BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Pengertian a. Pengertian Persalinan - Eva Eka Lestari BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis

1. Pengertian

a. Pengertian Persalinan

  Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam jalan lahir (Saefudin, 2006; h.100).

  Persalinan adalalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2007; h.180). Persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu:

  1) Kala I: dimulai dari saat persalianan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) servik membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) servik membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. 2) Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. 3) Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

  4) Kala IV : dimulai saat lairnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

  Mekanisme persalianan menurut Prawihardjo (2007; h. 183).

  Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada yang pertama usteum uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga servks akan mendatar dan menipis. Baru kemudina ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yan sama.

  Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan hampir lebih atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm, disebut ketuban pecah dini.

b. Pengertian Ketuban Pecah Dini

  Ketuban Pecah Dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan dimulai (William, Cristopher, 2001; h. 80).

  Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah ruptur yang dimulai 1 jam sebelum awitan persalinan pada saat masa kehamilan cukup bulan mengalami komplikasi akibat KPD, sembilan puluh lima persen dari seluruh wanita ini melahirkan dalam 28 jam (Sinclair, 2010; h.185).

  Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Joseph dan Nugroho, 2010; h. 185).

  Ketuban Pecah Dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum awitan persalinan, tanpa memerhatikan usia gestasi (Varney, 2008;h. 788).

  Pecah ketuban sebelum persalinan adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan dimulai. Pecah ketuban sebelum persalinan dapat terjadi pada janin immatur (prematur atau gestasi kurang dari 37 minggu) maupun jain matur atau aterm ( Pamilih, 2005. h. 220).

  Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalianan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001; h.281).

  Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah suatu keadaan dimana selaput ketuban pecah pada kehamilan yang telah viable dan 6 jam setelah itu tidak diikuti dengan terjadinya persalinan (Crisdiono dan Achadiat, 2004; h. 81).

  Jadi dapat disimpulkan Ketuban Pecah Dini atau

  spontaneus/ early/ premature rupture of membrane (PROM) adalah

  pecahnya selaput ketuban setelah 6 jam setelah itu tidak diikuti adanya tanda-tanda persalinan atau ketuban pecah sebelum inpartu, tanpa memperhatikan usia kehamilan.

2. Etiologi

  Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Joseph dan Nugroho, 2010; h. 185).

  Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah :

  a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

  b. Servik yang inkompetensia, kanalis cervikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri akibat persalinan atau kuretase.

  c. Tekanan intra uterine yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion gemeli.

  d. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

  e. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehimgga tidak ada bagian yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

  f. Keadaan sosial ekonomi.

  g. Usia yang sudah tidak reproduktif, karena organ-o rgan reproduksinya sudah mengalami kemunduran fungsinya yang mengakibatkan terjadinya incompetensia serviks. h. Faktor lain : 1) Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban. 2) Faktor disporposi antar kepala janin dan kepala ibu. 3) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askrobat (vitamin C). 4) Riwaayat KPD sebelumnya 5) Kelainan atau kerusakan cairan selaput ketuban 6) Polihidramnion

  Mekanisme ketuban pecah dini dapat berlangsung apabila selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi, bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluaran air ketuban.

3. Patofisiologi

  Menurut Mochtar (1998; h.256), telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubunganya dengan hal-hal berikut : a. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistisis, servisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.

  b. Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban)

  c. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)

  d. Faktor-faktor yang merupakan predisposisi ialah : multipara, malposisi, disporposi, cervik incompeten. e. Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

  4. Tanda dan Gejala

  Ada beberapa tanda dan gejala terjadinya Ketuban Pecah Dini dari beberapa sumber seperti yang disebutkan dibawah ini : a. Tanda yang terjadi adalah keluarnya air ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, cairan ketuban tidak akan berhenti atau kering karena akan terus diproduksi sampai kelahiran (Joseph dan Nugroho, 2010; h.187).

  b. Cairan ini tadak akan berhenti atau kering karena uterus terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal atau menyumbat” kebocoran untuk sementara (Joseph dan Nugroho, 2010; h. 187).

  c. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Joseph dan Nugroho, 2010; h. 187).

  d. Keluar cairan tiba-tiba, cairan tampak di introitus vagina dan ditunngu satu jam belum ada his (Saifudin, 2002; h.113).

  5. Diagnosa

  Menurut Nugroho (2010; h. 4). Menegakan diagnosa KPD secara tepat sangatlah pentig, karena melakukan diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio casaria yang sebetulnya tidak ada indikasinya.

  Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin atau keduanya.

  Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat, diagnosa yang di tegakan dengan cara : a. Anamnesa

  Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan vagina yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan juga perlu diperhatikan juga warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada pengeluaran lendir darah (Nugroho, 2010; h.4).

  b. Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa, akan nampak cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas (Nugroho, 2010; h. 5).

  c. Pemeriksaan fisik Lakukan palpasi abdomen unuk menentukan volume cairan amnion, apabila pecah ketuban telah pasti, terdapat kemungkinan mendeteksi berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin dan penurunan kemampuan balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan sebelum pecah ketuban (Varney, 2008; h.788).

  d. Pemeriksaan dengan spekulum Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari ostium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau bagian rendah digoyankan, akan tmpak cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior (Nugroho, 2010; 5).

  e. Pemeriksaan dalam Didalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi (Nugroho, 2010; h. 5).

