KH MA’SHUM ALI 1887-1933 M: STUDI TENTANG PERAN DALAM PONDOK SALAFIYAH SYAFIIYAH KHAIRIYAH HASYIM SEBLAK JOMBANG.

(1)

KH MA’SHUM ALI 1887-1933 M

(Studi tentang Peran dalam Pondok Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

ARINA SALAMAH NIM : A.022.11.041

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “KH MA’SHUM ALI 1887-1933 (Studi tentang Peran dalam Pondok Salafiyah Syafiiyah Khairiyah

Hasyim Seblak Jombang) ”. Permasalahan yang akan dibahas yaitu, (1) Siapa KH

Ma’shum Ali? (2) Bagaimana Sejarah dan perkembangan Pondok Pesantren

Salafiyah Syafiiyah Seblak Jombang? (3) Bagaimana Peran KH Ma’shum Ali

terhadap masyarakat Seblak Jombang ?

Untuk menjawab permasalahan di atas penulis menggunakan metode sejarah (historis), yaitu suatu langkah atau cara merekontruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan data, mengkritik sumber, menafsirkan dan

mensintesakan data. Seperti Skripsi Penulis yang menggunakan judul KH Ma’shum

Ali 1887-1933 (Studi tentang Peran dalam Pondok Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang). dalam rangka menegakkan fakta serta kesimpulan yang kuat. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis (sejarah) dan bersifat kualitatif. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori Peran menurut Bruce J.Biddle dan Edwin J.Thomas.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, (1) KH Ma’shum Ali adalah putra

Kiai Ali dengan Ibu Nyai Muhsinah Cucu KH Abdul Djabbar Maskumambang Gresik. Saat remaja KH Ma’shum Ali merantau untuk melanjutkan pendidikan di Pondok Tebuireng. Dan beberapa tahun kemudian karna kecerdasan dan keuletan beliau dinikahkan dengan puteri kedua KH Hasyim Asyari yaitu Nyai Khairiyah. ((3) Peran KH Ma’shum Ali terhadap masyarakat Seblak melalui aspek keagamaan, pendidikan, dan sosial. Dengan pendekatan pendidikan dakwah KH Ma’shum Ali untuk mencerdaskan anak bangsa sangat berguna sekali. Dan peran pesantren yang sedikit demi sedikit terus berkembang, melalui sistem pendidikan yang diajarkan dan lain-lain. Sehingga santri yang belajar memahami apa yang dimaksudkan. Pendekatan sosial dengan cara mendekati msyarakat tanpa ada rasa canggung ataupun sungkan. Karena kedekatan KH Ma’shum Ali dengan warga banyak yang tidak mengira bahwa beliau adalah seorang Kiai besar.


(6)

ABSTRACT .

This thesis is the result of field research titled "KH. MA’SHUM ALI 1887-1933

(Study of the Role of the cottage Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hashim Seblak Jombang)". Issues to be discussed, namely, (1) Who KH Ma'shum Ali? (2) How History and development of the boarding school in Jombang Seblak Salafiyah Syafiiyah? (3) What is the Role of the community KH Ali Ma'shum Seblak Jombang? To answer the above problems the author uses historical method (historical), which is a step or how to reconstruct the past systematically and objectively by collecting data, criticizing sources, interpret and synthesize data in order to establish the facts and conclusions. This study takes a historical approach (history) and is qualitative. While the theory used is the theory according to Bruce J.Biddle Role and Edwin J.Thomas. Results of this study concluded that, (1) KH Ma'shum Kiai Ali Ali is the son of the mother Nyai Muhsinah grandson KH Abdul Djabbar Maskumambang Gresik. As a teenager KH Ma'shum Ali migrated to continue their education in Pondok Tebuireng. And a few years later because of intelligence and tenacity, he married the second daughter of KH Hasyim Asyari namely Nyai Khairiyah. (3) The role of the community KH Ali Ma'shum Seblak through aspects of religious, educational, and social. With the approach of educational propaganda Ma'shum KH Ali to educate the nation's children are very useful. And the role of schools that gradually continues to expand, through the education system taught and others. So that students who learn to understand what is meant. Social approach by approaching msyarakat without feeling awkward or embarrassed. Because of the proximity KH Ma'shum Ali with many residents who do not think that he was a great Kiai.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TRANSLITERASI ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Kegunaan Penelitian... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 5

F. Penelitian Terdahulu ... 7

G.Metode Penelitian... 9

H.Sistematika Bahasan... 14

BAB II : BIOGRAFI KH MA’SHUM ALI A.Genealogi ... 16

B.Latar Belakang Pendidikan ... 20

C.Karya Tulis ... 23

D.Wafat ... 27

BAB III: SEJARAH BERDIRINYA PONDOK SALAFIYAH SYAFIIYAH KHAIRIYAH HASYIM SEBLAK JOMBANG A.Letak Geografis ... 30


(8)

ii

C.Sejarah Perkembangan ... 41

BAB IV : PERAN KH MA’SHUM ALI DALAM PONDOK

SALAFIYAH SYAFIIYAH KHAIRIYAH HASYIM SEBLAK JOMBANG

A.Penentuan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha ... 61

B.Aspek Pendidikan ... 66

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 78 B.Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat ada dua jenis:1

1. Pondok pesantren salaf (tradisional), Pesantren salaf menurut

Zamakhsyari Dhofier, adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan, yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,

tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Sistem pengajaran

pesantren salaf memang lebih sering menerapkan model sorogan2 dan

Wetonan.3

1

Zamakhsyari Dhofier,Tradisi pesantren studi tentang Pandangan hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1990 ) 54.

2

Sorogan berasal darikata sorog (Bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kyai atau pembantunya asisten kyai. Sistem sorogan ini


(10)

2

Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian model ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang biasanya dilaksanakan setelah mengerjakan shalat fardhu.

2. Pesantren modern adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran

umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya (Depag, 2003: 87). Dengan demikian pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau dimodernkan pada segi-segi

tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah.4

Dalam hal ini Pesantren sampai sekarang masih menjadi salah satu lembaga yang diharapkan mampu melahirkan sosok ulama yang berkualitas, baik dari segi pengetahuan agama dan lain-lain. Walaupun nanti setelah keluar dari pesantren profesi santri bermacam-macam, namun figur kiai

masih dianggap sebagai bentuk paling ideal, seperti halnya Kyai Ma’shum

Ali yang telah berhasil mendirikan Pondok Salafiyah Syafiiyah Khairiyah

termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan langsung dengan gurunya, dan terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai taraf pertama bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi seorang alim. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan murid dalam menguasai bahasa Arab. Rohadi Abdul Fatah.dkk, Tradisional Modern Hingga Post Modern , hal.49 dan 57.

3

Sedangkan bandongan bisa disebut juga watonan, istilah ini berasal dari kata wektu (bahasa jawa) yang beararti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan sholat fardu. Metode bandongan atau wetonan ini merupakan metode kuliah. Di mana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimakkitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Lihat buku tentang Rekontruksi Pesantren Masa Depan

4

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi pesantren studi tentang Pandangan hidup Kyai,(Jakarta: LP3ES, 1990) 60.


(11)

3

Hasyim pada tahun 1921 M. 5 beliau merupakan menantu KH Hasyim Asyari

Tebuireng .6

Posisi Kyai tidak saja sebagai sosok yang diagungkan dikalangan santri,tapi juga sangat berpengaruh pada pengembangan tradisi masyarakat sebagai identitas kulturnya. Dalam prosesnya pengembangan ini bersamaan dengan dimulainya gerakan dakwah kecil-kecilan hingga pengajian-pengajian kitab yang melibatkan khalayak umum, Seperti institusi pesantren yang dibuatnya dalam perkembangan keilmuan. Seluruh lapisan masyarakat ikut dalam proses ini dalam konteks masyarakat tradisional. Kyai Ma’shum Ali sangat berpengaruh dalam proses perkembangan tersebut baik yang terkait dalam dalam pesantren maupun masyarakat pada umumnya.

Nama lengkap KH.Ma’shum Ali adalah Muhammad Ma’shum bin Ali

bin Abdul Muhyi Al Maskumambangi. Kiai Ma’shum Lahir dan dibesarkan

di lingkungan pondok pesantren yang kental dengan nuansa religius.7 Pada

mulanya Kyai Ma’shum belajar di Pondok Pesantren di Maskumambang yang diasuh oleh ayahnya sendiri. Kemudian ia dikirim untuk menuntut ilmu di Pondok Pesantren Tebuireng pimpinan Hadratusy Syaikh Hasyim Asyari dan ia termasuk murid generasi awal Hasyim Asyari. Selama bertahun- tahun Kh Ma’shum Ali mengabdi di Tebuireng. Sehingga kemampuan dalam segala

bidang ilmu terlihat seperti ilmu falaq, sharaf, nahwu, dan hisab.8

5

Abdul Qadir Jelani,Pesantren Ulama dan Santri,(Jakarta:Paramadina,2010) 2-3. 6

Muhammmad Hasyim,Buku Panduan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Seblak (Jombang:Pondok Seblak, 2010) 6-7.

7

Ibid,114. 8


(12)

4

Tahun 1913 Ma’shum Ali dinikahkan dengan Khairiyah ( anak kedua KH Hasyim Asyari). Setelah menikah mendirikan rumah sederhana yang terbuat dari bambu yang terletak di seblak. Penduduk seblak kala itu masih melakukan kemungkaran, seperti warga tebuireng sebelum kedatangan KH Hasyim Asyari. Melihat kondisi seperti itu KH Ma’shum merasa terpanggil untuk menyadarkan masyarakat setempat dan mengenalkan islam secara perlahan. Seiring berjalan waktu disekitar rumah tersebut didirikan pondok pesantren dan masjid yang berkembang pesat.

Pondok Pesantren tersebut diberi nama Pondok Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang, dengan tujuan untuk membangun masyarakat seblak dan mencetak kader agama islam yang tangguh secara jelas. Nama pondok tersebut diambil dari salah satu madrasah Salafiyah di Tebuireng, Khairiyah Hasyim diambil dari nama istri Kh Ma’shum Ali.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti menemukan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan pada skripsi yang berjudul

tentang KH MA’SHUM ALI (Studi tentang peran dalam Pondok Salafiyah

Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang 1887-1933) Adapun rumusan masalah penelitian skripsi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Biografi KH.Ma’shum Ali?

2. Bagaimana Sejarah dan perkembangan Pondok Pesantren Salafiyah

Syafiiyah Seblak Jombang?


(13)

5

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang tertera di atas, maka tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui latar belakang KH.Ma’shum Ali

2. Mengetahui sejarah dan perkembangan Pondok Pesantren Salafiyah

Syafiiyah Seblak Jombang

3. Mendeskripsikan peran KH Ma’shum Ali terhadap masyarakat Seblak

Jombang.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini kegunaan penelitian yaitu:

1. Memberikan kontribusi Ilmiah dan Teoritis yaitu peningkatan dan

Pengembangan ilmu pengetahuan

2. Memberikan Konstribusi praktis untuk mengetahui Sejarah berdirinya

Pondok Pesantren Seblak,Pendiri Pondok,dan Pengarang Kitab Al Amsilah At Tashrifiyah

3. Memberikan konstribusi Subyektif bagi peneliti sendiri dalam rangka

menyelesaikan Skripsi di Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang bertujuan

mengahasilkan bentuk proses pengisahan atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Dengan penelitian ini diharapakan dapat menghasilkan sebuah


(14)

6

deskripsi tentang Sejarah dan Peran KH Ma’shum Ali serta Pondok Salafiyah Syafiiyah Seblak Jombang.

