IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NEGERI 1 SOOKO MOJOKERTO.

(1)

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA

NEGERI 1 SOOKO MOJOKERTO

SKRIPSI

Oleh:

Ahmad Fiqih Ahsani Zaim

D31210103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Fiqih Ahsani Zaim, Ahmad. 2014. Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto. Skripsi.

Program Studi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Surabaya. Pembimbing: Dr. Ahmad Yusam Thobroni, M.Ag.

Kata kunci: Implemetasi, Pendekatan Saitifik, Pendidikan Agama Islam

Latar belakang penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam rangka menciptakan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan kurikulum tahun 2013 untuk diterapkan pada sekolah/ madrasah. Bersama dengan penerapan kurikulum 2013, pemerintah mewajibkan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah atau disebut pendekatan saintifik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan saintifik pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam, dan untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam mengimplemetasikan pendekatan saintifik pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X-1 di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menganalisa bagaimana proses pembelajaran pendekatan saintifik pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas X-1 di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto telah berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat bahwa guru melaksanakan proses pembelajaran melalui langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik dengan mengamati melalui observasi, menanya melalui mengajukan pertanyaan, mengumpulkan informasi melalui melakukan percobaan, mengasosiasi melalui

menalar, dan mengkomunikasikan melalui membentuk jaringan, dengan

memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran meskipun belum dilaksanakan secara maksimal. 2) Hambatan dlam mengimplementasikan pendekatan saintifik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto adalah minimnya sumber-sumber dan media pembelajaran, latar belakang peserta didik yang tidak sama, faktor usia guru, beberapa guru yang sudah berusia senja lemah dalam mengoperasikan komputer.


(6)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Kegunaan Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

F. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II KAJIAN TEORI ... 13

A.Pendekatan Saintifik ... 13


(7)

xi

2. Menanya ... 22

3. Mengumpulkan Informasi ... 24

4. Mengasosiasi ... 25

5. Mengkomunikasikan ... 27

B.Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 28

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 28

2. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 36

3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 37

BAB III METODE PENELITIAN... 43

A.Gambaran Umum SMA Negeri 1 Sooko ... 43

1. Sejarah Singkat ... 43

2. Visi dan Misi ... 46

3. Letak Geografis ... 47

4. Sarana Prasarana ... 47

B. Metode Penelitian ... 48

1. Jenis Penelitian ... 48

2. Subjek dan Objek Penelitian ... 49

a. Subjek Penelitian ... 49

b. Objek Penelitian ... 49

3. Metode Pengumpulan Data ... 50

a. Metode Observasi ... 50


(8)

xii

c. Metode Dokumentasi ... 51

4. Uji Keabsahan Data ... 52

5. Metode Analisis Data ... 52

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS ... 56

A.Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Sooko ... 56

1. Perencanaan ... 59

a. Mengkaji Silabus ... 60

b. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran ... 62

c. Menentukan Tujuan Pembelajaran ... 66

d. Menggunakan Metode dan Strategi Pembelajaran ... 68

e. Menggunakan Media, Alat, dan Sumber Belajar ... 69

f. Penilaian ... 71

2. Pelaksanaan Pembelajaran ... 73

a. Mengamati ... 74

b. Menanya ... 75

c. Mmengumpulkan informasi ... 76

d. Mengasosiasi ... 77

e. Mengkomunikasikan ... 77

3. Prinsip Pembelajaran ... 78

a. Berpusat pada peserta didik ... 79


(9)

xiii

c. Kondisi menyenangkan dan menantang ... 80

d. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika, kinestetika ... 81

e. Strategi dan metode menyenangkan ... 82

C. Analisis ... 83

1. Hasil implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI di kelas X-1 SMA Negeri 1 Sooko ... 83

a. Pendahuluan ... 84

b. Inti... 85

c. Penutup ... 93

2. Hambatan implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Sooko ... 94

BAB V PENUTUP ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102 LAMPIRAN


(10)

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR I : Proses pembelajaran K13 ... 14

GAMBAR II : Komponen aktivitas ilmiah ... 18

GAMBAR III : Langkah-langkah pembelajaran saintifik ... 19

GAMBAR IV : Mengamati ... 87

GAMBAR V : Menanya ... 88

GAMBAR VI : Mengumpulkan informasi ... 90

GAMBAR VII : Mengasosiasi ... 91


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, sebab melalui pendidikan dapat dibentuk kepribadian anak. Pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada diri manusia.

Untuk menuju ke arah efisiensi dalam mengelola pendidikan, kegiatan belajar mengajar di sekolah idealnya harus mengarah pada kemandirian peserta didik dalam belajar. Menurut teori kontruktivisme, peserta didik harus dapat menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabilaaturan-aturan

itu tidak sesuai lagi.1

Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi adalah pergantian Kurikulum 2013 dari kurikulum sebelumnya. Dalam rangka menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah

telah menetapkan Kurikulum Tahun 2013 untk diterapkan pada

sekolah/madrasah. Hal yang paling menonjol adalah pendekatan dan strategi pembelajarannya. Guru masih memahami dan menerapkan pendekatan dan

strategi pembelajaran kurikulum sebelumnya. Perlu ada perubahan mindset dari

1

Trianto, model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 13.


(12)

2

metodologi pembelajaran pola lama menuju pada metodologi pembelajaran pola baru sesuai dengan yang diterapkan pada Kurikulum Tahun 2013.

Pada kurikulum sebelumnya, proses pembelajaran di kelas masih kurang mendapat perhatian. Belum semua guru melakukan inovasi pada kegiatan inti pembelajaran. Dalam dunia pendidikan, kegiatan inti pembelajaran sering disebut

dengan methodology. Bagi semua pemegang kebijakan serta semua pelaksana

pendidikan sangat penting untuk melihat metodologi pembelajaran pada Kurikilum Tahun 2013. Metodologi ini menggamit pendekatan dan strategi pembelajaran. Pada penerapan pendekatan dan strategi pembelajaran ini, guru masih berbeda pendapat. Ada istilah pendekatan pembelajaran, model pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, dan strategi pembelajaran. Hal ini bila diperbincangkan akan menimbulkan hal yang bersifat debatable. Oleh karena itu, bagi guru yang terpenting adalah mengubah mindset dan memahami serta mampu menerapkan pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum tahun 2013 ini dengan baik, sesuai dengan standar proses yang telah disyaratkan sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu dari sekian banyak mata pelajaran di sekolah yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan

watak dan pembinaan bangsa.2 Pendidikan Agama Islam dilakukan untuk

2 Aminuddin, Aliaras Wahid, Moh. Rofiq, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan


(13)

3

mempersiapkan peserta didik meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran

Islam.3

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Pada kurikulum PAI tujuan akhir dari PAI yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang dalam hal

keimanan, ketakwaannya berbangsa dan bernegara.4

Mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, takwa dan akhlak mulia serta mencari kebenaran-kebenaran permasalahan agama secara ilmiah merupakan tantangan yang dihadapi ketika melaksanakan pembelajaran PAI. Dengan demikian materi pendidikan Agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang Agama tetapi materi itu pun harus berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika serta dapat membentuk kepribadian peserta didik agar memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Pembelajaran pada hakikatnya sangat terkait dengan bagaimana membangun interaksi yang baik antara dua komponen yaitu guru dan peserta didik. Dalam interaksi di kelas, guru menjadi pusat perhatian dari para peserta didik. Mulai dari

3 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian

Muslim), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), 4.


