20052 24091 1 PB

MATHEdunesa

Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 2 No.6 Tahun 2017

ISSN :2301-9085

PROSES PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA BERDASARKAN ADVERSITY
QUOTIENT (AQ)
Eky Putri Irianti
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya
e-mail: eky.putri15@yahoo.com

Ismail
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya
e-mail: ismail@unesa.ac.id
Abstrak
Proses pemecahan masalah merupakan proses seseorang untuk mencari jalan keluar dengan
menggunakan suatu strategi tertentu. Dalam memecahkan masalah, siswa mempunyai ide yang berbedabeda berdasarkan adversity quotient (AQ) atau kecerdasan yang dimiliki siswa untuk dapat bertahan
dalam memecahkan berbagai macam masalah sampai menemukan jalan keluar. Tujuan penelitian ini
untuk mendeskripsikan proses pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan adversity quotient
(AQ).

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif di kelas X MIA 6 SMA Negeri 1 Bangsal
Mojokerto. Berdasarkan hasil angket ARP, siswa dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu siswa kategori
quitter, camper, dan climber. Kemudian setiap kategori dipilih satu siswa sebagai subjek dalam penelitian
ini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode tes dan wawancara. Analisis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu, analisis data hasil angket adversity response profile (ARP), tes
pemecahan masalah matematika, dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses memahami masalah dilakukan oleh siswa quitter,
camper, dan climber yang dapat dilihat dari kemampuan siswa quitter, camper, dan climber menyebutkan
apa saja yang diketahui dari soal dan apa saja yang ditanyakan. Pada proses menyusun rencana juga
dilakukan oleh siswa quitter, camper, dan climber dapat dilihat dari kemampuan siswa quitter yang dapat
membuat sub penyelesaian masalah walaupun dengan menggunakan caranya sendiri, kemampuan siswa
camper membuat langkah-langkah yang akan digunakan untuk menyelesaiakan soal tersebut, dan
kemampuan siswa climber membuat sub penyelesaian masalah dan mempunyai cara lain untuk
menyelesaiakan soal tersebut. Pada proses menyelesaikan masalah, hanya dilakukan oleh siswa camper
dan climber yang dapat dilihat dari kemampuan siswa camper dan climber memeriksa setiap langkah
dalam rencana dan menuliskan secara detail untuk memastikan bahwa tiap langkah sudah benar. Namun
siswa camper belum menemukan hasil akhirnya. Sedangkan siswa quitter tidak melaksanakan tahap ini
karena siswa quitter menyerah. Pada proses melihat kembali, hanya siswa climber yang melakukannya.
Ini dapat dilihat dari siswa climber melihat setiap langkah pekerjaan yang sudah ditulis.
Kata Kunci: pemecahan masalah, adversity quotient, quitter, camper, climber.

Abstract
The problem-solving process is a person's process to find a way out by using a specific strategy. In
solving the problem, students have different ideas based on the adversity quotient (AQ) or the intelligence
that the student has in order to survive in solving various problems until they find a way out. The purpose
of this study is to describe the process of solving mathematical problems of students based on adversity
quotient (AQ).
This research is a qualitative research in class X MIA 6 SMA Negeri 1 Bangsal Mojokerto. Based
on the results of the questionnaire ARP, students are grouped into three categories: students quitter
category, camper, and climber. Then each category selected one student as subject in this research. The
research method used is test and interview method. Analysis of research used in this research is, analysis
of questionnaire data of adversity response profile (ARP), math problem solving test, and interview.
The results show that the process of understanding the problem is done by quitter, camper, and
climber students which can be seen from students quitter, camper, and climber ability to mention what is
known from the problem and what is asked. In the process of devising a plan also performed by quitter,
camper and climber students can be seen from the ability of quitter students who can make sub problem
solving even though by using its own way, the ability of camper students to make steps that will be used
216

Volume 2 No.6 Tahun 2017
to solve the problem, and student's ability The climber makes sub problem solving and has other ways to

solve the problem. In the process of carrying out the plan, only done by camper students, and climber that
can be seen from the ability of camper and climber students check every step of the plan and write in
detail to make sure that each step is correct. But camper students have not found the end result. While
quitter students do not carry out this stage because quitter students give up. In the process of looking
back, only the climber students did. This can be seen from the climber students looking at every step of
the work already written.
Keywords: problem solving, adversity quotient, quitter, camper, climber.
PENDAHULUAN

yaitu memahami masalah, menyusun rencana,
melaksanakan rencana, dan melihat kembali. Untuk
mengetahui proses pemecahan masalah matematika
dengan tahapan Polya diperlukan indikator. Indikator
proses pemecahan masalah dengan tahapan Polya seperti
yang tertulis pada Tabel berikut,
Tabel Indikator Proses Pemecahan Masalah dengan
Tahapan Polya

Didalam proses belajar mengajar matematika,
pemecahan masalah adalah salah satu hal yang penting.