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

pendekatan historis. Dengan pendekatan historis ini bertujuan untuk

mendeskripsikan peristiwa yang terjadi di masa lampau yakni sejarah Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Seblak di Dusun Seblak desa Kwaron Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.

Adapun dalam melakukan studi tentang peran KH.Ma’shum ali dalam

pondok pesantren salafiyah syafiiyah Khairiyah Hasyim penulis

menggunakan teori peran. Teori peran adalah seperangkat patokan yang membatasi perilaku yang harus dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu posisi. Sedangkan teori peran menurut Bruce J.Biddle dan Edwin J.Thomas peristiwa peran sama dengan pembawaan lakon oleh seorang pelaku dalam peran dalam kehidupan sosial pun mengalami hal yang sama. Dalam kehidupan sosial nyata membawakan peran berarti menduduki posisi sosial dalam masyarakat. Hal ini seorang individu juga harus patuh kepada skenario berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah.

Menurut Soejono Soekamto, peran adalah suatu konsep perihal yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan


(15)

7

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

kemasyarakatan.9

Dalam skripsi ini, penulis mengangkat judul tentang “KH. Ma’shum

Ali 1887-1933 (studi tentang Peran didalam Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Khoiriyah Hasyim Seblak Jombang )’’. Teori peran terletak pada peranan KH. Ma’shum Ali didalam Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah

Khoiriyah Hasyim Seblak Jombang pada tahun 1887 – 1933. Dalam kutipan

diatas menurut Bruce J.Biddle dan Edwin J.Thomas bahwa peran adalah sama halnya dengan pembawaan lakon dalam kehidupan sosial nyata berarti KH. Ma’shum Ali dalam penelitian ini sebagai seorang lakon yang berperan didalam Pondok Pesantren maupun dalam kehidupan sosial nyata, bisa lewat dengan hubungan sosial antara KH. Ma’shum Ali dengan masyarakat sekitar.

Selain itu dalam perkembangan sebuah pesantren bergantung sepenuhnya kepada kemampuan pribadi Kyainya. Kyai merupakan cikal bakal dan elemen yang pokok dari sebuah pesantren, itulah sebabnya kelangsungan sebuah pesantren tergantung pada kemampuan pesantren

tersebut untuk memperoleh penerus Kiai ketika Kiai sudah wafat.10 Dalam hal

ini juga terjadi pada KH. Ma’shum Ali dalam Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Khoiriyah Hasyim Seblak Jombang.

F. Penelitian Terdahulu

Dari hasil penelitian yang mempunyai pokok pembahasan tentang KH Ma’shum Ali yang hampir serupa dengan skripsi ini adalah:

9

Edy Sudarhono, Teori peran Konsep, derivasi dan Implikasinya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994) 7.

10


(16)

8

1. Peneliti menemukan penelitian dari M.Solahudin tentang Ahli Falak dari

Pesantren. Buku ini menjelaskan juga tentang profil biografi KH

Ma’shum Ali. lalu proses beliau mendirikan pesantren seblak,

kesederhanaan hidup yang dijalani beliau, sehingga disaat sebelum

wafatnya pun foto-fotonya dibakar, karena KH Ma’shum Ali tidak mau

identitasnya banyak orang yang tahu.11

2. Penelitian dari Muhammad Fitra Al Haqiqi tentang 50 Ulama Agung

Nusantara. Buku ini menjelaskan sekilas tentang KH Ma’shum Ali

seorang tokoh ulama ternama khususnya di daeah seblak kwaron jombang. Namanya semakin melejit dikala beliau berhasil menemukan metode ilmu sharaf dalam kitab Al Amstilah At Tashrifiyah. Sebuah kitab Sharaf yang sangat terkenal dan dibuat kitab rujukan pondok-pondok

salaf di Indonesia. Bahkan kitab ini dikaji di Luar Negeri seperti Mesir.12

3. Penelitian dari Muhammad Hasyim Buku Panduan Santri Pondok Seblak

Jombang yang membahas karya tulis Kyai Ma’shum Ali. buku pedoman

Pondok Pesantren Seblak menjelaskan juga tentang KH Ma’shum Ali dan

penjelasan tentang profil Pondok Pesantren Seblak.13

4. Skripsi Karya M Nasir tentang pemikiran hisab KH Ma’shum Ali Al

Maskumambangi tentang hisab Al Hilal. menjelaskan tentang biografi

KH Ma’shum Ali dalam kesehariannya, dan tentang pemikiran gagasan

11

M.Solahudin,Ahli Falak dari Pesantren (Kediri:Nous Pustaka utama, 2012) 61-68. 12

Muhammad Al Fitra Haqiqi, 50 Ulama Agung Nusantara (Jombang:Darul Hikmah,2010)113. 13

Muhammmad Hasyim,Buku Panduan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Seblak (Jombang: Pondok Seblak, 2010) 3-4.


(17)

9

yang dilakukan beliau. Dalam karya ini juga dijelaskan tentang

karya-karya tulis beliau.14

Dari beberapa penelitian terdahulu di atas tersebut berbeda sekali

dengan penelitian tentang KH MA’SHUM ALI (Studi tentang peran dalam

Pondok Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang 1887-1933) yang akan dibahas. Adapun Penelitian skripsi ini lebih fokus menjelaskan tentang latar belakang KH.Ma’shum Ali, Riwayat Hidup, peran dan tujuan

KH Ma’shum Ali mendirikan Pondok Pesantren Seblak, hasil karya, dan

perjuanganya. G. Metode Penelitian

Dalam penyusunan penelitian, penulis akan dihadapkan pada tahap pemilihan metode atau teknik pelaksanaan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yaitu proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha yang sintesis atas data semacam itu menjadi kisah yang dapat

dipercaya.15

Adapun langkah dalam metode penelitian sejarah itu ada empat yaitu Heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik), interpretasi (penafsiran

atau analisis), dan Historiografi (Penulisan Sejarah).16 Lebih jelasnya dapat di

paparkan sebagai berikut:

14

http://uwhmaksum.blogspot.com/2009/profil-kh-maksum-bin-aly.html. 15

Louis Gottschlak, Mengerti Sejarah Terjemahan Nugroho Noto Susanto (Jakarta:Universitas Indonesia Press,1985) 22.

16

Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978) 36.


(18)

10

1. Heuristik

Pada tahap ini penulis mengumpulkan sumber-sumber berdasarkan bentuk, yaitu tertulis dan tidak tertulis maupun sumber-sumber berdasarkan sifat yaitu primer dan sekunder sesuai dengan topik atau permasalahan pada penelitian yang berjudul KH MA’SHUM ALI 1887 -1933 ( STUDI TENTANG PERAN DALAM PONDOK SALAFIYAH SYAFIIYAH KHAIRIYAH HASYIM SEBLAK JOMBANG). Adapun bentuk tertulis yang dimaksud adalah

a. Berupa buku-buku yang membahas tentang KH Ma’shum Ali studi

tentang peran dalam Pondok Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang.

b. Berupa dokumen-dukumen tentang pembentukan yayasan Khairiyah

Hasyim dan tentang sejarah pendirian dan perkembangan Pondok.

c. Berupa arsip data penduduk desa Kwaron Kecamatan Diwek

Kabupaten Jombang sebagai lokasi penelitian.

Adapun sumber yang penulis berdasarkan bentuk tidak tertulis adalah

a. Wawancara dengan Bapak Muhsin Zuhdi yaitu anak angkat dari Nyai

Khairiyah dan KH Ma’shum Ali. yaitu tentang sosok KH Ma’shum Ali dan perannya di dalam Pondok Pesantren.

b. Wawancara dengan Ibu Nur laili Rahmah, membicarakan tentang

sosok kepribadian KH Ma’shum Ali dan Silsilah dari beliau dari pihak ibu.


(19)

11

c. Wawancara dengan bapak Lutfi Sahal, beliau adalah Majelis

Pengasuh Seblak, menjelaskan tentang pendirian Pondok Seblak dan pembentukan yayasan Khairiyah Hasyim, lalu memberikan data-data tentang Sejarah Pendirian dan perkembangan Pondok.

Penulis mencari dan mengumpulkan sumber yang diperlukan yang berkaitan dengan KH Ma’shum Ali. mulai dari data kelahiran, dibesarkan, menempuh pendidikan, menikah, mempunyai keturunan silsilah, membangun pesantren, hingga wafat. Dalam hal ini akan ditempuh teknik kepustakaan yaitu menemukan dan memilih buku yang berkenaan dengan

tulisan ini, yaitu mengumpulkan data mengenai sejarah K.H. Ma’shum Ali

dan hal-hal yang berkaitan denganya.

Semua jenis tulisan atau penelitian sejarah menempatkan sumber sejarah sebagai syarat mutlak yang harus ada. Tanpa adanya sumber sejarah kejadian masa lalu tidak mungkin dapat direkonstruksikan kembali oleh sejarawan. Pengumpulan sumber yang penulis lakukan adalah dengan berusaha mendapatkan sumber yang memiliki kredibilitas (keshahihan) tinggi, seperti sumber-sumber original, otentik primer, serta berusaha menghindari bahan perantara yaitu bahan yang telah terikat dalam cerita sejarah dan terjalin dengan penafsiran.

2. Kritik sumber (Verifikasi)

Setiap pengumpulan sumber, maka pekerjaan dalam penelitian sejarah berikutnya adalah menyeleksi, menilai, dan menguji sumber-sumber yang


(20)

12

diperoleh, hal ini disebut dengan kritik sumber.17 Verifikasi atau kritik

sumber untuk sumber-sumber literature berupa buku, arsip atau dokumen-dokumen, media baru, observasi atau pengamatan langsung dan

wawancara sebagaimana di atas dilakukan melalui kritik sumber. dalam

penelitian ini penulis mengaplikasikan terdapat sumber-sumber literature yang berkaitan dengan judul yang penulis teliti, dokumen-dokumen juga termasuk ada dalam penelitian.

Penulis juga telah melakukan berbagai usaha agar penelitian ini menjadikan data yang valid untuk diteliti. Penulis menemukan data-data yang relavan seperti dokumen pendirian dan perkembangan Pomdok Pesantren Seblak Jombang, dokumen akta yayasan Khairiyah Hasyim dll.

Kritik Sumber terdiri dari dua macam yaitu:18

Pertama kritik ekstern disini dimaksudkan untuk menguji keabsahan tentang keasliannya (otentisitas) sumber dari segi-segi fisiknya, seperti kapan dan dimana sumber itu dibuat. Untuk kritik berupa buku, disini hanya buku yang relevan dengan penelitian ini. serta penulis juga menggunakan jurnal, karya tulis ilmiah dan majalah ataupun dokumen- dokumen yang bersangkutan. Seperti bukunya M.Solahudin tentang Ahli Falak dari Pesantren, Penelitian dari Muhammad Fitra Al Haqiqi tentang 50 Ulama Agung Nusantara, karya nya beliau kitab Al Amstilah At Tashrifiyah, dokumen sejarah singkat dan data-data pondok pesantren seblak, Penelitian dari Muhammad Hasyim Buku Panduan Santri Pondok

17

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2010) 25. 18


(21)

13

Seblak Jombang yang membahas karya tulis Kyai Ma’shum Ali, dokumen akta yayasan khairiyah hasyim, akta yayasan pertama kali dibuat tahun

1979, 2008, 2011.19

Kedua kritik intern dilakukan untuk menguji tentang keshahihannya (kredibilitas) terhadap sumber-sumber yang penulis peroleh berupa buku-buku literature yang relevan, dokumen serta arsip, observasi dan wawancara. Untuk kebenaran atau keshohihannya pertama dari buku-buku penulis melihat dari kapasitas pengarang bukunya. Sebagai contoh buku

karya-karya tentang KH Ma’shum Ali yang penulis sebutkan diatas.

