PESANTREN SEBAGAI BASIS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER : STUDI KASUS DI PESANTREN MIFTAHUL ULUM BETTET PAMEKASAN -MADURA.

(1)

SKRIPSI

Oleh :

SULISTIA PRABAWATI

NIM. D71212158

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Nama: Sulistia Prabawati

NIM : D71212158

Key word: Pesantren, Implementasi,Pendidikan karakter

Latar belakang penelitian ini adalah dunia pendidikan saat ini diguncang dengan menurunnya karakter generasi mudah bangsa. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan non formal yang tertua di Indonesia, juga menjadi sasaran penelitian, benarkah pesantren mampu menjadi basis implementasi pendidikan karakter, bagi anak bangsa. Mampukah pesantren menjadi lembaga pendidikan yang bisa menanamkan karakter bagi peserta didik dalam hal ini santri, karena pembelajaran di pesantren terjadi dalam 24 jam, hanya dipotong oleh waktu istirahat santri.

Penelitian ini berlokasi di Pesantren Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan, Madura. Karena di pesantren tersebut termasuk salah satu pesantren di Madura yang mengajarkan pendidikan karakter, proses interaksi dan pembelajaarannya juga patut disoroti, karena ada sisi terkait pendidikan karakter. Di pesantren tersebut bukan hanya dari suku Madura yang menempuh pendidikan disana,, tetapi juga dari beberapa suku lain, ini yang menjadi sorotan untuk implementasi pendidikan karakternya, serta kemampuan pesantren untuk membuktikan eksistensinya sebagai lembaga yang mampu mengajarkan serta mengimplementasikan pendidikan karakter.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi.

Ada beberapa tujuan yang bisa dirumuskan dari penelitian ini, diantaraanya;1. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter berbasis pesantren di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura; 2. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang ditanamkan dari interaksi dan pembelajaran di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura; 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat terkait pesantren sebagai basis implementasi pendidikan karakter di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

ABSTRAK... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Batasan Masalah ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 9

G. Definisi Operasional ... 10

H. Sistematika Pembahasan ...11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Pesantren ... 13

1. Sejarah Pesantren ... 13

2. Terminologi Pesantren ...16

3. Tujuan Pesantren... 18

4. Jenis-Jenis Pesantren... 21

5. Kurikulum Pesantren ... 24

6. Elemen-elemen dalam Pesantren ... 29

7. Metode Pendidikan Pesantren... 37


(7)

5. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter ...50

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

A. Jenis penelitian... 54

B. Subjek penelitian...55

C. Lokasi penelitian ... 56

D. Rancangan penelitian ...56

E. Tahap-tahap penelitian...57

F. Metode pengumpulan data ...58

G. Metode analisis data...59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Gambaran Umum Pesantren Bettet Pamekasan...61

1. Sejarah berdirinya ...61

2. Letak Geografis...63

3. Visi dan Misi Pesantren ...65

4. Tujuan Pesantren...67

5. Fasilitas Pesantren...67

B. Pesantren sebagai basis implementasi pendidikan karakter di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura ...70

1. Implementasi pendidikan karakter berbasis pesantren di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura ...70

2. Nilai karakter yang ditanamkan dari interaksi dan pembelajaran dipesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura ...81

3. Faktor pendukung dan penghambat terkait pesantren sebagai basis implementasi pendidikan karakter di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura...88


(8)

✁✂

BAB V PENUTUP ...90

A. Kesimpulan ...90

B. Saran ...91

DAFTAR PUSTAKA ...93 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN


(9)

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan saat ini adalah krisis karakter yang melanda anak bangsa. Salah satu permasalahan yang sering terjadi secara berulang-ulang, ketika pendidikan belum mampu menjadi kontrol sosial serta pengendali akhlak atau moralitas pelajar. Sedangkan pelajar adalah tonggak bangsa, sehingga muncul istilah “jika ingin melihat kemajuan suatu bangsa, maka lihatlah pendidikannya”.

Di tengah arus globalisasi dan modernitas seperti sekarang ini, karakter dan moralitas bangsa menjadi satu dari sekian banyak persoalan utama yang dialami oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Bagi negara-negara kapitalis, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensialuntuk memasarkan berbagai produk budayanya. Selain memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, sebagian masyarakat Indonesia mempunyai sifat konsumtif dan latah sehingga sangat berpotensi dijadikan pangsa pasar yang menguntungkan bagi produk-produk dari bangsa lain. Meskipun tidak semua produk budaya asing menimbulkan dampak negatif.

Pendidikan yang baik adalah salah satu syarat utama yang harus dipenuhi untuk menjamin eksistensi suatu bangsa agar mampu bersaing dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Tidak hanya itu, pendidikan juga sangat berperan untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas


(10)

tinggi dan seimbang antara unsur intelektual, moral, dan spiritual. Dengan pendidikan yang bermutu dan tersistem dengan baik, maka karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang unggul akan terbentuk dan terpupuk dengan baik pula. Bagaimanapun pendidikan merupakan investasi peradaban manusia.

Proses pendidikan sejak dini, baik secara formal, informal, maupun nonformal, menjadi tumpuan untuk melahirkan manusia baru Indonesia dengan karakter yang kuat. Adapun karakter kuat ini dicirikan oleh kapasitas moral seseorang, seperti kejujuran, kekhasan kualitas seseorang yang membedakan dirinya dari orang lain, serta ketegaran untuk menghadapi kesulitan, ketidakenakan, dan kegawatan. Karakter bangsa yang kuat bisa diperoleh dari sistem pendidikan yang baik dan tidak hanya mementingkan faktor kecerdasan intelektual semata, melainkan juga pendidikan yang dilandasi dengan keimanan dan ketakwaan serta menghasilkan output yang tidak sekadar mampu bersaing di dunia kerja, namun juga mampu menghasilkan karya yang berguna bagi masyarakat, agama, bangsa, dan negara. Untuk mewujudkan hal itu, maka diperlukan pendidikan yang mencakup dua unsur utama, yaitu keunggulan akademik dan keunggulan nonakademik (termasuk keunggulan spiritual).

Karakter bangsa yang mulai luntur di tengah arus globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini harus segera diatasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui system pendidikan yang mencerdaskan sekaligus mencerahkan seperti yang diterapkan di pesantren.


(11)

Pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam serta tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar serta pusat pengembangan jamaah (masyarkat) yang diselenggarakan dalam kesatuan tempat pemukiman dengan masjid sebagai tempat pendidikan dan pembinaannya.1

Pesantren pada unmumnya sering juga disebut dengan pendidikan islam tradisional dimana seluruh santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang kiyai. 2

Di Indonesia istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren”, yaitu suatu lembaga pendidikan islam yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri. 3

Dalam penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian, pendidikan, penerangan, ekonomi, dan sosial (LP3ES) tahun 1974, pondok berasal dari kata funduq yang berarti rumah penginapan. Pesantren di jawa mirip padepokan yaitu perumahan yang dipetak-petak dalam kamr-kamar yang merupakan asrama santri. 4

1 Abdul qodir djaelani, Peran Ulama’ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di

Indonesia (Surabaya: PT Bina ILMU, 1994 cet. I) h. 7

2 HM. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan

Kompleksitas Global (Jakarta: IRD Press, 2004) h. 31

✄ Mujib, Abdul, .Ilmu Pendidikan Islam.(Jakarta: Kencana Penada Media,2006).h. 234-235

4 Busyairi Harits, Dakwah Kontekstual, Sebuah Refleksi Pemikiran Islam Kontemporer (yogyakarta: pustaka pelajar, 2006) h. 96


(12)

Santri adalah siswa atau mahasiswa yang dididik dalam lingkungan pondok pesantren yang didirikan dalam rangka pembagian tugas mukminin untuk iqomatuddin sebgaimana dimaksud dalam surat At-Taubah ayat 122. ﺍَﺫِﺇْﻢُﻬَﻣْﻮَﻗﺍﻭُﺭِﺬْﻨُﻴِﻟَﻭِﻦﻳِّﺪﻟﺍﻲِﻓﺍﻮُﻬَّﻘَﻔَﺘَﻴِﻟٌﺔَﻔِﺋﺎَﻃْﻢُﻬْﻨِﻣٍﺔَﻗْﺮِﻓِّﻞُﻛْﻦِﻣَﺮَﻔَﻧﻻْﻮَﻠَﻓًﺔَّﻓﺎَﻛﺍﻭُﺮِﻔْﻨَﻴِﻟَﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍَﻥﺎَﻛﺎَﻣَﻭ

َﻥﻭُﺭَﺬْﺤَﻳْﻢُﻬَّﻠَﻌَﻟْﻢِﻬْﻴَﻟِﺇﺍﻮُﻌَﺟَﺭ

Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Upaya yang paling menarik adalah potensi pesantren masih melakukan kajian khusus yang bermuara pada spiritualitas kitab kuning. Tugas para santri dengan kitab kuning sebagai tradisi keilmuannya adalah untuk merelevansikan hukum dengan kondisi sosialnya meskipun tidak harus persis keadaannya.

