Dinamika perkembangan Islam di Jepang abad ke 20

(1)

DINAMIKA PERKEMBANGAN ISLAM DI JEPANG

ABAD KE 20

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh

Zulhilmy

NIM: 104022000826

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FALKUTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H./2008 M.


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 30 Mei 2008


(3)

DINAMIKA PERKEMBANGAN ISLAM DI JEPANG

ABAD KE 20

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh Zulhilmy NIM: 104022000826

Di Bawah Bimbingan

Drs. Parlindungan Siregar, M. Ag. NIP: 150 268 588

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FALKUTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H./2008 M.


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “DINAMIKA PERKEMBANGAN ISLAM DI JEPANG ABAD KE 20” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Falkutas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam.

Jakarta, 13 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. M. Ma’ruf Misbah, M.A. Usep Abdul Matin, M.A., M.A. NIP: 150 247 010 NIP: 150 288 304

Anggota,

Penguji Pembimbing

Drs. Tarmizi Idris Drs. Parlindungan Siregar, M.Ag. NIP: 150 244 616 NIP: 150 268 588


(5)

ABSTRAK

Zulhilmy

Dinamika Perkembangan Islam di Jepang Abad ke 20

Interaksi antara Jepang dengan Islam memiliki suatu kaitan dengan teori pertukaran Peter M. Blau (1918-1997) yaitu dari mikro ke makro, ia mengatakan bahwa interaksi sosial mula-mula terjadi di dalam kelompok sosial. Individu tertarik pada satu kelompok tertentu karena merasa bahwa saling berhubungan menawarkan hadiah lebih banyak daripada yang ditawarkan kelompok lain. Karena tertarik pada satu kelompok tertentu, mereka ingin diterima. Untuk dapat diterima, mereka harus menawarkan hadiah kepada anggota kelompok yang lain. Hadiah ini termasuk pemberian kesan kepada anggota kelompok dengan menunjukkan bahwa anggota yang bergabung dengan orang baru akan mendapat keuntungan. Hubungan dengan anggota kelompok akan menjadi kuat karena pendatang baru megesankan kelompok—ketika anggota menerima hadiah yang mereka harapkan. Upaya pendatang baru untuk mengesankan anggota kelompok umumnya menimbulkan persatuan kelompok, tetapi persaingan, dan akhirnya diferensiasi sosial, akan terjadi ketika terlalu banyak orang yang mencoba saling memberikan kesan dengan kemampuan mereka menawarkan hadiah.

Hali ini dapat terlihat dengan lambatnya Islam masuk ke Jepang. Karena adanya kebijakan mengasingkan diri sekitar selama 200 (dua ratus) tahun, mulai pertengahan abad ke 17 (tujuh belas), sehingga tidak ada kontak antara Jepang dengan Islam. Barulah pada zaman Meiji (Restosasi Meiji) tahun 1875, literatur-literatur mengenai Islam yang berasal dari Eropa atau Cina mulai diterjemahkan dan masuk ke Jepang. Selain itu, bangsa Jepang mengenal Islam lewat datangnya bangsa Turki. Bermula dari peristiwa yang terjadi pada tahun 1890, saat sebuah kapal Turki karam di perairan Jepang. Kapal tersebut bernama Ertoghrul. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimkannya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891. Setelah peristiwa tersebut, yaitu sekitar tahun 1900-an, untuk pertama kalinya untuk pertama kalinya warga muslim Jepang pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah hajji. Sejak itu, Islam mulai dikenal secara luas.

Dengan adanya Pedoman Shinto dan konstitusi Jepang pasal 20, kebebasan beragama di Jepang mulai tumbuh, agama-agama yang ada di Jepang mendirikan berbagai organisasi atau lembaga keagamaan yang umumnya identik dengan tempat-tempat suci untuk beribadah dan tempat-tempat pertemuan bagi para pemeluknya, yang tersebar diseluruh pelosok Negara. Begitu halnya dengan agama Islam, telah banyak mendirikan masjid dan organisasi.

Perkembangan penyebaran Islam di Jepang memang begitu lamban, namun Islam memiliki peranan dalam perjalanan sejarah Jepang, khususnya ketika Jepang mengadakan invasi ke Negara-negara di Asia. Dalam bidang ilmu pengetahuan, banyak dari kalangan intelektual Jepang tertarik akan Islam dan Dunia Islam sehingga banyak tulisan-tulisan tentang Islam dari mereka. Dalam bidang kesehatan pun, umat Islam memberikan peranan dengan didirikannya sebuah klinik Islam.


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Timur Jauh, maka persentuhan atau hubungan Islam dengan masyarakat Jepang bisa dikatakan relatif baru. Sebelum masa Meiji atau kurang lebih dari 250 tahun Jepang melakukan isolasi dirinya dari Negara lain, dan pada masa kekaisaran Tokugawa lahirlah politik isolasi1 untuk kepentingan kaisar sendiri. Politik ini dilaksanakan karena banyaknya misionaris Kristen yang datang menyebarkan agama Kristen, dengan berkembangnya agama Kristen akan menjadi mimpi buruk bagi kaisar, maka kaisar mengambil langkah untuk tidak berhubungan dengan Negara asing dan selama ia berkuasa agama Kristen dilarang dan semua orang asing dilarang masuk ke Jepang, kecuali dengan pedagang-pedagang Belanda yang dinilai menguntungkan. Hal ini dilakukan hanya di satu tempat yaitu di pulau Dejima, Nagasaki. Setelah kekuasaan kekaisaran Tokugawa berakhir pada tahun 1867 dan digantikan dengan kekaisaran Meiji, maka Jepang telah membuka dirinya untuk melakukan interaksi dengan negara lain2. Dengan cara ini Jepang dalam beberapa dekade dapat menjajarkan dirinya dengan negara-negara Barat. Dan dengan keterbukaan Jepang ini, Islam dapat berinteraksi dengan Jepang.

1 Politik isolasi disebut juga dengan sakoku yang berarti Negara tertutup.

2 Keterbukaan Jepang dalam melakukan interaksi dengan Negara lain disebut juga dengan

kaikoku yang berarti membuka diri. Peristiwa keterbukaan Jepang ini dikenal dengan istilah Restorasi Meiji atau modernisasi Jepang.


(7)

Perkenalan masyarakat Jepang dengan Islam di mulai pada akhir abad ke-19, yaitu dengan dilakukannya penerjemahan tentang sejarah kehidupan nabi Muhammad SAW ke dalam bahasa Jepang dan Islam mendapat tempat dalam kalangan intelektual (pada tahun 1877). Hubungan lebih lanjut terjalin pada tahun 1890, yaitu ketika Turki Usmani mengirim sebuah kapal yang bergelar “Ertughrul” ke Jepang dengan tujuan melakukan hubungan diplomatik dan untuk memperkenalkan orang Muslim dengan orang Jepang.3

Pada saat perang dunia pertama pecah, terjadi penyebaran dan perkembangan Islam di Jepang melalui komunitas Muslim di Asia Tengah, mereka datang ke Jepang untuk mengungsi. Dari para pendatang tersebut maka banyak dari rakyat Jepang memeluk agama Islam karena kesan dari perilaku yang mereka kerjakan. Dan mereka membuat masjid pertama kali di daerah Kobe pada tahun 1935. Dan kemudian pada tahun 1938 dibangunlah masjid Tokyo, pada saat ini terdapat beberapa asosiasi muslim yang mengumpulkan komunitas di kota-kota seperti Tokyo, Kyoto, Kobe, Naruta, Tokoshima, Sendai, Nagoya dan Kamizawa. 4

Kemudian dilanjutkan pada masa perang dunia kedua, di tengah-tengah politk ekspansi Jepang, timbul minat tinggi di kalangan bangsa Jepang terhadap rakyat Asia. Dikarenakan banyaknya orang Islam di wilayah Asia, maka timbullah kebutuhan untuk melakukan penelitian terhadap Islam. Dibentuklah berbagai lembaga penelitian, organisasi-organisasi maupun perkumpulan-perkumpulan kajian Islam, bahkan berbagai majalah dan buku yang berkaitan dengan hal tersebut diterbitkan. Adapun organisasi-organisasi dan penerbitan-penerbitan

3 Wikipedia Bahasa Melayu. 4 M. Ali Kettani,

Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


(8)

mengenai Islam adalah Isuramu Bunka Kenkyu-sho (Islamic Culture Institute) menerbitkan Isuramu Bunka (Islamic Culture), Kaikyo-ken Kenkyu-sho (Muslim World Research Institute) menerbitkan Kaikyo-ken (Muslim World), Dai-Nippon Kaikyo Kyokai (Great Japan Islamic Association) menerbitkan Kaikyo Sekai (Muslim World), Tokyo Isuramu Kyodan (Tokyo Islamic Congress) dan Ministry of Foreign Affairs (Goverment of Japan) menerbitkan Kaikyo Jijo (Islamic News).5

Walaupun hal tersebut dilaksanakan, pemerintah Jepang tetap memandang Islam sebagai agama Tuhan Yang Maha Esanya orang Arab dan tidak sesuai dengan azaz militer Jepang yang menganut dan menjalankan kepercayaan Zen 6 serta Shintoisme yang memuja banyak Dewa. Oleh karena itu dakwah Islam tetap tidak diperbolehkan oleh penguasa Jepang pada masa itu.

Seiring terjadinya harga minyak dunia yang meroket pada tahun 1973, negara-negara Arab selaku penghasil minyak dunia telah menarik minat perekonomian Jepang. Dari sinilah mulai kembali persentuhan antara Jepang dengan Islam yang menjadi agama mayoritas di negara-negara Arab.

Sebelum terjadinya oil shock, terdapat organisasi Islam pertama yang

didirikan yaitu The Japan Muslim Association pada tahun 1952. Tujuannya adalah untuk menyebarkan Islam di Jepang. Selain mendirikan organisasi Islam, dakwah Islam dilakukan melalui penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jepang (antara tahun 1920-1970). Pada tahun 1974, Prof. Dr. Syauki Futaki memeluk agama Islam dan kemudian mendirikan Kongres Islam Jepang yang bermarkas di Royal

5 Abu Bakar Morimoto, Islam in Japan: It’s Past, Present and Future (Jepang: Islamic

Center Japan, 1980), h. 10.

6 Sayidiman Suryohadiprojo,

Belajar dari Jepang: Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup (Jakarta: UI Press, 1987), h. 49.


(9)

klinik, Shinjuku, Tokyo. Organisasi ini telah banyak mengislamkan orang jepang secara individual maupun massal. Selain mengislamkan orang Jepang, organisasi ini juga melakukan penerjemahan al-Qur’an kedalam bahasa Jepang.7

Walaupun umat Islam di Jepang adalah minoritas namun terdapat peningkatan jumlah yang signifikan hingga sekarang ini. Mereka yang masuk memeluk agama Islam, kebanyakan dari hasil perkawinan dengan para pendatang yang beragama Islam. Selain itu, banyaknya mahasiswa Jepang yang belajar di universitas di negara-negara Arab, banyak juga siswa di universitas di Jepang yang membentuk komunitas diskusi formal skala kecil untuk membicarakan soal agama.

Dengan berkembangnya jumlah pemeluk agama Islam, maka timbullah persoalan baru yaitu yang berkaitan dengan pendidikan. Sampai saat ini tidak didapatkan sekolah khusus Muslim di Jepang. Anak-anak Muslim belajar agama hanya di Islamic Center atau masjid-masjid besar saja. Faktor dana adalah kendala dalam mendirikan sekolah Islam.8

Selain persoalan pendidikan terdapat persoalan lain yaitu hilangnya tausiyah keagamaan dari para ulama dan berkurangnya imam masjid. Sebelumnya Muslim Jepang banyak menerima siraman agama dan nasehat-nasehat keagamaan yang disampaikan oleh para ulama dari berbagai lembaga Islam terkemuka. Serta terbatasnya jumlah masjid yang ada di Jepang. Kemudian, tidak ada satupun seorang mufti yang bisa memberikan fatwa-fatwa untuk kehidupan umat Islam di Jepang. Dan terbatasnya toko-toko makanan yang menjual makanan halal.

