Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Jaringan Generasi Keempat (4G) T1 612005039 BAB IV

(1)

51

PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread-Orthogonal

Division Multiplexing

Bab empat ini membahas tentang PAPR (Peak to Average Power Ratio) yang merupakan salah satu penyebab digunakannya DFTS-OFDM pada proses uplink jaringan Generasi Keempat.

4.1 PAPR pada DFTS-OFDM

Pada Bab II telah dijelaskan secara umum mengenai OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) dimana salah satu kendala dalam sistem OFDM adalah nilai PAPR (Peak to Average Power Ratio)-nya yang tinggi. PAPR adalah perbandingan antara daya puncak sinyal dengan daya rata-ratanya. PAPR sinyal hasil dari mapping PSK base band adalahsebesar 0 dB karena semua simbol mempunyai daya yang sama. Tetapi setelah dilakukan proses IDFT/IFFT, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1, hasil superposisi dari dua atau lebih subcarrier dapat menghasilkan variasi daya dengan nilai puncakyang besar. Hal ini disebabkan oleh modulasi masing-masing subcarrier dengan frekuensi yang berbeda sehingga apabila beberapa

subcarrier mempunyai fasa yang koheren, akan muncul amplituda dengan level yang jauh lebih besar dari daya sinyalnya.


(2)

Nilai PAPR yang

range yang lebar untuk m maka akan terjadi distors ortogonal dan pada akhi merupakan salah satu kom batas tertentu. Idealnya, dengan gain factor. Pada sebelum daerah saturasi da

Gambar 4.1 PAPR pada OFDM

besar pada OFDM membutuhkan amplifie mengakomodasi amplitudo sinyal. Jika hal orsi nonlinear yang menyebabkan subcarrier

khirnya menurunkan performansi OFDM. Pow

komponen yang tidak linear jika amplitude ma output dari PA sama dengan input yang di ada kenyataannya, PA memiliki daerah line

dari level output maksimum.

Gambar 4.2 Power Amplifier

ifier dengan dynamic

ini tidak terpenuhi menjadi tidak lagi

ower Amplifier (PA) masukan melampaui diberikan dikalikan linear yang terbatas


(3)

Dari Gambar 4.2, PA dikatakan ideal jika berada pada daerah linear. PA kemudian mengalami saturasi seiring dengan bertambahnya daya masukan . Untuk sinyal dengan nilai PAPR yang besar, titik operasi harus bergeser ke kiri (ke daerah linear) untuk mempertahankan penguatan yang linear. Pergeseran ini menyebabkan daya masukan rata-rata berkurang dan konsekuensinya PA akan membutuhkan Input Power Back Off

(IBO) untuk menjaga daya puncak dari sinyal lebih kecil atau sama dengan input saturasi. Sementara itu, nilai IBO paling tidak harus lebih kecil atau sama dengan nilai PAPR sinyalnya. PA yang tidak linear menyebabkan distorsi yang sifatnya nonlinear sehingga akan muncul intermodulasi, yaitu frekuensi baru pada sinyal yang ditransmisikan. Intermodulasi dapat menyebabkan terjadinya interferensi diantara subcarrier dan pelebaran spektral dari sinyal keseluruhan. Gejala intermodulasi ditandai dengan munculnya Inter Carrier Interference (ICI) dan Adjacent Channel Interference (ACI). Hal ini dapat dikurangi dengan menaikkan IBO dari PA. Tapi solusi ini tidak memuaskan, karena menaikkan IBO selain dapat mengurangi daya kirim rata-rata PA, juga akan mengurangi efisiensi PA.


(4)

Secara matematis, PAPR suatu sinyal S(t) dideskripsikan sebagai berikut[10] :

max || | | ! |" |#

$

! % |" |! #&

...(4.1)

'()*+* | | ,- . / 0

Sebagai permisalan sinyal hasil dari mapping PSK base band dinyatakan sebagai :

1 12

3#45

! …(4.2) maka nilai daya peak-nyasebesar :

max 1 . 1/ …(4.3)

max 6 12 7 81

. 12 97 81

:

1 dan nilai daya rata-ratanya :

1 …(4.4)

1 . 1/

;% < 123#45 ! . 12=3#45 ! > '

@ A1 1 ' 1 sehingga nilai PAPRnya sebesar :

BBCDE 1


(5)

Sinyal OFDM hasil keluaran dari IDFT yang secara matematis dinyatakan sebagai:

1 H 12

7 81 I9;

1J

Untuk penyederhanaan, diasumsikan satu nilai 1 untuk semua subcarrier. Sehingga nilai peak sinyal :

max 1 . 1/ max KH 12

7 81

.