Dalam pesanten ada beberapa system pendidikan atau pengajaran yang digunakan, diantaranya: sorogan, bandongan, halaqoh, mubahatsah serta hafalan.5 Sorogan artinya seorang santri secara giliran maju berhadapan dengan kiyai atau ustadz untuk belajar. Biasanya kiyai atau ustadz tersebut hanya memberi pengarahan sekaligus membenarkan jika terjadi kesalahan baik secara membaca maupun menerjemahkan kitab.


(13)

Dalam hal ini pola pendidikan pesantren sangat relevan jika dikaitkan dengan pendidikan karakter. Karena pesantren erat kaitannya dalam setiap pembelajaran dengan pendidikan etika, akhlak, pesantren juga lembaga pendidikan yang 24 jam selalu mengajaarkan suri tauladan dari para ulama’ yang ada sebagai bagian tak terpisahkan keberadaan pesantren. Selain lembaga pendidikan tertua di Indonesia, pesantren telah banyak melahirkan generasi-generasi yang intelek dan agamis (‘alim ulama’), tidak heran jika pesantren masih menjadi lembaga yang dikatakan unggul dan menjadi pilihan bagi orang tua dalam mendidik putra-putrinya.

Menurut Mastuhu dalam Sofyan Sauri, mengemukakan bahwa pendidikan karakter pada pondok pesantren memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) menggunakan pendekatan holistik dalam sistem pendidikan, 2) memiliki kebebasan terpimpin, 3) berkemampuan mengatur diri sendiri (mandiri), 4) memiliki kebersamaan yang tinggi, dan 5) mengabdi pada orangtua dan guru.

Pendidikan dalam pesantren juga sangat efektif, serta mendapat control yang besar dari pihak pengurus, ustadz, kiyai (pendidik) selama 24 jam. Semua kegiatan santri mendapat perhatian dan pengawasan secara intensif. Diisi dengan proses belajar mengajar terus menerus, segala aktivitas dan interaksi juga dilakukan sebagai bagian dari proses pembelajaran.

Menurut Ali Secara psikologi, tujuan pendidikan adalah pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Menurut tokoh pendidikan karakter dari


(14)

Jerman, FW Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontinguen yang selalu berubah. Foerster mengatakan bahwa dari kematangan inilah kualitas seorang pribadi dapat diukur.

Pesantren salah satu lembaga pendidikan yang mampu menyeimbangkan pendidikan antara ilmu agama dan ilmu umum, ini sesuai dengan pendidikan karakter dimana ada integrasi anatara , ilmu, akhlak, (afektif, kognitif dan psikomotor).

Dalam penelitian ini peneliti ingin membuktikan, sampai dimana peran pesantren dalam pendidikan karakter, serta benarkah pesantren mampu menjadi basis implementasi pendidikan karakter. Penelitian ini dilakukan di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura, sebuah pondok pesantren di daerah Pamekasan Madura, yang terletak di jalan Bettet kecamatan Pamekasan kabupaten Pamekasan Madura, peneliti tertarik melakukan penelitian di pesantren tersebut karena Madura dengan sejuta pesonanya memiliki model pendidikan yang religious, termasuk pesantren Bettet yang ada. Oleh sebab itu dalam penelitian ini peneliti akan membahas mengenai “pesantren sebagai basis implementasi pendidikan karakter (Studi Kasus di Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura)”.

B. Rumusan Masalah

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, maka peneliti membuat tiga rumusan masalah sebagai berikut:


(15)

1. Bagaimana implementasi pendidikan karakter berbasis pesantren di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura?

2. Apa saja nilai pendidikan karakter yang ditanamkan dari interaksi dan pembelajaran di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura? 3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat terkait pesantren sebagai

basis implementasi pendidikan karakter di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura?

C. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan yang bisa dirumuskan dar penelitian ini, diantaraanya:

1. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter berbasis pesantren di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang ditanamkan dari interaksi dan pembelajaran di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura. 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat terkait pesantren

sebagai basis implementasi pendidikan karakter di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura.

D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti


(16)

a. Penilitian ini berguna sebagai salah satu tugas yang harus diselesaikan sebagai syarat guna mendapatkan gelar sarjana strata satu pendidikan Islam.

b. Menambah pengalaman bagi peneliti, untuk langsung belajar serta mendapat wawasan baru secara langsung dari lapangan.

c. Menjadi sarana untuk berlatih dalam proses penulisan karya ilmiah bagi peneliti agar semakin banyak belajar.

2. Bagi Instansi

a. Sumbangsih khazanah pengetahuan yang diharapkan mampu membantu proses pendidikan karakter di Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura.

b. Penelitian ini diharapkan bisa membantu Instansi terkait (Universitas Negeri Islam Sunan Ampel dan Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura) untuk bekerjasama mengembangkan informasi dan pengetahuan baru.

3. Bagi Pengembangan Pendidikan

a. Menambah pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca ataau masyarakat luas tentang pendiddikan karaktet dalam pesantren. b. Sumbangsih ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan.

E. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:


(17)

1. Kawasan pesantren putri Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura. 2. Observasi yang dilakukan juga pada pola interaksi, proses belajar

mengajar yang ada di lingkungan pesantren putri Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura.

3. Tahun ajaran 2014-2015

F. Tinjauan Pustaka

Dari hasil kajian pustaka peneliti bahwa pembahasan tentang implementasi pendidikan karakter berbasis pondok pesantren, ditemukan skripsi yang berkaitan dengan hal ini, yaitu:

Skripsi Muhammad Asrofi, dengan judul “Peran Podok Pesantren Fadlum Minalloh dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Santri di Wonokromo Pleret Bantul” Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyaah daan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013. Skripsi ini menjelaskaan bahwa pondok pesantren Fadlum Minalloh merupakaan pesantren yang tradisionaal atau salaf yang bertujuan meningkatkan pendidikan karakter terhadap santri. Pola pondok Fadlum Minalloh yang masih tradisional ini terbukti dengan belum memasukkan kurikulum ilmu umum di dalam pembelajarannya, seperti ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Metode yang digunakan di pesantren Fadlum Minalloh adalah weton dan sorogan saja. Yang membedakan dengan peneliti ialah bahwa Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura juga mempelajari ilmu pengetahuan umum dan tekhnologi.


(18)

10

G. Definisi Operasional

1. Pesantren: adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam serta tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar serta pusat pengembangan jamaah (masyarkat) yang diselenggarakan dalam kesatuan tempat pemukiman dengan masjid sebagai tempat pendidikan dan pembinaannya.6 Pesantren pada unmumnya sering juga disebut dengan pendidikan islam tradisional dimana seluruh santrinya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang kiyai. 7

2. Pendidikan karakter: pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.

Jadi, berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan judul diatas adalah mengenai bagaimana pesantren berperan dalam pendidikan karakter. Pesantren sebagai basis yaitu asas atau pijakan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, karena pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam serta tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar serta pusat pengembangan jamaah (masyarkat) yang berlangsung selama 24 jam dibawah bimbingan seorang

6 Abdul qodir djaelani, Peran Ulama’ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di

Indonesia (Surabaya: PT Bina Ilmu, i994 cet. I) h. 7

7 HM. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan


(19)

kiyai, ustadz dan ustadzah yang ingin dibuktikan oleh peneliti, apakah benar-benar mampu menjadi basis bagi terlaksananya pendidikan karakter.

H. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar untuk memberikan gambaran pembahasan secara menyeluruh dan sistematis dalam proposal ini, peneliti membaginya dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I; Pendahuluan, memuat latar belakang masalah penelitiaan, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, batasan masalah, tinjauan pustaka, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

Bab II; Landasan Teori memuat beberapa ulasan materi yang menjadi landasan atau dasar dalam penulisan dan penelitian. Berisi deskripsi teori, berupa teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan variable yang aakan diteliti serta sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusaan masalah yang diajukaan (hipotesis)

Bab III; Metode penelitian meliputi jenis penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, rancangan penelitian, tahap-tahap penelitian, tekhnik pengumpulan data, dan tekhnik analisis data.

Bab IV; Hasil Penelitian meliputi; a) Gambaran Umum Pesantren (letak geografis, sejarah berdirinya, visi dan misi, pendidik dan karyawan, peserta didik, sarana dan prasarana pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura) b) pembahasan tentang pesantren sebagai basis implementasi pendidikan karakter di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura.


(20)

12

Bab V; Penutup, merupakan bab terakhir yang meliputi kesimpulan dan saran.