3. Interpretasi atau penafsiran

Interpretasi adalah menguraikan fakta-fata sejarah dan kepentingan topik sejarah, serta menjelaskan masalah kekinian. dalam tahapan ini akan dianalisis dan ditafsirkan sumber-sumber sejarah yang diperoleh, baik data-data yang relevan dengan pembahasan maupun hasil penelitian yang lainya berkaitan dengan kepustakaan.

Dalam tahap ini penulis kembali melihat data – data yang didapatkan

dan telah diketahui auntentiknya dan saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Kemudian dibandingkan, lalu Disimpulkan dan ditafsirkan. Melihat dari data penulis melalui terdapat perjuangan KH. Ma’shum Ali dalam meneruskan perjuangan ayahnya yaitu KH. Ali dan

KH. Hasyim Asy’ari sebagai gurunya sekaligus mertuanya. Dengan

19

Muhammmad Hasyim, Buku Panduan Santri Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Seblak (Jombang: Pondok Seblak, 2010) 36-37.


(22)

14

mendirikan Pondok Pesantren Seblak Jombang yang sampai saat ini eksis dan berkembang.

4. Historiografi

Historiografi adalah menyusun atau merekontruksi fakta yang telah didapatkan dan telah tersusun dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. tulisan sejarah, baik itu yang bersifat

ilmiah maupun yang tidak bersifat ilmiah.20

Disini penulis menyusun atau mengkonstruksikan fakta – fakta yang

telah tersusun yang didapatkan dari sumber yang telah didapatkan oleh peneliti. Dalam skripsi ini ditulis “ KH Ma’shum Ali 1887-1933 (Studi tentang Peran dalam Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang.)

H. Sistematika Bahasan

Dalam skripsi tentang KH. Ma’shum Ali 1887 – 1933 (studi tentang

Peran dalam Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Khoiriyah Hasyim Seblak

Jombang), secara sistematika pembahasannya dibagi dalam lima bab sebagai bab pertama yaitu pendahuluan menguraikan beberapa hal yang pokok mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

20


(23)

15

Bab ke-dua membahas tentang riwayat hidup KH. Ma’shum Ali mulai

dari geneologi KH. Ma’shum Ali, karya-karya tulis KH. Ma’shum Ali sampai

wafatnya KH. Ma’shum Ali.

Bab ke-tiga memaparkan tentang profil Pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim mulia dari letak geografis pondok pesantren, sejarah berdirinya Pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim samapai perkembangan Pondok pesantren Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim.

Bab ke-empat menjelaskan peran KH Ma’shum Ali dalam Pondok

Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak Jombang berbagi aspek yani meliputi perannya dalam Agama, sosial, dan pendidikan.

Bab ke-lima adalah bab terakhir yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Dalam hal ini kesimpulan merupakan pemaparan yang diharapakan dapat menarik benang merah dari uraian pada bab-bab sebelumnya sehingga karya ini menjadi suatu runtutan yang bermakna. Selain itu dalam bab ini penulis sertakan saran yang membangun demi kesempurnaan kepada pembaca maupun penulis sendiri. Pada bab kelima ini sekaligus juga sebagai bab penutup.


(24)

BAB II

BIOGRAFI KH. MA’SHUM ALI

A. GENEALOGI

Nama lengkap Ma’shum Ali adalah Ma’shum bin Ali bin Abdul

Muhyi Al Maskumambangi. Ma’shum Ali dilahirkan di desa Maskumambang

Kecamatan Kawedanan Sedayu Kabupaten Gresik pada tahun 1305 H/

1887M.1 Ma’shum Ali anak dari pasangan Kyai Ali dan Nyai Muhsinah.

Ma’shum Ali anak pertama dari 5 bersaudara, yaitu Muhammad Mahbub, Adlan Ali, Mus’idah dan Rohimah.2

Silsilah dari ayah Ma’shum Ali adalah

putra dari Kyai Ali Putra dari Kyai Abdul Muhyi. Sedangkan sisilah dari

pihak ibu, Ma’shum Ali putra dari Nyai Muhsinah putri KH Abdul Djabbar

putera dari Kadiyun. Ma’shum Ali dibesarkan dan dididik oleh Kyai Ali di lingkungan Pondok Pesantren Maskumambang Gresik.

Desa Sembungan kidul di kecamatan Dukun Kabupaten Gresik adalah salah satu hutan kecil yang kemudian di pangkas atau dibabat oleh KH. Abdul Djabbar dan didirikanlah sebuah rumah. Beberapa tahun berikutnya beliau

dengan istrinya Ibu Nyai Nur simah menunaikan ibadah haji.3

Setelah kembalinya ke tanah air, beliau berdua berkeinginan untuk mendirikan masjid dan pondok pesantren. Dari hutan yang tidak di pelihara

menjadi daerah yang subur dan indah sebagai tempat mencari ilmu seakan –

1

Dokumen IKKAD (Ikatan Keluarga Kiai Abdul Djabbar,1991) 55. 2

www.ppwalisongo.com/2012/04/biografi-al-maghfurlah-kh-adlan-aly.html 3


(25)

17

emas yang mengambang karena daerah sekitarnya di liputi sungai, jadilah

nama Maskumambang dari kata Emas dan Kambang (mengapung).4

Ma’shum bin Ali adalah seorang pemuda dari Maskumambang Gresik. Terlahir di Lingkungan Pesantren yang sangat kental dengan ilmu agama islam. Kemudian sangat dikenal oleh KH.Hasyim Asy’ari Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Beliau tumbuh dan berkembang dibawah asuhan KH Hasyim Asyari. Semua saudaranya juga dibawah asuhan KH.Hasyim Asy’ari.

Bertahun-tahun Ma’shum Ali berserta saudaranya mengabdi di Tebuireng.

Beliau juga adalah santri generasi awal dari KH Hasyim Asyari. Dengan kecerdasan dan keuletannya, beliau mampu menguasai segala bidang ilmu dan ahli dalam bidang ilmu falaq, hisab, sharaf, dan Nahwu. Karena keuletan dan kecedasan yang dimiliki, KH Hasyim Asyari ingin menjadikan beliau generasi penerus dengan menikahkan dengan putri keduanya yaitu Khairiyah. Dan dianggap mampu meneruskan cita-citanya. Seperti penjelasan dalam majalah Semesta yaitu:

Kiai Hasyim menyiapkan penggantinya bukan hanya mendidik putranya

sendiri. Tiap santri yang menonjol kecakapannya dipungutnya sebagai menantu. Kiai Ma’shum adalah santri yang paling menonjol angkatan

pertama disamping itu Kiai Baidlawi dan Kiai Idris.”5

Suami Nyai Khairiyah Hasyim, Ma’shum Ali adalah Kyai Muda yang

sangat cerdas cenderung memiliki corak pikir yang eksak. Seperti pada kutipan oleh Maksoem Machfoedz sebagai berikut:

4 Ibid., 4. 5


(26)

18

Selain sebagai Kyai Muda yang ahli dalam ilmu pendidikan dan

pengajaran, dia sangat ahli dalam Ilmu Falak sehingga kadang-kadang ia dijuluki dengan Kyai Ma’shum Al Falaki.”6

Untuk itulah nama Ma’shum Ali dikalangan santri tua Pondok

pesantren Tebuireng kuno merupakan nama yang disegani oleh KH.Hasyim Asy’ari.7

Hal itu tak lain karena kedalaman ilmunya kesungguhan menuntut

ilmu yang dimiliki Ma’shum Ali. Untuk itulah peran beliau dalam

memajukan sistem pendidikan dan pengajaran di Tebuireng ini cukup besar. Hal tersebut juga dilakukannya dalam memajukan Pondok yang didirikan beliau, yaitu Pondok Pesantren Seblak. Sebagaimana yang diakui Imron yaitu: Pada tahun 1916, Madrasah Tebuireng dipimpin oleh Kyai Ma’shum menantu Kyai Hasyim. Beroleh putri pertamanya Nyai Khairiyah dengan membuka tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan sifir awal dan sifir tsani. Yaitu masa persiapan untuk dapat memasuki madrasah lima tahun berikutnya. Para peserta sifir awal dan tsani dididik secara khusus untuk memahami bahasa arab sebagai

landasan penting bagi pendidikan madrasah lima tahun.8

Pada awal pernikahan Ma’shum Ali dan Khairiyah tinggal di Pesantren

Tebuireng, membantu KH Hasyim Asyari sebagai pengasuh. Pada tahun 1913 M mulai membangun rumah sederhana yang terletak di Dusun Seblak, lalu pada tahun 1921 M sedikit demi sedikit membangun Pesantren Seblak. Kehidupan sehari-hari beliau mencerminkan sosok pribadi yang harmonis, baik terhadap keluarga, masyarakat, dan santri. Khususnya kepada KH.Hasyim Asy’ari, Ma’shum Ali sering menghadiahkan kitab kepada sang mertua sekaligus gurunya itu.

6

Maksoem Machfoedz, KH.Ma’shum Ali Cendekiawan Muslim (Jombang:Majalah Tebuireng,1986) 51.

7

Ibid., 50. 8


(27)

19

Ketika sepulangnya dari Makkah pada tahun 1332 H. Dan setelah beliau pulang dari Makkah secara otomatis gelar KH ditaruh didepan nama Ma’shum

Ali. Beliau tidak lupa membawakan Kitab Al Jawahir Al Lawami’ sebagai

hadiah untuk KH.Hasyim Asy’ari. Bahkan kitab As Syifa yang pernah

diberikan, kitab itu menjadi referensi utama KH.Hasyim Asy’ari ketika mengarang kitab.

Sebagai Kyai yang berilmu tinggi, meskipun Ma’shum Ali adalah sosok

yang disegani bukan berarti harus meninggalkan pergaulannya bersama masyarakat awam. Beliau dikenal sebagai Kyai yang sangat akrab dengan kalangan bawah. Bahkan banyak diantara mereka yang tidak mengetahui bahwa Kyai Ma’shum adalah ulama besar.9

Pernikahan Kyai Ma’shum Ali dan Nyai Khairiyah Hasyim adalah

langkah awal didirikannya Pondok Pesantren Seblak Jombang. Yang terletak di sebelah barat Pondok Pesantren Tebuireng. Suatu perbuatan yang sangat membutuhkan keberanian untuk mendirikan Pondok Pesantren di daerah tersebut. Sebab ketika itu, Dusun Seblak dikenal sebagai Area Hitam, yaitu

masyarakat sekitar sangat jauh dengan tuntunan agama.10

Pernikahan KH.Ma’shum Ali dengan Nyai Khairiyah Hasyim

melahirkan 9 keturunan yaitu Hamnah, Abdul Jabbar, Abidah, Ali, Djamilah,

Mahmud, Karimah, Abdul Aziz, Azizah. 11 Namun takdir menentukan lain,

yang hidup sampai dewasa hanya dua orang yaitu Abidah dan Djamilah.