I9; 1J

H 1/2 97 81 I9;

1J

L max 6 1. 1/∑ ∑ 2

3#45 ! I9; 1J I9; 1J 2 =3#45 ! : max 6 1. 1/∑ ∑ 2

3#45 ! = 3#45 !

I9; 1J I9;

1J :

maxN 1. 1/∑I9;1J ∑I9;1J 1O maxN∑I9;1J ∑I9;1J 1. 1/O P. P )*Q 1 . 1/ P2 Dan nilai rata-rata daya sinyalnya sebesar :

1 . 1/ KH 1

I9; 1J

27 81 . H 1/ I9; 1J

297 81 L

K 1. 1/H H 2 7 81 I9; 1J

. 297 81

I9; 1J

L K 1. 1/H H 2

7 81 9 7 81 I9;

1J I9; 1J

L KH H 1. 1/

I9; 1J I9; 1J L P. P P


(6)

Sehingga nilai PAPRnya sebesar[10] :

S TU VWW PP P

Persamaan di atas menyatakan nilai PAPR maksimum pada sistem OFDM bersifat linear dengan jumlah subcarrier-nya. Saat N sinyal ditambahkan dengan fasa yang sama, sinyal tersebut akan menghasilkan nilai puncak yang besarnya N kali dari daya rata-ratanya, sehingga nilai PAPR akan bertambah besar jika jumlah N diperbesar. Persamaan di atas hanya berlaku jika semua bit yang dikirim bernilai '1'. Sedangkan untuk data acak, nilai PAPR yang dihasilkan dari subcarrier 200 sampai 2000 umumnya sekitar 11 dB.

Seperti dijelaskan sebelumnya, nilai PAPR yang tinggi memiliki beberapa efek negatif yang tidak dapat diabaikan sehingga diperlukan suatu teknik untuk mereduksinya sehingga dapat mengurangi degradasi performansi OFDM dan efisiensi penggunaan PA meningkat.

DFTS-OFDM yang memanfaatkan modulasi single carrier dan bekerja pada ranah frekuensi ini memiliki keunggulan dibandingkan OFDM, yaitu sinyal DFTS-OFDM memiliki nilai PAPR yang lebih rendah. DFTS-OFDM mendapat perhatian yang beasr sebagai alternative pengganti OFDM, khususnya pada komunikasi uplink dimana nilai PAPR yang rendah sangat menguntungkan untuk komunikasi mobile terutama konsumsi daya. DFTS-OFDM menjadi kandidat kuat untuk proses komunikasi uplink pada Jaringan Generasi Keempat.


(7)

Pada DFTS-OFDM simbol-simbol data pada ranah waktu diubah ke dalam ranah frekuensi oleh DFT sebelum melalui proses modulasi. Subcarrier-subcarrier yang orthogonal membuat tiap user menempati subcarrier yang berbeda-beda pada ranah frekuensi, sama dengan proses yang terjadi pada OFDM. Dikarenakan oleh keseluruhan sinyal yang dikirim adalah sinyal single carrier, maka PAPR akan lebih rendah dibandingkan dengan OFDM yang menghasilkan sinyal multicarrier.

Pada Gambar 4.4 terlihat proses menghasilkan simbol-simbol DFTS-OFDM hasil transmisi. Terdapat M subcarrier, dimana N (>M) subcarrier ditempati oleh data masukan. Pada ranah waktu, data masukan memiliki durasi simbol sebesar T detik dan durasi simbol tersebut dikompres menjadi @X YI

Z[ . @ setelah melewati modulasi DFTS-OFDM.

