultan memberikan tanah
tersebut kepada mereka berdua. Penjawi mendapatkan tanah Pati,
sebuah kadipaten di pesisir utara yang telah maju. Sedangkan
Pemanahan mendapatkan tanah Mataram yang masih berupa Mentaok,
wilayah tersebut saat ini berada tepatnya di sekitar Kota Gede,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Yogyakarta. Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Ki
Gede Mataram.4
Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya
diangkat menjadi bupati di Mataram. Karena ketidakpuasan Sutawijaya
menjadi bupati dan keinginanya menjadi raja, ia mulai memperkuat
sistem pertahanan Mataram. Hal itu ternyata telah diketahui oleh Sultan
Hadiwijaya, sehingga Sultan Hadiwijaya mengirim pasukan untuk
menyerang Mataram. Dalam peperangan ini pasukan Pajang mengalami
kekalahan, kondisi Sultan Hadiwijaya juga sedang sakit. Kemudian pada
saat terjadi perebutan kekuasaan antara bangsawan Pajang, Pangeran
Pangiri yang merupakan menantu Hadiwijaya yang menjabat sebagai
bupati di Demak datang menyerbu Pajang untuk merebut takhta. Hal
tersebut tentu saja sangat ditentang oleh para bangsawan Pajang yang
bekerjasama dengan Sutawijaya, bupati Mataram. Pada akhirnya
pangeran Pangiri telah tersingkirkan dan diusir dari Pajang.
Kemudian setelah keadaan aman, pangeran Benawa yang
merupakan anak dari Hadiwijaya menyerahkan tahtanya kepada
Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke
Mataram pada tahun 1586. Sejak saat itulah berdiri kerajaan Mataram.

4

Purwadi, The History of Javanese kings: Sejarah Raja-raja Jawa (Yogyakarta: Ragam Media, 2010),
298.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Sutawijaya mengangkat dirinya sebagai raja Mataram dengan
gelar Panembahan Senopati, dengan ibukota kerajaan berada di Kota
Gede. Berbeda dengan ayahnya yang mematuhi sebagai bawahan
Pajang, dimana tiap tahun melakukan penghadapan serta mengirim upeti
kepada raja Pajang. Senopati memang sengaja mempersiapkan diri
untuk suatu pembangkangan yang direncananakan. Hal ini terlihat dari
upaya membuat benteng sebagai pertahanan. Akhirnya raja Pajang
memutuskan untuk menyelesaikan pembangakangan Senopati dengan
kekuatan militer. Penyerbuan ke Mataram berada langsung dibawah
komando dari Sultan Pajang sendiri akan tetapi usaha mereka
mengalami kegagalan.
Setelah wafatnya Sultan Pajang maka semakin kokoh kekuasaan
Senopati atas Mataram. Sebagai founding father kerajaan Mataram, Ia
sadar betul bagaimana mengelola konflik intern maupun menghegemoni
wilayah lain. Langkah politik kedalam, misalnya harus menyingkirkan
Ki Ageng Mangir tokoh lokal yang selama ini menjadi batu sandungan
bagi kekuasaan Senopati. Adapun langkah politik keluar, Senopati
metaram kemudian melakukan politik ekpansionis kewilayahan.5
Tindakan-tindakan penting yang dilakukan adalah meletakkan dasardasar kerajaan Mataram dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan ke

5

Mukarrom, Kerajaan-kerajaan Islam Indonesia, 41.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Timur, Surabaya, Madiun, Ponorogo, dan ke wilayah Barat berhasil
menundukkan wilayah Cirebon dan Galuh.
Pengganti Panembahan Senopati adalah Mas Jolang. Dalam
pengangkatannya

menimbulkan

pemberontakan-pemberontakan.

Diantaranya timbul pemberontakan Pangeran Puger di Demak pada
tahun 1602-1605. Pangeran Jayanegara di Ponorogo pada tahun 1608 M.
Pemberontakan tersebut dapat dipadamkan dalam waktu yang cukup
lama, Surabaya masih menyusun kekuatan dan tidak tunduk ke
Mataram, sehingga sampai beberapa dekade Surabaya dan sekitarnya
masih merupakan rival bagi Mataram. Kemudian Ia gugur di daerah
Krapyak

dalam

upaya

memperluas

wilayah,

sehingga

disebut

Panembahan Seda Krapyak. Setelah meninggalnya Mas Jolang, ia
digantikan oleh putranya yaitu Raden Mas Rangsang yang dikenal
sebagai raja terbesar Kerajaan Mataram dengan gelar Sultan Agung
Hanyokrokusumo (1613-1645).