9

Muhammad Al Fitra Haqiqi,50 Ulama Agung Nusantara, (Jombang:Darul Hikmah,2010), 113 10

Ibid., 118. 11

M.Ishom Hadzik, Luqman Hakim, Biografi Singkat dan Silsilah KH.Hayim Asy’ari (Jombang: Diktat dalam rangka temu Keluarga Bani Hasyim) 11-13


(28)

20

Sementara ketujuh saudaranya meninggal dunia disaat kecil, alhasil kedua putri beliau berperan penting dalam meneruskan pondok pesantren seblak.

Beliau juga dikenal dengan ulama sufi menghindari sifat sombong, riya’ dan ujub. Dengan bukti ketika saat menjelang wafat seluruh fotonya dibakar. Tidak lain karena beliau tidak mau identitasnya diketahui banyak orang yang nantinya menimbulkan penyakit hati. Selain itu kehidupan sehari KH Ma’shum mencerminkan sosok pribadi yang harmonis bersama masayarakat, keluarga, dan santri.

B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan

datang.12 Dalam kamus besar bahasa indonesia,dinyatakan bahwa pendidikan

adalah proses mengubah sikap dan tata laku supaya seseorang atau kelompok dalam usahanya untuk mendewasakan manusia melalui pengajaran dan

latihan, proses, perbuatan, cara mendidik.13

Dalam ensiklopedi indonesia, pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kebodohan menjadi pandai dan cerdas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam arti luas pendidikan baik formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas ilmu pengetahuan manusia tentang

dirinya sendiri,dan tentang dunia dimana manusia itu hidup.14

12

RI,Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dan penjelasannya,Bab I,Pasal 1,Ayat 1 (Semarang: Aneka Ilmu, 1992) 2.

13

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bhasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) 204.

14


(29)

21

Dari semua yang peneliti jelaskan diatas bahwa masalah pendidikan adalah salah satu unsur pokok yang sangat dibutuhkan dalam menciptakan, mengelola, dan membentuk serta mengubah pola pikir seseorang supaya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian pendidikan adalah yang berperan aktif dalam membentuk kepribadian seseorang.

Bagi penelitian ini,peneliti sudah mencari data yang memberikan

informasi tentang latar belakang pendidikan KH Ma’shum Ali. tetapi tidak

menyurutkan semangat peneliti dalam meneruskan penelitian ini. Sebab bukanlah suatu yang mustahil bagi seorang yang tidak mengeyam pendidikan formal untuk menjadi orang yang besar. Yang alim dalam pengetahuan agama dan mampu melahirkan ide-ide atau pemikiran yang cemerlang pada masanya.

Terlebih KH. Ma’shum Ali merupakan anak dari ulama yaitu Kyai Ali putra

dari KH.Abdul Muhyi. Beliau mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya yaitu Kyai Ali. Setelah mendapatkan bekal pendidikan yang cukup, Kyai Ma’shum ingin melanjutkan pendidikan di Tebuireng. Kyai Ali mengizinkan beliau melanjutkan pendidikan di Tebuireng yang langsung diasuh oleh KH.Hasyim Asy’ari.

Sistem pendidikan saat Kyai Ma’shum Ali belajar kepada ayahnya, dengan cara mendapatkan pendidikan pertamanya langsung dari Kyai Ali, karena sistem pendidikan saat itu belum terorganisir seperti sekarang,masih berupa kelompok-kelompok. Hal ini dinyatakan oleh Karel seperti:


(30)

22

Selain diberikan secara individual,mata pelajaran juga diberikan secara

berkelompok dalam satu lingkaran kepada beberapa santri sekaligus yang disebut halaqah.”15

Cara mendidik KH Hasyim Asy’ari terhadap murid – muridnya sangat tegas. Beliau melakukan itu karena ingin murid didik atau santrinya tersebut nantinya akan berhasil. Saat itu KH.Ma’shum Ali menjadi murid beliau sangat menerima apa saja ilmu yang diperoleh karena keuletan dan kepandaiannya. Hingga sampai beliau menjadi menantu sekaligus murid KH Hasyim Asy’ari, mendapatkan Putri pertama yang bernama Nyai Khairiyah.

Kyai Ali sebagai suami memeberikan didikan untuk istrinya yaitu Nyai Khairiyah Hasyim. Sebagai seorang istri Nyai Khairiyah Hasyim memiliki andil yang besar dalam mendampingi suami yaitu Kyai Ma’shum Ali dalam merintis dan memimpin sebuah pesantren, yaitu Pesantren Seblak Jombang.

Selama di Makkah inilah kemampuan ilmu pengetahuannya terlatih dengan baik. Dan kesempatan ini digunakan dengan baik pula. Yaitu disamping menuntut ilmu di Makkah mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya.

Dalam penjelasan Manfred Ziemik, bahwa pendidikan Kyai muda kebanyakan diakhiri ke tanah suci atau melakukan perjalanan ibadah haji. Dan

menuntut ilmu dalam waktu sekian lama.16Seperti contoh Kyai Ma’shum Ali

merupakan sosok yang tekun dan rajin untuk menuntut ilmu pengetahuan. Terbukti ketika beliau berangkat haji dengan menggunakan perahu bersama Nelayan. Beliau sangat berkeyakinan kuat bahwa pendidikan tidak harus didapatkan di Sekolah formal atau yang lain, tetapi bisa juga pendidikan atau

15

Karel A Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah (Jakarta: LP3ES, 1994) 14. 16

DR.Manfred Ziemik, Pesantren dalam perubahan Sosial (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat,1986) 133.


(31)

23

Ilmu pengetahuan bisa juga didapat ketika KH Ma’shum Ali melakukan perjalanan menuju Makkah. Setelah kembali sebagai haji terdapatlah berbagai

kemungkinan baginya, sebagai penyempurnaan pengetahuan. 17

C. KARYA TULIS

Ma’shum Ali belajar kepada ayahnya, dengan cara mendapatkan

pendidikan pertamanya langsung dari Kyai Ali, karena sistem pendidikan saat itu belum terorganisir seperti sekarang,masih berupa kelompok-kelompok. Hal

ini dinyatakan oleh Karel seperti:Selain diberikan secara individual,mata

pelajaran juga diberikan secara berkelompok dalam satu lingkaran kepada

beberapa santri sekaligus yang disebut halaqah.”18

Setelah mendapatkan bekal pendidikan yang cukup dari ayahnya, Kyai Ma’shum ingin melanjutkan pendidikan di Tebuireng. Kyai Ali mengizinkan beliau melanjutkan pendidikan di Tebuireng yang langsung diasuh oleh KH.Hasyim Asy’ari.

Cara mendidik KH Hasyim Asy’ari terhadap murid – muridnya sangat tegas. Beliau melakukan itu karena ingin murid didik atau santrinya tersebut nantinya akan berhasil. Saat itu KH.Ma’shum Ali menjadi murid beliau sangat menerima apa saja ilmu yang diperoleh karena keuletan dan kepandaiannya. Hingga sampai beliau menjadi menantu sekaligus murid KH Hasyim Asy’ari

Ma’shum adalah Kyai muda yang banyak talenta. Beliau adalah ulama yang ahli dalam bidang falaq yang sekarang dikenal dengan ilmu astronomi. Beliau juga ahli dalam bidang alat balaghoh, nahwu, sharaf, hisab dll. Dengan

17

Ibid.,134. 18


(32)

24

kemampuan dan kecerdasan sehingga beliau mempunyai karya fenomenal yaitu kitab Al Amstsilah At Tashrifiyah kitab ini menjadi asas ilmu sharaf yang dipakai di berbagai pondk salaf di Indonesia. Kitab tersebut juga mendapatkan aspirasi yaitu Mesir.

Selain itu Beliau juga sangat ahli dalam bidang menulis. Kemampuan menulis beliau ditulis dalam karya yang dihasilkan. Bahkan banyak orang lebih mengenal kitab atau karya beliau daripada pengarangnya sendiri. Ada empat karya beliau yaitu :

1. Al Amsilah At Tashrifiyah, menerangkan tentang ilmu sharaf. Susunannya

sangat sistematis. Sehingga mudah difahami dan dihafal. Lembaga-lembaga islam, baik di Indonesia maupun diluar negeripun mengkaji kitab ini. Lalu Kitab Shorof ini menjadi pegangan wajib setiap Pondok salaf. Diantara Pondok Salaf yang menggunakan kitab Sharaf yaitu pondok Mambaul Hikam Jati Rejo Jombang , Pondok Denanyar Jombang, Pondok Walisongo Cukir dan masih banyak lagi Pondok Salaf lainnya yang

menggunakan kitab sharaf sebagai pegangan wajib.19 Ada yang menjuluki

kitab ini “Tasrifan Jombang”. Kitab ini terdiri 60 halaman diterbitkan banyak penerbit, yang menerbitkan kitab Sharaf penerbit Salim Nabhan Surabaya. Pada halaman pertama kitab tertera sambutan berbahasa arab

dari Mantan Mentri Agama RI KH Syaifuddin Zuhri.20

llmu Sharaf Adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan kalimah (kata) mulai dari macam yang satu kepada macam yang lain

19

Maftuhah Mustiqowati, wawancara Tanggal 24 Maret 2015. 20Muhammad Ma’shum bin Ali,


(33)

25

untuk menghasilkan makna yang dikehendaki. dalam bahasa Indonesia bisa di analogikan dengan perubahan kata makan menjadi makanan, telah makan, sedang makan, akan makan, atau dimakan dll. Kitab Shorof yang biasa digunakan adalah kitab Amtsilatut Tashrifiyah. Kitab ini kecil dan praktis untuk dipelajari karena disajikan dalam bentuk yang sistematis. Namun dalam belajar ilmu shorof diperlukan sedikit keuletan karena didalamnya cukup banyak yang harus dihafal.

2. Fathul Qadir, kitab ini menjelaskan ukuran dan takaran arab dalam

Bahasa Indonesia. Diterbitkan pada tahun 1920. Kitab ini diterbitkan oleh

Salim Nabhan Surabaya dengan halaman yang tipis tapi lengkap.21

3. Ad Durus Falakiyah, banyak orang yang beranggapan bahwa Ilmu Falak

rumit, tetapi bagi orang yang mempelajari kitab ini berkesan mudah. Karena disusun secara sistematis dan konseptual. Kitab ini berisi ilmu

hitung, logaritma, almanak Masehi dan Hijriah, Posisi Matahari. Alat

hitung yang digunakan dalam kitab ini adalah Rubu’ Mujayyab.

Rubu’ Mujayyab adalah alat hitung astronomi untuk memecahkan

permasalahan segitiga bola dalam astronomi. sehingga teori segitiga bola

yang digunakan adalah persamaan untuk aplikasi Rubu' Mujayyab. Alat

hitung ini merupakan alat hitung yang sangat akurat pada zamannya. Apabila dikomparasikan dengan system yang ada sekarang, bagaimanakah tingkat keakurasian data-data yang dihasilkan oleh

perhitungan Rubu’ mujayyab dengan kalkulator.