(21)

✆ ✝ A. Pesantren

1. Sejarah Pesantren

Salah satu prasyarat untuk mewujudkan masyarakat madani ditentukan oleh sejauh mana kualitas peradaban masyarakatnya. Peradaban suatu bangsa akan tumbuh dan lahir dari sistem pendidikan yang digunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Muhammad Naquib Al-Attas. Menurutnya pendidikan Islam itu lebih tepat diistilahkan engan t✞✟ ✠✡☛ (disbanding istilah t✞☞☛✡ ✌✞✍, t✞✟ ✎✡✏ dan lainnya), sebab dengan konsep “ta’dib” pendidikan akan memberikan adab atau kebudayaan.8 Dengan istilah ini yang dimaksudkan pendidikan

berlangsung dengan terfokus pada manusia sebagai objeknya guna pemenuhan potensi intelektual dan spriritual.

Lembaga pendidikan yang memainkan perannya di Indonesia, jika dilihat dari struktur internal pendidikan Islam serta praktek-praktek pendidikan yang dilaksanakan, ada empat kategori. Pertama, pendidikan pondok pesantren, yaitu pendidikan Islam yang diselenggarakan secara

8 Muhammad Naquib Al-Attas, ❑✑✒ ✓✔✕ Pendidikan dalam Islam, Suatu ❘✖✒ ✗ ✘✖ Pikir


(22)

14

tradisional, bertolak dari pengajaran ◗✢ ✣✤ ✥✦ dan hadits dan merancang segenap pendidikannnya untuk mengajarkan kepada siswa Islam sebagai cara hidup atau ✇ ✧★ ♦✩ life. Kedua, pendidikan madrasah, yakni pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga model Barat, yang menggunakan metode pengajaran klasikal, dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para siswa. Ketiga, pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yaitu pendidikan Islam yang dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam di lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat umum. Keempat, pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja.9 Maka yang difokuskan pada pembahasan kali ini adalah tentang pondok pesantren.

Dari sejarah kita ketahui bahwa dengan kehadiran kerajaan Bani Umayyah menjadikan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga masyarakat Islam tidak hanya belajar di masjid tetapi mereka sudah mempunyai tempat tersendiri, untuk mengembangkan kajian keislamannya, sebagaimana “kutub” dan segala karakteristiknya merupakan wahana dalam lembaga pendidikan Islam, yang semula sebagai lembaga baca tulis dengan sistem halaqah berkembang sampai dalam bentuk pemondokan.10

9 Mochtar Buchori, Spektrum P✪✫ ✬✭ ✮✯✰ ✱ ✲✳✰ Pendidikan di ■✴✵✫ ✴✮ ✿✲✰ ❀cet. Ke-1, (Yogyakarta:

Tiara Wacana Yogya, 1994), h. 243-244


(23)

Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Ada dua pendapat mengenai awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia. Pendapat pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, dan pendapat kedua mengatakan bahwa sistem pendidikan model pondok pesantren adalaah asli Indonesia.

Dalam pendapat pertama ada dua versi, yang berpendapat bahwa pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam awal-awal dakwahnya, Nabi melakukan dengan sembunyi-sembunyi dengan peserta sekelompok orang, dilakukan dirumah-rumah, seperti yang tercatat di dalam sejarah, salah satunya adalah rumah Arqam bin Abu Arqam. Sekelompok orang yang tergolong dalam As-Sabiqunal Awwalun inilah yang kelak menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran agama Islam di Arab, Afrika, dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.11

Versi kedua menyebutkan bahwa pondok pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat itu disebut kyai, yang mewajibkan pengikutnya melakukan suluk selama 40 hari dalam satu tahun

11 Departemen Agama RI,Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, ❁❂ ❃❄❂ ❅ Pesantren


(24)

16

dengan cara tinggal bersama sesame anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-ibadah di bawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang terdapat di kiri kanan masjid.12

Pendapat kedua mengatakan, pondok pesantren yang dikenal saat ini pada mulanya merupakan pengambilalihan dari sistem pondok pesantren yang diadakan orang-orang Hindu di Nusantara. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu.

Pondok pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16. Karya-karya Jawa Klasik seperti Serat Cobolek dan Serat Centini mengungkapkan dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam Klasik dalam bidang Fiqih, Tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu pondok pesantren.

2. Terminologi Pesantren


(25)

Perkataan pesantren berasal dari kata santri,13 dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri.14 Sedangkan asal-usul kata “santri”, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua pendapat.15 Pertama, pendapat yang mengataakan bahwa “santri” berasal dari

perkataaan “sastri”, sebuah kata daari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid agaknya didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab.di sisi lain, Zamakhsyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu.atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.16

Kedua, pendapat yang mengatakan bahwaperkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, dari kata “❝❙ ❚❯❱ ❲❳”, berarti seseorang yang selalu

mengikuti seorang guru kemana guru pergi menetap.

Istilah pesantren bisa disebut pondok saja atau kata ini digabungkan menjadi pondok pesantren, secara esensial, semua istilah ini menggabungkan makna yang sama. Sesuai dengan namanya, pondok berarti tempat

13 Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan dalam Islam, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Sipress, 1994), h. 1.

14 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. Ke-6, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 18

15 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, cet. Ke-1, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 19-20


(26)

18

tinggal/menginap (asrama), dan pesantren berarti tempat para santri mengkaji agama Islam dan sekaligus di asramakan.

Menurut M.Arifin dikutip oleh Mujamil ❨❩ ❬❭❪. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leader ship seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Penggunaan gabungan kedua istilah antara pondok dengan pesantren menjadi pondok pesantren, sebenarnya lebih mengakomodasikan karakter keduanya. Namun penyebutan pondok pesantren kurang jami’ ma’ni (singkat padat). Selagi perhatiannya dapat diwakili istilah yang lebih singkat, karena orang lebih cenderung mempergunakan yang pendek. Maka pesantren dapat digunakan untuk menggantikan pondok atau pondok pesantren.

Bardasarkan lembaga r ❫❴ ❫❵ ❛❜ islam (pesantren luhur) mendefinisikan pesantren merupakan suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggal.

3. Tujuan Pesantren

Tujuan pesantren merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor pendidikan. Tujuan merupakan rumusan hal-hal yang diharapkan dapat


(27)

tercapai melalui metode, sistem dan strategi yang diharapkan. Dalam hal ini tujuan menempati posisi yang amat penting dalam proses pendidikan sehingga materi, metode dan alat pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan.

Pada dasarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan islam, tidak memiliki tujuan yang formal tertuang dalam teks tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren tidak memiliki tujaun, setiap lembaga pendidikan yang melakukan suatu proses pendidikan, sudah pasti memiliki tujuan-tujuan yang diharapkan dapat dicapai, yang membedakan hanya apakah tujuan-tujuan tersebut tertuang secara formal dalam teks atau hanya berupa konsep-konsep yang tersimpan dalam fikiran pendidik. Hal itu tergantung dari kebijakan lembaga yang bersangkutan.17

Sebagai acuan pokok pelaksanaan pendidikan pesantren mengacu pada tujuan terbentuknya pesantren baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Tujuan umum pesantren adalah membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi penyampai ajaran Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khusus pesantren adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.❞❡

17 Departemen Agama RI,Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, ❢❣ ❤❥❣ ❦ Pesantren

dan Madrasah ❧♠ ❤♠ ♥♣ q Pertumbuhan dan ❢s✉ ❦s ✈②♣ ❤③♣❤❤♥ ♣ ④(Jakarta: 2003), h. 9


(28)

20

Menurut Mastuhu, bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan menggambarkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau khidmat kepada mesyarakat dengan jalan menjadi kaula atau abdi masyarakat yang diharapkan seperti kepribadian rasul yaitu pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhamad SAW, mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebabkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan umat ditengah-tengah masyarakat (Izz.al-Islam wa al-muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepriadian manusia.

Menurut keputusan hasil musyawarah/lokakarya intensifikasi pengembangan pondok pesantren yang dilakukan di Jakarta pada tanggal 2 s/d 6 mei ❶❷ ❸❹ ❺ tujuan umum pesantren yaitu membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut. Pada segi kehidupannnya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.