7 Ajip Rosidi, Mengenal Jepang (Jakarta: Pusat Kebudayaan Jepang Jakarta, The Japan

Fondation, 1981).


(10)

Pada abad ke 20, Islam telah berkembang di Jepang, terbukti dengan banyaknya organisasi keislaman bermunculan pada abad ini, salah satunya adalah Japan Muslim Association, organisasi pertama orang asli Jepang yang pertama didirikan, yang kemudian bermunculan oraganisasi lain seperti International Islamic Center, Islamic Center Japan, Islamic Culture Society-Japan, Japan Islamic Congress dan sebagainya. Melalui organisasi-organisasi inilah dakwah Islam di Jepang dilakukan.

Dengan penjelasan tentang dinamika perkembangan Islam di atas dan dengan minimnya tulisan-tulisan mengenai sejarah umat Islam di Jepang, membuat penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah (skripsi) dengan judul ”DINAMIKA PERKEMBANGAN ISLAM DI JEPANG ABAD KE 20”

B. Batasan dan Rumusan masalah

Jepang merupakan suatu wilayah yang penduduknya bebas menjalankan kehidupan beragama yang mereka anut, walaupun demikian agama Budha merupakan agama yang terbesar penganutnya. Sedangkan Islam merupakan agama minoritas di negara tersebut.9 Oleh karena itu, pemahaman tentang sosial-budaya lebih diarahkan pada permasalahannya mengenai tradisi, adat istiadat serta keberagamaan di wilayah tersebut.

1. Bagaimana kehidupan sosial keagamaan di Jepang?

2. Bagaimana awal kedatangan dan perkembangan Islam di Jepang? 3. Bagaimana peranan dan posisi kedudukan umat Islam di Jepang?

9 Syahbuddin Mangandalaram,

Mengenal Dari Dekat : Jepang Negara Matahari Terbit


(11)

4. Siapakah tokoh-tokoh Muslim yang telah berjasa atas berkembangnya agama Islam di Jepang?

C. Arti Penting Penelitian

Sejarah tentang perkembangan Islam (agama minoritas) di negara Matahari Terbit (Jepang) menarik untuk ditulis, mengingat kebanyakan tulisan-tulisan hanya membahas aspek tertentu dari negara Matahari Terbit (Jepang) dan hanya sedikit yang membahas agama Islam (agama minoritas) ataupun kehidupan umat Islam di Negara tersebut. Dengan demikian tulisan-tulisan yang berkenaan dengan objek tersebut amatlah minim.

Kajian mengenai Islam di Jepang yang terdapat dalam bahan kepustakaan hanya membahas sejarah masuknya Islam di Jepang hingga berkembangnya Islam secara kronologi dan hanya bersifat deskriptif, seperti yang terdapat dalam karya Abu Bakar Morimoto, Islam in Japan : It’s Past, Present and Future. Buku ini

membahas sejarah masuknya Islam ke Jepang sampai Islam memiliki komunitas tersendiri di Jepang dengan berbagai organisasinya. Namun dalam uraiannya belum membahas bagaimana hubungan antara masyarakat Jepang dengan masyarakat Muslim Jepang atau antara pemerintah dengan masyarakat Muslim.

Buku yang diterbitkan oleh The Japan Fondation, Yang masing-masing judulnya adalah The Harmony of Japanese Traditional Values and Islamic Values, Islamic Perspective and Japanese Society dan The Indonesian Moslem Perspective on Japan. Judul pertama hanya membahas hubungan antara nilai-nilai


(12)

dan hubungannya dengan Islam. Sedangkan judul yang terakhir hanya membahas Muslim Indonesia yang berada di Jepang.

Karya-karya lainnya hanya sepintas membahas Islam di Jepang, seperti karya Lukman Harun yang berjudul Potret Dunia Islam, karya Arifin Bey yang berjudul Peranan Jepang dalam Pasca Abad Amerika dan karya Harry J. Benda yang berjudul Bulan Sabit dan Matahari Terbit : Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang.

Dari tinjauan kepustakaan tersebut, maka begitu penting skripsi yang berjudul Dinamika Perkembangan Islam di Jepang Abad Ke 20 ini ditulis. Karena skripsi ini membahas Islam di Jepang, dari awal masuknya Islam di Jepang sampai berkembangnya Islam di Jepang yang dibatasi pada abad ke 20. Selain itu juga membahas bagaimana Islam bisa berkembang di Jepang dan apa tantangan umat Islam di Jepang dalam berdakwah di Jepang, hubungan antara pemerintah dengan umat Islam di Jepang dan Dunia Islam, hubungan masyarakat Jepang dengan umat Islam di Jepang.

D. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, untuk mencari data, digunakan beberapa metode penelitian yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah. Untuk mencapai penulisan sejarah, maka upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah. Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah pertama kali, dilangsungkan dengan metode penggunaan bahan dokumen.10 Adapun sumber-sumber yang didapatkan adalah berbentuk buku


(13)

maupun artikel yang terdapat dalam jurnal atau majalah. Sumber-sumber tersebut dikumpulkan melalui library research (studi kepustakaan), dengan mengunjungi beberapa perpustakaan di Jakarta yaitu Perpustakaan Pusat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Falkutas Adab dan Humaniora UIN, Perpustakaan FIB UI, Perpustakaan Nasional Jakarta dan Perpustakaan Japan Fondation, Perpustakaan Kedutaan Besar Jepang, Pusat Penelitian Jepang (PPJ) di Universitas Nasional, Pusat Studi Jepang (PSJ) di Universitas Indonesia.

Sumber-sumber yang telah terkumpul dianalisa melalui pendekatan sejarah sosial, yaitu pendekatan terhadap setiap gejala sejarah yang memanifestasikan kehidupan sosial suatu komunitas atau kelompok, yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia.11 Dalam pendekatan sejarah sosial terdapat dua model dalam perubahan sosial. Pertama, model evolusi sejarah, umpamanya, (1) perubahan birokrasi : tradisional, kolonial dan nasional ; (2) perubahan kelas : kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah ; (3) perubahan lokasi : desa, kota dan metropolitan ; (4) perubahan pendidikan : pesantren, madrasah dan sekolah. Kedua, model kekuatan sejarah, umpamanya, (1) agama dan modernisasi ; (2) agama dan penetrasi agama lain ; (3) agama dan pribadi kreatif ; (4) agama dan masyarakat pasca industrial.12

Dari penjelasan diatas maka penulis yang mengambil judul ‘Dinamika Perkembangan Islam di Jepang Abad ke 20’, tentu saja dalam penelitiannya memerlukan seperangkat teori ataupun konsep dari sosiologi untuk dapat mengkaji peristiwa-peristiwa sejarah yang berkenaan dengan perkembangan Islam

11 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dan Metodologi Sejarah (Jakarta :

Gramedia, 1993), h.50.


(14)

di Jepang yang dipengaruhi oleh para pendatang dan penduduk setempat yang memeluk agama Islam

Setelah sumber-sumber tersebut terkumpul, kemudian menguji keaslian dan kesahihannya melalui kritik ekstern dan intern. Setelah langkah diatas dilakukan maka langkah selanjutnya adalah mesistensikan fakta-fakta yang diperoleh melalui eksplanasi sejarah. Dan terakhir adalah penulisan sejarah dengan memperhatikan aspek kronologis.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini menguraikan beberapa hal pokok yang membahas tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, arti penting penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN JEPANG

Bab kedua dipaparkan pokok bahasan menyangkut letak geografis Jepang dan pengaruhnya, kehidupan sosial keagamaan di Jepang, sikap pemerintahan Jepang terhadap agama-agama yang ada di Jepang.


(15)

BAB III AWAL KEDATANGAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI JEPANG

Bab tiga ini membahas tentang awal persentuhan antara Islam dan Jepang secara individual maupun kelompok (Pemerintahan Jepang) dan perkembangan Islam di Jepang

BAB IV PERANAN UMAT ISLAM DI JEPANG

Dalam bab ini penulis akan memaparkan kontribusi umat Islam di bidang sosial politik, pendidikan dan kesehatan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian akhir merupakan kesimpulan atas keseluruhan pembahasan tulisan ini, yang diharapkan dapat memberikan suatu kaitan atau hubungan dari uraian pada bab-bab sebelumnya, yang kemudian menjadi suatu rumusan yang bermakna.


(16)

BAB II

Kehidupan Sosial dan Keagamaan Jepang

A. Letak Geografis Jepang dan Pengaruhnya

Jepang terdiri dari gugusan pulau-pulau yang terletak di lepas pantai timur benua Asia, terdiri dari empat pulau utama dari utara ke selatan yaitu Kyushu, Shikoku, Honshu dan Hokkaido serta ribuan pulau kecil yang berdekatan. Kepulauan ini terbentang berupa lengkungan dari utara (garis bujur utara 45o33’) ke selatan (garis bujur utara 20o25’), panjangnya adalah 3.800 kilometer sedangkan luas totalnya adalah 337.748 kilometer persegi


(17)

13. Ini berarti 4% dari luas Amerika Serikat dan satu setengah kali luas Kerajaan

Inggris. Jepang menempati kurang dari 0,3% dari total luas daratan bumi.14

Topografi Jepang pada umumnya bergunung-gunung. Pegunungan menduduki 71% dari luas daratan nasional sedangkan dataran dan celung meliputi sisanya. Rangkaian panjang pegunungan melintasi bagian tengah dari kepulauan sempit yang panjang ini dan membaginya menjadi dua yaitu sisi Pasifik dan sisi Laut Jepang. Pada umumnya, sungai-sungai pendek dan mengalir cepat. Kepulauan ini tersiram oleh arus Jepang dan Tsushima yang hangat serta arus Kurile yang dingin. Sebagai negeri yang kaya akan gunung, Jepang memiliki sekitar 10% dari gunung-gunung api dunia yang masih aktif. Gunungnya yang tertinggi yaitu Gunung Fuji adalah gunung api yang sudah tidak aktif lagi dan memiliki ketinggian 3.776 m.15

Jepang terletak di dalam zona gunung berapi yaitu di atas Lingkaran Api Pasifik. Ini menyebabkan Jepang sering mengalami gempa bumi berkekuatan rendah dan kadang kala merasakan letusan gunung berapi. Gempa bumi yang membinasakan juga dirasakan beberapa kali dalam satu abad. Gempa bumi ini sering menyebabkan tsunami. Gempa bumi yang terbaru adalah gempa bumi besar Hanshin yang terjadi pada tahun 1995. Disebabkan oleh keadaan geografisnya, terdapat banyak sumber mata air panas di Jepang dan kebanyakan dijadikan daerah tujuan wisata.

13 Sebelum Jepang terjun dalam Perang Dunia II, wilayahnya lebih luas dari batas-batas

wilayahnya sekarang. Waktu itu di utara, Jepang memiliki separuh dari kepulauan Sachalin. Pulau Taiwan juga merupakan milik Jepang yang diperolehnya melalui perang dengan Cina pada tahun 1894-1895. Selain itu ada pula pulau-pulau di Pasifik dan beberapa bagian dari daratan Cina serta seluruh Korea yang diperolehnya pada tahun 1894.

14 Syahbuddin,

Mengenal Dari Dekat…, h. 6.