21Muhammad Ma’shum bin Ali,


(34)

26

Kitab Ad-Durus al-Falakiyyah ini masih diajarkan di beberapa Madrasah dan Pondok Pesantren, diantaranya adalah MA Qudsiyyah, PP. Kwagean Kediri, Madrasah Syafi’iyah Rembang, dan PP. Salafiyyah Ploso Mojo Kediri. Dilihat dari kemajuan zaman sekarang yang sudah terdapat sistem perhitungan yang sudah digital, signifikansi penjelasan

tentang Rubu’ Mujayyab yang merupakan alat hitung asli dalam kitab

¬Ad-Durus al-Falakiyyah, dilihat pada zaman sekarang, sudah diganti

dengan kalkulator ataukah dikomparasikan antara keduanya.22

4. Badi’atul Mitsal, kitab ini menjelaskan Ilmu Falak yang berpatokan menjadi pusat peredaran alam semesta, bukan matahari tetapi teori yang datang kemudian yaitu Bumi.terfokus ke penetapan awal Hijriah dengan

metode hisab Haqiqi bi Al Tahqiq.23 Kitab ini menjadi rujukan utama para

ahli Falak dan Kementrian Agama RI dalam menetapkan awal bulan Hijriah di Indonesia.

Di Mukaddimah tersebut KH Ma’shum Ali menyebutkan

bahwasannya pembuatan kitab yang beliau namai risalah (catatan/tulisan) dilandasi dengan kebutuhan para pelajar di Pulau Jawa yang mendesak dengan perhitungan awal bulan, hilal, dan tahun. Kesulitan para Talib al ilm dalam mempelajari kitab-kitab dan jarangnya mereka mempunyai

kitab tersebut. Karena itulah ia membahas risalah ini.24

22Muhammad Ma’shum bin Ali,

al-Durus al-Falakiyah (Surabaya: Maktabah Sa’ad binNashir Nabhan wa Auladuhu, 1992 M/ 1412 H).

23

Muhammad Ma’shum bin Ali, Badiah al-Mitsal fi Hisab al-Sinin wa al-Hilal (Surabaya: Maktabah Sa’ad bin Nashir Nabhan, tt).

24


(35)

27

Itulah karya - karya tulisan KH Ma’shum Ali yang sampai saat ini

masih dikaji di Pondok Pesantren, khususnya Pondok Pesantren Seblak Jombang.

D. WAFAT

Kyai Ma’shum Ali adalah pribadi yang sederhana, rajin , ulet. Beliau juga adalah Kyai yang kharismatik yang pandai mendidik santri-santrinya. Tetapi karena penyakit paru-paru yang dideritanya. Tepat pada tanggal 24 Ramadan 1351 atau 8 Januari 1933, KH.Ma’shum Ali dipanggil oleh Allah dalam usia yang masih muda, yaitu kurang lebih 46 tahun. Pada saat kehadirannya masih didambakan oleh semua orang yang mengenalnya.

Khususnya para santri.25

Kyai Ma’shum tampaknya bukan hanya sekedar karismatik,yang pandai dalam mendidik santri-santrinya, seperti penjelasan sebelumnya. Tetapi beliau juga cendekiawan muslim yang pandai menuangkan ide-ide pemikiran ke dalam bentuk tulisan. Seperti kutipan dibawah ini:

Kyai Ma’shum Ali telah mewariskan beberapa kitab yang sampai saat ini masih dibaca orang. Kitab-kitabnya adalah Ad Durus Al Falakiyah jilid 1 dan 2 tentang ilmu falak,Al Amsilah At Tashrifiyah menjelaskan tentang

Ilmu Sharaf,Fathul Qadir, tentang rumus-rumus ukuran, dan Badi’ah al

Mitsal.”26

Suatu peninggalan yang berarti sekali dalam menambah khazanah keilmuan, terutama dalam rangka mendidik kader-kader islam yang tangguh,yang mampu meneruskan segala cita-cita beliau. Sifat kesederhanaan tidak hanya terlihat ketika beliau masih hidup, tetapi setelah wafatpun masih

25

Ibid., 68. 26


(36)

28

tampak terlihat. Makam Kyai Ma’shum pun tampak biasa, dan tidak ada hiasan yang menandakan sebagai makamnya Kyai. Hanya ada batu nisan tersisa satu. Makam Kyai Ma’shum Ali berada di pemakaman Pondok Tebuireng.

Semenjak ditinggal Kyai Ma’shum Ali, Nyai Khairiyah Hasyim mulai hidup menjanda. Beliau melangkah terus secara perlahan namun pasti memimpin Pondok Pesantren Seblak yang telah dirintis bersama dengan suaminya. Cobaan dan tantangan senantiasa datang,baik dari luar maupun dari keluarga sendiri. Namun beliau masih tetap tabah dan tegar. Tetapi karna Nyai Khairiyah bertekat untuk merantau setelah memimpin Pondok Pesantren

Seblak selama empat tahun dari 1933-1937.27

Nyai Khairiyah Hasyim mempunyai tekat untuk merantau. Seperti kutipan Bapak Muhsin yaitu:

Setelah ditinggal oleh suaminya,Ibu Khairiyah Hasyim mulai

berkeinginan merantau. Sehingga dipandang perlu memberikan wewenang kepemimpinan Pondok Seblak kepada Ibu Abidah dan menantunya, KH Machfudz Anwar.”28

Setelah sekian lama di Makkah tempat Nyai Khairiyah Hasyim merantau, atas desakan Presiden Soekarno ketika berkunjung ke Makkah, Nyai Khairiyah kembali ke Indonesia pada tahun 1956. Dengan tujuan ikut serta membangun bangsa yang telah merdeka. Ketika Nyai Khairiyah tiba di Tebuireng, beliau menempati tempat adiknya Kyai Kholiq Hasyim. Selang beberapa waktu Pesantren Seblak memerlukan penanganan Nyai Khairiyah

27

Sejarah singkat berdirinya yayasan, Dokumen Pesantren Seblak (Jombang: Seblak, 1987) 1. 28


(37)

29

Hasyim kembali. Atas saran KH Yusuf Hasyim dan KH Ilyas, Nyai Khairiyah kembali ke Pesantren Seblak sekaligus memimpin Pondok Seblak kedua kalinya.

Kepergian KH Ma’shum Ali membawa musibah besar, terutama santri

Tebuireng dan Seblak Karena beliau adalah satu – satunya Kyai yang menjadi

rujukan utama keilmuan kedua setelah KH Hasyim Asy’ari. Jasa – jasa beliau sangatlah besar dalam bidang keilmuan, Seperti karya tulis beliau yang sampai saat ini masih dipelajari, dan hingga sampai saat ini belum ada seorang

ulama yang mampu menyainginya29.

29


(38)

BAB III

SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFIIYAH SEBLAK JOMBANG

A. LETAK GEOGRAFIS

Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim Seblak berada di Desa Kwaron Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Kwaron adalah nama Desa yang ada di Kecamatan Diwek Jombang. Kecamatan Diwek merupakan salah satu dari beberapa kecamatan di tingkat 21 di Kabupaten Jombang. Jarak dari Kecamatan Diwek ke kota Jombang atau dari kabupaten yaitu 7 km.

Letak perbatasan daerah kecamatan Diwek meliputi:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ploso

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pare1

Penelitian ini dilakukan di Desa Kwaron Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Desa ini terdiri dari beberapa kampung yakni Sokopuro, Seblak, Nglerep dan Blimbing. Secara geografis desa Kwaron atau lebih tepatnya pada dusun Seblak termasuk dusun yang maju.baik itu dari segi

perekonomian, budaya dan pendidikan.2

1

Sumber data monografi Kecamatan Diwek, 20 Februari 2015. 2


(39)

31

Desa ini berada pada wilayah yang cukup ramai meskipun jauh dari kota karena letaknya yang berdekatan dengan Ponpes Tebuireng. Berikut ini adalah gambar peta wilayah Jombang perkecamatan

Penduduk Desa Kwaron memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda. yakni Petani, Guru, Militer, Pegawai Pabrik, Supir, Pedagang. Namun mayoritas adalah Petani, baik Pemilik Tanah maupun Buruh Tani. Sehingga rata-rata perekonomiannya menengah kebawah. Dalam bidang pendidikan desa ini memiliki kesadaran akan pendidikan formal maupun non formal. Ini terbukti para orang tua memberikan jalan yang baik dengan cara anak-anaknya disekolahkan di pondok pesantren. Itu membuat pendidikan di

pondok pesantren Desa Kwaron sedikit demi sedikit mulai berkembang.3

3


(40)

32

Kecamatan Diwek terbagi menjadi 20 Desa, 89 Dusun, 190 Rukun Warga (RW ), 644 Rukun Tetangga ( RT ). Jumlah rekapitulasi Kepala

Keluarga berjumlah 21728. Dengan jumlah penduduk 90.063 orang.4 Seblak

adalah dusun yang terletak di administratif Desa Kwaron, Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. Jarak Seblak ke Kota Jombang kurang lebih 7 km.

Jarak antara Seblak ke Tebuireng dari arah barat yaitu 300 m. Nama dusun ini dijadikan oleh KH Ma’shum Ali sebagai nama Pondok Pesantren yang akan didirikannya yaitu Pondok Pesantren Seblak. Luas Kecamatan Diwek yaitu 47,7 km. Menurut data statistik dari September 2003, Diwek memiliki populasi penduduk 88.541 orang, dengan rasio 42.472 laki-laki dan 46.069 perempuan. Mayoritas penduduk Diwek adalah Muslim, yang terdiri

89.622 jiwa, 404 adalah kristen, 36 Katolik, Protestan 416 dan satu Hindu.5

Dengan tingginya jumlah Muslim, Diwek memiliki 72 masjid dan 308 musolla, Dan ada 65 pesantren (masjid kecil).

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa diantara agama-agama yang berkembang di Kecamatan Diwek Jombang yang besar pemeluknya adalah Agama Islam. Keadaan tersebut adalah karena Kecamatan Diwek merupakan salah satu daerah yang banyak pendidikan diniyahnya. Begitu pula lembaga-lembaga keagamaan yang hampir rata di setiap desa, baik berupa Yayasan Pendidikan formal maupun non formal. Hal ini sebagai prasarana yang mutlak di perlukan untuk mencerdaskan bangsa dan secara

4

Sumber data monografi Kecamatan Diwek, 20 Februari 2015. 5


(41)

33

tidak langsung seseorang akan dikenalkan pengetahuan agama di lembaga-lembaga tersebut.

Data resmi Diwek pada tahun 2001 tercatat bahwa ada 19 Pesantren 14 terletak di daerah, dengan 60 orang kiai (pemimpin agama / guru). dan 7.185 orang murid. Pada tahun 2004, data dari Departemen Agama Jombang tentang kebijakan dalam mengembangkan Pondok Pesantren, mempunyai unsur baru berupa sistem pendidikan klasikal. Sejalan dengan perkembangan dan perubahan bentuk pesantren, Menteri Agama RI Mengeluarkan peraturan nomor 3 tahun 1979, yang mengklasifikasikan pondok pesantren sebagai berikut:

1. Pondok Pesantren tipe A, yaitu dimana para santri belajar dan bertempat

tinggal di Asrama lingkungan pondok pesantren dengan pengajaran yang berlangsung secara tradisional (sistem wetonan atau sorogan).

2. Pondok Pesantren tipe B, yaitu yang menyelenggarakan pengajaran

secara klasikal dan pengajaran oleh kyai bersifat aplikasi, diberikan pada waktu-waktu tertentu. Santri tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren.

3. Pondok Pesantren tipe C, yaitu pondok pesantren hanya merupakan

asrama sedangkan para santrinya belajar di luar (di madrasah atau sekolah umum lainnya), kyai hanya mengawas dan sebagai pembina para santri tersebut.