Adapun tujuan khusus pesantren adalah :


(29)

a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorangmuslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila. b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku

kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.

c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.

d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).

e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spiritual. f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.19

4. Jenis-Jenis Pesantren

19 Rohadi Abdul Fatah, Rekontruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005), h. 56-57


(30)

❾❾

Dalam wawasan yang lebih luas, bentuk pengertian tentang arti pesantren dapat dilihat dan jenis-jenis pesantren sebagai berikut:

a. Pesantren Salaf

Pesantren bentuk salaf disebut juga dengan pesantren tradisional yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi pengajaran kitab klasik yang disebut kitab kuning. Disamping itu model-model pengajarannya juga bersifat non klasik yaitu dengan menggunakan metode sorogan dan bandongan.20

Sorogan, disebut juga sebagai cara mengajar perindividu yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kyai.sedangkan bandongan dilakukan dengan cara kyai mengajarkan kitab tertentu kepada sekelompok santri, karena itu metode ini bisa juga dikatakan sebagai proses belajar mengajar secara kolektif. Pada metode yang lebih lanjut, diteruskan dengan santri mempelajari bahan kajian sebelum mengaji kitab dengan kyai, sehingga pada saat materi itu disampaikan, santri tinggal menyimak bacaan kyai dan mencocokkan pemahamannya.21

Di samping itu pula pada awalnya sebuah pesantren memiliki falsafah kejiwaan yang disebut panca jiwa, yaitu, a) Jiwa pesantren, yang tidak didorong oleh ambisi apapun untuk memperoleh

keuntungan-20 Fauti Subhan, Membangun ❿➀ ➁➂➃ ➄ ➅ Unggulan dalam Sistem Pesantren, (Surabaya: Alpha,

2006), cet. Ke-1, h. ➆


(31)

keuntungan tertentu, tetapi semata-mata demi ibadah kepada Allah; b) Jiwa kesederhanaan tapi agung, sederhana bukan berarti pasif melarat, tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan dan di dalamnya terkandung jiwa yang berani; c) Jiwa Ukhuwah Islamiyyah yang demokratis; d) Jiwa kemandirian, bukan hanya menyangkut pribadi santri, namun pesantren harus mampu berdiri di atas kekuatannya sendiri; e) Jiwa bebas dalam memilih alternative jalan hidup dan menentukan masa depan dengan jiwa besar dan sikap optimis dalam menghadapi segala problematika dalam hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.22

Kegiatan semacam ini sudah merupakan bentuk pengevaluasian kemampuan santri, yang paling mendasari dan menjadi ciri pesantren tradisional adalah tidak pernah membedakan kelompok etnis dan tidak terlalu memikirkan bagaimana cara hidup harmonis di dunia tetapi lebih menekankan kepada bagaimana memperoleh penghidupan yang layak di dunia dan akhirat.

Gambaran tentang pesantren semacam ini telah diakui oleh seluruh lapisan masyarakat, yang tentu saja mereka berasumsi bahwa selamanya warna atau corak pesantren adalah sebuah lembaga yang bersinggungan dengan beberapa elemen pesantren, yaitu: pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan kyai. 23


(32)

24

b. Pesantren Khalaf

Pesantren khalaf juga disebut sebagai pesantren modern yang berusaha memadukan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam pesantren. Pada pola ini pesantren memiliki ciri:

1) Mulai akrab dengan metodologi ilmiyah modern.

2) Semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya terbuka atas perkembangan dirinya.

3) Penggolongan program dan dan kegiatannya makin terbuka dan ketergantungannyapun absolut dengan kyai, yang sekaligus dapat membekali para santri dengan berbagai para santri dengan beberapa pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan dilapangan kerja.

4) Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.24

Arah dari pesantren ini adalah adanya keinginan memposisikan pesantren sebagai lembaga elit yang fleksibel. Karena pada keyakinan bahwa pesantren adalah lembaga yang mampu menciptakan sebuah sikap hidup universal yang merata, yang membentuk santri dalam hidup mandiri dengan tidak menggantungkan diri kepada siapapun dan lembaga masyarakat apapun.

23 Fauti Subhan, Membangun ➐➑ ➒➓➔ → ➣ Unggulan dalam Sistem Pesantren, (Surabaya: Alpha,

2006), cet. Ke-1, h. 10

24 Rush Karim, Pendidikan Islam di ↔↕ ➙ ➓↕➑ ➛➜ → dalam ➝➞→ ↕➛ ➟ ➓➞ ➠→ ➛➜➐ ➓➛➜ →➔➡ ➢ ➙→ ➤→,


(33)

Pergeseran-pergeseran nilai yang terjadi membuat pesantren untuk melakukan reorientasi tata nilai bentuk baru yang relevan dengan tantangan zaman, tanpa kehilangan identitasnya sebagai lembaga Islam. 5. Kurikulum Pesantren

a. Materi Dasar Keislaman Dengan Ilmu Keislaman

Sistem pendidikan dipesantren tidak didasarkan pada kurikulum yang digunakan secara luas, tetapi diserahkan pada penyesuaian elastis antara kehendak kiai dengan kemampuan santrinya secara individual.

Ketika masih berlangsung dilanggar (surau) atau masjid, kurikulum pengajian masih dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa inti ajaran islam yang mendasar. Rangkaian trio komponen ajaran islam yang berupa iman, islam dan insan atau dokrin, ritual, dan mistik telah menjadi perhatian kiai perintis pesantren sebagai kurikulum yang diajarkan kepada santrinya.

Penyampaian tiga komponen ajaran islam tersebut dalam bentuk yang paling mendasar, sebab disesuaikan dengan tingkat intelektual dengan masyarakat (santri) dan kualitas keberagamaannya pada waktu itu.

Peralihan dari langgar (surau) atau masjid lalu berkembang menjadi pondok pesantren ternyata membawa perubahan materi pengajaran. Dari sekedar pengetahuan menjadi suatu ilmu.

Dalam perkembangan selanjutnya, santri perlu di berikan bukan hanya ilmu-ilmu yang terkait dengan ritual keseharian yang bersifat


(34)

26

praktis-pragmatis, melainkan ilmu-ilmu yang berbau penalaran yang menggunakan referensi wahyu seperti ilmu kalam, bahkan ilmu-ilmu yang menggunakan cara pendekatan yang tepat kepada Allah seperti tasawuf.

Ilmu kalam atau ilmu tauhid memberikan pemahaman dan keyakinan terhadap ke-esaan Allah, fiqih memberikan cara-cara beribadah sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang telah dimiliki seseorang pada penyempurnaan ibadah agar menjadi orang yang benar-benar dekat dengan Allah.

b. Penambahan dan Perincian Materi Dasar

Kurikulum pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan penambahan ilmu-ilmu yang masih merupakan elemen dari materi pelajaran yang diajarkan pada masa awal pertumbuhannya. Beberapa laporan mengenai materi pelajaran tersebut dapat disimpulkan yaitu: al-qur’an dengan tajwid dan tafsir, aqa’id dan ilmu kalam ,fiqih dengan ushul fiqih dan qawaid al-fiqh, hadits dengan mushthalah hadits, bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi, dan ‘arudh, tarikh, mantiq, tasawuf, akhlak dan falak.

Tidak semua pesantren mengajarkan ilmu tersebut secara ketat. Kombinasi ilmu tersebut hanyalah lazimnya ditetapkan di pesantren. Beberapa pesantren lainnya menetapkan kombinasi ilmu yang berbeda-beda karena belum ada standarisai kurikulum pesantren baik yang berskala


(35)

lokal, regional maupun nasional. Standarisasi kurikulum barang kali tidak pernah berhasil ditetapkan diseluruh pesantren.

Sebagian besar kalangan pesantren tidak setuju dengan standarisasi kurikulum pesantren. Variasi kurikulum pesantren justru diyakini lebih baik. Adanya variasi kurikulum pada pesantren akan menunjukan ciri khas dan keunggulan masing-masing. Sedangkan penyamaran kurikulum terkadang justru membelenggu kemampuan santri.

Dengan cermat Saridjo dkk. Menyebutkan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang paling diutamakan adalah pengetahuan-pengetahuan-pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa arab (ilmu sharaf dan ilmu alat yang lain) dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu syari’at sehari-hari (ilmu fiqih,baik berhubungan dengan ibadah maupun mu’amalahnya). Sebaliknya, dalam perkembengan terakhir fiqih justru menjadi ilmu yang paling dominan.25

c. Penyempitan Orientasi Kurikulum

Pada umumnya pembagian keahlian dilingkungan pesantren telah melahirkan produk-produk pesantren yang berkisar pada: nahwu-sharaf, fiqih, aqa’id, tasawuf, hadits, tafsir, bahasa arab dan lain sebagainya.

25 Khadijah Ummul Mu'minin, Nazharat Fi isyraqi Fajril Islam, Al Haiah Al Mishriyah Press, karya Abdul Mun'im Muhammad 1994.


(36)

28

1) Nahwu-Sharaf

Istilah nahwu-sharaf ini mungkin diartikan sebagai gramatika bahasa arab. Keahlian seseorang dalam gramatika bahasa arab ini telah dapat merubah status-keagamaan, bentuk keahliannya yaitu kemampuan mengaji atau mengajarkan kitab-kitab nahwu-sharaf tertentu, seperti al-jurumiyah,al-fiyah,atau untuk tingkat yang lebih tingginya lagi, dari karya ibnu Aqil.

2) Fiqih

Menurut Nurcholish Madjid, keahlian dalam fiqih merupakan konotasi terkuat bagi kepemimpinan keagamaan Islam, sebab hubungan yang erat dengan kekuasaan. Faktor ini menyebabkan meningkatnya arus orang yang berminat mendalami dalam bidang fiqih. Umumnya fiqih diartikan sebagai kumpulan hukum amaliah (sifatnya akan diamalkan) yang di syariatkan Islam.