6. Pemeriksan Penunjang

  a. Pemeriksaan labolatorium Menurut Joseph dan Nugroho (2010; h.188-189).

  1) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsistensi, bau dan pH nya.

  2) Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau secret vagina.

  3) Secret vagina ibu hamil pH :4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

  4) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. 5) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada bagian objek glas dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan gambaran pakis.

  b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) 1) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban daalam cavum uteri.

  2) Pada kasus KPD terlihat cairan jumlah air ketuban yang sedikit pada cavum uteri.

7. Komplikasi Komplikasi Menurut Nugroho (2010; h.7).

  a. Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS/ Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.

  b. Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD

  c. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya di evaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion)

  d. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.

  e. Resiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm.

  f. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadianya mencapai hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. Komplikasi menurut Mochtar (1998; h.258)

  a. Pada Anak 1) IUFD, asfiksia, dan prematuritas.

  b. Pada Ibu 1) Partus lama 2) Infeksi 3) Atonia uteri 4) Perdarahan Post partum 5) Infeksi nifas

8. Penatalaksaan medis Penatalaksanaan menurut Joseph dan Nugroho (2010; h. 188-189).

  a. Konservatif : 1) Rawat dirumah sakit 2) Beri antibiotika : bila ketuban sudah pecah 6 jam berupa : ampisilin 4 x 500 mg atau gentamicin 1x800 mg.

  3) Umur kehamilan < 32-34 minggu : dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. 4) Bila usia kehamilan 32-34 minggu, air ketuban masih keluar, maka usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan. 5) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin. 6) Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid selama untuk memacu kematangan paru-patu janin.

  b. Aktif 1) Kehamilan > 35 mingu : induksi oksitosin, bila gagal lakukan secio caesaria.

  Cara induksi : 1 ampul syntocin dalam dextrose 5%, dimulai 4 tetes/menit, tiap ¼ jam dinaikan 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/ menit. 2) Pada keadaan CPD letak lintang, dilakukan seksio caesaria. 3) Bila ada tanda infeksi : beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Saefudin (2006; h. 220).

Tabel 2.1 penatalaksanaan ketuban pecah dini

  KETUBAN PECAH DINI <37 MINGGU ≥37 MINGGU Infeksi Tidak ada infeksi Infeksi Tidak ada infeksi Berikan penisilin, gentamisin dan metronidazol

  Amoksilin + eritromisin untuk 7 hari Berikan penisilin dan metronidazol.

  Lahirkan bayi Lahirkan bayi Steroid untuk pematangan paru Lahirkan bayi Berikan penisilin atau ampisilin ANTIBIOTIKA SETELAH PERSALINAN

  Profilaksis Infeksi Tidak ada infeksi Stop antibiotik Lanjutkan untuk 24 jam- 48 jam setelah bebas panas

  Tidak perlu antibiotik Sumber data : (Saefudin, 2006; h.220).

  Indikasi untuk melakukan induksi pada ketuban pecah dini (PROM) menurut Manuaba (2001; h.224).

  a. Pertimbangan waktu dan berat badan janin dalam rahim.

  1) Pertimbangan waktu: apakah 6, 12, atau 24 jam. 2) Berat janin sebaiknya diatas 2.000 grbatau lebih.

  b. Terdapat infeksi intra uterin.

  1) Temperatur naik diata 38 C, dengan pengukuran rektal. 2) Terdapat tanda infeksi melalui hasil: a) pemeriksaan labolatarium.

  b) Pemeriksaan kultur air ketuban. Menurut Varney (2008; h.790), satu pilihan penatalaksanaan adalah agar persalinan berlangsung dalam 24 jam setelah pecah ketuban, karena setelah waktu itu risikonya menjadi lebih besar. Angka seksio sesaria untuk wanita pada kehamilan cukup bulan, yang di induksi agar dapat melahirkan dalam waktu 24 jam, adalah 30 dan 50 persen. Karena sebagian besar wanita pada kehamilann cukup bulan akan mengalami persalinan spontan dalam 24 jam pertama setelah pecah ketuban, pilihan penatalaksanaan lainya adalah menunggu awitan persalinan spontan sambil mengobservasi wanita dengan ketat untuk melihat tanda dan gejala korioamnionitis (penatalaksanaan ibu hamil).

  Menurut Varney (2008; h.790), apapun pilihan penatalaksanaan yang digunakan, penatalaksanaan perawatan persalinan yang digunakan sama seperti persalinan yang lain, dengan tambahan sebagai berikut.

  a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang mengigil.

  b. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum awitan persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janian elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akiabat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksi intrauteri.

  c. Hindari pemeriksasaan dalam yang tidak perlu.

  d. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga hal-hak berikut: 1) Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa 2) Bau rabas atau cairan di sarung tangan pemeriksa 3) Warna rabas atau cairan di sarung tangan pemeriksa

  f. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Sering kali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

9. Prosedur tetap Ketuban Pecah Dini di RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata

  a. Konservatif 1) Rawat di rumah sakit 2) Bersih lingkungan, bersih penderita, dan bersih penololng.