Gambar 4.5 Metode Pemetaanpada Subcarrier[7]

Terdapat dua metode dalam memilih subcarrier untuk proses pengiriman data. Pada Gambar 4.5 kiri adalah proses pemetaan Distributed dimana keluaran DFT dari data masukan dialokasikan di seluruh bandwidth dengan zeros pada setiap subcarrier

yang tidak terpakai, sedangkan pada Gambar 4.5 kanan adalah proses pemetaan


(8)

data masukan. Kemudian setelah proses pemetaan subcarrier,data dalam ranah frekuensi diubah kembali menjadi data dalam ranah waktu oleh IDFT.

4.2 Analisis Matematis PAPR pada DFTS-OFDM

Pada DFTS-OFDM terdapat dua metode yang dapat digunakan sebagai proses pemetaan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, yaitu metode

Distributed Mapping atau yang sering disebut IFDMA (Interleaved-FDMA) dan metode Localized Mapping atau LFDMA (Localized-FDMA).

Gambar 4.6a Pengiriman Simbol DFTS-OFDM dalam Ranah Frekuensi[7]


(9)

Gambar 4.6a merupakan contoh dari proses pengiriman simbol DFTS-OFDM dalam ranah frekuensi dengan menggunakan dua metode, yaitu IFDMA dan LFDMA untuk nilai P 4, ^ 4 '*+ _ 16. Kemudian dimisalkan data simbol yang akan dimodulasi dengan aQD: + 0,1, … , P d 1e dan sampel pada ranah frekuensi adalah

aQ1: f 0,1, … , P d 1e setelah DFT dari aQD: + 0,1, … , P d 1e.

ghj : k 0,1, … , _ d 1li adalah sampel pada ranah frekuensi setelah proses subcarrier mapping. Sedangkan Gambar 4.6b adalah contoh proses pengiriman simbol-simbol DFTS-OFDM pada ranah waktu dengan aQm: ) 0,1, … , _ d 1e yang merupakan data simbol pada ranah waktu setelah IDFT dari ghn k 0,1, …, _ d 1 li: .

Sinyal hasil transmisi pada DFTS-OFDM untuk masing-masing data dalam blok dirumuskan sebagai[7]:

Q 27op H Qq r d )@X

Z9; J

… 4.4

Dimana ωc adalah frekuensi carrier sistem dan r(t) adalah sinyal baseband.

Sedangkan untuk PAPR pada DFTS-OFDM dirumuskan sebagai berikut[10] :

1maxZ X|Q | _@X % |Q | 'Z X max

J ,;,…,Z9;|Qq |

1

_ ∑Z9;J |Qq |

Dimana simbol aQq e diperoleh dari mengambil IDFT dari ahXie

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat 2 metode dalam proses pemetaan subcarrier.

Untuk IFDMA hasil ranah frekuensi dari proses subcarrier mapping yaitu ahXie dapat dituliskan sebagai berikut:


(10)

hXi shi t0 , k*(++w*u , k ^. f 0 v f v P d 1 x

dengan ) P. y z +, serta 0 v y v ^ d 1 '*+ 0 v + v P d 1. Seperti pada Gambar 4.6b dapat dikatakan persamaan di atas:

• Saat k = 0, maka l = 0, maka hX h • Saat k = 1, maka l = 4, maka hX{ h; • Saat k = 2, maka l = 8, maka hX| h • Saat k = 3, maka l = 12, maka hX; h} • Untuk l lainnya hXi bernilai 0

aQq e dapat diperoleh dengan melakukan M-point iDFT pada ahXie. Jika m = N.q + n, dengan 0 ≤ q ≤ Q-1 dan 0 ≤ n ≤ N-1 maka[7]:

Qq ~ QqI•€D• _ H h1 Xi27 8Zi Z9;

iJ

1

^ .P H h1 1

I9; 1J

27 8I•€DI 1

1

^ ‚P H h1 127 8DI1

I9; 1J

ƒ 1

^ QD

Hasil aQq e adalah pengulangan dari simbol-simbol masukan asli {xn} pada ranah waktu.

PAPR dari isyarat IFDMA sama dengan kasus pada conventional single carrier signal. Contoh isyarat IFDMA dapat dilihat pada Gambar 4.6a.