(18)

Selain gempa bumi, karena letak geografisnya, Jepang setiap tahun mengalami serangan angin taufan kuat yang disebut “taifu”16. Kepulauan Ryukyu dan pulau Kyushu setiap tahun antara bulan Juni dan Oktober selalu waspada terhadap kedatangan taifu yang terjadi di Samudera Pasifik bagian barat. Serangan Taifu itu tidak hanya terjadi sekali dalam setahun tetapi juga terjadi berturut-turut. Kedatangan taifu mengakibatkan ombak besar di lautan dan hujan yang sangat lebat di daerah pegunungan. Hal ini menimbulkan kerusakan di daerah pantai dan banjir serta tanah longsor di daratan maupun di daerah pegunungan. Namun demikian, taifu memberikan manfaat yaitu menambah persediaan air yang datang melalui hujan lebat di pegunungan. Air ini penting bagi para petani untuk produksi pertaniannya dan juga penting untuk perindustrian yang pada umumnya menggunakan banyak air di pabrik-pabrik.17

Ibukota Jepang adalah Tokyo yang terletak pada garis bujur utara 35o41’, yakni garis bujur yang hampir sama dengan Teheran, Athena dan Los Angeles. Cuaca pada umumnya termasuk dalam zona angin musim yang sedang, kecuali bagian Hokkaido di sebelah utara dan pulau-pulau sebelah selatan Kepulauan Amami di selatan. Temperatur rata-rata adalah 22,4oC di Naha, Okinawa dan 6,3oC di Wakkanai, Hokkaido. Curah hujan berlimpah, berkisar dari 1.000 hingga 2.500 milimeter per tahun.18

Karena terletak di zona sedang, maka Jepang mempunyai perubahan musim yang jelas batasnya. Dalam musim panas angin tenggara bertiup melintasi kepulauan Jepang dari Pasifik, sementara dalam musim dingin angin barat laut menyapu melintasi kepulauan ini dari benua Asia. Angin-angin musim ini,

16 Taifu adalah angin keras dengan kecepatan sekitar 30 meter/detik. 17 Sayyidiman,

Belajar dari ..., h. 8.


(19)

bersama dengan keadaan topografikal seperti pegunungan-pegunungan, merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi cuaca Jepang.

Di sisi Pasifik musim panas pada umumnya berhujan sedangkan musim dinginnya berlangsung lama dan jelas, dengan angin kering. Di sisi laut Jepang hujan turun dalam musim panas dan musim dingin bersalju. Cuaca sekitar Laut Pedalaman Seto hangat, dengan sedikit hujan. Tokyo rata-rata pertahun disinari matahari sebanyak 1.942 jam.

Bentuk geografik Jepang sebagai kepulauan yang memanjang dari timur-laut ke barat-daya di wilayah Pasifik barat, mempunyai akibat yang penting terhadap perkembangan perekonomian Jepang. Pantai yang panjang dan menghadap ke Samudera Pasifik memungkinkan adanya banyak pelabuhan di sepanjang pantai itu, karena lautannya cukup dalam. Hal ini menyebabkan industeri Jepang dapat dibangun di sepanjang pantai timur dan sekeliling laut pedalaman, sehingga mempermudah angkutan bahan mentah dan sumber energi (khususnya minyak).19

B. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat Jepang

Menurut Dr. Hisanori Kato20 masyarakat Jepang memiliki agama, ini terbukti dengan kepercayaan mereka tehadap amakudari (rahmat yang turun dari surga), yaitu kepercayaan kuat bahwa sebagai suatu bangsa mereka selamanya akan survive. Selain itu bangsa Jepang juga memiliki kepercayaan agama Shinto yang bersumber dari alam, yang percaya adanya kekuatan magis pada gunung,

19 Sayyidiman, Belajar dari ..., h. 7.

20 Dr. Hisanori Kato adalah seorang dosen tamu pada Universitas Nasional di Jakarta. Ia

mendapatkan gelar M.A. dan Ph.D dari Universitas Sydney. Selain mengajar sebagai dosen, ia juga melakukan penelitian tentang hubungan antara agama dan masyarakat di Asia Tenggara.


(20)

batu-batuan, air terjun, termasuk fenomena alam, selain itu juga menghormati leluhur. Pada dasarnya ajaran Shinto tidak menganut nilai absolut dalam kepercayaannya, sehingga memberi kemungkinan untuk berbaur dan menerima nilai lain (asing) yang masuk ke Jepang. 21

Kehidupan keagamaan di Jepang merupakan hal yang menarik. Agama Jepang asli adalah Shinto yang artinya ”jalannya para dewa”. Tetapi kemudian masuk agama Budha melalui Cina dan Korea pada pertengahan abad ke enam. Sekarang orang Jepang pada umumnya tidak ada yang hanya beragama Shinto atau Budha saja, melainkan menganut kedua-duanya. Bahkan sering ditambah lagi dengan agama Kristen terutama sejak selesainya Perang Dunia II. Umpamanya saja, perkawinan dilakukan dalam agama Shinto, tetapi kemudian ada upacara seperti Kristen22, sedangkan kalau orang meninggal upacara dilakukan menurut

agama Budha. Di rumah-rumah, terutama di daerah pedesaan, terdapat altar Shinto dan Budha bersama-sama. Orang yang pergi ke kuil Shinto dan Budha, mungkin juga ke Gereja.23

Penjelasan di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa warga Jepang tidak terlalu peduli terhadap agama. Namun lain halnya dengan Wahyu Prasetiyawan24, ia berpendapat bahwa yang terpenting dalam hidup orang Jepang adalah niat dan perbuatan baik. Bagi mereka, formalitas tidak terlalu penting (misalnya pergi ke Kuil ataupun tempat ibadah yang lain), karena menurut mereka tidak ada gunanya kita pergi ke tempat ibadah namun kelakuan kita jelek. Yang

21 Abdul Irsan,

Budaya dan Perilaku Budaya Politik Jepang di Asia (Jakarta: Grafindo,

2007), h. 62.

22 Agama Kristen masuk ke Jepang pada tahun 1549 dibawa oleh para pastor Jesuit

Spanyol dan disiarkan sampai akhirnya dilarang secara resmi pada tahun 1589.

23 Sayyidiman, Belajar dari ..., h. 196.

24 Wahyu Prasetiyawan adalah alumnus Falkutas Dakwah IAIN Jakarta yang telah meraih


(21)

terpenting adalah baik terhadap tetangga, rekan kerja dan baik dalam hubungan sosial secara keseluruhan.25

Agama Budha mempengaruhi sifat orang Jepang hingga sekarang dalam hal kerajinan bekerja, disamping faktor-faktor lain yang menunjang sifat ini. Dalam ajaran Budha, sebagaimana yang diinterprestasikan orang Jepang, orang dapat mencapai kesempurnaan dengan melalui kesadaran spiritual yang dapat dicapai melalui meditasi, tetapi juga dengan bekerja keras dan sungguh-sungguh dalam masing-masing kewajiban. Sikap seperti itu belum tentu terdapat pada bangsa-bangsa lain penganut agama Budha.26

Diantara agama-agama yang ada di Jepang, yang paling berpengaruh dalam kehidupan keagamaan orang Jepang adalah Shinto dan Budha. Terdapat istilah Shinbutsu Shuugo, yaitu fenomena khas yang terdapat dalam kehidupan keagamaan bangsa Jepang. Istilah tersebut dapat ditafsirkan sebagai keadaan dan pemikiran hasil dari persentuhan, penyatuan antara Budha dan Shinto. Shinbutsu Shuugo merupakan hasil perpaduan dari Shingi Shinko (kepercayaan tentang dewa-dewa yang ada di langit dan bumi) yang dianut oleh bangsa Jepang sejak zaman primitif, dengan agama Budha yang masuk ke Jepang melalui Cina dan Korea.27

Apabila dibandingkan antara Shinto dengan Budha di Jepang, maka diakui oleh orang Jepang sendiri bahwa agama Budha telah memperdalam dan memperhalus Shinto. Shinto adalah suatu kepercayaan yang merasakan bahwa

25 Wahyu Prasetiyawan, ”Menunggang Tradisi, Jepang Raih Modernisasi”, artikel diakses

pada 15 Mei 2006 dari http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1045.

26 Sayyidiman, Belajar dari ..., h. 197.

27 Rizki Musthafa A, ”Pemikiran Penyatuan Dalam Kehidupan Beragama Di Jepang”

,


(22)

alam dunia ini didiami oleh banyak ”kami”, yaitu dewa-dewa, kekuatan ghaib dan

kekuatan lain yang berhubungan dengan alam atau orang-orang yang memiliki kekuatan khas (kharisma). Sehubungan dengan itu, tiap-tiap kuil Shinto (jinja) menghormati ”kami” tertentu. Shinto mengandung kepercayaan bahwa kepulauan dan bangsa Jepang bersumber pada Dewi Matahari Amaterasu Omikami yang merupakan leluhur Tenno Heika.28

Dari penjelasan diatas maka Shinto merupakan agama asli Jepang, tetapi dengan masuknya agama Budha maka kedua agama tersebut bercampur. Budha pun dianggap manifestasi dari ”kami”29. Orang Jepang pergi ke Jinja (kuil Shinto) dan juga ke Tera (kuil Budha). Mungkin hal itu dapat kita samakan dengan keadaan Indonesia, khususnya di pulau Jawa, yaitu penganut agama Islam yang monotheis, juga mengakui adanya kekuatan-kekuatan ghaib dalam alam semesta dan timbullah apa yang dinamakan ”Islam Abangan”.30

Secara faktual, Budha dan Shinto merupakan agama penduduk Jepang, ini dilihat dari banyaknya kuil tempat mereka beribadah di berbagai sudut kota. Namun mereka sudah bercampur baur. Di Kyoto misalnya, terdapat beberapa kuil Shinto yang dipengaruhi oleh agama Budha. Salah satunya adalah Kuil Seribu Satu Budha yang berdiri di jantung bekas ibukota kerajaan Jepang pada masa sebelum Restorasi Meiji. Di kuil ini terdapat seribu satu patung Sidharta Gautama. Tetapi juga terdapat patung dewa-dewa seperti Dewa Brahma, Dewa Wisnu,

28 Sayyidiman,

Belajar Dari..., h. 197.

29 Kami tidak terbatas jumlahnya karena kami dapat dibedakan menjadi beberapa macam.

Segala bentuk kewujudan yang memiliki beberapa keistimewaan dan sifat-sifat yang menimbulkan rasa takut dan segan dapat disebut dengan kami. Bahkan dipercayai juga adanya kami yang baik dan kami yang buruk.


(23)

Dewa Halilintar dan dewa-dewa lainnya, sedangkan Budha tidak mengenal Dewa.31

Biasanya keberagamaan warga Jepang juga dapat terlihat pada tempat sembahyang di dalam rumah. Di daerah pedesaan, tidak jarang ditemui warga yang memiliki tempat sembahyang agama Budha sekaligus agama Shinto di masing-masing rumahnya. Penduduk Jepang yang lanjut usia, rata-rata menganut dua keyakinan itu sekaligus, sedangkan anak muda cenderung tidak peduli pada agama, apalagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan.

Selain agama Shinto dan Budha, di Jepang terdapat juga agama-agama lain seperti Konfusius32, Katolik, berbagai macam kelompok keagamaan yang sering disebut dengan ”agama-agama baru”33 , ”agama rakyat”34 dan agama Islam. Agama Budha dan Konfusius memiliki pengaruh yang begitu besar dalam pembentukan agama Shinto. Kedua agama tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan spiritual bangsa Jepang sejak abad keenam Masehi. 35

Selain agama Islam, agama-agama yang telah disebutkan di atas saling bertemu, berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain sehingga membentuk hidup keagamaan masyarakat Jepang menjadi sangat unik. Hal ini

31 ”Menengok Kehidupan Beragama Warga Jepang”, artikel diakses pada 16 Agustus

2002 dari http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=89361&kat_id1=147&kat_id2=217.