b. Masa Pemerintahan Sultan Agung
Pada masa pemerintahan Sultan Agung ini terlihat kerajaan
Mataram benar-benar mencapai puncak kekuasaan. Perlu diketahui
kepribadian Sultan Agung sendiri memperlihatkan bahwa beliau
adalah figur pemimpin yang tegas sekaligus bijaksana dan sepertinya
karakter yang beliau miliki merupakan warisan dari sifat kakeknya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Panembahan Senopati yang merupakan raja pertama kerajaan Mataram
Islam. Beliau juga meneruskan politik ekspansi sebagaimana yang
dilakukan oleh kakeknya di berbagai wilayah yang pada masa
Panembahan Senopati belum bisa terlaksana secara tuntas.
Beberapa

keinginan

Sultan

Agung

diantaranya

yaitu

mempersatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaan Mataram dan
mengusir kompeni (VOC) dari Batavia. Beberapa wilayah telah
terwujud

telah

ia

taklukkan,

Mataram

melakukan

beberapa

penyerangan di sekitar Jawa Timur. Seperti pada tahun 1614 M
Mataram ini menyerang Surabaya bagian selatan; Ujung Timur Pulau
Jawa, Malang, dan Pasuruan. Ia juga dapat menduduki Wirasaba pada
tahun 1615 M. Penaklukan Wirasaba ini dirasa sangat penting, hal itu
dikarenakan merupakan pintu masuk ke Surabaya. Kemudian pada
tahun 1616 M, ia melalui pantai Utara dan dapat menaklukkan Lasem
dan terus ke Timur sampai Pasuruan. Bahkan pada tahun 1620 M
pasukan Mataram dengan melalui laut mengancam Surabaya dan
setelah itu Madura ditaklukkan dan disatukan dalam satu pemerintahan
dibawah keturunan kepangeranan Madura dengan ibukota Sampang.
Setelah

dapat

ditaklukannya

Surabaya,

Sultan

Agung

memusatkan penyerangan ke Batavia pada tahun 1628 M. Keadaan
Batavia pada masa itu masih ada konflik dengan Banten. Meskipun
keadaan damai antara Banten dan Batavia tidak terpulihkan, masing-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

masing tetap menolak mengadakan ikatan dengan Mataram, apapun
bujukan maupun ancaman yang dilontarkan dari pihak Mataram.
Walaupun hubungan Banten dan Batavia tegang sejak dulu Banten
tetap tidak ingin Batavia jatuh ke tangan Mataram. Hanya pada Hari
Natal 1627, Banten mengadakan usaha yang tidak matang untuk
menguasai Batavia dengan tiba-tiba, tetapi gagal.
Bagi Mataram, Batavia merupakan lawan yang lebih berat
daripada Banten, yang mungkin pada tahun 1597 diserang oleh
kakeknya dengan 15.000 prajurit dari sebelah laut.6
Sejak awal hubungan antara Sultan Agung dengan kumpeni
Belanda (VOC) memang tidak baik. Hal ini terlihat dari kasus
perutusan VOC yang ditolak karena Sultan tetap menganggap bahwa
VOC ingin menguasai Jawa.7 Konflik pertama muncul ketika
pemerintah Jepara (bawahan Sultang Agung) membunuh tiga orang
Belanda. Pada tahun yang sama Belanda membalas dengan membakar
kapal-kapal yang sedang berlabuh.
Seperti yang kita ketahui Sultan Agung yang merupakan raja
ketiga dari kerajaan Islam Mataram dan memerintah pada tahun 16131646. Pada masa tersebut merupakan puncak kekuasaan Mataram.

6

H.J. De Graaf, Puncak Kejayaan Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi sultan Agung (Jakarta:
Pustakan Utama Grafiti, 1990), 137.
7
Ricklef, M.C, Sejarah Indonesia Modern (Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1989), 69.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Tentu saja hal ini tidak lepas dari bagaimana cara kepemimpinan
Sultan agung terhadap Mataram.
Jauh sebelum penyerangan Mataram di Batavia 1628,
sebelumnya pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan
dengan VOC. Kedua belah pihak saling mengirim duta besar.
Ternyata, pihak VOC menolak membantu saat Kesultanan Mataram
menyerang Surabaya. Penolakan VOC ini berakibat hubungan
diplomatik dengan Kesultanan Mataram putus. Pertama kecurigaan
dan isu-isu tertentu atas maksud Mataram memberi alasan kepada
pangeran Jayawikarta untuk membangun tembok. Kedua, beberapa
kali VOC mengutus delegasi ke Mataram supaya hubungan jangan
memburuk. VOC yang sebelumnya bermarkas di Ambon, kepulauan
Maluku, mengirimkan dutanya untuk mengajak Sultan Agung agar
mengizinkan VOC untuk mendirikan loji-loji dagang di pantai Utara
Mataram. Namun hal ini ditolak Sultan Agung karena bila diizinkan
maka ekonomi di pantai Utara akan dikuasai oleh VOC. Penolakan ini
membuat hubungan Mataram dan VOC sejak saat itu renggang.
Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta (di bagian
Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram) dari Kesultanan
Banten, dan mengganti namanya menjadi “Batavia” (sekarang
Jakarta). Markas mereka pun dipindah ke kota Batavia. Menyadari
kekuatan bangsa dan maskapai dagang Belanda tersebut, Sultan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingannya
menghadapi Surabaya dan Kesultanan Banten.
Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah
Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia
yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.8
Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke
Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat
tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga
Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.
Pada tanggal 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin
Tumenggung Bahureksa, Bupati kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua
tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja. Jika ditotal
semuanya berjumlah 10.000 prajurit. Perang besar terjadi di benteng
Holandia.