(11)

Sedangkan pada metode LFDMA frekuensi sampel setelah proses pemetaan

subcarrier ahXie adalah hXi „hi, 0 v k v P d 1

0, P v k v _ d 1 dan jika nilai x ) P. y z +, dimana 0 v + v P d 1 '*+ 0 v y v ^ d 1, maka[7] :

Qq QqtDۥ _ H h1 Xi27 8Zi Z9;

iJ

1

^ .P H h1 i27 8tDۥtI i

I9; iJ

Untuk y 0, maka

Qq QqtD ^ .1 P H h1 i27 8tDtIi I9;

iJ

… 4.5

1

^ .P H h1 i27 8DIi

I9; iJ

1 ^ QD

Kemudian untuk y † 0, dengan hi ∑Pd1k 0 Q2dˆ2‰P‡k, maka :

Qq QqtD€• ^ <1 d 21 7 8•t> .P H1 QB

1 d 27 8„ D9BI €tIŠ• I9;

BJ

… 4.6

Dapat dilihat bahwa dalam ranah waktu, isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol masukan pada posisi kelipatan ke-N, contoh untuk kasus pada gambar 4.6a, maka


(12)

isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol masukan pada posisi ke-0, 4, 8, dan 12. Nilai-nilai di antaranya (yang bersimbol ? pada Gambar 4.6a) adalah penjumlahan semua simbol-simbol masukan waktu pada blok masukan dengan perbedaan pembobot kompleks, sehingga akan meningkatkan PAPR.

4.3 Desain Simulasi

Untuk lebih memperjelas nilai PAPR pada kedua proses pemetaan yang sipakai dalam DFTS-OFDM, maka disertakan simulasi nilai PAPR sebagai berikut :

Gambar 4.7 Blok Diagram Modulator DFTS-OFDM untuk Simulasi.

function papr_SCFDMA ()

totalSubcarriers = 256; % Jumlah total subcarrier

numSymbols = 64; % Ukuran blok data

Q = totalSubcarriers/numSymbols; % Faktor Penyebaran Bandwidth IFDMA

filterType = 'rr'; % Jenis filter pulse shaping

rolloffFactor = 0.0999999999; % Faktor Rolloff untuk filter raised-cosine

% Untuk mengatasi divide-by-zero, sebagai contoh gunakan 0.099999999

Fs = 5e6; % Bandwidth sistem

Ts = 1/Fs; % Periode Sampling

Nos = 8; % Faktor Oversampling

if filterType == 'rc' % Jika Menggunakan filter Raised-cosine

psFilter = rcPulse(Ts, Nos, rolloffFactor);

elseif filterType == 'rr' % Jika Menggunakan filter Root raised-cosine

psFilter = rrcPulse(Ts, Nos, rolloffFactor);

end


(13)

papr_ifdma = zeros(1,numRuns); % Inisialisasi nilai PAPR

papr_lfdma = zeros(1,numRuns);

papr_ifdma_PS = zeros(1,numRuns);

papr_lfdma_PS = zeros(1,numRuns);

for n = 1:numRuns,

% Pembentukan data random:

tmp = round(rand(numSymbols,2));

tmp = tmp*2 - 1;

data = (tmp(:,1) + j*tmp(:,2))/sqrt(2);

% Konversi ke ranah frekuensi menggunakan FFT

X = fft(data);

% Inisialisasi subcarrier

Yifdma = zeros(totalSubcarriers,1);

Ylfdma = zeros(totalSubcarriers,1);

% Subcarrier mapping

Yifdma(1:Q:totalSubcarriers) = X;

Ylfdma(1:numSymbols) = X;

% Konversi data ke ranah waktu menggunakan iFFT

yifdma = ifft(Yifdma);

ylfdma = ifft(Ylfdma);

% Tanpa pulse shaping

y_result_ifdma = yifdma;

y_result_lfdma = ylfdma;

% Dengan Pulse shaping

% Up-sample simbol-simbol

y_oversampled_ifdma_PS(1:Nos:Nos*totalSubcarriers) = yifdma;

y_oversampled_lfdma_PS(1:Nos:Nos*totalSubcarriers) = ylfdma;