32 Kurang lebih pada abad keempat masehi, agama Konfusius mulai memasuki Jepang.

Agama ini membawa ajaran yang bercorak serba duniawi maka relatif lebih dapat bercampur dengan nilai-nilai tradisional Jepang seperti yang terdapat dalam agama Sinto.

33 Agama-agama baru adalah gabungan aliran keagamaan dan golongan keagamaan dari

Shinto dan Budha, tetapi mereka selalu didirikan dan dipimpin oleh beberapa jenis orang yang berkharesmatik yang memberikan janji kepada para pengikutnya bahwa akan membebaskan mereka dari hidup dalam kemiskinan.

34 Agama Rakyat adalah agama primitif yang telah bercampur-baur dengan unsur-unsur

yang berasal dari agama Shinto, agama Budha dan agama-agama serta kepercayaan-kepercayaan lainnya. Agama Rakyat tidak memiliki kitab suci, tidak tersusun dalam organisasi tertentu dan tidak pula berusaha mengembangkan ajaran-ajarannya ataupun memperluas para pengikutnya. Agama Rakyat tidak mementingkan doktrin namun agama ini lebih menaruh perhatian pada pelaksanaan berbagai macam upacara dan perayaan keagamaan baik yang berupa rangkaian upacara tahunan, berbagai upacara peralihan dan sebagainya yang umum dilakukan masyarakat.


(24)

dapat dilihat misalnya melalui berbagai hal yang tampak bertentangan dalam kehidupan agama di Jepang sesudah berakhirnya Perang Dunia II. Di sisi yang satu bangsa Jepang terlihat seakan-akan sangat sedikit menaruh minat terhadap agama. Kehidupan Jepang modern, terutama corak kehidupan industrialisasi dan urbanisasinya, agaknya telah menyebabkan orang-orang Jepang lebih banyak terlibat dengan hal-hal yang bukan agama.36

Dari buku yang berjudul ”Japan Religion and Society Paradigmas of Structure and Change”, karangan Winston Davis (1992), mengatakan bahwa hanya 12% responden yang menganggap kepercayaan agama adalah penting, 44% yang menganggap tidak penting dan 38% orang Jepang yang percaya pada Tuhan, sisanya tidak percaya atau lebih suka dengan menjawab tidak tahu. Ini berati bagi mereka orang Jepang agama tidak penting namun tindakan nyata dengan berprilaku yang baik adalah penting, ini terindikasi dari tingkat keamanan, ketertiban dan sopan santun mereka.37

Kesadaran beragama warga Jepang yang seperti ini terkait dengan konstitusi negara mereka. Konstitusi yang dibuat oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai pemenang Perang Dunia II, sama sekali tidak menyebut soal kehidupan beragama warga Jepang. Dan hingga kini, konstitusi yang diberlakukan sejak tahun 1946 ini sama sekali belum diamandemen. Dengan kondisi kehidupan beragama seperti inilah yang mengakibatkan warga Jepang bersikap lebih toleran terhadap keberadaan warga asing yang beragama lain. Termasuk juga terhadap

36 Djam’annuri, Agama ..., h. 8.

37 “Kehidupan Beragama Masyarakat Jepang”

, artikel ini diakses dari


(25)

umat yang beragama Islam. Tidak seperti warga di banyak negara maju lainnya, yang cenderung bersikap diskriminasi terhadap umat Islam.

C. Sikap Pemerintahan terhadap Agama-agama

Hakikat asli dari agama Shinto adalah ajaran akan adanya dewa-dewa dan makhluk halus, baik dalam alam keliling maupun pada mereka yang sudah mati. Adapun Jepang dipuja sebagai negara dewa-dewa dan bangsa Jepang ditanggapi sebagai berasal dari Dewa Matahari atau Amaterasu Ohmikami, nenek moyang Kaisar Jepang. Kemudian ajaran ini berkembang menjadi pemujaan terhadap pahlawan maupun leluhur. Jadi kehidupan kelompok-kelompok yang kemudian bertumbuh menjadi clan, selalu meminta restu para pahlawan yang telah didewakan maupun para leluhur. Setelah Jepang tumbuh menjadi suatu bangsa kesatuan yang dilambangi oleh Kaisar, maka sebagai ”Kepala Keluarga”, Kaisar selalu mengadakan pemujaan pada kuil Ise, dimana bersemayam leluhur keluarga Kaisar.38

Ajaran Konfusianisme memperkuat sistem kekaisaran dan faham bangsa Jepang sebagai keluarga besar. Tetapi Jepang tidak memperkenalkan faham Konfisianisme yang memberikan hak kepada rakyat untuk menumbangkan Kaisar, apabila ”mandat dari langit” telah di tarik kembali dan negara mengalami kekacauan dan penderitaan.

Budhisme dari waktu ke waktu berhasil mengungguli pengaruh-pengaruh Shinto maupun Konfusianisme, tetapi kedua ajaran itu tetap merupakan unsur-unsur dalam kehidupan manusia Jepang. Pada sektor-sektor tertentu, ajaran agama

38 Arifin Bey,

Peranan Jepang ; Dalam Pasca Abad Amerika (Jakarta: C.V. Antar Karya,


(26)

Budha bahkan memperkuat unsur-unsur dari ajaran Shinto. Bahkan secara tidak langsung, tanggapan tentang peranan agama Nasrani dalam tatanan politik Barat, telah dijadikan alasan untuk memberikan posisi mutlak bagi Kaisar dalam tatanan politik Meiji.

Ito Hirobumi, penyusun undang-undang Meiji, pada waktu melewat ke Eropa mengambil kesimpulan bahwa agama Nasrani merupakan landasan teguh bagi undang-undang dasar negara-negara di benua itu. Ito mengemukakan bahwa di Jepang tidak ada suatu landasan agama yang cukup umum dan kuat yang kiranya dapat menjalankan peranan demikian itu, terkecuali kepercayaan rakyat terhadap lembaga kekaisaran. Oleh sebab itu perlu memberikan kedudukan yang ”kudus dan tidak dapat diganggu gugat” pada lembaga kekaisaran.39

Maka, dapat dikatakan bahwa Jepang dengan tangan terbuka menerima ajaran-ajaran asing, baik ajaran tersebut berasal dari Timur maupun dari Barat. Namun, ajaran-ajaran itu diterima hanya kalau tidak merugikan kerangka kepercayaan yang telah ada.

Sejak dimulainya masa Meiji (1868-1912) sampai dengan meletusnya perang di tahun 1945, kehidupan agama di Jepang sangat erat hubungannya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Pada masa ini Shinto menjadi agama negara dengan maksud mengobarkan semangat nasionalisme dan Chauvinisme Jepang. Selama masa tersebut ada emapat hal utama yang menjadi ciri pokok dalam kehidupan agama di Jepang terutama yang bersangkutan dengan agama Shinto, yaitu :

1. Usaha-usaha pemerintah untuk menciptakan sebuah negara teokrasi


(27)

2. Penataan sistem Jinja

3. Campur tangan pemerintah terhadap agama 4. Militerisme dalam agama40

Pemerintah Meiji berusaha untuk mendirikan sebuah negara yang didasarkan atas konsep saisei itchi yaitu konsep kesatuan antara upacara-upacara keagamaan dan politik. Oleh karena itu banyak langkah-langkah pembaharuan drastis yang diambil oleh pemerintah, terutama yang ada hubungannya dengan agama, yang semuanya dimaksudkan untuk mendirikan sebuah negara teokrasi yang didasarkan atas kultus agama Shinto.

Sebuah upacara Shinto yang diadakan oleh Kaisar Meiji pada tanggal 25 April 1869 menunjukkan bahwa kekuasaan Kaisar tidak terpisahkan dari agama Shinto. Bahkan pada tahun 1875, pemerintah mempersiapkan doa-doa standar yang harus digunakan dalam berbagai ritual di semua kuil. Sepanjang Perang Dunia II, karakter nasionalis Shinto diperkuat untuk mencapai kepentingan-kepentingan militer.41

Dalam pengembangan tempat-tempat suci seperti Jinja, pemerintah membuat suatu penataan yang tepat dan sistem administrasi yang terkontrol. Dan membuat suatu kesatuan ideologi yang dapat mengikat tempat-tempat suci agama Shinto melalui sebuah Piagam Pemerintah mengenai kependidikan yang dikeluarkan pada tahun 1890. Piagam tersebut memberi penekanan pada kesetiaan terhadap kaisar dan keharusan menghormati ”jalan para dewa”.

Diantara isi dari program kependidikan yang terdapat dalam piagam itu ialah dihapuskannya pengajaran agama di sekolah-sekolah, pengembangan

40 Djam’annuri,

Agama ..., h. 39.


(28)

teknik pemujaan yang tepat terhadap kaisar dan pemeliharaan tempat-tempat suci agama Shinto. Disamping itu pemerintah juga menetapkan suatu sistem pengaturan tempat-tempat suci tersebut secara bertingkat, mulai dari desa, kota dan seterusnya sampai pada tingkat pusat yaitu pada Kementerian Dalam Negeri. Setiap tempat suci diawasi sehingga praksis tempat-tempat suci tersebut lebih merupakan lembaga-lembaga pemerintah dari pada lembaga-lembaga keagamaan.

Sampai berakhirnya Perang Dunia II prinsip dasar kebijaksanaan pemerintah dalam bidang agama adalah pengawasan dan pengarahan semua organisasi agama menurut keinginan dan selera pemerintah. Lembaga-lembaga keagamaan yang diakui oleh pemerintah memperoleh bantuan dan dukungan, sedangkan yang tidak diakui maka tidak memiliki kebebasan dalam menyiarkan ajaran-ajarannya dan tidak memperoleh bantuan apapun. Kebijaksanaan seperti ini tetap dipertahankan meskipun pada masa Meiji telah diberikan hak kemerdekaan beragama yang dicantumkan dalam undang-undang Meiji tahun 1889.

Pada tanggal 4 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan sebuah ketetapan yang berjudul ”Removal of Restrictions on Political, Civil and Religious Liberties” atau Penghapusan Pembatasan-pembatasan Kemerdekaan Politik, sipil dan Agama42. Sesuai dengan namanya, ketetapan tersebut mengharuskan dihapuskannya semua undang-undang, ketentuan, peraturan ataupun ketetapan yang memberikan pembatasan-pembatasan terhadap hak kemerdekaan beragama, berfikir, bersyarikat dan berbicara. Ketetapan ini merupakan campur tangan dari Amerika Serikat yang menuntut pemerintah Jepang untuk bersikap “netral” terhadap agama. Semua bentuk perundang-undangan atau ketentuan-ketentuan


(29)

yang membatasi kebebasan beragama bagi warga negaranya dicabut dan dihapuskan. Sikap netral tersebut mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya berbagai macam agama di Jepang, dengan berbagai ragam alirannya. Mulai dari agama Shinto, Budha, Kristen, Kepercayaan Rakyat, Agama Baru bahkan sampai kepada agama Islam. Masing-masing agama tersebut mendirikan berbagai organisasi atau lembaga keagamaan yang umumnya identik dengan tempat-tempat suci untuk beribadah dan tempat-tempat pertemuan bagi para pemeluknya, yang tersebar diseluruh pelosok Negara Jepang.

Dan pada tanggal 15 Desember 1945 dikeluarkan sebuah ketetapan lain yang disebut “Abolition of Govermental Sponsorship, Support, Perpetuation, Control and Disseminition of State Shinto atau Pencabutan Bantuan, Dukungan, Pembakuan, Pengawasan dan Pengembangan Pemerintah terhadap Agama Shinto Negara yang kemudian dikenal dengan istilah Pedoman Shinto43. Ketetapan ini merupakan pengukuhan dari ketetapan yang dikeluarkan pada tanggal 4 Oktober 1945.