3) Aqa’id

Aqa’id meliputi segala hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan seorang muslim. Tetapi, menurut Nurcholis Madjid, meskipun bidang pokok-pokok kepercayaan atau aqa’id ini disebut ushuludin (pokok-pokok agama), sedangkan fiqih disebut furu (cabang-cabang), namun kenyataannya perhatian pada bidang aqa’id ini kalah besar dan kalah antusias dibanding dengan perahtiaan pada bidang piqih yang hanya merupakan cabang (furu).


(37)

4) Tasawuf

Pemahaman yang berkembang tentang ilmu tasawuf hanya seputar tarikat, suluk, dan wirid. Bahkan dongeng tentang tokoh-tokoh legendaris tertentu, hingga menimbulkan kultusme pada tokoh-tokoh tertentu baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Praktek tasawuf seperti ini banyak diamalkan di Indonesia.

5) Tafsir

Keahlian dibidang tafsir ini amat diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya penyelewengan-penyelewengan dalam menafsirkan al-qur’an. Peran tafsir sangat urgen dan strategis sekali untuk menangkal segala kemungkinan tersebut.

6) Hadits

Nurcholis Madjid berpendapat, produk pondok pesantren menyangkut keahlian dalam hadits jauh relatif kecil bila dibandingkan dengan tafsir. Padahal penguasaan hadits jauh lebih penting, mengingat hadits merupakan sumber hukum agama (Islam) kedua setelah al-qur’an. Keahlian dibidang ini tentu saja amat diperlukan untuk pengembangan pengetahuan agama itu sendiri.

7) Bahasa Arab

Keahlian dibidang ini harus dibedakan dengan keahlian dalam nahwu-sharaf diatas. Sebab, titik beratnya ialah penguasaan “materi” bahasa itu sendiri, baik pasif maupun aktif. Kebanyakan mereka kurang


(38)

➥ ➦

mengenal lagi kitab-kitab nahwu-sharaf seperti yang biasa dikenal di pondok-pondok pesantren. 26

6. Elemen-elemen dalam Pesantren

Dhofier mengungkapkan bahwa lembaga pendidikan pesantren memiliki beberapa elemen dasar yang merupakan ciri khas dari pesantren itu sendiri, elemen itu adalah:27

a. Pondok atau asrama

b. Tempat belajar mengajar, biasanya berupa Masjid dan bisa berbentuk lain. c. Santri

d. Pengajaran kitab-kitab agama, bentuknya adalah kitab-kitab yang berbahasa arab dan klasik atau lebih dikenal dengan istilah kitab kuning. e. Kiai dan ustadz.

Untuk lebih jelasnya akan penulis berikan penjelasan tentang elemen-elemen pesantren tersebut di atas sebagai berikut :

a. Pondok atau Asrama

Dalam tradisi pesantren, pondok merupakan unsur penting yang harus ada dalam pesantren. Pondok merupakan asrama di mana para santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kiai. Pada umumnya

26 Amin Haedari, Transformasi Peasntren, (Jakarta: Media Nusantara, 2007), h. 50-53 27 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994), cet. Ke-VI, h. 44


(39)

pondok ini berupa komplek yang dikelilingi oleh pagar sebagai pembatas yang memisahkan dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Namun ada pula yang tidak terbatas bahkan kadang berbaur dengan lingkungan masyarakat.

Bangunan pondok pada tiap pesantren berbeda-beda, berapa jumlah unit bangunan secara keseluruhan yang ada pada setiap pesantren ini tidak bisa ditentukan, tergantung pada perkembangan dari pesantren tersebut. Pada umumnya pesantren membangun pondok secara tahap demi tahap, seiring dengan jumlah santri yang masuk dan menuntut ilmu di situ. Pembiayaannya pun berbeda-beda, ada yang didirikan atas biaya kiainya, atas kegotong royongan para santri, dari sumbangan masyarakat, atau bahkan sumbangan dari pemerintah.

Walaupun berbeda dalam hal bentuk, dan pembiayaan pembangunan pondok pada masing-masing pesantren tetapi terdapat kesamaan umum, yaitu kewenangan dan kekuasaan mutlak atas pembangunan dan pengelolaan pondok dipegang oleh kiai yang memimpin pesantren tersebut. Dengan kondisi sebagaimana tersebut di atas, maka menyebabkan ditemuinya bentuk, kondisi atau suasana pesantren tidak teratur, kelihatan tidak direncanakan secara matang seperti layaknya bangunan-bangunan modern yang bermunculan di zaman sekarang. Hal inilah yang menunjukkan ciri khas dari pesantren itu sendiri, bahwa pesantren penuh dengan nuansa kesederhanaan, apa adanya. Namun akhir-akhir ini banyak


(40)

➩ ➫

pesantren yang mencoba untuk menata tata ruang bangunan pondoknya disesuaikan dengan perkembangan zaman.

b. Masjid

Masjid merupakan unsur yang sangat penting dalam pesantren, karena di masjid inilah merupakan sentral pelaksanaan pendidikan di bawah asuhan kyai. Disinilah para santri mendapatkan pendidikan, pengajaran,dan pelatihan ajaran Islam. Hal ini merupakan tradisi Islam sejak masa Nabi, pada masa beliau hijrak ke Madinah, masjidlah yang pertama kali didirikan dan dijadikan sebagai sentral pengajaran dan pendidikan Islam.➭ ➯

Menurut Bawani, masjid yang mempunyai fungsi utama untuk tempat melaksanakan sholat berjamaah, melakukan wirid dan do‟a, i‟tikaf dan tadarus ➲➳➵ ➸➺➻ ➼➲➽ atau yang sejenisnya. Namun bagi pesantren dianggap sebagai tempat yang tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan pengajaran kitab-kitab agama klasik. Seorang kiai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan Masjid di dekat rumahnya. Hal ini dilakukan karena kedudukan masjid sebagai sebuah pusat pendidikan dalam tradisi Islam merupakan manifestasi universalisme dari system pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain, kesinambungan sistem

➾➚ Masjkur Anhari, Integrasi ➪➶ ➹➘➴ ➷ ➬ ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren (Tinjauan Filosofis dalam Perspektif Islam), (Surabaya: Diantama, 2007), cet. Ke-1, h. 20


(41)

pendidikan Islam yang berpusat pada Masjid ➱✃❐ ❒❮❰➱ yang didirikan di dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW, dan juga dianut pada zaman setelahnya, tetap terpancar dalam sistem pendidikan pesantren sehingga lembaga-lembaga pesantren terus menjaga tradisi ini.29 Bahkan bagi pesantren yang menjadi pusat kegiatan thariqah masjid memiliki fungsi tambahan, yaitu digunakan untuk tempat amaliyah ke-tasawuf-an seperti dzikir, wirid, bai‟ah, tawajjuhan dan lainnya.

c. Santri

Istilah ”santri” mempunyai dua konotasi atau pengertian, pertama;

dikonotasikan dengan orang-orang yang taat menjalankan dan

melaksanakan perintah agama Islam, atau dalam terminologi lain sering disebut sebagai ”muslim orotodoks”. Istilah ”santri” dibedakan secara kontras dengan kelompok abangan, yakni orang-orang yang lebih dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya jawa pra Islam, khususnya nilai-nilai yang berasal dari mistisisme Hindu dan Budha (Raharjo, 1986: 37). Kedua; dikonotasikan dengan orang-orang yang tengah menuntut ilmu di lembaga pendidikan pesantren. Keduanya jelas berbeda, tetapi jelas pula kesamaannya, yakni sama-sama taat dalam menjalankan syariat Islam (Bawani, 1993: 93). Santri dalam dunia pesantren dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :

1) Santri Mukim


(42)

Ú Û

Adalah santri yang selama menuntut ilmu tinggal di dalam pondok yang disediakan pesantren, biasanya mereka tinggal dalam satu kompleks yang berwujud kamar-kamar. Satu kamar biasanya di isi lebih dari tiga orang, bahkan terkadang sampai 10 orang lebih.

