Pelaksanaan Audit & Penyampaian Hasil Pemeriksanaan BPK Atas LKPD

Kepala Auditorat V.A
1

UUD 1945

UU No 17/2003

UU No 1/2004

Keuangan Negara

Perbendaharan Negara

UU No 15/2004

UU No 15/2006

Pemerikasaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab KN

Badan Pemeriksa Keuangan


UUD 1945

PRESIDEN

MPR

DPR

DPD

BPK RI

MA

MK

KY

KETUA


WAKIL KETUA

Harry Azhar Azis

Sapto Amal Damandari

ANGGOTA I

ANGGOTA II

ANGGOTA III

ANGGOTA IV

ANGGOTA V

ANGGOTA VI

ANGGOTA VII


Agung Firman
Sampurna

Agus Joko Pramono

Eddy Mulyadi
Supardi

Rizal Djalil

Moermahadi Soerja
Djanegara

Bahrullah Akbar

Achsanul
Qosasi

Anggota Badan


Staf Ahli

Inspektur
Utama

AKN I

AKN II

AKN III

Sekretaris
Jendral

AKN IV

Kaditama
Litbang, Diklat
PKN


Kaditama
Binbangkum

AKN V

AKN VI

Perwakilan
Wilayah
Barat

Perwakilan
Wilayah
Timur

AKN VII

 Memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara


 Menyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPR, DPD dan DPRD

 Untuk keperluan tindak lanjut, BPK menyerahkan pula hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati/
Walikota
 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

 BUMN / BUMD

 Pada hakekatnya seluruh kekayaan Negara pada Pasal 2 UU
No.17/2003

1. Menentukan objek
pemeriksaan,

pemeriksaan,

merencanakan


dan

melaksanakan

2. Meminta keterangan dan/atau dokumen
3. Melakukan pemeriksaan di tempat
4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi
5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara
6. Menetapkan kode etik pemeriksaan

7. Menggunakan tenaga ahli
8. Membina jabatan fungsional pemeriksa;
9. Memberi pertimbangan atas standar akuntansi pemerintahan; dan
10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
pemerintah

Pemeriksaan Laporan Keuangan

Pemeriksaan Kinerja


Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu

 PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT/DAERAH (TERMASUK BUMN/D)
UNTUK MEMBERIKAN PERNYATAAN PENDAPAT TENTANG TINGKAT KEWAJARAN INFORMASI YANG
DISAJIKAN DALAM LAPORAN KEUANGAN TERSEBUT.
 LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TERDIRI DARI 3 BUKU YAITU :
 BUKU I, MEMUAT OPINI BPK
 BUKU II, MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
 BUKU III, MEMUAT HASIL PEMERIKSAAN KEPATUHAN ATAS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN.

• PEMERIKSAAN KINERJA, ADALAH PEMERIKSAAN ATAS ASPEK EKONOMI DAN EFISIENSI, SERTA
PEMERIKSAAN ATAS ASPEK EFEKTIVITAS YANG LAZIM DILAKUKAN BAGI KEPENTINGAN MANAJEMEN
OLEH APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH.
• TUJUAN PEMERIKSAAN INI ADALAH UNTUK MENGIDENTIFIKASIKAN HAL-HAL YANG PERLU MENJADI
PERHATIAN LEMBAGA PERWAKILAN. ADAPUN UNTUK PEMERINTAH, PEMERIKSAAN KINERJA
DIMAKSUDKAN AGAR KEGIATAN YANG DIBIAYAI DENGAN KEUANGAN NEGARA/DAERAH
DISELENGGARAKAN SECARA EKONOMIS DAN EFISIEN SERTA MEMENUHI SASARANNYA SECARA
EFEKTIF.

• PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU, ADALAH PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN DENGAN

TUJUAN KHUSUS, DI LUAR PEMERIKSAAN KEUANGAN DAN PEMERIKSAAN KINERJA.
• TERMASUK DALAM PEMERIKSAAN TUJUAN TERTENTU INI ADALAH :

 PEMERIKSAAN ATAS HAL-HAL LAIN YANG BERKAITAN DENGAN KEUANGAN SEPERTI
PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH, PEMERIKSAAN
PEMBERIAN SUBSIDI PEMERINTAH.
 PEMERIKSAAN INVESTIGATIF

Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria
1. kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
3. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
4. Efektivitas sistem pengendalian intern

Terdapat 4 (empat) jenis opini yang diberikan oleh BPK, yakni :
1. opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
2. opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
3. opini tidak wajar (adversed opinion)
4. pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).


70,0%
66,6%
60,9%

60,0%

59,4%

50,0%

58,0%
49,8%
45,6%

40,0%
35,0%
30,0%

29,8%

22,9%

20,0%

19,1%
15,1%

12,8%
10,0%

0,0%

8,8%
1,5%

2011

1,1%

2012

2,1%

2013

3,8%
0,8%

2014

6,0%
1,0%

2015

WTP
WDP
TW
TMP

6%

1%

35%
58%

WTP
WDP
TMP
TW

• KAS DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN YANG TIDAK DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN, KAS DI BENDAHARA
PENGELUARAN TIDAK DALAM PENGUASAAN BENDAHARA, KAS PADA AKHIR TAHUN BELUM DISETORKAN KE KAS
DAERAH, DAN KAS DISAJIKAN TIDAK SESUAI DENGAN DEFINISI KAS MENURUT SAP.

