Pelaksanaan Audit & Penyampaian Hasil Pemeriksanaan BPK Atas LKPD
Kepala Auditorat V.A
1
UUD 1945
UU No 17/2003
UU No 1/2004
Keuangan Negara
Perbendaharan Negara
UU No 15/2004
UU No 15/2006
Pemerikasaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab KN
Badan Pemeriksa Keuangan
UUD 1945
PRESIDEN
MPR
DPR
DPD
BPK RI
MA
MK
KY
KETUA
WAKIL KETUA
Harry Azhar Azis
Sapto Amal Damandari
ANGGOTA I
ANGGOTA II
ANGGOTA III
ANGGOTA IV
ANGGOTA V
ANGGOTA VI
ANGGOTA VII
Agung Firman
Sampurna
Agus Joko Pramono
Eddy Mulyadi
Supardi
Rizal Djalil
Moermahadi Soerja
Djanegara
Bahrullah Akbar
Achsanul
Qosasi
Anggota Badan
Staf Ahli
Inspektur
Utama
AKN I
AKN II
AKN III
Sekretaris
Jendral
AKN IV
Kaditama
Litbang, Diklat
PKN
Kaditama
Binbangkum
AKN V
AKN VI
Perwakilan
Wilayah
Barat
Perwakilan
Wilayah
Timur
AKN VII
Memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara
Menyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPR, DPD dan DPRD
Untuk keperluan tindak lanjut, BPK menyerahkan pula hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/
Walikota
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BUMN / BUMD
Pada hakekatnya seluruh kekayaan Negara pada Pasal 2 UU
No.17/2003
1. Menentukan objek
pemeriksaan,
pemeriksaan,
merencanakan
dan
melaksanakan
2. Meminta keterangan dan/atau dokumen
3. Melakukan pemeriksaan di tempat
4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi
5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara
6. Menetapkan kode etik pemeriksaan
7. Menggunakan tenaga ahli
8. Membina jabatan fungsional pemeriksa;
9. Memberi pertimbangan atas standar akuntansi pemerintahan; dan
10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
pemerintah
Pemeriksaan Laporan Keuangan
Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT/DAERAH (TERMASUK BUMN/D)
UNTUK MEMBERIKAN PERNYATAAN PENDAPAT TENTANG TINGKAT KEWAJARAN INFORMASI YANG
DISAJIKAN DALAM LAPORAN KEUANGAN TERSEBUT.
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TERDIRI DARI 3 BUKU YAITU :
BUKU I, MEMUAT OPINI BPK
BUKU II, MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
BUKU III, MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN KEPATUHAN ATAS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN.
• PEMERIKSAAN KINERJA, ADALAH PEMERIKSAAN ATAS ASPEK EKONOMI DAN EFISIENSI, SERTA
PEMERIKSAAN ATAS ASPEK EFEKTIVITAS YANG LAZIM DILAKUKAN BAGI KEPENTINGAN MANAJEMEN
OLEH APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH.
• TUJUAN PEMERIKSAAN INI ADALAH UNTUK MENGIDENTIFIKASIKAN HAL-HAL YANG PERLU MENJADI
PERHATIAN LEMBAGA PERWAKILAN. ADAPUN UNTUK PEMERINTAH, PEMERIKSAAN KINERJA
DIMAKSUDKAN AGAR KEGIATAN YANG DIBIAYAI DENGAN KEUANGAN NEGARA/DAERAH
DISELENGGARAKAN SECARA EKONOMIS DAN EFISIEN SERTA MEMENUHI SASARANNYA SECARA
EFEKTIF.
• PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU, ADALAH PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN DENGAN
TUJUAN KHUSUS, DI LUAR PEMERIKSAAN KEUANGAN DAN PEMERIKSAAN KINERJA.
• TERMASUK DALAM PEMERIKSAAN TUJUAN TERTENTU INI ADALAH :
PEMERIKSAAN ATAS HAL-HAL LAIN YANG BERKAITAN DENGAN KEUANGAN SEPERTI
PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH, PEMERIKSAAN
PEMBERIAN SUBSIDI PEMERINTAH.