2) Santri Kalong

Adalah santri yang tinggal di luar komplek pesantren, baik di rumah sendiri maupun di rumah-rumah penduduk di sekitar lokasi pesantren, biasanya mereka datang ke pesantren pada waktu ada pengajian atau kegiatan-kegiatan pesantren yang lain. Para santri yang belajar dalam satu pondok biasanya memiliki rasa solidaritas dan kekeluargaan yang kuat baik antara santri dengan santri maupun antara santri dengan kiai. Situasi sosial yang berkembang di antara para santri menumbuhkan sistem sosial tersendiri, di dalam pesantren mereka belajar untuk hidup bermasyarakat, berorganisasi, memimpin dan dipimpin, dan juga dituntut untuk dapat mentaati dan meneladani kehidupan kiai, di samping bersedia menjalankan tugas apapun yang diberikan oleh kiai, hal ini sangat dimungkinkan karena mereka hidup dan tinggal di dalam satu komplek.30 Dalam kehidupan kesehariannya mereka hidup dalam nuansa religius, karena penuh dengan amaliah keagamaan, seperti puasa, sholat malam dan sejenisnya, nuansa kemandirian karena harus mencuci, memasak makanan sendiri, nuansa


(43)

kesederhanaan karena harus berpakaian dan tidur dengan apa adanya. Serta nuansa kedisiplinan yang tinggi, karena adanya penerapan peraturan-peraturan yang harus dipegang teguh setiap saat, bila ada yang melanggarnya akan dikenai hukuman, atau lebih dikenal dengan istilah ta‟zirat seperti digundul, membersihkan kamar mandi dan lainnya.

d. Pengajaran Kitab-Kitab Agama Klasik31

Salah satu ciri khusus yang membedakan pesantren dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain adalah adanya pengajaran kitab-kitab agama klasik yang berbahasa Arab, atau yang lebih populer disebut dengan ”kitab kuning”. Meskipun kini, dengan adanya berbagai pembaharuan yang dilakukan di pesantren dengan memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah tetap diberikan di pesantren sebagai usaha untuk meneruskan tujuan utama pesantren, yaitu mendidik calon-calon ulama, yang setia kepada faham Islam tradisional.

Spesifikasi kitab dilihat dari formatnya terdiri dari dua bagian : materi, teks asal (inti) dan syarh (komentar, teks penjelas atas materi). Dalam pembagian semacam ini, materi selalu diletakkan di bagian pinggir

31 Badri dan Munawiroh, Pergeseran å æ çè éê çë é Pesantren ì êí êî æï êð ñ(Jakarta: Puslitbang


(44)

ò ó

(margin) sebelah kanan maupun kiri, sementara syarh karena penuturannya jauh lebih banyak dan panjang diletakkan di bagian tengah kitab kuning (Wahid, 1999: 233). Bila dilihat dari segi cabang keilmuwannya dapat dikelompokkan menjadi ô kelompok, yaitu; a. nahwu (syintaq) dan saraf (morfologi); b. fiqh; c. ushũl fiqh; d. hadits; e. tafsir; f. tauhid; g. tasawuf dan etika; h. cabang-cabang lain seperti tarîkh dan õö÷øùö úû

32 Ciri khas lain dalam kitab kuning adalah kitab tersebut tidak dilengkapi dengan sandangan (syakal) sehingga kerapkali di kalangan pesantren disebut dengan istilah ”kitab gundul”. Hal ini kemudian berakibat pada metode pengajarannya yang bersifat tekstual dengan metode, sorogan dan bandongan.

e. Kyai atau Ustadz

Dalam bahasa Jawa, Kyai adalah sebutan bagi ‘alim ulama’,cerdik pandai dalam agama Islam.33 Keberadaan kiai dalam lingkungan pesantren

merupakan elemen yang cukup esensial. Laksana jantung bagi kehidupan manusia begitu urgen dan pentingnya kedudukan kiai, karena dialah yang merintis, mendirikan, mengelola, mengasuh, memimpin dan terkadang pula sebagai pemilik tunggal dari sebuah pesantren. Oleh karena itu, pertumbuhan suatu pesantren sangat bergantung kepada kemampuan

32 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan üýþ ÿ❚ ❚ ✁Esai-Esai Pesantren, (Jakarta: Lkis, 2001), h.

233

33 W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 505


(45)

pribadi kiainya, sehingga menjadi wajar bila kita melihat adanya banyak pesantren yang bubar, lantaran ditinggal wafat kiainya, sementara dia tidak memiliki keturunan yang dapat meneruskan kepemimpinannya. Gelar kiai, sebagaimana diungkapkan Mukti Ali yang dikutip Bawani, biasanya diperoleh seseorang berkat kedalaman ilmu keagamaannya, kesungguhan perjuangannya di tengah umat, kekhusyu’annya dalam beribadah, dan kewibawaannya sebagai pemimpin.

Di masyarakat, kiai merupakan bagian dari kelompok elite dalam struktur sosial, politik dan ekonomi, yang memiliki pengaruh yang amat kuat di masyarakat, biasanya mereka memiliki suatu posisi atau kedudukan yang menonjol baik pada tingkat lokal maupun nasional. Dengan demikian kiai merupakan pembuat keputusan yang efektif dalam sistem kehidupan sosial, tidak hanya dalam kehidupan keagamaan tetapi juga dalam soal-soal politik.

7. Metode Pendidikan Pesantren a. Metode Tradisional

Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan beberapa ilmu kepada santri dengan ciri khas atau karakteristik yang melekat, hal tersebut dibuktikan dari metode-metode


(46)

✄ ☎

pembelajaran yang masih terjadi secara tradisional, sehingga masih menerapkan cara lama dalam proses pembelajaran yang berlangsung. 1) Metode sorogan

Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara ustadz menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual. Sasaran metode ini biasanya kelompok santri pada tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan Al-◗uran. Melalui sorogan, pengembangan intelektual santri dapat ditangkap oleh kiai secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran terhadap santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Kelemahan penerapan metode ini menuntut pengajar untuk besikaf sabar dan ulet, selain itu membutuhkan waktu yang lama yang berarti pemborosan, kurang efektif dan efisien. Kelebihannya yaitu secara signifikan kiai/ustadz mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan santri dalam menguasai materi yang diajarkan. 34 2) Metode Wetonan

Wetonlbandongan, istilah weton ini berasal dari kata wektu

(bahasa Jawa) yang berarti waktu. Penanaman metode ini mengikuti praktek nyata terjadinya pembelajaran yang dimaksud. Istilah weton ini

34 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,(Jakarta: LP3ES, 1994), cet. Ke-VI, h. 21


(47)

di Jawa Barat disebut dengan ❜✞ ✟✠ ✡ ✟☛✞ ✟☞ Dalam pengajian dengan metode Weton, pembelajaran dilakukan pada waktu tertentu, misalnya sebelum atau sesudah melakukan shalat fardu, metode Weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, sementara santri mengikuti pembacaan kitab oleh kyai dengan memperhatikan kitab yang mereka bawa masing-masing. Santri juga membuat catatan seperlunya, baik dituliskan pada sisi kitab atau menyisipkannya di lembaran-lembaran catatan lain.35

Metode wetonan atau di sebut juga metode bandungan adalah metode pengajaran dengan cara ustadz/kiai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas kitab/buku-buku keislaman dalam bahasa arab, sedangkan santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan kitab/bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata yang diutarakan oleh ustadz/kiai.

Kelemahan dari metode ini yaitu mengakibatkan santri bersikaf pasif. Sebab kreatifitas santri dalam proses belajar mengajar di domoninasi oleh ustadz/kiai, sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan.

35 Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam ✌ ✍✎✏ ✍✎✑ ✍✎▼ ✒✓ ✔✕✎✖ ✏ ✍✗ dan ✌✍ ✎✏ ✍✎ ✑✍✎ ❑✒✘✙✚ ✔✛✗✖ ✏ ✍✗●✚ ✒✜ ✍✚, (Jakarta: IRD Press, 2004), cet. Ke-1, h. 95-96


(48)

40

Kelebihan dari metode ini yaitu terletak pada pencapaian kuantitas dan pencapaian kjian kitab, selain itu juga bertujuan untuk mendekatkan relasi antara santri dengan kiai/ ustadz.

3) Metode Ceramah

Metode ceramah ini merupakan hasil pergeseran dari metode wetonan dan metode sorogan. Said dan Affan melaporkan bahwa metode wetonan dan metode sorogan yang semula menjadi ciri khas pesantren, pada beberapa pesantren telah diganti denganm metode ceramah sebagai metode pengajaran yang pokok dengan sistem klasik. Namun pada beberapa pesantren lainnya masih menggunakan metode sorogan dan wetonan untuk pelajaran agama, sedangkan untuk pelajaran umum menggunakan metode ceramah.

Kelemahan dari metode ini justru mengakibatkan santri menjadi lebih pasif, sedangkan kelebihannya yaitu mampu menjangkau santri dalam jumlah banyak, bisa diterapkan pada peserta didik yang memiliki kemampuan heterogen dan pengajar mampu menyampaikan materi yang relatif banyak.

4) Metode Muhawarah

Metode muhawarah adalah metode yang melakukan kegiatan bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa arab yang diwajibkan pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Sebagian pesantren hanya mewajibkan pada saat tertentu yang berkaitan dengan


(49)

kegiatan lain, namun sebagian pesantren lain ada yang mewajibkan para santrinya setiap hari menggunakan bahasa arab.

Metode Muhawarah, yaitu melatih diri untuk bercakap-cakap dengan bahasa Arab,36 biasanya ada yang mewajibkan muhawarah ini setiap hari dan ada yang diwajibkan beberapa hari dalam satu minggu. Metode ini juga bisa digabungkan dengan metode muhadzarah atau khitabah.