(42)

34

4. Pondok Pesantren tipe D, yaitu yang menyelenggarakan sistem pondok

pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah.6

Diwek adalah daerah yang memiliki 12 taman kanak-kanak, 39 sekolah dasar, empat SMP. (dua publik dan dua swasta), empat sekolah menengah atas (semua dari mereka adalah sekolah swasta), 30 Raudhatul Athfal (TK Islam) dengan 1595 siswa dan 101 guru, 32 Madrasah Ibtidaiyah, berikutnya dari Pesantren seblak dan pesantren lain juga.dengan 4.706 siswa dan 206 guru, 18 Madrasah Tsanawiyah (SMP Islam, dua publik dan enam belas swasta) dengan 3189 dan 299 guru, 14 Madrasah Aliyah (Senior Islam sekolah tinggi, semua dari mereka adalah sekolah swasta) dengan 3.564 siswa

dan 319 guru.7

Tinggi jumlah sekolah Islam di Diwek terkait dengan konsentrasi tinggi atau pesantren di daerah, Hampir semua pesantren memiliki sistem pendidikan mereka untuk mengakomodasi kebutuhan siswa untuk mendapatkan pendidikan formal yang memiliki certificate. Dengan sejumlah pesantren dan beberapa sekolah Islam lainnya, Diwek, adalah miniatur nyata ‘kota santri’. Di Diwek, pesantren sebagian besar terkonsentrasi di Cukir dan

dusun kwaron. terletak di jalan raya dari Jombang ke Pare.8

Jombang yang biasa disebut kota santri menjadi lebih intensif selama Ramadhan. Pada saat itu, beberapa pesantren mempunyai kegiatan keagamaan bagi murid yang berasal dari lokal. Pesantren Tebuireng misalnya,

6

http://www.blog-guru.web.id/2012/09/keberadaan-pondok-pesantren-dalam.html. 7

Eka Sri Mulyani, Women From Traditional Islamic Educational Institutions in Indonesia (Tesis: Amsterdam University Press,1981) 75.

8


(43)

35

memiliki Kelas ramadhan untuk siswa, seperti “kuliah umum” beberapa

anggota masyarakat setempat juga datang untuk belajar dan duduk diteras pesantren. Di Pondok Pesantren Seblak saat ramadhan pun memiliki kegiatan rutin seperti pengajian Al Quran di pagi hari, sore dilanjutkan dengan pengajian kitab kuning, dan setelah solat tarawih pengajian kitab lain

dilanjutkan.9

Tidak hanya itu, kelas Ramadhan menggunakan mikrofon, untuk membuatnya dapat diakses oleh orang lokal lainnya. Jadi disaat seorang ustadz mengkaji kitab kuning itu memakai mikrofon sebagai pengeras suara. pada akhir Ramadan, wilayah Jombang yang sebagian besar adalah Pondok Pesantren sangat tenang, mayoritas murid kembali ke rumah untuk istirahat semester dan merayakan hari-hari Idul Fitri. Pesantren juga dapat menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat d Jombang, khususnya di desa-desa. Hubungan antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Hubungan sosial seperti inilah jauh lebih kuat ketika pesantren tidak memasok harian makanan untuk siswa, atau sebelum minimarket dalam senyawa pesantren didirikan. Murid mengandalkan signifikan pada masyarakat lokal untuk kebutuhan mereka sehari-hari, bahan makanan,

makanan, dan kebutuhan lainnya.10

Pesantren di daerah memiliki implikasi ekonomi yang luas bagi kehidupan sekitarnya. Sebuah desa seperti Cukir, dengan padat penduduk dan jumlah pesantren, tampaknya lebih ramai dan memiliki lebih kegiatan

9

Ibid., 78. 10


(44)

36

ekonomi yang dinamis dari desa-desa lain di kecamatan yang sama yaitu Diwek. Fotokopi dan alat tulis bisnis dan restoran kecil yang cukup umum di daerah, ditambah internet sewa, Bank dan mesin ATM. Daerah ini memiliki sebuah motel komersial juga, yang sebenarnya tidak sangat umum di desa

atau daerah pedesaan di Indonesia.11

B. SEJARAH PENDIRIAN

Latar Belakang berdirinya Pondok Pesantren Seblak pada awalnya

adanya jalur pernikahan antara KH Ma’shum Ali dengan puteri kedua KH

Hasyim Asyari yaitu Nyai Khairiyah Hasyim. Proses sebelum diputuskan daerah seblak menjadi tempat pendirian Pondok yang dibangun KH Ma’shum Ali atas perintah KH Hasyim Asy’ari, KH Hasyim memberikan alternatif tempat untuk pendirian pondok. Tetapi KH Ma’shum Ali mempunyai pandangan yang tepat untuk syiar dakwah sebelum KH Hasyim memintanya. KH Ma’shum Ali memilih tempat di daerah Seblak Kecamatan Kwaron Jombang untuk Pondok Pesantrennya. Namun dalam hal ini KH.Hasyim Asy’ari lebih bersikap bijak dalam mendidik putera-putrinya untuk terjun ke medan dakwah. Alhasil dengan melalui pemikiran mendalam dan pertimbangan. Kedua pasangan ini Kyai Ma’shum dan Nyai Khairiyah

Hasyim menjatuhkan pilihan di Dusun Seblak.12

Pesantren Seblak pada awalnya, adalah pesantren khusus putri. Tetapi

ada sebagian data dijelaskan awalnya dibuka untuk santri putera.13

Pembangunannya pertama kali rumah Kyai Ma’shum Ali, surau yang

11

Muzaiyyanah Hamasy, Nyai Khairiyah Hasyim (Sebuah Skripsi, 1996) 20. 12

Moh.Solahudin, Ahli Falak dari Pesantren (Kediri: Nous Pustaka Utama,2012) 60. 13


(45)

37

dilengkapi dengan bilik tempat penginapan para santri sekaligus sebagai tempat untuk belajar. Pendirian Pesantren Puteri Seblak pada tahun 1921 M, memiliki garis historis dengan Pesantren Tebuireng yang didirikan oleh KH.

M Hasyim Asy’ari pada tahun 1899. Popularitas Pesantren Tebuireng telah

mendorong masyarakat dari berbagai penjuru nusantara untuk mengirimkan

putera - puterinya ke Tebuireng.14 Situasi sekitar Pesantren Puteri Seblak

tidak sama dengan situasi yang dijumpai saat ini. Warga seblak sebelum datangnya KH Hasyim Asy’ari sangat bermoral jahiliyah.

Bermoral jahiliyah yang dimaksud disini adalah Bagi masyarakat seblak dan sekitar memiliki kesenangan dan perbuatan yang penuh maksiat. Dusun Seblak saat itu terkenal dengan dunia hitam, Pola laku masyarakat setempat sangat bermoral rendah. Seperti pencurian,perjudian,bahkan pelacuran bagian dari hidup mereka. Mereka sangat akrab dengan gaya hidup

lima M, yaitu ada Maling, Main,Madat, Minum,dan Madon.15 Hal ini

merupakan akibat dari berpindahnya lokasi kemaksiatan dari daerah Tebuireng ke arah barat (Seblak).

Melihat kondisi masyarakat seblak yang sangat memprihatinkan, KH.Hasyim Asy’ari tidak tinggal diam. Beliau bergerak membenahi atau mengajak masyarakat Seblak,dan ingin membimbingnya menuju ke jalan yang benar,yaitu ajaran Islam. Itu salah satu dari motivasi pendirian Pondok Pesantren Seblak. Namun dimasa - masa pendirian pesantren, harus menghadapi rintangan dan gangguan dari penduduk desa. Orang-orang desa

14 Ibid, 32 15


(46)

38

merasa terganggu dengan kebiasaan baru di pesantren tersebut, mereka bahkan berusaha menggunakan setiap hartanya untuk mengganggu kehidupan para Santri, Kyai dan keluarganya. Mereka berusaha merusak dinding-dinding bambu bangunan pesantren dengan perang dan mengancam seluruh kehidupan komunitas pesantren. Fenomena itulah yang menjadi isyarat pendirian pesantren Tebuireng merupakan simbol penantang langsung terhadap teknologi Barat yang membawa dampak buruk terhadap tingkah

laku dan pemikiran masyarakat pribumi.16

Tampaknya sebagai ulama besar KH.Hasyim Asy’ari mempunyai tanggung jawab moral,dan senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar

demi tegaknya islam dimuka bumi.17 Suatu keputusan yang menuntut

tanggung jawab besar untuk membangun masyarakat yang tak mengenal norma-norma agama menuju masyarakat yang berlandaskan moral agama demi terciptanya komunitas muslim yang harmonis dibawah naungan nilai-nilai islam.

Dan dikarenakan bangunan dan asrama yang dimiliki Pesantren Tebuireng tidak mencukupi untuk menampung santri puteri, maka Hadratus

Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari menugaskan kepada Ma’shum Ali

mendirikan pesantren yang khusus untuk belajar bagi santri puteri.

Ma’shum Ali kemudian membeli sebidang tanah dan bangunan dari dukun bayi. Konon menurut kepercayaan orang jawa, jika membeli tanah dari

16

Kholid O. Santos, Manusia di Panggung Sejarah (Pemikir dan gerakan Tokoh-tokoh Islam) (Bandung: Sega Arsy, 2007) 23.

17


(47)

39

dukun bayi maka tanah sebelah kanan dan kirinya juga turut terbeli.18 Akan

tetapi untuk mencapai apa yang diharapkan tampak tidak mudah. Hal itu terlihat dari perkembangan pesantren itu sendiri yang tidak terlepas dari berbagai hambatan. Dalam pendirian Pesantren Puteri Seblak mendapatkan

tantangan yang bertubi-tubi. Bahkan Ma’shum Ali sendiri merasakannya,

termasuk sering harus berhadapan dengan rayuan-rayuan para pelacur ketika hendak ke Pesantren Tebuireng untuk menemui Hadratus Syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari.

Sedangkan yang bersumber dari pihak luar adalah kondisi masyarakat di sekitar Jombang masih ada yang belum memahami konsep skala prioritas dalam berdakwah. Bahkan masih terdengar adanya nada sumbang berkenaan dengan didirikannya pondok pesantren di daerah yang masyarakatnya masih bobrok. Namun Ma’shum Ali dan Nyai Khairiyah Hasyim terus berusaha menyakinkan mereka, bahwa pilihannya itu tidak meleset seperti dugaan mereka.

Dalam konteks inilah dapat diprediksi bahwa berdirinya pondok pesanren seblak tidak lepas dari beberapa motivasi yang tesebut diatas. Dan pada tahun 1921 diatas tanah seluas setengah hektar berdirilah rumah Kyai, sebuah surau dilengkapi dengan bilik tempat penginapan para santri sekaligus

sebagai tempat untuk belajar.19

18

Muhammad Al Fitra Haqiqi, 50 Ulama Agung Nusantara (Jombang: Darul Hikmah, 2010) 117. 19

Ernawati Chusnul Chotimah, Elly Nur Laili, Penelitian Sejarah Berdirinya dan perkembangan pondok putri dan madrasah Salafiyah Syafiiyah Seblak Jombang. Suatu Paper pada Madrasah Salafiyah Syafiiyah Seblak Jombang, 1991) 8.