  3) Lakukan anamnesa secara cerian cermat. 4) Pemberian antibiotik 5) Jika usia kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar/sampai air ketuban tidak keluar.

  6) Jika umur kehamilan 32-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, observasii tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.

  7) Jika umur kehamilan 32-37 minggu sudah inpartu beri tokolitik dan induksi sesudah 24 jam.

  8) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).

  9) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steoid untuk mematangkan paru janin.

  b. Aktif 1) Kehamilan >37 minggu, induksi oksitosin, bila gagal lakukan seksio caesaria.

  2) Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik, dosis tinggi, dan persalinan diakhiri.

  3) Bila skor pelvik <5 lakukan pematangan lau induksi, bila tidak berhasi lakukan seksio caesaria.

  4) Bila skor pelvik >5 induksi persalinan an partus pervaginam.

10. Induksi Persalinan

  a. Pengertian Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi kontraksi persalianan (Wiknjosastro, 2007; h.73).

  b. Tujuan dilakukan induksi Untuk mencapai his 3 kali dalam 10 menit lama 40 detik (Saefudin, 2002; h. P-8).

  c. Indikasi Induksi menurut Manuaba (2001; h.217) 1) Indikasi ibu

  a) Ketuban pecah dini

  b) Pre-eklamsia dan eklamsia

  c) Kehamilan lewat waktu

  d) Ibu dengan penyakit: jantung dan Deabetes Melitus 2) Indikasi janin

  a) Post-term

  b) IUFD

  c) IUGR

  d) Oligohidramnion 3) Indikasi selektif

  a) Maturitas paru cukup

  b) Kontraiindikasi uterus tidak sempurna

  c) Atas permintaan yang bersangkutan d. Kontra indikasi induksi menurut Mansjoer (2001; h.300). 1) Malposisi dan malpresentasi janin 2) Disporposi sefalopelfik

  3) Gemeli 4) Grande multipara 5) Plasenat previa 6) Pernah mengalami seksio sesaria 7) Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion e. Syarat Induksi menurut Oxorn (2010; h. 552).

  Syarat-syarat induksi oksitosin: 1) Riwayat obstetriknya normal dan tidak ada kelainan dalam persalinan sebelumnya.

  2) Disporposi fetopelvik tidak ada. 3) Fetus dalam posisi normal. 4) Fetus harus dalam kondisi baik dengan DJJ normal. 5) Janin dalam presentasi kepala. 6) Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka.

  f. Penilain serviks Keberhasilan induksi persaliana berlangsung pada skor pelvis. Jika skor ≥ 6, biasanya induksi dilakukan dengan oksitosin. Jika ≤ 5, matangkan serviks lebih dahulu dengan prostaglandin atau kaeter foley.

  Penilaian serviks untuk induksi persalinan (Skor Bishop)Tabel 2.2 Faktor SKOR

  1

  2

  3 Bukaan (cm) Tertutup 1-2 3-4 Lebih dari 5 Panjang serviks >4 3-4 1-2 <1 Konsistensi

  • Kenyal Rata-rata Lunak - Posisi Posterior Tengah Anterior Sumber : (Saefudiin, 2002; h. P-10).
g. Prosedur induksi dengan oksitosin drip 1) Mulai dengan 8 tetes selama 15 menit.

  2) Dinaikan dengan interval 15 menit sebanyak 4 tetes sampai tercapai kontraksi maksimal. 3) Tetesan maksimal 40 tetes. 4) Jimlah cairan seluruhnya 1.000 cc 5) Observasi :

  a) DJJ b) His-kontraksi otot rahim.

  c) Penurunan bagian terendah.

  d) Lingkungan bendle-tanda rupture imminen.

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

  Penerapan menejemen kebidanan menurut Varney meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan tindakan antisipasi segera untuk mencegahya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.

I. Pengkajian

  Pengkajian atau pengunpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h.131).

  1. Data Subyektif a. Biodata yang mencakup identitas pasien.

  1) Nama jelas lengkap,bila perlu nama panggilan sehari-hari agar nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan (Anggraini Yetti, 2010; h.134).

  2) Umur Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun temasuk resiko tinggi dalam pesalinan ada hubungannya dengan ketuban pecah dini berkaitan dengan incompeten servik (Nugroho, 2010; h. 3).

  3) Agama Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa (Anggraini Yetti, 2010; h.135). 4) Pendidikan

  Pendidikan berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dangan pendidikannya, dimana tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan minimnya pebgetahuan kesehatan dan mempengaruhi personal hygiene yg buruk yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini pada persalinanya (Anggraini Yetti, 2010; h.135).