(14)

4

penampilan, kemampuan mengajar, sikap, kedisiplinan mengajar serta hal-hal kecil yang terkadang lepas dari perhatian guru pun dapat menjadi objek penilaian peserta didik terhadap gurunya. Tak jarang, peserta didik melakukan imitasi terhadap kebiasaan atau pola pikir dari guru tersebut.

Interaksi yang baik dapat digambarkan dengan suatu keadaan dimana guru dapat membuat peserta didik belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang ada dalam kurikulum sebagai kebutuhan mereka. Karena itu, setiap pembelajaran terutama pembelajaran Agama hendaknya berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum

dan mengkorelasikannya dengan kenyataan yang ada di sekitar peserta didik.5

Selama ini, dalam pembelajaran guru PAI menjelaskan materi masih sebatas kira-kira, khayalan dan dongeng semata, tanpa menunjukan fakta atau fenomena yang ada di sekitar peserta didik dan pembelajaran dalam keadaan pasif yaitu guru menerangkan, peserta didik mendengarkan, guru bertanya peserta didik menjawab dan seterusnya. Sehingga materi yang disampaikan kurang bermakna bagi peserta didik. Guru beranggapan tugasnya hanya mentransfer pengetahuan yang dimiliki dengan target tersampaikannya topik-topik yang tertulis dalam dokumen kurikulum. Selain itu, pelajaran yang disajikan guru kurang menantang peserta didik untuk berpikir, akibatnya peserta didik tidak senang dengan pelajaran yang disampaikan guru.

5 Ahmad Munjir Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama


(15)

5

Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Sebagaimana Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ ilmiah. Upaya penerapan pendekatan saintifik atau ilmiah dalam proses pembelajaran disebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah lebih efektif hasilnya

dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.6

Alasan pentingnya pendekatan saintifik atau ilmiah dalam pelaksanaan pembelajaran antara lain; Pertama, produk pendidikan dasar dan menengah belum menghasilkan lulusan yang mampu berpikir kritis setara dengan kemampuan anak-anak bangsa lain. Kedua, pendidik perlu memperkuat kemampuannya dalam memfasilitasi peserta didik agar terlatih berpikir logis, sistematis, dan ilmiah.

Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong peserta didik untuk

6 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, Konsep Pendekatan Scientific, (Diklat Guru Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, 2013), 3.


(16)

6

melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, peserta didik dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runtut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi

(High Order Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang

berjudul “Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice” telah

mengingatkan tentang pentingnya membelajarkan para peserta didik tentang

fakta-fakta. “Tidak ada yang lebih penting, selain fakta“, demikian ungkapnya.7

Melihat realitas tersebut, dalam rangka mengantisipasi perubahan-perubahan global dan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, oleh karena itu sebagai pendidik guru PAI sedapat mungkin harus menciptakan pembelajaran selain dengan tetap mengacu pada Standar Proses dimana pembelajarannya diciptakan suasana yang memuat Ekplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi, juga dengan mengedepankan kondisi peserta didik yang berperilaku ilmiah dengan bersama-sama diajak

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan

mengomunikasikan. Sehingga peserta didik akan dapat dengan benar menguasai materi yang dipelajari dengan baik dan peserta didik dapat menemukan sendiri informasi yang kompleks dan informasi yang baru dalam materi pembelajaran tersebut.

7 Ahmad Sudrajad, Pendekatan Ilmiah/Saintifik dalam Proses Pembelajaran, dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/07/18/pendekatan-saintifikilmiah-dalam-proses pembelajaran/, diakses pada tanggal 2 Desember 2014, jam 02.05 WIB


(17)

7

Penulis memilih SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto sebagai objek penelitian dikarenakan SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto merupakan salah satu SMA di Kabupaten Mojokerto yang ditunjuk oleh Kemendikbud menggunakan Kurikulum 2013, sehingga dalam pembelajarannya pun sudah disesuaikan dengan kurikulum 2013. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Mahfud selaku guru PAI SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto.

Proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto dan guru PAI

khususnya telah menerapkan pendekatan saintifik dikarenakan sudah

mempersiapkan dengan perubahan kurikulum yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Tujuan digunakannya pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI yaitu, supaya pembelajaran lebih menarik, peserta didik lebih aktif, wawasan peserta didik semakin luas, interaksi guru dan peserta didik terjalin, dapat memecahkan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar, serta materi yang disampaikan guru dapat tersimpan lama dalam memori peserta didik. Berangkat dari latar belakang di atas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA NEGERI 1 SOOKO MOJOKERTO”.

B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara


(18)

8

jelas dan terfokus. Bertitik tolak pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan bahwa yang menjadi fokus penelitian adalah:

1. Bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI di

SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1?

2. Apa hambatan implementasi pendekatan sainrifik dalam pebelajaran PAI di

SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI

di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1.

2. Untuk mengetahui hambatan implementasi pendekatan sainrifik dalam

pebelajaran PAI di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X-1.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan khususnya:

1. Secara Akademis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

lembaga-lembaga pendidikan Islam terutama dalam membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pendidikan Islam.

b. Menambah dan memperkaya keilmuan tentang pendekatan saintifik


(19)

9

2. Secara Praktis

a. Bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan, penelitian ini kiranya dapat

dijadikan salah satu sarana monitoring dan evaluasi untuk dapat membantu pengembangan kualitas pembelajaran, khususnya PAI.

b. Sebagai upaya untuk membelajarkan diri dalam penggunaan pendekatan

saintifik dalam semua mata pelajaran, khususnya mata pelajaran PAI.

E. Definisi Operasional

1. Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung oleh Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik terdiri lima langkah. Langkah tersebut biasa disingkat 5M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah pada pendekatan saintifik merupakan bentuk adaptasi dari Langkah- langkah-langkah ilmiah pada sains. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karenanya Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.

Implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatam saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,


(20)

10

hukum atau prinsip yang ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunaka pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantug pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diharapkan untuk mendorong peserta didik dalam mencaritahu dari berbagai sumber

melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.8

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran menurut Oemar Hamalik: “Sebagai suatu kombinasi yang

tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”.9 Adapun pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut Muhaimin adalah “Suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari agama Islam, baik untuk mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.”.10

Dengan demikian pembelajaran PAI dapat diartikan sebagai upaya membuat peserta didik dapat belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam

8 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia: 2014), 34.

9 Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 57. 10 Muhaimin, Peradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 183.


(21)

11

kurikulum agama Islam sebagai kebutuhan peserta didik secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku seseorang baik dalam kognitif, efektif dan psikomotorik.

Pemaknaan pembelajaran pendidikan agama Islam merupakan bimbingan menjadi muslim yang tangguh dan mampu merealisasikan ajaran Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi insan kamil. Untuk itu penanaman Pembelajaran PAI sangat penting dalam membentuk dan mendasari peserta didik.Dengan penanaman pembelajaran PAI sejak dini diharapkan mampu membentuk pribadi yang kokoh, kuat dan mandiri untuk berpedoman pada agama Islam.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran mengenai isi laporan ini, maka sistematika

pembahasannya disusun secara rapi dan sistematis dari bab I sampai bab V seperti berikut ini:

BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Batasan masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Istilah atau Definisi Operasional, Sistematika Pembahasan.

BAB II Kajian Teori. Dalam bab ini berisi pembahasan tentang teori-teori yang berhubungan dengan rumusan penelitian di atas. Yaitu tentang konsep pendekatan saintifik dan pembelajaran pendidikan agama islam.


(22)

12

BAB III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian, sumber dan jenis data penelitian, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas serta analisis data.

BAB IV Temuan Penelitian dan Analisis. Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dan ditulis dengan sistematika: Latar belakang objek penelitian, penyajian dan analisis data yang menjadi inti dari penulisan skripsi ini.

BAB V Penutup. Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran–saran

yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan yang diikuti dengan daftar pustaka serta lampiran-lampirannya.


(23)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Saintifik

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian pendekatan

adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas pengamatan untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti,

metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah pengamatan.11

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat

pada peserta didik (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran

yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).12

Pendekatan ilmiah merupakan pendekatan yang merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut

ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti

11 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, 32.

12 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2008), 127.


(24)

14

dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, pendekatan ilmiah umumnya memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemudian

memformulasi dan menguji hipotesis.13

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran saintifik menyentuh tiga ranah pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah tersebut digambar sebagai berikut:

Gambar I

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013

13Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan“Pendekatan-pendekatan..., 1.

Keterampilan

(Tahu Bagaimana)

Pengetahuan (Tahu Apa) Sikap

(Tahu Mengapa)

Produktif Inovativ

Kreatif Afektif


(25)

15

Implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari

tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.14

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran maelibatkan

keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur,

meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin tingginya kelas peserta didik.

Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar

14 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2014), 34.


(26)

16

penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner. Pertama,

individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan

pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses

penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang

merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang

dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memilik

kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan

maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal diatas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperluksn dalam pembelajaran menggunakan

metode saintifik.15

Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau

struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan

mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru kedalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan


(27)

17

ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya

penyeimbangan atau ekuilibrasi atara asimilsi dan akomodasi.16

Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu

berada dalam zone of proximal develoment daerah terletak antara tingkat

perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih

mampu.17

Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan saintifik yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkontruksi konsep, hukum atau prinsip.

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, dan melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide. Hal ini diharapkan mampu mendorong terciptanya kondisi pembelajaran di mana peserta didik merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan, sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang tinggi.

16Ibid., 35.


(28)

18

Pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode saintifik. Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah pada umunya dilandasi dengan pemaparan data yang diperoleh melalui pegamatan atau percobaan. Oleh sebab itu, kegiatan percobaan dapat diganti

dengan kegiatan memperoleh informasi dari berbagai sumber.18 Aktivitas yang

dilakukan dalam kegiatan ilmiah pada umumnya adalah sebagai berikut.

Gambar II

Komponen Aktivitas Ilmiah

Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung oleh Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik terdiri lima langkah. Langkah tersebut biasa disingkat 5M, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah pada pendekatan saintifik

18Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta : Bumi Aksara, 2014), 51.

Observasi

Teori dan Model

Eksperimen

Hipotesis Hasil/Data


(29)

19

merupakan bentuk adaptasi dari langkah-langkah ilmiah pada sains. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karenanya Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.

Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau

sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat-sifat-sifat non-ilmiah.19

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut :

Gambar III

Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

1. Mengamati (Observing)

Kegiatan pertama pada pendekatan ilmiah (scientific approach) adalah

pada langkah pembelajaran mengamati (observing). Observasi adalah

menggunakan panca indra untuk memperoleh informasi.20 Dengan metode

observasi, peserta didik akan merasa tertantang mengekplosrasi rasa ingin tahunya tentang fenomena dan rahasia alam yang senantiasa menantang.

19 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, 37. 20 Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, 54.

Mengamati Menanya Mengumpul

kan Informasi Mengasosiasi

Megkomuni kasikan


(30)

20

Metode observasi mengedepankan pengamatan langsung pada objek yang akan dipelajari sehingga peserta didik mendapatkan fakta berupa data yang objektif yang kemudian dianalisis sesuai tingkat perkembangan peserta didik melalui panca indera, dan panca indera peserta didik akan menyerap berbagai

hal-hal yang terjadi disekitar dengan merekam, mencatat, dan mengingat.21

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan

mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.22 Metode mengamati sangat

bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang

dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.23

Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut. Selama proses

21 Hamzah dan Nurdin Muhammad,Belajar Dengan Pendekatan Paikem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 40.

22 Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, 54.

23 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, (Yogyakarta, Gava Media, 2014), 60.


(31)

21

pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.

a. Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses

pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru.

b. Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur

dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang

diobservasi.24

Dalam pembelajaran pendidikan agama islam pada tingkat pendidikan dasar aspek mengamati dapat dilakukan dengan mengamati fenomena alam dan ciptaan Allah terutama fenomena alam dan ciptaan Allah yang ada

disekitar peserta didik. Hal ini sesuai dengan konsep pendekatan Contextual

Teaching Learning yang mengkaitkan anatara pengetahuan yang akan dipelajari dengan pengalaman hidup peserta didik, sehingga apa yang di pelajari dapat memberikan kesan yang mendalam bagi peserta didik. Untuk

24 Imas Kurniasih dan Berlin Sani, Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013, ( : Kata Pena, 2014), 41.


(32)

22

peserta didik pada tingkat pendidikan menengah dalam aspek mengamati ini, guru dapat mengajak peserta didik untuk merenungkan peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga peserta didik dapat merenungkan dan menghayati hikmah dari peristiwa-peristiwa itu sebagai pembelajaran yang sangat berharga.