(48)

40

Kutipan dari erna pada point sejarah pendirian tentang santri amgkatan pertama pondok seblak sudah jelas. Sedangkan tentang struktur susunan pengurus pondok dan madrasah salafiyah syafiiyah seblak jombang yaitu:

1. Ketua Presidium : ibu Nyai Hj. Khairiyah Hasyim.

2. Wakil Ketua : KH. Adlan Ali.

3. Sekretaris : H. Ahmad Badawi Machbub.

4. Anggota I : KH. Machfudz Anwar.

5. Anggota II : KH. Noer Aziz Ma’shum.

6. Pengasuh : Nyai Hj. Djamilah Ma’shum.

7. Wk.bidang pendidikan/pengajaran: KH.Noer Aziz, M Zubaidi Muslich

8. Bendahara Madrasah : Umar Faruk BA.

9. Bendahara Pondok : Nur Azizah Tamhid.BA

10.Sekretaris umum : Listomar Arif

11.Sekretaris madrasah : M.Ali Muchsony

12.Sekretris Pondok : Asrori Amar.

13.Kepala Sekolah Aliyah: M.Thahir Tasman.

14.Wakil kepala sekolah aliyah: Ms. Haminuddin Nuh

15.Kepala sekolah Tsanawiyah: A.Mufti Abdul Hadi.

16.Wakil kepala sekolah tsanawiyah: Machsunah Faruq BA.

17.Kepala sekolah Ibtidaiyah : M.Z.Fanani.

18.Wk. Kepala Sek. Ibtidaiyah : Hindarti.


(49)

41

Itulah susunan struktur pengurus pondok dan madrasah Salafiyah Syafiiyah Seblak pada saat itu tahun 1979 M.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN

Pondok pesantren Seblak meskipun sudah berdiri ditahun 1921 M. Tetapi belum dibentuk dan mendirikan sebuah yayasan sendiri. Pada perkembangannya mulai dibentuk dan didirikan sebuah yayasan di tahun 1979 M. Ini sudah diungkap dan sudah tertera di sebuah akta yayasan oleh notaris Bazron Humam pada pasal 2 tentang waktu. Berdasarkan berikut sebagaimana terlampir

yayasan ini didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya dan telah

berdiri pada taggal 15-5-1979 ( lima belas mei seribu sembilan ratus tujuh

puluh sembilan). 20

Yayasan Khoiriyah adalah kekuasaan tertinggi penuh ada ditangan Kyai selaku pendiri pesantren, pengawas harian terdiri dari santri yang dipilih

dan ditunjuk oleh Kyai untuk menjadi Ketua Pondok.21

Keterlibatan Nyai Khairiyah Hasyim di Pondok Pesantren Seblak dalam rangka menegakkan kalimah Allah dimulai sejak awal berdirinya

Pondok sejak tahun 1921 bersama-sama dengan KH Ma’shum Ali. Disaat

itulah Nyai Khairiyah Hayim berperan sangat besar disaat mendampingi suaminya untuk melaksanakan tugas yang mulia ini. Pada perkembangannya masih terdiri dari para santri putra saja, maka dalam hal ini Nyai Khairiyah Hasyim lebih banyak dibelakang layar. Artinya Nyai Khairiyah tidak terjun secara langsung dalam membina santrinya. Tetapi sebagai istri beliau

20

Akta notaris Bazron Humam Yayasan Pondok Salafiyah Syafiiyah Khoiriyah Hasyim: 1986. 21Nyai Djamilah Ma’shum,

Dokumen Sejarah Singkat dan data-data Pondok Pesantren Seblak (Jombang: 1979) 1.


(50)

42

senantiasa memotivator memberikan dukungan, baik itu secara moril maupun materiil kepada sang suami demi kemajuan pesantren yang dirintisnya.

Bahkan kesetiaannya sebagai seorang istri tidak hanya terbatas sewaktu suaminya masih hidup, tetapi ketika wafatpun kesetiaanya masih sangat terlihat. Seperti yang diungkapkan sebagai berikut:

Ketika KH Ma’shum Ali akan menemui ajalnya, Kyai Adlan ( Adik

Kandung KH Ma’shum Ali) menunggu diluar kamar. Karena tidak

diperkenankan masuk oleh Nyai Khairiyah. Dan Kyai Adlan baru diperkenankan masuk ketika jenazah KH Ma’shum Ali sudah dirapikan.”22

Semenjak KH Ma’shum Ali wafat Nyai Khairiyah mulai meneruskan perjuangan suaminya. Beliau secara otomatis langsung mengambil alih posisi suaminya dalam memimpin Pondok Pesantren Seblak dengan dibantu oleh menantunya Kyai Machfudz Anwar beserta istrinya Nyai Abidah Ma’shum. Dibawah kepemimpinan Nyai Khairiyah Hasyim inilah Pondok Pesantren Seblak semakin mengalami kemajuan, seperti pada periode kepemimpinan yang kedua mulai tahun 1957-1969 karena periode ini santri puteri sudah mulai banyak yang berdatangan. Sehingga bukanlah suatu yang berlebihan jika akhirnya pesantren seblak ini terkenal sebagai Pondok Pesantren Puterinya.

Para santri puteri dari tempat jauhpun terus berdatangan, utamanya dari daerah Jakarta dan sekitarnya. Salah satu penyebabnya adalah ketika orang-orang Jakarta ini selama berada di Makkah, mereka banyak mengetahui akan perjuangan Nyai Khairiyah Hasyim di bidang pendidikan. Oleh karenanya ketika mereka mendengar bahwa Nyai Khairiyah Hasyim

22


(51)

43

memimpin sebuah pondok pesantren di daerah Jombang. Lalu banyak dari

mereka mengirim anak-anaknya untuk dipondokkan di Pesantren Seblak.23

Perjuangan Nyai Khairiyah Hasyim dalam menegakkan islam melalui lembaga pendidikan Pondok dan Madrasah Salafiyah Syafiiyah Khairiyah Hasyim terus berkembang. Beliau mendidik santri-santrinya dengaan akhlak yang luhur,budi pekerti yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan berjalannya waktu Pesantren Seblak Nyai Khairiyah Hasyim memperbanyak unit-unit pendidikan. Secara garis besar dapat dikategorikan pada dua bidang yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang diberikan secara teratur, berjenjang dan sistematis yang terikat dengan ijazah sebagai indikasi telah menyelesaikan studi. Pendidikan formal di Pesantren Seblak ini dikenal dengan nama Madrasah Salafiyah Syafiiyah. Sebagaimana telah penulis kemukakan bahwa sistem madrasah ini sejak masa kepemimpinan KH Ma’shum Ali. Kendatipun masih dalam bentuk yang sederhana.

Adapun pendidikan formal yang merupakan hasil rintisan Nyai Khairiyah adalah :

1. TK Al Khoiriyah

2. Madrasah Tsanawiyah

3. Madrasah Aliyah

4. Sekolah persiapan Tsanawiyah

5. Berdirinya yayasan

23


(52)

44

Sedangkan pendidikan non formal merupakan ciri dari suatu pondok pesantren. Pendidikan non formal mulai ada sejak berdirinya Pondok Pesantren Seblak. Baik itu dilakukan dirumah Kyai atau dimasjid. Dan Pendidikan non formal yang dilaksanakan di masing-masing pondok pesantren adalah berbeda-berbeda. Sesuai dengan visi atau kebutuhan yang menjadi orientasi pesantren yang bersangkutan. Sedangkan pendidikan non formal yang diterapkan pada masa Nyai Khairiyah Hasyim di Pesantren Seblak antara lain :

1. Pengajian AlQuran

2. Pengajian Kitab Klasik

3. Khitobah

4. Qiroah

5. Majlis Tahkim

6. Musyawarah

7. Kegiatan malam Jumat

Dalam perkembangan Pondok Pesantren Nyai Khairiyah Hasyim ingin terus mengembangkan unit-unit di Pondok Pesantren Seblak, diantara rencana pengembangan dimasa yang akan datang diantaranya adalah :

1. Mengembangkan perpustakaan, Koprasi, Penjahitan, Perajutan, dan

Kesenian.

2. Meningkatkan pelajaran bahasa, khusunya Bahasa Arab dan Inggris

3. Mendirikan Work Shop


(53)

45

5. Mendirikan Panti Asuhan Yatim Piatu Puteri.

6. Menyediakan perumahan guru dan dosen.24

Sistem Pendidikan pada awal perkembangan yang digunakan di Pondok Seblak masih berupa sistem non klasik yaitu memakai sorogan dan sistem Bandungan. Sorogan adalah dari kata sorog yang berarti mengajukan. Tata caranya adalah seorang santri menyodorkan sebuah kitab dihadapan Kyai atau pembantu Kyai kemudian Kyai memberikan tuntunan bagaimana caranya membaca,menghafal. Dan apabila telah meningkat termasuk tentang terjemahbdan tafsirnya lebih mendalam. Bandongan berarti mengikuti dan memperhatikan. Proses pengajarannya, Kyai membacakan kata perkata ataukalimat perkalimat dan menterjemahkannya. Kemudian juga diterangkan arti maksudnya lebih jauh. Dalam pengajaran itu santri hanya mengikuti dan memperhatikan dengan menandai menurut kode-kode tertentu apa yang dibaca Kyai dalam kitabnya masig-masing. Tanda tersebut biasanya berasal

dari bahasa jawa. 25

Pondok Pesantren Seblak menggunakan sistem sorogan dan bandongan dengan sendirinya juga tidak terlepas dari cara-cara yang dijelaskan diatas. Menurut catatan Nyai Hj. Djamilah Ma’shum (puteri kyai Ma’shum Ali ) yang dikutip oleh Erna, bahwa jumlah santri saat itu adalah 25 orang dan seorang guru. Santri angkatan pertama itu antara lain :

1. Alm. KH. Adlan Ali, yang ( Pengasuh Pondok Pesantren Cukir Jombang)

24Nyai HJ Djamilah Ma’shum,

Dokumen Sejarah Singkat dan data-data Pondok Pesantren Seblak (Jombang, 1979) 4.

25

Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren membangun dari bawah (Jakarta: P3M, 1985) 118.


(54)

46

2. KH. Sholeh ( Pengasuh Pondok Pesantren Bungah Sembayat Gresik,

Hufadl )

3. Alm. KH. Abdu Karim, Gresik ( Hufadl )

4. Alm. KH. Amin, Tunggul Paciran ( Hufadl )

5. Alm. KH. Abdul Jalil, kedua ( Ahli Falaq )

6. Alm. KH. Muhtadi, Keranji Paciran Lamongan ( Hufadl )

7. Lima ( 5 ) orang dari Banyuwangi

8. Tiga ( 3 ) orang dari Bawean

9. Dan lain – lain. 26

Kemudian seiring dengan perkembangannya sistem madrasah dan sistem pesantren, maka pondok seblak pun mulai mengadakan renovasi terhadap sistem pendidikan yang berlaku, yakni dari sistem non klasikal berkembang menjadi sistem klasikal.

Untuk itu maka pada tahun 1930, sistem madrasah mulai diterapkan dengan dibukanya Madrasah Salafiyah Syafi’iyah sifir awal dan sifir tsani. Kalau sekarang Ibtidaiyah. Untuk kelas III ( tiga ) sampai kelas VI ( enam ) yang merupakan kelas tertinggi di lanjutkan di Tebuireng dan ijazahnya

disamakan dengan ijazah Aliyah.27

Pada tahun 1933, ketika Kyai Ma’shum Ali meninggal, pimpinan

pesantren langsung diambil alih oleh istrinya yakni nyai Hj. Khoiriyah Hasyim. Kendati nyai Hj. Khoiriyah Hasyim tidak pernah mengenyam

26

Ernawati Chusnul Chotimah, Elly Nur Laili, Penelitian Sejarah Berdirinya dan perkembangan pondok putri dan madrasah Salafiyah Syafiiyah Seblak Jombang. Suatu Paper pada Madrasah Salafiyah Syafiiyah Seblak Jombang, hal 17.