  5) Suku bangsa Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan seharai-hari (Anggraini Yetti, 2010; h.135). Suku bangsa tdai berpengaruh dalam kejadian ketuban pecah dini, dalam teori tidak tidak ada yang menyebutkan bahwa faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini adalah perbedaan antara wanita yang memiliki perbedaan ras dan etnik seperti wanita kulit hitam dan wanita kulit putih, keduanya sama-sama memiliki faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini dalam persalinanya. 6) Pekerjaan

  Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut (Anggraini Yetti, h.135). hubungan yang signifikan juga telah ditemukan anatara keletihan ibu bekerja berat sewaktu hamil yang dapat meningkatan resiko ketuban pecah dini (Varney, 2008; h.788).

  7) Alamat Ditanyakan untuk mempermudah dalam melakukan kunjungan rumah bila diperlukan (Anggraini Yetti, h.135).

  b. Alasan datang Untuk mengetahui alasan Bidan merujuk pasien saat datang ke rumah sakit.

  c. Keluhan utama Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan mengetahui apa yang dirasakan ibu, apakah ibu merasa basah pada vagina yang banyak secara tiba-tiba pada jalan lahir (Nugroho, 2010; h.4). d. Riwayat kesehatan Untuk mengkaji pola sehat-sakit, pertanyaan yang diajukan meliputi masalah kesehatan sekarang, masalah kesehatan dahulu, dan satatus kesehatan keluarga (Priharjo Robert, 2006; h. 36).

  1) Riwayat kesehatan yang lalu : Riwayat kesehatan yang lalu ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita pasien, baik akut dan kronis yang disebabkan oleh organisme anaerob seperti, vagionosis bakterial, gonoroe, klamidia, trikomonas dan streptokokus grub B, yang menyebabkan terjadinya infeksi yang menyebar secara hematogen sehingga pada persalinanya mengalami ketuban pecah dini (Sinclair, 2010; h.132). 2) Riwayat kesehatan sekarang :

  Untuk mengetahui kemungkinan adanya masalah atau penyakit yang diderita pada saat ini seperti : vaginosis bakterial, gonoroe, klamidia, trikomonas, dan streptokokus grup B yang terjadi pada kehamilan, sehingga menyebabkan infeksi dan bakteri menyebar secara hematogen sehingga pada persalinanya saat ini bisa terjadi Ketuban Pecah Dini (Sinclair, 2010; h.132). 3) Riwayat kesehatan keluarga :

  Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan ibu, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya yang berpengaruh dengan ketuban pecah dini seperti riwayat keturunan kembar, cairan ketuban yang berlebih dan riwayat ketuban pecah dini sebelumnya (Sujiyatini, dkk, 2009; h.14).

  e. Riwayat Obstetri Ditanyakan untuk mengetahui riwayat kehamilan sebelumnya misalnya adanya komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, faktor resiko (Mufdlilah, 2009; h. 12). 1) Riwayat Haid :

  Riwayat haid melalui HPHT (hari pertama haid terakhir) dikaji untuk mengetaui usia kandungan apakah sudah aterm atau belum, karena penanganan ketuban pecah dini akan berbeda tergantung usia kehamilan aktif atau konservatif (Nugroho, 2010;188-189).

  f. Riwayat kehamilan sekarang 1) ANC

  Adalah asuhan yang diberikan pada ibu hamil sejak mulai konsepsi sampai sebelum kelahiran bayi (Muslihatun, dkk, 2009; h.131). Mengawasi perkembangan kehamilan dengan pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik dengan cara palpasi Leopold untuk mengetahui letak janin sungsang atau lintang, adakah overdistensi uterus yang merupakan salah satu penyebab dari ketuban pecah dini (Nugroho,2010; h.185).

  2) Imunisasi TT Immunisasi dilakukan, untuk melindungi janin yang akan dilahirkan terhadap tetanus noenatorum dewasa ini dianjurkan untuk diberikan toxoid tetanus sehingga penting untuk ibu hamil, sehingga penting untuk ibu hamil (Muslihatun, dkk, 2009; h. 135). 3) Gerakan janin pertama kali

  Untuk mengetahui gerak janin yang pertama kali dirasakan ibu pada umur kehamilan berapa minggu dan mengetahui maslah yang mungkin terjadi pada janin yang dikandung (Mufdlilah, 2009; h.12).

  4) Terapi/obat Untuk mengetahui obat-obatan yang digunakan sejak kehamilan (Mufdlilah, 2009; h.13), dan untuk mengetahui terapi apa yang diberikan serta berapa jumlah atau dosis yang diberikan saat hamil, apakah ibu diberi Fe, asam folat, kalsium dan vitamin C, vitamin C dapat mengurangi faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini apabila diberikan saat usia kehamilan memasuki separuh usia kehamilan (20 minggu).