Kompetensi yang dikembangkan pada langkah ini adalah melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Dalam hal ini, guru menyajikan

perangkat pembelajaran berupa media pembelajaran.25

2. Menanya (Questioning)

Langkah kedua dalam pendekatan ilmiah (scientific approach) adalah

questioning (menanya). Kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai pertanyaan hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan

belajar sepanjang hayat.26

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk

25 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 a Tahun 2013 tentang Implementasi kurikulumTentang Implementasi Kurikulum, 43.


(33)

23

dapat mengajukan pertanyaan - pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.

Situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber

yang beragam.27

Dalam pendidikan agama islam, aspek bertanya ini dilakukan untuk mengajak anak untuk dapat memahami doktrin-doktrin agama yang ditanamkan pada diri peserta didik agar menjadi sebuah pri nsip yang mengkarakter dalam kehidupan peserta didik. Umpamanya dalam mengilmiahkan pemahaman anak tentang dosa dan neraka, guru dapat menggiring pemikiran anak untuk berfikir dan melakukan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa sebenarnya dosa itu, mengapa setiap orang malu jika dosanya diketahui oleh orang lain. Mengapa setiap mendengar kata


(34)

24

neraka semua manusia merasa takut, bagaimana sebenarnya neraka itu, berapa derajat sebenarnya panasnya api neraka itu dan lain sebagainya. Bertanya merupakan salah satu pintu masuk untuk memperoleh pengetahuan. Karena itu, bertanya dalam kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir peserta didik. Demikian pula, bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah, dan mengarahkan perhatian pada aspek

yang belum diketahuinya28. Dalam kegiatan menanya, guru membuka

kesempatan sacara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang dilihat, disimak, dibaca atau dilihat.

3. Mengumpulkan Informasi (Experimenting)

Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tidak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dalam Permendikbud Nomor 81a tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kajian/aktivitas

wawancara dengan narasumber, dan sebagainya.29 Metode yang digunakan

28 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, 49. 29Ibid., 57.


(35)

25

dalam mengarahkan peserta didik adalah dengan mengajukan pertanyaan yang dapat mengembangkan ide mereka dan membantu peserta didik berfikir secara

mendalam.30

Kompetensi yang dikembangkan yaitu untuk mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang

hayat.31

4. Mengasosiasi (Associating)

Langkah berikutnya pada pendekatan ilmiah (scientific approach) adalah

(Associating) mengasosiasikan/mengolah informasi/menalar. Pada proses

pembelajaran dengan pendekatan ilmiah dalam Kurikulum 2013

menggambarkan bahwa pendidik dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Aktivitas menalar dalam konteks proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi yakni mengacu kepada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan

peristiwa-peristiwa kemudian menjadikannya penggalan memori diotak.32

Dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan Permendikbud Nomor 81a tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah

30 Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, 63. 31 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, 57. 32Ibid., 67.


(36)

26

dikumpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan keterkaitan informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berfikir induktif serta deduktif dan menyimpulkan. Peserta didik pun di bina untuk memiliki ketrampilan agar dapat menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal atau

masalah yang baru dihadapinya.33

Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yag bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik.

Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum meuju pada hal yang bersiat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola

33 Evelin Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2010), 108.


(37)

27

silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam

bagian-bagiannya yang khusus.34

5. Mengkomunikasikan

Dalam kegiatan mengkomunikasikan, pendidik diharapkan memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari. Hasil tersebut disampaikan dikelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Peserta didik diharapkan sudah dapat mempresentasikan hasil temuannya untuk kemudian ditampilkan di depan khalayak ramai sehingga rasa berani dan percaya dirinya dapat lebih terasah. Peserta didik yang lain pun dapat memberikan komentar,

saran, atau perbaikan mengenai apa yang di presentasikan oleh rekannya.35

Dalam Permendikbud Nomor 81a tahun 2013, kegiatan

mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.36

Kompetensi yang dikembangkan yaitu untuk mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

34 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, 75-76. 35 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, 80.

36 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum, 44.


(38)

28

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Menurut Hilgrad dan Bower dalam Fudyartanto, belajar (To learn) memiliki

arti:

1) To gain knowledge, comprehension, or mastery of through experience or study; 2) To fix in the mind or memory; memorize; 3) To acquire trough experience; 4) To become in forme to find out.

Atinya, 1) memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, 2) mengingat, 3) menguasai pengalaman, dan 4) mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar

adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.37

Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan

pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta

sebanyakbanyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai peserta didik. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling peserta didik. Dari beberapa definisi yang telah diuraikan tadi, belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relativ menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

37 Fudyartanto, Ki RBS, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jogjakarta: Global Pustaka ilmu. 2002), 21.


(39)

29

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20 Tahun 2003, Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber balajar pada suatu lingkungan belajar38. Jadi pada

intinya proses pembelajaran tidak terlepas dari tiga hal, yaitu pendidik, peserta didik dan sumber-sumber belajar yang digunakan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran menurut Oemar Hamalik: “Sebagai suatu kombinasi yang

tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”.39

Menurut Meril, Pembelajaran merupakan kegiatan dimana seseorang secara sengaja diubah dan dikontrol dengan maksud agar bertingkah laku

atau bereaksi terhadap kondisi tertentu.40

Pembelajaran adalah upaya guru membelajarkan peserta didik melalui kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan berdasarkan kondisi yang

ada.41 Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar

dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan

oleh peserta didik atau murid.42

38 UU RI No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2006), 5. 39 Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 57.

40 Muhaimin .et.al, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 164.

41Suti’ah, Buku ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), 8. 42 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2006), 61.


(40)

30

Proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan peserta didik untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan

yang terbentuk ter-“internalisasi” dalam diri peserta pembelajaran dan menjadi

landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran adalah munculnya kemampuan belajar berkelanjutan secara mandiri.

Salah satu tujuan dari pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dengan mengembangkan proses berpikir tingkat tinggi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru harus menyediakan peluang di dalam kelas yang mempertimbangkan prakarsa dan keterlibatan peserta didik lebih besar.