Hal ini dikarenakan pembelajaran pemecahan masalah
dapat membuat siswa terampil menyeleksi informasi
yang relevan, meningkatkan potensi intelektual siswa,
serta melalui proses penemuan siswa belajar bagaimana
melakukan penemuan.
Meskipun kemampuan pemecahan masalah
merupakan kemampuan yang tidak mudah dicapai,
hendaknya diajarkan kepada siswa di semua tingkatan
dikarenakan kepentingan dan kegunaannya. Dengan
adanya hal tersebut, Ruseffendi (2006: 341)
mengemukakan beberapa alasan siswa diberikan soalsoal tipe pemecahan masalah, (1) dapat menimbulkan
keingin tahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat
kreatif, (2) disamping memiliki pengetahuan dan
keterampilan (berhitung dan lain-lain), disyaratkan
adanya kemampuan untuk terampil membaca dan
membuat pernyataan yang benar, (3) dapat menimbulkan
jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, serta
dapat menambah pengetahuan baru, (4) dapat
meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah
diperolehnya, (5) mengajak siswa memiliki prosedur

pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan
sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi tehadap
hasil pemecahannya, (6) merupakan kegiatan yang
penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu
bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.
Dengan demikian dalam kegiatan belajar mengajar
matematika hendaknya dibiasakan untuk mengajukan
masalah nyata yang diinterpretasikan dalam bentuk soal
cerita matematika. Masalah matematika menurut Hudojo
(2005) merupakan masalah jika memenuhi dua syarat
yaitu menantang untuk diselesaikan tetapi dapat dipahami
siswa dan tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin
yang telah diketahui siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah sangat penting, khususnya
dalam mata pelajaran matematika. Salah satu materi
pembelajaran matematika yang dapat diimplementasikan
dalam soal cerita yaitu materi tentang sistem persamaan
linear dan kuadrat dua variabel.
Dalam menyelesaikan suatu masalah banyak ahli

yang memberikan langkah-langkah jitu. Salah satu
ahlinya adalah Polya. Polya (dalam Susanto, 2011: 5254) menemukan empat langkah penyelesaian masalah

No.
1.

Tahap
Memahami
Masalah

2.

Menyusun
Rencana

3.

Melaksanakan
Rencana


4.

Memeriksa
Kembali

Indikator
Mengetahui apa saja
yang diketahui dan apa
saja yang tersedia pada
soal. Melihat apakah
data yang tersedia
sudah mencukupi untuk
menentukan apa yang
ditanyakan atau yang
ingin di dapatkan.
Membuat
sub
penyelesaian masalah
dan menuliskan teori
atau

sesuatu
yang
sudah
dikenal
sebelumnya.
Memeriksa
tiap
langkah dalam rencana
dan menuliskan secara
detail
untuk
memastikan bahwa tiap
langkah sudah benar.
Melihat setiap langkah
pekerjaan yang sudah
ditulis.

Dalam menyelesaikan masalah siswa pasti akan
mengalami kesulitan. Kesulitan menyelesaiakan masalah
siswa memiliki tingkat yang berbeda-beda. Stoltz (2000)

mengkonsepkan sebuah kecerdasan adversity quotient
(AQ) yang dapat mengukur seberapa jauh kemampuan
seseorang dalam menghadapi kesulitan dan kemampuan
seseorang dalam mengatasi kesulitan. Stoltz (2000)
mengelompokkan orang kedalam tiga kategori AQ, yaitu:
quitter (AQ rendah) merupakan sekelompok orang yang
berusaha menjauh dari permasalahan, mundur ketika
melihat kesulitan, dan tidak berani menghadapi
permasalahan. Dalam menyelesaikan permasalahan

217

Volume 2 No.6 Tahun 2017
matematika mereka cenderung menyerah dan berhenti
tanpa diiringi dengan usaha sedikitpun; camper (AQ
sedang) adalah sekumpulan orang yang masih
mempunyai keinginan untuk menaggapi permasalahan
yang ada namun merasa cepat puas dengan hasil yang
sudah diperoleh. Dalam menyelesaikan masalah
matematika yang sulit dikerjakan mereka tidak berusaha

semaksimal mungkin dan hanya berusaha sekedarnya
saja; dan climber (AQ tinggi) sekelompok orang yang
selalu berusaha semaksimal mungkin sampai menemukan
hasilnya dan tidak mengenal kata menyerah, dalam
menyelesaikan masalah matematika yang sulit dikerjakan
mereka berusaha semaksimal mungkin sampai
menemukan penyelesaiannya.
Pengelompokan AQ ini diukur menggunakan
adversity response profile (ARP) yang merupakan angket
yang dapat melihat kemampuan AQ seseorang.kategori
tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel Kategori AQ berdasarkan skor ARP
No.
1.
2.

Skor

x< 60
60 ≤ x