  5) Nasehat Untuk mengetahui nasehat-nasehat yang diberikan bidan kepada ibu sebagai pedoman ibu dalam kehamilan maupun persalinan. g. Riwayat perkawinan Untuk mengetahui status perkawinan ibu, usia perkawinan ibu apakah kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun karena apabila umur ibu lebih dari 35 tahun organ reproduksinya sudah tidak reproduktif lagi dan berhubungan dengan incompeten servik karena salah satu penyebab dari ketuban pecah dini (Nugroho, 2010; h.3).

  h. Riwayat KB Untuk mengetahui apakah pasien penah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, untuk mengetahui apakah ibu pernah memakai KB IUD, karena bila memakai KB IUD terdapat kemungkinan terjadi rabas vagina yg menyebabkan infeksi, sehingga pada persalinanya terjadi ketuban pecah dini (Vaney, 2007; h.457). i. Riwayat kehamilan, persalinan nifas yang lalu

  Untuk mengetahui pada tahun berapa anak pertamanya kehamilan pada waktu bersalin, penolong, komplikasi persalinan yang lalu apakah ada riwayat Ketuban Pecah dini pada persalinan pertamanya, karena kemungkinan besar bisa terjadi ketuban pecah dini lagi pada persalinanya sekarang (Nugroho, 2010; h. 3). j. Pola kebutuhan sehari-hari

  1) Pola nutrisi Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan

  (Anggraini Yetti, 2010; h. 137). Wanita hamil memerlukan instruksi khusus yang berkaitan dengan aspek-aspek kebutuhan nutrisi, seperti jumlah kalori, protein, zat besi, asam folat dan vitamin C (Varney, 2007; h. 546). Karena apabila ibu hamil kekurangan vitamin C, kemungknan terjadinya KPD pada persalinanya dapat meningkat (2007,

  the American Journal of Clinical Nutrition).

  2) Pola eliminasi Menggambarkan pola fungsi ekskresi. Kebiasaan BAB (terakhir BAB, warna, konsistensi, keluhan) dan kebiasaan BAK (terakhir BAK, warna, konsistensi dan keluhan).

  3) Pola aktivitas Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari, pola ini perlu dikaji pengaruh aktifitas terhadap kesehatanya yang dapat mempengaruhi ketuban pecah dini (Anggraini Yetti, 2010; h. 138). Ibu yang aktifitasnya berat bisa berpengaruh pada kejadian ketuban pecah dini, hubungan yang signifikan juga telah ditemukan antara keletihan karena bekerja dan peninkatan resiko ketuban pecah dini sebelum cukup bulan (Varney, 2008; h. 788).

  4) Pola istirahat Menggambarkan tentang pola istirahat ibu, yaitu berapa jam ibu tidur siang dan berapa jam ibu tidur malam, karena berpengaruh terhadap kesehatan fisik ibu (Anggraini Yetti, 2010; h.137).

  5) Pola personal hygiene Menggambarkan pola hygiene pasien, misalnya berapa kali ganti pakaian dalam, mandi, gosok gigi dalam sehari dan keramas dalam satu minggu. Pola ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan dirinya, kebiasaan personal hygiene yang buruk pada area genitalia dapat menyebabkan bakteri grub B yg menyebabkan infeksi dan meningkatkan resiko terjadinya KPD (Sinclair, 2010; h.132).

  6) Pola seksual Untuk mengetahui kapan ibu terakhir melakukan hubungan seksual dengan suami karena, ketuban pecah dini dapat terjadi karena trauma saat berhubungan seksual (Nugroho, 2010; h. 2). k. Psikososial, kultural dan spiritual

  1) Psikososial Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana respon dan dukungan yang diberikan suami dan keluarga kepada ibu dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam proses persalinan.

  2) Kultural Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pantangan maupun kebiasaan ibu yang dapat merugikan dirinya maupun janin yang dikandungnya, serta pengambilan keputusan saat proses persalinan.

  3) Spiritual Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan ibu dalam menjalankan ibadahnya maupun aktifitas keagamaan. l. Sosio ekonomi untuk menggambarkan keadaan ekonomi ibu, karena sosial ekonomi ibu yang rendah merupakan faktor pedisposisi dari Ketuban Pecah Dini (Joseph dan Nugroho, 2010; h.185). sosio ekonomi yang rendah memungkin penghasilan yang rendah sehingga kebutuhan gizi ibu sewaktu hamil buruk, karena kurangnya gizi memungkinkan pada waktu melahirkan mengalami ketuban pecah dini.

  2. Data Objektif

  a. Keadaan umum : Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu dengan pasien apakah baik, sedang atau buruk (Priharjo Robert, 2006; h. 22).

  b. Tingkat kesadaran : Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan penilaian composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium (Priharjo Robert, 2006; h. 23).

  c. Tanda Vital Tanda-tanda vital diukur setelah pasien diatur dalam posisi yang nyaman serta keadaan umum diketahui (Priharjo Robert, 2006; h.23).

  Hal-hal yang perlu di ukur disini adalah. 1) Tekanan darah : untuk mengetahui tekanan darah sistolik lebih dari 30 mmHg atau mencapai lebih dari 140 mmHg, atau kenaikan darah diastolik lebih dari 15 mmHg atau mencapai lebih dari 90, hal ini menunjukan adanya hipertensi yang dapat menyebabkan komplikasi pada KPD (Mansjoer, 2007;257).