Sebuah proses pembelajaran yang baik, paling tidak harus melibatkan 3 aspek, yaitu : aspek psikomotorik, aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek psikomotorik dapat difasilitasi lewat adanya praktikum-praktikum dengan tujuan terbentuknya ketrampilan eksperimental. Aspek kognitif difasilitas lewat berbagai aktifitas penalaran dengan tujuan adalah terbentuknya penguasaan intelektual. Sedangkan aspek afektif dilakukan lewat aktifitas pengenalan dan kepekaan lingkungan dengan tujuan terbentuknya kematangan emosional. Ketiga aspek tersebut bila dapat dijalankan dengan baik akan membentuk kemampuan berfikir kritis dan munculnya kreatifitas.

Secara umum pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Agama Islam.


(41)

31

Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits serta melalui

proses ijtihad para ulama’ mengembangkan pendidikan Agama Islam pada tingkat yang rinci.

Di dalan GBPP SD dan MI mata pelajaran pendidikan Agama Islam kurikulum 1994, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungan kerukunan antar

umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.43

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran Agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti, kulitas dan kesalehan pribadi itu diharapka mampu memancar keluar dalam hubungan keseharian dengan manusia lainnya (bermasyarakat), baik yang seagama (sesama muslim) ataupun yang tidak seagama (hubungan dengan non muslim), serta dalam berbangsa dan bernegara, sehingga dapat terwujud persatuan nasional.

43 Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar, Penerannya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama, (Surabaya: Citra Media, 1996), 1.


(42)

32

Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani mendefinisikan Pendidikan Agama Islam dengan:”Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dalam masyarakat.”44 Pengertian ini lebih menekankan pada perubahan tingkah laku, dari yang buruk menuju yang baik, dari yang minimal menuju yang maksimal, dari yang potensial menjadi yang aktual, dari yang pasif menuju yang aktif. Cara mengubah tingkah laku itu melalui proses pengajaran. Perubahan tingkah laku itu tidak saja berhenti pada level individu, tetapi juga mencakup level masyarakat, sehingga menghasilkan kesalehan sosial.

Menurut Zakiyah Daradjat. pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk menimba dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai

pandangan hidup45. Jadi, pendidikan agama yang merupakan usaha sadar

yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

44 Omar Muhammad al-Toumi Javed al-Sahlani dalam, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 399.


(43)

33

Muhammad Fadhil al-jamali mengajukan pengertian Pendidikan Agama Islam dengan:”Upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.”46

Tayar Yusuf, mengartikan pendidikan Agama Islam sebagai usahasadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT. Sedangkan menurut A.Tafsir Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang agar ia berkembang secara maksimal

sesuai dengan ajaran Islam47. Pengertian diatas, menunjukkan adanya usaha

yang dilakukan oleh generasi tua kepada generasi penerusnya dengan tujuan agar suatu saat nanti benar-benar menjadi manusia yang taat dan patuh kepada Allah SWT.

Dari beberapa pengertian di atas, bahwa pendidikan agam Islam yang harus dilakukan umat Islam adalah pendidikan yang mengarahkan manusia kearah akhlak yang mulia dengan memberikan kesempatan keterbukaan terhadap pengaruh dari luar dan perkembangan dari dalam diri manusia yang dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dan semua itu

46 Muhammad Fadhil al-Jamali, Falsafah Pendidikan dalam Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), 3.

47 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 130.


(44)

34

tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Agama Islam, oleh karena itu, pendidikan Agama Islam itu terdapat proses transfer nilai, pengetahuan dan keterampilan, maka akan mencakup dua hal: (a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam, (b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam, subjek berupa pengetahuan tentang ajaran Islam.

Adapun pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) menurut Muhaimin adalah “Suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari agama Islam, baik untuk mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.”.48

Jadi, pembelajaran pendidikan Agama Islam yaitu membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan dan teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan Agama Islam yang didalamnya terdapat proses komunikasi dua arah yang dilakukan pendidik kepada pesrta didik dengan menggunakan bahan atau materi-materi pendidikan Agama Islam.

Menurut Zuhairini, bahan atau materi pembelajaran pendidikan Agama Islam. Sebagaimana diketahui ajaran pokok Islam meliputi:

a. Masalah keimanan (Aqidah) adalah bersifat I’tikad batin, mengajarkan ke -Esa-an Allah.


(45)

35

b. Masalah keislaman (Syari’ah) adalah hubungan dengan alam lahir

dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan mengatur pergaulan hidup dan kehidupan bangsa.

c. Masalah ihsan (Akhlak) adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap

penyempurnaan bagi kedua diatas dan mengajarkan tata cara pergaulan hidup manusia.

Tiga inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam dan akhlak. Dari ketiga hal tersebut lahirlah beberapa keilmuan agama yaitu: ilmu tauhid,ilmu figh dan ilmu akhlak. Tiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembatasan rukun Islam dan materi

pendidikan agama Islam yaitu: al-Qur’an dan Hadits, serta ditambah dengan

sejarah Islam (tarikh) sehingga secara berurutan: (1) ilmu tauhid atau

ketuhanan, (2) ilmu fiqih, (3) al-Qur’an, (4) hadits, (5) akhlak, (6) tarikh49.

Dalam penyusunan materi pokok dalam kurikulum pendidikan Agama di sekolah pengembangannya dilakukan melalui pendekatan dalam:

a. Hubungan manusia dengan Tuhan

b. Hubungan manusia dengan manusia

c. Hubungan manusia dengan alam50.

49 Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 60-61 50 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama &Pembangunan Watak Bangsa (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), 6.


(46)

36

Ruang kingkup pembahasan, luas dan mendalam tergantung kepada jenis lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan kelas, tujuan kemampuan anak-anak sebagai konsumennya.sementara itu secara empirik dalam pelaksanaan pendidikan Agama masih dirasakan terjadinya kesenjangan antara peran dan harapan yang ingin di capai dengan terbatasnya alokasi

waktu yang disediakan. Untuk sekolah-sekolah agama tentunya

pembahasannya lebih luas, mendalam dan terperinci dari pada sekolahan umum, demikian pula perdebatan untuk tingkatan rendah dan tingginya kelas yang tinggi.

2. Fungsi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut:

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik

kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Sekolah hanya berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.

b. Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup


(47)

37

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya

baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata

dan nirnyata), system dan fungsionalnya.

f. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.51

3. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan hal yang dominan dalam pendidikan, sesuai dengan ungkapan Breiter bahwa Pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus, belajar itu mempunyai tujuan agar peserta didik dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai

makhluk sosial52.

Kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan peserta didik, maka mata pelajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan

51 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 11.