PEMERIKSAAN INVESTIGATIF
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria
1. kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
3. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
4. Efektivitas sistem pengendalian intern
Terdapat 4 (empat) jenis opini yang diberikan oleh BPK, yakni :
1. opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
2. opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
3. opini tidak wajar (adversed opinion)
4. pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
70,0%
66,6%
60,9%
60,0%
59,4%
50,0%
58,0%
49,8%
45,6%
40,0%
35,0%
30,0%
29,8%
22,9%
20,0%
19,1%
15,1%
12,8%
10,0%
0,0%
8,8%
1,5%
2011
1,1%
2012
2,1%
2013
3,8%
0,8%
2014
6,0%
1,0%
2015
WTP
WDP
TW
TMP
6%
1%
35%
58%
WTP
WDP
TMP
TW
• KAS DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN YANG TIDAK DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN, KAS DI BENDAHARA
PENGELUARAN TIDAK DALAM PENGUASAAN BENDAHARA, KAS PADA AKHIR TAHUN BELUM DISETORKAN KE KAS
DAERAH, DAN KAS DISAJIKAN TIDAK SESUAI DENGAN DEFINISI KAS MENURUT SAP.
• PIUTANG PAJAK DAN RETRIBUSI TIDAK DIDUKUNG DENGAN DOKUMEN DATA WAJIB PAJAK DAN WAJIB RETRIBUSI
DAN BELUM MENGGAMBARKAN NILAI BERSIH YANG DAPAT DIREALISASIKAN. SELAIN ITU, TERDAPAT PERMASALAHAN
PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN YANG TIDAK DIDUKUNG DENGAN PERINCIAN
PER WAJIB PAJAK. KELEMAHAN LAINNYA, BAGIAN LANCAR TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI
RUGI TIDAK DIDUKUNG DENGAN SKTJM.
• PERSEDIAAN TIDAK DILAKUKAN INVENTARISASI FISIK (STOCK OPNAME) PERSEDIAAN DAN PENYAJIAN PERSEDIAAN
TIDAK DIDUKUNG DENGAN KARTU PERSEDIAAN, SEHINGGA TIDAK DAPAT DILAKUKAN PENELUSURAN ATAS MUTASI
PERSEDIAAN.
• INVESTASI NONPERMANEN DANA BERGULIR BELUM DISAJIKAN DENGAN METODE NILAI BERSIH YANG DAPAT
DIREALISASIKAN (NET REALIZABLE VALUE/ NRV). SEMENTARA ITU, PENYAJIAN SALDO INVESTASI PERMANEN
PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH TIDAK MEMILIKI BUKTI YANG JELAS DAN KUAT. BENTUK PENYALURAN DANA
PEMERINTAH DAERAH YANG TIDAK JELAS DIJADIKAN TAMBAHAN PENYERTAAN MODAL ATAU PINJAMAN.
• Aset tetap tidak diketahui keberadaannya atau dikuasai pihak lain, tidak didukung dengan bukti
kepemilikan, penghapusan dan penyusutannya tidak sesuai ketentuan. Selain itu, pelaporan aset
tetap tidak didukung dengan pencatatan dalam kartu inventaris barang (KIB) dan tidak ada
rekonsiliasi serta tidak dilakukan inventarisasi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa
pengamanan aset tetap secara administrasi, hukum dan fisik juga belum dilakukan secara
memadai.
• Belanja barang dan jasa, pertanggungjawaban pelaksanaan belanja perjalanan dinas tidak
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pada belanja modal, pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai
dengan ketentuan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara. Sementara itu, pada belanja
subsidi dan bantuan sosial, realisasi belanja tidak sesuai dengan usulan dan tidak didukung
laporan pertanggungjawaban.