% Lakukan filtering

y_result_ifdma_PS = filter(psFilter, 1, y_oversampled_ifdma_PS);

y_result_lfdma_PS = filter(psFilter, 1, y_oversampled_lfdma_PS); 1

2


(14)

% Menghitung PAPR:

papr_ifdma(n) = 10*log10(max(abs(y_result_ifdma).^2) / …

mean(abs(y_result_ifdma).^2));

papr_lfdma(n) = 10*log10(max(abs(y_result_lfdma).^2) / …

mean(abs(y_result_lfdma).^2));

papr_ifdma_PS(n) = 10*log10(max(abs(y_result_ifdma_PS).^2) / …

mean(abs(y_result_ifdma_PS).^2));

papr_lfdma_PS(n) = 10*log10(max(abs(y_result_lfdma_PS).^2) / …

mean(abs(y_result_lfdma_PS).^2));

end

% Menggambar CCDF (Complementary Cumulative Distribution Function):

[Ni,Xi] = hist(papr_ifdma, 100);

[Nl,Xl] = hist(papr_lfdma, 100);

[NiPS,XiPS] = hist(papr_ifdma_PS, 100);

[NlPS,XlPS] = hist(papr_lfdma_PS, 100);

figure;

semilogy(Xi,1-cumsum(Ni)/max(cumsum(Ni)),'r')

hold on

semilogy(Xl,1-cumsum(Nl)/max(cumsum(Nl)),'b')

hold on

semilogy(XiPS,1-cumsum(NiPS)/max(cumsum(NiPS)),'r--')

hold on

semilogy(XlPS,1-cumsum(NlPS)/max(cumsum(NlPS)),'b--')

title('CCDF PAPR SC-FDMA menggunakan IFDMA (merah) & LFDMA (biru)');

xlabel('PAPR [dB]');

ylabel('Pr(PAPR>PAPR0)');

grid on;

% Menyimpan data:


(15)

Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.8. Hasil tersebut adalah dengan menggunakan jumlah total subcarrier M = 256, ukuran blok data masukan N = 64, sehingga Q = 4, format modulasinya adalah menggunakan QPSK, untuk Raised cosine pulse dilakukan oversampling 8 kali.

Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.8, dapat dilihat bahwa untuk IFDMA memiliki PAPR yang lebih rendah daripada LFDMA baik saat menggunakan filter pulse shaping maupun tanpa filter pulse shaping.

Dapat dilihat bahwa dengan menggunakan filter pulse shaping maka untuk IFDMA PAPR akan meningkat dengan sangat tinggi, sedangkan untuk LFDMA peningkatan PAPR-nya tidak terlalu tinggi.

Gambar 4.8 Grafik perbandingan CCDF dari PAPR untuk IFDMA dan LFDMA menggunakan filter pulse shaping (filter Root raised-cosine) dan tanpa filter pulse

shaping (M=256, N=64, QPSK, BW=5MHz) Garis Lurus: Tanpa Filter Pulse Shaping


(1)

hX

i

s

h

i t

0 , k*(++w*

u

, k ^. f 0 v f v P d 1

x

dengan

) P. y z +

, serta

0 v y v ^ d 1 '*+ 0 v + v P d 1

.

Seperti pada Gambar 4.6b dapat dikatakan persamaan di atas:

Saat k = 0, maka l = 0, maka

hX

h

Saat k = 1, maka l = 4, maka

hX

{

h

;

Saat k = 2, maka l = 8, maka

hX

|

h

Saat k = 3, maka l = 12, maka

hX

;

h

}

Untuk l lainnya

hX

i

bernilai 0

aQq e

dapat diperoleh dengan melakukan M-point iDFT pada

ahX

i

e

.

Jika m = N.q + n, dengan 0

q

Q-1 dan 0

n

N-1 maka

[7]

:

Qq ~ Qq

I•€D

_ H h

1

X

i

2

7 8Zi Z9;

iJ

1

^ .

P H h

1

1 I9;

1J

2

7 8I•€DI 1

1

^ ‚

P H h

1

1

2

7 8DI1 I9;

1J

ƒ

1

^ Q

D

Hasil

aQq e

adalah pengulangan dari simbol-simbol masukan asli {x

n

} pada ranah

waktu.