Di samping tujuan pokok dari Pedoman Shinto adalah untuk meniadakan sifat nasionalisme agama Shinto, pedoman tersebut juga didasarkan atas tiga prinsip yaitu ;

1. mengikis habis segala faham militerisme dan ultranasionalisme di Jepang dalam segala bentuk dan manifestasinya

2. mengukuhkan hak kebebasan beragama bagi seluruh warga Negara Jepang 3. memisahkan agama dari negara44

43 Djam’annuri,

Agama ..., h. 49.


(30)

Oleh karena itu penyalahgunaan agama untuk tujuan-tujuan politik tidak diperbolehkan dan semua agama ditempatkan pada kedudukan yang sama. Sikap pemerintah tersebut merupakan dasar utama akan adanya kemerdekaan beragama dan pemisahan agama dari negara di Jepang

Dengan adanya Pedoman Shinto maka agama Shinto tidak lagi menjadi agama nasional yang dapat dipaksakan; kewajiban untuk memberikan bantuan kepada agama Shinto juga sudah ditiadakan; ajaran dan peribadatan agama tersebut juga sudah dihapuskan dari sistem pendidikan; dan Jinja Shinto hanya diakui sebagai sebuah agama yang sama kedudukannya dengan agama-agama lainnya di Jepang.

Selain Pedoman Shinto diatas yang memberikan kebebasan beragama, kebebasan beragama juga terdapat dalam konstitusi Jepang pasal 20, yang menegaskan secara terperinci bahwa ”Kebebasan agama dijamin bagi semua orang. Organisasi keagamaan tidak akan mendapat hak-hak istimewa dari negara dan tidak melakukan kekuasaan politik apa pun”. ”Tidak seorangpun dapat dipaksa untuk ikut serta dalam tindakan, perayaan, upacara ataupun praktek keagamaan”. ”Negara beserta organ-organnya harus tidak melakukan pendidikan keagamaan atau kegiatan keagamaan lainnya.”45 Selain kebebasan beragama, pasal 20 dari Konstitusi Jepang tersebut juga meniadakan campur tangan pemerintah dalam persoalan agama, apapun jenisnya.


(31)

BAB III

Awal Kedatangan dan Perkembangan Islam di Jepang

A. Awal Kedatangan Islam di Jepang

Dalam perjalanan sejarah Negara Jepang yang lebih banyak berhubungan dengan Konfusianisme, Budha dan Shinto, keberadaan Islam bukanlah sesuatu yang ada di dalam kehidupan masyarakat Jepang. Selain itu adanya kebijakan mengasingkan diri sekitar 200 (dua ratus puluh) tahun, dari pertengahan abad ke 17 (tujuh belas), sehingga tidak ada kontak antara Jepang dengan Islam.46 Hal inilah yang menyebabkan masuknya Islam ke Negeri Jepang begitu lambat. Ketika membuka dirinya dari pengasingan yaitu pada masa Meiji, orang-orang Jepang mulai mengetahui Islam dari tetangganya yaitu Cina melalui buku-buku Cina. Selain itu, orang-orang Jepang mengetahui akan Islam melalui buku-buku

46 “Hubungan Islam dan Jepang”, Ceramah oleh Minister Sato, Wakil Duta Besar untuk

Indonesia, artikel ini diakses pada 28 Januari 2006 dari http://www.id.emb-Jepang.go.jp/spmins.htm.


(32)

yang di tulis oleh orang Eropa, hal inilah yang menyebabkan orang-orang Jepang belajar ke Cina.47

Mengenai kapan agama Islam diperkenalkan ke Jepang tidak diketahui dengan pasti. Salah satu penyebabnya adalah bahwa terkecuali pada masa-masa tertentu dalam sejarah perkembangan Islam di Timur Tengah, menyebarnya agama Islam tidak merupakan sesuatu usaha yang disengaja. Terutama sekali semenjak zaman modern, melalui hubungan perdagangan antara benua dan negara, penganut-penganut Islam sebagai perorangan mengadakan hubungan yang luas dengan anggota-anggota masyarakat setempat. Mengenai Jepang, pertemuan antara pedagang dan perorangan Jepang itu tidak terjadi di Jepang sendiri, tetapi di negeri asing. Begitu juga bacaan mengenai Islam yang memasuki Jepang sesudah Restorasi Meiji merupakan karya-karya orang Cina atau buku-buku dalam bahasa Cina yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.48

Periodesasi pertemuan Jepang dengan Islam menurut Abu Bakar Morimoto Persentuhan atau pertemuan antara Islam dengan Jepang memiliki beberapa periodesasi. Periodesasi tersebut dijelaskan oleh beberapa penulis tentang Islam di Jepang, diantaranya adalah Abu Bakar Morimoto dalam bukunya yang berjudul ”Islam in Japan: Its Past, Present and Future” mengatakan bahwa hubungan Islam dengan Jepang adalah suatu hal yang baru jika dibandingkan dengan beberapa negeri di Asia, Afrika dan Eropa. Untuk menggambarkan

47 Dr. Abdullah M. Tharazi, Intisyaarul Islaam fil ‘Aalam (Jeddah: Jamii’ Huquuq

ath-Thab’ wan Natsr Mahfuzhah li’aalam al-Ma’rifah, 1985), h. 277.


(33)

hubungan ini secara teratur, maka lebih baik mempelajari sejarah Islam di Jepang kedalam beberapa periode:49

1. Periode antara Restorasi Meiji dan akhir Perang Dunia II

Dengan lahirnya era baru yaitu pada masa Restorasi Meiji, Jepang dengan cepat mulai menerima dan menyerap berbagai ilmu pengetahuan Barat. Melalui ilmu pengetahuan Barat ini, orang-orang Jepang juga mulai melakukan interaksi secara bebas dengan agama-agama Barat. Tentu saja, agama Kristen adalah suatu agama yang dinilai mempunyai pengaruh yang kuat terhadap orang-orang Jepang melalui beberapa aktifitas yang dilakukan oleh para misionaris Kristen. Namun kemudian mereka beralih kepada Islam yaitu ketika adanya buku-buku terjemahan tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW, maka dengan demikian Islam mendapat tempat dikalangan para intelektual Jepang. Hal ini hanya sebatas ilmu pengetahuan saja dan sejarah kebudayaan.

Hubungan yang lain terjadi pada tahun 1890, yaitu ketika Kerajaan Turki mengirimkan kapal perang angkatan laut ke Jepang dalam misi muhibbah yang menjadi pelopor bagi hubungan antara dua negara dan disisi lain antara orang Islam dengan Orang Jepang. Misi ini membuka jalan untuk hubungan diplomasi antara Jepang dan Turki. Ketika pulang ke Turki awak kapal Turki mendapat musibah di laut. Dengan mengetahui keadaan kapal Turki, orang-orang Jepang menolong mereka dengan mengadakan penyelamatan.


(34)

Komunitas muslim pertama kali dimulai dengan datangnya beberapa ratus orang Turki, Uzbek, Tadzik, Kirghiz, Kazak dan pengungsi Muslim Tatar dari Asia Tengah dan Rusia yang terjadi pada waktu Revolusi Bolshevik. Para pengungsi Muslim ini mendapat perlindungan di Jepang. Mereka mulai kehidupan baru setelah mendapat tempat tinggal dengan tenang di beberapa kota di Jepang seperti Tokyo, Kobe, Nagoya dan sebagainya. Mereka juga mulai melakukan kegiatan keagamaan dengan membentuk komunitas-komunitas di tempat mereka tinggal. Hubungan antara Muslim ini dengan penduduk setempat membawa kepada masuknya beberapa orang Jepang kedalam agama Islam.

Pada masa Perang Dunia II, para militer Jepang melakukan hubungan langsung dengan orang-orang Islam di negara jajahannya seperti Cina dan Asia Tenggara. Hubungan militer ini menghasilkan berdirinya beberapa pusat penelitian dan organisasi tentang Islam dan Dunia Muslim di Jepang. Tujuan dari lahirnya beberpa pusat penelitian dan organisasi ini bukanlah untuk menyebar luaskan agama Islam, tetapi hanya membekali para militer dalam pengetahuan tentang Islam.

2. Setelah Perang Dunia II

Dibawah undang-undang baru Jepang, diumumkan secara resmi setelah perang, kebebasan beragama dari orang-orang Jepang telah dijamin. Maka, seluruh pemerintah dan semua kantor pemerintahan serta berbagai institusi telah merdeka dari berbagai macam hak istimewa terhadap agama


(35)

utama (Shinto). Diwaktu yang sama, semua orang diberi kebebasan untuk percaya, melakukan ibadah atau menyebarkan agamanya sebagai pilihan. Berbagai organisasi keagamaan mulai bermunculan. Pada waktu yang sama juga, setelah peperangan berakhir, tumbuhlah kemerdekaan negara-negara Muslim di Asia dan Afrika, serta diplomasi, ekonomi dan pertukaran kebudayaan mulai tumbuh secara perlahan antara negara-negara Muslim di Asia dan Afrika dengan Jepang. Pertukaran ini juga membawa gelombang pejabat pemerintahan Muslim, para sarjana, orang-orang bisnis, pelajar dan lain sebagainya pergi ke Jepang. Dan sebaliknya, orang-orang Jepang pergi ke negara-negara Muslim.

Selain itu, banyak orang Jepang mulai menunjukkan rasa keingintahuan mereka terhadap bahasa Arab dan ajaran-ajaran Islam. Para pemuda Jepang mulai pergi ke Arab dan negara-negara Muslim untuk belajar bahasa Arab dan Islam, beberapa dari mereka mengajarkan kembali semua yang telah mereka dapat di Jepang setelah mereka kembali. Di Jepang, duta besar dari negara-negara Muslim seperti Arab Saudi, Kuwait, Mesir, Pakistan, Libya, Iran, Malaysia, Indonesia dan sebagainya secara aktif mereka memberi pertolongan dan bantuan terhadap seluruh kegiatan keislaman. Hajj Umar Mita adalah salah seorang sarjana Muslim Jepang yang mempublikasikan al Qur’an yang telah diterjemahkan dalam bahasa Jepang, dalam melakukan penerjemahan tersebut ia disponsori oleh Rabithah al-alam al-islami.


(36)

Setelah peperangan berakhir, Jepang banyak mendapatkan kerusakan dalam bidang industri. Untuk memperbaiki perindustriannya Jepang membutuhkan minyak yang 99,8% didapatkan dari Negara-negara Muslim di Timur Tengah dan Asia. Karena membutuhkan minyak maka Jepang harus berinteraksi dengan Negara-negara tersebut. Pada saat ‘Arab Boom’ (1973), media masa Jepang melakukan pemberitaan besar-besaran mengenai Muslim Word secara umum dan Arab World secara khusus, setelah menyadari pentingnya Negara-negara Arab bagi ekonomi Jepang. Melalui pemberitaan tersebut banyak orang Jepang mengenal Islam melalui tampilan ibadah haji di Mekah serta mendengar suara azan dan bacaan al Qur’an. Selain itu, banyak juga usaha yang sungguh-sungguh untuk mempelajari Islam dan banyak yang memeluk Islam.