• Kekurangan volume pekerjaan dan atau barang pada belanja modal dan
pemeliharaan
• Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan
• Kelebihan pembayaran pada pelaksanaan belanja modal dan belanja
barang/jasa
• Biaya perjalanan dinas ganda atau melebihi standar yang ditetapkan
• Pembayaran honorarium ganda atau melebihi standar yang ditetapkan
• Pemahalan harga (mark up)
• Ketekoran kas di bendahara
• Belanja atau pengadaan fiktif
• Tunjangan penghasilan disalahgunakan, dibayar tidak sesuai ketentuan
• Penatausahaan kas dan bukti-bukti pertanggungjawabannya. Penyetoran uang ke kas
daerah dan rekonsiliasi kas antara DPKAD dengan SKPD. Penertiban rekening SKPD yang
tidak terdaftar di Bendahara Umum Daerah (BUD).
• Penyempurnaan sistem pencatatan dan pengelolaan kas piutang, persediaan, investasi
nonpermanen, aset tetap, aset lain-lain dan utang perhitungan fihak ketiga (PFK).
• Pencatatan dan inventarisasi fisik persediaan (stock opname).
• Penyajian saldo piutang berdasarkan dokumen pendukung pencatatan piutang yang
memadai.
• Pencatatan nilai investasi permanen sesuai SAP. Kejelasan nilai dan status penyertaan
modal pemerintah daerah serta kelengkapan bukti pendukung atas penyertaan modal
pemerintah daerah.
• Pencatatan dan rekonsiliasi penerimaan dan pengeluaran PFK.
• Peningkatan pengendalian atas kelengkapan dokumen pertanggungjawaban belanja
daerah. Penyempurnaan sistem pengelolaan barang dan jasa, belanja pegawai, belanja
hibah dan bantuan sosial.
• Penerbitan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dan telah memperoleh
putusan hukum dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
PASAL 17
(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada
DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
pemerintah pusat.
(2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada
DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah
daerah.
(3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(7) Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 20
(1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan.
(2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang
tindak lanjut atas
rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah
laporan hasil pemeriksaan diterima.
(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil
pemeriksaan semester.
Pasal 21
(1)Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK
dengan melakukan
pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
(2)DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka
menindaklanjuti hasil
pemeriksaan.
(3)DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan
lanjutan.
(4)DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak
lanjut hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).
1
UUD 1945
UU No 17/2003
UU No 1/2004
Keuangan Negara
Perbendaharan Negara
UU No 15/2004
UU No 15/2006
Pemerikasaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab KN
Badan Pemeriksa Keuangan
UUD 1945
PRESIDEN
MPR
DPR
DPD
BPK RI
MA
MK
KY
KETUA
WAKIL KETUA
Harry Azhar Azis
Sapto Amal Damandari
ANGGOTA I
ANGGOTA II
ANGGOTA III
ANGGOTA IV
ANGGOTA V
ANGGOTA VI
ANGGOTA VII
Agung Firman
Sampurna
Agus Joko Pramono
Eddy Mulyadi
Supardi
Rizal Djalil
Moermahadi Soerja
Djanegara
Bahrullah Akbar
Achsanul
Qosasi
Anggota Badan
Staf Ahli
Inspektur
Utama
AKN I
AKN II
AKN III
Sekretaris
Jendral
AKN IV
Kaditama
Litbang, Diklat
PKN
Kaditama
Binbangkum
AKN V
AKN VI
Perwakilan
Wilayah
Barat
Perwakilan
Wilayah
Timur
AKN VII
Memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara
Menyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPR, DPD dan DPRD
Untuk keperluan tindak lanjut, BPK menyerahkan pula hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/
Walikota
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BUMN / BUMD
Pada hakekatnya seluruh kekayaan Negara pada Pasal 2 UU
No.17/2003
1. Menentukan objek
pemeriksaan,
pemeriksaan,
merencanakan
dan
melaksanakan
2. Meminta keterangan dan/atau dokumen
3. Melakukan pemeriksaan di tempat
4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi
5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara
6. Menetapkan kode etik pemeriksaan
7. Menggunakan tenaga ahli
8. Membina jabatan fungsional pemeriksa;
9. Memberi pertimbangan atas standar akuntansi pemerintahan; dan
10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
pemerintah
Pemeriksaan Laporan Keuangan
Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT/DAERAH (TERMASUK BUMN/D)
UNTUK MEMBERIKAN PERNYATAAN PENDAPAT TENTANG TINGKAT KEWAJARAN INFORMASI YANG
DISAJIKAN DALAM LAPORAN KEUANGAN TERSEBUT.