Kelebihan dari penerapan metode ini yaitu dapat membentuk lingkungan yang komunikatif antara santri yang menggunakan bahasa arab dan secara kebetulan dapat menambah pembendaharaan kata (mufradat) tanpa hafalan. Pesantren yang menerapkan metode ini secar intensif selalu berhasil mengembangkan pemahaman bahasa.

5) Metode Halaqah

Halaqah ini merupakan sistem kelompok kelas dari system

Bandongan. Halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa dengan formasi duduk melingkar, yang belajar di bawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam satu tempat.

Halaqah ini juga merupakan kelompok belajar dengan menggunakan metode diskusi tak terstruktur untuk memahami isi.37

36 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 135


(50)

42

6) Metode Mudzakarah

Metode mudzakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah agama pada umumnya. Aplikasi metode ini dapat mengembangkan dan membangkitkan semangat intelektual santri. Mereka diajak berfikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang didasarkan pada Al-qur’an dan Al-sunah serta kitab-kitab keislaman klasik. Namun penerapan metode ini belum bisa berlangsung optimal, ketika para santri membahas aqidah khususnya, selalu dibatasi pada madzhab-madzhab tertentu. Materi bahasan dari metode mudzakarah telah mengalami perkembangan bahkan diminati oleh kiai yang bergabung dalam forum bathsul masail dengan wilayah pembahasan yang sedikit meluas.

7) Metode Majlis Ta’lim

Metode majlis ta’lim adalah metode menyampaikan pelajaran agama Islam yang bersifat umum dan terbuka, yang dihadiri jama’ah yang memiliki latar belakang pengetahuan, tingkat usia dan jenis kelamin.

Metode ini tidak hanya melibatkan santri mukmin dan santri kalong (santri yang tidak menetap di asrama cuma belajar dipesantren) saja tetapi masyarakat sekitar pesantren yang tidak memiliki kesempatan


(51)

untuk mengikuti pengajian setiap hari. Pengajian majlis ta’lim bersifat bebas dan dapat menjalin hubungan yang akrab antara pesantren dan masyarakat sekitarnya. ✣✤

b. Metode Kombinasi

Sesuai dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan teknologi banyak pesantren yang melakukan pembenahan dalam metode pembelajaran, hal itu dilakukan guna memperbaiki kualitas-kualitas sumber daya santri sehingga bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Berdasarkan persfektif metodik, pesantren terpolarisasikan menjadi tiga kelompok yaitu:

1) Pesantren yang hanya meggunakan satu metode yang bersifat tradisional dalam mengajarkan kitab-kitab klasik.

2) Pesantren yang hanya menggunakan metode-metode hasil penyesuaian dengan metode yang dikembangkan pendidikan formal.

3) Pesantren yang menggunakan metode-metode bersifat tradisional dan mengadakan penyesuaian dengan metode pendidikan yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal.

Berikut ini beberapa metode hasil penyesuaian dengan pendidikan formal yaitu :

1) Metode Karya Wisata


(52)

✧✧

Metode karya wisata tampaknya masih terdengar cukup asing bagi pesantren kecuali ziarah makam-makam wali songo atau ziarah kemakam-makam kiai terdahulu. Saefudin Zuhri menggambarka “bahwa di beberapa pesantren, para santri tidak hanya menyibukkan diri dalam mengaji dan belajar, namun ada juga saat-saat rekreasi atau

liburan”.

2) Metode Diskusi

Metode diskusi merupakan metode biasa diterapkan di perguruan tinggi, namun sekarang metode ini juga diterapkan di pesantren. Diskusi membuka kesempatan timbulnya pemikiran yang liberal dengan dasar argumen ilmiah. Melalui metode ini ekslusivisme pemikiran di pesantren dapat terbongkar, feodalisme pengajaran dari kiai dan ustadz memperoleh perlawanan, sikap toleran, sportif terhadap munculnya ide-ide baru menemukan penyaluran dan mendorong timbulnya daya kreatif yang tajam. 39

c. Pendidikan Karakter 1) Makna Pendidikan

Sebelum berbicara mengenai apa itu pendidikan karakter, terlebih dahulu akan dilihat definisi dari pendidikan itu sendiri. Ada berbagai pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh sejumlah pakar


(53)

pendidikan. Menurut Hasan Langgulung “Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin ‘educare’ berarti memasukkan sesuatu” (1994: 4). Dalam konteks ini, makna pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai tertentu ke dalam kepribadian anak didik atau siswa.

Dari karya dalam jurnal yang ditulis Ali Muhtadi (2010: 32), mengemukakan “Bahwa pendidikan pada dasarnya adalah usaha untuk memanusiakan manusia”. Pada konteks tersebut pendidikan tidak dapat diartikan sekedar membantu pertumbuhan secara fisik saja, tetapi juga keseluruhan perkembangan pribadi manusia dalam konteks lingkungan yang memiliki peradaban.

Sedangkan menurut Yahya Khan “Pendidikan merupakan sebuah proses yang menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, menata, dan mengarahkan”. Pendidikan juga berarti proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya.

2) Makna Karakter

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional “Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan


(54)

46

digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan

bertindak”.

Sedangkan menurut Darmiyati, sistem pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas masyarakat yang berkarakter positif adalah yang bersifat humanis, yang memposisikan subjek didik sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang perlu dibantu dan didorong agar

memiliki kebiasaan efektif, perpaduan antara pengetahuan,

ketrampilan, dan keinginan.

Menurut Tadkiratun Musfiroh “Karakter mengacu pada

serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi (motivations), dan ketrampilan (skills), meliputi keinginan untuk melakukan hal yang terbaik”. Menurut Megawangi dalam buku Darmiyati mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada lingkungannya”.

Menurut Mulyana nilai merupakan “Sesuatu yang diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri seseorang. Nilai tersebut pada umumnya mencakup tiga wilayah, yaitu nilai intelektual (benar-salah), nilai estetika (indah-tidak indah), dan nilai etika (baik-buruk)”

Istilah moral berasal dari kata ♠★ ✩ ✪✫✬✭ (Latin) yang berarti adat


(55)

kata ❡✮✯✰ ✱ (Yunani). Tema moral erat kaitannya dengan tanggung jawab sosial yang teruji secara langsung, sehingga moral sangat terkait dengan etika. Sedangkan tema nilai meski memiliki tanggung jawab sosial dapat ditangguhkan sementara waktu. Sebagai contoh kejujuran merupakan nilai yang diyakini seseorang, namun orang tersebut (menangguhkan sementara waktu) melakukan korupsi.

Dari pemaparan diatas tampak bahwa pengertian karakter kurang lebih sama dengan moral dan etika, yakni terkait dengan nilai-nilai yang diyakini seseorang dan selanjutnya diterapkan dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial.

Udik Budi Wibowo mengemukakan “Manusia yang berkarakter adalah individu yang menggunakan seluruh potensi diri, mencakup pikiran, nurani, dan tindakannya seoptimal mungkin untuk mewujudkan kesejahteraan umum”.

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.


(56)

48

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya juga harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Pada pendidikan karakter, yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan.40

Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Penyelenggara pendidikan dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para peserta didik membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu –seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli,


(57)

adil dan membantu peserta didik untuk memahami, memperhatikan, dan mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

4) Perbedaan Karakter dengan Kepribadian

Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda.

a) Kepribadian

Kepribadian merupakan hal yang bisa dikatakan permanen dan merupakan anugerah dari lahir yang sulit untuk dirubah karena merupakan tanda unik dari masing-masing orang.

b) Karakter

Karakter dapat dibangun dan menurut para ahli psikolog, ada beberapa nilai karakter dasar manusia yaitu cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.

Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Walaupun manusia memiliki karakter dasar yang baik, tetapi manusia tidak bisa begitu


(58)

50

saja memiliki karakter-karakter tersebut. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa karakter itu perlu dibangun tidak seperti kepribadian yang merupakan anugerah sejak lahir seperti quotation word Helen Keller bahwa “Karakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses

diraih.”

5) Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan dewasa ini dituntut untuk dapat merubah peserta didik ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan 18 Nilai Karakter yang akan ditamamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun karakter bangsa. Berikut akan dipaparkan mengenai 18 Nilai Dalam Pendidikan Karakter Versi Kemendiknas :41

a) Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.

41 Suyadi, Strategi P ✲✳ ✲✴ ✲✵ ✶✷ ✶✺ ✶✻ Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(59)

b) Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.

c) Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.

d) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.

e) Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.

f) Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.

g) Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan.


(60)

52

Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.

h) Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain.

i) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.

j) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.

k) Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya, sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.

l) Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.


(61)

m)Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. n) Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana

damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.

o) Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.42

p) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.

q) Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.

r) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.