Periodesasi pertemuan Jepang dengan Islam menurut Arifin Bey

Arifin Bey dalam bukunya yang berjudul “Peranan Jepang dalam Pasca Amerika” mengatakan bahwa pertemuan Jepang dengan agama Islam terbagi menjadi beberapa periodesasi50 yaitu:

1. Periode pertama yang berujung pangkal pada kunjungan suatu kapal perang Sultanat Turki ke Jepang pada tahun 1889.

Dua puluh tiga tahun setelah Restorasi Meiji atau bertepatan pada tahun 1889, pemerintahan Sultan di Turki mengirimkan suatu misi muhibah ke Jepang di bawah pimpinan Laksamana Osman. Dia tiba di Jepang permulaan bulan Juni, tahun berikutnya dengan kapal perang Erthugrul


(37)

(phonetik) yang dinahkodai oleh Kolonel Laut Ali dan 607 orang anggota angkatan laut Turki. Misi ini memperoleh sambutan yang hangat sekali, baik oleh pemerintah maupun angkatan laut Jepang serta rakyat.

Setelah tiba tiga bulan berada di Jepang, mereka mulai pelayaran pulang dengan meninggalkan pelabuhan Yokohama. Waktunya ialah 14 September 1890, yaitu di tengah-tengah musim angin taufan di belahan utara bumi ini. Pada tanggal 16 September malam, pada waktu kapal tersebut di sebelah selatan Semenanjung Kii, dilanda oleh angin taufan sehingga mengalami malapetaka. 540 orang di antara anggota misi, termasuk laksamana dan nahkoda kapalnya tidak tertolong, walaupun pemerintah Jepang setempat telah melakukan apa pun yang dapat mereka usahakan untuk menyelamatkan para tamu-tamu mereka. Khususnya, pemerintah pusat Jepang telah mengirimkan dua kapal perangnya untuk memberikan pertolongan. Kunjungan misi Turki ini merupakan pengalaman Jepang pertama-tama untuk mengikat tali persahabatan dengan suatu negara Islam.

Pada waktu musibah itu terjadi, seorang pemuda Jepang yang bernama Yamada Torajiro, baru berumur 24 tahun. Sebagai seorang pemuda masa Meiji, dia rajin belajar dan banyak mengetahui tentang dunia luar. Di samping bahasa Cina, dia juga telah mempelajari beberapa bahasa Eropa, seperti Inggris, Jerman dan Perancis. Musibah kapal perang Turki itu menggerakkan hatinya untuk mengumpulkan dana bantuan untuk


(38)

meringankan penderitaan keluarga para anggota misi tersebut. Setelah terkumpul sejumlah dana, dia pergi menghadap Menteri Luar Negeri pada waktu itu, Aoki Shuzo dengan permintaan agar pemerintah Jepang sudi menyampaikan dana sumbangan itu kepada pemerintah Turki. Menteri Luar Negeri Aoki Shuzo menyarankan sebaiknya dia sendiri pergi ke Turki untuk menyerahkan dana tersebut. Kebetulan saja, pemerintah Jepang hendak mengirimkan 300 orang anggota angkatan laut ke Perancis, dengan tugas untuk membawa kembali ke Jepang suatu kapal perang baru yang dipesan oleh Tokyo dari negara Eropa tersebut, Yamada memperoleh izin untuk ikut serta rombongan tersebut sampai Port Said. Dari sana dia melanjutkan perjalanan darat ke Turki. Kebetulan dia tiba di Istanbul pada waktu bulan Ramadhan, dan pada suatu upacara khidmat, dia menyerahkan dana bantuan itu kepada Menteri Angkatan Laut Turki.

Sebagai penghargaan atas jasanya, Yamada dianugerahi bintang oleh Sultan Turki sedangkan Menteri Angkatan Laut negara tersebut meminta agar dia bersedia tinggal di Turki untuk mengajarkan bahasa Jepang kepada tujuh perwira angkatan perang mereka, baik darat maupun laut. Salah seorang dari perwira yang memperoleh pelajaran dari Yamada adalah Kemal Attaturk yang kemudian menjadi Bapak Turki Modern. Pada tahun 1931, Yamada kembali mengunjungi Turki, kali ini atas undangan Presiden negara tersebut, Kemal Attaturk. Sambil mengajarkan bahasa Jepang, dia juga tertarik pada kebudayaan Islam dan pada waktu itulah dia memeluk agama Islam dan menyandang nama Abdul Halim.


(39)

Setelah perjanjian mengajar selama dua tahun berakhir, Yamada kembali ke Jepang, tetapi satu tahun kemudian dia pergi kembali ke Turki dalam usaha untuk memantapkan hubungan perdagangan dan kebudayaan. Melalui tiga kunjungan ke Turki, Yamada telah tinggal di negara tersebut selama 20 tahun. Dia meninggal di Jepang pada tahun 1957 pada usia 91 tahun.

2. Periode kedua yang berujung pangkal pada Perang Jepang-Rusia dan datangnya sekitar 71.947 orang tawanan perang Rusia di Jepang. Pada tahun 1904-1905, Jepang terlibat dalam suatu peperangan dengan Rusia. Pada waktu itu, angkatan perang Jepang telah berhasil menawan puluhan ribu anggota tentara Rusia. Diantara mereka yang berjumlah 71.947 orang yang dikirimkan ke Jepang dan ditempatkan di beberapa camp, sekitar 28.000 orang ditempatkan di suatu camp di dekat kota Osaka. Di antara mereka ini diduga hampir seribu orang adalah orang Tartar yang memeluk agama Islam.

Pemerintah Jepang dalam usaha memelihara suatu citra internasional yang baik, mendirikan rumah-rumah ibadat bagi para tawanan, sesuai dengan agama mereka masing-masing. Terdapat gereja Kristen Timur, gereja Katolik, gereja Protestan, rumah ibadat agama Yahudi dan masjid. Melalui kehidupan orang-orang Rusia dari berbagi agama inilah, masyarakat


(40)

Jepang mengadakan kontak dengan agama-agama yang sebagian besar mereka kenal melalui bacaan belaka. Terutama sekali mengenai Islam, ini adalah kesempatan pertama mengenal ajaran itu dari dekat secara langsung.

3. Periode ketiga yang berujung pangkal pada tibanya pelarian kaum Tartar Muslim dari Rusia pada waktu pecahnya Revolusi Bolshevik. Pada waktu Revolusi Bolshevik, sejumlah bangsa Tartar yang beragama Islam melarikan diri ke Jepang, berapa jumlah banyaknya mereka yang melarikan diri tidak dapat diketahi dengan pasti, namun mereka inilah yang kemudian berjasa mendirikan masjid, baik di Kobe maupun Tokyo, dengan bantuan penduduk golongan-golongan lainnya, seperti India dan pemerintah Jepang.

Revolusi Bolshevik selama Perang Dunia I, muncul komunitas Muslim dengan kedatangan ratusan pengungsi Muslim dari Turki, Uzbekistan, Tadjikistan, Kirghistan, Kazakhtan serta para pengungsi lain yang berasal dari Asia Tengah serta Rusia. Orang-orang Muslim tersebut diberi hak suaka tinggal oleh pemerintah Jepang di beberapa kota utama di Jepang dan kemudian membentuk komunitas Muslim yang kecil. Sejumlah orang Jepang memeluk Islam setelah berinteraksi dengan komunitas Muslim tersebut. Dengan adanya komunitas Muslim yang kecil ini, beberapa masjid berhasil dibangun. Masjid Kobe yang dibangun pada tahun 1935 serta masjid Tokyo yang dibangun pada tahun 1938 merupakan masjid-masjid terpenting di Jepang. Satu hal yang perlu ditekankan disini bahwa


(41)

sedikit Muslim Jepang yang dilibatkan dalam pembangunan masjid tersebut serta tidak ada satu pun Muslim Jepang yang menjadi imam di tiap masjid tersebut.

4. Periode keempat yang berujung pangkal pada peperangan di Korea, dimana ikut serta pasukan-pasukan dari Turki.

Pada waktu peperangan di Korea, Turki mengirimkan pasukannya ke Korea dan mereka yang menderita luka-luka atau memperoleh waktu rekreasi dikirim ke Jepang. Melalui mereka, masyarakat Jepang lebih memperluas lagi perkenalan dengan penganut agama Islam.

5. Periode Kelima yaitu meningkatnya orang-orang Jepang sendiri untuk memeluk agama Islam dan berdirinya Perkumpulan Kebudayaan Islam yang sekarang diketuai oleh Abu Bakar Morimoto dan Kongres Islam Jepang yang diketuai oleh Dr. Shawqi Futaki. Pada tahun 1932, 17 orang cendikiawan Jepang yang mempelajari agama Islam mufakat untuk mendirikan “Lembaga Studi Islam” sebagai usaha untuk memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat luas di Jepang. Sebagai alat penerangan, badan tersebut menerbitkan suatu majalah, baik dalam bahasa Jepang maupun Inggris, masing-masing dengan nama Islam Bunka no Hirobi dan Islamic Culture Forum. Majalah dalam bahasa Inggris ditujukan untuk merapatkan hubungan dengan badan-badan Islam di luar negeri, sedangkan majalah dalam bahasa Jepang ditujukan kepada masyarakat di dalam negeri.


(42)

Dalam bukunya yang berjudul “The Indonesian Moslem Perspective on Japan”, yang diterbitkan oleh The Japan Fondation, Dr. Jamhari Makruf mengatakan bahwa beberapa interaksi antara Jepang dan Dunia Islam dibagi menjadi dua periode.51

1. Periode pertama adalah masa kolonialisme, dimulai dengan kebijakan Nanshin Jepang.

Jepang ingin menaklukkan wilayah selatan, yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu Jepang mengambil beberapa langkah untuk mengambil simpati dari orang-orang Islam.

Invasi Jepang terhadap Cina dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara selama Perang Dunia II menyebabkan orang-orang Jepang dapat berinteraksi dengan orang-orang Muslim. Orang-orang Jepang yang memeluk Islam karena interaksinya dengan orang-orang Muslim di negara-negara yang mereka invasi menjadi komunitas yang mapan pada tahun 1953 dengan terbentuknya organisasi Muslim Jepang yang pertama kali yakni Japan Muslim Association yang dipimpin oleh Umar Mita. Dia adalah seorang pemimpin yang dedikasi dan tipikal Muslim generasi tua, yang belajar Islam dalam wilayah yang berada di bawah kekuasaan Jepang (wilayah invasi). Dia bekerja di perusahaan Perkereta apian Manshu di

51 Dr. Jamhari Makruf,

The Indonesian Moslem Perspective on Japan (Jakarta: The Japan


(43)

Cina, yang sebenarnya turut mengontrol wilayah yang diinvasi Jepang yang berada di sebuah propinsi yang terletak di timur laut Cina. Dia masuk Islam karena seringnya melakukan interaksi dengan Muslim Peking-Cina.

Di kisahkan pula saat tentara Jepang pergi ke Malaysia, sang pilot meginstruksikan anak buahnya untuk mengucapkan kalimat tauhid “Laa Ilaaha illallaahu”. Dan ketika mereka ditembak jatuh oleh tentara musuh di wilayah Malaysia, mereka melontarkan kalimat tauhid agar di beri perlakuan yang baik oleh penduduk setempat. Dan memang mereka diberi perlakuan yang layak. Para tentara yang menetap di Malaysia ini akhirnya tetap menjaga kalimat tauhid. Mereka disebut generasi tua seperti halnya Umar Mita.

2. Periode kedua adalah masa “economic booming” Jepang pada tahun 1970-an.

Setelah Jepang memperoleh kemampuan teknologi yang tinggi, Jepang menjadi raksasa ekonomi baru. Pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun tersebut merupakan suatu hal yang luar biasa. Walaupun demikian, ketika negara-negara yang memproduksi minyak mulai melakukan embargo minyak mereka terhadap Jepang dan Amerika, ekonomi Jepang mengalami derita berat. Hal tersebut menyebabkan timbulnya minat akan mempelajari Islam dan Timur Tengah di Jepang, dengan tujuan Jepang dapat mendekati negara-negara tersebut yang menghasilkan minyak.