  2) Nadi : nadi dihitung setiap 2 jam sekali bersamaan dengan suhu, untuk mengetahuia adakah tanda-tanda infeksi yang biasanya didahului fengan mengigil (Varney, 2008; h.790). 3) Pernafasan : untuk mengetahui sirkulasi oksigen yang didapat pada ibu, jika nafas ibu cepat dan dangkal hal ini menunjukan terjadinya infeksi. 4) Suhu : suhu diperiksa setiap 2 jam sekali untuk menilai suhu tubuh ibu normal atai tidak, jika suhu naik 38

  C menandakan terjadinya infeksi (Varney, 2008; h.790).

  d. Berat badan sekarang dan sebelum hamil : untuk mengetahui tingkat kenormalan penambahan berat badan ibu selama kehamilan, jika dalam hamil ibu tidak mengalami kenaikan berat badan, kemungkinan terjadi KEK atau Kekurangan Energi Kronik yang menyebabkan pada saat proses bersalin akan mengalami kelelahan saat mengejan.

  e. Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan ibu normal atau tidak dan bila tinggi badan kurang kemungkinan terjadi CPD, dan apabila ibu mengalami CPD pada persalinan ketuban pecah dini harus segera dilakukan seksio caesaria (Nugroho, 2010; h.189).

  f. LILA : Untuk mengukur lingkar lengan gunanya untuk mengetahui status gizi pada ibu normal atau tidak, jika LILA kurang dari 24 cm menandakan Ibu mengalami kekurangan energi kronis, dan dapat mempengaruhi kekuatan dalam mengejan.

  g. Status present 1) Bentuk kepala : untuk mengetahui bentuk kepala dan benjolan dikepala.

  2) Rambut : untuk mengetahui apakah rambut ibu rontok atau tidak, jika rontok menandakan gizi ibu yang buruk.

  3) Muka :oedema atau pucat, jika pucat kemungkinan bu mengalami infeksi saat persalinanya. 4) Mata : untuk mengetahui adanya anemi/hepatitis dengan menilai sclera dan konjungtiva. 5) Mulut : untuk mengetahui apakah terdapat stomatitis atau tidak, jika terjadi radang pada gusi /caries pada gusinya bisa menjadi jalan masuk kuman. 6) Telinga : untuk mengetahui apakah simetris dan terdapat serumen atau tidak.

  7) Hidung : untuk mengetahui apakah terdapat polip atau tidak. 8) Leher : untuk mengetahui apakah terdapat kelainan seperti terdapat pembesaran kelenjar tyroid dan limfe atau tidak.

  9) Dada dan axilla : untuk menilai adanya gangguan pada pernapasan.

  10) Abdomen : untuk mengetahui bentuk abdomen, luka bekas operasi, pembesaran limpa /hati dan nyeri tekan, pembesaran uerus sesuai usia kehamilan atau tidak, karena jika uterus lebih besr dari usia kehamilan menandakan overdistensi uterus atau gemeli yg merupakan faktor resiko terjadinya KPD (Nugroho, 2010; h.187).

  11) Genetalia : untuk mengetahui terdapat oedem, varices, lecet, memar, atau adanya vaginitis, keputihan, adakah penyakit kelamin seperti gonorhoe, klamidia, trikomonas, yang bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini pada persalinanya (sinclair, 2010; h. 132). 12) Ekstremitas : untuk mengetahui apakah terdapat oedem, varices dan ada reflek patella.

  h. Status Obstetrikus Inspeksi : 1) Dada : untuk mengetahui pembesaran mamae, hiperpigmentasi pada areola, puting susu menonjol, kelenjar montgomeri, dan keadaan kolostrum sudah keluar belum (Mufdlilah, 2009; h. 17).

  2) Abdomen : untuk mengetahui linea nigra, striae gravidarum, palpasi dengan leopold untuk menentukan posisi janin, TFU sesuai umur kehamilan, taksiran berat janin, dan auskultasi DJJ dalam satu menit (Mufdlilah, 2009; h. 17).

  Pemeriksaanleopold dilakukan untuk melihat adakah overdistensi uterus, yang merupakan faktor predisposisi

  terjadinay ketuban pecah dini pada persalinanya (joseph dan Nugroho, 2010; h.185).

  3) Genitalia : untuk memeriksa keadaan vulva dengan menilai apakah terjadi oedem, varices, memar, lecet atau tidak, pada kasus ketuban pecah dini akan mengeluarkan cairan mrembes dari jalan lahir sifatnya seperti air ketuban (Joseph dan Nugroho, 2010; h.187) . 4) Pemeriksaan dalam : untuk menilai pembukaan serviks, kulit ketuban sudah pecah atau sudah tidak ada lagi (Nugroho,

  201; h. 5). Penurunan (bagian kepala yang sudah turun PAP), sarung tangan lendir darah, bagian terendah janin (memastikan bahwa bagian terendah janin kepala), bagian menumbung. i. Pemeriksaan penunjang : untuk memastikan bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban yaitu dengan tes kertas lakmus, atau dengan pH forniks posterior (Nugroho, 2010; h. 6) .

  II. Interpretasi data

  Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien bedasarkan interpretasi data yang benar atas data-data yang dikumpulkan (Hidayat dan Sujiyatini, 2010; h. 115). Interpretasi data pada Ny... G... P... A... umur...tahun... hamil... minggu... Data dasar Diagnosa : Kesimpulan dari data subjektif dan objektif menunjukan hasil apakah mengarah pada ketuban pecah dini.