(48)

38

kebutuhan peserta didik dapat ditetapkan apa yang hendak dicapai, dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata pelajaran yang ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi peserta didik, dan dia harus mampu menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan

dapat terukur53. Oleh karena itu tujuan pembelajaran merupakan salah satu

aspek yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran, sebab

segala kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan

pembelajaran tersebut.

Suatu tujuan pembelajaran seyogyanya memenuhi kreteria sebagai berikut:

a. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya dalam

situasi bermain peran.

b. Tujuan mendefinisikan tingkah laku peserta didik dalam bentuk dapat

diukur dan dapat diamati.

c. Tujuan menyatakan tingkah minimal perilaku yang dikehendaki.54

Secara umum tujuan pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia

53 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 76. 54 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, 77.


(49)

39

yang terus berkembang dalam keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara serta untuk dapat melanjudkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.55

Tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang ingin dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dengan sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis

yang akan dicapai dengan sejumlah pendidikan tertentu56.

Adapun tujuan utama atau pokok dari Pendidikan Agama Islam yaitu mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Dengan kata lain, tujuan Pendidikan Agama Islam sejalan dengan misi Islam sendiri, yaitu: mempertinggi nilai-nilai akhlak, sampai mencapai tingkat akhlak

al-karimah.57

55 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, 135.

56 Armai Arief Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 18-19.

57Jalaludin dan Usman Sa’id, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), 30.


(50)

40

Dari beberapa tujuan tersebut dapat ditarik kesimpulan beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:

a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

b. Dimensi pemahaman atua penalatan (intelektual) serta keilmuan

peserta didik terhadap ajaran agama Islam.

c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik

dalam menjalankan ajaran Islam.

d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah di

imani, dipahami dan di hayati atau diinternalisasi oleh pesrta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengaktulisasikan dan merealisasikan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi PAI (kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu: al-Qur’an-hadits, keimanan, syari’ah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada kurikulum tahun 1999 dipadatkan menjadi lima unsur pokok, yaitu: al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqih, dan bimbingan ibadah, serta tarikh/sejarah


(51)

41

yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Bila membaca tentang ajaran Islam diatas kaitannya dengan usur-unsur pokok materi PAI diatas, maka masih terkesan bersifat umum dan luas yang tidak mungkin bisa dikuasai oleh peserta didik pada jenjang pendidikan tertentu. Karena itu, perlu ditata kembali menurut kemampuan peserta didik dan jenjang pendidikannya. Dalam arti, kemampuan-kemampuan apa yang diharapakan dari lulusan jenjang pendidikan tertentu sebagai hasil dari

pembelajaran PAI.58

Oleh karena itu, berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilainilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mempu membuahkan kebaikan di

akhirat kelak.59

Pada Kurikulum 2013 memuat beberapa transformasi dari istilah mata pelajaran yang semula hanya pendidikan agama Islam, sekarang menjadi pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Jika dulu didalam sekolah pembelajarannya hanya 2 jam pelajaran perminggu, maka pada kurikulum

58 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam di Sekolah, 79. 59 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 18.


(52)

42

2013 pendidikan agama Islam dan budi pekerti menjadi 4 jam pelajaran perminggu.

Dengan demikian pembelajaran PAI dapat diartikan sebagai upaya membuat peserta didik dapat belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum agama Islam sebagai kebutuhan peserta didik secara menyeluruh yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif tetap dalam tingkah laku seseorang baik dalam kognitif, afektif dan psikomotorik.

Pemaknaan pembelajaran pendidikan agama Islam merupakan bimbingan menjadi muslim yang tangguh dan mampu merealisasikan ajaran Pendidikan Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi insan kamil. Untuk itu penanaman Pembelajaran PAI sangat penting dalam membentuk dan mendasari peserta didik.Dengan penanaman pembelajaran PAI sejak dini diharapkan mampu membentuk pribadi yang kokoh, kuat dan mandiri untuk berpedoman pada agama Islam.


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto

1. Sejarah Singkat

SMA Negeri 1 Sooko adalah salah satu sekolah senior dan favorit di kabupaten Mojokerto yang saat ini telah memiliksi sertifikat ISO 9001 : 2008 dan sebagai Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional. Seperti yang kita ketahui bahwa SMA Negeri 1 Sooko adalah salah satu sekolah senior di kabupaten Mojokerto, tepatnya berada di jalan R. Ahmad Basuni No. 361. SMA Negeri 1 Sooko atau yang lebih akrab disingkat SMANSASOO ini awal mulanya berdiri pada tahun 1960 oleh Bupati R. Ardi Sriwidjojo. Sekolah ini didirikan atas dorongan masyarakat Kabupaten dan kota Mojokerto yang dulu bernama SMA Negeri Mojokerto. Menurut sumber pada tahun ini kegiatan belajar mengajarnya di Balai Prajurit sebelah Timur Alun-alun ( sekarang menjadi gedung DPRD Kabupaten).

Tahun 1963, Sekolah menempati gedung baru di Bajar Agung Kecamatan Puri dekat daerah Gatoel Mojokerto. Gedung ini didirikan oleh Bupati dan beberapa tokoh masyarakat yang tergabung dalam Yayasan Pendidikan Umum. Di tempat inilah SMA Negeri Mojokerto dikenal dengan SMA Gatoel namun pada tahun 1972 berubah nama menjadi SMPP ( Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan ) dengan tambahan segala fasilitas lengkapseperti


(54)

44

Lab IPA, bengkel ketrampilan, Sanggar Seni yang ditempatkan pada lahan luas di Jl. RA Basuni 361 Kecamatan Sooko. Dengan fasilitas seperti ini maka kantor pusat dan Tata Usaha SMPP Mojokerto ditempatkan di Sooko, tapi SMA Mojokerto yang baru terbentuk itu sebagai filias SMPP Mojokerto. Tahun 1984 SMPP Mojokerto berganti nama menjadi SMA NEGERI 1 SOOKO , sedangkan SMA Negeri Mojokerto di daerah Gatoel berganti nama SMAN 1 PURI dan pada tahun 1994 SMA NEGERI 1 SOOKO diubah namanya menjadi SMUN 1 SOOKO. Dan akhirnya tahun 2004 namanya berganti kembali menjadi SMA NEGERI 1 SOOKO hingga sekarang.