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TERDIRI DARI 3 BUKU YAITU :
BUKU I, MEMUAT OPINI BPK
BUKU II, MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
BUKU III, MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN KEPATUHAN ATAS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN.
• PEMERIKSAAN KINERJA, ADALAH PEMERIKSAAN ATAS ASPEK EKONOMI DAN EFISIENSI, SERTA
PEMERIKSAAN ATAS ASPEK EFEKTIVITAS YANG LAZIM DILAKUKAN BAGI KEPENTINGAN MANAJEMEN
OLEH APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH.
• TUJUAN PEMERIKSAAN INI ADALAH UNTUK MENGIDENTIFIKASIKAN HAL-HAL YANG PERLU MENJADI
PERHATIAN LEMBAGA PERWAKILAN. ADAPUN UNTUK PEMERINTAH, PEMERIKSAAN KINERJA
DIMAKSUDKAN AGAR KEGIATAN YANG DIBIAYAI DENGAN KEUANGAN NEGARA/DAERAH
DISELENGGARAKAN SECARA EKONOMIS DAN EFISIEN SERTA MEMENUHI SASARANNYA SECARA
EFEKTIF.
• PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU, ADALAH PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN DENGAN
TUJUAN KHUSUS, DI LUAR PEMERIKSAAN KEUANGAN DAN PEMERIKSAAN KINERJA.
• TERMASUK DALAM PEMERIKSAAN TUJUAN TERTENTU INI ADALAH :
PEMERIKSAAN ATAS HAL-HAL LAIN YANG BERKAITAN DENGAN KEUANGAN SEPERTI
PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH, PEMERIKSAAN
PEMBERIAN SUBSIDI PEMERINTAH.
PEMERIKSAAN INVESTIGATIF
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria
1. kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
3. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
4. Efektivitas sistem pengendalian intern
Terdapat 4 (empat) jenis opini yang diberikan oleh BPK, yakni :
1. opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
2. opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
3. opini tidak wajar (adversed opinion)
4. pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
70,0%
66,6%
60,9%
60,0%
59,4%
50,0%
58,0%
49,8%
45,6%
40,0%
35,0%
30,0%
29,8%
22,9%
20,0%
19,1%
15,1%
12,8%
10,0%
0,0%
8,8%
1,5%
2011
1,1%
2012
2,1%
2013
3,8%
0,8%
2014
6,0%
1,0%
2015
WTP
WDP
TW
TMP
6%
1%
35%
58%
WTP
WDP
TMP
TW
• KAS DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN YANG TIDAK DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN, KAS DI BENDAHARA
PENGELUARAN TIDAK DALAM PENGUASAAN BENDAHARA, KAS PADA AKHIR TAHUN BELUM DISETORKAN KE KAS
DAERAH, DAN KAS DISAJIKAN TIDAK SESUAI DENGAN DEFINISI KAS MENURUT SAP.
• PIUTANG PAJAK DAN RETRIBUSI TIDAK DIDUKUNG DENGAN DOKUMEN DATA WAJIB PAJAK DAN WAJIB RETRIBUSI
DAN BELUM MENGGAMBARKAN NILAI BERSIH YANG DAPAT DIREALISASIKAN. SELAIN ITU, TERDAPAT PERMASALAHAN
PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN YANG TIDAK DIDUKUNG DENGAN PERINCIAN
PER WAJIB PAJAK. KELEMAHAN LAINNYA, BAGIAN LANCAR TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI
RUGI TIDAK DIDUKUNG DENGAN SKTJM.