PAPR dari isyarat IFDMA sama dengan kasus pada conventional single carrier signal.


(2)

Sedangkan pada metode LFDMA frekuensi sampel setelah proses pemetaan

subcarrier

ahX

i

e

adalah

hX

i

„h

i

, 0 v k v P d 1

0, P v k v _ d 1

dan jika nilai

x

) P. y z +

, dimana

0 v + v P d 1 '*+ 0 v y v ^ d 1

, maka

[7]

:

Qq

Qq

tDۥ

_ H h

1

X

i

2

7 8Zi Z9;

iJ

1

^ .

P H h

1

i

2

7 8tDۥtI i I9;

iJ

Untuk

y 0

, maka

Qq

QqtD

^ .

1

P H h

1

i27 8tDtIi I9;

iJ

… 4.5

1

^ .

P H h

1

i

2

7 8DIi I9;

iJ

1

^ Q

D

Kemudian untuk

y † 0

, dengan

h

i

Pd1k 0

Q‡2

dˆ2‰P‡k

, maka :

Qq

Qq

tDۥ

^ <1 d 2

1

7 8•t

> .

P H

1

Q

B

1 d 2

7 8„ D9BI €tIŠ• I9;

BJ

… 4.6

Dapat dilihat bahwa dalam ranah waktu, isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol


(3)

isyarat LFDMA akan memiliki nilai simbol masukan pada posisi ke-0, 4, 8, dan 12.

Nilai-nilai di antaranya (yang bersimbol ? pada Gambar 4.6a) adalah penjumlahan

semua simbol-simbol masukan waktu pada blok masukan dengan perbedaan

pembobot kompleks, sehingga akan meningkatkan PAPR.

4.3 Desain Simulasi

Untuk lebih memperjelas nilai PAPR pada kedua proses pemetaan yang sipakai

dalam DFTS-OFDM, maka disertakan simulasi nilai PAPR sebagai berikut :

Gambar 4.7 Blok Diagram Modulator DFTS-OFDM untuk Simulasi.

function papr_SCFDMA ()

totalSubcarriers = 256; % Jumlah total subcarrier

numSymbols = 64; % Ukuran blok data

Q = totalSubcarriers/numSymbols; % Faktor Penyebaran Bandwidth IFDMA

filterType = 'rr'; % Jenis filter pulse shaping

rolloffFactor = 0.0999999999; % Faktor Rolloff untuk filter raised-cosine

% Untuk mengatasi divide-by-zero, sebagai contoh gunakan 0.099999999

Fs = 5e6; % Bandwidth sistem

Ts = 1/Fs; % Periode Sampling

Nos = 8; % Faktor Oversampling

if filterType == 'rc' % Jika Menggunakan filter Raised-cosine

psFilter = rcPulse(Ts, Nos, rolloffFactor);

elseif filterType == 'rr' % Jika Menggunakan filter Root raised-cosine

psFilter = rrcPulse(Ts, Nos, rolloffFactor);

end


(4)

papr_ifdma = zeros(1,numRuns); % Inisialisasi nilai PAPR

papr_lfdma = zeros(1,numRuns);

papr_ifdma_PS = zeros(1,numRuns);

papr_lfdma_PS = zeros(1,numRuns);

for n = 1:numRuns,

% Pembentukan data random:

tmp = round(rand(numSymbols,2));

tmp = tmp*2 - 1;

data = (tmp(:,1) + j*tmp(:,2))/sqrt(2);

% Konversi ke ranah frekuensi menggunakan FFT

X = fft(data);

% Inisialisasi subcarrier

Yifdma = zeros(totalSubcarriers,1);

Ylfdma = zeros(totalSubcarriers,1);

% Subcarrier mapping

Yifdma(1:Q:totalSubcarriers) = X;

Ylfdma(1:numSymbols) = X;

% Konversi data ke ranah waktu menggunakan iFFT

yifdma = ifft(Yifdma);

ylfdma = ifft(Ylfdma);