• PIUTANG PAJAK DAN RETRIBUSI TIDAK DIDUKUNG DENGAN DOKUMEN DATA WAJIB PAJAK DAN WAJIB RETRIBUSI
DAN BELUM MENGGAMBARKAN NILAI BERSIH YANG DAPAT DIREALISASIKAN. SELAIN ITU, TERDAPAT PERMASALAHAN
PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN YANG TIDAK DIDUKUNG DENGAN PERINCIAN
PER WAJIB PAJAK. KELEMAHAN LAINNYA, BAGIAN LANCAR TUNTUTAN PERBENDAHARAAN DAN TUNTUTAN GANTI
RUGI TIDAK DIDUKUNG DENGAN SKTJM.

• PERSEDIAAN TIDAK DILAKUKAN INVENTARISASI FISIK (STOCK OPNAME) PERSEDIAAN DAN PENYAJIAN PERSEDIAAN
TIDAK DIDUKUNG DENGAN KARTU PERSEDIAAN, SEHINGGA TIDAK DAPAT DILAKUKAN PENELUSURAN ATAS MUTASI
PERSEDIAAN.

• INVESTASI NONPERMANEN DANA BERGULIR BELUM DISAJIKAN DENGAN METODE NILAI BERSIH YANG DAPAT
DIREALISASIKAN (NET REALIZABLE VALUE/ NRV). SEMENTARA ITU, PENYAJIAN SALDO INVESTASI PERMANEN
PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH TIDAK MEMILIKI BUKTI YANG JELAS DAN KUAT. BENTUK PENYALURAN DANA
PEMERINTAH DAERAH YANG TIDAK JELAS DIJADIKAN TAMBAHAN PENYERTAAN MODAL ATAU PINJAMAN.

• Aset tetap tidak diketahui keberadaannya atau dikuasai pihak lain, tidak didukung dengan bukti
kepemilikan, penghapusan dan penyusutannya tidak sesuai ketentuan. Selain itu, pelaporan aset
tetap tidak didukung dengan pencatatan dalam kartu inventaris barang (KIB) dan tidak ada
rekonsiliasi serta tidak dilakukan inventarisasi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa
pengamanan aset tetap secara administrasi, hukum dan fisik juga belum dilakukan secara
memadai.

• Belanja barang dan jasa, pertanggungjawaban pelaksanaan belanja perjalanan dinas tidak
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pada belanja modal, pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai
dengan ketentuan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara. Sementara itu, pada belanja
subsidi dan bantuan sosial, realisasi belanja tidak sesuai dengan usulan dan tidak didukung
laporan pertanggungjawaban.

• Kekurangan volume pekerjaan dan atau barang pada belanja modal dan
pemeliharaan
• Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan
• Kelebihan pembayaran pada pelaksanaan belanja modal dan belanja
barang/jasa
• Biaya perjalanan dinas ganda atau melebihi standar yang ditetapkan
• Pembayaran honorarium ganda atau melebihi standar yang ditetapkan
• Pemahalan harga (mark up)
• Ketekoran kas di bendahara
• Belanja atau pengadaan fiktif
• Tunjangan penghasilan disalahgunakan, dibayar tidak sesuai ketentuan

• Penatausahaan kas dan bukti-bukti pertanggungjawabannya. Penyetoran uang ke kas
daerah dan rekonsiliasi kas antara DPKAD dengan SKPD. Penertiban rekening SKPD yang
tidak terdaftar di Bendahara Umum Daerah (BUD).
• Penyempurnaan sistem pencatatan dan pengelolaan kas piutang, persediaan, investasi
nonpermanen, aset tetap, aset lain-lain dan utang perhitungan fihak ketiga (PFK).
• Pencatatan dan inventarisasi fisik persediaan (stock opname).
• Penyajian saldo piutang berdasarkan dokumen pendukung pencatatan piutang yang
memadai.
• Pencatatan nilai investasi permanen sesuai SAP. Kejelasan nilai dan status penyertaan
modal pemerintah daerah serta kelengkapan bukti pendukung atas penyertaan modal
pemerintah daerah.
• Pencatatan dan rekonsiliasi penerimaan dan pengeluaran PFK.
• Peningkatan pengendalian atas kelengkapan dokumen pertanggungjawaban belanja
daerah. Penyempurnaan sistem pengelolaan barang dan jasa, belanja pegawai, belanja
hibah dan bantuan sosial.
• Penerbitan Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dan telah memperoleh
putusan hukum dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

PASAL 17
(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada
DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
pemerintah pusat.
(2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada
DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah
daerah.
(3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
(5) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(7) Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai
dengan kewenangannya.

Pasal 20
(1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan.
(2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang
tindak lanjut atas
rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah
laporan hasil pemeriksaan diterima.
(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil
pemeriksaan semester.

Pasal 21
(1)Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK
dengan melakukan
pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
(2)DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka
menindaklanjuti hasil
pemeriksaan.
(3)DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan
lanjutan.
(4)DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak
lanjut hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).