27


(55)

47

pendidikan formal teetapi keluasan ilmu yang dimilikinya tidak diragukan lagi. Hal itu disebabkan sang ayah KH. Hasyim Asy’ari amat tekun membimbing dan mendidik putrinya yang satu ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zamakhayari sebagai berikut :

“Sejak akhir tahun 1910-an para kyai telah menyediakan komplek

untuk murid – murid wanita. Pesantren didaerah Jombang pertama kali

didirikan pada tahun 1917. Sebelum lembaga – lembaga pengajian

menyediakan pendidikan untuk kaum wanita, tetapi biasanya terbatas hanya

memberikan pengajaran kitab – kitab islam klasik pada tingkat dasar.

Beberapa kyai mengajar sendiri anak – anak perempuan mereka, kitab –

kitab tingkat atas dan kitab tinggi. Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim, putri kyai KH. Hasyim Asy’ari memiliki pengetahuan dalam cabang – cabang pengetahuan Islam. Sehingga beliau mampu mengantikan suaminya ( KH. Ma’shum Ali ), sebagai pimpinan pesantren Seblak sewaktu suaminya meninggal pada tahun 1932.” 28

Empat tahun kemudian, pada tahun 1937 Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim berangkat ke Mekkah dan mukim disana. Sehingga kepimpinan pesantren dialihkan kepada menantunya Kyai Mahfudz Anwar beserta istrinya. Pada tahun 1938 mulai dibuka madrasah khusus putri, masa belajar enam tahun. Pada masa itu sekabupaten Jombang hanya ada dua madrasah banat (khusus puteri) yaitu Denanyar dan Seblak

28

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi pesantren studi tentang Pandangan hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1990) 54.


(56)

48

Pada tahun 1953, di bukalah sekolah lanjutan pertama dengan nama SMP Mualimat atau SGB ( Sekolah Guru Bantu ) setahun kemudian 1954 sekolah tersebut namanya diubah menjadi PGA ( Pendidikan Guru Agama ) dengan masa belajar empat tahun. Pada tahun 1956, sekolah ini dipindahkan

ke Kota Jombang dengan nama PGA Sunan Ampel.29 Setelah Nyai Hj.

Khoiriyah Hasyim datang dari Mekkah pada tahun 1957, beliau kembali memimpin pondok pesantren Seblak. Pada tahun 1959 di Seblak mulai membuka Madrasah Tsanawiyah puteri dengan masa belajar 3 tahun. Pada

tahun 1960, atas desakan sekolah – sekolah Ibtidaiyah yang berada disekitar

pesantren tebuireng maka pondok pesantren Seblak mulai membuka Madrasah Tsanawiyah Putra dengan masa belajar tiga tahun. Tahun 1962 didirikan madrasah aliyah bagian puteri dengan masa belajar tiga tahun. Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Seblak adalah salah satu unit pendidikan di bawah naungan Yayasan Khoiriyah Hasyim Seblak Jombang.

Lembaga ini didirikan oleh Ma’shum Ali dan Nyai Hj. Khoiriyah Hasyim

pada tahun 1921. Saat ini dilanjutkan oleh dzurriyat (keturunan) beliau. Dan ditahun 1965 dibuka sekolah persiapan tsanawiyah bagian puteri, untuk menampung pelajar dari sekolah umum yang ingin melanjutkan ke Tsanawiyah dengan masa belajar 2 tahun. Tahun 1968 dibuka taman kanak-kanak untuk pembinaan murid pra sekolah, dengan masa belajar 2 tahun.

29

Ernawati Chusnul Chotimah,Elly Nur Laili, Penelitian Sejarah berdirinya dan perkembangan

Pondok Puteri dan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah Seblak Jombang (Suatu Paper Madrasah Slafiyah Syafiiyah Seblak Jombang, 1991) 22.


(1)

79

3. Peran KH Ma’shum Ali dibagi menjadi 3 Aspek yaitu Aspek keagamaan, pendidikan, sosial. aspek keagamaan meliputi Dalam penentuan awal bulan Kamariah terdapat beberapa persoalan antara hisab dan rukyat, terutama pada bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah. Persoalan yang sering kali muncul terdapat perbedaan antara kedua tersebut menyulut permusuhan dan mengusik Ukhuwah Islamiyah. Karena dua pemikiran hisab dan rukyat di Indonesia secara institusi selalu disimbolkan pada organisasi sosial kemasyarakatan Islam.

B. SARAN

1. Bagi segenap generasi muda islam, diharapkan memiliki sikap yang siap menggantikan para pejuang yang telah mendahului kita. Baik dengan cara memelihara peninggalannya dengan baik maupun dengan meneruskan segala cita – citanya.

2. Bagi masyarakat luas, diharapkan dapat mengambil hikmah dan selalu mengenang jasa – jasa baik perjuangan KH.Mashum Ali. Disamping itu, diharapakan supaya mampu menjadi pendukung perjuangan beliau dengan berperan serta dalam membantu kelangsungan pendidikan, dan ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan pendidikan yang baik dan layak kepada generasi muda kita. Karena masa depan bangsa ini, berada pada tangan generasi muda kita sekarang.


(2)

80

3. Bagi segenap pembaca yang budiman, sebagai hamba Allah yang dlaif masih banyak kekurangan dan khilafan dalam penulisan skripsi ini. Pada awal proses penelitian maupun sampai dikemukakan beberapa fakta sebagaimana yang tertuang dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi memperbaiki skripsi ini.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode penelitian sejarah, Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.2003.

Ali, Ma’shum. Al Amstilah At Tashrifiyah. Surabaya: Salim Nabhan. 1992 . Ali, Ma’shum. Fath Al Qadir. Surabaya: Salim Nabhan.1992.

Ali, Ma’shum. Ad Durus Falakiyah.Surabaya: Maktabah Sa’ad bin Nashir Nabhan wa auladuhu.1992.

Ali, Ma’shum, Bid’ah Al Mitsal. Surabaya: Maktabah Sa’ad bin Nashir Nabhan wa auladuhu.1992.

Ali, Ma’shum Muhammad. Pelajaran Astronomi terjemahan kitab Durusul Falakiyah

Chusnul Chotimah, Ernawati dan Elly Nur Laili. Suatu paper Penelitian Sejarah berdiri dan perkembangan pondok putri dan madrasah seblak. 1991. Dhofier, Zamakhsyari.Tradisi pesantren studi tentang Pandangan hidup Kyai,

cet. V, Jakarta: LP3ES. 1990. Dokumen IKKAD, Gresik: 1991

Dokumen Pesantren Seblak. Sejarah singkat berdirinya yayasan. Jombang: Seblak. 1978.

Departemen pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1988.

Departemen Agama RI, Alquran dan terjemahnya

Firdaus, Anang. Biografi KH Adlan Aly karomah sang wali.Jombang: Pustaka tebuireng.2014.

Gottschlak, Louis. Mengerti Sejarah, terjemahan Nugroho Noto Susanto, Jakarta: Universitas Indonesia Press.1985.

Gazalba, Sidi. Islam dan perubahan sosial budaya. Jakarta: Pustaka Al Husna.1983.

Hasyim, Muhammad. Buku panduan santri pondok salafiyah syafiiyah seblak, Jombang:Pondok Seblak,


(4)

Haqiqi, Al Fitra Muhammad. 50 Ulama Agung Nusantara, Jombang: Darul Hikmah.2010.

Hamasy, Muzayyanah. Skripsi Nyai Khairiyah Hasyim. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.1996

Hadzik, Ishom M. Lukman Hakim. Biografi Singkat dan silsilah KH Hasyim Asyari, Jombang: Diktat Tebuireng. .

Hadi, Khusnul. Sebuah dokumen akta yayasan tahun 2008. Ilmu Falak, Pondok Seblak artikel diakses tanggal 17 maret 2015

Jelani, Abdul Qadir. Pesantren Ulama dan Santri, Jakarta: Paramadina.2010

Khuluk, Latiful. Kebangunan Ulama biografi KH Hasyim Asyari. Yogyakarta: Lkis. 2000.

Machfoedz, Maksoem. KH Ma’shum Ali Cendekiawan Muslim. Jombang: Majalah Tebuireng.1986.

Ma’shum, Djamilah. Dokumen Pondok Seblak. Jombang: Seblak .1979.

Mas’ud, Abdurrahman. Dari Haromain ke Nusantara jejak intelektual arsitek pesantren. Jakarta: Prenada Media Grup.2006.

Noto Susanto,Nugroho. Masalah penelitian sejarah kontemporer, Jakarta: Yayasan Idayu.1978.

Rahardjo, Dawam. Pergulatan dunia membangun dari bawah. Jakarta:P3M.1985. Solahuddin, Muhammad. Ahli Falak dari Pesantren, Kediri: Nous Pustaka

Utama.2012.

Sudarhono, Edy. Teori peran,konsep, derivasi dan implikasinya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.1994.

Syahid, Chamim KH. Silsilah KH Abdul Djabbar, Gresik:IKKAD.1980. Steenbrink, A Karel. Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3ES.1994. Sumber data monografi kecamatan diwek, diakses tanggal 20 Februari 2015. Sri Mulyani, Eka. Women from traditional islamic educational Institutions in

Indonesia.Tesis Amsterdam Univercity Press.1981.

Sukemi, sebuah skripsi studi analisis metode hisab penetapan awal bulan kamariah menurut Muhammad Ma’shum bin Ali dalam kitab durusul


(5)

falakiyah, Pekan Baru Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.2012. tidak dipubliskan

Santos, O Kholid. Manusia dipanggung Sejarah (pemikir dan tokoh islam). Bandung: Sega Arsy.2007.

... Pesantren sedang melambung, Jombang: Semesta VIII.1981.

RI, Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dan penjelasannya bab I pasal 1 ayat 1, Semarang: Aneka Ilmu.1992.

. Ensiklopedi Indonesia, PN Ichtiar baru Van Hoeve.1983.

..., Suara Muhammadiyah Hisab bulan Kamariah. Yogyakarta: .2008. Zulaicha,Lilik. Metodologi Sejarah I, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

Ziemik, Manfred DR. Pesantren dan perubahan sosial. Jakarta: perhimpunan dan pengembangan pesantren dan masyarakat. 1986.

Wawancara

Imron Arifin, 4 Februari 2015 Muhsin Zuhdy, 12 Januari 2015 Maftuhah Mustiqowati, 24 Maret 2015

Khairul Anam, Alumnus Pondok Seblak sekarang dosen IKAHA (Institut Keislaman Hasyim Asyari). Tanggal 25 Februari 2015

Tahir Tasman, wawancara tanggal 5 juni 2015 Lily zakiyah, 3 september 2015

Dra Hj Aisyah Lilia Agustini, 3 September 2015 Hj.Nuryati Murtadho, 5 November 2015

Dari Internet

http://uwhmaksum.blogspot.com/2009/profil -kh-m- maksum-bin-aly.html www.ppwalisongo.com/2012/04/biografi -al-maghfurlah-kh-adlan-aly.html faiqchik.blogspot.co.id


(6)