(44)

Adapun orang yang pertama masuk Islam adalah seorang pemuda yang bernama Yoshi Imaizuma, ia adalah seorang insinyur mesin lulusan Universitas Nihon di Tokyo. Ia memeluk agama Islam pada waktu berusia 24 tahun, tepatnya pada tahun 1926. Setelah memeluk agama Islam ia memakai nama Sadiq Yoshio Imaizuma.52 Ia memeluk agama Islam atas bimbingan Imam Abdurrashid Ibrahim Bey, seorang pejuang Turkestan yang datang pertama kali ke Jepang pada tahun 1908 untuk meminta bantuan guna mendukung perjuangan kemerdekaan bagi daerah-daerah Islam yang diduduki Soviet Rusia. Namun sebelum Imaizuma ada tiga orang yang telah memeluk agama Islam Mereka itu adalah53:

1. Mitsutaro Takaoka

Mitsutaro Takaoka telah masuk Islam pada tahun 1909. Ia mengganti namanya menjadi Omar Yamaoka setelah menunaikan ibadah haji ke Mekkah.

2. Bunpachiro Ariga

Ketika Bunpachiro Ariga pergi berdagang ke India, ia berinteraksi dengan warga setempat yang beragama Islam, setelah beberapa lama berinteraksi kemudian ia memeluk Islam dan menggantikan namanya menjadi Ahmad Ariga.

3. Torajiro Yamada

Torajiro Yamada telah mengunjungi negara Turki beberapa kali. Pertama kali ia mengunjungi negara tersebut dengan maksud menyerahkan dana bantuan yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Jepang kepada Menteri Angkatan Laut Turki. Untuk kedua kalinya ia pergi ke Turki atas

52 Lukman Harun, Potret Dunia Islam (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985), h. 451. 53 “Pengenalan Islam di Negara Jepang”

, artikel ini diakses dari


(45)

undangan Kemal Attaturk, pada waktu kunjungan kali ini ia memeluk agama Islam dan menggantikan namanya menjadi Abdul Khalil. Dan untuk terakhir kalinya ia pergi ke Turki untuk memperkuat hubungan antara kedua negara tersebut.

B. Perkembangan Islam di Jepang

Perkembangan agama Islam di Jepang bukanlah suatu hal yang mudah, karena masyarakat Jepang sangat terikat dengan kebiasaan dan adat istiadat yang berdasarkan agama Shinto. Selain itu, dakwah Islam juga hanya dilakukan secara sambil berlalu, tanpa dana dan tanpa organisasi. Walaupun demikian, lambat laun pemeluk agama Islam mulai bertambah. Hal ini disebabkan dengan hubungan Jepang dengan negara lain yang bertambah luas sesudah Perang Dunia II, termasuk dengan negara-negara Islam. Bertambah banyak orang Islam dari berbagai negara yang bertempat tinggal di Jepang. Hal ini yang ikut mempengaruhi perkembangan dan kemajuan agama Islam di Jepang. Terbukti dengan banyaknya organisasi Islam yang bermunculan.

Perkembangan agama Islam di Jepang yang tergolong lambat merupakan akibat dari lingkungan eksternal. Atmosfer agama tradisional Jepang dan kecenderungan pembangunan negara Jepang yang terlalu materialistik. Selain itu juga terdapat perbedaan orientasi antara generasi Muslim Jepang yang lama dengan yang baru. Bagi generasi Muslim Jepang yang lama, Islam disamakan dengan agama yang ada di Malaysia, Indonesia atau Cina dan yang lainnya.


(46)

Namun bagi generasi Muslim Jepang yang baru, negara-negara Asia Tenggara dan Timur ini tidak terlalu menarik, karena orientasi mereka adalah Barat, dan mereka lebih dipengaruhi oleh Islam seperti yang ada di negara-negara Arab.

Muslim Jepang generasi lama sudah pernah hidup berdampingan dengan Muslim non-Jepang dan hal ini merupakan sebuah contoh yang bagus akan adanya semangat persaudaraan. Namun di sisi lain terdapat efek samping yang tidak dapat dinafikan lagi yaitu Islam menjadi sesuatu yang asing bagi orang Jepang pada umumnya. Inilah yang dihadapi oleh Muslim Jepang generasi baru.

Kehadiran Islam dan apa yang diajarkannya memberikan pencerahan baru bagi mereka yang merasakan beban hidup sedemikian beratnya. Namun di kalangan orang Jepang masih terdapat pemikiran salah tentang Islam, mereka menganggap bahwa Islam adalah agama aneh yang hidup di negara yang belum berkembang. Pemikiran ini muncul seiring dengan arus Westernisasi yang mengusung agama Kristen. Hal ini diperburuk dengan banyaknya penyebaran informasi yang salah kaprah. Namun seiring waktu, perkembangan informasi dan pertambahan jumlah pemeluk Islam terus meningkat. Banyak orang Jepang percaya bahwa Islam akan lebih diterima di Jepang. Meski belum ada angka pasti, namun diperkirakan Islam akan berkembang di Jepang. Hal ini terutama mengacu kepada banyaknya perkawinan campur antara Muslim dan non-Muslim asal Jepang.54

Selain itu terdapat juga penambahan angka yang cukup signifikan dengan banyaknya mahasiswa Jepang yang memilih belajar di Universitas yang berada di negara-negara Arab. Banyak juga mahasiswa di Universitas yang berada di Jepang

54 “Islam Boom di Jepang, Cahaya Baru di Negara Matahari Terbit”

, atikel ini diakses


(47)

membentuk suatu komunitas diskusi formal skala kecil untuk membicarakan persoalan agama. Ini sangat berguna sekali, terutama mengingat masih sedikitnya komunitas Muslim yang bergerak untuk memfasilitasi dan memberikan pemahaman lebih baik tentang kepercayaan Islam. Dan juga terdapat komunitas Muslim yang memberikan kontribusi besar dalam memelihara solidaritas di kalangan Muslim Jepang. Pusat pengembangan Islam di Jepang juga merupakan salah satu fasilitator terbaik bagi komunitas Muslim. Melalui dialog, seminar dan konferensi, tempat ini membantu para Muslim mempromosikan pemahaman akan Islam yang lebih baik di Jepang.

Islam berkembang di Jepang melalui dua cara yaitu dengan perkawinan (warga asing yang beragama Islam di Jepang dan khususnya lelaki telah mengawini wanita setempat dan mendorong wanita-wanita tersebut memeluk Islam) dan dakwah (warga asing yang beragama Islam yang sudah menetap di Jepang telah melakukan berbagai aktifitas dakwah dalam usaha untuk menyebarkan ajaran Islam di Jepang).

Dalam hal perkawinan menurut R. Siddiqi (Direktur Islamic Center Jepang) mengatakan bahwa “wanita tertarik kepada Islam karena mereka menginginkan kebebasan. Islam memberi mereka kemerdekaan sebab mereka tidak akan menjadi budak lelaki manapun. Islam melawan agresi moral yang menyerang wanita. Kesucian dan kehormatan wanita dilindungi. Islam melarang hubungan haram. Semua ini menarik perhatian para wanita Jepang.”55 Dan tercatat dalam laporan Islamic Center Jepang bahwa tiap tahun terdapat 40

55 Kartika, “Wanita Jepang memeluk Islam karena Pernikahan”, (diolah dari tulisan

Lynne Y. Nakano berjudul ”Marriages lead women into Islam in Japan) artikel ini diakses pada 3

September 2006 dari


(48)

pernikahan antara orang Islam yang berasal dari luar Jepang dengan wanita Jepang.

Dalam hal dakwah menurut Prof. Hassan Ko Nakata56 bahwa satu-satunya jalan terbaik untuk menyebarkan Islam di Jepang adalah melalui pengaruh personal dari pelaku dakwah yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam dengan kepribadian yang baik serta memahami budaya Jepang.57 Dakwah ini sering dilakukan oleh para pelajar dan pekerja di berbagai bidang dengan membentuk suatu komunitas. Dengan komunitas tersebut mereka berusaha memperbaiki pemahaman ajaran Islam dan mengukuhkan persaudaraan antara orang-orang Islam. Mereka melakukan dakwah di kota-kota besar seperti Hiroshima, Kyoto, Nagoya, Osaka dan Tokyo. 58

B.1. Dalam Bidang Dakwah

Perkembangan Islam dan komunitas Muslim di Jepang dipelopori oleh orang-orang Islam dari Turki, India dan Arab59. Dalam melakukan kegiatan dakwahnya mereka mendirikan masjid. Dakwah Islam yang dilakukan oleh umat Islam Jepang bukan hanya dengan membangun sarana ibadah seperti masjid namun untuk mengenalkan dan mengembangkan Islam di Jepang mereka mendirikan berbagai organisasi Islam di Jepang. Organisasi Islam ini tumbuh satu persatu yang diawali oleh Japan Muslim Association.

56 Prof. Hassan Ko Nakata adalah satu dari sedikit kaum intelektual di Jepang yang

tertarik pada Islam. Ia masuk Islam pada tahun 1983, tepatnya setelah 15 tahun ia mempelajari Islam. Ia juga seorang Presiden Asosiasi Muslim Jepang.

57 Prof. Hassan Ko Nakata, ”Seperti Mendakwahi Batu”

, artikel ini diakses dari http://www. Mail-archive.com/aroe99society@yahoogroups.com/msg01142html.

58 “Islam in Japan: It’s past, present and future. Islamic Centre Japan”, artikel ini diakses

pada 30 Desember 2005 dari http://members.Tripod.com/worldupdates/islamintheworld/id28.htm.

59 Azyumardi Azra, “Japan, The Muslim World and Indonesia: Past and Present”,


(49)

Para pelajar beserta para pekerja merupakan suatu komunitas terbesar yang melakukan dakwah Islam di Jepang.60 Dalam melakukan dakwahnya mereka memusatkan perhatian di kota-kota besar seperti Hiroshima, Kyoto, Nagoya, Osaka dan Tokyo. Perkumpulan pelajar Muslim di Jepang membentuk organisasi periodik kampus, mereka bersama-sama berusaha meningkatkan pemahaman mereka dalam mengajarkan Islam dan memperkuat hubungan persaudaraan diantara Muslim.

Kegiatan dakwah di Jepang sangat diperlukan untuk perbaikan pengetahuan keislaman dan kondisi kehidupan komunitas Muslim. Suatu hal yang akan membebankan komunitas Muslim jika sikap ketidakacuhan dan ketidakpedulian dari penduduk Muslim di Jepang mengenai isu-isu keislaman dari para pengikutnya, resiko dari komunitas tersebut akan tumbuh besar melalui hebatnya penyimpangan akan ajaran Islam. Kemungkinan ini akan terjadi dengan terpengaruhnya umat Islam dengan ikut serta secara kolektif dalam perayaan agama yang ada di Jepang dan mengunjungi kuil. Masalah ini akan sangat terasa pada anak-anak Muslim yang tidak memiliki sekolah taman kanak-kanak Muslim atau mereka yang masuk sekolah-sekolah umum yang dengan mudah menjadi target penularan dan perkembangan budaya non-Islam dalam kehidupan sosial.

Oleh karena itu terdapat beberapa usaha untuk membangun dan mengubah rumah-rumah atau gedung-gedung menjadi masjid dengan tujuan untuk mengajarkan anak-anak tentang keislaman.61 Selain itu, untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang pengajaran Islam dari berita-berita yang dihasilkan dari

60 Para pelajar dan pekerja ini berasal dari para pendatang yang berasal dari Indonesia,

Pakistan, Bangladesh, Iran dan Turki.