Pendirian SMPP Mojokerto berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0236/0/1973 tertanggal 18 Desember 1973 tentang Pembukaan Beberapa Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan. Dalam SK tersebut diputuskan, ditetapkan pertama: Terhitung mulai tahun ajaran 1974 membuka 34 SMPP se Indonesia antara di: (1) Cempaka Putih (DKI Jakarta), (2) Sukabumi , (3) Sumedang, (4) Subang, (5) Cirebon, (6) Wonogiri, (7) Rembang, (8) Brebes, (9) Purwokerto, (10) Yogyakarta, (11) Banyuwangi, (12) Kediri, (13) Jombang, (14) Lamongan, (15) Pasuruan, (16) Bondowoso, (17) Tulungagung, (18) Mojokerto, (19) Pamekasan, (20) Nganjuk, (21) Bojonegoro, (22) Blitar, (23) Banda Aceh, (24) Nedan, (25) Payakumbu, (26) Palembang, (27) Pontianak, (28) Banjarmasin, (29) Manado, (30) Watampone, (31) Ambon, (32) Denpasar, (33) Mataram, (34) Kupang. Kedua: Menugaskan kepada para Kepala Perwakilan Depdikbud setempat untuk


(55)

45

segera langkah-langkah dalam rangka pelaksanaan Keputusan ini, dengan ketentuan bahwa gedung sekolah, perlengkapan dan fasilitas pendidikan yang telah ada, yang disiapkan untuk pembukaan SMPP diambilkan dari SMA setempat yang ada.

Memperhatikan SK tersebut perlu diketahui bahwa tahun ajaran saat itu dimulai 2 Januari. Keputusan kedua SK tersebut yang dimaksud dengan Kepala Perwakilan Depdikbud setempat untuk Mojokerto dan lain yang berada di jawa timur ialah Kepala Kantor Wilayah Depdikbud Provinsi Jawa Timur. Dalam hal ini Kepala Kanwil menunjuk dan menghapus SMA (Negeri) Mojokerto yang berlokasi di Banjaragung Puri dekat Gatoel menjadi SMPP Mojokerto.

Untuk memenuhi ketentuan Mendikbud No. 0199/0/1973 tentang SMPP dan Penyelenggaraannya, maka dibangunlah gedung SMPP Mojokerto yang berlokasi di Jalan Raya Sooko. Dipilihnya lokasi itu, karena lokasi itu oleh Bupati R. Achmad Basuni akan dijadikan sebagai kawasan pelajar ; di situ ada SMEA Mojokerto (sekarang SMKN 1 Sooko), PGAN = Pendidikan Guru Agama Negeri (sekarang MAN Mojokerto), SPMA = Sekolah Pertanian Menengah Atas (sekarang Gedung KPU) sehingga jalan itu dinamakan jalan R. Achmad Basuni. Dengan selesainya gedung itu, maka SMPP di Banjaragung Puri dekat Gatoel untuk jurusan IPS, sedang SMPP di Sooko untuk jurusan IPA.


(56)

46

Pada tahun pelajaran 1981/1982 dirasa kurang sekolah menengah umum tingkat atas, maka didirikan lagi SMA yang diberi nama SMA (Negeri) Mojokerto. Dalam hal ini gedung yang digunakan adalah gedung SMPP yang ada di Banjaragung Puri dekat Gatoel sehingga saat itu terdapat dua sekolah menengah umum tingkat atas yaitu SMA Mojokerto di Gatoel dan SMPP Mojokerto di Sooko. (Beberapa minggu kemudian berdirilah SMA Mojosari sebagai filial SMPP Mojokerto yang kalau tidak salah untuk menampung putra-putri pejabat Surabaya yang tidak diterima di SMA favorit Surabaya). Pada 9 Agustus 1985 terbitlah Keputusan Mendikbud Nomor 0355/O/1985 tentang Perubahan Nama Sekolah Menengah Pembangunan (SMPP) Menjadi Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA). Berdasarkan keputusan ini, maka SMPP se Jawa Timur berubah namanya. Salah satunya SMPP Mojokerto menjadi SMA Negeri Sooko.

Memperhatikan keputusan tersebut maka pada kelas 1 tahun pelajaran 1985/1986 bernomenklatur SMA Negeri Sooko, sedang kelas 2 dan kelas 3 masih SMPP Mojokerto hingga tahun pelajaran 1988/1989 merupakan kali pertama meluluskan SMA Negeri Sooko.

2. Visi dan Misi

Visi:

Unggul dalam prestasi berlandaskan imtaq dan ipteks yang berwawasan global


(57)

47

Misi:

a. Memanusiakan manusia dan memerdekakan siswa melalui proses

pendidikan.

b. Menumbuhkan segala potensi dan membantu untuk menumbuhkannya.

c. Mengembangkan sikap kompetitif yang kooperatif dan sportif dalam

menghadapi tantangan masa depan.

3. Letak Geografis

SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto terletak di Jalan R.A. Basuni No. 361, Sooko, Mojokerto, Jawa Timur 61361, Indonesia. Tanah yang berada di SMA

Negeri 1 Sooko sepenuhnya milik Negara dengan luas total areal 9.856 m2.

Sedangkan keadaan tanah SMA Negeri 1 Sooko dijabarkan sebagai :

Status : Milik Pemerintah ( Pemkab )

Luas tanah : 9.856m2.

Luas bangunan : 2.694m2

Pagar : 9.000 m

Luas Bangunan : 2124 m2

4. Sarana Prasarana

Ruang Kepala Sekolah : 1 Baik

Ruang TU : 1 Baik

Ruang Guru : 1 Baik

Ruang Kelas : 30 Baik


(58)

48

Masjid : 1 Baik

Ruang Perpustakaan : 1 Baik

Ruang BK : 1 Baik

Ruang UKS : 1 Baik

Sanngar Seni : 1 Baik

Ruang Multimedia : 1 Baik

Laboratorium Komputer : 2 Baik

Lapangan Basket : 1 Baik

Kamar Mandi Guru : 4 Baik

Kamar Mandi Siswa : 6 putra kedaan baik, 6 putri keadaan baik

Sampai saat ini pembangunan di SMA Negeri 1 Sooko terus di tingkatkan, terutama penambahan gedung dan sarana, termasuk penambahan Laboratorium Bahasa.

B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian Kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian khusus objek yang tidak dapat diteliti secara

statistik atau cara kuantifikasi.60 Penelitian kualitatif biasanya digunakan

meneliti peristiwa sosial, gejala ruhani, dan proses tanda berdasarkan


(59)

49

pendekatan nonpositivis.61 Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.62

2. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek dalam penelitian ini adalah:

1) Guru PAI dan Budi Pekerti SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto kelas X.

Dalam hal ini guru sebagai sumber untuk mengetahui bagaimana implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti sehingga dapat dijadikan sumber untuk mengetahui tentang langkah langkah dan kendala-kendala dalam implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI dan Budi Pekerti kelas X SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto tahun ajaran 2015/2016.