% Tanpa pulse shaping

y_result_ifdma = yifdma;

y_result_lfdma = ylfdma;

% Dengan Pulse shaping

% Up-sample simbol-simbol

y_oversampled_ifdma_PS(1:Nos:Nos*totalSubcarriers) = yifdma;

y_oversampled_lfdma_PS(1:Nos:Nos*totalSubcarriers) = ylfdma;

% Lakukan filtering

y_result_ifdma_PS = filter(psFilter, 1, y_oversampled_ifdma_PS);

y_result_lfdma_PS = filter(psFilter, 1, y_oversampled_lfdma_PS);

1

2


(5)

% Menghitung PAPR:

papr_ifdma(n) = 10*log10(max(abs(y_result_ifdma).^2) / …

mean(abs(y_result_ifdma).^2));

papr_lfdma(n) = 10*log10(max(abs(y_result_lfdma).^2) / …

mean(abs(y_result_lfdma).^2));

papr_ifdma_PS(n) = 10*log10(max(abs(y_result_ifdma_PS).^2) / …

mean(abs(y_result_ifdma_PS).^2));

papr_lfdma_PS(n) = 10*log10(max(abs(y_result_lfdma_PS).^2) / …

mean(abs(y_result_lfdma_PS).^2));

end

% Menggambar CCDF (Complementary Cumulative Distribution Function):

[Ni,Xi] = hist(papr_ifdma, 100);

[Nl,Xl] = hist(papr_lfdma, 100);

[NiPS,XiPS] = hist(papr_ifdma_PS, 100);

[NlPS,XlPS] = hist(papr_lfdma_PS, 100);

figure;

semilogy(Xi,1-cumsum(Ni)/max(cumsum(Ni)),'r')

hold on

semilogy(Xl,1-cumsum(Nl)/max(cumsum(Nl)),'b')

hold on

semilogy(XiPS,1-cumsum(NiPS)/max(cumsum(NiPS)),'r--')

hold on

semilogy(XlPS,1-cumsum(NlPS)/max(cumsum(NlPS)),'b--')

title('CCDF PAPR SC-FDMA menggunakan IFDMA (merah) & LFDMA (biru)');

xlabel('PAPR [dB]');

ylabel('Pr(PAPR>PAPR0)');

grid on;

% Menyimpan data:


(6)

Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.8. Hasil tersebut adalah dengan

menggunakan jumlah total subcarrier M = 256, ukuran blok data masukan N = 64,

sehingga Q = 4, format modulasinya adalah menggunakan QPSK, untuk Raised cosine

pulse dilakukan oversampling 8 kali.

Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4.8, dapat dilihat bahwa untuk IFDMA

memiliki PAPR yang lebih rendah daripada LFDMA baik saat menggunakan filter

pulse shaping maupun tanpa filter pulse shaping.

Dapat dilihat bahwa dengan menggunakan filter pulse shaping maka untuk

IFDMA PAPR akan meningkat dengan sangat tinggi, sedangkan untuk LFDMA

peningkatan PAPR-nya tidak terlalu tinggi.

Gambar 4.8 Grafik perbandingan CCDF dari PAPR untuk IFDMA dan LFDMA

menggunakan filter pulse shaping (filter Root raised-cosine) dan tanpa filter pulse

shaping (M=256, N=64, QPSK, BW=5MHz)

Garis Lurus: Tanpa Filter Pulse Shaping


Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Sistem DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial)

1 33 85

Design And Implementation Of Orthogonal Frequency Division Multiplexing Receiver.

0 5 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Jaringan Generasi Keempat (4G)

0 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Jaringan Generasi Keempat (4G) T1 612005039 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Jaringan Generasi Keempat (4G) T1 612005039 BAB II

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Jaringan Generasi Keempat (4G) T1 612005039 BAB V

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing pada Jaringan Generasi Keempat (4G)

0 0 7

KINERJA SISTEM COFDM (CODED ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING) PADA KANAL RADIO MOBILE

0 0 5

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

0 0 6

SIMULASI PENGARUH PERUBAHAN PARAMETER PHYSICAL OFDM (ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING) PADA JARINGAN MOBILE WIMAX

0 0 11