  Masalah : Masalah yang muncul akibat ketuban pecah dini. Kebutuhan : kebutuhan yang harus diberikan dari masalah yang ada.

  III. Diagnosa potensial

  Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain bedasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah teridentifikasi, langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati lien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/ masalah potensial benar-benar terjadi (Hidayat dan Sujiyatini, 2010; h. 116). Misalnya terjadi partus lama, partus lama dapat terjadi karena, his yang belum adekuat.

  IV. Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi

  Pada langkah ini merupakan kelanjutan menejemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau antisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi (Hidayat dan Sujiyatini, 2010; h. 117).

  Dari diagnosa potensial kubutuhan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat akibat ketuban pecah dini, yang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan bayi, seperti infeksi intrapartum pada ibu, dan bisa terjadi asfiksia pada bayinya.

  V. Perencanaan

  Pelaksanaan asuhan kebidanan ibu bersalin dengam ketuban pecah dini pada kala I adalah sebagai berikut:

  A. Jelaskan hasil tndakan yang telah dilakukan. Biasanya ibu bersalin dan keluarga merasa cemas menghadapi persalinan apalagi disertai dengan KPD (Varney, 2008; h.792).

  B. Memberikan support moril pada ibu dan keluarga, dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi (Depkes RI,2008; H.79).

  C. Mengevaluasi pengawasan 9 pada kala I seperti:

  1. Keadaan umum

  2. Tekanan darah

  3. Nadi

  4. Suhu

  5. Respirasi

  6. His

  7. DJJ

  8. Bendel ring

  9. Tanda dan gejala kala II

  D. Hindari pemeriksaan dalam pada ibu untuk menghindari terjadinya infeksi (Varney, 2008;h.792).

  E. Berikan ibu makan dan minum jika tidak ada kotraksi, menurut Enkin et all (2000) dalam Depkes RI (2008; h.79) bahwa ibu bersalin mudah sekali mengalamidehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, dan pemberian makanan pada ibu bertujuan untuk menambah tenaga Ibu pada saat proses persalinan da kelahiran.

  F. Anjurkan ibu untuk tidak tidur terlentang, menurut Enkin et all (2000) dalam Depkes RI (2008; h.85) jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta) akan menekan vena cava inferior ibu, hal ini akan mengurangi asupan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi.

  G. Palpasi fundus uteri dilakukan untuk mengetahui komtraksi uterus, kontraksi uterus yang baik adalh lebih dari 3x/10’/30” (Depkes RI, 2008; h.92).

  H. Siapkan parus set, hacting set dan resusitasi (Depkes RI, 2008; h.

  78).

  VI. Pelaksanaan

  Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan kebidanan yang telah di buat sesuai dengan masalah yang ada seperti yang dituliskan diatas.

  VII. Evaluasi

  Pada langkah ini dinilai keefektifan asuhan yang telah diberikan, apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam diagnosis maupun masalah (Muslihatun, dkk, 2009 ;h.162).

  DATA PERKEMBANGAN I

  A. Subyektif Ibu merasa kenceng-kenceng semakin sering dan semakin kuat sehingga timbul perasaan ingin meneran dan ingin buang air besar (Depkes. R.I, 2008; h.77).

  B. Obyektif 1. Keadaan umum, kesadaran, nadi, suhu, respirasi.

  2. Palpasi 3. kepala sudah masuk PAP, untuk menilai kontraksi uterus dalam 10 menit.

  4. Auskultasi

  5. Frekuensi, jumlah, dan punctum maksimum

  6. Pemeriksaan dalam Vulva normal, uretra tenang, vagina supel, porsio tidak teraba, effecement 100%, pembukaan lengkap, selaput ketuban bagian terendah kepala, point of direction ubun-ubun kecil jam 12.00, bagian menumbung tidak ada, molase ada tidak ada, caput ada tidak ada.

  C. Assesment GPA umur hamil dalam minggu keadaan janin hidup intra uteri presentasi belakang kepala dalam persalinan kala II.

  D. Planning

  1. Beritahu Keluarga untuk memberi dukungan selama proses persalinan ( Depkes. R.I, 2008; h.79).

  2. Ajari ibu dalam posisi setengah duduk dengan kedua kaki dipegang menggunakan tangan saat ingin meneran dan pastikan ibu merasa.

  Nyaman (Depkes. R.I, 2008; h.82).

  3. Jelaskan kemajuan persalinan pada ibu dan keluarga bahwa pernbukaan lengkap, serta ibu dianjurkan untuk mengejan seperti mau buang air besar, serta kepala ditekuk ke depan dengan melihat perut ibu (Depkes. R.I, 2008; h.82).

  4. Anjurkan ibu untuk istirahat saat his mereda dan memberi minum apabila ibu menghendaki (Depkes. R.I, 2008; h.83).

  5. Observasi denyut jantung janin, menolong kelahiran bayi (Depkes.

  R.I, 2008; h.82).