2) Siswa-siswi kelas X-1 SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto. Peserta didik

sebagai sumber untuk mengetahui tentang implementasi pendekatan saintifik yang dilakukan oleh guru dikelas. Serta untuk mengetahui kendala yang dialami peserta didik dalam penerapan pendekatan saintifik.

b. Objek penelitian adalah implementasi pendekatan saintifik di SMA

Negeri 1 Sooko Mojokerto yang meliputi kendala-kendala terkait dengan

61 Moch Dimyati, Penelitian Kualitatif: Paradigma Epistimologi, Pendekatan Metode dan Terapan, (Malang: PPs. Universitas Negeri Malang, 1990), 57.

62 M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 34.


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

98

menggunakan buku pegangan peserta didik yang kami susun dengan MGMP

PAI Mojokerto.102

Jadi dapat disimpulkan, bahwa meskipun sumber belajar sudah

mendukung seperti disediakannya buku pegangan peserta didik maupun wifi

untuk jaringan internet, akan tetapi masih ada sumber belajar yang tidak dapat

digunakan dengan lancar. Dan dikarenakan kenyamanan menggunakan

sumber buku terdahulu dengan sumber terbaru.

Media sebagai alat bantu pembelajaran tidak selalu berjalan dengan baik,

pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Bahkan media dapat menjadi

hambatan dalam menerapkan pendekatan saintifik. Menurut penuturan Bapak

Fathur guru PAI SMA Negeri Sooko Mojokerto yaitu apabila pembelajaran

sedang berlangsung, peserta didik yang memiliki laptop atau handphone

kadang dalam menggunakan media tersebut bukan untuk belajar tetapi malah

digunakan untuk hal-hal yang lain seperti membuka media sosial dan

lain-lain, tambah bapak Fathur. Selain itu menurut bapak Fathur, peserta didik

apabila diberi tugas untuk presentasi, malah kreasi yang mereka tonjolkan

bukan hasil tugasnya, jadi peserta didik malah lebih fokus pada kreasinya

tersebut.103

Senada dengan ungkapan bapak Fathur, dari hasil pengamatan peneliti,

bahwa media memang dapat mempermudah guru dalam menyampaikan

102 Hasil wawancara dengan Bapak Fathur, guru PAI SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto. 103 Hasil wawancara dengan Bapak Fathur, guru PAI SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto.


(2)

99

materi Guru dapat menayangkan materi dengan power point, menanyangkan

video maupun film. Di sisi lain media tersebut juga mengganggu fokus

peserta didik terhadap materi yang sedang diajarkan.

Jadi peneliti menarik garis besar hambatan yang timbul dalam

implementasi pendekatan saintifik di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto yaitu

faktor usia guru, lemah dalam mengoperasikan komputer, latar belakang


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut.

1. Pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Sooko Mojokerto sudah

mengimplementasikan pendekatan saintifik yang menjadi ciri khas kurikulum

2013. Secara garis besar tahapan-tahapan 5M pada pendekatan pembelajaran

saintifik yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan infomasi, mengasosiasi,

dan mengkomunikasokan sudah terlaksana dengan baik pada pembelajaran

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Dalam implementasinya tidak

terlepas dari beberapa proses atau tahapan dan prosedur yang telah ditentukan

dalam pembelajaran.

2. Hambatan yang timbul dalam implementasi pendekatan saintifik di SMA

Negeri 1 Sooko Mojokerto yaitu 1) minimnya sumber-sumber dan media

pembelajaran, 2) latar belakang peserta didik yang tidak sama, 3) faktor usia

guru, beberapa guru yang sudah berusia senja lemah dalam mengoperasikan

komputer.

B. Saran-saran

Saran-saran yang dapat dijadikan masukan antara lain:

1. Guru harus bisa berkreasi dan berinovasi, minimnya media pembelajaran


(4)

101

efisien. Untuk mengatasi minimnya media pembelajaran dibutuhkan guru agar

mampu menggunakan apa yang ada untuk dapat didaya gunakan, seperti tidak

adanya proyektor bisa menggunakan gambar yang sudah diprint out,

memanfaatkan peserta didik untuk memainkan peran, dan lain sebagainya.

2. Pendekatan dan perhatian terhadap peserta didik, dalam mengatasi sikap dan

tingkah laku anak yang kadang menghambat proses pembelajaran baik bagi

dirinya sendiri maupun temannya, ini sebenarnya hanya terletak pada

seberapa dekat guru dalam memberikan perhatian dan melakukan pendekatan.

3. Meminta bantuan operator / teknisi dalam mengoperaionalkan komputer, guru

yang masih gagap teknologi dibantu oleh operator atau teknisi dalam

pembuatan perangkat pembelajarannya seperti dalam pembuatan RPP, power

point, video belajar, dan gambar sesuai dengan permintaan guru, namun

semua idea atau isi dari semua perangkat pembelajaran tersebut tetap dari

guru. Ketika di kelas guru juga bisa meminta batun dari peseta didik yang

mampu mengoperasikan komputer dan proyektor. Terlepas dari itu guru tetap


(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

102

DAFTAR PUSTAKA

Alim, Muhammad, 2011. Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan

Pemikiran dan Kepribadian Muslim). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Aminuddin, Aliaras Wahid, Moh. Rofiq. 2006. Membangun Karakter dan

Kepribadian melalui Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu

Hadi, Sutrisno, 1987. Metodologi Riset 2. Yogyakarta: Andi Offset

Hamalik, Oemar, 2011. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Hosnan, M., 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran

Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia

karya

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, Konsep Pendekatan Scientific,

(Diklat Guru Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013, 2013)

Moleong, Lexy J., 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Muhaimin, 2004. Peradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosda

Margono, S., 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineke Cipta

Nasih, Ahmad Munjir, dan Lilik Nur Kholidah, 2009. Metode dan Teknik

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Refika Aditama

Sani, Ridwan Abdullah, 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi


(6)

103

Sudrajad, Ahmad, Pendekatan Ilmiah/Saintifik dalam Proses Pembelajaran,

dalam

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/07/18/pendekatansaintifikilmiah-dalam-proses pembelajaran/, diakses pada tanggal 2 Desember 2014, jam 02.05 WIB

Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2012 Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya

Syah, Muhibbin, 1997 Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka

Uhbiyati, Nur, 1998. Ilmu Pendidikan Islam (IPI). Bandung: Pustaka Setia.

Wijaya, Cece, dan A. Tabrani Rusyan, 1992. Kemampuan Dasar Guru dalam