• PERSEDIAAN TIDAK DILAKUKAN INVENTARISASI FISIK (STOCK OPNAME) PERSEDIAAN DAN PENYAJIAN PERSEDIAAN
TIDAK DIDUKUNG DENGAN KARTU PERSEDIAAN, SEHINGGA TIDAK DAPAT DILAKUKAN PENELUSURAN ATAS MUTASI
PERSEDIAAN.
• INVESTASI NONPERMANEN DANA BERGULIR BELUM DISAJIKAN DENGAN METODE NILAI BERSIH YANG DAPAT
DIREALISASIKAN (NET REALIZABLE VALUE/ NRV). SEMENTARA ITU, PENYAJIAN SALDO INVESTASI PERMANEN
PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH TIDAK MEMILIKI BUKTI YANG JELAS DAN KUAT. BENTUK PENYALURAN DANA
PEMERINTAH DAERAH YANG TIDAK JELAS DIJADIKAN TAMBAHAN PENYERTAAN MODAL ATAU PINJAMAN.
• Aset tetap tidak diketahui keberadaannya atau dikuasai pihak lain, tidak didukung dengan bukti
kepemilikan, penghapusan dan penyusutannya tidak sesuai ketentuan. Selain itu, pelaporan aset
tetap tidak didukung dengan pencatatan dalam kartu inventaris barang (KIB) dan tidak ada
rekonsiliasi serta tidak dilakukan inventarisasi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa
pengamanan aset tetap secara administrasi, hukum dan fisik juga belum dilakukan secara
memadai.
• Belanja barang dan jasa, pertanggungjawaban pelaksanaan belanja perjalanan dinas tidak
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pada belanja modal, pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai
dengan ketentuan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara. Sementara itu, pada belanja
subsidi dan bantuan sosial, realisasi belanja tidak sesuai dengan usulan dan tidak didukung
laporan pertanggungjawaban.
• Kekurangan volume pekerjaan dan atau barang pada belanja modal dan
pemeliharaan
• Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan
• Kelebihan pembayaran pada pelaksanaan belanja modal dan belanja
barang/jasa
• Biaya perjalanan dinas ganda atau melebihi standar yang ditetapkan
• Pembayaran honorarium ganda atau melebihi standar yang ditetapkan
• Pemahalan harga (mark up)
• Ketekoran kas di bendahara
• Belanja atau pengadaan fiktif
• Tunjangan penghasilan disalahgunakan, dibayar tidak sesuai ketentuan
• Penatausahaan kas dan bukti-bukti pertanggungjawabannya. Penyetoran uang ke kas
daerah dan rekonsiliasi kas antara DPKAD dengan SKPD. Penertiban rekening SKPD yang
tidak terdaftar di Bendahara Umum Daerah (BUD).
• Penyempurnaan sistem pencatatan dan pengelolaan kas piutang, persediaan, investasi
nonpermanen, aset tetap, aset lain-lain dan utang perhitungan fihak ketiga (PFK).
• Pencatatan dan inventarisasi fisik persediaan (stock opname).
• Penyajian saldo piutang berdasarkan dokumen pendukung pencatatan piutang yang
memadai.
• Pencatatan nilai investasi permanen sesuai SAP. Kejelasan nilai dan status penyertaan
modal pemerintah daerah serta kelengkapan bukti pendukung atas penyertaan modal
pemerintah daerah.
• Pencatatan dan rekonsiliasi penerimaan dan pengeluaran PFK.
• Peningkatan pengendalian atas kelengkapan dokumen pertanggungjawaban belanja
daerah. Penyempurnaan sistem pengelolaan barang dan jasa, belanja pegawai, belanja
hibah dan bantuan sosial.
• Penerbitan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dan telah memperoleh
putusan hukum dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
PASAL 17
(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada
DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
pemerintah pusat.
(2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada
DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah
daerah.
(3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(7) Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 20
(1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan.
(2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang
tindak lanjut atas
rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah
laporan hasil pemeriksaan diterima.
(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil
pemeriksaan semester.
Pasal 21
(1)Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK
dengan melakukan
pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
(2)DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka
menindaklanjuti hasil
pemeriksaan.
(3)DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan
lanjutan.
(4)DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak
lanjut hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).