Pasukan

mengalami

kehancuran

karena

kurangnya

perbekalan. Menanggapi kekalahan ini sultan Agung bertindak tegas,
pada bulan Desember 1628 dia mengirim algojo untuk menghukum
mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurarejo.9
Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya
pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Adipati Ukur
berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin

8
9

Ibid., 69
Graaf, Puncak Kejayaan Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi sultan Agung, 181.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Dengan jumlah 14.000 prajurit.
Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan
lumbung-lumbung beras di Kerawang dan Cirebon. Namun pihak
VOC berhasil memusnahkan semuanya. Meskipun telah mengalami
kegagalan yang kedua kalinya, serangan kedua ini Sultan Agung
berhasil membendung dan mengotori sungai Ciliwung, yang
mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia.
Gurbernur Jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban
wabah tersebut.
Dalam mewujudkan ambisinya untuk menguasai seluruh Pulau
Jawa, setelah penaklukkan Surabaya dan beberapa daerah Timur,
upayah selanjutnya yaitu untuk menaklukkan Giri.
Dalam perlawanan terhadap Giri, Sultan Agung melakukan
kolusi Pangeran Pekik, seorang putera adipati di Surabaya, yang
konon masih merupakan keturunan Sunan Ampel. Pada tahun 1636
Pangeran Pekik atas nama Sultan Mataram menggempur Giri dengan
bantuan banyak dari lasykar Surabaya dan Mataram.10 Akhirnya Giri
dapat ditaklukkan oleh Mataram dan Surabaya pada tahun 1636 M.
Setelah penaklukkan Giri ini, Mataram tinggal berhadapan dengan
Belanda, Portugis, Blambangan atau Panarukan yang dibantu Gelgel
dari Bali.
10

Ibid., 181.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

c. Pemerintahan Amangkurat I
Sebagai pengganti Sultan Agung Hanyakrakusuma yaitu
putranya sendiri Susuhunan Amangkurat I (1646-1677 M). Program
pokok pemerintahannya adalah usaha mengkonsolidasikan kerajaan
Mataram, mensentralisasikan administrasi dan keuangan, serta
menumpas semua perlawanan. Amangkurat I ini mendapatkan warisan
wilayah yang sangat luas. Dalam hal ini ia menerapkan sentralisasi
atau sistem pemerintahan terpusat. Amangkurat I juga menyingkirkan
tokoh-tokoh senior yang tidak sejalan dengan pandangan politiknya.
Misalnya, Tumenggung Wiraguna dan Tumenggung Danupaya tahun
1647 dikirim untuk merebut Blambangan yang telah dikuasai Bali,
namun keduanya dibunuh di tengah jalan.
Dia ingin merubah kerajaan yang telah didasarkan Sultan
Agung pada kekuatan militer dan kemampuan untuk memenangkan
atau memaksakan suatu mufakat menjadi suatu kerajaan yang bersatu,
yang sumber-sumber pendapatannya dimonopoli untuk kepentingan
raja. Apabila berhasil maka dia akan merombak politik Jawa, tetapi
usaha-usahanya itu sudah ditakdirkan mengalami kegagalan; faktafakta geografi, komunikasi, dan populasi yang menentukan bahwa
kekuasaan administratif di Jawa harus didesentralisasikan tidak dapat
diubah dengan perintah raja. Sebagai akibat dari kebijakan-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