  DATA PERKEMBANGAN II

  A. Subyektif Ibu merasa lega dan senang karena bayinya lahir dengan selamat.

  Ibu merasa perutnya masih mules.

  B. Obyektif Tinggi fundus unteri setinggi pusat, bulat, keluar semburan darah, tali pusat memanjang, plasenta belum lahir dan kontraksi baik (Depkes.

  R.I, 2008; h.96).

  C. Assesment G..P ..A.. umur.. tahun, dalam persalinan kala III

  D. Planning

  1. Memastikan janin tunggal, memberitahu lbu untuk disuntik, dan menyuntikan oksitosin (Depkes. R.I, 2008; h.97).

  2. Malakukan penegangan tali pusat terkendali dengan baik dan benar (Depkes. R.I, 2008; h.98).

DATA PERKEMBANGAN III

  A. Subyektif Ibu mengatakan lega bayi dan plasentanya sudah lahir dan ibu merasakan perutnya terasa mules.

  B. Obyektif Plasenta lahir spontan, kontraksi uterus baik, tidak ada robekan perineum tinggi fundus sepusat, tekanan darah, nadi dan respirasi (Depkes. R.I, 2008; h. 110).

  C. Assesment P A, umur, dalam persalinan kala IV.

  D. Planning

  1. Mengajarkan ibu cara massage uterus yang baik dan benar dengan cara massage fundus secara sirkuler, sampai kontraksi uterus baik, dan fundus teraba keras (Depkes. R.I, 2008; h.112).

  2. Membersihkan alat dan rnerendam dalam larutan klorin 0,5 %, menyeka ibu memastikan ibu merasa nyarnan, mendokumentasikan ke dalam partograf dan rekarn medis (Depkes. R.I, 2008; h.112).

C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan

  Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan ibu bersalin sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010.

  Pasal 9 : Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi a. Pelayanan kesehatan ibu

  b. Pelayanan kesehatan anak

  c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Pasal 10 : 1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam

  pasal 9 huruf a (palayanan kesehatan) ditujukan pada kesehatan ibu. Diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan

  2) Pelayanan kesehatan Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

  a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil;

  b) Palayanan antenatal pada kehamilan normal;

  c) Pelayanan persalinan normal;

  d) Pelayanan ibu nifas normal;

  e) Pelayanan ibu menyusui; dan f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. 3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenag untuk : a) Episiotomi

  b) Penjahitan luka jalan lahir tingat I dan II

  c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan; d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;

  e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;

  f) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu esklusif; g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum ; h) Penyuluhan dan konseling; i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil; j) Pemberian surat keterangan kematian; dan k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin. Kompetensi bidan :

  Kompetensi ke-4 : bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawadaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.

  1. Pengetahuan dasar a. Fisiologi persalinan.

  b. Anatomi tngkorak janin, diameter yang penting dan penunjuk.

  c. Aspek psikologis dan kultural pada persalinan dan kelahiran.

  d. Indikator tanda-tanda mulai persalinan.

  e. Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf atau alat serupa.

  f. Penilaian kesejahteraan janin dalam masa persalinan.

  g. Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.

  h. Proses penurunan janin melalui pelvik selama persalinan dan kelahiran. i. Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan kehamilan normal. j. Pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti : kehadiran keluarga/pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat. k. Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat janin, (CPD). l. Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet, kelainan presentasi, eklampsia, kelelahan ibu, gawat janin, infeksi,

  Ketuban Pecah Dini tanpa Infeksi, distocia karena inersia uteri primer, post term dan preterm serta tali pusat menumbung.

  2. Pengetahuan Tambahan a. Penatalaksanaan persalinan dengan mal presentasi.

  b. Pemberian suntikan anastesi lokal.

  c. Akselerasi dan induksi persalinan.

  3. Ketrampilan Dasar

  a. Mengumpulkan tanda yang terfokus paada riwayat kebidanan dan tanda-tanda vital ibu pada persalinan sekarang .

  b. Melaksanakan pemeriksaan fisik yang trfokus.

  c. Melakukan pemeriksaan abdomen secara lengkap untuk posisi dan penurunan janin.

  d. Mencatat waktu dan mengkaji kontraksi uterus (lama, kekuatan dan frekuensi).

  e. Malakukan pemeriksaan pangul (panggul dalam) secara lengkap dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian terendah, presentasi, posisi keadaan ketuban dan keadaan ketuban dan proporsi panggul dengan bayi.

  f. Melakukan pemantauan kemajuan persalinan dengan partograf.

  g. Memberikan dukungan psikologis bagi wanita dan keluarganya.

  h. Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang adekuat selama persalinan. i. Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan abnormal dan kegawatdaruratan dengan interfensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu. j. Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperlukan. k. Memberikan pertolongan persalinan abnormal: letak sungsang, partus macet kepala didasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, post term dan pre term. l. Memfasilitasi ibu untuk menyusui sesegera mungkin dan mendukung ASI esklusif. m. Mendokumentasikan temuan-temuan yang penting dan intervensi yang dilakukan.

  4. Ketrampilan tambahan a. Menyuntikan anastesi lokal jika diperlukan.