61 Contohnya pada Masjid Kobe. terdapat dua kelas perminggu yaitu satu untuk anak-anak


(50)

media Barat, umat Islam menyediakan Al Qur’an yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Jepang serta buku-buku tentang ajaran-ajaran Islam yang diperjualbelikan di berbagai toko di Jepang, walaupun harga yang relatif mahal.62

B.2. Dalam Bidang Arsitektur Islam : Masjid

Masjid di Jepang tidaklah hanya sebagai tempat beribadat tetapi juga berperan sebagai tempat untuk mengumpulkan dan menukarkan informasi. Walaupun dana-dana diperlukan untuk pembelian lokasi dan bangunan yang kemudian dijadikan masjid, pada umumnya dana-dana tersebut datang dari donator yang berasal dari Orang Islam lokal, beberapa masjid juga menerima donasi dari individu dan organisasi luar negeri.63

Walaupun beberapa masjid mempunyai kesukuan dan cenderung sektarian, masjid-masjid di Jepang sebagian besar bersifat plural. Sebab Orang Islam adalah suatu minoritas kecil di Jepang, dengan tidak ada kelompok kesukuan yang dominan dan terbatasnya masjid, di masjid-masjid Jepang terdapat berbagai bangsa, berbagai bahasa, berbagai mazhab dan berbagai sekte. Walaupun ada suatu kehadiran yang kuat dari orang Pakistan di berbagai mesjid, etnik lain tidaklah dilarang masuk seperti etnik dari Bangladesh, Sri Langka, Indonesia dan orang-orang Jepang yang masuk Islam juga aktip di berbagai masjid,

62 El-Maghribi, Nabil bin Muhammad, “Islam in Japan : The History of Islam in Japan”,

Nida’ul Islam Magazine, 8 May – June 1995.

63 Sebagai contoh, pada kasus Masjid Otsuka, 55,7% dari total tanah dan biaya-biaya

bangunan telah dibiayai oleh donator lokal dan sisanya dari donator asing. Bagian terbesar dari donator asing datang dari Sultan Abdul Aziz Al- Saud, pangeran Saudi Arabia, dan Liga Dunia Islam ( biasanya dikenal Rabita). Asosiasi Orang Islam Jepang (Japan Muslim Association) menerima bantuan keuangan pada akhir tahun 1990 dari pangeran Saudi Arabia Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud ketika organisasi tersebut membeli suatu kantor dengan suatu tempat sholat di Tokyo.


(51)

berkomunikasi dalam bahasa seperti bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa Urdu, bahasa Hindi, bahasa Bengali, bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Khotbah-khotbah disampaikan dalam bahasa pribumi para imam ( para pemimpin di setiap melakukan sholat) dan diterjemahkan oleh para sukarelawan sebagaimana diperlukan. Website-website sering berbahasa Jepang atau terjemahan bahasa Inggris dari semua khotbah yang penting. Penduduk Muslim di Jepang telah tumbuh pesat, Orang Islam dengan latar belakang bahasa yang berbeda terus meningkatkan komunikasi di Jepang. Bahasa Inggris adalah bahasa yang dipakai oleh pengurus Masjid Nagoya, hal ini yang menarik perhatian para pelajar Orang Islam yaitu banyaknya orang dari kebangsaan yang berbeda dari berbagai tempat.

Masjid menjadi satu-satunya tempat di Jepang yang eksklusif untuk Orang Islam, ruang masjid digunakan untuk banyak tujuan, termasuk mengakomodasi kantor-kantor, perpustakaan-perpustakaan, unit-unit komputer, dapur-dapur, ruang-ruang untuk bersantai dan bahkan ruang-ruang untuk relaksasi. Beberapa masjid menyediakan pemondokan bermalam untuk pengunjung akhir pekan. Maka, orang-orang di Jepang menggunakan masjid tidak hanya untuk para jama’ah yang ingin bersembahyang dan perkumpulan-perkumpulan agama tetapi juga untuk acara-acara pernikahan, pemakaman, studi agama dan perkumpulan-perkumpulan sosial dan bisnis. Pada berbagai kesempatan, makanan yang halal disediakan di dapur masjid. Selama bulan bulan puasa, sebagai contoh, banyak keluarga-keluarga Muslim mengunjungi masjid untuk merayakan iftar atau berbuka puasa, dengan berbagi makan malam.


(52)

Sebab biaya tanah dan konstruksi sering di luar jangkauan para imigran Muslim, bangunan-bangunan, pabrik-pabrik atau tempat kediaman sering diperbaharui dan diubah bentuk untuk digunakan sebagai mesjid. Karena ruang sembahyang jama’ah yang besar, dinding sering dipindahkan dan suatu mihrab ( suatu relung yang dilengkungkan pada dinding yang diindikasikan ke arah Mekkah) dibuat dengan mimbar yang ditempatkan di samping mihrab. Ditambah dengan kolam untuk berwudhu. Beberapa mesjid menyediakan suatu lantai atau memisahkan ruang yang disekat untuk jama’ah wanita. Anggaran untuk pemeliharaan dan administrasi mesjid di Jepang sebagian besar mengandalkan pada dana dari Orang Islam lokal.

Di tahun 1992, ketika banyak yang memperpanjang visa di Jepang dari warga Iran, Banglades dan Pakistan hanya satu mesjid yang hidup. Kekurangan masjid, walaupun hal itu tidak dapat diterima bagi Orang Islam yang taat, telah dimaklumi oleh Orang Islam yang bertujuan untuk tinggal di Jepang untuk hanya waktu yang pendek atau singkat. Masjid-masjid bertambah setelah terjadi peningkatan pada orang-orang yang memperpanjang visa. Para pekerja yang menikahi wanita-wanita Jepang atau mengembangkan bisnis memilih untuk tinggal dan menaikkan keluarga-keluarganya di negeri itu. Sebagai penduduk Jepang jangka panjang baru, Orang Islam ini merespon akan ketiadaan tempat untuk beribadah dengan pembukaan mesjid baru. Di tahun 2007, ada sedikitnya 38 mesjid yang terletak di berbagai bagian dari Jepang.

Para imigran Muslim membuka lebih dulu masjid baru di Ichinowari, daerah administrasi Saitama, di tahun 1992 dengan uang yang sebagian besar didermakan oleh Orang Islam yang bertempat tinggal di Jepang. Di tahun 1995,


(53)

suatu mesjid setengah jadi telah dibangun di suatu kawasan industri di Isesaki. Para imigran Orang Muslim di tahun berikutnya membeli dan memperbaharui sebuah gedung di Sakaimachi untuk dijadikan masjid. Tiga masjid ini terletak di jalur kereta api Tobu-Isesaki, di sepanjang pabrik dan bisnis, tempat Imigran Muslim tengah bekerja pada waktu itu.

Setelah masjid-masjid dibuka, masjid-masjid lain ikut dibuka di beberapa kota dan daerah. Di Kanto, mesjid-masjid terletak di Hyuga, Gyutoku dan Shirai (daerah administrasi Chiba); Toda, Yashio dan Tokorozawa (daerah administrasi Saitama); Ebina dan Yokohama (daerah administrasi Kanagawa); Tatebayashi (daerah administrasi Gunma), dan Koyama dan Ashikaga (daerah administrasi Tochigi); seperti halnya di Asakusa, Otsuka, Ohanajawa, Hachioji dan tempat lain di Tokyo. Di daerah Hokuriku, mesjid telah dibuka di daerah administrasi Niigata dan Toyama. Empat masjid telah dibangun di daerah administrasi Aichi. Masjid terakhir telah dibuka di daerah administrasi Shizuoka, Ibaragi, Gifu, Nagona, Osaka, Kyoto, Hyogo, Hiroshima, Ehime, Kagawa dan Fukuoka secara berturut-turut.

Masjid-masjid ini telah dibuat melalui prakarsa para imigran; masjid-masjid telah dipugar atau dibuka dengan bantuan dari luar. Di tahun 2000 Masjid Tokyo yang roboh telah dibangun kembali atas gagasan Menteri Agama Turki, suatu cabang jabatan dalam pemerintahan Turki. Di pusat Tokyo, Masjid Hiroo telah dibangun pada tahun 2001 sebagai bagian dari Institut Islam Tokyo, yang telah ditemukan pada 1982 sebagai cabang dari Universitas Muhammad Imam Saud. Walaupun cukup luas untuk mengakomodasi sejumlah besar jama’ah,


(54)

masjid ini tidaklah perlu dihormati oleh Muslim Jepang sepeti halnya "Masjid Jamii" ( masjid-masjid pejabat yang digunakan untuk sholat Jumat).

Walaupun mereka adalah populasi Muslim terbesar ketiga di Jepang, Para syiah Iran jarang menghadiri masjid-masjid tersebut, sebagian karena kebanyakan dari mereka adalah Muslim Sunni tetapi juga karena tempat para Syiah Iran lebih sedikit keikutsertaannya dalam sholat Jumat. Banyak Muslim Iran menganggap hari tersebut adalah hari yang penting untuk menandai hari Ashura, yaitu memperingati kematian Husayn pada tahun 680 M. Kelompok Iran yang taat sudah membuka tempat beribadat mereka sendiri ( yang biasa disebut dengan Hoseyniye ) yang terletak di pusat Tokyo. Di samping orang-orang Iran, terdapat juga Muslim Syiah dari Pakistan, Afghanistan, India dan negara-negara Arab yang berkumpul di Hoseyniye pada akhir pekan dan hari-hari perayaan agama.64

Meskipun orang-orang Indonesia membuat kelompok Muslim Jepang yang paling besar, orang-orang Pakistan adalah kelompok yang paling aktif mengenai pembukaan dan operasi masjid-masjid di Jepang dan menghidupkan aktifitas agama di antara Masyarakat Muslim. Orang-orang Pakistan sudah biasanya melaksanakan ibadat agama mereka dengan kesungguhan hati setelah berimigrasi ke Jepang. Michael Penn juga menguraikan di dalam eseinya, di tahun 1980 para karyawan Muslim di pabrik-pabrik dan pada proyek konstruksi yang ditemukan menyelesaikan sholat sehari-hari pada jadwal yang pasti dan berkumpul untuk sholat berjamaah pada hari Jumat pada waktu siang hari. Banyak orang Islam, terutama orang-orang Pakistan, bekerja keras untuk keamanan dari kelonggaran para manajer untuk sholat pada waktu kerja dan Mushala (tempat

64 Husayn, cucu lelaki nabi Muhammad SAW dan imam Shia Islam yang ketiga, telah

dibunuh oleh pasukan Umayyah di Karbala pada hari kesepuluh dari bulan Muharram, disebut dengan Ashura, pada tahun 680 M.


(1)

(2)

(3)

91


(4)

Ibrahim and the "Muslim Oath" of 1909 on the occasion of the founding of Ajia Gikai. Signed by Ibrahim, T yama Mitsuru, Nakano Tsunetar , Nakayama Yasuz , Inukai Tsuyoshi, Ohara B keiji, Aoyanagi Katsutoshi, Yamada Kinosuke, Kono Hironaka. Courtesy of Wakabayashi Nakaba, Kaiky sekai to nihon (Tokyo, 1938), unpaginated.


(5)

93

Ibrahim and Kurban Ali with members of the Japanese Army, Foreign Ministry, Kokury kai (Black Dragons) in Tokyo, probably in 1933. Reproduced with kind permission of Müge Isker Özbalkan.


(6)

Photographs of Japanese Muslim agents who joined the 1934 and 1936 pilgrimages. The figure on the upper left corner is Wakabayashi Ky man, the brother of the author Wakabayashi Nakaba, who died during the journey. The figure on the upper right is Hadji Muhammad Saleh Suzuki Tsuyomi, who served in Indonesia and organized the Hezbollah. Lower left is Muhammad Abdul Muniam Hosokowa Susumu. Lower right is Muhammad Abduralis K ri Sh z . Courtesy of Wakabayashi Nakaba, Kaiky sekai to nihon (Tokyo, 1938), unpaginated.