kebijakannya, Amangkurat I mengucilkan orang-orang yang kuat dan
daerah-daerah yang penting, yang akhirnya menyebabkan berkobarnya
suatu pemberontakan yang terbesar selama abad 17. Hal ini
mengakibatkan tumbangnya wangsa tersebut dan campurtangan VOC.
Putra pengganti Sultan Agung, Amangkurat I mengambil jalan
lebih berdamai dengan Batavia dan pada 1646 Mataram juga
menyepakati suatu perjanjian berdamai. Untuk mempermudah
keadaan, pemerintah Batavia memutuskan mengirimkan duta utuk
meminta damai, dan menawarkan pelayanan mereka untuk Sultan
kalau dia membutuhkan. Akibatnya, perjanjian tersebut menetapkan
bahwa Batavia harus mengirimkan duta tahunan, membawa hadiah
dan barang dagangan luar negri yang diperintahkan Sultan. Pemberianpemberian ini menjadi sumber penghasilan yang besar bagi Sultan.
Sejak awal pemerintahannya Amangkurat I menunjukkan sikap
balas dendam, seperti terhadap orang-orang yang terlibat dalam
skandal pada saat Amangkurat menjadi putra mahkota dulu yang
melibatkan istri orang dalem senior, Tumenggung Wiraguna.
Tak lama setelah menerima tampuk pemerintah, Amangkurat I
mulai memindahkan keratonnya dari Kerta ke Plered pada tahun 1647,
tepat di sebelah timur laut Karta.11 Berbeda dengan ayahnya, raja ini
tidak bijaksana dan cenderung kejam dan kurang memperhatikan
11

H.J. De Graaf, Disintegrasi Mataram dibawah Mangkurat I (Jakarta: Pustaka Grafitipers, 1961), 11.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

kepentingan rakyat. Banyak rakyat dan kaum bangsawan tidak
menyukainya.
Hal yang sangat tidak disenangi ialah persahabatannya dengan
VOC yang dahulu sangat dibenci oleh ayahnya. Akibat dari hal
tersebut muncullah pemberontakan Trunojoyo (1674–1680).
Pemberontakan itu mungkin masih bisa dipatahkan kalau
bukan karena campur tangan kekuatan-kekuatan lain dan kalau tahun
1678 yang sedang mendekat tidak menandai berakhirnya suatu abad
dalam era jawa. Pemberontakan Trunajaya ini terjadi ketika Republik
Belanda, dan juga VOC sedang mengalami salah satu krisis terbesar
dalam sejarahnya. Pada 1672, pecah perang antara Republik Belanda
di satu pihak dan Prancis dan Britania raya, yang didukung beberapa
negara Jerman, di pihak lain. Sebagian besar wilayah repubik di Eropa
diduduki musuh. Keruntuhan kekuatan Belanda di seluruh dunia
tampaknya sudah hampir terjadi, tapi orang Belanda berhasil
mempertahankan diri di laut, dan di sekitar Asia skuadron Kompeni
sekali lagi memperoleh kemenangan menentukan atas Britania.
Musuh-musuh Batavia memutuskan bahwa sudah tiba waktunya untuk
bergerak. Pelarian dari Makasar merongrong kompeni di Madura dan
Banten. Trunajaya memperoleh dukungan para petempur nekat yang
sudah kehilangan segala sesuatu untuk menggempur Jawa, dan orangorang Makasar dengan penuh semangat berbaris di bawah benderanya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Sementara itu, di ujung lain pulau itu, Sultan Banten berusaha
memperluas wilayahnya atas daerah-daerah Mataram. Kalau dia
berhasil, Batavia akan dikepung oleh wilayah Banten.12
Melihat Sultan Banten mengancam Batavia dari barat
sementara

Trunajaya

dan

pendukung-pendukung

Makasarnya

menyulut bara di negeri Mataram di Timur, Kompeni harus bertindak.
Walaupun tentara kompeni menduduki Surabaya dan kota-kota pantai
serta sebagian pulau Madura, Trunajaya berhasil mengalahkan tentara
Susuhan Amangkurat.13
Amangkurat

I

yang dikalahkan pemberontak, tiba-tiba

menemukan bahwa dia ditinggalkan semua pengikutnya dan bahkan
sebagian besar anggota keluarganya.
Amangkurat I tidak kuasa mengatasi penderitaan selama
pelariannya. Dia wafat pada tanggal 13 Juli 1677 putranya
memakamkannya di TegalWangi (ke selatan dari Tegal), di pesisir
utara. Dulu ketika raja melarikan diri, ia harus meninggalkan harta
kekayaannya dan sebagian tanda-tanda kebesaran kerajaan yang
sempat dibawanya lari sekarang menjadi milik putra mahkota. Dengan
demikian, hanya dengan tanda-tanda kebesaran kerajaan yang keramat
tersebut namun tanpa harta kekayaan, suatu pasukan, sebuah istana,
12

Bernard H.M.Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia (Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia), 2008), 197.
13
Ibid., 198.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

atau kerajaan. Susuhunan Amangkurat II (1677-1703) memulai masa
pemerintahannya. Dengan satu satunya cara agar dapat mengangakat
dirinya sebagai penguasa di Jawa yaitu dia harus menghubungi VOC
supaya mau bertempur di pihaknya.

B.