(62)

54 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi deskripsi peristiwa atau keadaan tersebut menurut Bogdan dan Biklen.43 Pendekatan kualitatif, digunakan juga untuk mempelajari, membuka, dan mengerti apa yang terjadi dibelakang setiap fenomena yang baru sedikit diketahui. Pada penelitian kualitatif, peneliti mempunyai lebih banyak keleluasaan dalam menyusun proses penelitian dan menganalisa catatan lapangan.44

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field r ❁❂ ❁❃ ❄ r❅) yaitu suatu penelitian yang bertujuan melakukan studi yang mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa, sehingga menghasilkan gambar yang terorganisir dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial.45 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

❆ ❇Bogdan, Robert C. and Biklen,

❈ ❉ ❉❊❋ hal. 4-7 44

▲ ❍■ ❏ J Moleong, ◆❖ ❘❙ ❯❙ ❱❙ ❲❳ Penelitian (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. ❨❩ ❬

45 Syaifuddin Azwar,


(63)

2. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah sumber utama dalam penelitian yang memiliki data mengenai variable-variabel yang diteliti.46 Dalam penelitian ini yang dijadikan sumber oleh peneliti adalah:

a. Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan subyek penelitian yang memiliki peran penuh dalam penelitian.

b. Pembimbing Asrama

Pembimbing asrama terdiri dari pengurus-pengurus asrama, dan penanggung jawab asrama.

c. Pendidik

Pendidik yang ada di lingkungan pesantren, termasuk ustadz, ustadzah, para pengajar yang ada di pondok pesantren.

d. Santri atau peserta didik.

Santri atau peserta didik yang ada dilingkungan pesantren putri, (santriwati)

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini berlokasi di Pesantren Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan, Madura. Karena di pesantren tersebut termasuk salah satu pesantren di Madura yang mengajarkan pendidikan karakter, proses interaksi dan pembelajaaran di pesantren tersebut juga patut disoroti, karena ada sisi


(64)

56

terkait pendidikan karakter. Di pesantren tersebut bukan hanya dari suku Madura yang menempuh pendidikan disana,, tetapi juga dari beberapa suku lain, ini yang menjadi sorotan untuk implementasi pendidikan karakternya.

4. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini akan membahas pada bab awal tentang pendahuluan, kemudian dalam bab kedua akan membahas landasan teori yaitu teori-teori yang relevan yang dapat menjelaskan variabel yang diteliti, teori-teori tersebut bukan hanya sekedar karangan peneliti, pendapat penguasa, tetapi berdasarkaan teori yang telah teruji juga secara empiris.

Kemudian pada bab tiga akan membahas tentang metode penelitian, yaitu bagaimana metode penelitian yang digunakan dalam penelitian penulisan ini. Bab selanjutnya (empat) yang dibahas tentang hasil penelitian termasuk di dalamnya membahas mengenai profil pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan Madura serta hasil penemuan-penemuan dilokasi penelitian, yang dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Lalu bab akhir (lima) sebagai penutup meliputi kesimpulan dan saran-saran.penelitian akan dilakukan di Pesantren Miftahul Ulum Betten Pamekasan Madura, atas kerjasama dengan beberapa fihak pesantren (pengurus, pendidik, santri) dalam jangka beberapa waktu.


(1)

90 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan merupakan salah satu jenis

pendidikan Islam yang bersifat tradisional sebagai tempat mendalami ilmu

agama Islam. Pesantren ini merupakan suatu komunitas tersendiri, dimana

kyai, ustad, santri dan pengurus hidup bersama yang berlandaskan nilai

agama Islam lengakap dengan norma tersendiri, yang secara ekslusif

berbeda dengan pendidikan umum. Sistem pendidikan di pesantren yang

terjadi selama 24 jam dengan berbagai jadwal kegiatan disertai metode

untuk membantu melaksanakan pendidikan karakter disertai pengawan

dari para pengajar di pesantren, yang bertujuan menanamkan pendidikan

karakter. Serta kesungguhan dan suri tauladan dari kyai yang dengan tulus

mendidik santri.

2. Pembelajaran yang dilakukan secara totalitas antara pengajar (kyai/ ustad/

ustadzah) merupakan proses pembelajaran yang terjadi secara berkala

serta dilakukan selama 24 jam, disamping waktu untuk istirahat santriwati.

Pembelajaran yang terjadi selama 24 jam tersebut akan mendidik jiwa dan

karakter santriwati semakin tangguh dan menghasilkan nilai-nilai karakter


(2)

ditanamkan dan dihasilkan di pesantren Miftahul Ulum Bettet Pamekasan

antara lain: religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras dan mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme,

menghargai prestasi, komunikatif, gemar membaca, peduli lingkungan dan

peduli sosial, serta karakter tanggung jawab.

3. Faktor pendukung dalam mengimplementasikan pendidikan karakter

meliputi lingkungan yang kondusif dan strategis dalam penerapan

pendidikan karakter dilingkungan pesantren putri Miftahul Ulum Bettet

Pamekasan, selain itu juga lingkungan pesantren yang dikenal luas oleh

warga sekitar sehingga kepercayaan warga terhadap pesantren sangatlah

tinggi. Hal ini mempermudah pelaksanaan pendidikan karakter, karena

warga juga ikut berperan serta percaya pada segenap pendidik

dilingkungan pesantren. Sedangkan faktor penghambatnya anatara lain,

berbedanya karakter peserta didik dan pendidik. Dimana peserta didik ini

berasal dari daerah yang berbeda-beda, baik suku, ras, budayanya,

karakter yang berbeda tersebut tidak mungkin bisa dipukul rata untuk

disamakan sesuai kemauan pendidik (kyai/ ustad/ ustadzah), tetapi

bagaimana agar perbedaan karakter tersebut menjadi warna yang berciri

dan berakhlakul karimah.

B. Saran


(3)

92

Agar lebih mampu meningkatkan kualitas pendidikannya, untuk

menghasilkan santri yang berkarakter, beramaliyah, serta berilmu.

Pesantren diharapkan tetap eksis sebagai lembaga pendidikan, dalam

mengutamakan pendidikan agama, diharapkan juga mampu mengajarkan

berbagai macam disiplin ilmu. Lembaga pesantren juga diharapkan tetap

bisa menari minat orang tua, untuk merelakan putra-putrinya dididik di

lembaga pesantren.

2. Bagi Instansi Kampus (UIN Sunan Ampel Surabaya)

Mampu menjalin kerjasama dengan pesantren-pesantren agar

pendidikan yang ada di pesantren tidak kehilangan daya tarik. Serta

diharapkan mampu berkolaborasi dengan pesantren untuk kemajuan


(4)

93

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakte. Jakarta: Rineka Cipta.

Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press.

Azwar, Syaifuddin.1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Buchori, Mochtar. 1994. Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Busyairi, Harits. 2006. Dakwah Kontekstual, Sebuah Refleksi Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: pustaka pelajar.

D Marimba, Ahmad. 1992. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif.

Daradjat, dkk. 2000. Ilmu PEndidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Kencana Prenada Medi Group.

Departemen Agama RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Departemen Agama RI. 2005. ❆☛☞✌✍ ✎✏ ✑✒ dan Terjemah. Bandung: Jannatut Ali-Art.

Djaelani, Abdul Qodir. 1994. Peran ❯ ☛✑✓✑✏ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia. Surabaya: PT Bina ILMU.


(5)

94

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Press.

Fadjan, Abdullah. 1991. Peradaban dan Pendidikan Islam. Jakarta: CV. Rajawali.

Fatah, Rohadi Abdul. 2005. Rekontruksi Pesantren Masa Depan. Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabet.

Haedari, Amin. 2004. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas ●✔✕✖ ✗ ✔✘ Jakarta: IRD Press.

Haedari, Amin. 2006. Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas ●✔✕✖ ✗ ✔✘ Jakarta: IRD Press.

Huberman A dan Milles B. 1992. Analisis Data Kualitatif ➇✙✚✛✚ ✜ ✢✚ ✣✗✤ ✥ Rohendi

❘✕✤ ✦✧✦ ★. Jakarta: UI Press.

Langgulung, Hasan. 1988. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Madjid, Nurcholish. 1997. Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta: Paramadina.

Majid, Abdul dan Diyan Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhaimin, 2004. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mujib, Abdul. 2006. .Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Penada Media.

Mulkhan, Abdul Munir. 1994. Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan dalam Islam. Yogyakarta: Sipress.

Naquib Al-Attas, Muhammad. 1992. Konsep Pendidikan dalam Islam, Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Mizan.


(6)

Rosidin. 2013. Pendidikan Karakter Ala Pesantren; Terjemah Adaptif Kitab Adabul

➅ ✩✪✫✬ wal ✭ ✮ ✯✰✱ ✰ ✪✪✫✬ karya K.H. Hasyim ✩✲ ✳✱✰✴ ✫✵ Malang: Litera Ulul Albab.

Subhan, Fauti. 2006. Membangun Sekolah Unggulan dalam Sistem Pesantren. Surabaya: Alpha.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suyadi. 2013. Strategi Pemebelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zamakhsyari Dhofier. 1994. Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES.